Anda di halaman 1dari 32

Aliran-aliran pendidikan

25 Mei 2015   11:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:38  229  1 0

Aliran-aliran Pendidikan

A.Nativisme

Istilah nativisme berasal dari kata natie yang artinya adalah terlahir. Aliran Nativisme
bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga
faktor lingkungan, termasuk faktor prndidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan
anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak
kelahiran.Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak.[1]

Tokoh aliran Nativisme adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860), dia adalah seorang filsuf
yang berkebangsaan Jerman yang sangat dikenal sebagai orang yang pesimis dan
pemahamannya terhadap realitas sebagai yang tidak masuk akal.Dia berpendapat bahwa
faktor pembawaan yang bersifat kodrat dari kelahiran, yang tidak dapat diubah oleh alam
sekitar atau atau pendidikan itulah pribadi seseorang, bukan hasil pendidikan. Tanpa potensi
hereditas yang baik, seseorang  tidak mungkin mencapai taraf  yang dikehendaki, meskipun
dididik dengan maksimal.[2]Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar
ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat
dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya, jika anak memiliki bakat baik, ia akan
menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan
berguna  bagi perkembangan anak itu sendiri.[3]

Contoh dari pandangan nativisme adalah anak mirip orang tuanya secara fisik dan akan
mewarisi sifat dan bakat orangtuanya. Misalnya, seorang anak yang berasal dari keluarga ahli
seni musik, maka anak tersebut akan berkembang menjadi seniman musik yag mungkin
melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan
orangtuanya.

Bertolak dari pemikiran diatas, maka konsep pendidikan Schopenhauer dapat dikemukakan
lebih lanjut senagai berikut:
Pertama, berkaitan dengan mendidik. Menurutnya, mendidik adalah tidak lain dari
membiarkan anak tumbuh berdasarkan pembawaannya. Berhasil tidaknya pendidikan
tersebut, bergantung kepada tinggi rendahnya jenis pembawaan yang dimiliki anak.
Pendidikan menurut aliran ini tidak memiliki kekuatan sama sekali. Dengan demikian, aliran
nativisme ini termasuk yang bersifat pesimistis dalam memandang pendidikan, yakni bahwa
pendidikan tersebut sebagai yang tidak ada nilainya.

Jika pandangan kaum nativisme tersebut dihubungkan dengan ajaran islam tampak bahwa
ajaran tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima. Islam mengakui bahwa setiap manusia
memiliki kemampuan jasmani, akal, dan rohani yang dibawanya sejak lahir.Namun, berbagai
kemampuan tersebut tidak dapat dengan sendirinya tumbuh dan berkembang jika tidak
dilakukan pembinaan.Kemampuan tersebut baru merupakan potensi atau bahan yang masih
harus dibentuk.[4]Tentang adanya potensi yang harus dikembangkan dan dibina ini dapat
dipahami dari ayat yang artinya: ‘dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati, agar kamu bersyukur.”(QS. Al-Nahl, 16:78).

B.Empirisme

Aliran Empirisme atau aliran yang berdasarkan pada pengalaman bertolak dariLockean
Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkmbangan manusia, dan
menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan
pembawaan tidak dipentingkan.Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-
hari di didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulant-stimulan.Stimulasi ini berasal dari
alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
[5] Aliran ini sangan berlawanan dengan aliran nativisme yang  beranggapan bahwa
perkembangan manusia tergantung pada faktor bawaan(keturunan) dan bukan dari
lingkungan.

Seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1632-1704) mengembangkan sebuah teori yang
disebut dengan Teori “Tabula Rasa” yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia
seperti kertas kosong (putih) atau meja berlapis  lilin yang belum ada tulisan di atasnya. Oleh
karena itu, kertas kosong tersebut dapat ditulisi sekehendak hati yang menulisnya, dan
lingkungan itulah yang menulis kertas kosong tersebut.Menurut teori ini, kepribadian
didasarkan pada lingkungan pendidikan yang didapatinya atau perkembangan jiwa seseorang
semata-mata bergantung kepada pendidikan.[6]

Misalnya, ada dua anak lahir kembar, dan dari kecil mereka dipisahkan dan dibesarkan pada
lingkungan yang berbeda.Satu dari mereka dididik oleh keluarga yang kaya raya dan
disekolahkan di sekolah modern, dan yang satu dididik oleh keluarga miskin di sebuah desa.
Ternyata pertumbuhannya tidak sama.

Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman, sedangkan kemampuan dasar
yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan.Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil
meskipun lingkungan tidak mendukung.[7]

Dalam pandangan Islam, teori empirisme atau behaviorisme yang dikemukakan John Locke
tersebut tidak sepenuhnya dapat  diterima. Islam mengakui bahwa lingkungan atau
pendidikan memiliki pengaruh dalam pembentukan pribadi anak. Ibn Miskawaih, Ibn Sina,
dan al-Ghazali misalnya mendukung paham tersebut. Para filsuf Islam tersebut misalnya
berpendapat, bahwa jika lingkungan atau pendidikan tidak berpengaruh pada pembentukan
pribadi manusia, maka kehadiran para Nabi menjadi sia-sia.Kenyataa menunjukkan bahwa
dengan kedatangan para Nabi, keadaan masyarakat menjadi berubah dari keadaan yang
tersesat menjadi lurus, dari keadaan berbuat zalim menjadi berbuat baik, dari keadaan bodoh
menjadi pandai, dari keadaan biadab menjadi beradab dan seterusnya. Nabi Muhammad Saw
misalnya menyatakan bahwa ia diutus ke muka bumi ini adalah untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia.

Namun demikian, Islam tidak memutlakkan peran lingkungan atau pendidikan dan
menghilangkan peran hidayah Allah Swt. Islam memandang bahwa lingkungan tidak
sepenuhnya dapat membentuk orang menjadi baik.Buktinya ada anak seorang Nabi yang
tidak menjadi orang yang beriman. Di dalam Al-Qur’an Allah Swt,
menyatakan:sesungguhnya  kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang
kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah
lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS Al-Qashash,
28:56).  Dengan demikian, terlihat dengan jelas bahwa pemikiran pendidikan empirisme atau
behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diterima dalam ajaran Islam.
C.Konvergensi

Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam
memahami tumbuh kembang manusia.Karena aliran ini merupakan perpaduan dari aliran
sebelumnya, yaitu nativisme dan empirisme. Seorang tokoh pendidikan Jerman bernama
William Stern (1871-1939) berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah
disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk, sedangkan perkembangan anak
selanjunya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-
sama berperan penting.[8]

Bakat yang dibawa anak pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya
dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan
yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada
diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu.

Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata.Pada anak
manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi lingkungannya, anak berbicara
dalam bahasa tertentu.Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan
pembawaan bahasanya. Karena itu tiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa
lingkungannya, misalnya bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Indonesia, dan sebagainya.
Kemampuan satu anak dengan anak yang lain (yang tinggal dalam lingkungan yang sama)
untuk mempelajari bahasa mungkin tidak sama. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan
kuantitas pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan, biarpun lingkungan anak-anak
tersebut menggunakan bahasa yang sama.

Di kalangansebagian pemikir Islam ada yang berpendapat , bahwa ajaran Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad Saw adalah ajaran yang mendukung teori konvergensi. Pendapat ini
didasarkan pada hadis Nabi yang artinya: bahwa setiap anak yang dilahirkan telah membawa
fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak tersebut menjadi Yahudi,
Nasrani atau Majusi.(HR Baihaqi)

Namun demikian, Islam sesungguhnya lebih tepat dikatakan sebagai penganut paham
konvergensi plus, yakni bahwa keberhasilan pendidikan selain disebabkan karena usaha
manusia, juga karena hidayah dari Allah Swt. Hal ini dapat dipahami dari QS Al-Waaqi’ah
(56) ayat 63-64 yang artinya: maka apakah kamu memerhatikan apa-apa yang kamu tanam?
Apakah kamu menumbuhkannya atau kami yang menumbuhkannya?.Dengan berpegangan
ayat tersebut, maka Islam menganut paham konvergensi plus, atau konvergensi yang
memadukan antara usaha manusia dengan kehendak Tuhan.Hal ini sejalan pula dengan
ideology pendidikan Islam yang bercorak humanism theo-centris, yakni ideology yang
memahami penggabungan antara usaha manusia dan kehendak Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Umar Tirtarahardja, Pengantar Pendidikan.2008. Jakarta:PT Rineka Cipta

Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. 2012. Jakarta: PT Raja Grafindo

PersadaWiji Suwarno, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan.  2009. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media


ALIRAN-ALIRAN KLASIK DALAM PENDIDIKAN
 
1.  Aliran Nativisme
      

Istilah Nativisme dari asal kata natives yang artinya terlahir. Nativisme adalah
sebuah doktrin filosofis yang berpangaruh besar terhadap pemikiran psikologis.
Tokoh utama aliran ini adalah Arthur Schopenhauer(1788-1869), seoran filosofis
Jerman. Airan ini identik dengan pesimistisyang memandang segala sesuatu dengan
kaca mata hitam. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu telah di
tentukan oleh faktor-faktor yang di bawa manusia sejak lahir,pembawaan yang telah
terdapat pada waktu lahir itulah yang menentukan hasil perkembangannya. Menurut
aliran nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Dalam
ilmu pendidikan pandangan seperti ini di sebut pesimistis pedagogis.
Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak
akan berguna untuk perkembangan anak itu sendiri. Bagi nativisme lingkungan
lingkungan sekitar tidak mempengaruhi perkembangan anak, penganut aliran ini
menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat maka dia akan menjadi
jahat, sebaliknya kalau anak mempunyai pembawaan baik maka dia akan baik.
pembawaan baik dan buruk ini tidak dapat di ubah dari luar.
Jadi menurut pemaparan di atas telah jelas bahwa pendidikan menurut aliran
nativisme tidak bisa mengubah perkembangan seorang anak atau tidak mempunyai
pengaruh sama sekali. Karena menurut mereka baik buruknya seoang anak di
tentukan oleh pembawaan sejak lahir, dan peran pendidikan di sini hanya sebatas
mengembangkan bakat saja. Misalnya: seorang pemuda sekolah menengah
mempunyai bakat musik, walaupun orang tuanya sering menasehati bahkan
memarahinya supaya mau belajar, tapi fikiran dan perasaanya tetap tertuju pada musik
dan dia akan tetap berbakat menjadi pemusik.
 
2.  Aliran Naturalisme
      

Nature artinya alam atau yang di bawa sejak lahir. Aliran ini di pelopori oleh
seorang filusuf Prancis JJ. Rousseau(1712-1778). Berbeda dengan nativisme
naturalisme berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai
pembawaan baik, dan tidak satupun dengan pembawaan buruk. Bagaimana hasil
perkembangannya kemudian sangant di tentukan oleh pendidkan yang di terimanya
atau yang mempengaruhinya. Jika pengeruh itu baik maka akan baiklah ia akan tetapi
jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula hasilnya. seperti dikatakan oleh tokoh aliran
ini yaitu J.J. Rousseau sebagai berikut:”semua anak adalah baik pada waktu baru
datang dari sang pencipta, tetapi semua rusak di tangan manusia”. Oleh karena itu
sebagai pendidik Rousseau mengajukan “pendidikan alam” artinya anak hendaklah di
biarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya, manusia atau masyarakat
jangan banyak mencampurinya. Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang
di berikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu,
aliran ini juga di sebut negativisme.
Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Yang di laksanakan adalah
menyerahkan anak didik kea lam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak
oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu. Rousseau ingin
menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba di buat-buat sehingga
kebaikan anak-anak yang di peroleh secara alamiyah sejak saat kelahirannya itu dapat
berkembang secara sepontan dan bebas. Ia mengusulkan perlunya permainan bebas
kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaannya, kemampuannya dan
kecenderungannya.
Jadi menurut aliran ini pendidikan harus di jauhkan dari anak-anak, seperti di
ketahui, gagasan naturalism yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat ini
malah terbukti sebaliknya pendidikan makin lama makin di perlukan.
 
3.  Aliran Empirisme
      

Kebalikan dari aliran empirisme dan naturalisme adalah empirisme dengan


tokoh utama Jhon Locke(1632-1704). Nama asli aliran ini adalah the school of british
empirism(aliran empirisme inggris).
Doktrin aliran empirisme yang sangat mashur adalah tabula rasa, sebuah
istilah bahasa latin yang berarti buku tulis yang kosong atau lembaran kosong.
Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan dan pendidikan
dalam arti perkembangan manusia semata-mata bergantung pada lingkungan dan
pengalaman pendidikannya. Sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir di anggap
tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini para penganut empirisme menganggap setiap
anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong dan tak punya kemapuan apa-
apa.
Aliran empirisme berpendapat berlawanan dengan aliran nativisme dan
naturalisme karena berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi manusia
dewasa itu sama sekali di tentukan oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan
pengalaman yang di terimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat di didik menjadi
apa saja(kearah yang baik maupun kearah yang buruk) menurut kehendak lingkungan
atau pendidikannya. Dalam pendidikan pendapat kaum empiris ini terkenal dengan
nama optimisme pedagogis.
Dari pemaparan dan contoh di atas jelas menurut pandangan empirisme bahwa
peran pendidik sangat penting sebab akan mencetak anak didik sesuai keinginan
pendidik. Tapi dalam dunia pengetahuan pendapat seperti ini sudah tidak di akui lagi,
umumnya orang sekarang mengakui adanya perkembangan dari pengaruh pembawaan
dan lingkungan. Suatu pembawaan tidak dapat mencapai perkembangannya jika tidak
di pengaruhi oleh lingkungan.
Di samping itu orang berpendapat bahwa dalam batas-batas yang tertentu kita
dilahirkan dengan membawa intelegensi. Di katakana dalam batas-batas tertentu
karena sepanjang pengetahuan kita tahu bahwa intelegensi dapat kita kembangkan.
4.  Aliran Konvergensi
      
Aliran konvergensi merupakan gabungan dari aliran-aliran di atas, aliran ini
menggabungkan pentingnya hereditas dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang
berpengaruh dalam perkembangan manusia, tidak hanya berpegang pada pembawaan,
tetapi juga kepada faktor yang sama pentingnya yang mempunyai andil lebih besar
dalam menentukan masa depan seseorang.
Aliran konvergensi mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkemangan
manusia itu adalah tergantung pada dua faktor, yaitu: faktor bakat/pembawaan dan
faktor lingkungan, pengalaman/pendidikan. Inilah yang di sebut teori konvergensi.
(convergentie=penyatuan hasil, kerjasama mencapai satu hasil. Konvergeren=menuju
atau berkumpul pada satu titik pertemuan).
Menurut William Stern(1871-1939), seorang anak di lahirkan di dunia sudah disertai
pembawaan baik maupun buruk. Bakat yang di bawa pada waktu lahir tidak akan
berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk
perkembangan bakat itu. sebaliknya lingkungan yang baik dapat menghasilkan
perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat
yang di perlukan untuk pengembang itu. sebagai contoh pada hakikatnya kemampuan
anak berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil konvergensi. Pada anak manusia
ada pebawaan untuk berbicara dan melalui situasi lingkungannya anak belajar
berbicara dalam bahasa tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam
mengembangkan pembawaan bahasanya, karena itu anak manusia mula-mula
menggunakan bahasa lingkungannya.
 
Karena itu teori W. Stern di sebut teori konvergensi(memusatkan ke satu titik). Jadi
menurut teori konvergensi:
  Pendidikan mungkin untuk di laksanakan
  Pendidikan di artikan sebagai pertolongan yang di berikan lingkungan kepada
anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah
berkembangnya potensi yang kurang baik.
  Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
 
Dari ketiga teori tersebut jelaslah bahwa semua yang berkembang dalam diri suatu
individu di tentukan oleh pembawaan dan juga oleh lingkungannya. Seorang anak
dapat berkata-kata juga di pengaruhi oleh dua faktor, pembawaan dan lingkungan.
Jika salah satu dari kedua faktor itu tidak ada, tidaklah mungkin lepandaian berkata-
kata dapat berkembang.
 
5. Pengaruh Aliran-aliran Klasik Terhadap
      

Pemikiran dan Praktek Pendidikan  di


Indonesia.
Di indonesia telah di terapkan berbagai aliran-aliran pendidikan, penerimaan
tersebut dilakukan dengan pendekatan efektif fungsional yakni diterima sesuai
kebutuhan, namun ditempatkan dalam latar pandangan yang konvergensi.
Meskipun dalam hal-hal tertentu sangat diutamakan bakat dan potensi lainnya
dari anak, namun upaya penciptaan lingkungan untuk mengembangkan bakat dan
kemampuan itu diusahakan pula secara optimal. Dengan kata lain, meskipun peranan
pandangan empirisme dan nativisme tidak sepenuhnya ditolak, tetapi penerimaan itu
dilakukan dengan pendekatan eksistis fungsional yakni diterima sesuai dengan
kebutuhan, namun di tempatkan dalam latar pandangan yang konvergensi seperti telah
dikemukakan, tumbuh-kembang, manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni
hereditas, dan anugerah. Faktor terakhir itu merupakan pencerminan pengakuan atas
adanya kekuasaan yang ikut menentukan nasib manusia.
Dari paparan diatas jelas bahwa Indonesia yang mayoritas agama islam lebih
condong pada aliran konvergensi yakni factor yang mempengaruhi perkembangan
adalah pembawaan dan lingkungan.pembawaan merupakan potensi-potensi yang ada
pada diri manusia sejak lahir yang perlu dikembangkan dengan adanya pendidikan
atau lingkungan.
Dewasa ini hampir tidak ada yang menganut teori nativisme, naturalisme,
maupun empirisme, mereka lebih condong pada aliran konvergensi.
 
 Gerakan Baru Pendidikan dan Pengaruhnya
terhadap Pelaksanaan di  Indonesia
            Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang komplek menuntut penanganan untuk
meningkatkan kualitasnya, baik yang bersifat menyeluruh maupun pada beberapa komponen
tertentu saja. Gerakan-gerakan baru dalam pendidikan pada umumnya adalah upaya
peningkatan mutu pendidikan hanya dalam satu atau beberapa komponen saja. Meskipun
demikian, sebagai suatu sistem penanganan satu atau beberapa itu akan mempengaruhi pula
komponen lainnya. Beberapa dari gerakan-gerakan baru tersebut memusatkan diri pada
perbaikan dan peningkatan kualitas kegiatan belajar mengajar pada sistem persekolahan,
seperti pengajaran alam sekitar, pengajaran pusat perhatian, sekolah kerja, pengajaran proyek,
dan sebagainya (Suparlan, 1984; Soejono, 1958). Gerakan-gerakan baru itu pada
umumnya telah memberi kontribusi secara bervariasi terhaap penyelenggaraan kegiatan
belajar mengajar di sekolah sekarang ini.
a.       Pengajaran Alam Sekitar
Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakan
pengajaran alam sekitar, perintis gerakan ini antara lain: Fr. A. Finger (1808-1888) di Jerman
dengan heimatkunde (penajaran alam sekitar), dan J. Ligthart (1859-1916) di Belanda
denganHet Volle Leven(kehidupan senyatanya). Beberapa prinsip
gerakan Heimatkunde adalah:
1). Dengan pengajaran alam sekitar itu guru dapat meragakan secara langsung.
Pentingnya pengajaran dengan meragakan atau mewujudkan itu sesuai dengan sifat-sifat atau
dasar-dasar pengajaran.
2). Pengajaran alam sekitar memberikan engajaran sebanyak-banyaknya agar anak aktif
atau giat tidak hanya duduk, mendengar, dan mencatat saja.
3). Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran totalitas, yaitu
suatu bentuk pengajaran dengan ciri-ciri dalam garis besarnya sebagai berikut:
            a). Suatu pengajaran yang tidak mengenai pembagian mata pengajaran dalam daftar
pengajaran, tetapi guru memahami tujuan pengajaran dan mengarahkan usahanya untuk
mencapai tujuan.
            b). Suatu pengajaran yang menarik minat, karena segala sesuatu dipusatkan atas suatu
bahan pengajaran yang menarik perhatian anak dan diambilkan dari alam sekitarnya.
            c). Suatu pengajaran yang memungkinkan segala bahan pengajaran itu berhubung-
hubungan satu sama lain seerat-eratnya secara teratur.
      4). Pengajaran alam sekitar memberikan anak bahan apersepsi intelektual yang kukuh dan
tidak verbalistis. Apersepsi intelektual adalah segala sesuatu yang baru dan masuk di dalam
intelek anak, harus dapat luluh menjadi satu dengan kekayaan pengetahuan yang sudah
dimiliki anak. hrus terjadi proses asimilasi antara pengetahuan lama denagn pengetahuan
baru.
       5). Pengajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional, karena alam sekitar
mempunyai ikatan emosional dengan anak.
            Untuk anak maupun orang dewasa tidak ada perbedaan alam sekitar, segala kejadian
di alam sekitarnya merupakan sebagian dari hidupnya sediri, dalam duka maupun suka
(perhelatan, kelahiran, kematian, pesta desa, panen, penanaman ladang, dan sebagainya).
Bahkan kolam, kali, gunung, ladang, jalan, itu semua merupakan bagian dari dirinya atau
dirinya adalah bagian dari itu semua. Demikianlah alam sekitar sebagai fundamen pendidikan
dan pengajaran memberikan dasar emosional, sehingga anak menaruh perhatian yang spontan
terhadap segala sesuatu yang diberikan kepadanya asalkan itu didasarkan atas dan diambil
dari alam sekitar.
            Sedangkan J. Lingthart mengemukakan pegangan dalan Het Volle Leven sebagai
berikut:
1). Anak harus mengetahui barangnya terlebih dahulu sebelum mendengar namanya,
tidak kebalikannya, sebab kata itu hanya suatu tanda dari pengertian tentang barang itu.
2). Pengajaran sesungguhnya harus mendasarkan pada pengajaran selanjutnya atau
mata pengajaran yang lain harus dipusatkan atas pengajaran itu.
3). Harus diadakan perjalanan memasuki hidup senyatanya kesemua jurusan, agar
murid paham akan hubungan antara bermacam-macam lapangan dalam hidupnya(pengajaran
alam sekitar).
            Pokok-pokok pendapat pengajaran alam sekitar tersebut telah banyak dilakukan di
sekolah, baik dengan peragaan, penggunaan bahan lokal dalam pengajaran, dan lain-lain.
Seperti telah dikemukakan bahwa beberapa tahun terakhir ini telah ditetapkan adanya muatan
lokal dalam kurikulum, termasuk penggunaan alam sekitar. Dengan muatan lokal tersebut
diharapkan anak semakin dekat dengan alam dan masyarakat lingkunganny. Di samping alam
sekitar sebagai isi bahan ajaran, alam sekitar jiga menjadi kajian empirik melalui percobaan,
studi banding, dan sebagainya. Dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar,
anak akan lebih menghargai, mencinti, dan melestarikan lingkungannya.
b.      Pengajaran Pusat Perhatian
Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat Decroly(1871-1932) dari Belgia
dengan pengajaran melalui  pusat-pusat minat (Centres d’interet), di samping pendapatnya
tentang pengajaran global. Pendidikan menurut Decroly berdasarkan pada semboyan: Ecole
pour la vie, par la vie (sekolah untuk hidup dan oleh hidup). Anak harus dididik untuk dapat
hidup dalam masyarakat dan dipersiapkan dalam masyarakat, anak harus diarahkan kepada
pembentukan individu dan anggota masyarakat. Oleh karena itu, anak harus mempunyai
pengetahuan terhadap diri sendiri (tentang hasyrat dan cita-citanya) dan pengetahuan tentang
dunianya (lingkungannya, tempat hidup dihari depannya). Menurut Decroly dunia ini terdiri
dari alam dan kebudayaan. Dan dunia itu harus hidup dan dapat mengembangkan
kemampuan untuk mencapai cita-cita. Oleh karena itu, anak harus mempunyai pengetahuan
atas diri sendiri dan dunianya. Pengetahuan anak harus bersifat subjektif dan objektif. Dari
penelitian secara tekun, Decroly menyumbangkan dua pendapat yng sangat berguna bagi
pendidikan dan pengajaran, yang merupakan dua hal yang khas dari Decroly, yaitu:
1). Metode Global(keseluruhan). Dari hasil yang didapat dari observasi dan test, dapatlah
ia menetapkan bahwa anak-anak mengamati dan mengingat secara globl(keseluruhan).
Mengingat keseluruhan lebih dulu daripada bagian-bagianny. Jadi ini berdasarkan prinsip
psikologi Gestalt. Dalam mengajarkan membaca dan menulis, ternyata mengajarkan kalimat
lebih mudah daripada mengajarkan kata-kata lepas. Sedangkan kata lebih mudah diajarkan
daripada mengajarkan huruf-huruf secara tersendiri. Metode ini bersifat videovisual sebab
arti sesuatu kata yang diajarkan itu selalu diasosiasikan enagn tanda (tulisan), atau gambar
yang dapat dilihat.
2). Centre d’interet (pusat-pusat minat). Dari penyelidikan psikologik, ia menetapkan
bahwa anak-anak mempunyai minat yang spontan(sewajarnya). Pengajaran harus disesuaikan
dengan minat-minat spontan tersebut. Sebab apabila tidak, maka pengajaran itu tidak banyak
hasilnya. Anak mempunyai minat-minat spontan terhadap diri sendiri, dan minat itu dapat
dibedakan menjadi:
(a). Dorongan mempertahankan diri
(b). Dorongan mencari makan dan minum
(c). Dorongan memelihara diri
Sedangkan minat terhadap masyarakat (biososial) ialah :
(a). Dorongan sibuk bermain-main
(b). Dorongan meniru orang lain
            Dorongan-dorongan inilah yang digunakan sebagai pusat-pusat minat. Sedangkan
pendidikan dan pengajaran harus selalu dihubungkan dengan pusat-pusat minat tersebut.
            Gerakan pengajaran pusat perhatian tersebut telah mendorong berbagai upaya agar
dalam kegiatan belajar mengajar diadakan berbagai variasi (cara mengajar, dan lain-lain) agar
perhatian siswa tetap terpusat pada bahan ajaran. Dengan kemajuan teknologi pengajaran,
peluang mengadakan variasi tersebut menjadi terbuka lebar , dan dengan demikian upaya
menarik minat menjadi lebih besar. Pemusatan perhatian dalam pengajaran biasanya
dilakukan bukan hanya pada pembukaan pengajaran, tetapi juga pada setiap kali akan
membahas subtopik yang baru. 
c.       Sekolah Kerja
Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandangan-
pandangan yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. Perlu
dikemukakan bahwa sekolah kerja itu bertolak dari pandangan, bahwa pendidikan hanya
demi kepentingan individu tetapi juga demi kepentingan masyarakat. Dengan kata lain,
sekolah berkewajiban menyiapkan warga negara yang baik.
 Menurut G. Kerschensteiner tujuan sekolah adalah:
(a). Menambah pengetahuan anak, yaitu pengetahuan yang didapat dari buku atau
orang lain, dan yang didapat dari penglaman sendiri.
(b). Agar anak dapat memiliki kemampuan dan kemahiran tertentu.
(c). Agar anak dapat memiliki pekerjaan sebgai persiapan jabatan dalam mengabdi
kepada negara.
            Kerschensteiner berpendapat bahwa kewajiban utama sekolah adalah mempersiapkan
anak-anak untuk dapat bekerja. Bukan pekerjaan otak yang dipentingkan, melainkan
pekerjaan tangan, sebab pekerjaan tangan adalah dasar dari segala pengetahuan adat, agama,
bahasa, kesenian, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Oleh karena demikian banyaknya macam
pekerjaan yang menjadi pusat pelajaran, maka sekolah kerja dibagi menjadi 3 golongan besar
yaitu :
(1). Sekolah-sekolah perindustrian (tukang cukur, tukang cetak, tukang kayu, tukang
daging, masinis, dan lain-lain).
(2). Sekolah-sekolah perdagangan (makanan, pakaian, bank, asuransi, pemegang
buku, porselin, pisau, dan gunting dari besi, dan lain-lain)
(3). Sekolah-sekolah rumah tangga, bertujuan mendidik para calon ibu yang
diharapkan akan menghasilkan warga negara yang baik.
                       
            Di Amerika Serikat, gema sekolah kerja dapat ditemukan  dalam gagasan-gagasan J.
Dewey tentang pendidikan, khususnya metode proyek. Disamping itu, gagasan sekolah kerja
sangat mendorong berkembangnya sekolah kejujuran di setiap negara, termasuk di Indonesia.
Peranan sekolah kejujuran pada tingkat menengah merupakan tulang punggung penyiapan
tenaga terampil yang diperlukan oleh negara-negara yang sedang dalam proses pembangunan
seperti Indonesia. Pendidikan keterampilan itu sangat diperlukan oleh setiap orang yang akan
memasuki lapangan kerja. Oleh karena itu, dalam rangka wajib belajar 9 tahun di Indonesia
akan dikembangkan pula paket program yang memberi peluang lulusannya untuk memasuki
lapangan kerja, dengan tidk mengabaikan pendidikan umum yang akan melanjutkan ke
SMTA. Disamping pengaruh sekolah kerja di program pendidikan jalur sekolah, pengaruh
terbesar gagasan ini adalah pada jalur pendidikan luar sekolah (seperti kursus-kursus, balai
latihan kerja, dan sebagainya).
d.      Pengajaran Proyek
Dalam pengajaran proyek, anak bebas menentukan pilihannya (terhadap pekerjaan),
merancang, serta memimpinnya. Proyek yang ditentukan oleh anak mendorong untuk
mencari jalan pemecahan bila ia menemui kesulitan. Anak dengan sendirinya giat dan aktif
karena sesuai dengan apa yang diinginkannya. Proyek itulah yang menyebabkan mata
pelajaran itu tidak terpisah-pisah antara yang satu dengan yang lain. Pengajaran berkisar di
sekitar pusat-pusat minat sewajarnya. Menurut Dewey yang menjadi kompleks pokok ialah
pertukangan kayu, memasak, dan menenun. Mata pelajaran seperti menulis, membaca, dan
berhitung serta bahasa tidak ada, sebab semua itu berjalan dengan sendirinya pada waktu
anak-anak melaksanakan proyek itu. Dalam pengajaran proyek, pekerjaan-pekerjaan
dikerjakan secara berkelompok untuk menghidupkan rasa gotong royong. Dalam bekerja
sama akan lahir sifat-sifat baik pada diri anak , seperti bersaing secara positif, bebas
menyatakan pendapat, dan disiplin yang sewajarnya. Sifat-sifat manusia tersebut sangat
diperlukan dalam masyarakat luas yang kapitalistik dan demokratik.
            Pengajaran proyek biasa pula digunakan sebagai salah satu metode mengajar di
Indonesia, antara lain dengan nama pengajaran proyek, pengajaran unit, dan sebagainya.
Yang perlu ditekankan bahwa pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk
memandang dan memecahkan masalah secara komprhensif, dengan kata lain menumbuhkan
kemampuan pemecahan masalah secara multidisiplin. Pendekatan multidisiplin tersebut
semakin lama semakin penting, terutama dalam masyarakat yang maju.
e.       Pengaruh Gerakan Baru dalam Pendidikan Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan di
Indonesia
Telah dikemukakan bahwa gerakan baru dalam pendidikan tersebut berkaita dengan
kegiatan belajar mengajar di sekolah, namun dasar-dasar pikirannya tentulah menjangkau
semua segi dari pendidikan, baik aspek konseptual maupun operasional. Sebab itu, mungkin
saja gerakan-gerakan itu tidak diadopsi seutuhnya di suatu masyarakat atau negara tertentu,
namun asas pokoknya menjiwai kebijakan-kebjakan pendidikan dalam masyarakat atau
negara itu. Sebagai contoh yang telah dikemukakan pada setiap paparan tentang gerakan itu
untuk Inonesia, seperti muatan lokal dalam kurikulum untuk mendekatkan peserta didik
dengan lingkungannya, berkembangnya sekolah kejujuran, pemupukan semangat kerja sama
multidisiplin dalam menghadapi masalah, dan sebagainya.
Akhirnya, perlu ditekankan lagi bahwa kajian tentang pemikiran-pemikiran pendidikan
pada masa lalu akan sangat bermanfaat untuk memperluas pemahaman tentang seluk-beluk
pendidikan, serta memupuk wawasan historis dri setiap tenaga kependidikan. Kedua hal itu
sangat penting karena setiap keputusan dan tindakan di bidang pendidikan, termasuk di
bidang pembelajaran, akan membawa dampak bukan hanya pada masa kini, tetapi juga masa
depan. Oleh karena itu, setiap keputusan dan tindakan itu harus dapat dipertanggugjawabkan
secara profesional. Sebagai contoh, beberapa tahun terakhir ini telah terjadi polemik tentang
peran pokok pendidikan (terutama jalur sekolah) yakni tentang masalah relevansi tentang
dunia kerja (siap pakai), apakah tekanan pada pembudayaan manusia yang menyadari harkat
dan martabatnya, ataukah memberi bekal keterampilan untuk memasuki dunia kerja. Kedua
hal itu tentulah sama pentingnya dalam membangun sumber daya manusia Indonesia yang
bermutu.
 
B. Dua Aliran Pokok Pendidikan di Indonesia
            Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia yaitu Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
dan Ruang Pendidikan INS Karya Tanam. Kedua aliran ini dipandang sebagai tonggak
pemikiran tentang Pendidikan di Indonesia. Tetapi, perlu dimengerti bahwaprakarsa dan
upaya di bidang pendidikan tidak terbatas oleh Taman Siswa dan INS saja. Secara historis,
pendidikan melembaga ( lebih banyak pada jalur luar sekolah) dikenal sebelum Belanda
menjajah Indonesia. Seperti padepokan, pesantren, dll. Setelah Belanda memperkenalkan
system persekolahan di Indonesia timbul upaya untuk mendirikan sekoolah RA Kartini
(1879-1904). Demikian pula tokoh di bidang keagamaan ( islam, Kristen, khatolik, dll) telah
merintis persekolahan yang bercorak keagamaan sesuai agamanya masing-masing. Salah satu
yang kini mempunyai sekolah tersebar diseluruh pelosok tanah air yaitu Muhammadyah yang
didirikan oleh K.H. Achmad Dachlan pada tahun 1912. Sedangkan yang bercorak kebangsaan
adalah Perguruan Taman siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tahun 3 juli
1922, ruang pendidik INS Kayu Taman didirikan oleh Muh. Sjafei pada 31 oktober 1926,
Kesatria Institut (Bandung), Perguruan Rakyat(Jakarta), dll. Selain itu, ada pula
pengembangan terhadap lembaga-lembaga yang ada seperti madrasah, seminari,
pesantren, modern, dll.
            Setelah kemerdekaan, telah diupayakan mengembangkan suatu system pendidikan
nasionalsesuai ketetapan ayat 2 Pasal 31 UUD 1945. Seperti yang telah dikemukakan bahwa
menjelang PJP II telah diletakkan landasan yuridis untuk penataan Sisdiknas dengan
ditetapkannya UU RI No. 2 tahun 1989 beserta peraturan pelaksanaannya. Sebagai satu
Sisdiknas, seluruh upaya dan lembaga pendidikan di Indonesia seyoginya berada dan sesuai
dengan aturan dari Sisdiknas tersebut termasuk gagasan atau  aliran pendidikan yang
dikembangkan di Indonesia. Oleh karena itu, dua aliran pokok Taman Siswa dan INS dalam
latar Sisdiknas yaitu sebagai berikut:
1.       Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Perguruan Kebangsaan Taman siswa didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara
( lahir 2 Mei 1889 dengan nama Suwardi Suryaningrat) mendirikan yayasan pada
tanggal 3 juli 1932, selanjutnya mendirikan Taman Indra ( Taman Kanak-kanak),
kursus guru, Taman Muda (SD), dan disusul Taman Muda sekaligus merangkap
Taman Guru (Mulo-Kweekschool). Dan sekarang dikembangkan Taman Madya.
Prasarjana, dan Sarjan Wiyata. Dengan demikian taman siswa meliputi semua jenjang
persekolahan, dari pendidikan sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. 
Perguruan Kebagsaan Taman Siswa dibagi menjadi dua meliputi:
a.       Asas dan Tujuan Taman Siswa
Perguruan Kebangsaan Taman Siswa memiliki tujuh asas perjuangan
untuk menghadapi pemerintah koloniaql Belanda sekaligus untuk
mempertahankan kelangsungan hidup yang bersifat nasional dan demokrasi.
Ketujuh asas tersebut disebut asas 1922 yang meliputi:
1.      Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan
mengingat terbitnya perseatuan dalam peri kehidupan umum. Dari asas
yang pertama ini jelas bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Taman
Siswa adalah kehidupan yang tertib dan damai ( tata dan tenteram, orde in
vrede). Kehidupan yang tertip dan damai hendaknya dicapai menurut dasar
kodrat alam sebagai sifat lahir dan manisfestasi kekuasaa Tuhan. Asas
inilah yang mendorong Taman Siswa untuk mengganti sistyem pendidikan
cara lama yang menggunakan perintah, paksaan, dan hukuman dengan
system khas Taman Siswa, yang didasarkan pada
perkembangankodrati.dari asas ini pulalah lahir “system among”, dalam
cara mana guru memperoleh sebutan “pamong”, yaitu sebagai
pemimpinyang berdiri sendiri dengan semboyan “Tut Wuri Handayani”
yaitu tetap berpengaruh dan member kesempatan kepada anak didik untuk
berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah, atau
dipaksa. Pamong hanya wajib memikirkan segala sesuatu yang merintangi
jalannya anak didik serta hanya bertindak aktif dan mencampuri tingkah
laku atau perbuatan anak apabila mereka sendiri tidak dapat
menghindarkan diri dari berbagai rintangan untuk maju. Jadi “system
Among” adalah cara pendidikan yang dipakai dalam system Taman Siswa
dengan maksud mewajibkan pada guru supaya mengingatkan dan
mementingkan kodrati adatnya pada siswa dengan tidak melupakan segala
keadaan yang mengelilinginya.
2.       pengajar harus member pengetahuan yang berfaedah dalam arti lahir dan
batin sehingga dapat memerdekakan diri. Dalam asas kedua ini masih
mengandung keterangan lebih lanjut tentang prinsip kemerdekaan yang
terdapat didalam asas yang pertama, yakni dengan memberi ketegasan
bahwa kemerdekaan itu hendaknya dikenakan terhadap cara siswa
berpikir, tidak hanya dicekoki atau menerima buah pikiran saja, melainkan
para siswa hendaknya dibiasakan mencari/menemukan sendiri berbagi
nilai pengetahuan dan ketrampilan dengan menggunakan pikiran dan
kemampuannya sendiri. Membimbing anak agar kelak menjadi orang
sungguh-sungguh merdeka lahir dan batin  dengan cara memerdekakan
batinnya, pikirannya, dan tenaganya.
3.       Pengajar harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
Dengan asas ini Tamna siswa ingin mencegah system pengajaran yang
intelektualis dan pola hidup yang “kebarat-baratan” yang dapat
memisahkan orang-orang  terpelajar dan rakyat terpelajar pada umumnya.
4.      Pengajar harus tersebar luas sampai dapat menjangkau seluruh rakyat.
Dari asas ini tampak jelas pendirian Taman Siswa yaitu lebih baik
memajukan pengajar untuk rakyat umum dari pada mempertinggi
pengajaran tetapi mengurangi mengurangi tersebarnya pendidikan dan
pengajaran. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa lebih mementingkan
tersebarnya pendidikan dan pengajaran bagi rakyat umum, dengan kata
lain pemerataan pendidikan.
5.      Untuk mengajar kemerdekaan hidup yang sepenuhnya baik lahir maupun
batin hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak
bantuan apapun dari siapapun yang mengikat, baik berupa ikatan lahir
maupun batin. Dari asas “hidup” dengan kekuatan sendiri inilah maka
Taman siswa mampu hidup dan memperhatikan kepribadiannya sepanjang
masa (dalam masa penjajahan maupun jaman kemerdekaan sekarang ini).
6.      Sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus
membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan. Dari asas ini tersirat
keharusan untuk hidup sederhana dan hemat.
7.      Asas “berhamba kepada anak didik” ini menunjukkan hasrat Taman Siswa
untuk menampilkan pendidik-pendidik dalam arti yang semurni-murninya,
pendidik yang bekerja tanpa pamrih, ikhlas, penuh pengorbanan, demi
kenahagiaan anak-anak semata. Kualifikasi pendidik yang seperti inilah
berhak memiliki sebutan “pamong” atau istilah sekarang “Pahlawan Tanpa
Tanda Jasa”.
Ketujuh asas tersebut diumumkan pada tanggal 3 juli 1922 yang bertepatan
dengan berdirinya Taman Siswa, dan disahkan oleh Kongres Taman Siswa pertama di
Yogyakarta pada tanggal 7 agustus 1930. Ketujuh asas itu akan tetap hidup sebagai
sifat-sifat yang hakiki dari Taman siswa yang tidak dapt diubah, dikurangi, atau
ditambah selama nam Taman Siswa digunakan, meskipun bentuk, isi, dan cara
melaksanakannya harus selalu disesuaikan dengan alam dan jamannya.
Selain itu, dikemukakan penjelasan resmi dari Perguruan Taman Siswa tentang
ketujuh asas 1922 tersebut oleh Ki Hajar Dewantara (1952: 270-271, wawasan
kependidikan guru, 1982: 148-151), sebagai berikut:
        Pasal pertama: terkandungnya dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur
dirinya sendiri. Kebebasan bukan kebebasan ynag leluasa, namun kebebasan yang terbatas
dan harus mengerti tertib damainya hidup bersama. Ayat kedua dalam pasal tersebut
mengemukakan tujuan hidup merdeka, yaitu hidup tertib dan damai; bukan hanya tertib saja
namun sebenarnya tidak ada rasa damai, tetapi tidak ada peraturan tertib. Itulah cita-cita
tertib, damai yang abadi.
Kita dapat menentukan sendiri bagaimana cara kita melaksanakan asas ini
terhadap anak-anak atau murid. Dengan menyesuaikan keadaan masing-masing,
misalnya: ketertiban didalam kelas yang dicapai dengan kekerasan seperti memukul
anak yang rebut, dengan kata keras dan kasar, bukanlah ketertiban yang sejati.
Ketertiban yang dicapai dengan cara yang demikian mengakibatkan “tertib” tetapi
menimbulkan “kegelisahan” atau menjauhkan “ketentraman”. Dan ketertiban yang
seperti ini, akan mengakibatkan anak tidak akan terdidik menjadi anak-anak yang
berjiwa “tertib dan damai” sebaliknya mereka akan menjadi orang yang bertabiat
takut dan dihinggapi perasaan rendah.
        Pasal Kedua: Kemerdekaan tadi hendaknya terhadap cara anak-anak berfikir, yaitu jangan
selalu “dipelopori”  atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain, tetapi biasakanlah anak-
anak mencari sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri. Begitu
pula cara anak-anak melakukan sikap batinnya, merasakan, memelihara keinsyafan, dan
jangan dipelopori, namun berilah ebrbasan secukupnya kepada mereka.dan merdekakanlah
batinnya, pikirannya, dan tenaganya, karena itu merupakan syarat-syarat untuk membimbing
anak-anak agar menjadi orang-orang yang merdeka, lahir dan batinnya.
        Pasal ketiga: kepentingan-kepentingan umum disebabkan karena bangsa kita selalu
menyesuaikan diri dengan hidup dan penghidupan kebarat-baratan. Hal ini terdapat pula
dalam system kependidikan dan pengajaran, yang terlampau mengutamakan kecerdasan
pikiran, hingga menyuburkan jiwa intelektualitis dengan segala akibat-akibatnya. Dalam
pasal ketiga dapat kita lihat keterangan, yang mengenai dasar kebudayaan yang selalu tampak
dalam usaha kita, dan bersama-sama dengan dasar-dasar kodratiakan member kepuasan
dalam hidup kita.
        Pasal keempat: mepertinggi pengajaran sangat perlu tetapi, jangan sampai menghambat
tersebarnya pendidikan dan pengajaran untuk seluruh masyarakat murba. Dalam jaman
Belanda sudah ada perguruan-perguruan tinggi, tetapi karena system pengajarannya sangat
primitive, maka pelajar-pelajar kebanyakan berasal dari golongan Belanda dan bangsa asing
lainnya yang berkeleluasaan menerima pengajar persiapan yang baik dan cukup.
        Pasal kelima: inilah asas yang paling penting bagi semua orang , yang sungguh-sungguh
berhasyat mengajar kemerdekaan hidup yang sepenuhnya. Jangan menerima bantuan yang
mengikat kita, naik berupa ikatan lahir maupun batin. Boleh kita menerima bantuan dari
siapapun asal tidak mengikat, sehingga dapat mengurangi kemerdekaan dan kebebasan kita.
Oleh karena itu pokok dari asas ini yaitu berkehendak mengusahakan kekuatan diri sendiri.
        Pasal keenam:syarat yang mutlak dalam mengajar yaitu keharusan untuk membelanjai
sendiri dengan segala usaha. System itu dari dulu dikenak sebagai zelf-begrotings-systeem,
golongan-golongan lain, yang ingi hidup merdeka dan bebas, sangat sulit untuk ditiru.
Kesulitan tadi disebabkan karena untuk menegakkan system membelanjai sendiri dan
diperlukan keharusan untuk hidup sederhana.
        Pasal ketujuh: harus ada keikhlasan lahir dan batin pada diri kita, untuk mengorbankan
segala kepentingan kita agar selamat dan bahagianya anak-anak yang kita didik. Kita harus
sanggup mematahkan segala ikatan lahir dan batin, yang mencencang jiwa raga kita, untu
dapat “berhamba kepada sang anak” dengan segala hasrat kesucian.
Untuk melengkapi asas 1922 tersebut dengan dasar-dasar 1947 yang disebut
“Panca Dharma”. Yaitu sebagai berikut:
1.    Asas Kemerdekaan diartikan sebagai disiplin pada diri sendiri oleh diri sendiri
dengan dasar nilai hidup yang tinggi, baik hidup sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat. Maka dari itu kemerdekaan menjadi alat untuk
mengembangkan pribadi yang kuat dan sadar dalam suatu perimbangan dan
keselarasan dengan masyarakat tertib dan damai tempat keanggotaannya.
2.    Asas Kodrat Alam pada hakikatnya manusia itu sebagai makhluk yaitu satu
dengan kodrat ala mini. Ia tidak bisa lepas dari kehendaknya, tetapi akan bahagia
apabila bisa menyatukan diri dengan kodrat alam yang mengandung kemajuan
yang dapat kita gambarkan sebagai tumbuhnya tiap-tiap benih suatu pohon yag
kemudian berkembang menjadi besar dan akhirnya berbuah. Dan setelah
menyebarkan benih biji yang baru pohon tersebut mengakhiri hidupnya, dengan
keyakinan bahwa darmanya akan dibawa terus dengan tumbuhnya lagi benih-benih
yang disebarkan.
3.    Asas Kebudayaan taman Siswa memelihara kebudayaan kebangsaan kearah
kemajuan yang sesuai dengan kecerdasan jaman, kemajuan dunia, dan kepentingan
hidup rakyat lahir dan batin tiap-tiap jaman dan keadaan.
4.    Asas Kebangsaan tidak bertentangan dengan kemanusiaan, harus menjadi bentuk
dan fiil kemanusiaan yang nyata. Oleh karena itu, tidak mengandung arti
permusuhan sengan bangsa lain, melainkan mengandung rasa satu dengan bangsa
sendiri, rasa satu dalam suka dan duka, rasa satu dalam kehendak menuju
kebahagiaan hidup lahir dan batin seluruh bangsa.
5.    Asa Kemanusiaan darma tiap-tiap manusia itu adalah mewujudkan kemanusiaan,
yang berarti kemajuan manusia lahir dan batin yang setinggi-tingginya, kemajuan
kemanusiaan yang tinggi itu dapat dilihat pada kesucian hati orang dan adanya rasa
kasih terhadap sesame manusia dan terhadap makhluk tuhan lainnya. Dasar cinta
kasih kemanusiaan itu harus tampak sebagai kesimpulan untuk berjuang melawan
segala sesuatu yang merintangi kemajuan selaras dengan kehendak alam.
Tujuan perguruan kebangsaan Taman Siswa dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
tujuan yayasan atau keseluruhan perguruan dan tujuan pendidikan. Tujuan yang pertama itu
(pasal 8) adalah:
1.      Dinyatakan dalam keterangan “Asas Taman Siswa” tahun 1922 pasal 1, tujuan
taman siswa sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat
tertib dan damai.
2.      Tertib sebenarnya tidak ada, jika tidak ada damai antara manusia. Damai antara
manusia mungkin hanya ada dalam keadilan social sebagai wujud berlakunya
kedaulatan adab kemanusiaan, yang menghilangkan segala rintangan oleh manusia
terhadap sesamanya dalam sarat-sarat hidupnya, serta menjamin terbaginya sarat-
sarat hidup lahir batin, secara sama rata sama rasa. Sedangkan Tujuan Pendidikan
(pasal 13) yaitu: Tujuan Pendidikan taman Siswa ialah membangun anak didik
menjadi manusia yang merdeka lahir batin, luhur akal budinya, serta sehat
jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung
jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.
 
b.          Upaya-upaya yang dilakukan taman siswa
          peraturan dasar persatuan taman siswa menetapkan berbagai upaya yang dilakukan
taman siswa, baik di lingkungan perguruan maupun di luar lingkungan perguruan itu. Di
lingkungan perguruan, untuk mencapai tujuannya (seperti yang dinyatakan dalam pasal 8)
taman siswa berusaha dengan jalan (pasal 9) senagai berikut:
1)             Menyelengagarakan tugas pendidikan dalam bentuk pergururan dari tingkat
dasar hingga tingkat tinggi, baik yan bersifat umum maupun yang bersifat
kejuruan, serta memberi pendidikan itu serba isi yang baik dan berguna untuk
keperluan hidup dan penghidupan masyarakat sesuai dengan asas, dasar dan
tujuan pendidikan taman siswa dengan selalu meningkatkan/menyesuaikan
dengan kecerdasan zaman dan kemajuan dunia.
2)             Mengikuti, mempelajari perkembangan dunia di luar taman siswa yang ada
hubungannya dengan bidang-bidang kegiatan-kegiatan taman siswa, untuk
diambil faedah sebaik-baiknya.
3)             Menumbuhkan dan memasakkan lingkungan hidup keluarga taman siswa,
sehingga dapat tampak benar wujud masyarakat taman siswa yang dicita-citakan.
4)             Meluaskan kehidupan ke-taman siswa-an diluar lingkungan masyarakat
perguruan, sehingga dapat terbentuk wadah yang nyata bagi jiwa taman siswa,
agar dengan demikian ada pengaruh timbal balik antara perguruan/keluarga dan
masyarakat sekitarnya pasa khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya.
Disamping upaya-upaya dalam lingkungan perguruan, untuk mencapai tujuan taman
siswa (seperti tersebut pada pasal 8), taman siswa berusaha diluar lingkungan pergururan
dengan jalan (pasa 10) sebagai berikut:
1)             Menjalankan kerja pendidikan untuk masyarakat umum dengan dasar-dasar dan
hidup taman siswa, baik yang bersifat umum untuk maningkatkan kecerdasan
masyarakat maupun pendidikan karya untuk meningkatkan kecakapan dan
kemampuan hidupnya.
2)             Menyelenggarakan usaha-usaha kemasyarakatan dalam masyarakat dalam
bentuk-bentuk badan sosial ekonomi yang dapat memberi bimbingan dan
dorongan kegiatan masyarakat dalam perjuangannya menuju masyarakat bahagia
tertib damai.
3)             Bersama-sama dengan instansi-instansi pemerintahan menyelenggarakan usaha-
usaha pembentukan kesatuan hidup kekeluargaan sebagai pola masyarakat baru
indonesia.
4)             Menyelenggarakan usaha pendidikan kader pembangunan yang tenaganya dapat
disumbangkan kepada masyarakat untuk pembangun.
5)             Mengusahakan terbentuknya pusat-pusat kegiatan kemasyarakatan dalam
berbagai bidang kehidupan dan penghidupan masyarakat dengan inti-inti
kejiwaan taman siswa.
c.       Hasil-hasil yang dicapai
Yayasan Perguruan Kevangsaan Taman Siswa yang didirikan Suwardi Suryanigrat (Ki
Hadjar Dewantara) pada tanggal 3 Juli 1922 si Yogyakarta sampai kini telah mencapai
berbagai hal seperti: gagasan/pemikiran tentang pendidikan nasional, lembaga-lembaga
pendidikan dari taman indria sampai dengan sarjana wiyata, dan sejumklah besar alumni
perguruan (banyak yang menjadi tokoh nasional, antara lain Ki Hadjar Dewantara, Ki
Mangunsarkono, dan Ki Suratman). Ketiga pencapaian itu merupakan pencapaian sebagai
suatu yayasan pendidikan, yang juga merupakan pencapaian sebagai suatu yayasan
pendidikan, yag juga mungkin dicapai oleh yayasan pendidikan lainnya.
Meskipun hampir semua upaya pendidikan yang dilakukan oleh orang Indonesia Di
zaman penajajahan adalah sebagai sarana perjuangan kemerdekaan Indonesia, namun taman
siswa menduduki tempat khusus dalam peran perjuangannya itu. Sebagaimana tercermin
pada namanya dengan mencamtukan “kebangsaan” pada tahun 1992 (jadi sebelum
sumpahpemuda tahun 1928), maka taman siswa telah tampil sebagai pelopor persatuan dan
kesatuan Indonesia berdasarkan asas kebangsaan dan kebudayaan Indonesia. Seperti
diketahui, persatuan dan kesatuan itu sangat diperlukan oleh setiap bangsa yang bhineka agar
tunggal ika, seperti Indonesia.
Akhirnya perlu dikemukakan harapan seperti yang tercermin dalam tajuk rencana
hariankompas menyambut kongres ke-16 hari dan jadi ke-70 taman siswa dengan judul
“menyegarkan kembali semangat humanisme Ki Hadjar Dewantara” yakni perlunya
penyegaran untuk mengantisipasi perkembangan masyarakat yang serba cepat dan tak
terduga. Seperti dikemukakan dalam tajuk itu, penyegaran itu telah lama berlangsung dalam
taman siswa, namun mulai meredup.
Setekah berturtu asas itu disempurnakan oleh Ki Sarmidi menjadi panadarma, Ki Moch
Tauchid dengan konsep penerapannya dibidang ekonomi, Ki Mohammad Said dengan filsafat
kekeluargaan, dan terakhir Ki Sarino dalam Pendidikan Kedesaan, kita punya kesan tak ada
lagi “barang baru” dari taman siswa (menyegarkan kembali, 1992: 4).
Karen atanpa penyegaran dan dinamisasi, dapat terjadi taman siswa sebagai “Indonesia
Kecil” bisa mengikuti “sesama taman siswa” lain yakni perguruan kebangsaan dan
bersemangat nasionalisme yang satu persatu mati, demikian kompas. Harapan kita, sesama
penyegaran dan dinamisasi itu akan terus berkembang agar taman siswa dapat maju terus,
seperti diketahui, hari jadi pendiri Taman Siswa itu (2 Mei) telah ditetapkan sebagai hari
Pendidikan Nasional.
 
Ruang Pendidik INS Kayu Taman
Ruang pendidik INS (Indonesia Nederlansche School) didirikan oleh Mohammad Sjafi
(lahir di Matan, Kalbar tahun 1895) padea tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Taman (Sumatra
Barat). INS pada mulanya dipimpin oleh bapaknya, kemudian diambil alih oleh Mohammad
Sjafei. Dimulai dengan 75 orang murid, dibagi menjadi dua kelas, serta masuk sekolah
bergantian karena gurunya hanya satu, yakni Moh. Sjafei sendiri. Sekolah ini mengalami
pasang surut dengan keadaan Indonesia saat itu, bahkan pada bulan desember 1948 sewaktu
belanda menyerang ke kayu taman, seluruh gedung INS dibumihanguskan, termasuk ruang
pendidikan, pengajar, dan kebudayaan (RPPK) di Padang panjang. Baru pada bulan mei 1950
ruang pendidik INS kayu taman bangkit kembali dan Moh. Sjafei mulai lagi dengan 30 orang
siswa. Pada tahun 1952, INS mendirikan percetakan Sridharma yang menerbitkan majalah
bulanan Sendi dengan sasaran khalayak adalah anak-anak.
 
a)      Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Taman
Pada awal didirikan, ruang pendidik INS mempunyai asas-asas sebagai berikut:
 1).Berpikir logis dan rasional.
 2).Keaktifan atau kegiatan.
 3).Pendidik masyarakat.
 4).Memperhatikan pembawaan anak.
 5).Menentang intelektualisme.
 
Setelah lemerdekaan Indonesia, Moh. Sjafei mengembangkan asas-asas pendidikan INS
menjadi dasar-dasar pendidikan RI. Dasar-dasar tersebut dikembangkan dengan
mengintegrasikan asas-asas runag pendidik INS, sila-sila dari pancasila, dan hasil analisis
alam dan masyaakat Indonesia, serta pengalaman sebagai guru sekolah Kartini di jakarta
(1914-1922), dan sebagai pimpinan INS. Dasar-dasar pendidikan tersebut (Mohammad
Sjafei, 1979: 31-86; dan Said, 19821: 57-69) sebagai berikut:
1) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
2) Kemanusiaan
3) Kesusilaan
4) Kerakyatan
5) Kebangsaan
6) Gabungan antara pendidikan ilmu umum dan kejuruan.
7) Pecaya pada diri sendiri juga pada tuhan.
8) Berakhlak (bersusila) setinggi mungkin.
9) Bertanggung jawab akan keselamatn nusa dan bangsa.
10)   Berjiwa aktif positif dan aktif negatif.
11)   Mempunyai daya cipta.
12)   Cerdas, logis, dan rasional.
13)   Berperasaan tajam, halus, dan estetis.
14)   Gigih atau ulet yang sehat.
15)    Correct atau tepat.
16)   Emosional atau terharu.
17)   Jasmani sehat atau kuat.Cakap berbahasa Indonesia, Inggris, dan Arab.
18)   Sanggup hidup sederhana dan bersusah payah.
19)   Sanggup mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan alat serba kurang.
20)   Sebanyak mungkin memakai kebudayaan nasional waktu mendidik.
21)   Waktu mengajar para guru mungkin menjadi objek, dan murid-murid menjadi subjek.
22)   Bilahal ini tidak mungkin barulah para guru menjadi subjek dan murid menjadi objek.
23)   Sebanyak mungkin para guru mencontohkan pelajaran-pelajarannya, tidak hanya
pandaimenyuruh saja.
24)   Diusahakan supaya pelajar mempunyai darah kesatria; berani karena benar.
25)   Mempunyai jiwa konsentrasi.
26)   Pemeliharaan (perawatan) sesuatu usaha.
27)   Menepati janji.
28)  a.    Sebelum pekerjaan dimulai dibiasakan menimbangnya dulu sebaik-naiknya.
b.      Kewajiban harus dipenuhi.
 
       29). Hemat
 
Demikianlah dasar-dasar pendidikan menurut Moh. Sjafei , yang mencakup berbagai
hal, seperti: syarat-syarat pendidikan yang efektif, tujuan yang ingin dicapai, dan sebgainya.
Sejak didirikan, tujuan ruang pendidik INS kayu taman adalah:
a) Mendidik rakyat kearah kemerdekaan.
b) Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
c) Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat.
d) Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab.
e) Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.
 
b)      Usaha-Usaha Ruang Pendidik Taman Kayu
Terdapat berbagai usaha yang dilakukan oleh Moh. Sjafei dan kawan-kawan dalam
mengembangkan gagasan dan berupaya mewujudkannya, baik yang berkaitan dengan ruang
pendidik INS maupun tentang pendidikan danperjuangan/pembangunan bangsa Indonesia
pada umumnya. Beberapa hal yan perlu dikemukakan adalah memantapkan dan
menyebarluaskan gagasan-gagasannya tentang pendidikan nasional, pengembangan ruang
pendidik INS (kelembagaan, sarana/prasarana, dan lain-lain), upaya pemberantasan buta
huruf, penerbitan majalah anak-anak, dan lain-lain.
Beberapa usaha yang dilakukan ruang pendidik INS kayu taman yang dalam bidang
kelembaaan anatar lain menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan, seperti ruang rendah
(7 tahun, serta sekolah dasar), ruang dewasa (4 tahun sesudah ruang rendah, setara sekolah
menengah), dan sebagainya. Perlu ditekankan bahwa program pendidikan INS tersebut sangat
mengutamakan pendidikan keterampilan-kerajinan, dengan mengutamakan menggambarkan,
pekerjaan tangan, dan sejenisnya (Moh. Sjafei, 1979: 87-117). Terdapat pula program khusus
untuk menjadi guru yakni tambahan satu tahun setelah ruang dewasa untuk pembekalan
kemampuan mengajar dan praktek mengajar (Said, 1981: 57-69). Disamping
bidangkelembagaan itu, ruang pendidik INS kayu taman juga menyelenggarakan usaha lain
sebagai bagian mencerdaskan kehidupan bangsa, yakni penerbitan sendi (majalah anak-anak),
buku bacaan dalam rangka pemberantasan buta huruf/aksara dan angka dengan judul Kunci
13, mencetak buku-buku pelajaran, dan lain-lain. (Soejono, 1958: 46). Seperti diketahui,
upaya-upaya ruang pendidik INS tersebut dilakukan sebagai usaha mandiri, dan menolak
bantuan yang mungkin akan membatasi kebebasannya.
 
c)      Hasil-Hasil yang Dicapai Ruang Pendidik INS Taman Kayu
Ruang pendidik INS kayu taman mengalami masa pasang surut seirama dengan pasang-
surutnya perjuangan bangsa Indonesia. Seperti telah dikemukakan bahwa akibat bumi hangus
pada penyerangan Belanda tahun 1948, praktis kegiatan dan nyata dari INS terhenti; dan baru
dimulai kembali pada tahun 1950. Perkembangannya berlangsung lambat, tetapi tidak mati
seperti beberapa perguruan kebangsaan lainnya. Sebagaimana taman siswa, ruang pendidik
INS kayu taman juga mengupayakan gagasan-gagasan tentang pendidikan nasional
(utamanya pendidikan keterampilan/kerajinan), beberapa ruang pendidikan (jenjang
persekolahan), dan sejumlah alumni. Beberapa orang alumni telah berhasil menerbitkan salah
satu tulisan Moh. Sjafei yakni Dasar-Dasar Pendidikan (1976), yang ditulis pada tahun 1968
(cetakan kedua tahun 1979).
Seperti harapan kepada Taman Siswa, ruang pendidik INS kayu taman juga duharapkan
melakukan penyegaran dan dinamisasi, seiring dengan perkembangan masyarakat dan iptek.
Disamping itu, upaya-upaya pengembangan ruang pendidik INS seyogianya  dilakukan
dalam kerangka pengemabangan sisidiknas, sebagai bagian dari usaha mewujudkan cita-cita
ruang pendidik INS, yakni mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia.
 

Faktor yang mempengaruhi perkembangan menurut aliran


natisme,empirisme dankonvergensi
PAHAM / ALIRAN KEPENDIDIKAN YANG MEMPENGARUHI PESERTA DIDIK
A. Aliran – Aliran ( Paham ) Kependidikan
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara
suatu daerah dengan daerah lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap
sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Karenanya banyak teori
yang dikemukakan yang bermuara pada munculnya berbagai aliran pendidikan. Dan dengan
berkembngnya zaman muncul juga beberapa metode atau aliran dalam pendidikan yang dikenal
dengan istilah pendidikan kontemporer. Dan seiring pula dengan berjalanya waktu teori teori juga
pastinya akan terus dan terus berkembang. Dan inilah beberapa aliran dalam kependidikan.
1. Aliran Nativisme
Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-
1880. Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran., dan menurut Aliran Nativisme
bahwa hasil pendidikan dan perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaan yang
diperolehnya sejak anak itu dilahirkan. Anak dilahirkan kedunia sudah mempunyai pembawaan dari
orang tua maupun disekelilingnya, dan pembawaan itulah yang menentukan perkembangan dan
hasil pendidikan. Jadi Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor
bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan
anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Dengan
demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme
berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika
anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat
yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri. 
Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan
akan mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan
tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya
psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya
berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal
kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu.
Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi
seniman musik yang mungkin melebihi ke-mampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada
setengah kemampuan orangtuanya.
Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi dalam Aliran ini adalah ;
a. Faktor genetic
Adalah faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul dari diri
manusia. Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka anaknya
memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya besar.
b. Faktor Kemampuan Anak
Adalah faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam dirinya.
Faktor ini lebih nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.
Contohnya adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak untuk
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan minatnya.
c. Faktor pertumbuhan Anak
Adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan dan
perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka dia kan bersikap
enerjik, aktif, dan responsive terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan
anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan kemampuan yang dimiliki.
2. Aliran Empirisme
Tokoh aliran Empirisme adalah John Lock, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704. Empire
artinya pengalaman. Aliran empirisme berlawanan 180 0 dengan aliran nativisme, karena
berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi dewasa itu sangat dipengaruhi oleh
lingkungan atau pengalaman dan pendidikan yang diterimanya sejak kecil. Pada dasarnya manusia
itu bisa didik apa saja menurut kehendak lingkungan atau pendidikannya.
Teorinya John Lock dikenal dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan bahwa anak yang
lahir ke dunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih akanmempunyai corak dan tulisan yang
digores oleh lingkungan. Faktor bawaan dariorangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan.
Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya).
Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak.
Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar memegang peranan sangat penting, sebab pendidik
menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan se¬bagai
pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai
dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Dalam dunia pendidikan, pendapat empirisme
dinamakan optimisme paedagogis, karena upaya pendidikan hasilnya sangat optimis dapat
mempengaruhi.

Misalnya: Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala alat
diberikan dan pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu
tidak ada. Akibatnya dalam diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya
tidak optimal. 
Contoh lain, ketika dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang
berbeda. Satu dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani golongan miskin, yang satu dididik
di lingkungan keluarga kaya yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata
pertumbuhannya tidak sama. Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman.
Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang
berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.
3. Aliran Konvergensi
Tokoh aliran Konvergensi adalah William Stem. la seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup
tahun 1871-1939. Konvergensi berasal dari kata Convergative yang berarti penyatuan hasil atau
kerja sama untuk mencapai suatu hasil.Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi
dari aliran Nativisme dan Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah
memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh
lingkungan, dan kemungkinan-kemungkinan yang dibawa sejak lahir itu merupakan petunjuk-
petunjuk nasib manusia yang akan datang dengan ruang permainan. Dalam ruang permainan itulah
terletak pendidikan dalam arti yang sangat luas. Tenaga-tenaga dari luar dapat menolong tetapi
bukanlah ia yang menyebabkan perkembangan itu, karena ini datangnya dari dalam yang
mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong. Anak yang mempunyai pembawaan baik dan
didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang
dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi
perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan
perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak.
Dengan demikian, aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor
pembawaan atau bakat dan lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama
berperan penting. 
Hanya saja, William Stem tidak menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor
tersebut. Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum bisa ditetapkan
Sebagai contoh : anak dalam tahun pertama belajar mengoceh, baru kemudian becakap-cakap,
dorongan dan bakat itu telah ada, di meniru suara-suara dari ibunya dan orang disekelilingnya. Ia
meniru dan mendebgarkan dari kata-kata yang diucapkan kepadanya, bakat dan dorongan itu tidak
akan berkembang jika tidak ada bantuan dari luar yang merangsangnya. Dengan demikian jika tidak
ada bantuan suara-suara dari luar atau kata-kata yang di dengarnya tidak mungkin anak tesebut
bisa bercakap-cakap.
4. Aliran Kontemporer
Aliran yang terbaru yaitu kontemporer, yakni Teori pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa
hendaknya menarik, merangsang siswa untuk berpikir dan guru dapat menciptakan pembelajaran
yang bermakna.
Teori kontemporer yang bermunculan saat ini banyak sekali di antaranya teori belajar sibernetik.
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru, jika dibandingkan dengan teori-
teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan
teknologi dan ilmu informasi.
Menurut teori Sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai
kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Proses
belajar memang penting dalam teori sibernetik namun yang lebih penting lagi adalah sistem
informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses
bagaimana proses belajar akan berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem informasi yang
dipelajari. Tokoh teori ini Gage dan Berliner, Biehler, Snoman, Baine, dan Tennyson.
Aplikasi teori ini, untuk mendukung proses pembelajaran dalam kegiatan belajar hendaknya
menarik perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang ingatan pada
prasyarat belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong unjuk
kerja, memberikan balikan informatif, menilai unjuk kerja, meningkatkan retensi dan alih belajar.
1. Aliran Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran
pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini adalah Arthur Scopenhauer  (1788-1860) seorang filosof
Jerman. Para ahli penganut aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan
oleh pembawaan, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa.
2. Aliran Empirisme (empiricism) adalah kebalikan aliran nativisme, dengan tokohnya yang
utama adalah John Lock. Nama aslinya aliran ini adalah The School of British Empiricism (Aliran
empirisme Inggris). Doktrin aliran empirisme yang sangat terkenal adalah tabula rasa sebuah istilah
bahasa Latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet).
Doktrin tabula rasa menekankan arti pentingnya pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Dalam
arti, perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pendidikannya.
Sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini para pengnut
aliran empirisme menganggap setiap anak yang lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong,
tidak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa seorang anak kelak bergantung
pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.
3. Aliran Konvergensi (convergence) merupakan gabungan antara aliran nativisme dan
empirisme. Tokoh utama aliran ini adalah Louis William Stern, seorang filosof dan psikolog Jerman.
Dalam menentukan faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia, Stern dan para ahli yang
mengikutinya tidak hanya berpegang pada lingkungan/pengalaman atau tidak berpegang pada
pembawaan saja, tetapi berpegang pada kedua faktor tersebut yang sama pentingnya.
.
1. Aliran Empirisme
Tokoh aliran Empirisme adalah John Lock, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704.
Teorinya dikenal dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke
dunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores
oleh lingkungan. Faktor bawaan dari orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan. Pengalaman
diperoleh anak melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris
yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini,
pendidik sebagai faktor luar memegang peranan sangat penting, sebab pendidik menyediakan
lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan se¬bagai pengalaman.
Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai dengan tujuan
pendidikan yang diharapkan.
Misalnya: Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala alat
diberikan dan pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu
tidak ada. Akibatnya dalam diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya
tidak optimal.
Contoh lain, ketika dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang
berbeda. Satu dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani golongan miskin, yang satu dididik
di lingkungan keluarga kaya yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata
pertumbuhannya tidak sama.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang
dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun
lingkungan tidak mendukung.
2. Aliran Nativisme
Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-
1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak
lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Oleh
karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir.
Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri.
Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan
sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai
dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan
akan mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan
tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya
psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya
berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal
kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu.
Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi
seniman musik yang mungkin melebihi ke-mampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada
setengah kemampuan orangtuanya.
Coba simak cerita tentang anak manusia yang hidup di bawah asuhan serigala. la bernama Robinson
Crussoe. Crussoe sejak bayi hidup di tengah hutan rimba belantara yang ganas. la tetap hidup dan
ber¬kembang atas bantuan air susu serigala sebagai induknya. Serigala itu memberi Crussoe
makanan se-suai selera serigala sampai dewasa. Akhirnya, Crussoe mempunyai gaya hidup, bicara,
ungkapan bahasa, dan watak seperti serigala, padahal dia adalah anak manusia. Kenyataan ini pun
membantah teori Nativisme, sebab gambaran dalam cerita Robinson Crussoe itu telah membuktikan
bahwa lingkungan dan didikan membawa pengaruh besar terhadap perkembangan anak.
3. Aliran Behaviorisme
Pada aliran ini menekankan bahwa tingkah laku seseorang terbentuk karena hasil dari
pengalaman.Pengalaman ini merupakan sebagai hasil dari belajar karena seseorang di anggap telah
belajar apabila seseorang tersebut telah menunjukan perubahan perilakunya.Misalnya implikasi
dalam pembelajaran yaitu Apabila guru memberikan pelajaran kepada siswanya maka siswa
tersebut akan memberikan respon yang berupa reaksi atau tanggapan siswa terhahap pelajaran
yang di berikan oleh guru tersebut.Artinya bahwa anak dalam bertindak berdasarkan pengalaman-
pengalaman yang mereka peroleh.
4. Aliran Konvergensi
Tokoh aliran Konvergensi adalah William Stem. la seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup
tahun 1871-1939. Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran Nativisme dan
Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan
buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor
pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting.
Anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan
menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan
baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya,
lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak
didukung oleh bakat baik yang dibawa anak.
Dengan demikian, aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor
pembawaan atau bakat dan lingkungan. Hanya saja, William Stem tidak menerangkan seberapa
besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut. Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor
tersebut belum bisa ditetapkan.
5. Aliran humanistik
Pada aliran ini menekankan pada pentinngnya kesadaran aktualisasi pada diri dan hal-hal yang
bersifat positif pada seseorang.Aliran ini selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia
melalui penghargaan terhadap potensi-potensi yang ada.Misalnya dalam sekolah apabila ada sutau
anak yang pintar ,rajin dan baik maka anak tersebut akan memperoleh penghargaan dari gurunya
akibat dari tingkah lakunya
6. Aliran Kognitif
Pada teori kognitif menekankan proses belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman.
Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa
diamati. Teori ini menyebutkan bahwa seseorang yang mempunyai suatu pengalaman dan
pengetahuan dalam dirinya dan pengalaman dan pengetahuan itersebut tertata dalam bentuk
struktur kognitif. Proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi
secara bersama-sama dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
7. Aliran gestalt
Pada aliran ini seseorang dalam memperoleh pengetahuan yang di dapat dengan memandang
sensasi secara keseluruhan suatu objek yang memiliki struktur atau pola-pola tertentu.
8. Aliran Konstruktivisme
Gagasan pokok aliran ini diawali oleh Giambatista Vico, seorang epistemolog Italia. la dipandang
sebagai cikal-bakal lahirnya Konstruksionisme. la mengatakan bahwa Tuhan adalah pencipta alam
semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan (Paul Suparno, 1997: 24). Mengerti berarti
mengetahui sesuatu jika ia mengetahui. Hanya Tuhan yang dapat mengetahui segala sesuatu karena
dia pencipta segala sesuatu itu. Manusia hanya dapat mengetahui sesuatu yang dikonstruksikan
Tuhan. Bagi Vico, pengetahuan dapat menunjuk pada struktur konsep yang dibentuk. Pengetahuan
tidak bisa lepas dari subjek yang mengetahui.
Aliran ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan kognitif, Piaget
mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan interaksi kontinu antara individu satu dengan
lingkungannya. Artinya, pengetahuan merupakan suatu proses, bukan suatu barang. Menurut Piaget,
mengerti adalah proses adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide baru dengan pengetahuan
yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk pengert ian baru (Paul Supamo, 1997: 33).
Piaget juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu
asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah perpaduan data baru dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru, dan
ekuilibrasi adalah penyesuaian kembali yang secara terus-menerus dilakukan antara asimilasi dan
akomodasi (Suwardi, 2004: 24).
Kesimpulannya, aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi
kognitif dalam diri seseorang; melalui pengalaman yang diterima lewat pancaindra, yaitu indra
penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Dengan demikian, aliran ini menolak
adanya transfer pengetahuan yang dilakukan dari seseorang ke-pada orang lain, dengan alasan
pengetahuan bukan barang yang bisa dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk
mentransfer ilmu, perbuatan itu akan sia-sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan berbeda jika
pembelajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
Secara garis besar, pendapat yang dikemukakan oleh para ahli dapat digolongkan menjadi tiga
golongan, yaitu :

1.   Aliran Nativisme
         Menurut aliran ini bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-
faktor yang dibawa sejak lahir (natus = lahir). Anak sejak lahir membawa sifat-sifat dan dasar-dasar
tertentu yang dinamakan sifat pembawaan. Para ahli yang mengikuti paham ini biasanya
menunjukkan berbagai kesamaan/kemiripan antara orangtua dengan anak-anaknya. Misalnya kalau
ayahnya ahli musik maka anaknya juga akan menjadi ahli musik, ayahnya seorang ahli fisika maka
anaknya juga akan menjadi ahli fisika. Keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh orangtua juga
dimiliki oleh anaknya.
         Sifat pembawaan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan
individu. Pendidikan dan lingkungan hampir-hampir tidak ada pengaruhnya terhadap perkembangan
anak. Akibatnya para ahli pengikut aliran ini berpandangan pesimistis terhadap pengaruh
pendidikan. Tokoh aliran ini ialah Schopenhauer dan Lombroso.

2.   Aliran Empirisme
         Menurut aliran ini bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor dari
luar/lingkungan. Sedangkan pembawaan tidak memiliki peranan sama sekali. Tokoh aliran ini ialah
John Locke (1632 – 1704) yang terkenal dengan teori “Tabularasa”. Ia mengatakan bahwa anak lahir
seperti kertas putih yang belum mendapat coretan sedikitpun, akan dijadikan apa kertas itu
terserah kepada yang menulisnya.
         Aliran empirisme menimbulkan optimisme dalam bidang pendidikan. Segala sesuatu yang
terdapat pada jiwa manusia dapat diubah oleh pendidikan. Watak, sikap dan tingkah laku manusia
dapat diubah oleh  pendidikan. Pendidikan dipandang mempunyai pengaruh yang tidak terbatas.
         Keburukan yang timbul dari pandangan ini adalah anak tidak diperlakukan sebagai anak,
tetapi diperlakukan semata-mata menurut keinginan orang dewasa. Pribadi anak sering diabaikan
dan kepentingannnya dilalaikan.

3.   Aliran Konvergensi
         Menurut aliran ini bahwa manusia dalam perkembangan hidupnya dipengaruhi oleh
bakat/pembawaan dan lingkungan atau dasar dan ajar. Manusia lahir telah membawa benih-benih
tertentu dan bisa berkembang karena pengaruh lingkungan. Aliran ini dipelopori oleh W. Stern.
         Pada umumhnya paham inilah yang sekarang banyak diikuti oleh para ahli pendidikan dan
psikologi, walaupun banyak juga kritik yang dilancarkan terhadap paham ini. Salah satu kritik ialah
Stern tidak dapat dengan pasti menunjukkan perbandingan kekuatan dua pengaruh itu. 
         Dengan demikian pendidikan harus mengusahakan agar benih-benih yang baik dapat
berkembang secara optimal dan benih-benih yang jelek  ditekan sekuat mungkin sehingga tidak
dapat berkembang.
Beberapa aliran yang terkenal yaitu nativisme, empirisme, dan konvergensi.

A. Nativisme
Aliran narivisme ini dipelopori oleh Schopenhauer. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan
manusia itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Pembawaan yang telah
terdapat pada waktu dilahirkannya itulah yang menentukan hasil perkembangannya. Menurut
nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Pendidikan dan lingkungan
tidak berpengaruh sama sekali dan tidak berkuasa dalam perkembangan seorang anak. Dalam ilmu
pendidikan hal tersebut dinamakan dengan pesimisme pedagogis.
Misalnya ada seorang anak SMA yang mempunyai bakat bermain gitar. Pikiran dan perasaannya
selalu termotivasi untuk bermain gitar. Dia selalu bermain gitar berjam-jam, tanpa merasakan
kebosanan. Pekerjaannya hanya bermain gitar bahkan sekolahnya saja tidak menarik hatinya. Orang
tuanya selalu menasehatinya bahkan orang tuanya melarang dia untuk bermain gitar dan
memutuskan senar gitarnya. Orang tuanya menginginkan dia kelak menjadi seorang arsitek. Hanya
karena paksaan dari orang tuanya dan bimbingan dari gurunya saja dia bersekolah. Tetapi saat dia
lepas dari pengawasan orang tuanya dan gurunya, dia kembali kepada gitar dan mencurahkan
perhatiannya untuk bermain gitar. Contoh tersebut merupakan suatu bukti bahwa pendidikan dan
lingkungan sama sekali tidak berkuasa, itulah kata nativisme.

Dengan demikian jelaslah bahwa menurut aliran ini perkembangan manusia dalam menjalani
hidupnya tergantung pada pembawaannya (faktor hereditas). Menurut penelitian, faktor hereditas
mempengaruhi kemampuan intelektual dan kepribadian seseorang. Dalam perspektif hereditas,
perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh :
1. Bakat atau pembawaan
Anak dilahirkan dengan membawa bakat-bakat tertentu. Bakat ini dapat diumpamakan sebagai bibit
kesanggupan atau bibit kemungkinan yang terkandung dalam diri anak. Setiap anak memilliki
bermacam-macam bakat sebagai pembawaannya, seperti bakat musik, seni, agama, akal yang
tajam, dan sebagainya.
Anak yang mempunyai bakat musik misalnya, maka minat dan perhatiannya akan sangat besar
terhadap musik. Ia akan mudah mempelajarinya, mudah mencapai kecakapan-kecakapan yang
berhubungan dengan musik. Dia dapat mencapai kemajuan dalam bidang musik, bahkan mungkin
mencapai prestasi yang luar biasa seperti ahli musik dan pencipta lagu. Dengan demikian jelaslah
bahwa bakat atau pembawaan mempunyai pengaruh terhadap perkembangan individu.
2. Sifat-sifat keturunan
Sifat-sifat keturunan yang diwariskan oleh orang tua atau nenek moyangnya terhadap seorang anak
dapat berupa fisik maupun mental. Mengenai fisik misalnya muka (hidung), bentuk badan, dan
suatu penyakit. Sedangkan mengenai mental misalnya sifat pemalas, sifat pemarah, pendiam, dan
sebagainya.
Dengan demikian jelaslah bahwa sifat-sifat keturunan ikut menentukan perkembangan seorang
anak.

B. Empirisme
Pelopor aliran ini adalah John Locke dengan teorinya yaitu tabularasa. Dalam teori tabularasa
seorang anak diibaratkan seperti kertas putih yang masih kosong (a sheet of white paper avoid off
all character). Jadi sejak dilahirkan anak itu tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa dan
anak dapat dibentuk sekehendak pendidiknya. Disini kekuatan ada pada pendidik dan pendidikan
serta lingkungan berkuasa atas pembentukan anak.
Dengan demikian aliran empirisme berlawanan dengan kaum nativisme karena berpendapat bahwa
dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu sangat ditentukan oleh lingkungannya, atau
oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia dapat dididik apa saja (ke
arah yang lebih baik maupun ke arah yang lebih buruk) menurut kehendak lingkungan atau
pendidiknya. Dalam ilmu pendidikan, pendapat kaum empiris ini terkenal dengan nama optimisme
pedagogis.
Misalnya ada dua anak yang dilahirkan dalam keadaan kembar. Mereka berasal dari satu bibit di
rahim ibunya. Mereka dalam paradigma nativisme dianggap memiliki bakat, kesanggupan dan sifat-
sifat yang sama. Kemudian keduanya dipisahkan sejak lahir. Yang seorang dibesarkan di lingkungan
keluarga petani yang agamis dan yang satunya lagi dibesarkan di lingkungan keluarga hartawan dan
menempuh pendidikan di sekolah modern.
Ternyata pertumbuhan mereka tidak sama. Kemajuan bakat dan kesanggupannya itu yang asalnya
sama ternyata hasilnya tidaklah sama. Yang seorang menjadi guru dan yang seorang menjadi
pengusaha. Apakah yang menyebabkan perbedaan itu? Tidak lain adalah karena didikan dan
lingkungan yang berbeda tadi. Demikianlah kata orang-orang yang berparadigma empirisme.
Orang yang berparadigma empirisme ini juga sepaham dengan orang yang beraliran behavioristik.
Behavioristik adalah sebuah aliran dalam pemahaman tingkah laku manusia yang dikembangkan
oleh John B. Watson (1878-1958), seorang ahli psikologi Amerika. Asumsi dasar mengenai tingkah
laku menurut teori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan-aturan, bisa
diramalkan, dan bisa dikendalikan.
Menurut teoritikus behavioristik, manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif, yang tingkah lakunya
dikontrol oleh faktor-faktor yang berasal dari luar. Senada dengan aliran empirisme, menurutnya
faktor lingkungan inilah yang menjadi penentu terpenting dari tingkah laku manusia. Berdasarkan
pemahaman ini, maka perkembangan individu dapat dikembalikan kepada lingkunganya.

C. Konvergensi
Teori yang diakui dan dipegangi oleh umum adalah teori konvergensi. Teori ini merupakan
kompromi atau dialektika dari nativisme dan empirisme. Teori ini mengatakan bahwa pertumbuhan
dan perkembangan manusia itu dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor pembawaan dan faktor
lingkungan. Pelopor dari aliran ini adalah William Stern.
Sebagai contohnya misalnya seorang balita dalam tahun pertama belajar berbicara. Dorongan serta
bakat itu tidak ada. Dia meniru (imitate) suara-suara yang didengarnya dari ibunya dan orang-orang
di sekitarnya. Kemampuan dia berbicara tidak dapat berkembang jika tidak ada bantuan dari luar
yang membantunya. Dalam hal ini jika tidak ada suara-suara atau kata-kata yang didengar dari
ibunya, dia tidak mungkin dapat berkata-kata.
Dalam aliran konvergensi ini masih terdapat dua aliran, yaitu aliran konvergensi yang lebih
menekankan kepada pengaruh pembawaan dan aliran konvergensi yang menekankan kepada
pengaruh lingkungan. Munculnya kedua kecenderungan dalam aliran konvergensi tersebut membuat
orang yang mengikutinya menjadi skeptis atau ragu-ragu. Sebenarnya, manakah yang menentukan
perkembangan itu, pembawaan ataukah lingkungan? Atau manakah yang lebih kuat, pembawaan
atau lingkungan?

D. Fitrah
Titik tolak perbedaan masing-masing aliran (nativisme, empirisme, dan konvergensi) adalah
terletak pada faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia. Apakah perkembangan manusia
ditentukan oleh faktor pembawaan (nativisme) ataukah oleh faktor pendidikan dan lingkungan
(empirisme), atau keduanya saling pengaruh-mempengaruhi (konvergensi).
Dalam masalah ini, islam sebagai sebuah agama yang komprehensif mempunyai pandangan yang
berbeda dengan nativisme, empirisme, dan konvergensi. Islam menampilkan teori fithrah (potensi
positif) sebagai dasar perkembangan manusia. Dasar konseptualisasinya tentu saja mengacu pada
al-Qur’an dan hadist.
Allah SWT berfirman :
“Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetapkanlah pada fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrahnya. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”
(QS. Ar-Rum : 30).

Sementara dalam salah satu hadist Nabi disebutkan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan
fitrahnya (potensi untuk beriman-tauhid kepada Allah dan kepada yang baik). Kedua orang
tuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi yahudi, Nasranni, atau Majusi.
“Dari Abu Hurairah r.a berkata : Bersabda nabi saw.: Tidak ada bayi yang dilahirkan melainkan lahir
di atas fitrah, maka ayah bundanya yang mendidiknya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi,
bagaikan lahirnya seekor binatang yang lengkap/sempurna”
(HR. Bukhari) 
Kata fitrah berasal dari bahasa Arab, yaitu fatara yang berarti sifat bawaan setiap sesuatu dari awal
penciptaannya atau bisa juga berarti sifat dasar manusia. Fitrah juga berarti sifat dasar manusia,
yaitu beragama. Maksudnya adalah bahwa setiap manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan
beragama tauhid, artinya memiliki kecenderungan dasar untuk meyakini adanya dzat yang Maha Esa
sebagai Tuhan dan penciptanya yang patut dan wajib disembah dan diangungkan.
Makna yang terkandung dalam ayat dan hadist di atas ialah bahwa setiap manusia pada dasarnya
baik, memiliki fitrah, dan juga jiwanya sejak lahir tidaklah kosong seperti kertas putih (yang
diibaratkan oleh John Locke dalam teori tabularasanya) tetapi berisi kesucian dan sifat-sifat dasar
yang baik.
Dengan demikian pandangan Islam terhadap perkembangan anak sama sekali berbeda dengan
konsep perkembangan anak menurut nativisme, empirisme, dan konvergensi.
Fitrah merupakan keutamaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia yang menjadi potensi
manusia yang educable. Potensi tersebut bersifat kompleks yang terdiri atas : ruh (roh), qalb (hati),
‘aql (akal), dan nafs (jiwa). Potensi-potensi tersebut bersifat ruhaniah atau mental-psikis. Selain itu
manusia juga dibekali potensi fisik-sensual berupa seperangkat alat indera yang berfungsi sebagai
instrumen untuk memahami alam luar dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Dengan
demikian fitrah merupakan konsep dasar manusia yang ikut berperan dalam membentuk
perkembangan peserta didik di samping lingkungan (pendidikan).
Fitrah yang bersifat potensial tersebut harus dikembangkan secara faktual dan aktual. Untuk
melakukan upaya tersebut, Islam memberikan prinsip-prinsip dasarnya berupa nilai-nilai Islami
sehingga pertumbuhan potensi manusia terbimbing dan terarah. Dalam proses inilah faktor
pendidikan sangat besar peranannya bahkan menentukan bentuk corak kepribadian seseorang.
Nampaknya itulah yang menjadikan Nabi Muhammad mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu.
Berdasarkan konseptualisasi itulah pendidikan diharapkan dapat berfungsi sebagai wahana dalam
mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan fitrahnya. Dengan demikian jelaslah bahwa
Islam mengakui peranan faktor dasar manusia (fitrah) dan faktor pendidikan dalam perkembangan
anak. Hanya saja konsep Islam mengenai sifat dasar manusia maupun proses pendidikan yang
diperlukan berbeda dengan pendirian-pendirian aliran di atas. Fitrah atau potensi (ketauhidan,
kebaikan, kebenaran, dan kemanusiaan) peserta didik dengan bantuan pendidik akan berkembang
dinamis. Jika kepribadian dan paradigmanya telah terbentuk maka ia akan melakukan proses
mandiri menuju kesempurnaan dirinya menuju ridha Allah, sebuah posisi yang selalu dicari oleh
semua muslim.

Tabula rasa (dari bahasa Latin kertas kosong) merujuk pada pandangan epistemologi bahwa


seorang manusia lahir tanpa isi mentalbawaan, dengan kata lain "kosong", dan seluruh
sumber pengetahuan diperoleh sedikit demi sedikit
melalui pengalaman dan persepsialat indranya terhadap dunia di luar dirinya.
Umumnya para pendukung pandangan tabula rasa akan melihat bahwa pengalamanlah yang
berpengaruh terhadap kepribadian, perilaku sosial dan emosional, serta kecerdasan.
Gagasan mengenai teori ini banyak dipengaruhi oleh pendapat John Locke pada abad 17.
Dalam filosofi Locke, tabula rasa adalah teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir berupa "kertas
kosong" tanpa aturan untuk memroses data, dan data yang ditambahkan serta aturan untuk
memrosesnya dibentuk hanya oleh pengalaman alat inderanya. Pendapat ini merupakan inti
dari empirisme Lockean. Anggapan Locke, tabula rasa berarti bahwa pikiran individu "kosong"
saat lahir, dan juga ditekankan tentang kebebasan individu untuk mengisi jiwanya sendiri. Setiap
individu bebas mendefinisikan isi dari karakternya - namun identitas dasarnya sebagai umat
manusia tidak bisa ditukar. Dari asumsi tentang jiwa yang bebas dan ditentukan sendiri serta
dikombinasikan dengan kodrat manusia inilah lahir doktrin Lockean tentang apa yang disebut
alami.
 Teori pendidikan menurut aliran Empirisme Aliran empirisme merupakan aliran yang mementingkan
stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia. Aliran ini mengatakan bahwa perkembangan
anak tergantung pada lingkungan, sedangkan pembawaan anak yang dibawa semenjak lahir tidak
dianggap penting. Tokoh utama aliran ini adalah John Lock seorang filsuf dari Inggris. Teori aliran ini
mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat diumpamakan seperti kertas putih yang kosong
dan yang belum ditulisi, atau lebih dikenal dengan istilah “Tabularsa” (a blank sheet of paper).
Menurut aliran ini anak-anak yang lahir ke dunia tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa
seperti kertas putih yang polos. Oleh karena itu anak-anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan
orang dewasa yang memberikan warna pendidikannya. Menurut pandangan Empirisme
(enviromentalisme), pendidikan memegang peranan penting, sebab pendidikan menyediakan
lingkungan yang sangat ideal kepada anak-anak. Lingkungan itu akan diterima anak sebagai sejumlah
pengalaman yang telah disesuaikan dengan tujuan pendidikan. 2. Teori pendidikan menurut aliran
Nativisme Tokoh utama aliran Nativisme adalah seorang filsuf Jerman bernama Schopenhauer. Teori
aliran ini mengatakan bahwa anak-anak yang lahir ke dunia sudah memiliki pembawaan atau
bakatnya yang akan berkembang menurut arahnya masing-masing. Pembawaan tersebut ada yang
baik dan ada yang buruk. Oleh karena itu perkembangan anak tergantung dari pembawaan sejak
lahir dan keberhasilan pendidikan anak ditentukan oleh anak itu sendiri. Pendidikan yang tidak
sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak itu
sendiri. Nativisme menekankan kemampuan dalam diri anak sehingga faktor lingkungan, termasuk
faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap pendidikan anak. Menurut teori ini anak tumbuh
dan berkembang tidak dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan baik lingkungan sekitar yang ada
maupun lingkungan yang direkayasa orang dewasa yang disebut sebagai pendidikan. Oleh karena itu
anak akan berkembang sesuai dengan pembawaannya bukan oleh kekuatan-kekuatan dari luar. 3.
Teori pendidikan menurut aliran Konvergensi Konvergensi artinya pertemuan. Pelopor aliran ini
adalah William Stern seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan Jerman. Teori ini mengatakan bahwa
seseorang terlahir dengan pembawaan baik dan juga pembawaan buruk. Bakat dan pembawaan
yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya lingkungan yang sesuai
dengan perkembangan bakat dan pembawaan tersebut. Dengan demikian paham/ aliran teori ini
menggabungkan antara pembawaan sejak lahir dan lingkungannya yang menyebabkan anak
mendapatkan pengalaman. William Stern menjelaskan pemahamannya tentang pentingnya
pembawaan, bakat dan lingkungan itu dengan perumpamaan dua garis yang menuju satu titik
pertemuan. Oleh karena itu teorinya dikenal dengan sebutan konvergensi (memusat ke satu titik). 4.
Teori pendidikan menurut aliran Naturalisme Teori Naturalisme diungkapkan oleh seorang filsuf
Prancis bernama J.J. Rousseaue. Teori ini mengatakan bahwa setiap anak yang baru lahir pada
hakikatnya memiliki pembawaan baik, namun pembawaan baik itu dapat berubah sebaliknya karena
dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan tersebut dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah
ataupun masyarakat. Aliran ini juga dikenal sebagai aliran Negativisme. “Segala sesuatu adalah baik
ketika ia baru keluar dari alam, dan segala sesuatu menjadi jelek manakala ia sudah berada di tangan
manusia ”. Seorang anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, maka anak
tersebut harus diserahkan ke alam. Kekuatan alam akan mengajarkan kebaikan-kebaikan yang
terlahir secara alamiah sejak kelahiran anak tersebut. Dengan kata lain Rousseaue menginginkan
perkembangan anak dikembalikan ke alam yang mengembangkan anak secara wajar karena hanya
alamlah yang paling tepat menjadi guru. 5. Teori Kognitivisme Dikembangkan oleh Jean Piaget,
seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama
dalam perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih
tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang
berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya skema tentang
bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat
seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini
digolongkan ke dalam kognitivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan
perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini
berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi
dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, 6. Teori Konstruktivisme
Teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk
melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru
berdasarkan data. Oleh karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian
rupa sehingga mampu mendorong siswa untuk mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi
pengetahuan yang bermakna. Teori ini mencerminkan siswa memiliki kebebasan berpikir yang
bersifat eklektik, artinya siswa dapat memanfaatkan teknik belajar apapun asal tujuan belajar dapat
tercapai. 7. Teori Humanistik Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan
manusia. \proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari
sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik
adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu
untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara
teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers. 8. Teori
Behaviorisme Adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang
individu sebagai makhluk reaktif yang member respon terhadap lingkungan.Pengalaman dan
pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-
unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan
pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan,mementingkan mekanisme hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya
perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah
laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari
lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-
reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa
tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
Beberapa tokoh teori ini adalah Pavlov, Watson, Skinner, Hull, Guthrie dan Thorndike

Anda mungkin juga menyukai