Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran dalam Pendidikan Islam


Aliran adalah pemikiran-pemikiran yang membawa pembaruan
Pemikiran tersebut berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan, yakni
pemikiran-pemikirn terdahulu selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh
pemikir berikutnya, sehingga timbul pemikiran yang baru, dan demikia n
seterusnya. Sedangkan Pendidikan Islam adalah pengembangan pikiran
manusia dan penataan tingkah laku serta emosinya berdasarkan agama Islam di
dalam kehidupan individu dan masyarakat, yakni dalam seluruh lapangan
kehidupan.1 Jadi, aliran dalam pendidikan islam adalah pemikiran-pemikira n
yang membawa pembaharuan dalam pengembangan pikiran manusia dan
penataan tingkah laku serta emosinya berdasarkan agama Islam.
Setiap muslim wajib mendidik dan mempersiapkan generasi yang lebih
berkualitas. Oleh karena itu, Islam mengajak dunia pendidikan memasuki era
modern dan fleksibel dalam menghadapi tantangan masa depan. Untuk
mempersiapkan generasi yang lebih handal, dibutuhkan konsep dan metode
yang dapat menjawab semua tuntutan perubahan zaman yang akan datang maka
muncul aliran-aliran pemikiran pendidikan islam: Aliran Konservatif, Aliran
Religius-Rasional, dan pragmatis.

Didalam kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikira n-


pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai
kini. Oleh karena itu bahasan tersebut hanya dibatasi pada beberapa rumpun
aliran klasik (Empirisme, Nativisme, konvergensi). Hal pertama kali yang perlu
diketahui oleh pengkaji pendidikan agar bisa memahami luar dalam pendidika n

1
Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam, (Bandung:
CV.Diponegoro, 1996) hlm. 49

1
islam adalah kenyataan bahwa islam itu sendiri yang mendasari adanya
kesamaan, bahkan kesamaan dalam banyak hal.

B. Aliran-aliran pendidikan Klasik dan relevansi aliran klasik dengan


pendidikan islam
Sebelum membahas Aliran-aliran pendidikan dalam islam, perlu diketahui
tentang aliran klasik serta relevansi aliran klasik dengan pendidikan islam karena
dalam Islam memiliki kesamaan dengan berbagai aliran-aliran dalam pendidikan
klasik. Aliran tersebut diantaranya :
1. Aliran Empiris me

Aliran empirisme merupakan aliran yang mementingka n


stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia. Aliran ini
menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkunga n,
sedangkan pembawaan yang dibawanya dari senjak lahir tidak
dipentingkan.2 Tokoh aliran ini adalah filsuf inggris yang bernama John
Locke yang mengembangkan paham rasionalisme pada abad ke 18, teori
ini mengatakan bahwa anak yang lahir kedunia dapat diumpamaka n
seperti kertas putih yang kosong yang belum ditulisi atau dikenal dengan
istilah “ tabularasa” ( a blank sheet of paper).

Menurut aliran ini anak tidak mempunyai bakat dan pembawaan


apa-apa, oleh karena itu orang tua yang memberikan warna
pendidikannya. Menurut pandangan empirisme, pendidikan memegang
peranan yang paling penting sebab pendidik menyediakan lingkunga n
yang sangat ideal kepada anak-anak. Lingkungan itu akan diterima oleh
anak sebagai sejumlah pengalaman.3

Relevansi Empirisme dengan Pendidikan Islam


Pengertian fitrah tidak hanya mengandung kemampuan dasar
pasif yang beraspek hanya pada kecerdasan semata dalam kaitannya
dengan pengembangan ilmu pengetahuan, melainkan mengandung pula

2 M. Sukardjo dan Ukim komarudin, landasan pendidikan, jakarta: Rajawali Pers, 2009) hlm.
20
3 Ibid.

2
tabiat atau watak dan kecenderungan untuk mengacu kepada pengaruh
lingkungan.4 Firman Allah dalam S. al-Alaq: 3-4 yang
Artinya:”Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam" Ayat tersebut
menunjukkan bahwa manusia tanpa melalui belajar niscaya tidak akan
mengetahui segala sesuatu yang ia butuhkan bagi kelangsunga n
hidupnya di dunia dan akhirat. Pengetahuan manusia akan berkembang
jika diperoleh melalui proses belajar mengajar. 5
2. Aliran Nativisme
Paham ini menentang paham empirisme, menurut aliran
nativisme, dengan tokohnya seorang filsuf jerman schopenhauer (1788-
1860), dikatakan bahwa anak yang lahir didunia sudah memilik i
pembawaan atau bakat yang akan berkembang. oleh karena itu menurut
paham ini perkembangan anak tergantung dari pembawaannya sejak
lahir, singkatnya aliran nativisme menekankan kemampuan dalam dari
anak sehingga faktor lingkungan tersebut kurang berpengaruh.
pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik
tidak akan berguna untuk perkembangan anak itu sendiri. 6

Relevansi Nativisme dengan Pendidikan Islam

Konsep Nativisme tentang pembawaan/potensi dasar tidak


berbeda jauh dengan konsep fitrah dalam Islam. Dalam hadits
disebutkan bahwa “Setiap orang dilahirkan oleh ibunya atas dasar
fitrah (potensi dasar untuk beragama), maka setelah itu orang tuanya
mendidik menjadi beragama Yahudi dan Nasrani dan Majusi, jika
orang tua keduanya beragama Islam, maka anaknya Muslim (pula)”.7
dalam islam hereditas adalah salah satu penentu perkembangan manusia
sebagaimana dinyatakan dalam islam bahwa pemilihan jodoh itu harus

4 M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 94


5 Ibid,. Hlm. 92
6 M. Sukardjo dan Ukim komarudin, Op, Cit,. Hlm. 24
7 M.Arifin, Op, Cit,. Hlm. 89.

3
dilihat dari empat segi yaitu harta, keturunan, kecantikan dan agama,
namun dalam garis baik (al shaffat:133)
3. Aliran konvergensi

Konvergensi artinya titik pertemuan, pelopor aliran ini adalah


wilaliam stern ( 1871-1939), seorang ahli ilmmu jiwa berkebangsaan
jerman. Ia mengatakan bahwa seorang terlahir dengan pembawaan baik
dan juga buruk. Ia mengakui bahwa proses perkembangan anak, baik
faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunya i
peranan yang sangat penting. Aliran ini menyampaikan bahwa bakat
yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa
adanya lingkungan yang sesuai dengan perkembangan bakat itu.
Sebaliknya, lingkungan yang baik pun sulit mengembangkan potensi
anak secara optimal apabila tidak terdapat bakat yang diperlukan bagi
perkembangan yang diharapkan anak tersebut. Dengan demikian paham
ini menggabungkan antara pembawaan sejak lahir dan lingkungan yang
menyebabkan anak mendapat pengalaman. 8

Relevansi Konvergensi dengan Proses Pendidikan Islam


Firman Allah dalam S. al-Insan: 3 yang artinya “Sesungguhnya
kami Telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada
pula yang kafir” Atas dasar ayat tersebut kita dapat menginterpretas ika n
bahwa dalam fitrahnya manusia diberi kemampuan untuk memilih jalan
yang benar dari yang salah. Kemampuan memilih tersebut mendapatkan
pengarahan dalam proses pendidikan yang mempengaruhinya.
Jelaslah bahwa faktor kemampuan memilih yang terdapat
didalam fitrah (human nature) manusia berpusat pada kemampuan
berpikir sehat (berakal sehat). Dengan demikian berpikir benar dan sehat
adalah merupakan kemampuan fitrah yang dapat dikembangkan melalui
pendidikan dan latihan. Dalam pengertian ini pendidikan Islam

8 M. Sukardjo dan Ukim komarudin, Op, Cit,. Hlm. 30-31

4
berproses secara konvergensis, yang dapat membawa kepada paham
konvergensi dalam pendidikan Islam. 9
C. Aliran-Aliran dalam Pendidikan Islam
Aliran-aliran dalam pendidikan Islam dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Aliran Agamis Konservatif
Menurut Jawwad Ridla, aliran konservatif adalah aliran pendidikan
yang cenderung bersikap murni keagamaan. Mereka memaknai ilmu
dengan pengertian sempit, yakni hanya mencakup ilmu- ilmu yang
dibutuhkan saat sekarang yang jelas-jelas membawa manfaat kelak di
akhirat.10 Jadi, aliran konservtif adalah aliran pendidikan yang cenderung
memakni pendidikan sebagai sarana untuk membudidayakan nilai-nila i
keagamaan yang bersifatketuhanan dan mencakup ilmu- ilmu yang
dibutuhkan saat sekarang serta bermanfaat untuk kebahagiaan di akhirat.
Tokoh-tokoh aliran pendidikan ini adalah al-Ghazali, Nasirudin al-
Thusi, Ibnu Jama’ah, Sahnun, Ibnu Hajar al-Hitami, dan al-Qabisi. Menurut
aliran ini, ilmu diklasifikasikan menjadi 2 ragam, yaitu: Pertama, Ilmu yang
wajib dipelajari setiap individu, seperti ilmu keagamaan. Kedua, Ilmu yang
wajib kifayah untuk dipelajari, seperti ilmu kedokteran, dan lain-la in.
menurut aliran ini, keagamaan sangat penting dan dibutuhkan bagi mereka
dibandingkan jenis ilmu lain. Bagi mereka jenis ilmu lain hanya merupakan
pelengkap saja, karena jenis ilmu-ilmu ini apabila sebagian warga
mayarakat telah mempelajarinya, maka gugur kewajiban bagi warga yang
lain untuk mempelajarinya.

Selain dua jenis ilmu di atas, da juga ilmu yang mempelajar inya
termasuk fadhillah (keutamaan anjuran). Oleh Al-Ghozali jenis ilmu ini
dibagi menjadi empat, diantaranya: (1) Ilmu ukur dan ilmu hitung, (2) Ilmu
mantik (logika), (3) Ilmu ketuhanan (teologi), yaitu ilmu yang berisi tentang
Dzat Tuhan, (4) Ilmu Kealaman.

9 M. Arifin, Op, Cit,. Hlm. 96


10 Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif (Yogyakarta: Pelangi Aksara, 2008), Hlm.
110-111

5
Al-Ghazali menegaskan bahwa ilmu- ilmu keagamaan, yakni
pengetahuan tentang jalan menuju akhirat hanya dapat diperoleh dengan
kesempurnaan rasio dan kejernihan akal budi. Rasio adalah sifat manusia
yang paling utama, karena hanya dengan rasiolah manusia mampu
menerima amanat dari Allah dan dengannya pula mampu mendekat disisi-
Nya.11
Esensi pendidikan aliran konservatif menurut Jawwad Ridla adalah
pendidikan akhlak, yaitu pendidikan yang beriorientasi pada keluhura n
moral, dan tujuan terpenting dalam pendidikan islam adalah pembentukan
dan pembinaan akhlak. Sedangkan tujuan Pendidikan agama pada dasarnya
memiliki dua tujuan yang diharapkan dicapai oleh peserta didik, yaitu
meningkatkan keberagamaan peserta didik dan mengembangkan sikap
toleransi hidup umat beragama.12 Dari tujuan di atas dapat disimpulka n
bahwa tujuan-tujuan pendidikan menurut aliran konservatif adalam
pembentukan dan pembinaan akhlak individu.
2. Aliran Pragmatis
Tokoh aliran Pragmatis adalah Ibnu Khaldun. Sedangkan tokoh
Pragmatisme Barat yaitu John Dewey.13 Menurut Ibnu Khaldun, ilmu
pengetahuan dan pembelajaran adalah tabi’i (pembawaan) manusia karena
adanya kesanggupan berfikir. Pendidikan bukan hanya bertujuan untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi juga untuk mendapatkan
keahlian duniawi dan ukhrowi, keduanya harus memberikan keuntunga n,
karena baginya pendidikan adalah jalan untuk memperoleh rizki. Dia
menglasifikasikan ilmu pengetahuan berdasarkan tujuan fungsionalnya,
yaitu:
a. Ilmu-ilmu yang bernilai instrinsik. Misal: ilmu- ilmu keagamaan,
Ontologi dan Teologi.
b. Ilmu-ilmu yang bernilai ekstrinsik- instrumental bagi ilmu instrins ik.
Misal: kebahasa-Araban bagi ilmu syar’iy, dan logika bagi ilmu filsafat.

11 Ibid,. Hlm. 114.


12 Erwin Yudi Prahara,Materi Pendidikan Agama Islam (Ponorogo: STAIN Po Press, 2009),
hal. 13.
13 Ibid.

6
Berdasarkan sumbernya, ilmu dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Ilmu ‘aqliyah (intelektual) yaitu ilmu yang diperoleh manusia dari olah
pikir rasio, yakni ilmu Mantiq (logika), ilmu alam, Teologi dan ilmu
Matematik.
2. Ilmu naqliyah yaitu ilmu yang diperoleh manusia dari hasil transmis i
dari orang terdahulu, yakni ilmu Hadits, ilmu Fiqh, ilmu kebahasa-
Araban, dan lain-lain.
Menurut Ibnu Khaldun, daya pikir manusia merupakan “karya-cipta”
khusus yang telah didesain Tuhan. Manusia pada dasarnya adalah jahil
(tidak tahu), ia menjadi ‘alim (tahu) karena manusia belajar. Ibn Khaldun
menjadikan kealamiahan sebagai salah satu sumber pengetahuan rasional.
Ia membebaskan rasio dari dari kungkungan naql (dogma, tradisi) dan
menjadikannya sebagai sumber otonom pengetahuan. Ia menyatakan bahwa
ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata-mata bersifat
pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam
kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan merupakan gejala konklusif
yang lahir dari terbentuknya masyarakat dan perkembangannya dalam
tahapan kebudayaan. Menurutnya bahwa ilmu dan pendidikan tidak lain
merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani.
Dari pemikiran Ibnu Khaldun di atas, maka ide pokok pemikira n
aliran Pragmatis antara lain:
1. Manusia pada dasarnya tidak tahu, namun ia menjadi tahu karena proses
belajar.
2. Akal merupakan sumber otonom ilmu pengetahuan.
3. Keseimbangan antara pengetahuan duniawi dan ukhrawi.
3. Aliran Religius Rasional
Menurut aliran rasional, pendidikan dipahami sebagai usaha
mengaktualisasikan ragam daya/potensi yang dimiliki individu, sehingga
esensi pendidikan adalah kiat transformasi ragam potensi menjadi
kemampuan aktual. Keberhasilan usaha mentransformasikan ragam potensi
yang ada sangat ditentukan oleh seberapa besar optimalisasi fungsi rasio,
sebab rasio itulah yang bisa menjadikan seseorang mempunyai pengetahua n

7
realitas disekelilingnya dan dapat menuntunnya untuk sampai pada
pengetahuan atau pemahaman kebenaran (ma’rifah).14 Selain akal (rasio)
berfungsi untuk mengetahui sesuatu, juga berfungsi untuk memutuska n
terhadap salah-benar atau baik-buruknya sesuatu. Oleh karena itu, menurut
aliran ini, manusia dipandang memiliki kebebasan penuh sehingga bisa
bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya. 15
Tokoh-tokoh aliran rasional adalah kelompok Al-Shafa, Al-Farabi,
Ibnu Shina, dan Ibnu Maskawaih. Ikhwan Al-Shafa merumuskan ilmu
sebagai gambaran tentang sesuatu yang diketahui pada benak (jiwa) orang
yang mengetahui. Lawan dari ilmu adalah kebodohan. Belajar dan mengajar
adalah mengaktualisasikan hal-hal potensial, melahirkan hal-hal yang
terpendam dalam jiwa. Aktivitas itu bagi guru dinamakan mengajar dan bagi
pelajar dinamakan belajar.16
Ikhwan Al-Shafa membagi ragam disiplin ilmu menjadi tiga. 17 diantaranya :
1. Ilmu-ilmu syari’iyah (keagamaan) diantaranya : Ilmu tanzil (ilmu
Qur’an hadits), Ilmu ta’wil (ilmu penafsiran), Ilmu penyampaia n
informasi keagamaan (akhbar), Ilmu pengkajian sunnah dan hukum,
Ilmu ceramah keagamaan, kezuhudan, dan ilmu ta’bir mimpi.
2. Ilmu-ilmu filsafat, diantaranya: Riyadliyyat (ilmu- ilmu eskak),
Mantiqiyyat (retorika-logika).
3. Ilmu Kealaman (Fisika). Oleh Ikhwan Al-Shafa dikelompokkan
menjadi tujuh, diantaranya: Ilmu tentang dasar-dasar fisik-biolo gis,
Ilmu tentang ruang dan benda angkasa, Ilmu tentang penciptaan alam
dan kerusakan, Iklimatologi, Ilmu pertambangan, Ilmu batomi, Ilmu
hewan.
4. Teologi. diantaranya: Pengetahuan tentang Allah, sifat keEsaaan-Nya,
Pengetahuan kejiwaan, Pengetahuan politik, Eksatologi.
5. Ilmu-ilmu Riyadliyah. diantaranya: Aritmatika (ilmu hitung), Al-
Handasah (ilmu ukur), Astronomi, Ilmu musik (seni).

14 Mahmud Arif, Op, Cit,. hlm 114.


15 Ibid,. hlm. 120.
16 Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam: Perspektif

Sosiologi Filosofi, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2002) hlm. 78.


17 Ibid,. hlm. 92-95.

8
Dalam aliran ini pendidikan harus dipandang sebagai fenomena sosial
yang tidak bisa dimengerti dengan baik tanpa dikaitkan dengan perilaku
manusia (masyarakat) dan hal- hal yang mempengaruhinya: cita-cita,
kepentingan dan distribusi potensi/kekuatan di masyarakat. Menurut
pandangan Ikhwan Al-Shafa, aktivitas pendidikan tidak cukup sekedar
berkutat pada lingkup pembinaan moral personal, tetapi juga harus
bertumpu pada pembinaan moral sosial. Dengan moral sosial, benih
tumbuhnya kesadaran bersama yang mendasari solidaritas soaial dan
pergerakan sangat mungkin untuk disemai- mekarkan.18
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa aliran konservatif dalam
hal pendidikan cenderung bersikap murni keagamaan Aliran pragmatis
menekankan bahwa ilmu pengetahuan dan pembelajaran adalah
tabi’i (pembawaan) manusia karena adanya kesanggupan berfikir,
Sedangkan aliran religius rasional lebih menekankan pada implementas i
potensi yang dimiliki oleh peserta didik yang semuanya itu dapat ditentukan
oleh bagaimana seorang peserta didik dapat menggunaka n akalnya dengan
baik.

18 Mahmud Arif, Op, Cit,. hlm.121-122.

9
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pemaparan diataas dapat disimpulkan bahwa dalam Islam memilik i


kesamaan dengan berbagai aliran-aliran dalam pendidikan klasik. Dalam aliran
empirisme Persamaannya: Keduanya sepakat bahwa anak yang baru lahir adalah
bersih, ibarat kertas putih yang siap ditulisi oleh pendidik. Dalam aliran nativis me
Persamaannya: Keduanya mengakui pentingnya faktor pembawaan. Peserta didik
berperan besar dalam membentuk dan mengembangkan potensi yang ada dalam
dirinya. Sedang pendidik bertugas mendampingi peserta didik mengembangka n
potensinya. Jadi, pendidik hanya sebagai fasilitator dalam pendidikan. Dalam aliran
konvergensi Persamaannya: Keduanya mengakui pentingnya faktor endogen dan
eksogen dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian peserta didik.
Dalam aliran pendidikan islam sesuai dari paparan di atas, dapat
disimpulkan bahwa aliran konservatif dalam hal pendidikan cenderung bersikap
murni keagamaan Aliran pragmatis menekankan bahwa ilmu pengetahuan dan
pembelajaran adalah tabi’i (pembawaan) manusia karena adanya kesanggupan
berfikir, Sedangkan aliran religius rasional lebih menekankan pada implementas i
potensi yang dimiliki oleh peserta didik yang semuanya itu dapat ditentukan ole h
bagaimana seorang peserta didik dapat menggunakan akalnya dengan baik. Karena
dengan akal lah seseorang dapat memahami tentang sesuatu pengetahua n,
kebenaran dan juga dapat mengetahui baik-buruknya sesuatu

10
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mahmud. 2008. Pendidikan Islam Transformatif . Yogyakarta: Pelangi

Aksara

Arifin,M. 1994. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Jawwad Ridla, Muhammad. 2002. Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam:

Perspektif Sosiologi Filosofi. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

An-Nahlawi, Abdurrahman, 1996,Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam,


Bandung:CV. Diponegoro
Sukardjo, M dan Ukim komarudin. 2009. landasan pendidikan, Jakarta: Rajawali

Pers.

Yudi Prahara, Erwin. Materi Pendidikan Agama Islam. Ponorogo: STAIN Po Press.

11

Anda mungkin juga menyukai