Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

PENCIPTAAN ALAM SEMESTA DAN MANUSIA

Penciptaan Alam Semesta

Penciptaan alam semesta dalam Agama Hindu dijelaskan dalam Prasna


Upanishad sebagai berikut: “Pada awalnya Sang Pencipta (Tuhan) merindukan
kegembiraan dari proses penciptaan. Dia lalu melakukan meditasi. Lahirlah
Rayi, jat atau materi dan prana, roh kehidupan, lalu Tuhan berkata: “kedua hal
ini akan melahirkan kehidupan bagiku”. Demikianlah makhluk hidup
diciptakan, melalui suatu perkembangan perlahan dari dua unsur yang mula-
mula diciptakan Tuhan sehingga mencapai bentuk-bentuknya sekarang.

Bagaimanakah alam semesta diciptakan? Mundaka Upanishad menyebutkan:


“Seperti laba-laba mengeluarkan dan menarik benangnya, demikianlah alam
semesta ini muncul dari Tuhan (Brahman)”. Laba-laba mengeluarkan jaringnya
secara perlahan-lahan dari perutnya. Menurut penelitian ilmiah modern, alam
semesta kita sampai sekarang masih berkembang secara perlahan-lahan.
Menurut teori ledakan besar (big bang), alam semesta ini dari titik kecil perlahan-
lahan berkembang makin membesar seperti balon karet yang ditiup.

Dari pernyataan di atas jelaslah menurut Agama Hindu kehidupan pada


alam semesta ini berkembang melalui evolusi.

Asal Usul Manusia dan Unsur-unsurnya

Manusia pertama menurut ajaran Agama Hindu adalah Svambhu Manu,


yang artinya makhluk berpikir pertama yang menjadikan dirinya sendiri. Jadi,
Svambhu bukanlah nama seseorang. Secara etimologi kata manusia berasal dari
kata manu yang artinya pikiran atau berpikir, dalam bentuk genetif menjadi kata
“manusya”, artinya ia yang berpikir atau menggunakan pikirannya.

Menurut konsep Hindu, manusia adalah kesatuan antara badan jasmani dan
jiwa (atman) menjadikan ia secara psikopisik terus berkembang. Secara
kosmologis, manusia (yang berupa kesatuan jiwa dan badan jasmaninya) yang
sering disebut mikrokosmos (bhuana alit) yang merupakan perwujudan dari

1
makrokosmos (bhuana agung).

Di dalam ajaran Agama Hindu, manusia juga dikatakan sebagai makhluk tri
pramana karena memiliki tiga kemampuan utama yaitu berpikir, berkata, dan
berbuat, yang menyebabkan ia berbeda dengan makhluk lainnya. Dengan
kemampuan berpikir, berkata, dan berbuat, manusia melakukan perbuatan baik
dan perbuatan buruk yang disebut subha dan asubha karma. Dengan
mengutamakan perbuatan baik yang disebut subha karma inilah manusia mampu
menolong dirinya sendiri, mengangkat dirinya dari kesengsaraan. Inilah
keistimewaan lahir menjadi manusia, yang tidak dimiliki oleh makhluk lain
selain manusia.

Jiwa dan Raga

Pasangan dua kata di atas sering kita temukan dalam lagu-lagu kebangsaan
kita. Bangunlah badannya, bangunlah jiwanya. Pada lagu berjudul Padamu
Negeri, terdapat kata-kata kupersembahkan jiwa dan ragaku. Dalam percakapan
sehari-hari kita mengatakan “badanku terasa ngilu dan sakit”. Kalau kita
dikhianati oleh seseorang kita mengatakan “hatiku sakit sekali”. Aku hidup
dalam kelimpahan harta, tapi jiwaku gersang”, demikian mungkin yang
dikatakan seseorang yang secara materi berlebihan namun miskin secara
spiritual.

Badanku, hatiku, jiwaku! Jadi siapa “aku” yang memiliki badan, hati, dan
jiwa?

Manusia terdiri atas badan dan jiwa. Badan tanpa jiwa ibarat mobil yang
lengkap badan dan mesinnya tapi tanpa aki. Mobil ini tidak bisa bergerak,
karena tidak ada panas atau api yang menghidupkan mesinnya. Jiwa tanpa raga
ibarat aki tanpa mobil, panas atau tenaga yang tersimpan dalam aki menjadi
tenaga yang tidur karena tidak ada mesin untuk digerakkan. Jiwa dan raga itu
merupakan satu kesatuan. Tanpa jiwa, raga tidak dapat melakukan aktivitasnya.

Pengandaian di atas mengikuti pengandaian dalam Katha Upanishad yang


mengatakan badan adalah kereta, akal (ilmu pengetahuan) adalah kusirnya,
pikiran adalah kendali, dan indriya adalah kuda-kudanya. Sedangkan jiwa
adalah pemilik kereta.

Dikatakan selanjutnya, mereka yang mengetahui hakikat dan tujuan hidup

2
ibarat kusir yang cakap dengan kuda terlatih baik, akan mencapai tujuan
perjalanan. Tapi mereka yang tidak mengetahui hakikat dan tujuan hidup, ibarat
kusir bodoh dengan kuda liar, tidak akan mencapai tujuan perjalanan, akan
mengembara dari satu kematian kepada kematian yang lain.

Dari mana datangnya badan?

Badan datang dari orang tua kita, Percampuran sperma dan ovum dari
Bapak dan Ibu kita membentuk badan dalam rahim Ibu.

Dari mana datangnya jiwa?

Agama lain menyatakan, jiwa atau roh itu ditiupkan oleh Tuhan kepada
janin ketika masih berumur beberapa bulan dalam kandungan Ibu. Ketika itu
Tuhan juga menetapkan nasib atau jalan hidup bayi ini setelah ia lahir. Menurut
ajaran Agama Hindu, jiwa atau atman kita sudah ada sebelumnya dan ia masuk
atau dimasukkan oleh Tuhan (Brahman) ke tubuh bayi pada saat awal pertemuan
sperma dan ovum dengan membawa “karma wasana” atau hasil-hasil perbuatan
dalam hidupnya sebelumnya.

Badan merupakan bagian yang tidak kekal dari manusia. Karena ia berubah.
Dari setetes cairan ia tumbuh menjadi janin, lahir sebagai bayi berkembang
menjadi manusia dewasa. Badan yang tegap ketika remaja berubah menjadi
bungkuk ketika tua. Kulit yang halus dan kencang ketika remaja, berobah
menjadi kisut dan layu ketika tua. Ketika sudah mati badan hancur. Di dalam
ajaran Agama Hindu, badan disebut stula sarira.

Berbeda dengan badan (raga), jiwa atau atman merupakan bagian yang
kekal dari manusia. Ia tak pernah berubah. Ia (atman) tidak mati ketika badan
mati. Atman tidak terluka oleh senjata, tidak terbakar oleh api. Atman ada
selamanya. Di dalam ajaran Agama Hindu, jiwa disebut sukma sarira.

Menurut agama lain, badan manusia hanya terbuat dari satu zat yaitu tanah.
Menurut Agama Hindu, badan manusia terdiri atas lima unsur yang disebut
panca maha buta yaitu: tanah (pertiwi), air (apah), api (teja), angin (bayu) dan ether
(akasa). Pandangan Hindu kemudian dibenarkan oleh hasil penelitian ahli Fisika
ternama Albert Eistein bersama ahli Fisika bangsa India Satyendra Nath Bose.
Dalam bahasa Fisika unsur-unsur at adalah: padat, cair, gas, dan plasma, serta
unsur yang kelima disebut KBE (kondesat Bose-Eistein). *****)

3
Jiwa berasal dari Tuhan. Atman adalah jiwa dari semua makhluk hidup,
termasuk manusia. Brahman adalah jiwa alam semesta. Atman merupakan bagian
kecil dari Brahman. Seperti setitik air hujan yang berasal dari samudera luas.

Sifat dan Karakter Manusia

Menurut Kitab Weda, ada empat tipe kepribadian manusia, yang disebut
catur warna. Keempat tipe kepribadian manusia itu terbentuk oleh interaksi
dinamis triguna karma. Seperti disebutkan dalam Kitab Suci Bhagawad Gita
(BG) IV.13: “Chatur Varnyam maya srishtam guna karma vibhagasah”. Artinya:
Catur warna (empat tipe kepribadian manusia) adalah ciptaan-Ku (Tuhan)
bardasarkan guna karma yang melekat padanya.

Triguna sebagai dasar pembentuk empat tipe kepribadian manusia (catur


warna) terdiri atas satwam, rajas, dan tamas. Di dalam Bhagawad Gita XIV.5
disebutkan: “Sattwam rajas tamas iti guna prakritisamdhawah”. Artinya: Satwan,
rajas, dan tamas merupakan sifat bawaan yang terlahir dari prakirti. Satwam
menghubungkan seseorang ke dalam kebahagiaan, rajas menghubungkan orang
dalam perbuatan (karma), sedangkan tamas menutup pengetahuan sehingga
menjadi kurang waspada (BG.XIV.9).

Kitab Suci Bagawad Gita (BG) XIV.6 menyebutkan sebagai berikut: pertama,
ciri-ciri Satwam sebagai berikut: (1) nirmalawat = sifat yang tidak tercela; (2)
prakasakam = bercahaya; (3) anamayam = tidak mengenal sedih atau menderita;
(4) sukhasangena = selalu memberi rasa senang; (5) jnanasangena = memberikan
ilmu pengetahuan; (6) anagha = tidak tercela.

Kedua, ciri-ciri Rajas (BG.XIV.7) sebagai berikut: (1) raga = nafsu; (2) atmakam
= sendiri; (3) trsna = nafsu birahi; (4) sanga = terikat; (5) karmasangena = terikat
oleh karma; (6) dahinam = jasad rohani.

Ketiga, ciri-ciri Tamas (BG.XIV.8) sebagai berikut: (1) ajnanam = tidak


berpengetahuan; (2) mohanam = kebingungan; (3) pramada = tidak
peduli/hirau/masa bodo; (4) lasya = malas, (5) nibrabhis = ketiduran/malas , (6)
nidra = tidur.

Selanjutnya Bagawad Gita XIV.11-13, menyebutkan, apabila badan ini

4
didominasi oleh satwam maka ilmu pengetahuannya menembus di dalam badan
melalui semua pintu. Apabila badan ini didominasi oleh rajas maka perilaku
yang tampak adalah: (1) lobham = loba atau serakah; (2) prawrttir = aktif dalam
kegiatan kerja duniawi; (3) arambah = giat berusaha; (4) sprha = kemauan kuat.
Sedangkan apabila badan ini didominasi oleh tamas maka akan tampak: (1)
aprakaso = kurang cerah atau tidak bersinar; (2) aprawrtti = malas; (3) pramada =
tidak peduli atau teledor; (4) moha = bingung; (5) nidralasya = suka tidur; (6)
mohanam atmanam = mengalami kesesatan jiwa.

Catur warna dalam Agama Hindu sangat terbuka dan dinamis. Bhagawad
Gita XVIII.41 menyebutkan: “Brahmana ksatrya wisam sudranam ca parantapa,
karmani prawibhaktani swabhwaprabhawir gunah”. Artinya: Brahmana, Ksatrya,
Wesya, dan Sudra perilakunya (kepribadiannya) dibentuk oleh sifat bawaan
(triguna).

Ke Empat Tipe Kepribadian Manusia tersebut terdiri dari :

1. Tipe Kepribadian Brahmana dengan ciri-ciri sebagai berikut :

Samo = khusuk/tenang,

Damas = menguasai panca indra/mampu mengendalikan diri.

Tapah = mampu mengendalikan nafsu

Saucam = suci.

Arjawa = luhur budinya.

Ksanti = damai/tenang,

Jnanam = berpengetahuan.

Wijnanam = bijaksana/berpengalaman.

Astikyam = religius.

2. Tipe Kepribadian Ksatrya dengan ciri-ciri sebagai berikut :

Sauryam = heroisme/pemberani.

Tejo = lincah.

5
Dhritir = teguh .

Daksyam = pandai menyelesaikan tugas,

Yuddhe = siap bertempur.

Apalayamam = tidak pengecut.

Dana = dermawan.

Iswarabhawa = bersifat memimpin/ berwibawa.

3. Tipe kepribadian Wesya dengan ciri-ciri sebagai berikut :

Krsi = mengusahakan pertanian.

Gauraksya = memelihara lembu/berternak.

Wanijyam = berdagang.

4. Tipe kepribadian Sudra dengan ciri-ciri sebagai berikut :,

Paricaryatmakam = suka melayani

Yayur Weda XXX.5 menyebutkan : Brahmane brahmanam, Ksatraya


rajanam, marudbhyo vaisyam, tapase sudram artinya : Brahmana untuk
pengetahuan, Ksatrya untuk perlindungan, Waisya untuk perdagangan, dan
Sudra untuk pekerjaan jasmaniah.

Maksud dari mantra tersebut seorang yang mempunyai tipe kepribadian


Brahmana sangat cocok untuk melakukan pekerjaan berkaitan dengan ilmu
pengetahuan seperti guru/acarya, rohaniawan maupun pendeta. Sedangkan
yang mempunyai tipe kepribadian Ksatriya, lebih cocok untuk berprofesi
sebagai yang melindungi seperti; Prajurit/tentara, Raja-raja, Pejabat
pemerintahan. Sedang mereka yang bertipe kepribadian Wesya lebih cocok
kalau perkerja sebagai Pedagang atau Pengusaha, Peternak atau Petani .
Sedangkan mereka yang mempunyai tipe kepribadian Sudra lebih cocok
berprofesi sebagai pegawai gajian yang lebih banyak menggunakan tenaga
fisiknya dari pada kemampuan intelektualnya, seperti buruh atau
Pegawai/karyawan yang tidak menentukan kebijakan, karena tipe kepribadian
Sudra lebih suka mengerjakan pekerjaan fisik/suka melayani

6
Dengan mengetahui tipe kepribadian seseorang sangat membantu untuk
kemajuan dalam memilih profesi. Dengan demikian Agama Hindu sudah
sangat maju dalam bidang Ilmu Psikologi. Tentu Profesi ini tidak menetap,
tergantung proses belajar dan lingkungan yang mempengaruhinya.

Martabat dan Hakekat Manusia


Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani,
dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia
diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang
tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak
berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan
konsep jiwa yang bervariasi di mana dalam agama, dimengerti dalam
hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos,
mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi
kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi
mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan
terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan
lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk beragama. Beragama merupakan


kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga
memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama untuk keselamatan
hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertikal manusia.
Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan. Pemerintah
dengan berlandaskan undang-undang memasukkan pendidikan agama ke
dalam kurikulum di sekolah mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi
yang wajib diikuti.

Musuh besar manusia menurut agama Hindu yang disebut Sad Ripu yang
berada di dalam diri setiap manusia dimana sifat – sifat tersebut akan
mempengaruhi watak dan perilaku manusia. Itulah sebabnya watak dan
perilaku manusia berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sad Ripu tidak bisa
kita hilangkan karena begitu melekat dalam diri manusia. Satu – satunya cara
adalah dengan mengendalikannya. Untuk itu, kita harus bisa mengendalikan
sifat tersebut agar nantinya kita mendapat ketenangan di dalam diri. Jika hati
kita tenang, maka pikiran pun akan tenang untuk menghasilkan pemikiran –
pemikiran yang jernih. Dari pemikiran yang jernih kita senantiasa akan berkata

7
dan berbuat yang baik.

Agama Hindu mengajarkan bahwa manusia Hindu mempunyai enam


macam musuh yang harus dihancurkan atau dimusnahkan. Keenam musuh itu
disebut Sad Ripu. Sad Ripu yang mengandung arti : Sad artinya enam (6). Ripu
artinya musuh; Sad Ripu artinya enam macam musuh yang harus dihilangkan
dari diri setiap manusia.

Adapun yang dimaksud dengan enam musuh yang bersembunyi dalam diri
setiap manusia adalah : 1. Hawa Nafsu (Kama)

Kama berarti hawa nafsu. Hawa nafsu ini ada pada setiap manusia dan
menjadi musuh dari setiap orang. Nafsu yang tidak terkendalikan akan
membawa manusia kejurang neraka.

Pada pustaka Sarasamuccaya sloka 105, diuraikan yaitu :

"maka orang yang dikuasai hawa nafsu murkanya, tidak dapat tidak niscaya
ia melakukan perbuatan jahat, sampai akhirnya dapat membunuh guru dan
sanggup ia 'menunu' hati seorang yang saleh, yaitu akan menyerang dia dengan
kata-kata yang kasar."

Tamak, Rakus (Lobha)

Lobha atau tamak memyebabkan orang tidak pernah merasa puas akan
sesuatu. Orang yang loba ingin selalu memiliki sesuatu yang banyak dan lebih
dari pada apa yang telah dimiliki. Bila ia telah memiliki apa yang diinginkannya,
maka ia menambah lagi, bahkan dengan jalan yang jahat sekalipun. Akibatnya
orang yang demikian itu akan selalu gusar dan gelisah karena didorong oleh
kelobaannya. Ia akan tidak pernah merasakan ketenangan sepanjang hidupnya.

Marah (Kroda)

Kroda artinya marah. Kemarahan timbul karena pengaruh perasaan loba


yang tak dapat dikendalikan, sehingga timbul rasa jengkel, muak, tersinggung
dan sebagainya. Orang yang suka marah tidak baik, sebab kemarahaan
menyebabkan orang menderita, dan pada umumnya orang tidak senang
dimarahi. Sehingga orang yang sering marah akan tidak disenangi orang.

Kebingungan (Moha)

8
Moha artinya kebingungan. Kebingungan dapat menyebabkan pikiran
menjadi gelap, sehingga tidak dapat membedakan perbuatan yang baik dan
yang buruk. Dan biasanya lebih cenderung untuk melaksanakan perbuatan yang
terkutuk seperti : membunuh orang atau membunuh diri sendiri (bunuh diri)

Untuk menghindari kebingungan di dalam menghadapi segala persoalan,


maka perlu pengendalian pikiran, kuatkan iman dan harus memiliki rasa pasrah.

Mabuk (Mada)

Mada artinya kemabukan. Misalnya mabuk karena minuman keras. Bila


minuman ini diminum secara berlebih-lebihan maka akan menimbulkan
kemabukan. Kemabukan dapat berakibat jelek seperti; merusak tubuh, merusak
urat-urat syaraf dan lain sebagainya.

Iri hati (Matsarya)

Matsarya artinya iri hati. Perasaan iri hati ini timbul karena seseorang tidak
senang melihat orang lain yang lebih dari padanya atau menyamai dirinya. Ia
tidak senang melihat orang lebih bahagia dan lebih beruntung dari padanya.
Orang yang demikiang merasa dirinya dikalahkan, lebih rendah, malang dan
lain sebagainya, sehingga timbullah maksud dan rencana jahatnya, untuk
menecelakakan orang yang dianggap menyaingi dirinya.

Hakekat Manusia

Konsep Hindu mengatakan bahwa manusia terdiri dari dua unsur, yaitu
jasmani dan rohani. Jasmani adalah badan, tubuh manusia sedangkan rohani
merupakan hakekat Tuhan yang abadi, kekal, yang disebut dengan Atman.
Manusia memiliki tiga lapisan badan yang disebut Tri Sarira yang terdiri dari
Stula Sarira, Suksma Sarira, dan Anta Karana Sarira. Stula Sarira atau raga
manusia dalam konsep Hindu terdiri dari unsur-unsur Panca Maha Bhuta yaitu
Pertiwi, Apah, Teja, Bayu, Akasa. Tubuh manusia merupakan Bhuana Alit atau
Bhuana Sarira. Proses terbentuknya pun sama seperti proses terjadinya Bhuana
Agung atau alam semesta. Sedangkan Suksma Sarira yaitu badan halus yang
terdiri tiga unsur yang disebut Tri Antahkarana terdiri dari manas atau alam
pikiran, Buddhi atau kesadaran termasuk didalamnya intuisi dan Ahamkara
atau keakuan atau ego. Dalam Suksma Sarira terdapat unsur halus dari Panca
Maha Bhuta yang disebut Panca Tan Matra yaitu ; Sabda, Sparsa, Rupa, Rasa,

9
Gandha membentuk berbagai indriya (Panca Buddhindriya dan Panca
Karmendriya). Sedangkan Anta Karana Sarira merupakan unsur rohani yaitu
jiwatman sendiri yang sifatnya sama seperti paramaatman, kekal abadi.

Manusia secara harpiah, berasal dari kata manu yang artinya mahluk yang
berpikir. Jadi manusia merupakan mahluk yang telah dibekali salah satu
kelebihan dibandingkan mahluk lainnya. Dalam Hindu terdapat konsep Tri
Pramana, yang terdiri dari Bayu, Sabda , Idep. Tumbuhan hanya memiliki bayu
atau tenaga untuk tumbuh, sedangkan binatang memiliki bayu dan sabda
dimana binatang memiliki tenaga untuk bertumbuh, berkembang dan
mengeluarkan suara, sedangkan manusia memiliki ketiganya. Pikiran hanya
dimiliki oleh manusia yang telah dibekali sejak dilahirkan. Dengan memiliki
pikiran maka diharapkan manusia mempunyai wiweka mampu membedakan
mana yang baik dan buruk. Pikiran dipakai berpikir terlebih dahulu sebelum
melakukan tindakan. Manusia juga dengan pikirannya diharapkan mengetahui
asal, tujuan dan tugas serta kewajibannya. Dengan mengetahui hal ini maka pola
hidup serta cara pandangnya terhadap kehidupan akan mampu mengilhami
setiap tindakannya sehingga tetap berada pada jalur yang benar, sesuai etika dan
ajaran-ajaran dharma yang telah diungkapkan dalam ajaran agama. Namun
manusia juga termasuk makhluk yang lemah, karena tidak seperti binatang yang
lahir begitu saja langsung bisa berdiri, terbang, berjalan tanpa memerlukan
bantuan dari yang lain. Maka hendaknya ini dipahami terlebih dahulu untuk
mengetahui dan dapat memisahkan esensi dari raga ini yang terpisah dengan
atman yang sejati.

Tujuan Hidup Manusia

Setiap kelahiran jika dipahami, sesungguhnya manusia membawa perannya


masing-masing. Manusia yang telah melakukan perenungan secara mendalam
dengan pikiran yang jernih akan bertanya, apa sesungguhnya yang menjadi
tujuan hidupnya. Ada dua macam tujuan hidup manusia yaitu tujuan duniawi
dan tujuan spiritual.Tujuan duniawi berupa harta benda sebagai penopang
kehidupan ini. Sedangkan tujuan spiritual yaitu keinginan untuk bersatu kepada
yang hakekat dan asal yang sesungguhnya. Dalam Hindu, tujuan hidup manusia
dikemas dalam konsep Catur Purusartha. Yang terdiri dari empat bagian yaitu :
Dharma, Artha, Kama Moksa.

10
Dharma merupakan ajaran kebenaran, sebagai pandangan hidup, tuntunan
hidup manusia. Artha yaitu yang berupa materi sebagai penopang kehidupan.
Kama merupakan keinginan dan Moksa yaitu bersatunya sang diri atau
jiwatman dengan Paramaatman. Jadi jelas dalam hidup manusia selalu
memerlukan artha, kama dan moksa. Namun dalam memenuhi artha dan kama
harus berdasarkan dharma, kebajikan dan kebenaran, bukan dengan cara-cara
melanggar hukum, istilah umat lain disebut tidak halal, bahasa ini sepadan
dengan leteh (niat tidak suci). Penyatuan kepada yang hakekat merupakan
tujuan yang harus dicapai manusia dengan berdasarkan etika keagamaan dan
dharma yang telah ditentukan. Pembangkitan kesadaran bahwa kita merupakan
salah satu bagian dari pada esensi dunia ini merupakan hal yang harus dicapai
agar pikiran dapat terbuka, menyadari hakekat sang diri. Harapan tersebut
dapat terwujud dengan mengimplementasikan ajaran dharma. Dalam pustaka
suci Hindu telah disebutkan bahwa menjelma menjadi manusia merupakan
suatu keberuntungan dan hal yang utama. Dengan manas atau pikiran yang
dimiliki, maka manusia dapat menolong dirinya sendiri dari keadaan samsara
dengan jalan suba karma yaitu berkarma/berbuat yang baik. Kesadaran akan
mampu meluruskan pikiran yang selalu hanya mementingkan kehidupan
duniawi.

Dalam Sàrsamuccaya 8 disebutkan: “Mànusyam durlabham pràpya


vidyullasita cañcalam, bhavakûayem atiá kàyà bhavopakaraóesu ca.” Artinya:
menjelma menjadi manusia itu sebentar sifatnya, tidak berbeda dengan kerdipan
petir, sungguh sulit (didapat), karenanya pergunakanlah penjelmaan itu untuk
melaksanakan dharma yang menyebabkan musnahnya penderitaan. Sorgalah
pahalanya.

Tentang tujuan hidup manusia, setiap orang tentunya mempunyai


pandangan masing-masing, dan berdasarkan pandangannya itu mereka
mengusahakan untuk mencarinya. Dalam mewujudkan tujuan hidupnya itu,
tidak sedikit orang yang hanya mementingkan diri, egois merasa benar sendiri
dan harus selalu menang dan mampu mengalahkan yang lain. Pendidikan yang
keliru, misalnya sejak anak-anak telah ditanamkan bahwa orang tuanya berasal
dari golongan yang kaya, derajatnya tinggi, bangsawan dan memandang rendah
mereka para rakyat jelata, para pekerja, buruh, pembantu rumah tangga dan
sebagainya, padahal belum tentu orang yang dipandang rendah martabatnya,
karena lahir dari keluarga yang dianggap rendah tidak memiliki budhi pekerti
yang luhur. Dalam kehidupan masyarakat, tidak sedikit kita memperhatikan di

11
lingkungan kita anak-anak yang sejak dini menganggap orang yang karena
kelahiran dari keluarga petani, peternak, buruh, nelayan dan pekerja pada
umumnya derajat dianggap rendah, mengembangkan sifat yang arogan, egostis,
tidak peduli dengan lingkungan dan minta selalu dihormati. Dalam kehidupan
modern dewasa ini, seseorang menghargai orang lain dari penampilannya,
sikapnya yang sopan, lemah lembut, tutur katanya manis dan ramah dan
memancarkan budhi pekerti yang luhur. Orang-orang yang demikian
keadaannya, apalagi sangat giat belajar, giat bekerja, rendah hati dan ramah,
serta memiliki keimanan yang tinggi senantiasa akan mendapatkan
perlindungan Tuhan Yang Maha Esa, karena pada dirinya memancarkan kasih
sayang yang sejati. Ketika seseorang merenung dengan dalam tentang arti dan
tujuan hidupnya, maka bagi mereka yang mendalami ajaran Agama Hindu,
tujuan hidup yang pertama adalah mewujudkan Dharma yakni kebajikan,
kebaikan, kebenaran, kasih sayang, taat kepada hukum dan taat kepada ajaran
agama. Dan tujuan akhir adalah untuk mencapai moksa yaitu bersatunya atma
dengan paramatma.

Tugas dan Kewajiban sebagai Manusia Hindu

Kecendrungan manusia yang lupa terhadap tujuannya karena pengaruh


kenikmatan duniawi telah merubah perilaku manusia untuk menyimpang dari
ajaran kebenaran. Kenikmatan duniawi tiada berkesudahan ini memengaruhi
perilaku manusia sehingga jalan apapun terkadang dihalalkan. Sesuai dengan
tujuan yang mesti dicapai manusia yaitu suatu penyatuan kepada yang tertinggi,
maka ini dibarengi dengan tindakan yang searah dengan tujuan tersebut. Tujuan
tersebut mustahil akan tercapai jika arah dan jalan yang ditempuh itu salah.
Maka hal pertama yang menjadi tugas manusia adalah menjalankan dharma.
Menjalankan etika dan ajaran-ajaran yang mulai dilupakan maka keseimbangan
dunia akan terganggu. Manusia memiliki tanggungjawab untuk menjaga
keseimbangan ini. Dengan pikiran yang dimiliki, manusia mampu membuat
kehidupan ini menjadi baik maupun hancur. Untuk itulah, tugas dan kewajiban
utama manusia adalah mengamalkan dan melaksanakan ajaran Dharma
( kebajikan yang utama ), dengan melaksanakan berbagai yadnya demi
terjaganya keseimbangan alam semesta.

Dalam Bhagawad Gita telah banyak dijelaskan tentang 4 jalan yang disebut
Catur Marga Yoga, empat jalan yang dapat ditempuh untuk mendapatkan
kebahagiaan lahir bhatin yaitu: (1) Bhakti Marga Yoga, (2) Karma KarmaYoga,

12
(3) Jnana Marga Yoga, dan (4) Raja Marga Yoga. Rahasia kebahagiaan dari
keempat ajaran Yoga merupakan jalan dari hakekat kehidupan manusia agar
dapat bersatu dengan Tuhan. Apapun kesulitan kita hendaknya tetap berpegang
teguh pada ajaran dharma tanpa ada keraguan yang hanya akan membuat kita
kembali jatuh ke dunia material yang penuh dengan kesenangan sementara.
Ikatan keluarga hanya ada pada kehidupan ini, namun jika kita sudah
mengetahui konsepsi sebagai manusia, maka hal itu tidak akan membuat
kesadaran kita goyah.

Setiap manusia telah menentukan sendiri jalan hidupnya sehingga itu bukan
alasan untuk berpaling dari jalan yang telah diyakininya. Seseorang tidak bisa
ikut campur tangan atas karma orang lain sehingga kita hendaknya berusaha
melepaskan keterikatan tersebut. Kesenangan duniawi hanya memberikan
kebahagiaan sementara bagi indra-indra manusia. Itu bukanlah kebahagiaan
yang sejati karena yang sejati itu tak dapat dilukiskan dengan kata-kata semata.

Martabat Manusia Hindu

Martabat manusia selalu dikaitkan dengan penguasaan mereka pada


masalah keimanan dan ketaqwaan mereka kepada Sang Hyang Widi Wasa,
maupun masalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga
tingkatan martabat manusia Hindu juga dilihat dari masalah tersebut seperti: (1)
tingkat pendidikan dikaitkan dengan penguasaan ilmu dan pengetahuan dan
teknologi; (2) profesi yaitu swadarma dalam implementasi ilmu pengetahuan dan
teknologi di masyarakat; (3) peran dalam hidup bermasyarakat; dan (4)
penguasaan serta implementasi keimanan dan ketaqwaan dalam kehidupan
bermasyarakat.

Semua aktivitas yang dilakukan oleh manusia pada umumnya untuk


pencapaian tujuan hidup manusia itu sendiri yaitu Catur Purusa Artha, meliputi:
(1) Dharma, (2) Artha, (3) Kama, dan (4) Moksa.

Dharma menjadi dasar dan pedoman kita dalam menunaikan tugas hidup
kita sebagai manusia, yang dilahirkan kembali diberikan kesempatan untuk
memperbaiki taraf hidupnya. Dharma, adalah ajaran-ajaran agama yang menjadi
pedoman dalam kita mengarungi samudera kehidupan ini, memilha dan
memilih mana yang boleh dan mana yang patut dihindari dalam kehidupan ini,
karena tuntunan moral maupun tuntunan agama.

13
Artha merupakan kebutuhan pokok manusia, arta dalam hal ini adalah arta
untuk memenuhi kebutuhan pokok, kebutuhan pangan, kebutuhan sandang,
dan kebutuhan pisiologis lainnya. Dan semua aktivitas keagamaan pun tidak
terlepas dari kebutuhan arta ini.

Kama merupakan kepuasan, kenikmatan, merupakan suatu kondisi yang


memotivasi manusia untuk rajin, giat dalam melaksanakan tugasnya. Pencarian
atau pencapaian kama ini lebih banyak memerlukan artha, sehingga untuk
menuju kama ini manusia akan selalu termotivasi untuk mengumpulkan artha.
Tapi tentu tidak dapat lepas dari tuntunan dharma atau agama di dalam mencari
artha maupun kama ini, sehingga sebagai dasar dan pedoman dalam
mengumpulkan artha dan mencari kepuasan ini adalah dharma itu sendiri.

Moksa sebagai tujuan akhir dari hidup manusia Hindu, yaitu menyatunya
atman dengan paramaatman/brahman saat orang itu meningggal dunia. Suka
tnpa wali duka (kebahagiaan yang abadi/kekal)

Ada dua jalan dalam menuju ke arah tujuan tersebut, yaitu: (1) jalan
prajapati, dan (2) jalan yoga. Jalan prajapati terbagi atas tiga jenis jalan, yaitu: (a)
jnana marga, (b) karma marga, dan (c) bhakti marga. Sedangkan jalan yoga hanya
ada satu jalan yaitu: yoga marga. Keempat jalan ini sering juga kita kenal dengan
catur marga, sehingga pembagiannya menjadi: (a) jnana marga, (b) karma marga, (c)
bakti marga, dan (d) yoga marga.

Praktik Spiritual Yoga

Dalam beberapa tahun terakhir ini kata yoga telah terdengar lebih banyak di
pusat-pusat kebugaran daripada dalam wacana agama. Yoga dalam pengertian
aslinya tidak ada hubungannya dengan olah raga. Yoga berasal bahasa
Sansekerta dari kata “yuj” yang artinya menghubungkan atau menyatukan sang
diri dengan Tuhan. Mencari kehidupan spiritual secara umum diklasifikasikan
kedalam empat jenis psikologis didominasikan sebagai: (1) emosional, (2)
intelektual, (3) aktif, dan (4) meditasi. Yoga akan membentuk keseimbangan dari
keempat kondisi psikologis tersebut. Implementasi yoga menjadi suatu kegiatan
olah tubuh bisa jadi untuk sesuatu yang didominasi jenis psikologis aktif, karena
aktivitas gerak tubuh yang dirancang dengan metode tertentu dapat membuat
hati menjadi tenang, sehingga secara emosional juga menjadi terkendali.

14
Hubungan Manusia dengan Tuhan
Menurut pemahaman Hindu, manusia tidak dapat melakukan pelanggaran
terhadap aturan Brahman (Yang Kuasa) karena kekuasaan Brahman
mengaturnya. Yang mungkin terjadi adalah kekeliruan indra, karena manusia
belum mampu menembus empat lapisan yang menutupi Atman atau Brahman
(Poedjawijatna dalam Takwin, 2008: 57).

Pengertian dosa atau kejahatan dalam Brahmanisme adalah keterkurungan


dalam yang maya (semu) atau terkurung dalam kekeliruan indra (avidya).
Kekeliruan itulah yang menyebabkan orang merasa ‘aku’ karena ia keliru
melihat bahwa ‘aku-aku’. Kekeliruan itulah yang membuatnya melihat ada
keberagaman. Rasa kesadaran bahwa orang itu berbeda dari yang lain, baik
manusia atau bukan manusia disebut ahangkara (prinsip keakuan). Ahangkara
menarik manusia kepada hal yang bukan-bukan (sesuatu yang sebenarnya tidak
ada). Itulah arti berdosa dalam pandangan Filsafat Hindu.

Ajaran agama Hindu mengajarkan umat Hindu untuk meyakini dan


percaya dengan keesaan Tuhan. Tidak saja kepada Tuhan tetapi juga tetap
percaya terhadap empat aspek yang lainnya. Ajaran tentang keyakinan dalam
Hindu disebut Sraddha. Ada lima keyakinan dasar dalam agama Hindu (panca
sraddha). Bagian-bagian dari kelima sraddha tersebut meliputi: (1) percaya
dengan Tuhan (Widhi Sraddha), (2) percaya dengan adanya percikan terkecil dari
Tuhan (Atma Sraddha), (3) percaya dengan segala perbuatan pasti membuahkan
hasil dan diterima oleh yang melakukannya (Karma phala Sraddha), (4) percaya
dengan kehidupan manusia di dunia ini selalu mengalami penjelmaan kembali
(Samsara atau Purnabhawa Sraddha), dan juga (5) percaya dengan kelepasan
manusia dengan ikatan duniawi (Moksa Sraddha).

Untuk dapat mencapai alam itu, maka seseorang (yogi) hendaknya


mempersembahkan semua keinginannya, kemarahannya, kelobaannya,
keirihatiannya, kepada Bhatara Brahma yang akan dibakar dengan api Sang
Hyang ongkara, sehingga terbebas dari segala mala. Kemudian mengadakan
pemusatan pikiran yang tiada henti-hentinyakepada Bhatara siwa melalui
swalingga atau atmalingga dan perwujudan lingga yang ada diluar diri denga
sarana mantra atau “Ong namah Siwa ya”. Pada saat kematiannya akan mencapai
kepada-Nya (Tim Penyusun, 1999: 17)

15
Manusia diciptakan oleh Hyang Siwa yang digambarkan seperti Omkara
atau pranava, yakni dada, lengan, kepala dan rambut (ongkara, ardhacandra, vindu,
nada), sedang tubuh bagian dalam yakni paru-paru, limpa, jantung, empedu, ati
(ongkara, ardhacandra, vindu, maira). Untuk mencapai kelepasan dapat ditempuh
dengan enam jalan yoga yakni: (1) pratyahara, (2) dhyana, (3) pranayama, (4)
dharana, (5) taka, dan (6) samadhi (Watra, 2008: 107).

Tingkah laku yang mengikuti ahangkara memiliki akibat yang disebut karma
yang disebut juga Kresna dalam Sloka 8.3 Bhagavad Gita sebagai perbuatan
yang berhubungan dengan perkembangan badan-badan jasmaniah para
makhluk hidup. Pada praktiknya karma artinya tindakan-tindakan manusia,
pekerjaan-pekerjaan manusia dan terutama akibat-akibatnya. Karma inilah yang
menghalangi kesatuan manusia dengan Brahman. Untuk mencapai Brahman,
perlu dilakukan penghilangan karma. Kalau dalam satu kehidupan manusia
tidak berhasil menghilangkan karma, maka ia lahir kembali (reinkarnasi).
Dengan demikian, manusia akan menjalani rentetan kelahiran yang disebut
Samsara. Bebaslah manusia dari segala ikatan dunia. Kebebasan ini disebut
imoksa. Dalam kondisi ini tidak ada abdi dan Tuhan, yang ada hanya satu:
Brahman. Inilah ada yang sesungguhnya (sat), yang baka (chit), dan kebahagian
sempurna (ananda). Atau dalam tradisi India disebut saccidananda yang berarti
kesadaran yang sangat mendalam dan eksplosif mengenai Tuhan sebagai Tuhan
di dalam Tuhan.

Tentang pelepasan manusia dari karma, dalam Sloka 8.5 Bhagavad Gita,
Kresna mengatakan: “Siapapun yang meninggalkan badannya pada saat ajalnya
sambil ingat kepada-Ku, segera mencapai sifat-Ku. Kenyataan ini tidak dapat
diragukan.” (Keramas, 2008: 67).

Pencapaian sifat Yang Maha Kuasa atau moksa dapat terlaksana jika seluruh
karma telah hilang. Pada saat itu seluruh diri manusia hanya ingat kepada
Brahman, lepas pada pikiran tentang yang lain. Moksa merupakan pembebasan
dalam kaitannya dengan keabadian. Pencarian keabadian yang dilakukan
manusia secara serius dan bersungguh-sungguh akan berujung pada moksa.

Tanggung Jawab Manusia


Setiap individu manusia Hindu dapat dilihat secara vertikal (dalam
hubungan dengan Brahman Sang Pencipta Alam Semesta) dan Horizontal

16
(dalam hubungan hidup sesama insan). Yang dirumuskan dalam Tattvam asi.
Pelaksanan kedua bentuk tanggung jawab manusia Hindu di Bali dijabarkan
dalam konsep Tri Hita Karana.

Secara Vertikal terkait dengan Prahyangan, dan secara Horizontal manusia


Hindu telah dijabarkan dalam bentuk Pawongan dan Palemahan, rumusan ini
sejalan dengan pandangan Bakker (dalam Wirawan, 2007:44) yang mengatakan
“Man humanizes him self in humanizing the world around him”, yang artinya
manusia akan memanusiakan drinya sendiri dalam arti akan meningkatkan
kemanusiaannya disekelilinggnya. Dalam pandangan Weda manusia tidak saja
memiki tanggung jawab memanusiakan manusia tetapi yang lebih penting
adalah “mengentaskan” (melakukan somya) sarwa bhūta yang ada di
sekelilingnya dalam kehidupan yang lebih tinggi, seperti yang dilakukan dalam
Tawur Agung Kesanga dengan Hari Raya Nyepi.

Sumber:

WEB Prajaniti Jawa Barat dengan topik yang lain sebagai kelanjutan dari
Siwaratri dan Teologi. Mulai topik Teologi kita lengkapi dengan nomor judul
agar nampak lebih sistimatis dan gampang diketahui jumlah tulisan yang sudah
dimuat. Pada kesempatan ini saya lanjutkan dengan topik Hakikat Manusia
menurut ajaran Hindu. Selanjutnya mari kita simak bersama.

17

Anda mungkin juga menyukai