Anda di halaman 1dari 6

ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN

ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu
dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari
orang tuanya. Di dalam berbagai kepustakaan aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang
pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini.

Pemikiran-pemikiran tentang pendidikan yang telah dimulai zaman Yunani kuno, berkembang pesat di
Eropa dan Amerika. Aliran-aliran klasik maupun gerakan-gerakan baru dalam pendidikan pada umumnya
berasal dari dua kawasan ini. Pemikiran-pemikiran itu tersebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia,
dengan berbagai cara seperti dibawa oleh bangsa penjajah ke daerah jajahanya, melalui bacaan buku
dan di bawa oleh orang yang pergi belajar ke Eropa atau Amerika dan sebagainya. Penyebaran itu
menyebabkan pemikiran-pemikiran dari kedua kawasan ini pada umumnya menjadi acuan dalam
penerapan kebijakan di bidang pendidikan di berbagai negara.

Aliran-aliran klasik ini meliputi aliran empirisme, nativisme, naturalisme dan konvergensi. Aliran ini
mewakili berbagai variasi pendapat tentang pendidikan, mulai dari yang paling pesimis sampai dengan
yang paling optimis. Aliran yang paling pesimis memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat,
bahkan mungkin merusak bakat yang telah dimiliki anak. Sedangkan aliran yang paling optimis
memandang anak seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati. Banyak pemikiran yang
berada di antara kedua kutub tersebut yang dapat dipandang sebagai variasi gagasan dan pemikiran
dalam pendidikan.

A. Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari loacken tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam
perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan,
sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Menurut pandangan empirisme pendidikan memegang
peranan yang sangat penting sebab pendidik dapat menyediakan llingkungan pendidikan kepada anak
dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalaman itu yang
sesuai dengan tujuan pendidikan.
Aliran empiris dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh
dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak
menentukan.

B. Aliran Nativisme
Aliran Nativisme bertolak dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak,
sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan
anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran.
Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Hasil pendidikan
tergantung pada pembawaan.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak berdaya dalam
mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa kalau anak
mempunyai pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya kalau anak itu pembawaannya
baik maka dia akan menjadi baik. Pembawaan baik dan buruk ini tidak diubah oleh kekuatan dari luar.

C. Aliran Naturalis
Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan itu baik, dan akan menjadi rusak karena
dipengaruhi oleh lingkungan, dia juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa
malahan dapat merusak pembawaan yang baik anak itu.
Aliran ini berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam. Jadi dengan
kata lain pendidikan tidak diperlukan. Yang dilaksanakan adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar
pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan
pendidikan.

D. Aliran Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern, seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa
seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Penganut
aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun
lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting.
Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan dari
lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat
menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang
diperlukan untuk mengembangkan itu.

ALIRAN DALAM PENDIDIKAN


Pada setiap aliran pendidikan memiliki pandangan yang berbeda dalam memandang perkembangan
manusia. Hal ini berdasarkan atas faktor-faktor dominan yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi
perkembangan manusia. Untuk memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai hal itu, maka berikut ini
disajikan berbagai aliran klasik dan gerakan-gerakan baru dalam pendidikan.

1. Aliran Klasik di Bagi Menjadi 4 yaitu:

a. Aliran Empirisme

Aliran ini dimotori oleh seorang filosof berkebangsaan inggris yang raionalis bernama John Locke (1632-
1704). Aliran ini bertolak dari Lockean tradition yang lebih mengutamakan perkembangan manusia dari
sisi empirikyang secara eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan sebagai sisi internal
manusia (Umar Tirtarahardja,2000:194). Secara etimologis empirisme berasal dari kata empiri yang
berarti pengalaman. Pokok pikiran yang dikemukakan oleh aliran ini menyatakan bahwa pwngalaman
adalah sumber pengetahuan, sedangkan pembawaan yang berupa bakat tidak diakuinya.
Menurut aliran empirisme bahwa pada saat manusia dilahirkan sesungguhnya dalam keadaan kosong
bagaikan “tabula rasa” yaitu sebuah meja berlapis lilin yang tidak dapat ditulis apapun di atasnya.
Sehingga pendidikan memiliki peran yang sangat penting bahkan dapat menentukan keberadaan anak.
Pendidikan dikatakan “Maha Kuasa” artinya Pendidikan memiliki kekuasaan dalam menentukan nasib
anak. John Locke menganjurkan agar pendidikan disekolah dilaksanakan berdasarkan atas kemampuan
rasio dan bukan perasaan. Aliran ini meyakini bahwa dengan memberikan pengalaman melalui didikan
tertentu kepada anak, maka akan terwujudlah apa yang diinginkan. Sementara itu pembawaan yang
berupa kemampuan dasar yang dibawa seseorang sejak lahir diabaikan sama sekali. Penganut aliran ini
masih berkeyakinan bahwa manusia dipandang sebagai makhluk yang dapat dimanipulasi karena
keberadaannya yang pasif.

b. Aliran Nativisme

Menurut Zahara Idris(1992:6) nativisme berasal dari bahasa latin nativus berarti terlahir. Seseorang
berkembang berdasarkan pada apa yang dibawanya sejak lahir. Adapun inti ajarannya adalah bahwa
perkembangan seseorang merupakan produk dari faktor pembawaanyang berupa bakat. Aliran ini dikenal
juga dengan aliran pesimistik karena pandangannya yang menyatakan, bahwa orang yang “berbakat
tidak baik” akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik, Begitu pula sebaliknya.
Namun demikian aliran ini berpendapat bahwa pendidikan sama sekali tidak berpengaruh terhadap
perkembangan seseorang, sehingga bila pendidikan yang diberikan tidak sesuai dengan pembawaan
seseorang maka tidak akan ada gunanya.

c. Aliran Naturalisme

Pandangan yang ada persamaannya dengan nativisme adalah aliran naturalisme (Umar Tirtarahardja,
2000:197).Lahirnya aliran ini dipelopori oleh J.J Rousseau, yang mengamati pendidikan. Ditulis dalam
bukunya yang berjudul “Emile” menyatakan bahwa anak yang dilahirkan pada dasarnya dalam keadaan
baik. Anak menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Aliran ini
berpendapat bahwa pendidikan hanya memiliki kewajiban memberi kesempatan kepada anak untuk
tumbuh dengan sendirinya. Pendidikan sebaiknya diserahkan kepada alam. Oleh karena itu ciri utama
aliran ini adalah bahwa dalam mendidik seorang anak hendaknya dikembalikan kepada alam agar
penbawaan yang baik tersebut tidak dirusak oleh pendidik.

d. Aliran Konvergensi

Aliran ini dipelopori oleh William Stern (1871-1938). Aliran ini semakin dikenal setelah kedua aliran
sebelumnya yakni empirisme dan nativisme tidak lagi banyak memiliki pengikut. Inti ajaran konvergensi
adalah bahwa bakat, pembawaan dan lingkungan atau pengalamanlah yang menentukan pembentukan
pribadi seseorang. Sehubungan dengan hal itu teori. Konvergensi yang dikemukakan William Stern
berpendapat bahwa:
Pendidikan memiliki kemungkinan untuk dilaksanakan, dalam arti dijadikan penolong kepada anak untuk
mengembangkan potensi.
Yang membatasi hasil pendidikan anak adalah pembawaan dan lingkungannya.
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, aliran konvergensi dipandang lebih realistis,
sehingga banyak diikuti oleh para pakar pendidikan.

2. Gerakan-Gerakan Baru dalam Pedidikan dibagi menjadi 4 yaitu:

a. Pembelajaran Alam Sekitar

Dasar pemikiran yang terkandung di dalam pengajaran alam sekitar adalah peserta didik akan mendapat
kecakapan dan kesanggupan baru dalam menghadapi dunia kenyataan. Penjelajahan seseorang dalam
menemukan hal-hal baru, baik untuk pengetahuan, olah raga, maupun rekreasi menjadikan program
pendidikan alam sekitar dipandang sangat penting. Melalui penjelajahan yang dilakukan, maka sekarang
peserta didik, akan menghayati secara langsung tentang keadaan alam sekitar, belajar sambil
mengerjakan sesuatu dengan serta merta memanfaatkan waktu senggangnya. Pendidikan alam sekitar
ini mudah dilaksanakan di segala jenjang pendidikan. Konsekuensinya, dalam persiapan perlu dipikirkan
tentang biaya ketika akan diadakan penjelajahan seperti halnya biaya transportasi, biaya hidup selama
penjelajahan, penginapan dan sebagainya.

b. Pengajaran Pusat Perhatian (Centres D’interet)

Penemuan adalah Ovide Decroly (1871-1923), seorang dokter perancis mendirikan yayasan untuk anak-
anak abnormal yang bertempat dirumahnya pada tahun1901. pada tahun1907 metodenya diterapkan
pada anak-anak normal. Pengajaran disusun menurut pusat perhatian anak, yang dinamai centres
d’interet. Decroly mencari dan menyelidiki naluri anak dalam pertumbuhannya (secara intrinsik). Naluri
yang perlu didapatkan adalah naluri untuk mempertahankan diri,untuk makan, bermain dan bekerja, dari
meniru. Berangkat dari naluri tersebut selanjutnya disusun pusat perhatian seperti: untuk makan, untuk
berlindung, mempertahankan diri terhadap musuh, dan untuk bekerja. Yang menarik pada pendidikan/
pengajaran Decroly yaitu bahwa anak selalu bekerja sendiri tanpa ditolong dan dilayani.
c. Sekolah Kerja

George Kerschensteiner (1854-1932) menulis karangan tentang arbeitsshule. Ia seorang guru ilmu pasti
yang diangkat sebagai inspektur di Munchen. Pada tahun 1898 ia mengembangkan cita-cita pendidikan,
bagi kerschensteiner, tujuan hidup manusia yang tertinggi adalah mengabdi kepada negara.
Berhubungan dengan itu kewajiban sekolah yang terpenting ialah menyiapkan peserta didik untuk
sesuatu pekerjaan. Jadi yang menjadi pusat tujuan pengajaran adalah kerja untuk menatap masa
mendatang. Melalui bekerja, manusia menuju ke lingkungan kebudayaan masyarakatnya. Peserta didik
bekerja berkelompok sesuai dengan bagian masing-masing, sehingga menimbulkan tanggung jawab.

d. Pengajaran Proyek

Proyek pengajaran berarti kegiatan, sedangkan belajar mengandung arti kesempatan untuk memilih,
merancang, berlatih, memimpin dan sebagainya. Dalam hal ini penting ialah bahwa peserta didik telah
aktif memecahkan persoalan, maka wataknya akan terbentuk. Demikian konsep pemikiran WH Kilpatrick
di dalam pengajaran proyek.

3. Dua aliran Pokok Pedidikan di Indonesia

a. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa

Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, ada salah seorang putera Indonesia yang bernama Raden
mas Soewardi Soerjaningrat. Ia gemar menulis dengan menggunakan bahasa Belanda yang halus dan
mengandung sindiran terhadap pemerintah Belanda, tulisannya bejudul “Alks ik een Nederlander was”
yang artinya Andai saja saya seorang Belanda. Dari tulisannya yang dianggap tajam oleh pemerintah
Belanda inilah ia dibuang di Negeri Belanda.
Ketika berada di tempat pembuangan beliau merasa bebas dalam menyatakan pendapat-pendapatnya,
sedang di tanah air sendiri yang dikuasai oleh pemerintah penjajah Belanda justru kebebasannya
terganggu. Dari kecintaannya terhadap pendidikan yang sekaligus merupakan perwujudan dari cita-
citanya, maka pacta tanggal 3 juli 1922 di Yogyakarta didirikanlah suatu taman kanak-kanak yang diberi
nama Taman Indriya. Kemudian berkembang lagi dan semakin luas hingga seluruh lembaganya diberi
nama perguruan Kebangsaan Taman Siswa.
Pada jaman penjajahan Belanda, Taman Siswa bersikap “noncooperative” dan menolak pemberian
subsidi. Di dalam melaksanakan konsep pendidikannya Taman Siswa memiliki asas-asas sebagai
berikut:
Asas merdeka untuk mengatur dirinya sendiri. Hendaknya setiap peserta didik dapat berkembang
menurut kodrat dan bakatnya,namun mereka dididik dengan sistem among atau tut wuri handayani.
Asas Kebudayaan yang dalam hal ini kebudayaan Indonesia sendiri.
Asas kerakyatan, pendidikan dan pengajaran harus diberikan kepada seluruh rakyat.
Asas kekuatan sendiri (berdikari). Dengan demikian segala pembelanjaan ditutup dengan uang
pendapatan sendiri.
Asas berhamba kepada anak.

Pada saat Indonesia merdeka pada tahun 1945, dan dua tahun berikutnya berhasil disusun dasar-dasar
Taman Siswa yang dikenal dengan Panca Darma. Kelima dasar yang dimaksud adalah:
Kemanusiaan
Harus ada cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap seluruh makhluk Allah SWT.
Kodrat Hidup
Termasuk Kodrat hidup adalah pembawaan.
Kebangsaan
Tidak boleh bersifat chauvinistic ( menyombongkan kehebatan bangsa sendiri) dan tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan umum manusia.
Kebudayaan
Kebudayaan nasional harus dipelihara. Pendidik harus mengajak peserta didik meresapi jiwa bangsa
yang terwujud dalam kebudayaannya.
Kemerdekaan Kebebasan

Ki Hajar Dewantara juga menentukan semboyan bagi kaum pendidik, antara lain: ing ngarso sung
tulodho, artinya jika pendidik berada di muka dia berkewajiban memberi teladan kepada para peserta
didiknya. Ing madya mangun karso artinya: jika di tengah membangun semangat, berswakarya, dan
berkreasi pada peserta didik. Tut wuri handayani artinya jika di belakang pendidik mengikuti dan
mengarahkan peserta didik agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.

b. Ruang Pedidikan INS di Kayutanam

Sebuah sekolah lain timbul sebagai reaksi terhadap sekolah-sekolah pemerintah Hindia Belanda yaitu
INS ( Indonesiche Nederlansce School) di kayutanam, yaitu suatu kota kecil di dekat padang panjang
Sumatera Barat. Sekolah ini mempunyai rencana pelajaran dan metode sendiri yang hampir mirip dengan
rancangan kerschensteiner dengan arbeitsschulenya.
M. Syafei dengan sekolahnya ingin membentuk pemuda-pemuda Indonesia yang berani tegak sendiri,
berusaha sendiri, hidup bebas dan tidak tergantung buat seumur hidupnya pada pemerintah sebagai
pegawainya.
Adapun dasar pemikiran INS adalah:
Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Menentang intelektualisme,aktif, giat dan punya daya cipta serta dinamis.
Memperhatikan bakat dan lingkungan siswa.
Berpikir secara rasional, bukan secara mistik.

Perlu juga diketahui bahwa ruang pedidikan INS terdiri atas empat tingkatan yaitu:
Ruang rendah Sekolah Dasar 7 tahun.
Ruang antara tahun (sambungan ruang rendah). Siswa tamatan HIS atau Schakel tidak langsung dapat
diterima pada ruang dewasa, tetapi harus masuk ruang antara lebih dahulu.
Ruang dewasa 4 tahun (sambungan ruang antara atau ruang tengah).

Ruang masyarakat 1 tahun


Pada semua tingkatan ruang, diberikan 50% mata pelajaran umum dan 50% pelajaran kejuruan (Zahara
Idris 1984:21). Menurut S Purbakawatja (1970:212) M. Syafei menunjukan sifatnya sebagai pendidik
yang secara demokratis ingin memberi kesempatan kepada anak tumbuh dan berkembang menurut garis
masing-masing.

Sistem ini tidak mendapat tanggapan yang diharapkan dari daerah lain karena terlalu banyak menuntut
pengorbanan dari pendidiknya. Mereka harus berani hidup sangat sederhana dan mungkin dalam
kekurangan. Keuntungan dari pendidikannya hanya dirasakan secara perorangan.

KESIMPULAN
Untuk menilai suatu perkembangan terhadap manusia, kita bisa memandang dari segi empirik secara
eksternal dan dapat memandang dari bakat yang mereka miliki. Jadi aliran yang lebih cocok untuk dunia
pendidikan adalah aliran konvergensi karena aliran ini mengakui bakat, pembawaan dan lingkungan yang
dimiliki oleh peserta didik, sehingga mereka mampu mengembangkan potensinya tanpa suatu halangan
apapun. Jadi aliran ini dipandang lebih realistis.Serta dari hal-hal tersebut muncul juga beberapa
gerakan-gerakan baru dalam pendidikan seperti yang ada di pembahasan.
Tinggalkan Balasan

Anda mungkin juga menyukai