PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENGANTAR ............................................................................................................ 1
Daftar Isi.................................................................................................................... 2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian. ............. Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. Tiga komponen cahaya langit yang sampai pada suatu titik di bidang
kerja (Sumber : SNI 03-2001, Tata cara sistem pencahayaan alami pada bangunan
gedung) ...................................................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 5. Lokasi PT. Adiperkasa Anugrah Pratama (Sumber: Data Peta Google,
2016) .......................................................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 7. Suasana di dalam ruang kerja staff kantor PT. Adiperkasa Anugrah
Pratama (Sumber: Data peneliti, 2016) ...................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 8. Suasana luar ruang staff kantor PT. Adiperkasa Anugrah Pratama
( Sumber: Data Peneliti, 2016 ) .................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 9. Bahan Bangunan dan Furniture. Sumber : Data Peneliti, 2016 .........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 10. Denah ruang staff kantor PT. Adiperkasa Anugrah Pratama ( Sumber:
Data Peneliti, 2016) .................................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 11. Gambar tampak Ruang Staff Kantor PT. Adiperkasa Anugrah Pratama
( Sumber: Data Peneliti, 2016) ................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 12. Standar Pengukuran Intensitas Cahaya.. Error! Bookmark not defined.
Gambar 13. Denah ruangan staff kantor PT. Adiperkasa Anugrah Pratama. Sumber
Peneliti,2016 .............................................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 14. Zona lampu. Sumber Peneliti,2016 ......... Error! Bookmark not defined.
Gambar 15. Diagram Intensitas Pencahayaan Alami berdasarkan Zona Saat Lampu
Menyala. .................................................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 17. Diagram perbandingan iluminasi pencahayaan pada pukul 09.00 WIB.
Sumber Peneliti. (2016) .............................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 18. Diagram perbandingan iluminasi pencahayaan pada pukul 11.00 WIB.
Sumber Peneliti. (2016) .............................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 19. Diagram perbandingan iluminasi pencahayaan pada pukul 15.00 WIB.
Sumber Peneliti. (2016) .............................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 20. Nilai Rata-rata Intensitas Pencahayaan. Sumber Peneliti, 2016 .....Error!
Bookmark not defined.
Gambar 21. Hasil responden Kenyamanan Pengguna Ruang. Sumber Peneliti, 2016
................................................................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 22. Posisi duduk responden yang mengalami gangguan pada mata. Sumber
Peneliti. (2016) ........................................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 23. Hasil Mata Responden Pengguna Ruang Pada Saat Lampu Menyala
Pada Pukul 11.00 WIB. Sumber Peneliti, 2016........... Error! Bookmark not defined.
Gambar 24. Posisi duduk responden yang mengalami gangguan pada mata. Sumber
Peneliti. (2016) ........................................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 25. Hasil Mata Responden Pengguna Ruang Pada Saat Lampu Menyala
Pada Pukul 15.00 WIB. Sumber Peneliti, 2016.......... Error! Bookmark not defined.
Gambar 26. Posisi duduk responden yang mengalami gangguan pada mata. Sumber
Peneliti. (2016) ........................................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 27.Hasil Mata Responden Pengguna Ruang Pada Saat Lampu Mati Pada
Pukul 09.00 WIB. Sumber Peneliti, 2016 ................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 28. Posisi duduk responden yang mengalami gangguan pada mata. Sumber
Peneliti. (2016) ........................................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 29. Hasil Mata Responden Pengguna Ruang Pada Saat Lampu Mati Pada
Pukul 11.00 WIB. Sumber Peneliti, 2016 ................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 30. Posisi duduk responden yang mengalami gangguan pada mata. Sumber
Peneliti. (2016) ........................................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 31. Hasil Mata Responden Pengguna Ruang Pada Saat Lampu Mati Pada
Pukul 15.00 WIB. Sumber Peneliti, 2016 ................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 32. Posisi duduk responden yang mengalami gangguan pada mata. Sumber
Peneliti. (2016) ........................................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 33. Hasil Mata Responden Pada Zona A. Sumber peneliti, 2016..........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 34. Hasil Mata Responden Pada Zona A, Sumber Peneliti,2016 ..........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 35. Hasil Mata Responden Pada Zona A, Sumber Peneliti,2016 ..........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 36. Hasil Mata Responden Pada Zona B, Sumber Peneliti,2016 ..........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 37. Hasil Mata Responden Pada Zona B, Sumber Peneliti,2016 ..........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 38. Hasil Mata Responden Pada Zona B, Sumber Peneliti,2016 ..........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 39. Hasil Mata Responden Pada Zona D, Sumber Peneliti,2016 ..........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 40. Hasil Mata Responden Pada Zona D, Sumber Peneliti,2016 ..........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 41. Hasil Mata Responden Pada Zona D, Sumber Peneliti,2016 ..........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 42. Hasil Mata Responden Pada Zona E, Sumber Peneliti,2016 ..........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 43. Hasil Mata Responden Pada Zona E, Sumber Peneliti,2016 ..........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 44. Hasil Mata Responden Pada Zona E, Sumber Peneliti,2016 ..........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 45. Hasil Mata Responden Pada Zona F, Sumber Peneliti,2016 ..........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 46. Hasil Mata Responden Pada Zona F, Sumber Peneliti,2016 ..........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 47. Hasil Mata Responden Pada Zona F, Sumber Peneliti,2016 ..........Error!
Bookmark not defined.
Gambar 49. Zona A. Sumber Peneliti, 2016 ............... Error! Bookmark not defined.
Gambar 50. Zona B. Sumber Peneliti, 2016 ............... Error! Bookmark not defined.
Gambar 51. Zona C. Sumber Peneliti, 2016 ............... Error! Bookmark not defined.
Gambar 52. Zona D. Sumber Peneliti, 2016 ............... Error! Bookmark not defined.
Gambar 53. Zona E. Sumber Peneliti, 2016 ............... Error! Bookmark not defined.
Gambar 54. Zona F. Sumber Peneliti, 2016 ............... Error! Bookmark not defined.
Gambar 55. Zona C. Sumber Peneliti, 2016 ............... Error! Bookmark not defined.
Gambar 56. Keadaan kaca jendela dan penempatan furniture di dalam ruangan pada
saat ini. Sumber peneliti. (2016) ................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 57. Keadaan lay out posisi duduk Zona B saat ini. Sumber peneliti, (2016)
................................................................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 58. Tirai peneutup jendela ............................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
Bandar udara sebagai salah satu elemen dalam transportasi udarapun kini
memiliki peran yang semakin penting sejajar dengan perkembangan dunia
penerbangan. Bandar udara tidak hanya berperan sebagai elemen yang harus ada
untuk menunjang system transportasi udara, namun lebih dari itu Bandar udara juga
memiliki peran sebagai pintu gerbang suatu daerah yang akan mencitrakan batas
wilayah suatu daerah, selain itu Bandar udara sebagai gerbang juga diharapkan
mampu mendorong perkembangan kehidupan social, politik, budaya dan ekonomi
suatu daerah.
Demikian pula yang terjadi di Kabupaten Alor sebagai salah satu dari 16
Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah wilayah kepulauan dengan
15 pulau yaitu 9 pulau yang telah dihuni dan 6 pulau lainnya belum atau tidak
berpenghuni, perlu adanya perencanaan Bandar Udara yang diharapkan akan
menjadi sarana penunjang kegiatan lokal pada sektor pariwisata.
1.2.1. Maksud
1.2.2. Tujuan
Sistematika penulisan laporan ini terbagi kedalam beberapa bab, yang secara
garis besar dapat teruraikan seperti berikut:
Bandar udara adalah suatu tempat di darat, di laut atau di air dimana pesawat
udara dapat mendarat menurunkan atau mengangkut penumpang dan barang,
perbaikan atau pemeliharaan juga pengiriman bahan bakar dan kegiatan lainnya.
Secara umum suatu bandar udara harus mampu melayani aktivitas perhubungan
udara sesuai jam operasi (operating hours) dengan menjamin keselamatan
penerbangan, kelancaran dan keteraturan penerbangan. Kegiatan angkutan udara
dalam negeri (domestik) seluruhnya dilakukan oleh Perusahaan Penerbangan
Nasional (Perusahaan Pemerintah dan Swasta), sedangkan untuk penerbangan luar
negeri (internasional) dilakukan oleh perusahaan penerbangan asing dan
perusahaan penerbangan nasional. Transportasi udara umumnya dibagi ke dalam
tiga golongan, yakni angkutan udara, penerbangaan umum, dan militer. Kategori
penerbangan swasta dan umum selain penerbangan terjadwal yang dilakukan
perusahaan penerbangan (airlines) meliputi juga penerbangan pribadi dan yang
digunakan oleh industri swasta dan komersiaal untuk mengirimkan barang ataupun
alat-alat dan hasil produksi. Dalam kategori penerbangan umum juga termasuk
kegiatan penerbangan yang sifatnya non-transport, misalnya untuk keperluan
inspeksi penerbangan, pemadaman kebakaran, dan lainlain.
5. Adanya Bandar Udara yang lain dan ketersediaan ruang angkasa dalam
daerah tersebut
6. Halangan sekeliling
7. Keekonomisan biaya konstruksi
8. Ketersediaan utilitas
9. Keeratan (proximity) dengan permintaan aeronotika.
Fungsi utama sebuah Bandar Udara sama halnya seperti sebuah terminal
dimana dalam hal ini melayani penumpang pesawat udara, sebagai tempat
pemberhentian, pemberangkatan, ataupun sekedar persinggahan pesawat udara
(transit). Di dalamnya terjadi berbagai macam rangkaian kegiatan yang berkaitan
dengan pesawat terbang, seperti mengangkut / menurunkan penumpang dan barang,
melakukan pengisihan bahan bakal, pemeliharaan pesawat, perbaikan kerusakan
pesawat, dan lain-lain. Bandar udara digunakan untuk memproses penumpang dan
bagasi untuk pertemuan dengan pesawat dan moda transportasi darat. Bandar udara
juga digunakan untuk penanganan pengangkutan barang (cargo). Pentingnya
pengembangan sub sektor transportasi udara antara lain :
1. Mempercepat arus lalu lintas penumpang, kargo dan servis melalui
transportasi udara di setiap pelosok Indonesia
2. Mempercepat wahana ekonomi, memperkuat persatuan nasional dalaam
rangka menetapkan wawasan nusantara
3. Mengembangkan transportasi yang terintegrasi dengan sektor lainnya serta
memperhatikan kesinambungan lingkungan secara ekonomis.
Transportasi udara di Indonesia memiliki fungsi strategis sebagai sarana
transportasi yang menyatukan seluruh wilayah dan dampaknya berpengaruh
terhadap tingkat pertumbuhan dan peranannya maupun dalam pengembangannya.
3. Komponen daya tampung bandar udara (landasan pacu dan tempat parkir
pesawat).
4. Komponen fasilitas keselamatan penerbangan (fasilitas elektronika dan listrik
yang menunjang operasi fasilitas keselamatan penerbangan).
5. Komponen status dan fungsi bandar udara dalam konteks keterkaitannya
dengan lingkungan sekitarnya.
Program ruang pada airport perlu diatur sedemikian rupa agar jarak lepas landas
dari area terminal ke ujung – ujung runway bisa sesingkat mungkin. Sesuai dengan
lokasi perancangan, hubungan antar area terminal dengan runway menggunakan
Landasan Tunggal (Single Runway) dan untuk membuat jarak lepas landas
sesingkatnya pada landasan tunggal ini, maka jarak antara pesawat- pesawat yang
mendarat dan yang mendarat dan yang berangkat dibuat sama. Sehingga area
terminal terletak ditengah-tengah antara ujung – ujung runway.
Gambar 1. Landasan Pacu Tunggal. Sumber : Robert Horonjeff, 1988, Perencanaan dan Perancangan
Bandar Udara Jilid 1”
pesawat mendiami satu pintu hubung. Lamanya waktu pesawat mendiami suatu
pintu hubung disebut waktu pemakaian pintu hubung(gate occupancy-time).
Waktu ini tergantung pada ukuran pesawat dan tipe operasi, yaitu apakah
merupakan penerbangan terusan atau penerbangan yang pulang – pergi
(turnaround flight). Pesawat yang diparkir disuatu pintu - hubungadalah untuk
pemrosesanpenumpang dan bagasi untuk penerbangan. Pesawat yang lebih
besar pada umumnya mendiami pintu-hubung dalam waktu yang lebih lama
daripada pesawat kecil. Dalam menghitung jumlah pintu –hubung yang
dibutuhkan dapat mengikuti langkah – langkah sebagai berikut :
a. Tetapkan tipe pesawat yang harus ditampung dan presentase dari
setiap tipe dalam campuran total.
b. Tetapkan waktu pemakaian pintu-hubung untuk setiap tipe pesawat.
c. Hitung waktu pemakaian pintu – hubung tertimbang rata-rata.
d. Tetapkan volume rencana per jam total dan presentase pesawat yang
e. Hitung volume rencana per jam dari kedatangan dan keberangkatan
dengan mengalikan presentase kedatangan dan keberangkatan
dengan volume rencana per jam total.
b. Tipe Parkir Pesawat
Tipe parkir pesawat berhubungan dengan cara bagaimana pesawat ditempatkan
berkenaan dengan gedung terminal dan cara maneuver pesawat memasuki dan
keluar dari pintu –hubung. Tipe parkir pesawat merupakan faktor yang penting, yang
mempengaruhi ukuran posisi parkir dan karenanya, memperngaruhi luas daerah
apron pintu. Pesawat dapat ditempatkan dengan berbagai sudut terhadap gedung
terminal dan dapat masuk atau keluar dari pintu-hubung dengan kekuatan sendiri
atau dengan bantuan penarik/pendorong. Hal uatama yang harus diperhatikan dalam
menetapkan tipe parkir, adalah tujuannya untuk melindungi penumpang dari hal – hal
yang merugikan seperti kebisingan, semburan jet dan cuaca serta biaya – biaya
pemeliharaan dan operasi dari peralatan darat yang dibutuhkan.
c. Pengangkutan Penumpang ke Pesawat
Tergantung pada sisten pemrosesan penumpang yang digunakan, tipe parkir
pesawat dan denah sistem parkir. Tiga metode pengguna penumpang antara
terminal dan pesawat dapat digunakan, yaitu :
Berjalan kaki pada apron, jalan kaki melalui penghubung ke pesawat dan
terminal seperti jembatan penumpang dan dengan menggunakan beberapa
jenis kendaraan apron. Metode berjalan kaku ini menjadi kurang praktis
seiring dengan bertambahnya ukuran apron dan ebrtambahnya jumlah posisi
parkir, selain itu juga dapat membahayakan penumpang dari hal – hal yang
mungkin terjadi selama berjalan di apron.
Metode kedua ialah dengan menggunakan jembatan hidung ( nose bridge )
penghubung yang pendek yang cocok digunakan apabila pintu pesawat
terletak dekat terminal seperti tipe parkir nose-in. Ada pula sistem dengan
prinsip yang sama yaitu jembatan teleskopis, yang dapat menjulur ke luar dari
terminal untuk mencapai pintu pesawat dan dapat berputar sehingga dapat
dipakai untuk berbagai tipe pesawat.
Dalam sistem ini pengangkutan penumpang dapat dilakukan dengan bis atau
dengan mobil yang dilengkapi dengan tangga (mobile lounge). Bila
menggunakan bis, penumpang garus menaiki tangga untuk mencapai pintu
keluar dan jika menggunakan mobil bertangga tidak perlu menggunakan
tangga lagi, karena mobil ini dilengkapi dengan tangga yang dapat bergerak
vertikal hingga mencapai pintu keluar. Sistem ini dapat digunakan pada tipe
parkir apron terbuka.
a. Ruangan Umum
c. Ruangan Steril
Gambar 2 : Blok Tata Ruang Domestic pada Terminal Penumpang Bandara. (Sumber : Badan
Standarisasi Nasional, 2004)
Menurut Pollio (1914), terdapat tiga komponen dalam arsitektur yaitu Utilitas
(Kegunaan), Venustas (Estetika) dan Firmitas (Kekuatan). Utilitas ditekankan pada
hal-hal yang berkaitan dengan kenyamanan seperti pengaturan ruang yang baik
berdasarkan pada fungsi, hubungan antar ruang dan teknologi bangunan
(pencahayaan, penghawaan dan lain sebagainya). Venustas berkaitan dengan
keindahan bangunan yang dapat memberikan rasa senang (pleasure) bagi
penggunanya. Sedangkan firmitas mencakup penyaluran beban yang baik dari
bangunan ke tanah dan juga pemilihan material yang tepat. Ketiga komponen
tersebut sangat penting dalam perancangan bandar udara agar bangunan menjadi
fungsional dan menarik.
Gambar 3: Alur sirkulasi pada terminal penumpang bandar udara. (Sumber:Neufert dan Neufert,
2000:446)
Menurut Kauffman dalam Kazda dan Caves (2007:241) bahwa ”Jarak dari
pintu masuk ke gedung terminal menuju pesawat berbanding terbalik dengan berapa
banyak waktu yang diperlukan untuk menuju ke pesawat tersebut.” Hal ini
menjelaskan bahwa jarak yang ditempuh penumpang dari pintu masuk ke pesawat
harus seminimal mungkin sedangkan waktu yang diperlukan untuk menuju ke
pesawat harus dipersiapkan sebanyak mungkin. Sirkulasi terminal penumpang
sebaiknya memiliki alur sirkulasi yang jelas dan sederhana (Buiding Research Board
and Transportation Research Board, 1989:17). Hal ini penting untuk menghindari
kebingungan bagi penumpang yang tidak terbiasa menggunakan bahasa petunjuk
grafis sebagai pengarah sirkulasi. Alur keberangkatan dari sisi darat ke sisi udara
atau sebaliknya sebaiknya merupakan sirkulasi yang linear dan meminimalkan
perpindahan arah sirkulasi maupun perpindahan lantai dari satu pemrosesan
penumpang ke pemrosesan berikutnya. Dengan alur sirkulasi yang sederhana, jarak
berjalan penumpang pun dapat berkurang.
Jenis, luas dan kelengkapan dari fasilitas yang harus disediakan dalam suatu
gedung terminal penumpang disesuaikan dengan luas bangunan yang merupakan
representasi dari jumlah penumpang yang dilayani dan kompleksitas fungsi dan
pengguna yang ada. Kelengkapan ruang dan fasilitas bangunan terminal penumpang
standar dilihat dalam table berikut:
Table 1: Kebutuhan ruang Terminal Bandara Domestik. (Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2004)
Alor adalah sebuah pulau yang terletak di ujung timur Kepulauan Nusa
Tenggara. Luas wilayahnya 2.119 km², dan titik tertingginya 1.839 m. Pulau ini
dibatasi oleh Laut Flores dan Laut Banda di sebelah utara, Selat Ombai di selatan
(memisahkan dengan Pulau Timor), serta Selat Pantar di barat (memisahkan
dengan Pulau Pantar). Pulau Alor adalah satu dari 92 pulau terluar Indonesia karena
berbatasan langsung dengan Timor Leste di sebelah selatan.
Pulau Alor merupakan salah satu dari dua pulau utama di Kabupaten Alor,
Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Di pulau ini terdapat Kota Kalabahi,
ibukota Kabupaten Alor.
Pulau Alor terletak pada posisi 08o 13’50” LU – 125o 07’55” BT dengan batas-batas :
Suku Abui merupakan penduduk asli yang mendiami Pulau Alor, Kabupaten
Alor, Nusa Tenggara Timur. Mayoritas kepercayaan penduduk Alor
adalah Islam, Kristen Protestan dan Kristen Katolik, tetapi tidak sedikit pula dari
masyarakat Alor yang menganut paham animisme dan dinamisme yang
menyembah:
Berbagai macam adat serta kebudayaan di Kabupaten Alor, mulai dari tarian,
koleksi bersejarah, dan suku tradisional yang masih lekat dengan tradisinya. Salah
satu tarian dari Alor yang terkenal adalah tarian lego-lego yang merupakan tarian
tradisional Alor.
Tarian ini dilakukan secara massal di mana satu dengan lainnya saling
bergandengantangan membentuk melingkar sambil mengelilingi tiga batu bersusun
yang disebut mesbah dengan mengumandangkan lagu pantun dalam bahasa adat.
Biasanya tarian ini dilakukan semalaman dengan diiringi gong dan moko.
Alor mempunyai alat musik khas yang mirip gendang yang disebut dengan Moko.
Alat musik ini biasanya digunakan sebagai alat upacara. Dan merupakan hasil
kebudayaan zaman perunggu. Selain itu juga biasa moko dijadikan
sebagai belis, mahar atau mas kawin.
Masyarakat Alor sangat percaya bahwa moko berasal dari tanah dan hanya
dimiliki para bangsawan karena nilainya yang sangat tinggi. Oleh karena itu hampir
bisa dipastikan tidak ada masyarakat adat di Nusantara yang mengoleksi moko
dalam jumlah banyak seperti suku-suku di Alor.
Rumah adat kampung takpala ini terdiri dari 4 tingkat dengan tambahan satu
tingkat dasar (kolong rumah panggung untuk tempat tinggal ayam, kambing, dan
bahan material) yang tiap tingkatnya mempunyai fungsinya masing masingm dimana
semakin ke atas fungsi dari tiap tingkatnya akan lebih bersifat privasi. Tingkat
pertama berfungsi sebagai tempat menerima tamu, bagian ini dinamakan dengan
liktaha yang berarti bale-bale besar. Tingkat kedua dinamakan dengan fala homi
yang berarti di dalam rumah. Tingkat ketiga di rumah ini dinamakan dengan akui foka
yang berarti gudang makanan. Lalu bagian terakir dinamakan akui kiding yang
berarti paling puncak berfungsi sebagai tempat penyimpanan warisan adat dan
barang-barang berharga, seperti moko.
Mengoptimalkan sistem tata udara – tata cahaya, integrasi antara sistem tata
udara buatan-alamiah, sistem tata cahaya buatan-alamiah serta sinergi antara
metode pasif dan aktif dengan material dan insturumen hemat energi. Credo form
follows function bergeser menjadi form follows energy yang berdasarkan pada
prinsip konservasi energi (non-renewable resources). Para pelopor arsitektur ini
yakni Norman Fostern, Ingenhoven Overdiek & partners.
1. bangunan harus dilengkapi dengan peralatan yang efisien dan bahan yang
tepat untuk lokasi dan kondisi;
2. bangunan harus menyediakan fasilitas dan layanan yang sesuai dengan
penggunaan bangunan yang dimaksudkan;
3. bangunan harus dioperasikan sedemikian rupa untuk memiliki penggunaan
energi rendah dibandingkan dengan, bangunan sejenis lainnya.
Sebuah bangunan yang efisien harus, minimal, berada di atas rata-rata di tiga
aspek tersebut. Ketika menetapkan standar hemat energi minimum, definisi hemat
energi berdasarkan biaya siklus hidup minimum cenderung menghasilkan standar
yang lebih ketat dan penghematan energi yang lebih besar daripada strategi
berdasarkan menghilangkan unit paling efisien.
Merupakan data yang terkait dengan tapak dan analisa tapak yang akan
dijabarkan pada masing-masing sub bab.
3.1.3. Iklim
Iklim yang tidak menentu merupakan hambatan atau masalah yang klasik di
Alor. Selain itu curah hujan yang juga tidak menentu dan merata dimana musim
penghujan relatif lebih pendek daripada musim kemarau. Keadaan geografis yang
berbukit dan wilayah yang terjal merupakan rintangan untuk percetakan atau
perluasan lahan sawah dan ladang untuk tanaman pangan.
Alor adalah kelompok terakhir dari pulau-pulau di ujung timur jauh dalam
gugusan Kepulauan Solor-Alor. Jaraknya sekitar 65 kilometer dari Pulau Timor.
Negara Timor Leste dapat dengan mudah dilihat dari Pantai Kolana, Alor Timur.
Kepulauan Alor terdiri dari 15 buah pulau sebagian dihuni dan tidak dihuni. Pulau
berpenghuni terbanyak adalah Alor, diikuti oleh Pantar, Pura, Ternate, Tereweng,
Buaya, Kangge dan Kepa.
Terkait dengan data non fisik pada perancangan Bandar udara seperti
kebutuhan ruang, fungsi dan luasan ruang serta organisasi ruang dijabarkan dalam
beberapa sub bab, dengan susunan sebagai berikut:
Kebutuhan ruang pada bangunan dalam Kawasan Bandar Udara Alor dapat
diperoleh melalui analisis pelaku dan kegiatannya pada bangunan tersebut. Adapun
jenis pelaku dibagi menjadi dua kategori yaitu:
a. Penumpang
Penumpang merupakan pengguna utama dalam bandar udara. Penumpang
dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
Penumpang Keberangkatan
Penumpang Kedatangan
c. Pengelola
Pengelola terdiri atas pengelola bandar udara, pengelola maskapai
penerbangan maupun pengelola fasilitas komersial.
Area Keberangkatan
1 Lobi/hall keberangkatan
2 Ruang check in
3 Sirkulasi
6 Ruang Konsesi/Komersial
8 Ruang Kantor
Area Kedatangan
1 Lobi/hall Kedatangan
3 Sirkulasi
5 Ruang Konsesi/Komersial
7 Area Informasi
Alor adalah sebuah pulau yang terindah di kabupaten ini, bersebelahan dengan
Pulau Pantar. Pulau Alor memiliki banyak tempat wisata alam dan budaya yang
eksotis. Keindahan pantai, biota lautnya, serta spotterbaik untuk diving menjadi
incaran wisman. Kebeningan air laut dengan ikan warna-warni membuat laut Alor
terkenal ke seluruh dunia. Bahkan taman laut Alor disebut-sebut terbaik kedua di
dunia setelah Kepulauan Karibia.
Selat Sumbai
DATA:
View 1 dan View 2 dari dalam tapak ke arah lahan kosong dan lautan
merupakan view terbaik, karena para wisatawan bisa dapat melihat
pemandangan yang indah.
DAFTAR PUSTAKA
Achsani, Rizki (2014), Optimalisasi Kinerja Pencahayaan Alami Pada Interior Knator
Jasa Di Jakarta Selatan
Aziz, Ashari dan Ikhwanudin (2014), Kajian Terhadap Kenyaman Ruang Teori Di
Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Ditinjau Dari Pencahayaan Alami
Dan Pencahayaan Campuran
Kunaefi,Ibnu (2014), Kajian Pencahayaan Alami Ruang Kelas Ditinjau Dari Aspek
Kenyamanan Visual (Studi Kasus Ruang Kelas SMK Negeri 3 Semarang)
Meiliana, Winda (2010), Integrasi Sistem Pencahayaan Alami Dan Buatan Dalam
Galeri
Ompo, Irnawaty dkk (2014), Evaluasi Kondisi Pencahayaan Alami Pada Ruang
Kantor Di Menara Balaikota Makassar
Putri, Airikagusti dan Wahyuni, Yuni (2012), Kajian Awal Terhadap Kondisi
Pencahayaan Alami Pada Bangunan Rumah Limas
Rahmania, Mira dan Sugini (2013), Evaluasi Tingkat Kenyamanan Visual Yang
Ditinjau Dari Aspek Pengoptimalisasian Pencahayaan Alami (Studi Kasus: Ruang
Kuliah Fakultas Teknik Industri)
Sukawi dan Dwiyanto, Agung (2013), Kajian Optimasi Pencahayaan Alami Pada
Ruang Perkuliahan (Studi Kasus Ruang Kuliah Jurusan Arsitektur FT UNDIP)