Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Ilmu Kesehatan Tradisional di Indonesia

Kesehatan Tradisional didefinisikan sebagai kumpulan berbagai ilmu pengetahuan,


keterampilan, dan praktik berdasarkan teori, kepercayaan dan pengalaman oleh berbagai suku
dalam berbagai budaya yang dipakai untuk mengobati dan menjaga kesehatan masyarakat
tersebut.1,2 Istilah kesehatan tradisional atau alternatif saat ini sering disamakan dengan
kesehatan komplementer atau complementary medicine karena dianggap merupakan cabang
ilmu tambahan dari kesehatan konvensional yang sudah ada.2 Kesehatan tradisional meliputi
pelayanan kesehatan menggunakan tumbuhan, hewan, dan/atau mineral, terapi spiritual, dan
latihan manual. Aplikasi kesehatan tradisional dapat dilakukan secara terpisah atau
dikombinasikan dengan tujuan mempertahankan kesejahterahan, mendiagnosis, dan
mencegah penyakit.3

Dilihat dari sejarahnya, kesehatan tradisional di Indonesia telah ada sejak ratusan tahun silam.
Indonesia memiliki lebih dari 500 jenis teknik pijat dari 440 grup etnis yang tersebar di 34
provinsi. Bukti-bukti arkaelogis menunjukkan kerajaan pada masa lampau menggunakan pijat
tradisional sebagai pelayanan kesehatan dan kecantikan. Pada candi Borobudur dan
Prambanan dapat dilihat bukti-bukti mengenai pengobatan tradisional yang dilakukan sejak
abad kedelapan dan kesembilan. Selain itu, catatan mengenai pengobatan tradisional dapat
dilihat pada berbagai peninggalan sejarah meliputi buku Kakawin Ramayana, Cabdra Rini,
Serat Centhini, Serat Kawruh, dan Serat Wulang Wanita.4

Walaupun tercatat dalam berbagai peninggalan sejarah, praktik kesehatan tradisional


Indonesia sekaligus obatnya belum pernah disusun secara sistematik. 5 Kekayaan pengobatan
tradisional Indonesia baru banyak tercatat dengan lebih sistematis setelah datangnya ahli
kesehatan dari Belanda.6 Di pulau Jawa sendiri masih terdapat berbagai pengobatan
tradisional yang bertahan sejak ratusan tahun silam, meliputi ramuan obat tradisional atau
jamu,7,8 praktik secara fisik yaitu pijat urut,5 gurah (memasukkan ramuan pada hidung untuk
mengeluarkan lendir atau ingus),9 bekam (penyedotan darah pada area tubuh tertentu),10
hingga praktik penyembuhan mental secara agama dan kepercayaan kultural. 11 Lebih rinci,
obat tradisional didefinisikan sebagai ramuan bahan dari tumbuhan, hewan, mineral, sarian,
atau campuran dari semua bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk
pengobatan.12 Praktik kesehatan tradisional lainnya yang serupa dengan praktik di pulau Jawa
kemungkinan besar juga dapat ditemukan di pulau-pulau lain di Indonesia. Pengobatan
tradisional dipercaya mulai melebur sejak kedatangan Belanda yang pelan-pelan mengajar
kesehatan konvensional6 dan menimbulkan pluralisme dalam kesehatan di Indonesia.13

Saat ini, sebagian besar masyarakat di Indonesia memahami pengobatan tradisional sebagai
orang awam dapat melakukan praktik kesehatan tradisional, seperti dukun anak dan pemijat
bayi14 atau orang awam yang dapat memberikan resep obat-obatan herbal atau ramuan jamu.15
Paparan kesehatan tradisional khususnya sering ditemukan pada kelas sosioekonomi yang
menengah ke bawah karena faktor tempat tinggal yang jauh dari fasilitas kesehatan atau pun
edukasi yang rendah.1,15,16 Penggunaan obat-obatan tradisional dianggap lebih praktis karena
pasein tidak perlu datang ke fasilitas kesehatan. Selain itu, penggunaan obat tradisional
diyakini memiliki efek samping yang lebih ringan dibandingkan dengan pengobatan
konvensional atau medikamentosa dari fasilitas kesehatan biasa.15–17 Survei yang dilakukan
pada tahun 2013 di Indonesia menunjukkan sebanyak 30,4% populasi memanfaatkan
pelayanan kesehatan tradisional.1 Survei sebelumnya pada tahun 2007 melaporkan sebanyak
38,3% pasien yang berkonsultasi di fasilitas kesehatan melakukan pengobatan mandiri
dengan pengobatan tradisional.5 Pada tahun 2012 terdapat lebih dari 280.000 praktisi
kesehatan tradisional dan alternatif yang terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.18

Melihat panjangnya sejarah kesehatan tradisional di Indonesia dan tingginya antusiasme


masyarakat terhadap pengobatan tradisional, maka sudah sepatutnya diselenggarakan
pelayanan kesehatan tradisional yang berkualitas. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
tradisional yang aman, efektif, dan bermutu tentu diperlukan proses pendidikan yang adekuat.
Pada tahun 2012, para dekan fakultas kedokteran menyetujui dan mendukung integrasi
kesehatan tradisional dalam kurikulum pendidikan dokter. Hal tersebut diharapkan dapat
meningkatkan kuliatas calon dokter. Keputusan tersebut juga didukung oleh Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) melalui berbagai pembekalan dan pelatihan dalam pelayanan kesehatan
tradisional.19

Selanjutnya, pada tahun 2013, Prof. dr. Ali Gufron, MSc. PhD selaku Wakil Menteri
Kesehatan membuka lokakarya penerapan modul kurikulum kesehatan tradisional di Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas. Terdapat beberapa alasan penting dibukanya kurikulum ini,
yaitu keberagaman tanaman obat di Indonesia, adanya pergeseran pandangan masyarakat
yang kembali ke alam, membantu deklarasi jamu sebagai produk Indonesia, membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memenuhi UUD 1945 pasal 28 huruf H
mengenai hak bagi setiap warga negara untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Keberadaan
kurikulum kesehatan tradisional dalam pendidikan dokter akan membantu para calon dokter
memahami filosofi kesehatan tradisional, ilmu biomedik dan prisip pengobatan, pengobatan
alternatif dan komplementer, metode pengobatan, berbagai obat-obatan tradisional yang
tersedia, tata cara pengobatan, dan keamanan dari obat tradisional. Pengobatan tradisional
diharapkan dapat bersinergi dengan pendidikan kedokteran konvensional. Kesehatan
trandisional dapat membantu pelayanan kesehatan dalam bidang promotif dan preventif
sementara pendidikan kedokteran konvensional lebih berfokus pada bidang kuratif dan
rehabilitatif.19 Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2014
menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan rradisional didefinisikan melalui pembagian
menjadi empiris (yang sudah terbukti secara eksperimental), komplementer (memanfaatkan
ilmu biomedis dan biokultural), dan integrasi (dikombinasikan dengan pelayanan kesehatan
konvensional).12

Penerapan kurikulum pelayanan kesehatan tradisional akan memampukan dokter


memberikan pelayanan yang lebih komprehensif dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
masyarakat. Selain itu, penggunaan obat-obatan tradisional turut membantu dalam pelestarian
budaya bangsa. Bidang kesehatan tradisional juga memberikan banyak kesempatan dalam
bidang penelitian. Melalui pelaksaan kurikulum kesehatan tradisional dalam pendidikan
dokter dapat dilakukan sertifikasi dari lembaga penilai untuk para lulusan dokter.19

Setelah melalui tahap pendidikan, dokter diharapakan dapat mengintegrasikan pelayanan


kesehatan tradisional di fasilitas kesehatan baik puskesmas ataupun rumah sakit tempat.
World Health Organization dan berbagai negara ASEAN telah menyepakati Roadmap
Traditional Medicine dalam upaya mengembangkan dan menginmplementasikan pelayanan
kesehatan tradisional pada tahun 2012 sampai 2025.19 Saat ini pelayanan kesehatan
tradisional sudah tersedia di berbagai rumah sakit di Indonesia meliputi RSUD Soetomo,
RSUP Sardjito, RSUD Syaiful Anwar, RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, dan
RSUD Suradji Tirtonegoro.

Tantangan dalam pengembangan pelayanan kesehatan tradisional dan pemanfaatan obat-


obatan tradisional saat ini adalah masih belum dipahaminya cara kerja dan dosis yang
diperlukan. Oleh karena itu, diperlukan saintifikasi jamu, yaitu pembuktian ilmiah melalui
penelitian yang berbasis pada manfaat dan keamanan jamu. 20 Sayangnya, setelah 10 tahun
sejak upaya peningkatan pelayanan kesehatan tradisional, publikasi mengenai saintifikasi
jamu dari Indonesia dalam jurnal internasional masih sangat terbatas. Salah satu studi yang
paling komprehensif mengenai jamu justru dipublikasi oleh Nara Institute of Science and
Technology (NAIST) di Jepang. NAIST membuat basis data yang memiliki informasi
mengenai lebih dari 5.000 formulasi jamu. Basis data ini merupakan bagian dari basis data
herbal yang lebih besar lagi, yaitu KNApSack yang digunakan untuk memformulasikan
sistem kesehatan herbal baru. Namun, basis data yang dimiliki NAIST masih belum
sempurna karena hanya berisi data mentah dan komponen aktif dari berbagai jenis tmbuhan.
Indonesia yang memiliki pengetahuan mengenai konteks penggunaan jamu berdasarkan
sejarah dapat menentukan efek terapeutik dari masing-masing komponen aktif jamu dan
memperkirakan mekanisme kerjanya. Hal ini dapat menjadi titik awal untuk saintifikasi jamu
jangka panjang di Indonesia.21

Referensi

1. Nurhayati N, Widowati L. The use of traditional health care among Indonesian family.
Health Sci J Indones; 8.

2. WHO traditional medicine strategy: 2014-2023, https://www.who.int/publications-detail-


redirect/9789241506096 (accessed 28 February 2023).

3. World Health Organization. General guidelines for methodologies on research and


evaluation of traditional medicine. 2000.

4. Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia’s experience and best practices,


https://view.officeapps.live.com/op/view.aspx?src=https%3A%2F%2Fwww.sesric.org
%2Fimgs%2Fnews%2F1934_Indonesia.ppt&wdOrigin=BROWSELINK (accessed 24
February 2023).

5. Supardi S, Susyanty AL. Penggunaan obat tradisional dalam upaya pengobatan sendiri di
Indonesia. Bull Health Res; 38.

6. Boomgaard P. The Development of Colonial Health Care in Java; an Exploratory


Introduction. Bijdr Tot Taal- Land- En Volkenkd 1993; 149: 77–93.

7. Kearifan Lokal Orang Madura Tentang Jamu Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak - Balai
Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta,
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/kearifan-lokal-orang-madura-
tentang-jamu-untuk-kesehatan-ibu-dan-anak/ (accessed 28 February 2023).

8. Intisari pengobatan alternatif. Indonesia: Gramedia, 2004.

9. Kasniyah N. Gurah sebagai salah satu pengobatan alternatif yang digunakan oleh
masyarakat. Laporan Penelitian. Univ Gadjah Mada.

10. Tutung N, Rochgiyanti R, Sigit R, et al. Berbekam alternatif pengobatan pada masyarakat
Banjarmasin. ULM Repos.
11. Triratnawati A, Wulandari A, Marthias T. Konsep tubuh orang Jawa dan pengaruhnya
terhadap penyakit dalam laporan penelitian unggulan perguruan tinggi. Univ Gadjah
Mada.

12. Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Tahun 2014
tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional. LN. 2014 No. 369, TLN No. 5643, LL
SETNEG, 2014.

13. Hardon A, Boonmongkon P, Streefland P, et al. Applied Health Research Manual:


Anthropology of Health and Health Care. 2001.

14. Peltzer K, Pengpid S. Traditional Health Practitioners in Indonesia: Their Profile,


Practice and Treatment Characteristics. Complement Med Res 2019; 26: 93–100.

15. Suardi HN. The use of herbal medicine in children.

16. Kartika D, Sewu PLS, W R. PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DAN


PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN. SOEPRA 2016; 2: 1–16.

17. Maulida TF, Wanda D. The Utilization of Traditional Medicine to Treat Fever in
Children in Western Javanese Culture. Compr Child Adolesc Nurs 2017; 40: 161–168.

18. World Health Organization. The republic of Indonesia health system review, Health
systems in transistion. New Delhi, 2017.

19. Rabiwaaldhy A. Kurikulum kesehatan tradisional pada pendidikan dokter.


kesmas.kemkes.go.id, https://kesmas.kemkes.go.id/konten/133/0/121711-kurikulum-
kesehatan-tradisional-pada-pendidikan-dokter (2013).

20. Sumarni W, Sudarmin S, Sumarti SS. The scientification of jamu: a study of Indonesian’s
traditional medicine. J Phys Conf Ser 2019; 1321: 032057.

21. Post TJ. Leveraging jamu heritage using science and technology. The Jakarta Post,
https://www.thejakartapost.com/academia/2019/04/08/leveraging-jamu-heritage-using-
science-and-technology.html (accessed 24 February 2023).

Anda mungkin juga menyukai