Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

EMPIRISME, NATIVISME, DAN KONVERGENSI SERTA


KONSEP FITRAH SEBAGAI PEMIKIRAN ALTERNATIF
ISLAM

Diajukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah
Filsafat Pendidikan Islam.
Dosen Pengampu : Muh. Ferry Mustika, M.Pd.

Oleh :
Kelompok XIII
Siti Maryam (016.011.0091)
Haedar Tajul Aripin (016.011.0 )
Siti Hanna Qodriani (016.011.0090)
Adi Rukmansyah (016.011.0 )

Fakultas Tarbiyah

Program Studi Pendidikan Agama Islam

Sekolah Tinggi Agama Islam Siliwangi

Jl. Terusan Jendral Sudirman, Kebon Rumput, Cimahi


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji bagi Allah yang telah


menganugrahkan keimanan, keislaman, kesehatan dan kesempatan sehingga tim
penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik. Makalah dengan judul
“Empirisme, Nativisme, dan Konvergensi serta konsep fitrah sebagai
pemikiran alternatif Islam” ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas
kelompok mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam Sekolah Tinggi Agama Islam
Siliwangi Bandung.

Meski demikian, tim penulis meyakini masih banyak yang perlu diperbaiki
dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi dalil, sumber hukum, tata bahasa,
dan bahkan tanda baca. Sehingga sangat diharapkan kritik dan saran dari dosen
pengampu serta pembaca sekalian sebagai bahan evaluasi penulis.

Demikian, besar harapan tim penulis agar makalah ini dapat menambah
khazanah keilmuan bagi mahasiswa dan mahasiswi khususnya bagi tim penulis.

Tim Penulis
DAFTAR ISI

1. Kata Pengantar ……………………………………………


2. Daftar Isi …………………………………………………..

3. BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang …………………………………….
b. Rumusan Masalah …………………………………….
c. Tujuan Penulisan …………………………………….

4. BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian dan Pandangan
1) Aliran Empirisme …………………………….
2) Aliran Nativisme …………………………….
3) Aliran Konvergensi ……………………..
b. Fitrah Sebagai Konsep Dasar Manusia Dalam
Perkembangan …………………………………..
c. Pandangan Islam Tentang Keberhasilan Pendidikan ..

5. BAB III PENUTUP


a. Kesimpulan …………………………………………
b. Saran ………………………………………………..

6. Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, maka


sejak itu timbul gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian dan
pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Oleh karena itu,
pendidikan di dalam masyarakat senantiasa menjadi perhatian utama
dalam rangka memajukan kehidupan generasi yang sejalan dengan
tuntutan, perkembangan dan kemajuan masyarakat dari zaman ke zaman.
Manusia adalah subyek dan objek pendidikan, manusia dewasa
yang berkebudayaan adalah subyek pendidikan dalam arti yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan. Mereka berkewajiban
secara moral atas perkembangan pribadi anak-anak mereka, generasi
penerus mereka, manusia dewasa yang berkebudayaan terutama yang
berpotensi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab formal untuk
melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang
dikehen-daki oleh masyarakat bangsa itu.1
Dalam belajar mengajar, guru dan murid memegang peranan
penting. Murid atau anak didik adalah pribadi yang unik yang mempunyai
potensi dan mengalami proses berkembang. Dalam proses berkembang itu
anak atau murid membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya tidak
ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam suatu kehidupan
bersama dengan individu-individu yang lain.2
Dalam pendidikan Islam, peserta didik dimaknai sebagai manusia
yang sepanjang hidupnya selalu berada dalam perkembangan.
Perkembangan yang dimaksud dalam hal ini bukan hanya pada segi
eksternal melainkan juga perkembangan internal.

1
A. Rahman Getteng, Pendidikan Islam dalam Pembangunan, Ujung Pandang: Yayasan al-Ahkam,
1977, h. 11.
2
Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 2001,
h. 268.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan aliran nativisme, empirisme, dan
konvergensi tentang anak didik/peserta didik?
2. Bagaimana eksistensi fitrah sebagai potensi dasar peserta didik
(anak didik)?
3. Bagaimana eksistensi konsep fitrah sebagai pemikiran alternatif
Islam ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dan pandangan aliran Nativisme,
Empirisme dan Konvergensi tentang peserta didik.
2. Mengetahui eksistensi fitrah sebagai potensi dasar peserta didik.
3. Mengetahui eksistensi konsep fitrah sebagai pemikiran alternatif
Islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Pandangan


1. Aliran Empirisme
Tokoh utama aliran ini ialah John Locke. Ia berpendapat
bahwa perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu ditentukan
oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang
diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia da-pat dididik apa saja
(ke arah yang baik dan ke arah yang buruk) menurut kehendak
lingkungan atau pendidikan. Dalam hal ini, alamlah yang
membentuknya. Dalam pendidikan, pendapat kaum empiris ini
terkenal dengan nama optimisme paedagogis.3
Teori aliran ini mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia
dapat diumpamakan seperti kertas putih yang kosong dan yang
belum ditulisi, atau lebih dikenal dengan istilah “Tabularsa” (a
blank sheet of paper). Menurut aliran ini anak-anak yang lahir ke
dunia tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa seperti
kertas putih yang polos. Oleh karena itu anak-anak dapat dibentuk
sesuai dengan keinginan orang dewasa yang memberikan warna
pendidikannya. Menurut pandangan Empirisme
(enviromentalisme), pendidikan memegang peranan penting, sebab
pendidikan menyediakan lingkungan yang sangat ideal kepada
anak-anak.

2. Aliran Nativisme
Nativisme berasal dari kata native artinya asli atau asal.
Nativisme berpendapat bahwa sejak lahir anak telah
memi-liki/membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu, yang
bersifat pembawaan atau keturunan. Sifat-sifat dan dasar-dasar
3
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Cet. XI; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002, h. 178.
tertentu yang bersifat keturunan (herediter) inilah yang menentukan
pertumbuhan dan perkembangan anak sepenuhnya. Sedangkan
pendidikan dan lingkungan boleh dikatakan tidak berarti, kecuali
hanya sebagai wadah dan memberikan rangsangan saja. Dalam
ilmu pendidikan, pandangan tersebut dikenal dengan pesimisme
paedagogis. Tokoh utama aliran ini ialah Schopenhauer.4
Teori aliran ini mengatakan bahwa anak-anak yang lahir ke
dunia sudah memiliki pembawaan atau bakatnya yang akan
berkembang menurut arahnya masing-masing. Pembawaan tersebut
ada yang baik dan ada yang buruk. Oleh karena itu perkembangan
anak tergantung dari pembawaan sejak lahir dan keberhasilan
pendidikan anak ditentukan oleh anak itu sendiri.

3. Aliran Konvergensi
Aliran ini dimunculkan oleh ahli ilmu jiwa bangsa Jerman,
William Stern. Ia mengatakan bahwa pembawaan dan lingkungan
kedua-duanya menentukan perkembangan manusia.5Teori ini
mengatakan bahwa seseorang terlahir dengan pembawaan baik dan
juga pembawaan buruk. Bakat dan pembawaan yang dibawa sejak
lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya lingkungan
yang sesuai dengan perkembangan bakat dan pembawaan tersebut.
Dengan demikian paham/aliran teori ini menggabungkan antara
pembawaan sejak lahir dan lingkungannya yang menyebabkan anak
mendapatkan pengalaman.
William Stern menjelaskan pemahamannya tentang
pentingnya pembawaan, bakat dan lingkungan itu dengan
perumpamaan dua garis yang menuju satu titik pertemuan. Oleh
karena itu teorinya dikenal dengan sebutan konvergensi (memusat ke
satu titik).

4
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, Cet. VIII; Bandung: PT. Al-Maarif,
1989, h. 35.
5
Ngalim Purwanto, ibid., h. 15.
B. FITRAH SEBAGAI POTENSI DASAR MANUSIA DALAM
PERKEMBANGAN

Rasulullah saw. telah memberikan isyarat bahwa manusia sejak


lahirnya memiliki potensi untuk dikembangkan. Isyarat ini dapat dilihat
pada sabdanya yang diriwayatkan dari Abu Hurairah sebagai berikut:

ِ ‫ُك ُّل مولُو ٍد يولَ ُد علَى الْ ِفطْر ِة فََأبواه يه ِّودانِِه َأو يْن‬
‫صَرانِِه َْأو‬ ُ ْ َ َ ُ ُ ََ َ َ ُْ ْ ْ َ
)‫مُيَ ِّج َسانِِه (احلديث‬
Manusia itu dilahirkan dengan fitrah (tabiat atau potensi yang suci dan
baik), hanya ibu bapak (alam sekitar)nyalah menyebabkan ia menjadi Yahudi,
Majuzi atau menjadi Nasrani. (H.R. Muslim).
Hadis di atas menekankan bahwa fitrah yang dibawa sejak lahir
oleh anak itu sangat besar dipengaruhi oleh lingkungan. Fitrah itu sendiri
tidak akan berkembang tanpa dipengaruhi kondisi lingkungan sekitar yang
mungkin dapat dimodifikasikan atau dapat diubah secara drastis menakala
lingkungannya tidak memungkinkan menjadikannya lebih baik.6
Belasan abad yang silam, Islam telah hadir dengan memberikan konsep
“fitrah-nya”, namun sampai sekarang menjadi catatan apakah makna fitrah itu?
Para ahli dalam kalangan Islam mencoba memformulasikan makna fitrahnya dan
tiap formulasi yang dihasilkan melalui kajian dan argumentasi yang kuat.
Al-Raghib al-Asfahani ketika menjelaskan makna fitrah dari segi bahasa,
dia mengungkapkan kalimat fathara Allah al-khalq, yang maksudnya Allah
mewujudkan sesuatu dan menciptakannya bentuk/keadaan kemampuan
untuk melakukan perbuatan-perbuatan.
Adapun fitrah disebutkan dalam QS al-Rum/30: 30

ِ ‫اهلل الَّيِت فَطَر النَّاس علَيها اَل َتب ِديل خِل ْل ِق‬
‫اهلل‬ ِ ‫ك لِلدِّي ِن حنِي ًفا فِطْر َة‬ ِ
َ َْ ْ َْ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ‫فََأق ْم َو ْج َه‬
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.17

6
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, Cet. II;
Jakarta: Rineka Cipta, 2004, h. 62.
Dalam hubungannya dengan konsepsi kependidikan Islam yang
natives, faktor pembawaan diakui pula sebagai unsur pembentuk corak
keagamaan dalam diri manusia. Hal ini digambarkan dalam kitab suci al-
Qur’an tentang peristiwa Nabi Ibrahim yang orang tuanya menyembah
berhala. Dengan kemampuan akal pikirannya yang mencari dan
menyelidiki alam sekitar, akhirnya dapat menemukan Tuhannya yang
benar sesuai dengan keislamannya. Sebaliknya, anak Nabi Nuh yang tidak
mau mengikuti ayahnya naik ke atas perahu ketika banjir besar melanda
dunia, ia tetap dalam status nonmuslim (kafir) walaupun ayahnya sebagai
nabi yang Islam.
Oleh karena itu, bilamana dipertanyakan mengapa manusia
menjadi muslim dan menjadi nonmuslim, maka jawabannya dapat
diberikan bahwa setiap diri manusia telah memiliki arah kecenderungan
individual yang diperkuat oleh proses pend-dikan atau diperlemah melalui
pengalaman kependidikan dan pengaruh ekternal lainnya.
Informasi kitab suci al-Qur’an dan sabda Nabi, bila dianalisis
secara situasional (menurut suasana kejadian tertentu) jelaslah
menunjukkan bahwa faktor dasar dan faktor ajar selalu berdampingan
dalam mendasari pertumbuhan atau perkembangan manusia. Konsepsi
Islam dalam pendidikan bisa dikatakan beraliran Konvergensi ala William
Stern yang berarti Islam mempertemukan pengaruh dasar dengan pengaruh
ajar, pengaruh pembawaan, dan pendidikan menjadi suatu kekuatan
terpadu yang berproses ke arah pembentukan kepribadian yang sempurna.
Maka jelaslah bahwa manusia dalam proses kependidikan menurut
Islam tidak lain adalah manusia yang memerlukan tuntunan dan bimbingan
yang tepat melalui proses kependidikan, sehingga terbentuklah dalam
pribadinya suatu kemampuan mengaktualisasikan dirinya selaku sosok
individual, dan sekaligus kemampuan memfungsikan dirinya selaku
anggota masyarakat serta mendermabaktikan dirinya hanya kepada
Khaliknya semata.
Untuk tujuan itulah manusia dijadikan oleh Tuhan dalam bentuk
acuan yang paling baik sebagaimana firman-Nya dalam kitab suci al-
Qur’an:

ْ ْ ‫لََق ْد َخلَ ْق َن اِإْل نْ َسا َن يِف‬


)٤( ٍ‫َأح َس ِن َت ْق ِومْي‬

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk


yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-
putusnya.19
Bilamana manusia tidak mendapatkan pendidikan yang baik, dalam
arti pada lingkup nilai-nilai islami maka ia akan mudah tergelincir ke
derajat yang paling rendah. Jadi, faktor ikhtiarlah yang mengandung nilai
pedagogis yang menentukan kedudukan atau martabat kemanusiaannya
selaku hamba Allah yang secara individual dan sosial senantiasa membina
hubungan dengan Allah dan hubungan dan hubungannya dengan
masyarakatnya.

C. Pandangan Islam Tentang Keberhasilan Pendidikan

Islam menyatakan bahwa manusia lair di dunia membawa


pembawaan yang fitrah. Fitrah ini berisi potensi untuk berkembang,
profesi ini dapat berupa keyakinan beragama, prilaku untuk menjadi baik
ataupun menjadi buruk dan lain sebagainya yang kesemuanya harus
dikembangkan agar ia bertumbuh secara wajar sebagi hamba Allah.
Rasulullah SAW. Bersabda:

ِ ‫ُك ُّل مولُو ٍد يولَ ُد علَى الْ ِفطْر ِة فََأبواه يه ِّودانِِه َأو يْن‬
‫صَرانِِه َْأو‬ ُ ْ َ َ ُ ُ ََ َ َ ُْ ْ ْ َ
)‫مُيَ ِّج َسانِِه (احلديث‬
Artinya:
“Semua anak dilahirkan membawa fitrah (bakat keagamaan), maka
terserah kepada kedua orang tuanya untuk menjadikan beragama Yahudi,
atau Nasrani, atau Majusi.”
Demikian pula Rasulullah SAW yang menasihati agar memilih
wanita yang baik agar keturunan itu baik.
Rasulullah SAW bersabda:

)‫اس (احلديث‬ ‫س‬ ‫ق‬


ُ ‫ر‬ ‫ع‬ْ‫ل‬ ‫ا‬ َّ
‫ن‬ ‫ِإ‬‫ف‬
َ ‫م‬‫ك‬ُ ِ ْ‫خَت َّيروا لِنط‬
‫ق‬
ٌ َ ََ ْ ُ ُْ َ
Artinya :
“Pilihlah untukmu benihmu karena keturunan itu dapat
mencelupkan”
(Al Hadits)
Disamping keturunan juga menekankan kepada pendidikan dan
usaha diri manusia untuk berusaha agar mencapai pertumbuhan yang
optimal.
Allah berfirman:

)6 : ‫ُق ْوآَأْن ُف َس ُك ْم َو َْأهلِْي ُك ْم نَ ًارا (التحرمي‬


Artinya:
“Jagalah dirmu dan keluargamu dari api neraka”
Allah berfirman pula:

‫ِ ِإ‬ ِ ‫وَأ ْن لَي‬


َ ‫س لِإْل نْ َسان الَّ َم‬
‫اس َعى‬ َ ْ َ
Artinya:
“Bahwa bagi manusia itu apa yang mereka usahakan.”
BAB III

KESIMPULAN

Mencermati uraian bahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Anak didik/peserta didik dalam pendidikan Islam adalah anak yang


belum dewasa yang sedang tumbuh dan berkembang secara fisik
maupun psikologi berusaha untuk mencapai tujuannya, melalui
bimbingan dan didikan dari orang dewasa baik secara lembaga maupun
non lembaga yang secara sistematis dan berkelanjutan.
2. Faktor pembawaan anak didik/peserta didik ditinjau dari tiga aliran
yaitu:
a. Nativisme berpendapat bahwa segala perkembangan manusia itu
telah ditentukan oleh potensi sejak lahir dan lingkungan tak
dapat merubahnya.
b. Empirisme berpendapat bahwa manusia menjadi dewasa sangat
dipengaruhi dan ditentukan oleh lingkungan alam sekitarnya.
c. Konvergensi berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan
kedua-duanya sangat menentukan perkembangan manusia.
3. Fitrah manusia diberikan Allah sebagai bawaan dari lahir tetap
memerlukan proses interaksi dari lingkungan sekitar secara dinamis.
Setelah memperhatikan hasil berdasarkan pembahasan, maka dikemukakan im-
plikasi sebagai berikut:
1. Diharapkan para guru untuk senantiasa memperhatikan dan
mengembangkan seluruh potensi peserta didik secara simultan dengan
cara memadukan ketiga aliran perkembangan anak didik.
2. Disarankan kepada semua pihak dari pimpinan, pemerintah untuk
mengadakan berbagai pelatihan dalam hal keguruan.
3. Disampaikan kepada guru agar dapat menjaga kode etik, menjalin
hubungan baik dengan masyarakat, dalam hal ini orang tua siswa
maupun pemerintah dalam rangka menjamin kestabilan perkembangan
peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Getteng Rahman, Pendidikan Islam dalam Pembangunan, Ujung Pandang:


Yayasan al-Ahkam, 1977, h. 11.
2. Daradjat Zakiah, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Cet. II; Jakarta:
Bumi Aksara, 2001, h. 268.
3. Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, Cet. XI; Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002, h. 178.
4. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, Cet. VIII; Bandung: PT. Al-
Maarif, 1989, h. 35.

Anda mungkin juga menyukai