Diajukan dalam rangka memenuhi tugas penilaian Ujian Tengah Semester pada mata kuliah
Filsafat Pendidikan Islam.
Dosen Pengampu : Muh. Ferry Mustika, M.Pd.
Oleh :
Kelompok XIII
Siti Maryam (016.011.0091)
Dini Rojanah (016.011.0 )
Siti Hanna Qodriani (016.011.0090)
Fakultas Tarbiyah
JAWABAN
a) Al –farabi
Jiwa manusia, al-farabi membagi jiwa menjadi tiga bagian, yaitu :
Jiwa tumbuh-tumbuhan yang mempunyai daya makan, tumbuh dan
berkembang biak.
Jiwa binatang yang mempunyai daya gerak, pindah dari satu
tempat ketempat lain, dan daya menangkap dengan panca indra
Jiwa manusia memiliki satu daya, yaitu daya berpikir yang disebut
akal.
Manusia adalah makhluk terakhir dan termulia yang lahir diatas bumi
ini, Ia terdiri atas dua unsur, yaitu jasad dan jiwa. Jasad berasal dari alam
ciptaan dan jiwa berasal dari alam perintah. Menurut Al-farabi kesatuan antara
jiwa dan jasad adalah kesatuan accident.Ini berarti keduanya mempunyai
substansi yang berbeda dan tidak esensial sehingga binasanya jasad tidak
membawa binasanya jiwa.1
3
Al-Ghazali, Ma’arij al-Quds ( KairoMaktab al-Jundi,1968, hal 26
4
Al-Ghazali,Ibid , hal.27 & 29
5
Al-Ghazali,Mizan al-‘Amal,(kairo : Dar al-Ma’arif,1964 ) hal. 338
apabila dihubungkan dengan jiwa, yaitu sebagai alat untuk untuk
mengaktualisasikan potensi-potensinya.
JAWABAN
a. Kata an-nas dinyatakan dalam al-qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53
surat, kata an-nas menunjukan eksistensi manusia sebagai makhluk sosial, secara
6
ibid
keseluruhan tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya. Kata an-nas dipakai al-
qur’an untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang
mempunyai berbagai kegiatan untuk mengembangkan hidupnya.
“Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) – dan pasti kamu tidak akan dapat
membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan
batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.”
b. Al-insan, berasal dari kata al-uns , dinyatakan dalam al-qur’an sebanyak 73 kali dan
tersebar dalam 43 surat, secara etimologi al insane dapat diartikan harmonis, lemah
lembut, tanpa kata pelupa.
Adapun kata al insane dalam al-qur’an digunakan untuk menunjukan totalitas
manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani. Kata al-insan juga digunakan untuk
menunjukkan proses kejadian manusia sesudah adam, kejadiannya mengalami proses
yang sempurna di dalam rahim.
“ Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah.
Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
c. Basyar .penamaan basyar dalam al-qur’an dinyatakan sebanyak 36 kali dan tersebar
dalam 26 surat. Secara elimologi basyar berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh yang
menjadi tempat tumbuhnya rambut. Ayat ini menjelaskan bila manusia dipenuhi
dengan keterbatasan termasuk membutuhkan makan dan minum.7
JAWABAN :
8
George Thomas White Petrick, Introduction to Philosophy,p. 67-69
ide-ide (aliran Idealisme) atau dari Tuhan (aliran Teologisme). Juga pemikiran
tentang validitas pengetahuan manusia, artinya sampai di mana kebenaran
pengetahuan kita. Hal ini menimbulkan berbagai paham seperti idealism yang
beranggapan bahwa kebenaran itu terletak dalam ide, sedang realism
beranggapan bahwa kebenaran terletak pada kenyataan yang ada (realitas).
Juga paham pragmatism bahwa kebenaran itu terletak pada kemanfaatan atau
kegunaannya, bukan pad aide atau realitas.9
JAWABAN :
a) Aliran Empirisme
Tokoh utama aliran ini ialah John Locke. Ia berpendapat bahwa
perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu ditentukan oleh
lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak
kecil. Manusia-manusia da-pat dididik apa saja (ke arah yang baik dan ke arah
yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidikan. Dalam hal ini,
alamlah yang membentuknya. Dalam pendidikan, pendapat kaum empiris ini
terkenal dengan nama optimisme paedagogis.11
9
Prof.H.Muzayyin Arifin, M.Ed, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 8
10
Prof.H.Muzayyin Arifin, M.Ed, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 7
11
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Cet. XI; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h. 178.
Teori aliran ini mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat
diumpamakan seperti kertas putih yang kosong dan yang belum ditulisi, atau
lebih dikenal dengan istilah “Tabularsa” (a blank sheet of paper). Menurut
aliran ini anak-anak yang lahir ke dunia tidak mempunyai bakat dan
pembawaan apa-apa seperti kertas putih yang polos. Oleh karena itu anak-
anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa yang memberikan
warna pendidikannya. Menurut pandangan Empirisme (enviromentalisme),
pendidikan memegang peranan penting, sebab pendidikan menyediakan
lingkungan yang sangat ideal kepada anak-anak.
b) Aliran Nativisme
Nativisme berasal dari kata native artinya asli atau asal. Nativisme
berpendapat bahwa sejak lahir anak telah memi-liki/membawa sifat-sifat dan
dasar-dasar tertentu, yang bersifat pembawaan atau keturunan. Sifat-sifat dan
dasar-dasar tertentu yang bersifat keturunan (herediter) inilah yang
menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak sepenuhnya. Sedangkan
pendidikan dan lingkungan boleh dikatakan tidak berarti, kecuali hanya
sebagai wadah dan memberikan rangsangan saja. Dalam ilmu pendidikan,
pandangan tersebut dikenal dengan pesimisme paedagogis. Tokoh utama
aliran ini ialah Schopenhauer.12
Teori aliran ini mengatakan bahwa anak-anak yang lahir ke dunia
sudah memiliki pembawaan atau bakatnya yang akan berkembang menurut
arahnya masing-masing. Pembawaan tersebut ada yang baik dan ada yang
buruk. Oleh karena itu perkembangan anak tergantung dari pembawaan sejak
lahir dan keberhasilan pendidikan anak ditentukan oleh anak itu sendiri.
c) Aliran Konvergensi
Aliran ini dimunculkan oleh ahli ilmu jiwa bangsa Jerman, William
Stern. Ia mengatakan bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya
menentukan perkembangan manusia.13Teori ini mengatakan bahwa seseorang
terlahir dengan pembawaan baik dan juga pembawaan buruk. Bakat dan
12
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, Cet. VIII; Bandung: PT. Al-Maarif, 1989, h. 35.
13
Ngalim Purwanto, ibid., h. 15.
pembawaan yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa
adanya lingkungan yang sesuai dengan perkembangan bakat dan pembawaan
tersebut. Dengan demikian paham/aliran teori ini menggabungkan antara
pembawaan sejak lahir dan lingkungannya yang menyebabkan anak mendapatkan
pengalaman.
William Stern menjelaskan pemahamannya tentang pentingnya
pembawaan, bakat dan lingkungan itu dengan perumpamaan dua garis yang
menuju satu titik pertemuan. Oleh karena itu teorinya dikenal dengan sebutan
konvergensi (memusat ke satu titik).
d) FITRAH SEBAGAI POTENSI DASAR MANUSIA DALAM
PERKEMBANGAN
ِ ُك ُّل مولُو ٍد يولَ ُد علَى الْ ِفطْر ِة فََأبواه يه ِّودانِِه َأو يْن
صَرانِِه َْأو مُيَ ِّج َسانِِه ُ ْ َ َ ُ ُ ََ َ َ ُْ ْ ْ َ
)(احلديث
Manusia itu dilahirkan dengan fitrah (tabiat atau potensi yang suci dan baik), hanya
ibu bapak (alam sekitar)nyalah menyebabkan ia menjadi Yahudi, Majuzi atau menjadi
Nasrani. (H.R. Muslim).
Hadis di atas menekankan bahwa fitrah yang dibawa sejak lahir oleh anak itu
sangat besar dipengaruhi oleh lingkungan. Fitrah itu sendiri tidak akan berkembang
tanpa dipengaruhi kondisi lingkungan sekitar yang mungkin dapat dimodifikasikan
atau dapat diubah secara drastis menakala lingkungannya tidak memungkinkan
menjadikannya lebih baik.14
Belasan abad yang silam, Islam telah hadir dengan memberikan konsep “fitrah-nya”,
namun sampai sekarang menjadi catatan apakah makna fitrah itu? Para ahli dalam kalangan
Islam mencoba memformulasikan makna fitrahnya dan tiap formulasi yang dihasilkan melalui
kajian dan argumentasi yang kuat.
Al-Raghib al-Asfahani ketika menjelaskan makna fitrah dari segi bahasa, dia
mengungkapkan kalimat fathara Allah al-khalq, yang maksudnya Allah mewujudkan
14
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, Cet. II; Jakarta: Rineka
Cipta, 2004, h. 62.
sesuatu dan menciptakannya bentuk/keadaan kemampuan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan.
Adapun fitrah disebutkan dalam QS al-Rum/30: 30
ِ اهلل الَّيِت فَطَر النَّاس علَيها اَل َتب ِديل خِل ْل ِق
اهلل ِ ك لِلدِّي ِن حنِي ًفا فِطْر َة ِ
َ َْ ْ َْ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ فََأق ْم َو ْج َه
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.17