Anda di halaman 1dari 15

1

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakekat Peran Guru
2.1.1 Pengertian Peran
Peran adalah perilaku atau lembaga yang punya arti penting bagi struktur
sosial. Dalam hal ini maka, kata peranan lebih banyak mengacu pada penyesuaian
diri pada suatu proses. Menurut Poerwadarminta (2004 -734) peran adalah sesuatu
yang jadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama (dalam terjadinya
sesuatu hal atau peristiwa).
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa peran
adalah tugas yang menjadi tanggung jawab seseorang melaksanakan sesuatu.
Peran yang dimaksud adalah peran guru dalam mengembangkan disiplin anak.
2.1.2 Pengertian Guru
Pengertian guru menurut Undang-undang Guru dan Dosen adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UUD,
2006: 2). Pendapat senada dikemukakan Mulyasa (2003: 100) bahwa guru atau
tenaga pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan melakukan
pengabdian kepada masyarakat terutama pada pendidik di perguruan tinggi.

Pengertian guru berdasarkan Tut Wuri Handayani yaitu guru disebut


pamong yang didefinisikan sebagai pemimpin yang berdiri dibelakang untuk tetap
mempengaruhi dengan member kesempatan kepada anak didik untuk berjalan
sendiri, dan tidak terus-menerus dicampur atau diperintah atau dipaksa (Rahmat
dan Husain, 2012: 4). Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling
penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi anak didik, guru
sering dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Disekolah
guru merupakan unsur yang sangat mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan
selain unsur anak didik dan fasilitas lainnya. Keberadaan guru memegang peranan
penting dalam pencapaian tujuan pendidikan khususnya pendidikan anak.
Demikian pula Sukadi (2007: 9-10) mengemukakan bahwa guru dapat
diartikan sebagai orang yang tugasnya mengajar, mendidik, dan melatih peserta
didik, serta memenuhi kompetensi sebagai orang yang patut digugu dan ditiru
dalam ucapan dan tingkah lakunya. Ini berarti seorang guru bukan saja bertugas
mentransfer nilai gagasan kepada anak tetapi juga memiliki kemampuan
profesional dan memiliki tingkah laku yang patut diikuti dan ditiru oleh anak
didiknya. Dalam pengertian lain menurut Mulyasa (2006: 37) bahwa guru adalah
pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta, dan
lingkungannya.
Menurut Saondi dan Suherman (2010: 4) bahwa guru sebagai pekerja
hanya berkemampuan yang meliputi pengusaan materi pelajaran, pprofesional
keguruan dan pendidikan, penguasaan cara-cara menyesuaikan diri dan
berkepribadian untuk melaksanakan tugasnya, disamping itu guru harus

merupakan pribadi yang berkembang dan bersifat dinamis. Guru merupakan salah
satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan yang mempunyai
posisi strategis maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu
memberikan perhatian besar kepada peningkatan guru baik dalam segi jumlahnya
maupun mutunya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa guru adalah seorang tenaga
profesional dan terdidik yang memperoleh kepercayaan untuk melaksanakan tugas
mendidik dan mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi anak didik setelah mengikuti proses pembelajaran di sekolah untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.
2.1.3 Pengertian Peran Guru
Peran guru sangat vital bagi pembentukan kepribadian, cita-cita, dan visi
misi yang menjadi impian hidup anak didiknya dimasa depan. Dibalik kesuksesan
anak didik, selalu ada guru yang memberikan inspirasi dan motivasi besar pada
dirinya sebagai sumber stamina dan energi untuk selalu belajar dan bergerak
mengejar ketertinggalan, menggapai kemajuan, meorehkan prestasi spektakuler
dan prestisius dalam panggung sejarah kehidupan manusia. Menurut Fakhruddin
(2012: 35) bahwa salah atu peran guru adalah terciptanya serangkaian tingkah
laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu tertentu, serta
berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan anak
menjadi tujuannya. Ini semua dilakukan oleh seorang guru dengan semangat dan
jiwa ingin memberikan yang terbaik kepada anak-anak didiknya.

Untuk lebih memahami tentang peran guru, Asmani (2013: 39-54)


menyebutkan beberapa peran guru antara lain:
1. Educator (pendidik)
Tugas pertama guru adalah mendidik murid-murid sesuai dengan materi
pelajaran yang diberikan kepadanya. Sebagai seorang educator, ilmu adalah syarat
utama. Membaca, menulis, berdiskusi, mengikuti informasi, dan responsif
terhadap masalah kekinian sangat menunjang peningkatan kualitas pendidikan.
2. Leader (pemimpin)
Guru juga seorang pemimpin kelas. Karena itu, ia harus bisa menguasai,
mengendalikan, dan mengarahkan kelas menuju tercapainya tujuan pembelajaran
yang berkualitas. Sebagai seorang pemimpin, guru harus terbuka, demokratis,
egaliter, dan menghindari cara-cara kekerasan. Seorang guru harus suka
mengedepankan

musyawarah

dengan

murid-muridnya

untuk

mencapai

kesepakatan bersama yang dihargai semua pihak. Ia juga harus suka mendengar
aspirasi murid-muridnya mengenai pembelajaran yang disampaikan.
3. Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru bertugas memfasilitasi murid untuk menemukan
dan mengembangkan bakatnya secara pesat. Menemukan bakat anak didik bukan
persoalan mudah, ia membutuhkan eksperiementasi maksimal, latihan terus
menrus, dan evaluasi rutin. Menurut Mulyasa (dalam Asmani, 2013: 42) guru
sebagai fasilitator harus memiliki tujuah sikap sebagai berikut: 1) Tidak
berlebihan mempertahankan pendapat dan keyakinannya atau urang terbuka 2)
Dapat lebih mendengarkan anak didik, terutama tentang aspirasi dan perasaannya.

3) Mau dan mampu menerima ide anak didik yang inovatif, kreatif, bahkan
bahkan yang sulit sekalipun. 4) Lebih meningkatkan perhatiannya terhadap
hubungan dengan anak didik seperti halnya terhadap vahan pembelajaran. 5)
Dapat menerima komentar balik (feadback), baik yang bersifat positif maupun
negatif, dan menerimanya sebagai pandangan yang konstruktif terhadap diri dan
perilakunya. 6) Toleran terhadap kesalahan yang diperbuat anak didik selama
proses pembelajaran. 7) Menghargai anak didik meskipun biasanya mereka sudah
tahu prestasi yang dicapainya.
4. Motivator
Sebagai seorang motivator, seorang guru harus mampu membangkitkan
semangat da mengubur kelemahan anak didik bagaimanapun latar belakang hidup
keluarganya. Bagaimanapun kelam masa lalunya, dan bagaimanapun berat
tantantangannya. Sebagai seorang mativator, guru adalah psikolog yang
diharapkan mampu menyelami psikologi anak didiknya, sehingga mengetahui
kondisi lahir batinnya.
5. Administrator
Sebagai seorang guru, tugas administrasi sudah melekat dalam dirinya,
dari mulai melamar menjadi guru, kemudian diterima dengan bukti surat
keputusan yayasan atau kepala sekolah. Dalam mengajar, guru harus mengabsen
terlebih dahulu, mengisi jurnal kelas dengan kelas dengan lengkap, mulai dari
nama, materi yang disampaikan, kondisi anak didik dan tanda tangan.

6. Evaluator
Sebaik apapun kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahan yang perlu
dibenahi dan dismpernukan. Disinilah pentingnya evauasi seorang guru. Dalam
evaluasi ini, guru bisa memakai banyak cara, dengan merenungkan sendiri proses
pembelajaran yang diterapkan, meneliti kelemahan dan kelebihan, atau dengan
cara yang lebih objektif, meminta pendapat orang lain, misalnya kepala seolah,
guru yang lain dan muridnya.
2.2 Hakikat Kecerdasan Sosial Anak
2.2.1 Pengertian Kecerdasan
Menurut Samatowa (2010: 39) bahwa kecerdasan merupakan pengetahuan
tentang otak manusia dan kepekaannya terhadap ragam budayanya. Kecerdasan
saat ini tidak lagi hanya diartikan sebagai kecerdasan rasional yang bsersifat logis
analitis, matematis, praktis. Menurut Anwar dan Ahmad (2009: 21-22) bahwa
anak-anak yang memiliki kecerdasan yang tinggi mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Memiliki kelincahan dalam berpikir seperti tanggap terhadap sesuatu,
memiliki daya ingat yang baik dan efektif walaupun masih kecil dapat
berkonsentrasi dalam waktu lama pada hal-hal menarik minat mereka.
2. Mempunyai semangat bersaing yang tinggi baik bersaing terhadap diri sendiri
maupun terhadap orang lain, memiliki keinginan besar untuk selalu lebih baik,
maupun memotivasi diri sendiri.
3. Cepat menemukan perbedaan-perbedaan dan mudah menangkap sesuatu yang
tidak biasa.

4. Dapat menggunakan kesadaran yang tinggi untuk mengumpulkan informasi


dengan cepat dan hal ini dapat memungkinkan mereka untuk cepat belajar dari
pengalaman termasuk meniru perilaku orang lain.
5. Memiliki kepekaan yang tinggi, lebih responsif dan membutuhkan pendekatan
yang lembut dan pujian yang cukup, juga memiliki emosi yang baik.
6. Keinginan belajar yang tinggi dari sumber apapun.
7. Memiliki rasa ingin tahu yang besar melalui pertanyaan-pertanyaan yang
dikeluarkan secara aktif dan berkesinambungan.
8. Kemampuan bertahan menghadapi frustasi
9. Mampu mengendalikan diri, mengatur suasana hati dan menjaga beban stress
agar tidak melumpuhkan kemamuan berpikir.
10. Mempunyai latar belakang membaca yang cukup.
2.2.2 Kecerdasan Sosial
Samsudin (2008: 17) menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran
dikenal paradigma baru tentang multi kecerdasan. Kecerdasan kini tidak hanya
dipahami sebagai sekedar keceradasan intelektual (IQ) melainkan kecerdasan
sosial juga perlu dipahami. Menurut Yus (2012: 10) bahwa kecerdasan sosial
(interpersonal) adalah kecerdasan yang berkaitan dengan keterampilan dan
persepsi dalam membina hubungan dengan orang lain.
Sedangkan perkembangan sosial menurut Isjoni (2011: 30) adalah
perkembangan perilaku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan
masyarakat dimana anak itu berada. Hal senada dikemukakan oleh Samsudin
(2008: 18) bahwa kecerdasan sosial merupakan kemampuan untuk berelasi atau

berhubungan serta memahami orang lain dari luar dirinya. Perkembangan sosial
anak merupakan hasil belajar, bukan hanya sekedar kematangan. Perkembangan
sosial diperoleh anak melalui kematangan dan kesempatan belajar belajar dari
berbagai respon terhadap dirinya. Bagi anak TK, kegiatan bermain menjadikan
fungsi sosial anak semakin berkembang. Tatanan sosial yang baik dan sehat serta
dapat membantu anak dalam mengembangkan konsep diri yang positif akan
menjadi perkembangan sosialisasi anak menjadi lebih optimal. Menurut Isjoni
(2011) bahwa ciri sosial anak pada masa anak adalah mudah bersosialisasi dengan
lingkungannya. Dengan bersosialisasi terhadap lingkungan, anak akan lebih
mudah dalam berinteraksi dengan orang lain. Interaksi tersebut merupakan ciri
dari perkembangan kecerdasan sosial pada anak usia dini.
Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
sosial adalah kemampuan anak untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan atau
orang lain sebagai bentuk hubungan sosial terhadap sesama.
2.2.3 Karakteristik Kecerdasan Sosial
Adapun karakteristik kecerdasan sosial berdasarkan umur menurut Mini
(2010: 54) adalah sebagai berikut:
1. 12 < 18 bulan. 1) Menunjukkan reaksi marah apabila merasa terganggu,
seperti permainannya diambil. 2) Menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap
orang yang baru dikenal. 3) Bermain bersama teman tetapi sibuk dengan
mainannya sendiri. 4) Memperhatikan/mengamati teman-temannya yang
beraktivitas.

2. 18 < 24 bulan. 1) Mengekspresikan berbagai reaksi emosi (senang, marah,


takut, kecewa). 2) Menunjukkan reaksi menerima atau menolak kehadiran
orang lain. 3) Bermain bersama teman dengan mainan yang sama. 4)
Berekspresi dalam bermain peran (pura-pura).
3. 2 <3 tahun 1) Mulai bisa mengungkapkan ketika ingin buang air kecil dan
buang air besar. 2) Mulai memahami hak orang lain (harus antri, menunggu
giliran). 3) Mulai menunjukkan sikap berbagi, membantu, bekerja bersama. 4)
Menyatakan perasaan terhadap anak lain (suka dengan teman karena baik hati,
tidak suka karena nakal, dsb.) 5) Berbagi peran dalam suatu permainan
(menjadi dokter, perawat, pasien penjaga took atau pembeli)..
4. 3 <4 tahun. 1) Mulai bisa melakukan buang air kecil tanpa bantuan. 2)
Bersabar menunggu giliran. 3) Mulai menunjukkan sikap toleran sehingga
dapat bekerja dalam kelompok. 4) Mulai menghargai orang lain. 5) Bereaksi
terhadap hal-hal yang dianggap tidak benar (marah apabila diganggu atau
diperlakukan berbeda). 6) Mulai menunjukkan ekspresi menyesal ketika
melakukan kesalahan.
Berdasarkan teori tersebut maka, dapat disimpulkan bahwa karakteristik
kecerdasan sosial anak sangat beraneka ragam sesuai dengan tingkat
perkembangan usia.
2.3 Peran Guru Dalam Mengembangkan Kecerdasan Sosial Pada Anak
Sekolah Minggu
Peranan guru disekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang
dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama

ialah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru.


Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukan kelakuan yang
layak sebagai guru menurut harapan masyarakat. Apa yang dituntut dari guru
dalam aspek etis, intelektual dan sosial lebih tinggi dari pada yang dituntut orang
dewasa lainnya. Guru sebagai pendidik dan pembina anak didik harus menjadi
teladan, di dalam maupun diluar sekolah. Guru senantiasa sadar akan
kedudukannya, dimana dan kapan saja ia akan selalu dipandang sebagai guru yang
harus memperlihatkan kelakuan yang dapat layak untuk ditiru oleh masyarakat,
khususnya oleh anak didik.
Peranan guru yang dimaksud disini adalah berkaitan dengan peran guru
dalam proses pembelajaran anak usia dini. guru merupakan faktor penentu yang
sangat dominan dalam pendidikan pada umumnya, karena guru memegang
peranan dalam proses pembelajaran, dimana proses pembelajaran merupakan inti
dari proses pendidikan secara keseluruhan. Menurut Rusman (2012: 58) bahwa
peranan guru meliputi banyak hal, yaitu guru dapat berperan sebagai pengajar,
pemimpin

kelas,

pembimbing,

pengatur

lingkungan

belajar,

perencana

pembelajaran, supervisor, motivator, dan sebagai evaluator. Oleh karena seorang


guru dapat memahami perannya dalam proses pembelajaran.
Tugas dan peran guru sebagai pendidik profesional sesungguhnya sangat
kompleks, tidak terbatas pada saat berlangsungnya interaksi edukatif didalam
kelas, yang lazim disebut proses belajar mengajar. Guru juga bertugas sebagai
administrator, evaluator, konselor, dan lain-lain sesuai dengan sepuluh kompetensi
(kemampuan) yang dimilikinya. Menurut James B. Brow (dalam Suryosubroto:

2009: 2) bahwa tugas dan peran guru antara lain: menguasai dan mengembangkan
materi pelajaran, merencanakan dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari,
mengontrol dan mengevaluasi kegiatan anak.
Menurut Moon (dalam Uno, 2010. 22-27) bahwa ada beberapa peran guru
dalam pembelajaran anak usia dini yaitu sebagai berikut:
a. Guru sebagai perancang pembelajaran
Guru dituntut untuk berperan aktif dalam merencanakan PBM dengan
memperhatikan berbagai kompenen dalam sistem pembelajaran yang meliputi:
a) membuat dan merumuskan TIK, b) menyiapkan materi yang relevan dengan
tujuan, waktu, fasilitas, perkembangan ilmu, kebutuhan dan kemampuan anak,
c) merancang metode yang disesuaikan dengan siatuasi dan kondisi anak, d)
menyediakan sumber belajar, e) berperan sebagai mediator.
b. Guru sebagai pengelola pembelajaran
Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan
fasilitas bagi bermacam-bermacam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan
tujuan

khususnya

adalah

mengembangkan

kemampuan

anak

dalam

menggunakan alat-alat belajar dan membantu anak untuk memperoleh hasil


yang diharapkan.
c. Guru sebagai pengarah pembelajaran
Guru harus senantiasa berusaha menimbulkan, memelihara, dan meningkatkan
motivasi anak untuk belajar.

d. Guru sebagai evaluator


Tujuan utama penilaian adalah untuk melihat tingkat keberhasilan efektivitas
dan efisiensi dalam proses pembelajaran.
e. Guru sebagai konselor
Sesuai dengan peran guru sebagai konselor adalah ia diharapkan akan dapat
merespons segala masalah tingkah laku yang terjadi dalam proses
pembelajaran.
f. Guru sebagai pelaksana kurikulum
Artinya guru adalah orang yang bertanggung jawab dalam upaya mewujudkan
segala sesuatu yang telah tertuang dalam suatu kurikulum resmi.
g. Guru dalam pembelajaran yang menerapkan kurikulum berbasis lingkungan
Peranan guru dalam kurikulum berbasis lingkungan dituntut untuk
mengaktifkan anak dalam belajar, memiliki pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang memadai.
Secara lebih rinci Slameto (2010: 97) menyebutkan peran guru sebagai
berikut:
a) Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan
baik jangka pendek maupun jangka panjang.
b) Member fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar memadai.
c) Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi setiap sikap, nilai-nilai dan
penyesuaian diri.
Berdasarkan jenis-jenis peran guru yang telah disebutkan di atas, maka
peran guru dalam penelitian ini akan difokuskan pada peran guru sebagai

perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, pengarah pembelajaran, dan


sebagai konselor.
2.4 Gambaran tentang Sekolah Minggu
Sekolah Minggu merupakan suatu wadah yang terdiri dari orang-orang dan
orang-orang itu penting: MURID & GURU. Murid= diajar dan bertumbuh
mencapai sasaran yang ditetapkan. Guru=pengajar, pendidik dan pemberi teladan.
Homrighausen (2005: 33).
Visi dan Misi dirumuskan berdasarkan Pengajaran Agama, baik dalam
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Demikian juga Visi dan Misi Sekolah
Minggu berdasarkan pada pandangan Alkitab (Perjanjian Lama) tentang
pentingnya Pengajaran atau pendidikan anak berdasarkan Ulangan 6:4-9. dan
Dalam Perjanjian baru, yaitu pengajaran Tuhan Yesus, Pengajaran rasul Paulus
dan pengajaran Jemaat yang mula-mula. Apakah Visi dan misi Sekolah Minggu?
Ayat berikut ini akan menolong dalam merumuskan suatu visi dan Misi
sekolah minggu, Biarkah anak-anak itu datang kepadaKu, jangan menghalanghalangi mereka,sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan
Allah ( Markus 10:14, Mat. 19:14 dan Lukas 18:16).
Tujuan Sekolah Minggu dalam Buku Pendidikan Agama Kristen,
dirumuskan bahwa tujuan Pendidikan Agama Kristen kepada anak-anak dalam
sekolah minggu, antara lain: Pertama, Supaya mereka mengenal Allah sebagai
pencipta dan pemerintah seluruh alam ini, dan yesus Kristus sebagai Penebus,
pemimpin dan penolong mereka. Kedua, Supaya mereka mengerti akan
kedudukan dan panggilan mereka selalu anggota-anggota Gereja Tuhan, dan

sukaa turut bekerja bagi perkembangan gereja di bumi ini. Ketiga, Supaya meeka
mengasihi sesamanya oleh karena Tuhan telah mengasihi mereka sendiri.
Keempat, supaya meerka insaf akan dosanya dfan selalu mau bertobat pula, minta
ampun dan pembearuan hidup pada Tuhan.
2.5 Kajian Penelitian yang Relevan
Adapun yang menjadi kajian penelitian yang relevan diantaranya ol;eh
Rizka Fitria Sari. Peranan Guru dalam Membimbing Kecerdasan Sosial Anak di
TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen Yogyakarta. Skripsi; Fakultas Tarbiyah UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1)
Peranan guru yang terdapat di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen diantaranya
adalah: peran guru sebagai ahli instruksional yaitu guru menyusun satuan kegiatan
harian, kedua: guru sebagai motivator, guru sebagai model, guru sebagai
pembimbing, dan guru sebagai pengarah. (2) faktor pendukung dalam pelaksanaan
peranan guru dalam membimbing kecerdasan sosial anak adalah kerjasama yang
baik antar guru serta kepiawaian dalam mengatasi anak didik.
Selanjutnya

oleh

Atik

Prasetyaningsih.

Peran

Pendidik

dalam

Pembentukan Kecerdasan Sosial Anak di Play Group Among Putro Ngemplak


Sleman Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: 2009. Hasil penelitian menunjukan: (1)
Materi yang diajarkan pendidik dalam pembentukan kecerdasan sosial anak di
Play Group Among Putro antara lain adalah interaksi sosial terhadap pendidik,
interaksi sosial terhadap teman sebaya (2) Peran pendidik dalam pembentukan
kecerdasan sosial anak di Play Group Among Putro antara lain adalah peran
pendidik sebagai pengarah, pendidik sebagai pembimbing, pendidik sebagai

pendorong, dan pendidik sebagai pemantau. (3) Langkah-langkah yang dilakukan


pendidik dalam pembentukan kecerdasan sosial anak di Play Group Among Putro
antara lain adalah pendidik mengajarkan interaksi sosial setiap saat kepada anak
didiknya tanpa harus diajarkan dalam satu mata pelajaran khusus, pendidik
memberikan pembelajaran mengenai interaksi sosial dalam bentuk praktis,
pendidik menggunakan metode keteladanan, pembiasaan, dan metode cerita,
pendidik memberikan nasehat dan teguran kepada anak didiknya serta pendidik
bekerjasama dengan orang tua dalam membentuk kecerdasan sosial anak.

Anda mungkin juga menyukai