Pendahuluan
Pendidikan anak selalu menarik dan menjadi topik permbicaraan para ahli
pendidikan dari masa ke masa, seiring dengan perubahan zaman. Para ahli
pendidikan
Islam,
seperti
al-Qabisi,
Ibnu
Sina,
dan
al-Ghazali
telah
pengalamannya,
pengetahuannya,
kecakapannya,
sera
keft-
arnpilannya kepada generasi muds untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan
bersama sebaik-baiknya. Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa corak pendidikan itu
eras hubungannya dengan corak penghidupan. Karenanya jika corak penghidupan itu
berubah, maka corak pendidikannya akan berubah pula, agar si anak siap untuk
memasuki lapangan pendidikan itu (Soegarda Poerbakawatja, 1970: 11). Definisi
yang terakhir ini sejalan dengan definisi K.H. Dewantara sebelumnya.
Dan ketiga rumusan pendidikan di atas jika dipadukan akan terlihat bahwa pendidikan
merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, seksama,' terencana, dan
bertujuan yang dilaksanakan oleh orang dewasa dalam arti memiliki bekal ilmu
pengetahuan dan ketrampilan menyampaikannya kepada anak didik secara bertahap.
Apa yang diberikan kepada anak didik itu sedapat mungkin dapat menolong tugas
dan perannya di masyarakat, dimana kelak mereka hidup. Anak didik atau terdidik
di sini difokuskan pads anak-anak.
Pemikiran PendidikanAnak Menurut Intelektual Muslim
Pendidikan anak dalam Islam pads dasarnya adalah bagian dari pendidikan
Islam. Pendidikan Islam itu sendiri mempunyai sesuatu yang diharapkan terwujud
setelah orang mengalami pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian
seseorang
yang
membuatnya
menjadi
kwnil."Denganpolataqwamsankamilartmyamanusiautuhrohamdanjasmam,
"insan
dapat
hidup dan berkembang secara wajar.dan normal karena takwanya kepada Allah
SWT.
Dari sini dapat diambil pengertian bahwa pendidikan anak dalam Islam
diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya
serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam
dalamberhubungan dengan Allah dan dengan manusia sesamanya, dapat mengambil
manfaat yang semakin meningkat dan alam semesta ini juga untuk kepentingan hidup
di dunia lam dan di akhirat nanti. Tujuan ini kehhatannya terlalu ideal, sehingga sukar
dicapai. Tetapi dengan kc r a kerns yang dilakukan secara berencana dengan
kerangka-kerangka keda yang konsepsional mendasar, pencapaian tujuan itu
bukanlah sesuatu yang mustahil.
Selanjutnya, pendidikan anak dalam Islam dapat dilihat dari beberapa
pandangan pars tokoh pendidikan, diantaranya adalah:
1. Al-Ghazali
Imam al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad al-Ghazali (450H/1058M) (Fatiyah Hasan Sulaiman, ted. H. S. Agil
Husin al-Munawar dan Hadri Hasan, 1993:9). la adalah termasuk ke dalam
kelompok sufistik yang banyak menaruh perhatian besar terhadap pendidikan,
karena pendidikan banyak menentukan corak kehidupan suatu bangsa dan
pemikirannya. Dalam masalah pendidikan'ia lebih cenderung berpaham empirisme.
Hal ini antara lain disebabkan karena ia sangat menekankan pengaruh pendidikan
terhadap anak didik..
Menurut al-Ghazali anak dilahirkan tanpa dipengaruhi oleh sifat-sifat hereditas
kecuali hanya sedikit sekali, karena faktor pendidikan, lingkungan dan masyarakat
merupakan faktor yang paling kuat mempengaruhi sifat-sifat anak. Pendapat beliau ini
sejalan dengan pendapat pars ahli psikologi (behaviorisme) yang mengingkan adanya
pengaruh faktor keturunan ini secara mutlak. Pandangan im mirip dengan pandangan yang
menyatakan bahwa anak lahir ke dalam kehidupan dengan akal pikirannya bagaikan
lembaran putih yang bersih dari ukiran atau gambar-gambar (seperti teori tabula rasa, John
Locke).
Oleh karena itu, dalam pandangannya seorang anak tergantung kepada, kedua orang tua
yang mendidiknya hati seorang anak itu bersih, mumi, laksana permata yang amat berharga,
sederhana dan bersih dari gambaran apapun (Ali al-Jumbulati Abdul Futuh al-Thwaisi,
1994:147). Jelaslah pendapat beliau bahwa anak adalah dilahirkan dalam fitrah yang
netral, dimana orang tua keduanya yang membentuk agamanya kapan saja dan di mana
saja. Hal ini dapat kits buktikan bahwa anak berwatak buruk karena belajar dari
keburukan penlaku lingkungan di mana is hidup serta cara-cara bergaul dengan lingkungan itu,
juga dengan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di lingkungan tersebut. Sama halnya dengan
tubuh anak waktu lahir dalam keadaan kurang sempurna, kemudian menjadi sempurna dan
kuat melalui pertumbuhan dan pendidikan serta makanannya. Dernikianlah tabiat
dibentuk atas fitrah kejadiannya yang sebalk-baAmya, yaitu mula-mula dalam bentuk yang
lemah, kemudian menjadi kuat dan sempurna, serta indah melalui pendidikan yang baik
yang menurut pendapatnya merupakan peker aan yang krusial (rawan terhadap bahaya).
Tujuan pendidikan menurut al-Ghazali adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT. bukan mencari kedudukan, kemegahan dan kegagahan atau mendapatkan
kedudukan yang menghasilkan uang. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan pads
mendekatkan din kepada. Allah, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian, dan
permusuhan (Muhammad Athiyyah al-Abrasyi, 1975:237). Lebih lanjut al-Ghazali
mengatakan bahwa orang yang berakal sehat adalah orang yang dapat menggunakan
dunia untuk tujuan akhirat, sehingga orang tersebut derajatnya lebih tinggi di sisi Allah dan
lebih lugs kebahagiaannya di akhirat. Ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan menurut
al-Ghazali tidak sama sekali menistakan dunia, melainkan dunia itu hanya sebagai alas. Hal
ini dapat dipahami al-Gha7A]i dari isyarat al-Qur'an: "Kehidupan dunia.itu hanyalah
kesenangan yang menipu" (QS. Al-Hadid (57):20). "Sesungguhnya kehidupan akhirat itu lebih
baik bagimu daripada aripada kehidupan dunia" (QS. Al-Dhuha (93):4).
2.
Al-Qabisi
Al.-Qabisi adalah salah seorang tokoh ulama ahli hadis dan seorang pakar pendidikan.
Hidup pads 324-403 H di kota Qaerawan, Tunisia. Nama lengkap nya adilah Abu Hasan
Ali bin Mohammad bin Khalaf al-Qabisi. Lahir pads bulan Rajab tahun 224 H atau 13 Mei
1936 M. Di kota. Qaerawan dan wafat pads tanggal 3 Rabiul Awwal 403 H atau. 23
Oktober 1012 M (N4uharnamd Munir Mursyi, 1980:229).
AI-Qabisi sebagai ahli fiqih dan hadis mempunyai pendapat tentang pendidikan yaitu
3.
Ibnu Sina
Pemikiran pendidikan Ibnu Smiadapat telaah dari beberapa pandangannya tentang tujuan
pendidikan, kurikulum, metode, guru dan pelaksanaan hukuman. Tujuan pendidikan dalam
pandangan Ibnu Sina harus diarahkan pads pengembangan selunih potensi yang dimiliki
seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual,
dan budi pekerti. Selai itu, tujuan pendidikan harus diarahkan pads upaya mempersiapkan
seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan
pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan,
kecenderungan dan potensi yang dimilikinya (Abuddin Nata, 2001:67).
Kurikulum yang diajarkan pads anak harus didasarkan pads tingkat perkembangan
usia anak didik. Untuk usia 3 sampai 5 tahun diberikan mata pelajaran olah raga, budi
pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian. Sedangkan unt A usia 6 sampai 14 tahun
mencakup pelajaran niembaca dan menghafal al-Qur'an, pelajaran agama, pelajaran syair
dan pelajaran olah raga. Selanjutnya kurikulum untuk usia 14 tahun ke atas adalah berbeda
dari usia lainnya. Matti pelajaran yang diberikan amat banyak jumlahnya, namun pelajaran
tersebut dipilih sesuai dengan bakat dan minas si anak.
Dalam pandangan Ibnu Sina setiap pembahasan materi pelajaran harus didasarkan pads
pertimbangan psikologis. Untuk itu, suatu mata pelajaran tertentu tidak akan dapat
dijelaskan kepada bermacam-macam anak didik dengan sate cara saja, melainkan harus
dicapai dengan berbagai cara sesuai dengan perkembangan psikologisnya. Adapun
metode pengajaran yang ditawarkan oleh Ibnu Sina antara lain metode talqln, demonstrasi,
pembiasaan dan teladan, diskusi, magang dan penugasan.
Mengenai konsep guru, Ibnu Sina mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru
yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik
anak, berpenampilan tenting, tidak bennuka masam, sopan santun, bersih dan suci murni.
Selain itu seorang guru sebaiknya kaum prig yang terhormat dan menonjol budi pekertinya,
cerdas, teliti, sabar, telaten dalam membimbing anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu,
gemar bergaul dengan anak-anak, tidak keras hati dan senantiasa menghias diri. Demikian
pula suka mengutamakan kepentingan umat daripada kepentingan sendiri, menjauhkan diri
dari sifat raja dan orang yang berakhlak rendah, mengetahui etika dalam majelis ilmu, sopan
dan santun dalam berdebat, berdiskusi dan bergaul.
Yang terakhir adalah tentang hukuman dalam pengajaran. Ibnu Sina mendasarkan pads
sikapnya yang sangat menghargai martabat manusia. Dalam keadaan terpaksa hukuman
dapat dilakukan dengan cara yang amat hatihati. Sebab manusia memiliki naluri ingin
disayang, tidak suka diperlakukan kasar dan lebih suka diperlakukan dengan lemah lembut.
Alas dasar pandangan kemanusiaan inilah Ibnu Sina membatasi pelaksanaan hukuman (Abuddin
Nata, 2001:70-78).
Demikianlah beberapa percikan pemikiran dari pars tokoh pendidikan Islam. Sebagian
besar mengarah pads hal-hal yang bersifat religius dengan pemikiran yang bersifat
filosofis. Hal ini sangat wajar mengingat dalam perkembangan pemikiran pendidikan
Islam masih banyak mengacu pads ayatayat al-Qur'an ataupun hadis yang kemudian diter
emahkan dalam bahasa pendidikan.
dapat menjamin Pendidikan secara alamiah. Pads saat itu ia mengan jurkan agar para ibu
kembali mau menyusui anaknya sendiri. Pads mass itu banyak ibu terutama dari
kalangan atas tidak suka menyusui anaknya walaupun hal tersebut memungkinkan.
hinsip bahwa dalam mendidik anak, orang tea perlu memberi kebebasan kepada anak
agar tumbuh dan berkembang secara alamiah (Soemantri Patinodewono, 1998:4).
3. Johan Heindrick Pestalozzi (1746-1827)
Pestalozzi dilahirkan di Swiss. Ia sangat dipengaruhi oleh Rousseau khususnya
bukunya berjudul Emile dan juga dengan konsep 'back to nature'. Pads tahun 1774 ia
mendirikan
sekolah
yang
disebut
neuhof
di
tanah
pertaniannya.
Ia
Adapun cara belajar yang terbaik untuk mengenal berbagai konsep adalah melalui
pengalaman, seperti dengan menghitung, mengukur, merasakan dan menyentuhnya.
Guru adalah yang paling baik untuk mengajar anak, bukan subyek sendiri. Oleh
karena. itu, Pestalozzi sangat menganjurkan pengelompokan yang terdiri dari
berbagai tahapan usia di sekolah. Lingkungan rumah, dianggap sebagai pusat
kegiatan bagi para ibu dalam mendidik anak. Ibu mempunyai tanggung jawab yang
terbesar dalam pendidikan anak (The Great Deductic William Boyd, 1959:5-6).
4. Friederich Wilhelm Frobel (1782-1852)
Ia
dilahirkan
di
Jerman
dan
mengabadikan
kehidupannya
dalam
mengembangkan suatu sistem untuk mendidik anak. Frobel dianggap sebagai ayah
dari pendidik anak usia bayi, selain itu dikenal sebagai pencipta 'garden of children'
atau kindergarten (taman kanak-kanak),yang didirikan pads tahun 1837 di
Blankenburg Jerman.
Pandangan
Frobel
tentang
pendidikan
merupakan
perluasan
dari
1998: 6-7).
5. John Dewey (1859-1952)
John Dewey merupakan salah satu tokoh Amenka yang mempengaruhi
pendidikan di Ame;ika. Melalui posisinya sebagai seorang profescr dalam bidang
filsafat di Universitas Chicago dan Columbia, hasil tulisan dan pengalamannya
dalam praktek pendidikan menjadikannya sangat terkenal. Teori Dewey tentang
sekolah yang biasanya disebutprogessivisme lebih menekankan pads anak didik
dan minat anak daripada mats pelajarannya. Progessivisme lebih menekankan pads
anak didik dan minat anak daripada mats pelajarannya. sendiri. Dari hal tersebut
muncul pengertian child centered curriculum dan child centered schools. Gerakan
progresif tersebut mempertahankan bahwa sekolah sebaiknya mempersiapkan
anak guna menghadapi kehidupan mass kini bukan mass yang akan datang yang
belum jelas. Seperti apa yang ditulis dalam "My Pedagogical Creed" bahwa
pendidikan adalah proses dari kehidupan bukan persiapan guna mass yang akan
datang.
Di dalam kelas yang mengikuti teori Dewey anak-anak berpartisipasi dalam
kegiatan fisik, seperti kegiatan lari, lompat, dan lain-lain. Dalamkegiatan ini anak
melalui proses pendidikan dan kemudian mengembangkan minatnya dalam bidang
yang lain. Anak yang telah lebih berkembang akan belajar menggunakan alas-alas
dan obyek-obyek. Dewey menganggap ungkapan dan minat dikaitkan dengan
kegiatan atau pekerjaan seperti memasak dan pertukangan. Guna mengusahakan
timbulnya minat yang berkaitan dengan hal-hal yang barn, dan menggambarkan atau
menjelaskan bagaimana sesuatu hal berlangsung. Minas terhadap hal-hal yang bersifat
sosial dinyatakan dengan bagaimana seseorang melakukan hubungan interpersonal
(Soemantri Patmodewono, 1998:8-9).
Demikianlah beberapa percikan pemikiran singkat dari para pakar pendidikan
Barat, yang pads urnumnya menekankan pads pendidikan fisik, khususnya yang
berkaitan dengan permainan dan kesukaan anak-anak. Pemikiran pendidikan anak
dari Barat ini ada beberapa yang diadopsi dan dilaksanakan di Indonesia. Apalagi
pada akhir-akhir ini dengan semakin gencarnya kemajuan teknologi, semakin
banyak masyarakat yang melihat kehebatan teori-teori pendidikan anak dari Barat
yang mau tidak mau harus diperhatikan juga oleh pars orang tea di Indonesia.
Kesimpulan
Dari beberapa uraian singkat tentang pemikiran pendidikan anak baik di dunia
Islam maupun Barat, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pendidikan
anak merupakan sate hal yang sangat penting. Pendidikan pada mass kanak-kanak
akan sangat menentukan kehidupan mereka di mass mendatang. Pemikir
pendidikan anak di dunia Islam lebih cenderung bersifat filosofis-religius,
sedangkan pemikir dari Barat cenderung pada bersifat psikologis-akademis.
Meskipun terdapat perbedaan kecenderungan, namun dari beberapa pemikiran
tersebut dapat ditarik benang merah yang saling melengkapi yaitu bahwa
pendidikan anak harus bersifat komprehensif bukan hanya berdimensi filosofis-religius
atau psikologis-akademis, melainkan paduan di antara keduanya. Barangkali
ungkapan yang terakhir ini yang mendasari munculnya dan semakin pentingnya
pendidikan usia dini (PADU) dalam sistem pendidikan nasional. WaAllah A'lam bi
al-Shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Tarbiyah al-Islamiyyah wa