Anda di halaman 1dari 7

Agama Hindu

ZAMAN WEDA SAMHITA Pada zaman ini hidup keagamaan orang Hindu didasarkan pada kumpulan kitab-kitab yang diturunkan oleh Brahma dalam bentuk mantra-mantra yang disebut Weda Samhita, yang dapat dibagi dalam 4 bagian (Catur Weda) yaitu : 1. Reg-Weda berisi mantra pujian (hotr) untuk mengundang para dewa.

2. Sama-Weda berisi mantra yang dilagukan pada waktu korban disampaikan. 3. Yayur-weda berisi mantra yangdapat mengubah korban menjadi sajian bagi para dewa 4. Atarwa-weda berisi mantra sakti untuk mengusir roh jahat.

Ada 2 pokok kepercayaan dasar : 1. Mempercayai bahwa ada 2 golongan hidup yang melebihi manusia yaitu Para Dewata (33 dewa langit, angkasa dan bumi), dan roh-roh jahat Denawa. 2. Praktek keagamaan berpusat pada persembahan korban agar mendapat dukungan para dewa dalam mengalahkan roh-roh jahat. ZAMAN BRAHMANA Beberapa perkembangan pada zaman ini antara lain : 1. Korban menjadi pusat ibadat yang dijadikan alat mendapatkan kekuasaan di dunia dan akhirat. 2. Imam (Brahmana) mempunyai peran penting untuk mewujudkan korban yang benar. 3. Kasta-kasta, terbentuk untuk menggambarkan keberagaman dan kesatuan sosial yang digambarkan sebagai kesatuan tubuh manusia. 1) Kasta Brahmana, menggambarkan fungsi mulut. 2) Kasta Ksatria, menggambarkan fungsi tangan 3) Kasta Waisya menggambarkan fungsi paha. 4) Kasta Sudra, menggambarkan fungsi kaki. 4. Warnasramadharma, konsep sosial yang menggambarkan 4 tahapan kehidupan menurut warna kastanya : 1) Brahmacarya, tahap menjadi murid 2) Grhastha, tahap menjadi kepala keluarga. 3) Wanaprastha, tahap menjadi petapa 4) Sannyasa, tahap menyangkali diri 5. Dewa-dewa, kurang ditonjolkan perannya. 6. Sutra-sutra, kitab-kitab diluar Weda yang dijadikan petunjuk kehidupan umat Hindu. ZAMAN UPANISAD Pada zaman ini ditekankan ajaran tentang monisme yaitu ajaran bahwa segala sesuatu berasal dari azas ilahi yang satu yaitu Brahman (sebagai azas alam semesta) dan Atman (azas manusia). yang keduanya sebenarnya sehakikat.

Sebagai azas alam semesta Brahman secara pasif mengakibatkan terjadinya alam semesta yang dan nantinya juga akam kembali kepada azasnya yang digambarkan dalam ajarannya yaitu : Sebagai seekor laba-laba mengeluarkan dan menarik kembali sarangnya, sebagaimana rumput tumbuh di bumi, sebagaimana rambut tumbuh di kepala dan tumbuh, demikianlah alam semesta ini timbul dari yang tidak dapat binasa. (Mudaka Up. 1. 1.7.8) Atman adalah pusat segala fungsi jasmani dan rohani manusia yang sebenarnya juga sama dengan Brahman. Tat twam asi artinya Brahman adalah kamu, dan Aham Brahma asmi artinya aku adalah Brahman, sehingga dapat diartikan kamu itu juga aku. Karma dipahami sebagai perbuatan manusia namun dalam prektek kehidupan sehari-hari juga berarti korban. Karma ini menaklukkan segala sesuatu termasuk juga para dewa. Apa yang kita dialami sekarang itu dipengaruhi oleh karma yang dilakukan di jaman sebelumnya dan akan mempengaruhi jaman yang akan datang. Samsara adalah perputaran kembali kelahiran (re-inkarnasi) yang sangat dipengaruhi oleh baik buruknya karma. Samsara ini sangat dipengaruhi oleh keinginan yang selalu melekat dalam kehidupan manusia. Kelepasan/Keselamatan dipahami apabila seseorang bisa terlepas dari samsara dengan jalan melepaskan diri dari segala keinginan dengan pengenalan diri agar terlepas dari karma. HINDU DHARMA PANDANGAN TENTANG DUNIA (KOSMOS) Dunia ini sebenarnya merupakan fenomena yang saling bertentangan, tetapi juga saling mengisi yaitu segala sesuatu yang baik (Kaja) yang digambarkan arah ke gunung atau sorgawi, dan segala sesuatu yang jelek (Kelod) yang digambarkan ke arah laut atau duniawi. Pertentangan kosmos tersebut terus-menerus berlangsung mesalnya hidup-mati, tua-muda, siang-malam, terang-gelap, atas-bawah. Manusia berada di alam tengah (Madyapada). Manusia juga digambarkan sebagai buana alit/jagad alit juga dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu : 1. Kepala digambarkan sebagai alam atas (Kaya) 2. Badan/ hati digambarkan sebagai alam tengah (Madyapada) 3. Kaki digambarkan sebagai alam bawah (Kelod) Alam semesta ini dibagi menjadi 5 penjuru dng masing-masing kriterinya : 1. Timur dijaga oleh Dewa Iswara, warna putih, pasaran umanis (legi) , dalam bilangan 5 2. Selatan dijaga oleh Dewa Brahma, warna merah, pasaran paing dlm bilangn 9 3. Barat dijaga oleh Dewa Mahadewa, warna kuning, pasaran pon, bilangan 7 4. Utara dijaga oleh Dewa Wisnu, warna hitam, pasaran wage, bilangan 4 5. Tengah dijaga oleh Dewa Siwa, warna pancawarna, pasaran kliwon, bilangan 8 Dalam agama hindu dharma diakui ada unsur-unsur supra natural yang mengatasi kehidupan manusia, dan mempunyai beberapa tingkatan : 1. Bhatara, sebagai tokoh illahi yang menjadi pelindung manusia. Bhatara Siwa diakui sebagai dewa tertinggi yang dipuja sebagai Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Widi, Sang Hyang Tuduh. 2. Sang Hyang, arwah leluhur yang telah disucikan dengan sempurna sehingga mempunyai kedudukan yang sama dengan dewa. 3. Pitara, arwah leluhur yang sudah disucikan/ dibakar (Ngaben), tetapi belum disempurnakan (abunya dibuang ke laut).

4. Pirata, arwah leluhur yang belum disucikan, yang dianggap juga sering dapat mengganggu manusia yang hidup. AJARAN TENTANG SANG HYANG WIDI WASA Sang Hyang Widi Wasa diidentikkan dengan Brahman yang diakui sebagai yang Maha Tunggal (esa) Ekam eva adwityam Brahman artinya hanya ada satu, tiada duanya yaitu Brahman (Hyang Widi Wasa). Selain menekankan tentang keesaan, juga diyakini akan keagungan Hyang Widi wasa sebagai yang tak berbentuk (nirupam), tak bertangan dan tak berkaki (nirkaran, nirpadam), tak berpancandriya (nirindriyam). Ia mengetahui segala sesuatu, tidak pernah lahir dan tidak pernah tua, tidak pernah bertambah dan juga tidak pernah berkurang. Gelar utama untuk Sang Hyang Widi Wasa ialah Tri Sakti, yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa yang merupakan keesaan yang memancarkan tiga kekuatan sakti (illahi) yaitu kekuatan sakti waktu mencipta disebut Brahma, kekuatan sakti waktu memelihara disebut Wisnu, dan kekuatan sakti waktu melakukan peleburan disebut Siwa. AJARAN TENTANG PENCIPTAAN Dalam kehidupan ini sebenarnya selalu tercadi proses penciptaan ( SRTI), pemeliharaan, dan peleburan (Pralaya). Terjadinya alam semesta (buana ageng/agung) adalah Sang Hyang Widi tapa sehinga menghasilkan kekuatan asasi (potensi asasi) yang disebut Purusa (kekuatan kejiwaan), dan Prakrti (kekuatan kebendaan). Keduanya bersatu menimbulkan Cita (alam pikiran) yang kemudian dikuasai oleh Triguna (sattwa, rajas, dan tamah) yang kemudian menimbulkan : 1. Budhi (naluri pengenal) 2. Manah (akal dan perasaan) 3. Ahangkara (rasa keakuan) 4. Dasendriya (Pancendriya dan karmendriya) 5. Pancamahabhuta (anasir kasar) Seluruh alam semesta ini dibagi menjadi 7 lapisan yang semakin tinggi semakin halus sesuai dengan susunan anasir yang menguasainya yaitu Bhurloka, Bhuahloka, Swahloka, Mahaloka, Janaloka, Tapoloka, dan Satryaloka. Terjadinnya manusia (Buama alit) : Sari Pancamahabhuta menjadi Sadrasa (6 rasa), kemudian bercampur dengan Budhi, Ahangkara, Dasendrya, Pancamatra menjadi Swanita (ovum) dan Sukla (sperma). Swanita dan Sukla bertemu menjadi Purusa dan Prakrti manusia yang terbagi dalam Trisarira yaitu tubuh kasar, tubuh halus, dan unsur penyebab/kehendak. Selain trisarira, dalam diri manusia juga ada Atman yang berfungsi sebagai sair/kusir yang mengendalikan langkah kehidupan manusia. Dan karena Atman itu terpenjara dalam tubuh fana, maka akibatnya manusia dikuasai oleh Awidya (ketidak tahuan). Awidya mengakibatkan manusia berada dalam Samsara yang kemudian manusia berada dalam leingkaran kelahiran kembali (reinkarnasi/ purnabhawa) Ajaran tentang keselamatan/kelepasan Tujuan hidup dalam agama Hindu Dharma ialah mencapai moksa (terlepas dari samsara), dan Santi (kesejahteraan hidup umat manusia). Untuk mencapai moksa manusia harus berupaya menyatukan diri dengan Sang Hyang Widi melalui 4 cara yaitu : 1. Jnanayoga, mengabdikan diri dengan pengetahuannya (Jnana)

2. Bhaktiyoga, mengabdikan diri melalui sujud/ibadah yang tulus (Bhakti) 3. Karmayoga, mengabdikan diri melalui perbuatan amal kebaikan (Karma) 4. Rajayoga, mengabdikan diri melalui tapa brata (Samadhi) Pandangan penghormatan terhadap orang yang sudah mati 1. Sebagai ungkapan kasih dan penghormatan terhadap para leluhur 2. Sebagai upaya agar roh leluhur itu tidak kembali mengganggu orang yang masih hidup, maka perlu dilepaskan dari belenggu tubuh dengan penyucian yang dilakukan dalam 3 tahap yaitu : 1. Pemisahan jiwa dari tubuh yang kemudian menjadi Pirata 2. Penyucian dengan api (ngaben) dan air (membuang abu ke laut) Pitara 3. Palebon Tempat-tempat Pemujaan : 1. Sanggah : tempat pemujaan terhadap leluhur yang ditempatkan di halaman belakang rumah arah (kaja Timur). Di rumah para bangsawan disebut pamerajan. Ada tiga macam sanggah yaitu : 1) Sanggah Kemulan tempat arwah leluhur 2) Sanggah Ngurah/Ngengurah tempat pelindung tanah 3) Sanggah Taksu tempat Sang Hyang yang menjadi penghubung manusia dengan para Dewa 2. Pura tempat pemujaan yang didirikan di desa, ada 7 macam yaitu : 1) Pura Puseh, tempat pemujaan kepada pemilik tanah (cikal bakal). Ditempatkan di kaja Timur. 2) Pura Dalem (alam bawah), tempat pemujaan kepada para pirata. Ditempat kan di luar desa (kelod Barat) 3) Pura Bale Agung tempat pertemuan warga desa (banjar) 4) Pura Bukit 5) Pura Subak 6) Pura Pusering jagat 7) Pura yang dikaitkan dengan adanya suatu kraton

Pemimpin Ibadat (Imam) 1. Pedanda, pemimpin ibadah dari golongan Brahmana yang menjadi pawang dan guru para ksatriya. Selain itu ia juga bertugas membuat dan memberkati air suci. Ada dua macam Pedanda yaitu : 1) Pedanda Siwa, berambut panjang, dan dalam pemujaan menggunakan bunga-bunga 2) Pedanda Boda, dalam pemujaan tidak menggunakan bunga-bunga, tetapi memegang bajra. 2. Pamangku, dapat ditunjuk dari kasta selain Brahmana. Tugasnya menjaga Pura dan mempimpin upacara ritual di pura tersebut. Jabatan ini tidak dilakukan tabisan, karena diakui bahwa jabatan ini diterima langsung dari dewa. 3. Sengguhu, pemimpin ibadat untuk kaum Sudra dengan tugas memberikan persembahan sesaji untuk tokoh-tokoh alam bawah. Mereka mendapat tugas dari Sang Hyang Tunggal dan Sang Hyang Meleng (matahari).

Agama Budha
Yang dimaksud dengan Buddha sebenarnya asas rohani yang bersifat ilahi yang disebut TATHAGATA yang kemudian menjelma menjadi manusia dalam diri tokoh-tokoh yang sudah ada lebih dari 24 tokoh. Namun yang dikenal adalah 7 tokoh terakhir yaitu : I . Pada jaman emas II . Pada jaman perak : Wipasyin, Sikhin, dan Wiswabhu. : Kakuchanda, dan Kanakamuni.

IV. Pada jaman tembaga : Kasyapa. V . Pada jaman besi : Sakyamuni (Sidharta Gautama) hidup pada tahun 563 SM sampai 483 SM. Ajaran tentang Dharma/Damma. Yang menjadi pokok ajaran atau Dharma (doktrin) dalam agama Buddha ialah keyakinan akan adanya 4 kebenaran mulia atau empat Aryasatyani yang diajarkan oleh Buddha Gautama di Benares sesudah Ia mendapat pencerahan yaitu : 1. Dhuka, yaitu keyakinan bahwa hidup itu dhuka atau menderita karena ada 5 pelekatan dengan dunia yaitu hidup, lahir, tua, sakit, dan mati. 2. Samudaya, yaitu keyakinan akan adanya penyebab penderitaan manusia yang mengakibatkan manusia itu mengalami kelahiran kembali yaitu keinginan (kehausan) terhadap apa yang ada. 3. Nirodha, yaitu keyakinan bahwa untuk menghindari penderitaan ialah dengan melakukan pemadaman keinginan (nirodha). 4. Marga, yaitu keyakinan adanya 8 jalan untuk memadamkan keinginan yaitu : 1) Percaya yang benar 2) Keinginan yang benar 3) Berkata yang benar 4) Berbuat yang benar 5) Hidup yang benar 6) Berusaha yang benar 7) Mengingat yang benar 8) Samadhi yang benar Yang mendorong adanya keinginan itu disebabkan adanya 12 pokok permulaan yang saling bergantungan yang disebut Pratitya Samutpada yaitu : 1. Menjadi tua dan mati (Jaramaranam) bergantung pada kelahiran 2. Kelahiran (Jati) bergantung dari pada kehidupan masa lampau. 3. Hidup masa lampau (Bhawa) bergantung dari pada keterikatan pada makan dan minum. 4. Keterikatan terhadap makan minum (Upadana) bergantung pada kehausan / keserakahan. 5. Kehausan/Keserakahan (Tanha) bergantung pada emosi atau renjana 6. Emosi atau renjana (Wedana) bergantung pada sentuhan atau kontak. 7. Sentuhan atau kontak (Sparsa) bergantung pada Indra dengan sasarannya. 8. Indra dengan sasarannya (Sadayatana) bergantung pada keadaan lahir batin 9. Keadaan lahir batin (Namarupa) bergantung pada kesadaran.

10.Kesadaran (Wijnana) bergantung pada pemahaman yang salah. 11.Pemahaman yang salah (Sanskara) bergantung pada ketidak tahuan 12.Ketidak tahuan (Awidya) manusia itu ada 3 macam yaitu : 1) Dhuka, tidak tahu bahwa dunia itu penuh penderitaan 2) Anitya/Anicca, tidak tahu bahwa dunia itu fana/ tidak kekal 3) Anatman, tidak tahu bahwa di dunia ini tidak ada jiwa Manusia terdiri dari 5 tonggak/skandha yaitu : 1. Rupa, segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh. 2. Wedana, perasaan yang terdiri perasaan menyenangkan maupun tidak menyenangkan 3. Samjna, pengamatan baik jasmani maupun rohani 4. Samskara, meliputi kehendak dan keinginan. 5. Wjnana, kesadaran Ajaran tentang jalan kelepasan/ keselamatan. Dalam Aryasatyani diajarkan bahwa untuk melepaskan diri dari penderitaan harus dilakukan pemadaman keinginan (nirodha), dan pemadaman keinginan tersebut dilakukan dengan 8 jalan (marga) yang puncaknya adalah Samadhi yang benar. Untuk melakukan samadhi yang benar terlebih dahulu dilakukan persiapan diri yaitu : 1. Merenungkan bahwa makan dan minum itu menimbulkan banyak penderitaan,dan juga merenungkan keberadaan dirinya yang ternyata bahwa tubuhnya itu tak berbeda dengan jasat orang telah meninggal. 2. Mengambil tempat duduk ditempat yang sunyi, mengatur pernafasan serta merenungkan 4 bhawana yaitu : 1) Metta (persahabatan yang universal) 2) Karuna (belas kasihan yang universal) 3) Mudita (kesenangan dalam keuntungan dan kesenangan dalam segala sesuatu) 4) Upakkha (tidak tergerak/tergoda oleh apa saja yang menguntungkan diri sendiri Sesudah melakukan persiapan maka selanjutnya dimulailah Samadhi yang dilakukan dalam empat tahapan yaitu : I. Memusatkan pikiran agar mengerti keberadaan diri (namarupa) untuk meraih kesukaan batin. II. Melepaskan rohnya dari pertimbangan lahiriah untuk mencapai kedamaian batin. III. Mengendalikan diri untuk tidak digirangkan atau dijadikan susah oleh sekitarya. IV. Menghilangkan suka dan duka untuk menyucikan perasaan hati. Hasil dari samadhi yang benar itu dapat dibagi dalam 4 tingkatan yaitu : I. Srotapana atau pertobatan dimana seseorang telah berada dalam arus jalan yang benar. Ikatan yang dilepaskan dalam tingkat ini ialah khayalan egoisme dan keragu-raguan. II. Sakrdagamin, tingkatan dimana seseorang masih harus dilahirkan kembali sekali lagi tetapi kemudian mendapatkan kelepasan yang sempurna dan bebas dari keragu-raguan. Ikatan yang harus dilepaskan dalam tingkatan ini ialah kama (napsu ) dan kebencian. III. Anagamin, tingkatan dimana seseorang tidak akan dilahirkan kembali. Segala sisa-sisa hawa nafsu dan kebencian ditiadakan.

IV. Arhat, tingkatan dimana seseorang sudah bebas dari segala keinginan dan mencapai nirwana Buddha Sasana Ada dua golongan yang termasuk anggota Buddha Sasana yaitu : 1. Sangha (Bhikku dan Bhikkuni) yaitu orang-orang yang mengkhususkan diri untuk belajar, mengajar dan menjabarkan Buddha Dhamma Parattam patipajjatha artinya laksanakan tugasmu demi kesejahteraan/kebahagiaan mahluk lain. 2. Anggota keluarga (Upasaka dan Upasika), berkewajiban terhadap terpenuhinya kebutuhan hidup anggota Sangha Ciri-ciri komunitas Sangha menurut Winaya Pitaka ialah : 1. Bersedia hidup dalam kemiskinan sebagai Sakyaputta yang hanya memiliki 8 kebutuhan pokok (attha pirika) yaitu : 1) Uttara sangha civara (jubah luar) 2) Antara vasaka civara (jubah dalam 3) Sanghati Civara (jubah atas) 4) Mangkuk 5) Pisau cukur 6) Benang dan jarum 7) Ikat pinggang 8) Saringan air 2. Tidak melakukan hubungan sexual. 3. Ahimsa Ada 4 dosa besar yang dapat mengakibatkan seorang Bhikku dikeluarkan dari Sangha yaitu : 1. Melakukan hubungan sex. 2. Mencuri. 3. Membunuh. 4. Menipu dengan mengatakan bahwa dirinya mempunyai kemampuan paranormal. Dasasila bagi anggota Sangha yaitu : 1. Tidak membunuh 2. Tidak mencuri 3. Tidak berzinah 4. Tidak berdusta 6. Tidak makan pada waktu terlarang 7. Tidak mengunjungi keramaian 8. Tidak bersolek 9. Tidak tidur di tempat yang enak.

5. Tidak minum minuman yang membukkan 10. Tak terima hadiah

Anda mungkin juga menyukai