Anda di halaman 1dari 4

Nama : Elpa Nispita Sari

NIM : E1C021054

Kelas : 2B- Bahasa dan Sastra Indonesia

Matkul : Pengantar Pendidkan

Tugas : Merangkum Materi

Dosen : Drs. Suyanu, M. Pd.

MATERI BAB III

HUKUM DASAR PENDIDIKAN

A. Hukum Nativisme

Istilah nativisme berasal dari kata natie yang berarti “terlahir” atau seperti “aslinnya”.
Oleh karena bawaan begitulah dan keberadaannya, lingkungan sekitar tidak berdaya apa apa
dalam memepengaruhi perkembangan anak alias tidak ada gunannya. Perkembangan tidak
dapat di rubah dari kekuatan luar.hukum nativisme beranjak dari keyakinan bahwa
perkembangan pribadi seseorang hanya ditentukan olehfaktor hereditas atau koderati atau
faktor internal individual. Tokoh utama penganut aliran ini adalah Arthur Schopenhauer
(1788-1860), di mana ia menyakinibahwa pembawaan dibawa sejak lahir sebagai kodrat
semata.

Faktor koderati itu diyakini tidak dapat diubah oleh pengaruh lingkungan atau alam
sekitar, termasuk Pendidikan. Itulah keperibadian sejati manusia. Aliran ini bertolak dengan
Leibnitzian Tradision yang menekankan kemmepuan dalam diri anak, sehingga faktor
lingkungan, termasuk faktor prndidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak
selanjutnya. Perkembangan kepribadian manusia semata-mata ditentukan oleh pembawaan
sejak lahir dan harus diterim aapa adannya.

Praksis kependidikan dari penganut aliran ini bermakna bahwa lingkungan pendikan
nyaris tidak mmeberi pewarnaan atau pengaruh terhadap perkembangan anak ketika
menjalani proses pembelajaran di sekolah tergantung pada pembawaan. Menurut Arthur
Schopenhauer (1788-1860), seorang filsuf Jerman, ketika dilahirkan seorang anak manusia
sudah lengkap dengan pembawaan, baik ataupun buruk. Dalam bahasa keseharian kita
mungkin itulah yang disebut: nasib.

Pandangan ini secara taat asas menyakini bahwa keberhasilan anak menjalani Pendidikan
atau persekolahan ditentukan oleh bawaan orisinal dari anak itu sendiri.

Menurut pemikiran humanstik, perolehan atas pengalaman belajar ditentukan oleh


kerangka referensi internal (internal frame of reference) yang dimiliki oleh siswa. Pendekatan
ini memandang siswa secara holidtik (gestals), dimana siswa sebagai “pemilik perilaku”
itulah yang akan mmeperoleh pemahaman dari sisi pandang dirinya sendiri. Pandanga
humanistik yang menekannkan betapa pentingnya “inti”’ privasi atau jati diri manusia, ini
memiliki beberapa variasi seperti berikut ini:

1. Pendekatan aktualisasi diri dari Abraham Maslow atau nondirektif (client centered)
dari Carl R. Rogers.
2. Pendekatan “personal costructs” dari George A. Kelly yang menekankan pentingnya
hubungan “transaksional” antara manusia dengan lingkungannya sebagai basis
memahami prilakunnya.
3. Pendekatan “gestalt” baik yang klasik (Max Wertheimer dan Wolgang Kohler)
maupun pengembangan selamjutya (K. Lewin dan F. Perls), di mana siswa harus
dipahami secara holistic.
4. Pendekatan “search of meaning” dari Victor Franky dengan “logotheraoy” sebagai
aplikasinya, di mana semangat manusia (human spirit) sangat penting untuk
mengatasi aneka masalah atau tantangan yang dihadapi.

B. Hukum Naturalisme

Pelopor hukum atau aliran naturalisme adalah J.J. Rousseau (1712-1778), filsuf Perancis.
Menurut Rousseau, faktor lngkungan mmenjadi penyebab pembawaan baik anak akan
mnejadi rusak. Bahkan Rousseau juga berpendapat bahwa Pendidikan yang diterima oleh
anak dari orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu. Mugkin
inilah yang menginspirasi Megan Fox mengatakan, “I have never been a big believer in
formal education”. Aku tidak pernah percaya sepenuh hati pada Pendidikan formal.

Aliran atau hukum naturalisme sering juga disebut negativisme, sebuah pandangan
negative tenang manusia. Praksinya, guru wajib memberikan pertumbuhan anak pada alam.
Menurut pandangan ini, Pendidikan sepenuhnya tidak diperlukan. Dengan menyerahkan
Pendidikan anknnya dialamnya, pembawaan mereka yang baik tidak menjadi rusak akibat
perlakuan atau intervensi guru melalui proses Pendidikan dan pembelajaran. Pandangan
semacam ini sangat mungkin dapat disebut sebagai naifisme atau bahkan fatalisme.

Menurut penganut hukum naturalisme , perkembangan anak harus terhindar dari


perlakuan Pendidikan, karena hal itu berarti dapat menjauhkan anak dari semua hal yang
dibuat-buat dan dapat membawa mereka Kembali ke alam untuk empertahankan segala yang
baik itu. Tentu saja kita harus mencermati pesan Thomas Sowell, bahwa “too much of what is
called ‘education’ is little more than an expensive isolation from reality”. Kejenuhan
berbicara mengenai “Pendidikan” jauh lebih baik daripada teerisolaasi dari realitas. Agar
tidak terlalu naif mempersepsi Pendidikan, pendapat Norman Cousins, bahwa “The main
failure of education is that it has not prepared people to comprehend matters concerning
human destiny”. Bahwa, kegagalan utama Pendidikan adalah bahwa ia tidak mempersiapkan
orang untuk memahami hal-hal terpenting mengenai nasib manusia.

C. Hukum Empirisme

Hukum empirisme juga popular disebut filssafat empirisme dipelopori oleh Jhon Locke
(1632-1704), dimana dia mengajarkan bahwa perkembangan anak sejak lahir dan utuk
selanjutnya secara mutlak dibentuk oleh lingkungan. Menurut hukum empirisme,
pengetahuan dan keterampilan manusia secara total dibentuk oleh pengalaman iderawi dan
perlakuan yan dietrima oleh anak. Anak laksana biji besi mencair, sehingga bisa dibentuk
seperti apa saja. Di sekolah, proses pembelajaran anak bisa diformat sedemikian rupa. Ketika
anak agak lemah dalam belajar, kepadanya dapat diberikan pembelajaran tambahan atau
remidial, sampai dengan menjadi benar-benar mumpuni seperti apa yang dikehendaki.

Kembali ke pandangan awal empirisme, dimana ia sangat mementingkan stimulais


eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyataka bahwa perkembangan anak
tergantung kepada lingkungan. Tentu saja aliran ini sering dipandang berat sebelah, karena
hanya mementingkan peranan pengalaman atau penginderaan yang diperoleh dari
lingkungan. Pernyataan iniditentng oleh bnayak pihak, misalnya, dari kalangan penganut
rasionalisme. Rasionalisme merupakan saingan dari teori empirisme ini. Menurut kaum
rasionalis, pengalaman inderawi itu tidak termasuk dalam kategori perolehan pengetahuan.
Bagi rasionalis, pengetahuan itu hanya diperoleh melalui pemikiran substantive dan persepsi
intelektual. Dengan cara inilah manusia bisa mendapatkan pemahaman
D. Hukum Konvergensi

Perkembangan pribadi manusia diransang oleh faktor hereditas atau bawahan dan
lingkungan. Inilah filosofi dasar hukum atau aliran konvergensi. Hukum ini dikemukakan
oleh William Sterm (1871-1938); dimana ia berpendapat bahwa perkembangan pribadi
manusia merupakan hasil konvergensi faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal
adalah hereditas atau bawaan dan faktor eksternal adalah lingkungan, termasuk lingkungan
Pendidikan dan pembelajaran.

Bagi William Stwrm (1871-1939), aeorang ahli Pendidikan bangsa Jerman, pembawaan
baik atau buruk menyertai anak manusia ketika dilahirkan. Karenanya, baik faktor
pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting
dalam perkembangan anak selanjutnya. Dengan demikian, bakat atau potensi yang inheren
sejak anak dilahirkan tidak akan berkembang secara optimum tanpa perlakuan atau dukungan
lingkngan yang optimum pula, sesuai dengan perkembangan bakat atau potensinya,
sebaliknya, lingkungan yang baik tidak berdaya bagi perkembangan anak, jika pada dirinya
tidak terdapat bakat atau potensi yang diperlukan bagi aktivitas pengembangan itu.

SOAL!!!

1. Apakah hukum Nativisme itu dan siapakah tokoh utama penganut aliran itu?
2. Pandangan tetang Nativisme dianut oleh psikologi humanistic. Jelaskan pengertian
psikologi humanistik !
3. Siapakah pelopor hukum Naturalisme dan apakah inti hukum Naturalisme itu?
4. Apakah inti hukum empirisme dan siapa pelopornya?
5. Apakah judul buku tempat hukum empirisme dikemukakan?
6. Sebutkan dasar hukum Konvergensi dan siapa tokohnya!

Anda mungkin juga menyukai