Anda di halaman 1dari 5

CATUR ASRAMA

A. Pengertian Catur Asrama


Kata Catur Asrama berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari kata Catur dan
Asrama. Catur berarti empat dan kata Asrama berarti tempat atau lapangan ’kerohanian’.
Kata ’asrama’ sering juga dikaitkan dengan jenjang kehidupan. Jenjang kehidupan itu
berdasarkan atas tatanan rohani, waktu, umur, dan sifat perilaku manusia.
Susunan tatanan itu mendukung atas perkembangan rohani seseorang.
Perkembangan rohani berproses mulai dari bayi, muda, dewasa, tua, dan mekar.
Kemudian berkembang menjadi rohani yang mantap mengalami ketenangan dan
keseimbangan. Jadi Catur Asrama berarti empat jenjang kehidupan yang berlandaskan
petunjuk kerohanian Hindu.
Adanya empat jenjang kehidupan dalam ajaran agama Hindu dengan jelas
memperlihatkan bahwa hidup itu diprogram menjadi empat fase dalam kurun waktu
tertentu. Tegasnya dalam satu lintasan hidup diharapkan manusia mempunyai tatanan
hidup melalui empat tahap program itu, dengan menunjukkan hasil yang sempurna.
Dalam fase pertama, kedua, ketiga, dan keempat rumusan tatanan hidup dipolakan.
Sehingga dapat digariskan bahwa pada umumnya orang yang berada dalam fase pertama
dan tidak boleh atau kurang tepat menuruti tatanan hidup dalam fase yang kedua, ketiga,
ataupun keempat.

B. Bagian-Bagian Catur Asrama


1. Brahmacari
Brahmacari
terdiri atas dua kata
yaitu kata Brahma dan
kata cari. Kata
Brahma berarti ilmu
pengetahuan atau
pengetahuan suci.
Kata cari berarti
tingkah laku dalam mencari atau mengejar ilmu pengetahuan. Jadi Brahmacari berarti
tingkatan hidup bagi orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan.
“Brahmacari ngaranya sang sedeng mangabhyasa Sang Hyang Śāstra,mnwang
Sang Wruh ring tingkah Sang hyang aksara, sang mangkana karamanya sang
Brahmacari ngaranya". (Silakrama hal 8)
Terjemahan:
"Brahmacari namanya bagi orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan dan
yang mengetahui perihal ilmu huruf (aksara)".
Brahmacari atau Brahmacarya dikenal juga dengan istilah hidup aguron-guron
atau Asewaka guru. Dalam istilah Jawa kuno disebut dengan lapangan hidup asrama,
yaitu tempat penampungan bagi siswa yang sedang menuntut ilmu. Di dalam
tingkatan Brahmacari ini guru mendidik para siswa atau murid dengan petunjuk
kerohanian, kebajikan, amal, pengabdian dan semuanya itu didasari oleh Dharma
(kebenaran), (Sudirga dan Yoga Segara, 2014:151).
Demikian juga Brahmacari merupakan pondasi/dasar untuk menempuh tingkat
dan jenjang kehidupan lainnya seperti Grhastha (berumah tangga) wanaprastha dan
Biksuka lapangan atau tingkat hidup pada masa menuntut ilmu ini. Siswa tidak boleh
melakukan perkawinan. Jadi hubungan seksual itu sangat dilarang.Namun setelah
tamat masa Brahmacari tersebut, menurut pandangan sosiologi dalam masyarakat
Hindu, maka dilanjutkan dengan kehidupan jenjang yang kedua yaitu Grhastha hidup
berumah tangga/suami istri.

2. Gṛhaṣtha
Gṛhaṣtha ialah tingkat kehidupan pada
waktu membina rumah tangga yaitu
sejak kawin. Kata Grha berarti rumah
atau rumah tangga. “Stha (stand) artinya
berdiri atau membina.
Tingkat hidup Gṛhaṣtha yaitu menjadi
pimpinan rumah tangga yang
bertanggung jawab penuh baik sebagai
anggota keluarga maupun sebagai
anggota masyarakat serta sekaligus
sebagai warga negara jenjang kehidupan
Grhastha dapat dilaksanakan apabila
keadaan fisik maupun psikis dipandang sudah dewasa dan bekal pengetahuan sudah
cukup memadai, (Sudirga dan Yoga Segara, 2014:164).
Setelah memasuki tingkat hidup Grhastha, bukan berarti masa belajar atau
menuntut ilmu itu berakhir sampai disitu saja. Belajar tidak mengenal batas usia.
Belajar berlangsung selama hayat dikandung badan. Maka orang mengatakan masa
muda adalah masa belajar. Hal ini mengandung arti bahwa tidak ada istilah tua dalam
hal belajar. Karena ilmu pengetahuan itu sifatnya berkembang terus. Ilmu yang
didapatkan dalam jenjang Brahmacari itu lebih diperdalam serta ditingkatkan lagi
setelah menginjak hidup berumah tangga (Gṛhaṣtha).
Dalam hidup berumah tangga ini ada beberapa kewajiban yang perlu
dilaksanakan yaitu:
a. Melanjutkan keturunan
b. Membina rumah tangga
c. Bermasyarakat
d. Melaksanakan Pañca Yajña
Untuk itu maka dalam jenjang kehidupan ini masalah artha dan kama
menduduki tujuan utama, dengan berlandaskan darma (kebenaran).

3. Wanaprastha
Jenjang kehidupan yang ketiga
dari Catur Asrama ialah wanaprastha.
Wanaprastha terdiri dari dua
rangkaian kata Sansekerta yaitu wana
artinya pohon kayu, hutan semak
belukar dan prastha artinya
berjalan/berdoa paling depan dengan
baik.
Pengertian Wanaprastha
dimaksudkan berada dalam hutan,
mengasingkan diri dalam arti
menjauhi dunia ramai secara perlahan-
lahan untuk melepaskan diri dan
keterikatan duniawi. Dalam upaya
melepaskan diri yang dimaksud adalah berusaha membatasi dan mengendalikan diri
dari unsur Triguna yaitu sifat Rajas dan Tamas, agar dalam Satwam kerohaniannya
lebih mantap dan diberkahi oleh Hyang Widhi sebagai tujuannya menjadi lebih dekat.
Tingkatan hidup Wanaprastha merupakan persiapan diri mengurangi keterikatan
dan keterlibatan dengan kehidupan duniawi. Dalam kehidupan sehari-hari tingkatan
hidup Wanaprastha ini dapat dilaksanakan setelah anak kita dewasa semua bebas dari
tanggungan.
Wanaprastha adalah jenjang kehidupan untuk mencari ketenangan batin dan
mulai melepaskan diri dari keterikatan terhadap kemewahan duniawi. Pada masa
kehidupan Wanaprastha ini, tanggung jawab rumah tangga dan kewajiban-kewajiban
selaku anggota masyarakat, diambil alih oleh anak dan cucu.
Kenikmatan dan kepuasan yang bersifat lahiriah sedikit demi sedikit mulai
dikurangi. Pusat perhatian pada jenjang ini adalah mengarah pada kenikmatan rohani
yang bersifat abadi yaitu moksa. Dia tidak terikat lagi dengan Artha dan Kama.
Kalau kita memperhatikan istilah Wanaprastha berarti hidup mengasingkan diri
ke hutan, tetapi zaman sekarang, menjalani masa hidup Wanaprastha itu tidak usah
pergi ke hutan. Lebih baik ketenangan itu kita cari pada diri masing-masing. Berbuat
baik untuk kepentingan masyarakat, nusa dan bangsa, dengan menegakkan ajaran
Ahimsa (tanpa kekerasan) ajaran agama lainnya. Adapun manfaat menjalankan hidup
Wanaprastha adalah:
a. Untuk mencapai ketenangan rohani.
b. Memanfaatkan sisa-sisa kehidupan di dunia ini untuk mengabdi dan berbuat
amal kebajikan kepada masyarakat umum.
c. Melepaskan segala keterikatan terhadap duniawi.

4. Bhiksuka/Sanyasin
Bhiksuka juga sering disebut Sanyasin. Kata
Bhiksuka berasal dari kata Bhiksu, sebutan untuk
pendeta Buddha. Bhiksu artinya meminta-minta.
Bhiksuka ialah tingkat kehidupan yang lepas dari
ikatan keduniawian dan hanya mengabdikan diri
kepada Hyang Widhi dengan jalan menyebarkan
ajaran-ajaran kesusilaan.
Dalam pengertian sebagai peminta-minta
dimaksudkan ia tidak boleh mempunyai apa-apa
dalam pengabdiannya pada Hyang Widhi dan untuk makannya pun ditanggung oleh
murid-murid pengikutnya ataupun umatnya sendiri. Dalam pengertian sebagai
Sanyasin dimaksudkan meninggalkan keduniawiaan dan hanya mengabdi kepada
Hyang Widhi dengan memperluas ajaran-ajaran kesucian.
Bagi orang yang telah menjalankan hidup Bhiksuka, akan mencerminkan suatu
sifat dan tingkah laku yang baik serta bijaksana. Seorang Bhiksuka akan selalu
memancarkan sifat-sifat yang menyebabkan orang lain menjadi bahagia, (Sudirga dan
Yoga Segara, 2014:168).

Anda mungkin juga menyukai