Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH LANDASAN ILMU KOMUNIKASI

DOSEN : Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si

Sārasamuccaya (SLOKA 1-15)

OLEH :
PUTU GOVINDA PRASADA
NIM : 2124151001

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI HINDU


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HINDU NEGERI I GUSTI BAGUS SUGRIWA
DENPASAR
2021-2022
PENDAHULUAN

Sārasamuccaya adalah kitab Hindu berisi 517 sloka yang diantaranya 6 sloka pengantar
dan 511 sloka mengenai filsafat kehidupan. Kitab Sārasamuccaya disusun oleh Rsi Wararuci,
yang dikenal juga sebagai Ratnakara atau katyayana yang merupakan salah satu dari Nawaratna
dalam pemerintahan Raja Wikramaditya. Dalam enam sloka pertama yang merupakan pengantar
dari Kitab Sārasamuccaya Rsi Wararuci meyampaikan doa pujiannya kepada Rsi Vyasa
(Vyasadewa) yang telah menyusun Astadasa Parwa, delapan belas bab yang menyusun
Mahabharata. Karena karya Rsi Vyasa lah akhirnya intisari dari Mahabharata bisa disusun oleh
Rsi Wararuci yang disebut sebagai Sārasamuccaya. Sara berarti Pertama, Terbaik, Intisari.
Sedangkann Sam berarti lengkap dan utcaya berarti himpunan. sehingga Sārasamuccaya dapat
diartikan sebagai himpunan intisari sastra Bharatakatha yang lengkap dan sempurna.

Sārasamuccaya disusun oleh Rsi Wararuci dengan mengambil latar percakapan antara
Janamejaya dengan Rsi Waisampayana. Janamejaya adalah putra raja Parikshit dan cicit dari
Arjuna, saudara tengah dari Panca Panndava, sedangkan Rsi Waisampayana adalah salah satu
murid dari Rsi Vyasa. Rsi Waisampayana dikenal secara tradisional sebagai narator pertama dari
Mahabharata. Beliau menarasikan Mahabharata kepada Janamejaya ketika sang raja
melaksanakan Sarpa Satra, korban suci untuk memusnahkan ular, karena ayahnya Raja Parikshit
meninggal digigit ular Takshaka. Percakapan Guru-Sisya inilah kemudian yang menginspirasi Rsi
Wararuci untuk menyusun Sārasamuccaya.

Naskah Sārasamuccaya diperoleh oleh Kadjeng dkk di Gedung Kirtya, Singaraja dalam
bahasa Sansekerta dan bahasa Jawa Kuno lalu kemudian mulai diterjemahkan ke dalam bahasa
indonesia pada tahun 1958. Bait pertama yang megawali Sārasamuccaya menggunakan bahasa
Jawa Kuno berisi narasi tentang Rsi Wararuci yang memberikan doa pujian kepada Rsi Vyasa.
Tidak diketahui siapa yang menterjemahkan Sārasamuccaya ini ke dalam bahasa Jawa Kuno.
Dalam terbitannya, Prof. Dr. Raghu Vira, seorang cendikiawan dari india yang banyak meneliti di
berbagai dunia termasuk di Indonesia, dalam preface penerbitan Sārasamuccaya mengakatakan
bahwa Sārasamuccaya ini merupakan Bhagavad Gita bagi masyarakat Hindu di Bali.
Seperti yang sudah disebutkan di awal, Sārasamuccaya disebut sebagai intisari dari
Mahabharata. Kita ketahui Mahabharata adalah salah satu kitab Itihasa yang dikenal juga sebagai
kitab Upaweda yang isi pokoknya memuat ilmu yang dianggap penting dalam kehidupan
manusia sehari-hari dan sifatnya lebih membumi dibandingkan Upanisad. Sārasamuccaya
memberikan bahasan utama tentang moralitas dan etika yang merupakan kesimpulan dari ajaran-
ajaran dharma yang terkandung di dalam Mahabharata.

Di dalam tugas ini berisi 15 sloka pertama dari kitab Sārasamuccaya. Sebelas sloka yang
pertama membicarakan tentang tujuan hidup manusia yaitu Catur Purusa Artha (Dharma, Artha,
Kama & Moksa). Dan empat sloka berikutnya merupakan sloka-sloka yang membahas
keagungan Dharma.Dengan tujuan hidup yang berjenjang seperti catur purusa artha dalam
mencari tujuan hidup dunia seperti artha dan kama, dengan dasar dharma akan membuat kita bisa
menjadi manusia yang berguna bagi sesama. Kegiatan yang berlandaskan Dharma dilakukan agar
bisa meraih tujuan tertinggi manusia yaitu Moksa.

Moksa berarti bebas, orang yang bebas dari ikatan duniawi disebut telah mencapai Moksa
walaupun dia masih hidup, arti lain dari moksa adalah bebas dari kelahiran dan kematian yang
berulang (Punarbhava). Apa yang disampaikan dalam Sārasamuccaya Ini sejalan dengan apa
yang disampaikan dalam Bhagavad Gita. “Dari planet tertinggi di dunia material sampai dengan
planet yang paling rendah, semuanya tempat-tempat kesengsaraan, tempat kelahiran dan
kematian dialami berulang kali. Tetapi orang yang mencapai tempat tinggal-Ku tidak akan pernah
dilahirkan lagi, wahai putera Kunti.”(BG 8.16). ketika manusia berhasil memutus rantai kelahiran
& kematian di alam material ini maka dia berhasil mencapai Moksa. Menurut Sārasamuccaya,
Moksa adalah tujuan terakhir dan yang paling penting bagi manusia, dan hanya dalam kehidupan
manusia saja Moksa mungkin untuk dicapai, inilah keuntungan lahir sebagai manusia.
Sārasamuccaya 1 - 15

Sārasamuccaya - SLOKA 1

dharme cārte ca kāme ca moksa ca bhāratasabha, yadihāsti tedanyatra yannehāsti an tat kvacit

Anaku kamung Janamejaya, salwirning warawarah, yāwat makapadārthang caturwarga,


sāwataranya, sakopanyāsanya, hana juga ya ngke, sangksepanya, ikang hana ngke, ya ika hana
ing len sangkeriki, ikang tan hana ngke, tan hana ika ring len sang keriki

Artinya:

Anaknda Janamejaya, segala ajaran tentang caturwarga (dharma, artha, kama dan moksa),
baikpun sumber, maupun uraian arti atau tafsirnya, ada terdapat di sini; singkatnya, segala yang
terdapat di sini akan terdapat dalam sastra lain; yang tidak terdapat di sini tidak akan terdapat
dalam sastra lain dari sastra ini (tentang caturwarga)

Sārasamuccaya - SLOKA 2

mānusah sarvabhūtesu varttate vai subhāśubbe, aśubhesu samavisþam śubhesvevāvakārayet

Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wwang juga wenang gumawayaken ikang
śubhāśubhakarma, kuneng panentasakena ring śubhakarma juga ikangaśubhakarma phalaning
dadi wwang

Artinya:

Di antara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah, yang dapat
melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; leburlah ke dalam perbuatan baik, segala perbuatan
yang buruk itu; demikianlah gunanya (pahalanya) menjadi manusia
Sārasamuccaya - SLOKA 3

upabhogaih parityaktam nātmānamavasādayet, caṇḍālatvepi mānusyam sarvvathā tata durlabham

Matangnyan haywa juga wwang manastapa, an tan paribhawa, si dadi wwang ta pwa
kagöngakena ri ambek apayāpan paramadurlabha iking si janmamānusa ngaran ya, yadyapi
caṇḍālayoni tuwi

Artinya:

Oleh karena itu, janganlah sekali-kali bersedih hati; sekalipun hidupmu tidak makmur; dilahirkan
menjadi manusia itu, hendaklah menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat
dilahirkan menjadi manusia, meskipun kelahiran hina sekalipun

Sārasamuccaya - SLOKA 4

iyam hiyonih prathamā yonih prāpya jagatipate, ātmānam sakyate trātum karmabhih
śubhalaksaṇaih

Apan iking dadi wwang, uttama juga ya, nimittaning mangkana, wenang ya tumulung awaknya
sangkeng sangsāra, makasādhanang śubhakarma, hinganing kottamaning dadi wwang ika

Artinya:

Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia
dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan
berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia

Sārasamuccaya - SLOKA 5

ihaiva narakavyādhescikitsām na karoti yah, gatvā nirausadham sthānam sarujah kiñ karisyati
Hana pwa wwang tan gawayaken ikang śubhakarma, tambaning narakaloka kangken lara, pejah
pwa ya, wong alara mararing desa katunan tamba ta ngaranika, rupa ning tan katemu ikang enak
kolahalanya

Artinya:

Adalah orang yang tidak mau melakukan perbuatan baik, (orang semacam itu) dianggap sebagai
penyakit yang menjadi obat neraka-loka; apabila ia meninggal dunia, maka ia dianggap sebagai
orang sakit yang pergi ke suatu tempat di mana tidak ada obat-obatan; kenyataannya ia selalu
tidak dapat memperoleh kesenangan dalam segala perbuatannya

Sārasamuccaya - SLOKA 6

sopanabhutam svargasya manusyam prapya durlabham, tathātmānam samādayād dhvamseta na


punaryatha

Paramarthanya, pengpengen ta pwa katemwaniking si dadi wwang, durlabha wi ya ta, sāksāt


handaning mara ring swarga ika, sanimittaning tan tiba muwah ta pwa damelakena

Artinya:

Kesimpulannya, pergunakanlah dengan sebaik-baiknya kesempatan menjelma menjadi manusia


ini, kesempatan yang sungguh sulit diperoleh, yang merupakan tangga untuk pergi ke sorga;
segala sesuatu yang menyebabkan agar tidak jatuh lagi, itulah hendaknya dilakukan

Sārasamuccaya - SLOKA 7

karmabhūmiriya brahman phalabhūmirasau mata iha yat kurute karma tatparatropabhujyate

Apan iking janma mangke, pagawayan śubhāśubhakarma juga ya, ikang ri pena pabhuktyan
karmaphala ika, kalinganya, ikang śubhāśubhakarma mangke ri pena ika an kabukti phalanya, ri
pegatni kabhuktyanya, mangjanma ta ya muwah, tūmūta wāsanāning karmaphala, wāsanā
ngaraning sangakāra, turahning ambemātra, ya tinūtning paribhāsā, swargacyuta, narakasyuta,
kunang ikang śubhāśubhakarma ri pena, tan paphala ika, matangnyan mangke juga pengpönga
śubha aśubhakarma

Artinya:

Sebab kelahiran menjadi manusia sekarang ini, adalah kesempatan melakukan kerja baik ataupun
kerja buruk, yang hasilnya akan dinikmati di akhirat; artinya, kerja baik ataupun kerja buruk
sekarang ini, di akhirat sesungguhnya dikecap akan buah hasilnya itu; setelah selesai
menikmatinya, menitislah pengecap itu lagi; maka turutlah bekas-bekas hasil perbuatannya:
wāsanā disebut sangskara, sisa-sisa yang tinggal sedikit dari bau sesuatu yang masih bekas-
bekasnya saja, yang diikuti (peng) hukuman yaitu jatuh dari tingkatan sorga maupun dari kawah
neraka; adapun perbuatan baik ataupun buruk yang dilakukan di akhirat, tidaklah itu berakibat
sesuatu apapun, oleh karena yang sangat menentukan adalah perbuatan baik atau buruk yang
dilakukan sekarang

Sārasamuccaya - SLOKA 8

mānusyam durlabham prāpya vidyullasitacancalam bhavaksaye matih kāryā bhavopakaraṇesu ca

Iking tang janma wwang, ksanikaswabhāwa ta ya, tan pahi lawan kedapning kilat, durlabha towi,
matangnyan pöngakena ya ri kagawayanning dharmasadhāna, sakarananging manāsanang
sangsāra, swargaphala kunang

Artinya:

Kelahiran menjadi orang (manusia) pendek dan cepat keadaannya itu, tak ubahnya dengan
gerlapan kilat, dan amat sukar pula untuk diperoleh; oleh karena itu, gunakanlah sebaik-baiknya
kesempatan menjadi manusia ini untuk melakukan penunaian dharma, yang menyebabkan
musnahnya proses lahir dan mati, sehingga berhasil mencapai sorga

Sārasamuccaya - SLOKA 9

yo durlabhataram ptapya manusyam lobhato narah, dharmāvamantā kāmātma bhavet


sakalavañcitah

Hana pwa tumemung dadi wwang, wimukha ring dharmasadhāna, jenek ring arthakāma arah,
lobhāmbeknya, ya ika kabañcana ngaranya

Artinya:

Bila ada yang beroleh kesempatan menjadi orang (manusia), ingkar akan pelaksanaan dharma;
sebaliknya amat suka ia mengejar harta dan kepuasan napsu serta berhati tamak; orang itu disebut
kesasar, tersesat dari jalan yang benar

Sārasamuccaya - SLOKA 10

mānusyam mahādusprāpyam taḍidvilasitopamam tallabdhyā yadi samsārānnāpakrāmati vancitah

Ikang manggih si dadi wwang, prasiddha wenang ring dharmasadhāna, tātan entas sangke
sangsāra, kabañcana ta ngaranika

Artinya:

Yang dapat menjelma menjadi orang (manusia); meskipun ia telah dapat memperdalam
pelaksanaan dharma; namun tidak terlepas dari proses lahir dan mati; orang semacam itu, masih
sengsaralah namanya
Sārasamuccaya - SLOKA 11

ūrddhvabāhurviraumyesa na ca kaccischmoti me, dharmādarthasca kāmasca sa kimartham na


sevyate

Nihan mata kami mangke, manawai, manguwuh, mapitutur, ling mami, ikang artha, kāma,
malamaken dharma juga ngulaha, haywa palangpang lawan dharma mangkana ling mami, ndatan
juga angrengo ri haturnyan eweh sang makolah dharmasādhana, apa kunang hetunya

Artinya:

Itulah sebabnya hamba, melambai-lambai; berseru-seru memberi ingat; kata hamba: “dalam
mencari artha dan kāma itu hendaklah selalu dialasi dharma; jangan sekali-kali bertindak
bertentangan dengan dharma” demikianlah kata hamba; namun demikian, tidak ada yang
memperhatikannya; oleh karena katanya, adalah sukar berbuat atau bertindak bersandarkan
dharma, apa gerangan sebabnya ?

Sārasamuccaya - SLOKA 12

kamarthau lipsamānastu dharmmamevāditascaret, nahi dharmmādapetyārthah kāmo vapi


kadācana

Yan paramārthanya, yan arthakāma sādhyan, dharma juga lekasakena rumuhun, niyata
katemwaning arthakāma mene tan paramārtha wi katemwaning arthakāma deninganasar sakeng
dharma

Artinya:

Pada hakekatnya, jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya dharma hendaknya dilakukan
lebih dulu; tak tersangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan kama itu nanti; tidak akan ada
artinya, jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma

Sārasamuccaya - SLOKA 13

dhārmmikam pūjayanti ca na dhanāḍyam na kāminam, dhane sukhakalā kācid dharmme tu


paramam sukham

Kunang sang paṇḍita, sang dhārmika juga, inastutinira, inalemnira, an sira prasiddha anemu
sukha, tan pangalem sugih, kami, apan tan tuhu sukha, ri hananing ahangkārājñāna, ri sedengning
dhanakāma wyawahāra

Artinya:

Bagi sang pandita (orang arif bijaksana) tak lain hanya orang yang bajik yang melaksanakan
dharma, dipuji, dan disanjung olehnya, karena ia telah berhasil mencapai kebahagiaan; beliau
tidak menyanjung orang yang kaya, dan orang yang selalu berahi cinta wanita; sebab orang itu
tidak sungguh berbahagia, karena adanya pikiran angkara dan masih dapat digoda oleh kekayaan
dan hawa nafsu itu

Sārasamuccaya - SLOKA 14

dharma evaplavo nanyah svargam samabhivāñchatam, sa ca naurpvaṇijasstatam jaladheh


pāramicchatah

Ikang dharma ngaranya, henuning mara ring swarga ika kadi gatining parahu, an henuning
baṇyaga nentasing tasik

Artinya:
Yang disebut dharma, adalah merupakan jalan untuk pergi ke sorga; sebagai halnya perahu,
sesungguhnya adalah merupakan alat bagi orang dagang untuk mengarungi lautan

Sārasamuccaya - SLOKA 15

yatnah kāmārthamoksaṇam krtopihi vipadyate, dharmmāya punararambhah sañkalpopi na


nisphalah

Ikang kayatnan ri kagawayaning kama, artha, mwang moksa, dadi ika tan paphala, kunang ikang
kayatnan ring dharmasādhana, niyata maphala ika, yadyapin angena-ngenan juga, maphala atika

Artinya:

Usaha tekun pada kerja mencari kama, artha dan moksa, dapat terjadi ada kalanya tidak berhasil;
akan tetapi usaha tekun pada pelaksanaan dharma, tak tersangsikan lagi, pasti berhasil sekalipun
baru hanya dalam angan-angan saja
DAFTAR PUSTAKA

- kadjeng dkk. 1997. Sarasamuccaya Dengan Teks Bahasa Sansekerta dan Jawa Kuna. Surabaya:
Paramita
- Kitab Sarasamuscaya. Diakses tanggal 9 Oktober 2021.
https://cakepane.blogspot.com/2014/10/kitab-sarasamuscaya.html
- A.C. Bhaktivedanta Swami. 2006. Bhagavad Gita Menurut Aslinya. Indonesia: Hanuman Sakti
- A.C. Bhaktivedanta Swami. 1982. Bhagavata Purana First Canto Part One. India: The
Bhaktivedanta Book Trust
- Adi Parva-1. Vaisampayana Narrates The Mahabharata. Diakses tanggal 9 Oktober 2021.
http://mahabharatathestory.blogspot.com/2015/04/vaisampayana-narrates-mahabharata.html
- Rsi wararuci. Diakses tanggal 9 Oktober 2021.
https://sejarahharirayahindu.blogspot.com/2012/12/rsi-wararuci.html

Anda mungkin juga menyukai