Anda di halaman 1dari 18

KEMENTERIAN AGAMA

KABUPATEN LAMANDAU

KONSEP DASAR AGAMA HINDU

PADA PEMBINAAN UMAT HINDU DI DESA BATU TUNGGAL


KECAMATAN BULIK TIMUR
KABUPATEN LAMANDAU
OLEH :
DEWA BAGUS YUDHA BAYU PERSADA, S.SOS
PENYULUH AGAMA HINDU KABUPATEN LAMANDAU

PENYELENGGARA HINDU
KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN LAMANDAU
TRI KERANGKA DASAR
Tujuan agama Hindu adalah mencapai kebahagiaan Rohani dan kesejahteraan jasmani,
dalam Pustaka suci disebut dengan “Mokshartham Jagathitaya Ca Iti Dharma”. Agama
atau dharma itu ialah untuk mencapai moksa (kebahiaan Rohani) dan jagatdhita artinya
mencapai kebebasan jiwatman terhadap kebahagiaan duniawi. Untuk mencapai hal
tersebut Agama Hindu menjabarkan menjadi tiga kerangka dasar agama Hindu yaitu:
Tattwa, Susila dan Upacara.
Tattwa berasal dari kata “tat” yang artinya hakekat, kebenaran, kenyataan dan “twa”
berarti yang bersifat. Jadi tattwa berarti yang bersifat kebenaran atau kebenaran mutlak.
Susila berasal dari kata “Su artinya baik dan sila artinya tingkah laku, jadi Susila adalah
tingkah laku yang baik. Selanjutnya.
Upacara berasal dari kata Upa yang artinya persembahan dan cara berarti sebuah tradisi
yang bersumber dari Pustaka suci Hindu.
Ketiga bagian tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan
lainnya. Ketiganya harus dimiliki, dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh umat Hindu
agar terjadinya keharmonisan di dalam kehidupan ini.
TRI HITA KARANA
Dalam konsep ajaran Hindu, kebahagiaan hanya akan terwujud jika adanya hubungan
yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia
dengan alam semesta. Ajaran ini disebut dengan Tri Hita Karana, Tri berarti tiga Hita
berarti kebahagiaan dan karana artinya penyebab.
Hubungan manusia dengan tuhan berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan
keagamaan dalam rangka memuja Ranying Hattala Langit.
Hubungan manusia dengan manusia berhubungan dengan hal-hal saling menolong, saling
memperhatikan, saling mensuport sehingga keharmonisan dapat terjaga.
Manusia dengan alam semesta berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan merawan dan
menjaga alam agar tidak rusak dan terus bisa kita manfaatkan untuk tempat kita mencari
pangan.
Manusia memiliki peranan utama dalam mewujudkan keharmonisan antara ketiga factor
tersebut. Dalam kehidupan ini semua aktivitas memiliki aturan/etika/ Susila. Semua yang
ada di alam bebas maupun di dunia harus mengikuti aturan dalam pergerakannya. Jika
aturan ini tidak diikuti maka pasti akan terjadi kekacauan.
TRI HITA KARANA
Dalam ajaran Kaharingan Tri Hita Karana terwujud dalam konsep telu kapatut belum.
Tiga relasi tersebut benar-benar harus dijaga keharmonisannya sebagai berikut. Pertama
hubungan manusia dengan Ranying Hattala. Penyang Ije Kasimpei, Penyang Ranying
Hattala Langit, artinya beriman kepada Yang Tunggal yaitu Ranying Hattala Langit.
Kedua, hubungan manusia dengan manusia lainnya, baik secara kelompok maupun
individu. Hatamuei Lingu Nalata. Artinya saling mengenal, tukar pengalaman dan
pikiran, serta saling menolong. Hatingih Kambang Nyahun Tarung, Mantang Lawang
Langit. Artinya berlomba lomba menjadi manusia baik agar diberkati oleh Tuhan di langit,
serta bisa memandang dan menghayati kebesaran Tuhan. Ketiga, hubungan manusia
dengan alam semesta. Ciptaan Ranying Hattala yang paling mulia dan sempurna adalah
manusia. Sehubung dengan itu, manusia wajib menjadi suri tauladan bagi segala makhluk
lainnya. Keajaiban-keajaiban yang terkadang terjadi adalah sarana untuk mengetahui dan
lebih menyadari kebesaran Ranying Hattala Langit. Alam merupakan suatu tatanan
harmoni dan terjadinya keharmonisan merupakan tanggung jawab manusia.
PANCA SRADDHA
Pokok keimanan dalam agama Hindu dapat dibagi menjadi lima bagian disebut Panca
Sraddha. Panca artinya lima dan Sraddha artinya kepercayaan. Adapun Kelima bagian
Panca Sradha tersebut yakni;
1) Percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, Agama Hindu mengajarkan Sang Hyang
Widhi Wasa adala yang maha esa, tidak ada duanya. Hal ini dinyatakan dalam
beberapa kitab Veda seperti dalam Chandogya Upanisad om tat sat ekam ewa
adwityam brahman, artinya Sang Hyang Widhi Wasa hanya satu tak ada duanya dan
maha sempurna. Dalam mantram Tri Sandhya disebutkan eko narayanad na dwityo
sti kscit artinya hanya satu Sang Hyang Widhi Wasa dipanggil Narayan, sama sekali
tidak ada duanya, dalam Kitab Suci Rg Veda disebutkan om ekam sat wiprah bahuda
vadanti, artinya Sang Hyang Widhi Wasa hanya satu, tetapi orang arif bijaksana
menyebutnya dengan berbagai nama. Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala
manifestasinya mempunyai sifat-sifat kemahakuasaan yang disebut Asta Aiswarya
adalah delapan sifat kemahakuasaan Tuhan yaitu 1)Anima artinya sifat Tuhan maha
kecil, bahkan lebih kecil dari atom, 2) Mahima artinya sifat Tuhan maha besar, segala
tempat dipenuhi olehNya dan tiada ruang yang kosong olehNya,
PANCA SRADDHA
3) Laghima artinya sifat Tuhan maha ringan bahkan lebih ringan daripada ether, 4) Prapti
artinya dapat menjangkau segala tempat, 5) Prakamya artinya segala kehendak dan
keinginaNya akan terwujud, 6) Isitwa artinya Tuhan Maha Utama dan Mulia, 7) Wasitwa
artinya sifat Tuhan Maha Kuasa, 8) Yatra Kama Wasayitwa artinya segala kehendaknya
akan terlaksana dan tidak ada yang dapat menentangnya.
PANCA SRADDHA
2) Percaya dengan keberadaan Atman sebagai percikan terkecil dari sinar suci Tuhan,
semua makhluk hidup digerakan oleh atman, atman diyakini sebagai percikan kecil dari
Tuhan Yang Maha Esa yang menggerakkan seluh indriya yang ada di dalam tubuh
manusia, hewan dan tumbuhan. Adapun sifat atman sebagai berikut: 1) Achodyhya artinya
tak terlukai oleh senjata, 2) Adahya artinya tak terbakar oleh api, 3) Akledya artinya tak
terkeringkan oleh angin, 4) Acesyah artinya tak terbasahi oleh air, 5) Nitya artinya abadi,
kekal, 6) Sarwagatah artinya ada dimana-mana, 7) Sthanu artinya tak berpindah-pindah,
8) Acala artinya tak bergerak, 9) Sanatana artinya selalu sama, 10) Adyakta artinya tak
terlahirkan, 11) Achintya artinya tak terpikirkan, 12) Awikara artinya tak berjenis kemalin.
Tetapi pertemuan antara atman dengan badan yang kemudian menimbulkan ciptaan atman
dalam keadaan Awidhya. Awidhya artinya gelap, lupa kepada kesadaran. Awidhya mucul
karena pengaruh unsur kemanusiaan dan keduniawian. Sehingga dalam hidup ini atman
yang berada di dalam diri manusia dalam keadaan Awidhya.
PANCA SRADDHA
3) Percaya dengan adanya hukum sebab akibat atau Karma Phala, setiap perbuatan
yang kita lakukan di dunia ini baik atau buruk akan memberikan hasil. Tidak ada
perbuatan sekecil apapun yang luput dari hasil atau phala nya, langsung maupun tidak
langsung hasil dari perbuatan kita pasti akan datang. Perbuatan baik disebut Subha Karma
dan perbuatan buruk disebut asubha karma. Dilihat dari sudut waktu dan penerimaan atau
berlakunya karma phala dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : 1) Sancita Karma Phala,
merupakan hasil dari perbuatan kehidupan sebelumnya yang diteima pada kehidupan saat
ini, 2) Prarabda Karma Phala merupakan hasil dari perbuatan kehidupan sekarang
hasilnya akan kita terima pada kehidupan sekarang juga, 3) Kriyamana Karma Phala
merupakan hasil dari perbuatan kehidupan sekarang hasilnya akan kita terima pada
kehidupan yang selanjutnya. Sejatinya ada Upaya untuk mentaati ajaran Karma Phala
sebagai hukum sebab akibat. Dalam hal ini, umat Hindu perlu menerapkan ajaran Tri
Kaya Parisudha ajaran yang mengajarkan tentang kebaikan. Adapun ajaran yang
mengajarkan tentang kebaikan disebut dengan Manacika berpikir yang baik, Wacika
berkata yang baik dan kayika berbuat yang baik.
PANCA SRADDHA
4) Percaya dengan adanya reinkarnasi atau Purnabhawa, Reinkarnasi disebut juga
punarbhawa yang artinya lahir Kembali ke dunia secara berulang-ulang. Punarbhawa
terdiri dari dua kata punar (lagi) dan bhawa (menjelma). Jadi punarbhawa merupakan
kelahiran yang berulang-ulang yang disebut dengan penitisan dan samsara. Ini terjadi
karena jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan duniawi sebagai efek dari perbuatan
badan. 5) Percaya dengan adanya Moksa.
PANCA SRADDHA
5) Percaya dengan adanya Moksa, Moksa berarti kebebasan. Kamoksan berarti
kebebasan yaitu bebas dari pengaruh ikatan duniawi, bebas dari Karma Phala, bebas dari
samsara, dan lenyap dalam kebahagiaan yang tiada tara. Karena telah lenyap dan tidak
mengalami lagi hukum karma, samsara, maka alam kamoksan itu telah bebas dari urusan-
urusan kehidupan duniawi, tidak mengalami kelahiran Kembali. Karena tidak ada lagi hal
duniawi yang menarik atman untuk menjelma menjadi makhluk hidup lagi, segala hasil
perbuatan sudah mengantarkan atman menyatu dengan Brahman.
LIME SARAHAN
Kata Lime Sarahan berasal dari Bahasa Sangiang. Lime berarti lima dan Sarahan berarti
penyerahan, pengakuan, kepercayaan atau keyakinan. Jadi Lime Sarahan berarti lima
macam keyakinan umat Hindu Kaharingan. Kelima macam keyakinan dasar keyakinan
umat Hindu Kaharingan tersebut adalah :
1) Ranying Hatalla Katamparan
2) Langit Katambuan
3) Petak Tapajakan
4) Nyalung Kapanduian
5) Kalata Padadukan
LIME SARAHAN
1) Ranying Hatalla Katamparan, berarti Ranying Hatalla sebagai awal atau asal mula
segala sesuatu yang ada di dunia ini seperti dalam kitab Panaturan Pasal 1 Ayat 1 : Ia
adalah awal segala kejadian, memperlihatkan kebesaran dan kekuasaannya. Ia yang
maha sempurna, menyatakan keagungan dan kemuliannya.
2) Langit Katambuan, berarti langit berada diatas, lebih mendalam pengertian Langit
Katambuan ini terkait dengan asal usul terbentuknya tubuh manusia, dimana langit
sebagai bapak dan bumi pertiwi sebagai ibu. Dalam ilmu teologi Langit Katambuan
juga berarti sebagai hukum Tuhan adalah hukum yang tertinggi, diatas segala
kehidupan manusia.
3) Petak Tapajakan, Petak adalah Tanah Tapajakan adalah berpijak yang berarti tanah
sebagai tempat bertumbuhnya makhluk hidup beserta kebutuhannya. Dalam teologi
tanah merupakan asal unsur materi tubuh manusia.
4) Nyalung Kapanduan, berarti air permandian atau air suci yang dapat membersihkan
papa atau dosa, dalam ilmu teologi Hindu, Nyalung Kapanduan berarti air kehidupan
yang suci anugerah dari Ranying Hatalla.
LIME SARAHAN
5) Kalata Padadukan, Kalata berarti Guci dan Padadukan berarti tempat duduk.
Sepertinya Rahim, kita hidup sebagai manusia di dunia ini hanya sementara, manusia
diberikan tempat untuk bertumbuh di alam semesta ini sebagai makhluk yang memiliki
kelebihan akal pikiran dari makhluk hidup lainnya untuk menjaga alam semesta agar
aman dan nyaman untuk dihuni.
Keberadaan manusia yang diturunkan Tuhan (Ranying Hatalla) dari langit hanya semata
untuk merawat Bumi agar tidak rusak. Konsepsi ini telah meletakkan manusia sebagai
aktor yang memiliki posisi yang sangat penting bagi alam (Yusran, 2004:157). Oleh
karena itu, dalam kehidupannya manusia tidak boleh bertindak sesuka hati dalam
mengelola alam ini. Larangan untuk tidak melakukan berbagai kerusakan di Bumi ini
didorong oleh sebuah pemahaman bahwa alam ini berasal dari Tuhan sama dengan
manusia. Upaya merusak alam sama halnya dengan merusak diri sendiri karena alam lebih
dahulu diciptakan daripada manusia. Tuhan menciptakan alam karena keperluan dan
kebutuhan manusia.
PANCA YADNYA
Praktik riual keagamaan seperti halnya persembahyangan memiliki salah satu tujuan, yaitu
untuk menunjukkan rasa bakti yang tulus dan ikhlas kepada Ranying Hatalla Langit.
Rutinitas persembahyangan merupakan suatu sarana untuk membentuk umat Hindu
Kaharingan secara utuh agar dapat mengerti, memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran Ranying Hatalla Langit. Konsep Panca Yadnya memiliki pengertian lima jenis
upacara yang terdiri dari Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya, Bhuta Yadnya, Pitra
Yadnya.
Dewa yadnya adalah pemujaan yang dilaksanakan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa atau Ranying Hattala Langit. Tujuan melaksanakan persembahyangan (yadnya)
adalah agar manusia senantiasa teringat dengan kebesaran Tuhan (Ranying Hatalla) dan
memahami segala kekurangan yang ada dalam dirinya. Seperti ritual Basarah. Pada
persembahyangan basarah memiliki salah satu tujuan, yaitu untuk menunjukkan rasa bakti
yang tulus dan ikhlas kepada Ranying Hatalla Langit.
PANCA YADNYA
Rsi Yadnya Rsi artinya orang suci sebagai rokhaniawan bagi masyarakat Umat Hindu.
Yadnya artinya upacara persembahan suci yang tulus ikhlas. Upacara Rsi Yadnya adalah
upacara persembahan suci yang tulus ikhlas sebagai penghormatan serta pemujaan kepada
para Rsi yang telah memberi tuntunan hidup untuk menuju kebahagiaan lahir-bathin di
dunia dan akhirat. Seperti ritual angkat murid calon basir.
Manusa Yadnya Manusa artinya manusia. Yadnya artinya upacara persembahan suci
yang tulus ikhlas. Upacara Manusa Yadnya adalah upacara persembahan suci yang tulus
ikhlas dalam rangka pemeliharaan, pendidikan serta penyucian secara spiritual terhadap
seseorang sejak terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai akhir kehidupan.
Seperti Ritual pernikahan.
Bhuta Yadnya Kata “Bhuta” sering dirangkaikan dengan kata “Kala” yang artinya
“waktu” atau “energi” Bhuta Kala artinya unsur alam semesta dan kekuatannya. Bhuta
Yadnya adalah pemujaan serta persembahan suci yang tulus ikhlas ditujukan kehadapan
Bhuta Kala yang tujuannya untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan Bhuta Kala
dan memanfaatkan daya gunanya. Seperti Ritual Menawur.
PANCA YADNYA
Pitra Yadnya adalah pelaksanaan ritual terhadap roh leluhur. Pitra artinya arwah manusia
yang sudah meninggal. Yadnya artinya upacara persembahan suci yang tulus ikhlas.
Upacara Pitra Yadnya adalah upacara persembahan suci yang tulus ikhlas dilaksanakan
dengan tujuan untuk penyucian dan meralina ( kremasi) serta penghormatan terhadap
orang yang telah meninggal menurut ajaran Agama Hindu. Meralina (kremasi menurut
Ajaran Agama Hindu) adalah merubah suatu wujud demikian rupa sehingga unsur-
unsurnya kembali kepada asal semula. Asal semula artinya adalah asal manusia dari unsur
pokok alam yang terdiri dari air, api, tanah, angin dan akasa. Sarana penyucian digunakan
air dan tirtha (air suci) sedangkan untuk pralina digunakan api pralina (api alat kremasi).
Pelaksanaan ritual Pitra Yadnya dalam ritual keagamaan Hindu Kaharingan seperti
upacara Tiwah. Yadnya sebagai sarana mengantarkan Atman manusia mencapai
Tuhan/Mukti & Moksha. Tujuan dari melaksanakan yadnya yaitu: Yadnya sebagai sarana
untuk memohon sesuatu kepada Tuhan, yadnya sebagai sarana untuk menciptakan
keseimbangan pikiran manusia, alam semesta, untuk menjauhkan malapataka, yadnya
sebagai sarana untuk menciptakan kesucian manusia dan lingkungannya serta penebusan
dosa/kesalahan, yadnya sebagai sarana untuk pendidikan & pelatihan tingkah laku
pengamalan ajaran Agama, serta yadnya sebagai aplikasi dan sosialisasi ajaran Agama
kepada umat manusia secara berkesinambungan.
KESIMPULAN
Tri Kerangka Dasar Agama Hindu merupakan tiga hal yang harus dijalankan oleh umat
Hindu. Tiga hal inilah yang menjadi dasar umat Hindu dalam menjalani kehidupan
beragama. Ketiganya yaitu Tattwa, Susila dan Upacara/Ritual. Tattwa dan Susila menjiwai
jalannya suatu upacara atau ritual dengan kata lain upacara/ritual merupakan wujud
visualisasi dari tattwa dan Susila dalam ajaran agama Hindu. Upacara dalam hal ini adalah
upacara Yadnya, Upacara yang dilaksanakan dengan rasa tulus iklas atau korban suci yang
dilaksanakan dengan tulus iklas. Landasan kebenaran dari pelaksanaan yafnya haruslah
berdasarkan tattwa dari Yadnya tersebut. Dimana tattwa yadnya tertuang dalam susastra
suci Hindu yang kebenarannya bersifat mutlak dan tak terbantahkan. Dalam pelaksanaan
yadnya juga harus dilakukan dengan pedoman ajaran Susila Hindu, agar Yadnya yang
dilaksanakan benar-enar penuh dengan rasa tulus iklas tanpa pamrih. Filsafat dalam agam
Hindu adalah pengetahuan yang kekal. Ajaran tweologi dijabarkan dalam kinsep panca
sraddha, yaitu lima system kepercayaan agama Hindu yang lebih tepat dikategorikan
sebagai tattwa, Panca Sradha dipercaya, diimani, dan dijadikan pedoman prilaku
keagamaan umat Hindu. Jika manusia mampu untuk mengendalikan pikiran dan Tindakan
serta dapat menolong orang yang sedang kesusahan agalah besar yadnya tersebut.
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEAGAMAAN
BANJARMASIN
TAHUN 2022

TERIMA KASIH
DEWA BAGUS YUDHA BAYU PERSADA
PENYULUH AGAMA HINDU
KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN LAMANDAU

Anda mungkin juga menyukai