Aliran-aliran Pendidikan
A.Nativisme
Istilah nativisme berasal dari kata natie yang artinya adalah terlahir. Aliran Nativisme
bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga
faktor lingkungan, termasuk faktor prndidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan
anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak
kelahiran.Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak.[1]
Tokoh aliran Nativisme adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860), dia adalah seorang filsuf
yang berkebangsaan Jerman yang sangat dikenal sebagai orang yang pesimis dan
pemahamannya terhadap realitas sebagai yang tidak masuk akal.Dia berpendapat bahwa
faktor pembawaan yang bersifat kodrat dari kelahiran, yang tidak dapat diubah oleh alam
sekitar atau atau pendidikan itulah pribadi seseorang, bukan hasil pendidikan. Tanpa potensi
hereditas yang baik, seseorang tidak mungkin mencapai taraf yang dikehendaki, meskipun
dididik dengan maksimal.[2]Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar
ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat
dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya, jika anak memiliki bakat baik, ia akan
menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan
berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.[3]
Contoh dari pandangan nativisme adalah anak mirip orang tuanya secara fisik dan akan
mewarisi sifat dan bakat orangtuanya. Misalnya, seorang anak yang berasal dari keluarga ahli
seni musik, maka anak tersebut akan berkembang menjadi seniman musik yag mungkin
melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan
orangtuanya.
Bertolak dari pemikiran diatas, maka konsep pendidikan Schopenhauer dapat dikemukakan
lebih lanjut senagai berikut:
Pertama, berkaitan dengan mendidik. Menurutnya, mendidik adalah tidak lain dari
membiarkan anak tumbuh berdasarkan pembawaannya. Berhasil tidaknya pendidikan
tersebut, bergantung kepada tinggi rendahnya jenis pembawaan yang dimiliki anak.
Pendidikan menurut aliran ini tidak memiliki kekuatan sama sekali. Dengan demikian, aliran
nativisme ini termasuk yang bersifat pesimistis dalam memandang pendidikan, yakni bahwa
pendidikan tersebut sebagai yang tidak ada nilainya.
Jika pandangan kaum nativisme tersebut dihubungkan dengan ajaran islam tampak bahwa
ajaran tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima. Islam mengakui bahwa setiap manusia
memiliki kemampuan jasmani, akal, dan rohani yang dibawanya sejak lahir.Namun, berbagai
kemampuan tersebut tidak dapat dengan sendirinya tumbuh dan berkembang jika tidak
dilakukan pembinaan.Kemampuan tersebut baru merupakan potensi atau bahan yang masih
harus dibentuk.[4]Tentang adanya potensi yang harus dikembangkan dan dibina ini dapat
dipahami dari ayat yang artinya: ‘dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati, agar kamu bersyukur.”(QS. Al-Nahl, 16:78).
B.Empirisme
Aliran Empirisme atau aliran yang berdasarkan pada pengalaman bertolak dariLockean
Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkmbangan manusia, dan
menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan
pembawaan tidak dipentingkan.Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-
hari di didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulant-stimulan.Stimulasi ini berasal dari
alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
[5] Aliran ini sangan berlawanan dengan aliran nativisme yang beranggapan bahwa
perkembangan manusia tergantung pada faktor bawaan(keturunan) dan bukan dari
lingkungan.
Seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1632-1704) mengembangkan sebuah teori yang
disebut dengan Teori “Tabula Rasa” yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia
seperti kertas kosong (putih) atau meja berlapis lilin yang belum ada tulisan di atasnya. Oleh
karena itu, kertas kosong tersebut dapat ditulisi sekehendak hati yang menulisnya, dan
lingkungan itulah yang menulis kertas kosong tersebut.Menurut teori ini, kepribadian
didasarkan pada lingkungan pendidikan yang didapatinya atau perkembangan jiwa seseorang
semata-mata bergantung kepada pendidikan.[6]
Misalnya, ada dua anak lahir kembar, dan dari kecil mereka dipisahkan dan dibesarkan pada
lingkungan yang berbeda.Satu dari mereka dididik oleh keluarga yang kaya raya dan
disekolahkan di sekolah modern, dan yang satu dididik oleh keluarga miskin di sebuah desa.
Ternyata pertumbuhannya tidak sama.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman, sedangkan kemampuan dasar
yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan.Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil
meskipun lingkungan tidak mendukung.[7]
Dalam pandangan Islam, teori empirisme atau behaviorisme yang dikemukakan John Locke
tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima. Islam mengakui bahwa lingkungan atau
pendidikan memiliki pengaruh dalam pembentukan pribadi anak. Ibn Miskawaih, Ibn Sina,
dan al-Ghazali misalnya mendukung paham tersebut. Para filsuf Islam tersebut misalnya
berpendapat, bahwa jika lingkungan atau pendidikan tidak berpengaruh pada pembentukan
pribadi manusia, maka kehadiran para Nabi menjadi sia-sia.Kenyataa menunjukkan bahwa
dengan kedatangan para Nabi, keadaan masyarakat menjadi berubah dari keadaan yang
tersesat menjadi lurus, dari keadaan berbuat zalim menjadi berbuat baik, dari keadaan bodoh
menjadi pandai, dari keadaan biadab menjadi beradab dan seterusnya. Nabi Muhammad Saw
misalnya menyatakan bahwa ia diutus ke muka bumi ini adalah untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia.
Namun demikian, Islam tidak memutlakkan peran lingkungan atau pendidikan dan
menghilangkan peran hidayah Allah Swt. Islam memandang bahwa lingkungan tidak
sepenuhnya dapat membentuk orang menjadi baik.Buktinya ada anak seorang Nabi yang
tidak menjadi orang yang beriman. Di dalam Al-Qur’an Allah Swt,
menyatakan:sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang
kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah
lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS Al-Qashash,
28:56). Dengan demikian, terlihat dengan jelas bahwa pemikiran pendidikan empirisme atau
behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diterima dalam ajaran Islam.
C.Konvergensi
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam
memahami tumbuh kembang manusia.Karena aliran ini merupakan perpaduan dari aliran
sebelumnya, yaitu nativisme dan empirisme. Seorang tokoh pendidikan Jerman bernama
William Stern (1871-1939) berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah
disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk, sedangkan perkembangan anak
selanjunya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-
sama berperan penting.[8]
Bakat yang dibawa anak pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya
dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan
yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada
diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu.
Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata.Pada anak
manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi lingkungannya, anak berbicara
dalam bahasa tertentu.Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan
pembawaan bahasanya. Karena itu tiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa
lingkungannya, misalnya bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Indonesia, dan sebagainya.
Kemampuan satu anak dengan anak yang lain (yang tinggal dalam lingkungan yang sama)
untuk mempelajari bahasa mungkin tidak sama. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan
kuantitas pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan, biarpun lingkungan anak-anak
tersebut menggunakan bahasa yang sama.
Di kalangansebagian pemikir Islam ada yang berpendapat , bahwa ajaran Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad Saw adalah ajaran yang mendukung teori konvergensi. Pendapat ini
didasarkan pada hadis Nabi yang artinya: bahwa setiap anak yang dilahirkan telah membawa
fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak tersebut menjadi Yahudi,
Nasrani atau Majusi.(HR Baihaqi)
Namun demikian, Islam sesungguhnya lebih tepat dikatakan sebagai penganut paham
konvergensi plus, yakni bahwa keberhasilan pendidikan selain disebabkan karena usaha
manusia, juga karena hidayah dari Allah Swt. Hal ini dapat dipahami dari QS Al-Waaqi’ah
(56) ayat 63-64 yang artinya: maka apakah kamu memerhatikan apa-apa yang kamu tanam?
Apakah kamu menumbuhkannya atau kami yang menumbuhkannya?.Dengan berpegangan
ayat tersebut, maka Islam menganut paham konvergensi plus, atau konvergensi yang
memadukan antara usaha manusia dengan kehendak Tuhan.Hal ini sejalan pula dengan
ideology pendidikan Islam yang bercorak humanism theo-centris, yakni ideology yang
memahami penggabungan antara usaha manusia dan kehendak Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Istilah Nativisme dari asal kata natives yang artinya terlahir. Nativisme adalah
sebuah doktrin filosofis yang berpangaruh besar terhadap pemikiran psikologis.
Tokoh utama aliran ini adalah Arthur Schopenhauer(1788-1869), seoran filosofis
Jerman. Airan ini identik dengan pesimistisyang memandang segala sesuatu dengan
kaca mata hitam. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu telah di
tentukan oleh faktor-faktor yang di bawa manusia sejak lahir,pembawaan yang telah
terdapat pada waktu lahir itulah yang menentukan hasil perkembangannya. Menurut
aliran nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Dalam
ilmu pendidikan pandangan seperti ini di sebut pesimistis pedagogis.
Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak
akan berguna untuk perkembangan anak itu sendiri. Bagi nativisme lingkungan
lingkungan sekitar tidak mempengaruhi perkembangan anak, penganut aliran ini
menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat maka dia akan menjadi
jahat, sebaliknya kalau anak mempunyai pembawaan baik maka dia akan baik.
pembawaan baik dan buruk ini tidak dapat di ubah dari luar.
Jadi menurut pemaparan di atas telah jelas bahwa pendidikan menurut aliran
nativisme tidak bisa mengubah perkembangan seorang anak atau tidak mempunyai
pengaruh sama sekali. Karena menurut mereka baik buruknya seoang anak di
tentukan oleh pembawaan sejak lahir, dan peran pendidikan di sini hanya sebatas
mengembangkan bakat saja. Misalnya: seorang pemuda sekolah menengah
mempunyai bakat musik, walaupun orang tuanya sering menasehati bahkan
memarahinya supaya mau belajar, tapi fikiran dan perasaanya tetap tertuju pada musik
dan dia akan tetap berbakat menjadi pemusik.
2. Aliran Naturalisme
Nature artinya alam atau yang di bawa sejak lahir. Aliran ini di pelopori oleh
seorang filusuf Prancis JJ. Rousseau(1712-1778). Berbeda dengan nativisme
naturalisme berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai
pembawaan baik, dan tidak satupun dengan pembawaan buruk. Bagaimana hasil
perkembangannya kemudian sangant di tentukan oleh pendidkan yang di terimanya
atau yang mempengaruhinya. Jika pengeruh itu baik maka akan baiklah ia akan tetapi
jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula hasilnya. seperti dikatakan oleh tokoh aliran
ini yaitu J.J. Rousseau sebagai berikut:”semua anak adalah baik pada waktu baru
datang dari sang pencipta, tetapi semua rusak di tangan manusia”. Oleh karena itu
sebagai pendidik Rousseau mengajukan “pendidikan alam” artinya anak hendaklah di
biarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya, manusia atau masyarakat
jangan banyak mencampurinya. Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang
di berikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu,
aliran ini juga di sebut negativisme.
Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Yang di laksanakan adalah
menyerahkan anak didik kea lam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak
oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu. Rousseau ingin
menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba di buat-buat sehingga
kebaikan anak-anak yang di peroleh secara alamiyah sejak saat kelahirannya itu dapat
berkembang secara sepontan dan bebas. Ia mengusulkan perlunya permainan bebas
kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaannya, kemampuannya dan
kecenderungannya.
Jadi menurut aliran ini pendidikan harus di jauhkan dari anak-anak, seperti di
ketahui, gagasan naturalism yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat ini
malah terbukti sebaliknya pendidikan makin lama makin di perlukan.
3. Aliran Empirisme
Misalnya: Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala alat
diberikan dan pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu
tidak ada. Akibatnya dalam diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya
tidak optimal.
Contoh lain, ketika dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang
berbeda. Satu dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani golongan miskin, yang satu dididik
di lingkungan keluarga kaya yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata
pertumbuhannya tidak sama. Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman.
Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang
berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.
3. Aliran Konvergensi
Tokoh aliran Konvergensi adalah William Stem. la seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup
tahun 1871-1939. Konvergensi berasal dari kata Convergative yang berarti penyatuan hasil atau
kerja sama untuk mencapai suatu hasil.Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi
dari aliran Nativisme dan Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah
memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh
lingkungan, dan kemungkinan-kemungkinan yang dibawa sejak lahir itu merupakan petunjuk-
petunjuk nasib manusia yang akan datang dengan ruang permainan. Dalam ruang permainan itulah
terletak pendidikan dalam arti yang sangat luas. Tenaga-tenaga dari luar dapat menolong tetapi
bukanlah ia yang menyebabkan perkembangan itu, karena ini datangnya dari dalam yang
mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong. Anak yang mempunyai pembawaan baik dan
didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang
dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi
perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan
perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak.
Dengan demikian, aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor
pembawaan atau bakat dan lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama
berperan penting.
Hanya saja, William Stem tidak menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor
tersebut. Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum bisa ditetapkan
Sebagai contoh : anak dalam tahun pertama belajar mengoceh, baru kemudian becakap-cakap,
dorongan dan bakat itu telah ada, di meniru suara-suara dari ibunya dan orang disekelilingnya. Ia
meniru dan mendebgarkan dari kata-kata yang diucapkan kepadanya, bakat dan dorongan itu tidak
akan berkembang jika tidak ada bantuan dari luar yang merangsangnya. Dengan demikian jika tidak
ada bantuan suara-suara dari luar atau kata-kata yang di dengarnya tidak mungkin anak tesebut
bisa bercakap-cakap.
4. Aliran Kontemporer
Aliran yang terbaru yaitu kontemporer, yakni Teori pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa
hendaknya menarik, merangsang siswa untuk berpikir dan guru dapat menciptakan pembelajaran
yang bermakna.
Teori kontemporer yang bermunculan saat ini banyak sekali di antaranya teori belajar sibernetik.
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru, jika dibandingkan dengan teori-
teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan
teknologi dan ilmu informasi.
Menurut teori Sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai
kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Proses
belajar memang penting dalam teori sibernetik namun yang lebih penting lagi adalah sistem
informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses
bagaimana proses belajar akan berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem informasi yang
dipelajari. Tokoh teori ini Gage dan Berliner, Biehler, Snoman, Baine, dan Tennyson.
Aplikasi teori ini, untuk mendukung proses pembelajaran dalam kegiatan belajar hendaknya
menarik perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang ingatan pada
prasyarat belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong unjuk
kerja, memberikan balikan informatif, menilai unjuk kerja, meningkatkan retensi dan alih belajar.
1. Aliran Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran
pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini adalah Arthur Scopenhauer (1788-1860) seorang filosof
Jerman. Para ahli penganut aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan
oleh pembawaan, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa.
2. Aliran Empirisme (empiricism) adalah kebalikan aliran nativisme, dengan tokohnya yang
utama adalah John Lock. Nama aslinya aliran ini adalah The School of British Empiricism (Aliran
empirisme Inggris). Doktrin aliran empirisme yang sangat terkenal adalah tabula rasa sebuah istilah
bahasa Latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet).
Doktrin tabula rasa menekankan arti pentingnya pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Dalam
arti, perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pendidikannya.
Sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini para pengnut
aliran empirisme menganggap setiap anak yang lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong,
tidak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa seorang anak kelak bergantung
pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.
3. Aliran Konvergensi (convergence) merupakan gabungan antara aliran nativisme dan
empirisme. Tokoh utama aliran ini adalah Louis William Stern, seorang filosof dan psikolog Jerman.
Dalam menentukan faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia, Stern dan para ahli yang
mengikutinya tidak hanya berpegang pada lingkungan/pengalaman atau tidak berpegang pada
pembawaan saja, tetapi berpegang pada kedua faktor tersebut yang sama pentingnya.
.
1. Aliran Empirisme
Tokoh aliran Empirisme adalah John Lock, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704.
Teorinya dikenal dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke
dunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores
oleh lingkungan. Faktor bawaan dari orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan. Pengalaman
diperoleh anak melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris
yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini,
pendidik sebagai faktor luar memegang peranan sangat penting, sebab pendidik menyediakan
lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan se¬bagai pengalaman.
Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai dengan tujuan
pendidikan yang diharapkan.
Misalnya: Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala alat
diberikan dan pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu
tidak ada. Akibatnya dalam diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya
tidak optimal.
Contoh lain, ketika dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang
berbeda. Satu dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani golongan miskin, yang satu dididik
di lingkungan keluarga kaya yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata
pertumbuhannya tidak sama.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang
dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun
lingkungan tidak mendukung.
2. Aliran Nativisme
Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-
1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak
lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Oleh
karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir.
Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri.
Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan
sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai
dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan
akan mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan
tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya
psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya
berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal
kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu.
Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi
seniman musik yang mungkin melebihi ke-mampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada
setengah kemampuan orangtuanya.
Coba simak cerita tentang anak manusia yang hidup di bawah asuhan serigala. la bernama Robinson
Crussoe. Crussoe sejak bayi hidup di tengah hutan rimba belantara yang ganas. la tetap hidup dan
ber¬kembang atas bantuan air susu serigala sebagai induknya. Serigala itu memberi Crussoe
makanan se-suai selera serigala sampai dewasa. Akhirnya, Crussoe mempunyai gaya hidup, bicara,
ungkapan bahasa, dan watak seperti serigala, padahal dia adalah anak manusia. Kenyataan ini pun
membantah teori Nativisme, sebab gambaran dalam cerita Robinson Crussoe itu telah membuktikan
bahwa lingkungan dan didikan membawa pengaruh besar terhadap perkembangan anak.
3. Aliran Behaviorisme
Pada aliran ini menekankan bahwa tingkah laku seseorang terbentuk karena hasil dari
pengalaman.Pengalaman ini merupakan sebagai hasil dari belajar karena seseorang di anggap telah
belajar apabila seseorang tersebut telah menunjukan perubahan perilakunya.Misalnya implikasi
dalam pembelajaran yaitu Apabila guru memberikan pelajaran kepada siswanya maka siswa
tersebut akan memberikan respon yang berupa reaksi atau tanggapan siswa terhahap pelajaran
yang di berikan oleh guru tersebut.Artinya bahwa anak dalam bertindak berdasarkan pengalaman-
pengalaman yang mereka peroleh.
4. Aliran Konvergensi
Tokoh aliran Konvergensi adalah William Stem. la seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup
tahun 1871-1939. Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran Nativisme dan
Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan
buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor
pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting.
Anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan
menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan
baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya,
lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak
didukung oleh bakat baik yang dibawa anak.
Dengan demikian, aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor
pembawaan atau bakat dan lingkungan. Hanya saja, William Stem tidak menerangkan seberapa
besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut. Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor
tersebut belum bisa ditetapkan.
5. Aliran humanistik
Pada aliran ini menekankan pada pentinngnya kesadaran aktualisasi pada diri dan hal-hal yang
bersifat positif pada seseorang.Aliran ini selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia
melalui penghargaan terhadap potensi-potensi yang ada.Misalnya dalam sekolah apabila ada sutau
anak yang pintar ,rajin dan baik maka anak tersebut akan memperoleh penghargaan dari gurunya
akibat dari tingkah lakunya
6. Aliran Kognitif
Pada teori kognitif menekankan proses belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman.
Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa
diamati. Teori ini menyebutkan bahwa seseorang yang mempunyai suatu pengalaman dan
pengetahuan dalam dirinya dan pengalaman dan pengetahuan itersebut tertata dalam bentuk
struktur kognitif. Proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi
secara bersama-sama dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
7. Aliran gestalt
Pada aliran ini seseorang dalam memperoleh pengetahuan yang di dapat dengan memandang
sensasi secara keseluruhan suatu objek yang memiliki struktur atau pola-pola tertentu.
8. Aliran Konstruktivisme
Gagasan pokok aliran ini diawali oleh Giambatista Vico, seorang epistemolog Italia. la dipandang
sebagai cikal-bakal lahirnya Konstruksionisme. la mengatakan bahwa Tuhan adalah pencipta alam
semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan (Paul Suparno, 1997: 24). Mengerti berarti
mengetahui sesuatu jika ia mengetahui. Hanya Tuhan yang dapat mengetahui segala sesuatu karena
dia pencipta segala sesuatu itu. Manusia hanya dapat mengetahui sesuatu yang dikonstruksikan
Tuhan. Bagi Vico, pengetahuan dapat menunjuk pada struktur konsep yang dibentuk. Pengetahuan
tidak bisa lepas dari subjek yang mengetahui.
Aliran ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan kognitif, Piaget
mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan interaksi kontinu antara individu satu dengan
lingkungannya. Artinya, pengetahuan merupakan suatu proses, bukan suatu barang. Menurut Piaget,
mengerti adalah proses adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide baru dengan pengetahuan
yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk pengert ian baru (Paul Supamo, 1997: 33).
Piaget juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu
asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah perpaduan data baru dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru, dan
ekuilibrasi adalah penyesuaian kembali yang secara terus-menerus dilakukan antara asimilasi dan
akomodasi (Suwardi, 2004: 24).
Kesimpulannya, aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi
kognitif dalam diri seseorang; melalui pengalaman yang diterima lewat pancaindra, yaitu indra
penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Dengan demikian, aliran ini menolak
adanya transfer pengetahuan yang dilakukan dari seseorang ke-pada orang lain, dengan alasan
pengetahuan bukan barang yang bisa dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk
mentransfer ilmu, perbuatan itu akan sia-sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan berbeda jika
pembelajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
Secara garis besar, pendapat yang dikemukakan oleh para ahli dapat digolongkan menjadi tiga
golongan, yaitu :
1. Aliran Nativisme
Menurut aliran ini bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-
faktor yang dibawa sejak lahir (natus = lahir). Anak sejak lahir membawa sifat-sifat dan dasar-dasar
tertentu yang dinamakan sifat pembawaan. Para ahli yang mengikuti paham ini biasanya
menunjukkan berbagai kesamaan/kemiripan antara orangtua dengan anak-anaknya. Misalnya kalau
ayahnya ahli musik maka anaknya juga akan menjadi ahli musik, ayahnya seorang ahli fisika maka
anaknya juga akan menjadi ahli fisika. Keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh orangtua juga
dimiliki oleh anaknya.
Sifat pembawaan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan
individu. Pendidikan dan lingkungan hampir-hampir tidak ada pengaruhnya terhadap perkembangan
anak. Akibatnya para ahli pengikut aliran ini berpandangan pesimistis terhadap pengaruh
pendidikan. Tokoh aliran ini ialah Schopenhauer dan Lombroso.
2. Aliran Empirisme
Menurut aliran ini bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor dari
luar/lingkungan. Sedangkan pembawaan tidak memiliki peranan sama sekali. Tokoh aliran ini ialah
John Locke (1632 – 1704) yang terkenal dengan teori “Tabularasa”. Ia mengatakan bahwa anak lahir
seperti kertas putih yang belum mendapat coretan sedikitpun, akan dijadikan apa kertas itu
terserah kepada yang menulisnya.
Aliran empirisme menimbulkan optimisme dalam bidang pendidikan. Segala sesuatu yang
terdapat pada jiwa manusia dapat diubah oleh pendidikan. Watak, sikap dan tingkah laku manusia
dapat diubah oleh pendidikan. Pendidikan dipandang mempunyai pengaruh yang tidak terbatas.
Keburukan yang timbul dari pandangan ini adalah anak tidak diperlakukan sebagai anak,
tetapi diperlakukan semata-mata menurut keinginan orang dewasa. Pribadi anak sering diabaikan
dan kepentingannnya dilalaikan.
3. Aliran Konvergensi
Menurut aliran ini bahwa manusia dalam perkembangan hidupnya dipengaruhi oleh
bakat/pembawaan dan lingkungan atau dasar dan ajar. Manusia lahir telah membawa benih-benih
tertentu dan bisa berkembang karena pengaruh lingkungan. Aliran ini dipelopori oleh W. Stern.
Pada umumhnya paham inilah yang sekarang banyak diikuti oleh para ahli pendidikan dan
psikologi, walaupun banyak juga kritik yang dilancarkan terhadap paham ini. Salah satu kritik ialah
Stern tidak dapat dengan pasti menunjukkan perbandingan kekuatan dua pengaruh itu.
Dengan demikian pendidikan harus mengusahakan agar benih-benih yang baik dapat
berkembang secara optimal dan benih-benih yang jelek ditekan sekuat mungkin sehingga tidak
dapat berkembang.
Beberapa aliran yang terkenal yaitu nativisme, empirisme, dan konvergensi.
A. Nativisme
Aliran narivisme ini dipelopori oleh Schopenhauer. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan
manusia itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Pembawaan yang telah
terdapat pada waktu dilahirkannya itulah yang menentukan hasil perkembangannya. Menurut
nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Pendidikan dan lingkungan
tidak berpengaruh sama sekali dan tidak berkuasa dalam perkembangan seorang anak. Dalam ilmu
pendidikan hal tersebut dinamakan dengan pesimisme pedagogis.
Misalnya ada seorang anak SMA yang mempunyai bakat bermain gitar. Pikiran dan perasaannya
selalu termotivasi untuk bermain gitar. Dia selalu bermain gitar berjam-jam, tanpa merasakan
kebosanan. Pekerjaannya hanya bermain gitar bahkan sekolahnya saja tidak menarik hatinya. Orang
tuanya selalu menasehatinya bahkan orang tuanya melarang dia untuk bermain gitar dan
memutuskan senar gitarnya. Orang tuanya menginginkan dia kelak menjadi seorang arsitek. Hanya
karena paksaan dari orang tuanya dan bimbingan dari gurunya saja dia bersekolah. Tetapi saat dia
lepas dari pengawasan orang tuanya dan gurunya, dia kembali kepada gitar dan mencurahkan
perhatiannya untuk bermain gitar. Contoh tersebut merupakan suatu bukti bahwa pendidikan dan
lingkungan sama sekali tidak berkuasa, itulah kata nativisme.
Dengan demikian jelaslah bahwa menurut aliran ini perkembangan manusia dalam menjalani
hidupnya tergantung pada pembawaannya (faktor hereditas). Menurut penelitian, faktor hereditas
mempengaruhi kemampuan intelektual dan kepribadian seseorang. Dalam perspektif hereditas,
perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh :
1. Bakat atau pembawaan
Anak dilahirkan dengan membawa bakat-bakat tertentu. Bakat ini dapat diumpamakan sebagai bibit
kesanggupan atau bibit kemungkinan yang terkandung dalam diri anak. Setiap anak memilliki
bermacam-macam bakat sebagai pembawaannya, seperti bakat musik, seni, agama, akal yang
tajam, dan sebagainya.
Anak yang mempunyai bakat musik misalnya, maka minat dan perhatiannya akan sangat besar
terhadap musik. Ia akan mudah mempelajarinya, mudah mencapai kecakapan-kecakapan yang
berhubungan dengan musik. Dia dapat mencapai kemajuan dalam bidang musik, bahkan mungkin
mencapai prestasi yang luar biasa seperti ahli musik dan pencipta lagu. Dengan demikian jelaslah
bahwa bakat atau pembawaan mempunyai pengaruh terhadap perkembangan individu.
2. Sifat-sifat keturunan
Sifat-sifat keturunan yang diwariskan oleh orang tua atau nenek moyangnya terhadap seorang anak
dapat berupa fisik maupun mental. Mengenai fisik misalnya muka (hidung), bentuk badan, dan
suatu penyakit. Sedangkan mengenai mental misalnya sifat pemalas, sifat pemarah, pendiam, dan
sebagainya.
Dengan demikian jelaslah bahwa sifat-sifat keturunan ikut menentukan perkembangan seorang
anak.
B. Empirisme
Pelopor aliran ini adalah John Locke dengan teorinya yaitu tabularasa. Dalam teori tabularasa
seorang anak diibaratkan seperti kertas putih yang masih kosong (a sheet of white paper avoid off
all character). Jadi sejak dilahirkan anak itu tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa dan
anak dapat dibentuk sekehendak pendidiknya. Disini kekuatan ada pada pendidik dan pendidikan
serta lingkungan berkuasa atas pembentukan anak.
Dengan demikian aliran empirisme berlawanan dengan kaum nativisme karena berpendapat bahwa
dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu sangat ditentukan oleh lingkungannya, atau
oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia dapat dididik apa saja (ke
arah yang lebih baik maupun ke arah yang lebih buruk) menurut kehendak lingkungan atau
pendidiknya. Dalam ilmu pendidikan, pendapat kaum empiris ini terkenal dengan nama optimisme
pedagogis.
Misalnya ada dua anak yang dilahirkan dalam keadaan kembar. Mereka berasal dari satu bibit di
rahim ibunya. Mereka dalam paradigma nativisme dianggap memiliki bakat, kesanggupan dan sifat-
sifat yang sama. Kemudian keduanya dipisahkan sejak lahir. Yang seorang dibesarkan di lingkungan
keluarga petani yang agamis dan yang satunya lagi dibesarkan di lingkungan keluarga hartawan dan
menempuh pendidikan di sekolah modern.
Ternyata pertumbuhan mereka tidak sama. Kemajuan bakat dan kesanggupannya itu yang asalnya
sama ternyata hasilnya tidaklah sama. Yang seorang menjadi guru dan yang seorang menjadi
pengusaha. Apakah yang menyebabkan perbedaan itu? Tidak lain adalah karena didikan dan
lingkungan yang berbeda tadi. Demikianlah kata orang-orang yang berparadigma empirisme.
Orang yang berparadigma empirisme ini juga sepaham dengan orang yang beraliran behavioristik.
Behavioristik adalah sebuah aliran dalam pemahaman tingkah laku manusia yang dikembangkan
oleh John B. Watson (1878-1958), seorang ahli psikologi Amerika. Asumsi dasar mengenai tingkah
laku menurut teori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan-aturan, bisa
diramalkan, dan bisa dikendalikan.
Menurut teoritikus behavioristik, manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif, yang tingkah lakunya
dikontrol oleh faktor-faktor yang berasal dari luar. Senada dengan aliran empirisme, menurutnya
faktor lingkungan inilah yang menjadi penentu terpenting dari tingkah laku manusia. Berdasarkan
pemahaman ini, maka perkembangan individu dapat dikembalikan kepada lingkunganya.
C. Konvergensi
Teori yang diakui dan dipegangi oleh umum adalah teori konvergensi. Teori ini merupakan
kompromi atau dialektika dari nativisme dan empirisme. Teori ini mengatakan bahwa pertumbuhan
dan perkembangan manusia itu dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor pembawaan dan faktor
lingkungan. Pelopor dari aliran ini adalah William Stern.
Sebagai contohnya misalnya seorang balita dalam tahun pertama belajar berbicara. Dorongan serta
bakat itu tidak ada. Dia meniru (imitate) suara-suara yang didengarnya dari ibunya dan orang-orang
di sekitarnya. Kemampuan dia berbicara tidak dapat berkembang jika tidak ada bantuan dari luar
yang membantunya. Dalam hal ini jika tidak ada suara-suara atau kata-kata yang didengar dari
ibunya, dia tidak mungkin dapat berkata-kata.
Dalam aliran konvergensi ini masih terdapat dua aliran, yaitu aliran konvergensi yang lebih
menekankan kepada pengaruh pembawaan dan aliran konvergensi yang menekankan kepada
pengaruh lingkungan. Munculnya kedua kecenderungan dalam aliran konvergensi tersebut membuat
orang yang mengikutinya menjadi skeptis atau ragu-ragu. Sebenarnya, manakah yang menentukan
perkembangan itu, pembawaan ataukah lingkungan? Atau manakah yang lebih kuat, pembawaan
atau lingkungan?
D. Fitrah
Titik tolak perbedaan masing-masing aliran (nativisme, empirisme, dan konvergensi) adalah
terletak pada faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia. Apakah perkembangan manusia
ditentukan oleh faktor pembawaan (nativisme) ataukah oleh faktor pendidikan dan lingkungan
(empirisme), atau keduanya saling pengaruh-mempengaruhi (konvergensi).
Dalam masalah ini, islam sebagai sebuah agama yang komprehensif mempunyai pandangan yang
berbeda dengan nativisme, empirisme, dan konvergensi. Islam menampilkan teori fithrah (potensi
positif) sebagai dasar perkembangan manusia. Dasar konseptualisasinya tentu saja mengacu pada
al-Qur’an dan hadist.
Allah SWT berfirman :
“Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetapkanlah pada fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrahnya. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”
(QS. Ar-Rum : 30).
Sementara dalam salah satu hadist Nabi disebutkan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan
fitrahnya (potensi untuk beriman-tauhid kepada Allah dan kepada yang baik). Kedua orang
tuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi yahudi, Nasranni, atau Majusi.
“Dari Abu Hurairah r.a berkata : Bersabda nabi saw.: Tidak ada bayi yang dilahirkan melainkan lahir
di atas fitrah, maka ayah bundanya yang mendidiknya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi,
bagaikan lahirnya seekor binatang yang lengkap/sempurna”
(HR. Bukhari)
Kata fitrah berasal dari bahasa Arab, yaitu fatara yang berarti sifat bawaan setiap sesuatu dari awal
penciptaannya atau bisa juga berarti sifat dasar manusia. Fitrah juga berarti sifat dasar manusia,
yaitu beragama. Maksudnya adalah bahwa setiap manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan
beragama tauhid, artinya memiliki kecenderungan dasar untuk meyakini adanya dzat yang Maha Esa
sebagai Tuhan dan penciptanya yang patut dan wajib disembah dan diangungkan.
Makna yang terkandung dalam ayat dan hadist di atas ialah bahwa setiap manusia pada dasarnya
baik, memiliki fitrah, dan juga jiwanya sejak lahir tidaklah kosong seperti kertas putih (yang
diibaratkan oleh John Locke dalam teori tabularasanya) tetapi berisi kesucian dan sifat-sifat dasar
yang baik.
Dengan demikian pandangan Islam terhadap perkembangan anak sama sekali berbeda dengan
konsep perkembangan anak menurut nativisme, empirisme, dan konvergensi.
Fitrah merupakan keutamaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia yang menjadi potensi
manusia yang educable. Potensi tersebut bersifat kompleks yang terdiri atas : ruh (roh), qalb (hati),
‘aql (akal), dan nafs (jiwa). Potensi-potensi tersebut bersifat ruhaniah atau mental-psikis. Selain itu
manusia juga dibekali potensi fisik-sensual berupa seperangkat alat indera yang berfungsi sebagai
instrumen untuk memahami alam luar dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Dengan
demikian fitrah merupakan konsep dasar manusia yang ikut berperan dalam membentuk
perkembangan peserta didik di samping lingkungan (pendidikan).
Fitrah yang bersifat potensial tersebut harus dikembangkan secara faktual dan aktual. Untuk
melakukan upaya tersebut, Islam memberikan prinsip-prinsip dasarnya berupa nilai-nilai Islami
sehingga pertumbuhan potensi manusia terbimbing dan terarah. Dalam proses inilah faktor
pendidikan sangat besar peranannya bahkan menentukan bentuk corak kepribadian seseorang.
Nampaknya itulah yang menjadikan Nabi Muhammad mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu.
Berdasarkan konseptualisasi itulah pendidikan diharapkan dapat berfungsi sebagai wahana dalam
mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan fitrahnya. Dengan demikian jelaslah bahwa
Islam mengakui peranan faktor dasar manusia (fitrah) dan faktor pendidikan dalam perkembangan
anak. Hanya saja konsep Islam mengenai sifat dasar manusia maupun proses pendidikan yang
diperlukan berbeda dengan pendirian-pendirian aliran di atas. Fitrah atau potensi (ketauhidan,
kebaikan, kebenaran, dan kemanusiaan) peserta didik dengan bantuan pendidik akan berkembang
dinamis. Jika kepribadian dan paradigmanya telah terbentuk maka ia akan melakukan proses
mandiri menuju kesempurnaan dirinya menuju ridha Allah, sebuah posisi yang selalu dicari oleh
semua muslim.