Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MATA KULIAH STUDI AGAMA HINDU

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Studi Agama Hindu
Dosen Pengampu: Dr. IG Agung Jaya Suryawan, S. Ag., M. Ag.

OLEH:
MADE YOGA PRASETYA
2111031052
3B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN DHARMA ACARYA
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI MPU
KUTURAN SINGARAJA
Tahun 2022
1. Asal Usul Agama Hindu
Asal-usul agama Hindu di dunia dimulai dari masuknya Bangsa Arya ke
India sejak 1500 SM. Masuknya Bangsa Arya ke India membawa perubahan yang
sangat besar dalam tata kehidupan masyarakat India. Perubahan tersebut terjadi
karena Bangsa Arya mengadakan integrasi kebudayaan dengan Bangsa Dravida
dan selanjutnya integrasi ini melahirkan agama Hindu.
Bangsa Arya mulai menulis kitab-kitab suci Weda. Kitab suci ini
dituliskan dalam 4 bagian seperti Reg Weda, Sama Weda, Yayur Weda dan
Atharwa Weda. Peradaban dan kehidupan bangsa Hindu jelas terdapat juga dalam
kitab Brahmana atau dalam kitab Upanisad. Ketiga kitab inilah yang menjadi
dasar pemikiran dan dasar kehidupan orang-orang Hindu.
Asal-usul agama Hindu ditindaklanjuti dengan adanya perubahan corak
kehidupan di India. Corak kehidupan masyarakat Hindu tersebut dibedakan atas 4
kasta, diantaranya:
1. Kasta Brahmana: Keagamaan.
2. Kasta Ksatria: Pemerintahan.
3. Kasta Waisya (Wacyd): Pertanian dan perdagangan.
4. Kasta Sudra (Cudra): Kaum pekerja kasar.

Kepercayaan Bangsa Hindu bersifat politeisme (memuja banyak dewa). Di


dalam pemujaan terhadap dewa itu sering dibuatkan patung-patung yang
disesuaikan dengan peranan dewa tersebut di dalam kehidupan manusia. Patung-
patung itu merupakan simbol dari dewa-dewa yang disembahnya seperti misalnya
Dewa Brahma sebagai Dewa Pencipta, Dewa Wisnu sebagai Dewa Pelindung, dan
Dewa Siwa sebagai Dewa Pelebur atau Pembinasa. Ketiga dewa itu diberi nama
Tri Murti. Tri Murti sendiri berarti yang Maha Kuasa. Sedangkan dewa-dewa
lainnya yang dipuja seperti Dewi Saraswati sebagai Dewi Kesenian dan Ilmu
Pengetahuan, Dewi Sri sebagai Dewi Kesuburan, dan lain sebagainya.
Umat Hindu beranggapan bahwa, tempat suci adalah tempat
bersemayamnya para dewa, sehingga umat Hindu terbiasa mengadakan ibadah ke
tempat-tempat suci untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan bagi umat di
dunia. Umat Hindu beribadah ke tempat-tempat suci seperti Kota Benares, sebuah
kota yang dianggap sebagai kota tempat bersemayamnya Dewa Pelabur (Dewa
Siwa). Di samping itu, Sungai Gangga juga dianggap suci dan keramat oleh umat
Hindu. Menurut kepercayaan mereka, air dari Sungai Gangga akan dapat
menyucikan segala dosa betapapun besarnya. Begitu pula tulang dan abu orang
mati yang sudah dibakar dibuang ke dalam Sungai Gangga, agar orang yang
meninggal masuk ke dalam surga.
Perkembangan agama Hindu di India pada hakikatnnya dapat dibagi
menjadi empat fase, yakni zaman Weda, zaman Brahmana, zaman Upanisad, dan
zaman Buddha. Berikut ini merupakan penjelasannya, seperti :
1. Zaman Weda (1500 SM)
Zaman ini dimulai ketika bangsa Arya berada di Punjab, lembah
Sungai Sindhu, sekitar 2500-1500 SM, setelah mendesak bangsa Dravida
ke sebelah Selatan sampai ke Dataran Tinggi Dekkan. Bangsa Arya telah
memiliki peradaban tinggi. Mereka menyembah dewa-dewa seperti Agni,
Varuna, Vayu, Indra, dan Siwa. Pada zaman ini dikenal juga kitab suci
seperti Weda dan pembagian caturwarna,
2. Zaman Brahmana (1000-750 SM)
Pada zaman ini, kekuasaan kaum Brahmana amat besar dalam
kehidupan keagamaan. Merekalah yang mengantarkan persembahan umat
kepada dewa. Pada zaman ini pula, mulai disusun tata cara
3. Zaman Upanisad (750-500 SM)
Pada zaman ini yang dipentingkan tidak hanya upacara dan sesaji
saja, tetapi lebih daripada itu, yaitu pengetahuan batin yang lebih tinggi.
Zaman ini adalah zaman pengembangan dan penyusunan falsafah agama.
4. Zaman Buddha (500 SM-300 M)
Zaman ini dimulai ketika putra Raja Suddhodana yang bernama
Siddharta menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan
sistem yoga dan semadhi sebagai jalan untuk mendekatkan diri dengan
Tuhan.
2. Bangsa Dravida dan Arya
Secara historis, kelahiran agama Hindu dilatarbelakangi oleh akulturasi
kebudayaan antara suku Arya sebagai bangsa pendatang dari Iran dan Dravida
sebagai penduduk asli India. Bangsa Arya masuk ke India kira-kira tahun 1500
SM. Dengan segala kepercayaan dan kebudayaan yang bersifat vedawi, telah
menjadi thesa disatu pihak, dan kepercayaan bangsa Dravida yang animis telah
menjadi antitesa di lain pihak. Dari sinkritisme antara keduanya, maka lahir
agama Hindu (Hinduisme) sebagai synthesa. Pada waktu bangsa Arya masuk ke
India, di sana telah tinggal penduduk India yang asli, termasuk bangsa Dravida.
Bangsa ini berbadan kecil kulitnya kehitam-hitaman bahkan ada juga yang
hitam hidungnya pipih dan rambutnya ikal, mula-mula bangsa asli tersebut
tersebar diseluruh India Selatan saja, namun lambat laun bangsa Dravida itu
tinggal di kota-kota, bercocok tanam, dan pandai berlayar menyusuri pantai.
Bangsa arya yang menduduki India itu berasal dari Utara. Tempat kediaman
mereka yang asli ialah didaerah laut Kaspia. Kira-kira tahun 2000 SM mereka
meninggalkan tempat mereka yang asli. Gelombang yang satu lagi menuju kearah
Barat Eropa. Gelombang yang satu menuju ke arah Tenggara, ke Persia dan India.
Kira-kira tahun 1500 SM berakhirlah penyerbuan bangsa Arya ke India, di India
mereka menetap di lembah Sungai Shindu (Indus). Selangkah demi selangkah
mereka melakukan ekspansi ke daerah pedalaman sampai ke sungai Gangga dan
Dekkan.
Sifat bangsa Arya berlainan dengan bangsa Dravida. Bangsa Arya berkulit putih,
badannya tinggi dan besar, rambutnya kemerah-merahan, hidungnya besar dan
mancung, dan matanya biru. Sifat yang paling istimewa dari bangsa Arya adalah
pandai berperang daripada bangsa Dravida. Mereka menggunakan bahasa
Sansekerta, dan tidak lagi menjadi bangsa pengembara. Mereka menjadi bangsa
yang menetap menjadi masyarakat desa, bercocok tanam dan berdagang. Ketiga
pekerjaan itu menimbulkan tiga macam pekerjaan yang utama yaitu menjalankan
agama, berperang, dan berdagang. Pengaruh tiga golongan dalam pergaulan hidup
mereka menjadi golongan pendeta, prajurit, dan golongan pedagang. Lambat laun
ketiga golongan ini berubah menjadi kasta Brahmana, kasta ksatria, dan kasta
Waisya. Bangsa asli (dravida) yang telah ditaklukkan oleh bangsa Arya, mereka
masukkan dalam kasta yang keempat yakni kasta sudra. Sedang bangsa asli yang
terdesak dibagian selatan tidak dimasukkan ke dalam kasta apapun. Mereka oleh
bangsa Arya disebut kasta pAryah, artinya orang yang tidak termasuk dalam
lingkungan pergaulan hidup yang tertentu. Dari asas pergaulan kehidupan tersebut
menyebabkan timbulnya konsepsi Hinduisme mengenai sruktur dan susunan
masyarakat.
Berlatar belakang statusnya sebagai bangsa pendatang, maka bangsa Arya
merasa memiliki kelebihan daripada bangsa Dravida. Kedudukan bangsa arya
yang terdiri dari para Brahmana atau para ahli kitab bagaimanapun tidak bisa
disejajarkan dengan orang-orang awam pada umumnya, sehingga tidak
mengherankan jika pada akhirnya agama Hindu lebih banyak diwarnai oleh
adanya klasifikasi masyarakat penganutnya ke dalam kasta-kasta. Kaum
Brahmana yang menguasai kitab Veda telah menjadi kelompok penentu ajaran
Hindu, karena itu agama Hindu dikenal juga dengan istilah agama Brahmana atau
disebut Dharma dalam bahasa Sansekerta.
Sejarah menyebutkan bahwa bangsa Dravida telah mencapai tingkat
kebudayaan yang sangat tingi jauh sebelum munculnya bangsa Arya di benua
Indo-Pakistan. Ada bukti sejarah bahwa pada tahun 2500 SM di anak peradaban
di lembah sungai Shindu (Indus) telah dibangun bangsa Dravida dan sudah cukup
maju di negeri yang sekarang disebut Pakistan. Mereka berbudaya petani serta
mahir baca tulis, menggunakan tembaga dan perungu, tetapi belum memakai besi
dalam persenjataan, serta mempunyai hubungan dagang pada waktu-waktu
tertentu dengan Sumeria dan Akkad. Reruntuhan dari dua ibukota kembarnya,
yakni Harappa di Utara dan Mohenjo Daro di selatan dilandasi dengan rancangan
bangunan yang sama, dan ini menyajikan bukti tentang masyarakat yang sangat
terorganisir dan berkembang di bawah suatu pemerintahan yang kuat dan terpusat.
Mereka menghasilkan juga beberapa karya seni dan kerajinan.
Dalam sejarah memang tidak diketahui secara pasti tentang bangsa
Dravida, namun ada referensi yang menyebutkan bahwa terdapat adanya
peninggalan tulisan mereka yang berbentuk semacam tulisan bergambar dan
sampai sekarang belum terpecahkan. Namun beberapa gambar timbul
menunjukkan beberapa kunci sifat agama mereka, berbagai gambar wanita
ditembikar menunjukkan ada beberapa bentuk penyembahan terhadap Tuhan ibu
dikalangan mereka. Juga ada suatu candi yang menunjukkan bentuk wanita yang
dari perutnya keluar suatu tanaman, dan ini menunjukkan ide dari dewi bumi yang
berhubungan dengan tanaman.
Dewi-dewi semacam itu adalah biasa dalam ajaran agama Hindu sekarang,
juga ada beberapa sajian pada candi-candi yang di temukan di lembah Shindu
(Indus) dari Tuhan wanita, bertanduk dan bermuka tiga dan duduk berposisi yoga,
kakinya bersila dikelilingi oleh suatu candi berbentuk empat ekor binatang buas,
gajah, macan, badak, dan banteng ini adalah prototype dari dewi Hindu sebagai
Tuhan utama, Syiva, Tuhan dari binatang-binatang buas dan pangeran Yogi. Ada
juga bukti di kalangan bangsa dari lembah Shindu (Indus) ini, orang-orang
menyembah phallic dengan penyajian kelamin laki-laki dan kelamin wanita,
penyembah pohon suci, khususnya pohon papal, penyembah pohon yang
dianggap suci, seperti banteng yang berpunuk, sapi dan ular. Semua ini sebagai
pelambang agama Hindu. Gambaran lain yang ada dalam agama Hindu juga di
temui, seperti penyembah patung, bertapa dengan cara Yoga, bermeditasi,
berkumpul dan mandi bersama-sama di sungai serta ajaran inkarnasi (avtar) ke
dalam agama Hindu
Peradaban lembah Shindu (Indus) ini berakhir secara mendadak antara
tahun 2000 sampai dengan 1500 tahun sebelum Masehi. Data yang memberikan
penjelasan dari peradaban ini adalah saat-saat kekacauan dan kesukaran. Ada
bukti-bukti yang menunjukkan tentang adanya kekerasan, perampokan dan
kebinasaan yang dilakukan oleh penyerang-penyerang asing. Peradaban kaum
yang baru ini adalah perusak peradaban lembah Shindu (Indus) yang datang
berkelompok besar dan bergelombang-gelombang, dan mereka jauh lebih primitif
di banding dengan bangsa Dravida, dan cara hidup mereka, baik kepercayaan
maupun praktik keagamaan mereka sangat berbeda.
3. Penerima Wahyu Tuhan
Dalam Agama Hindu terdapat Kitab Suci yang bernama Weda. Weda
merupakan kumpulan sastra-sastra kuno dari zaman India Kuno yang jumlahnya
sangat banyak dan luas. Weda sendiri disusun berdasarkan Wahyu yang di terima
oleh para Rsi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam Agama Hindu dipercaya
ada tujuh Rsi atau Sapta Rsi yang menerima wahyu tuhan. Sapta Rsi ini memiliki
arti sebagai “Sapta” yang berarti tujuh dan “Rsi” artinya bijaksana, pendeta,
seorang pertapa, penulis, penyair dan orang suci. Maharsi-maharsi yang mampu
menerima wahyu Sang Hyang Widhi, memiliki kehidupan dan pola hidup yang
suci. Beliau selalu menjalankan dan mengamalkan ajaran agama Hindu dengan
baik. Berikut ini adalah 7 Rsi tersebut.
1) Rsi Grtsamada
Rsi Grtsamada merupakan Rsi yang menerima wahyu reg Veda Mandala II.
Namun tak banyak sumber yang menyebutkan tentang sosok beliau. Pada
masa penyusunan mantra-mantra veda diceritakan bahwa kehidupan mahaṛsi
Grtsamada tidak banyak diketahui. Dari beberapa catatan diketahui bahwa
Ṛsi Grtsamada adalah keturunan dari Sunahotra yang merupakan keturunan
Bharadvaja, keluarga Angira. Adapula penjelas lain mengatakan bahwa Ṛsi
Grtsamada merupakan keturunan Bhrgu. Sedangkan di dalam Mahabharata ia
disebutkan keturuna Maharsi Sonaka.
2) Rsi Wiswamitra
Rsi Wiswamitra adalah Maharsi yang banyak disebut-sebut namanya dan
dikaitkan dengan seluruh mandala III Reg Veda yang terdiri dari 58 Sukta.
Namun setelah dilakukan penelitian ternyata tidak semua Sukta dikaitkan
dengan nama Rsi Wiswamitra. Nama Wiswamitra juga muncul dalam kitab
Ramayana, bersama dengan Resi Wasista. Namun dalam Ramayana, Resi
Wiswamitra berasal dari keturunan kesatria dan dulu merupakan seorang raja.
Wiswamitra merupakan keturunan seorang raja pada zaman India Kuno, dan
ia juga dipanggil Kaushika atau keturunan Kusha. Ia merupakan kesatria yang
gagah berani yang merupakan cicit dari raja bernama Kusha.
3) Rsi Wamadewa
Rsi Wamadewa banyak dikaitkan dengan penerima wahyu Mandala IV Reg
Veda. Kurang banyak diketahui riwayat Maharsi Wamadewa ini. Dalam
kitab-kitab Purana diceritakan bahwa Wamadewa sempat mengadakan dialog
dengan Dewa Indra. Sehingga Maharsi Wamadewa disebut pemberi petunjuk
untuk mencapai kesempurnaan sejati.
4) Rsi Atri
Maharsi Atri banyak dikaitkan dengan turunnya mantra-mantra Mandala V
Reg Veda.  Bila dibaca secara seksama, Reg Veda Mandala V tampaknya
tidak hanya Maharsi Atri saja yang menerima wahyu, tetapi juga Rsi Druwa,
Prabhuwasu, Samwarana, Gaurawiti dan Putra Sakti. Tetapi kemungkinan
nama-nama itu merupakan keturunan dari Maharsi Atri. Dalam Matsya
Purana dijelaskan bahwa dalam penyusunan mantra-mantra veda, nama Atri
tidak saja sebagai nama keluarga, tetapi juga sebagai nama
pribadi. Dinyatakan bahwa dalam keluarga Atri yang tergolong Brahmana
dijumpai pula beberapa nama dari keluarga Atri seperti Sayana, Udwalaka,
Sona, Sukdewa, Gauragriwa dan lain-lain. Dalam ceritanya dikemukakan
pula informasi bahwa Maharsi Atri banyak dikaitkan dengan keluarga
Angira. Dikemukakan pula bahwa diantara keluarga Atri 36 Rsi tergolong
penerima wahyu. Karena itu kemungkinan nama-nama itu adalah keturunan
dari Maharsi Atri.
5) Rsi Bharadwaja
Dalam Agama Hindu, Bharadwaja merupakan nama salah satu Maharsi yang
menerima wahyu dari Ida Sang Hyang Widhi. Maharsi Bharadwaja banyak
dikaitkan dengan turunnya mantra-mantra dari Mandala VI. Dalam mitologi
dijelaskan bahwa Bharadwaja adalah putera Brhaspati, tetapi cerita tersebut
belum dapat dipastikan kebenarannya. Adapun nama-nama lain, seperti Nara,
Gargajiswa adalah nama Rsi penerima wahyu dari keluarga Bharadwaja.
6) Rsi Wasistha
Rsi Wasista adalah nama seorang tokoh Sapta Rsi. Beliau juga bertindak
sebagai pendeta istana Dinasti Surya dalam kisah Ramayana. Wasistha
sendiri merupakan manasaputra dari Dewa Brahma. Selain itu, tokoh ini juga
dikenal sebagai leluhur dari Wyasa, seorang maharesi penyusun kisah
Mahabharata. Wasista dianggap sebagai salah satu penyusun kitab suci Weda,
terutama Mandala VII dari Regweda. Salah seorang keturunannya, Rsi Sakti
juga dikenal sebagai penerima wahyu. Dalam kitab Purana, dinyatakan bahwa
Rsi Wasistha menikah dengan Arundhati, sudara perempuan Dewa Rsi
Narada. Dari pernikahan itu lahir seorang putra bernama Sakti.
7) Rsi Kanwa
Maharsi Kanwa adalah penerima wahyu Mandala VIII Reg Veda. Mandala
ini isinya bermacam-macam Sukta. Kanwa adalah nama pribadi dan juga
nama keluarga. Mandala VIII dinyatakan diterima oleh Maharsi Kanwa atau
merupakan wahyu yang diterima oleh keluarga Sakuntala. Dahulu tempat
pertapaanya disebutkan di Gunung Himawan, salah satu Panca Giri.
Disamping Rsi Kanwa terdapat pula nama-nama rsi lainnya seperti Kasyapa,
Putra Marici. Maharsi Kanwa mempunyai puta bernama Praskanwa. Dan
banyak nama Rsi yang dijumpai di mandala VII. 

4. Teori Penyebaran Agama Hindu


Ada 5 teori yang cukup terkenal dalam menjelaskan masuknya agama
Hindu dan Buddha ke Indonesia.
1) Teori Brahmana
Teori brahmana pertama kali dikemukakan oleh Jc.Van Leur. Teori ini
menyatakan bahwa agama Hindu Buddha dibawa oleh kaum brahmana
dengan dua cara, yaitu kaum brahmana dari India diundang raja-raja
Indonesia dan kaum brahmana datang dari India bersama para pedagang ke
Nusantara.
2) Teori Ksatria 
Menurut teori ksatria agama Hindu dibawa ke Indonesia oleh kaum militer
atau prajurit dan bangsawan yang saat itu memegang kekuasaan di wilayah
India. Teori ksatia dikemukakan oleh C.C. Berg, Mookerji, dan J.L. Moens,
teori ini menyatakan agama Hindu dan Buddha dibawa oleh kaum ksatria
yang melalukan ekspedisi militer ke Indonesia.
3) Teori Waisya
Teori ini menyatakan kalau agama Hindu Buddha dibawa oleh pada pedagang
India ke Indonesia. Agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh para
pedagang India. Teori ini dikemukakan oleh N.J. Krom, yang berpendapat
bahwa agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang dari
India. Agama Hindu dan Buddha disebarkan dengan cara pernikahan,
hubungan dagang, atau interaksi dengan penduduk setempat saat pedagang
dari India dan bermukim di Nusantara yang secara spesifik merujuk kepada
Indonesia atau kepulauan Indonesia di masa sekarang.
4) Teori Sudra
Teori sudra dikemukakan oleh van Faber. Teori ini menjelaskan bahwa
penyebaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha di Indonesia diawali oleh
para kaum sudra atau budak yang bermigrasi ke wilayah Indonesia.
5) Teori Arus Balik
Teori yang dikemukakan oleh F.D.K Bosch menyatakan bahwa agama Hindu
Buddha dibawa oleh orang Indonesia yang pergi belajar ke India dan ketika
kembali dari India, mereka menyebarkan agama Hindu Buddha ke Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai