Dilihat dari sejarahnya, kesehatan tradisional di Indonesia telah ada sejak ratusan tahun silam.
Indonesia memiliki lebih dari 500 jenis teknik pijat dari 440 grup etnis yang tersebar di 34
provinsi. Bukti-bukti arkaelogis menunjukkan kerajaan pada masa lampau menggunakan pijat
tradisional sebagai pelayanan kesehatan dan kecantikan. Pada candi Borobudur dan
Prambanan dapat dilihat bukti-bukti mengenai pengobatan tradisional yang dilakukan sejak
abad kedelapan dan kesembilan. Selain itu, catatan mengenai pengobatan tradisional dapat
dilihat pada berbagai peninggalan sejarah meliputi buku Kakawin Ramayana, Cabdra Rini,
Serat Centhini, Serat Kawruh, dan Serat Wulang Wanita.4
Saat ini, sebagian besar masyarakat di Indonesia memahami pengobatan tradisional sebagai
orang awam dapat melakukan praktik kesehatan tradisional, seperti dukun anak dan pemijat
bayi14 atau orang awam yang dapat memberikan resep obat-obatan herbal atau ramuan jamu.15
Paparan kesehatan tradisional khususnya sering ditemukan pada kelas sosioekonomi yang
menengah ke bawah karena faktor tempat tinggal yang jauh dari fasilitas kesehatan atau pun
edukasi yang rendah.1,15,16 Penggunaan obat-obatan tradisional dianggap lebih praktis karena
pasein tidak perlu datang ke fasilitas kesehatan. Selain itu, penggunaan obat tradisional
diyakini memiliki efek samping yang lebih ringan dibandingkan dengan pengobatan
konvensional atau medikamentosa dari fasilitas kesehatan biasa.15–17 Survei yang dilakukan
pada tahun 2013 di Indonesia menunjukkan sebanyak 30,4% populasi memanfaatkan
pelayanan kesehatan tradisional.1 Survei sebelumnya pada tahun 2007 melaporkan sebanyak
38,3% pasien yang berkonsultasi di fasilitas kesehatan melakukan pengobatan mandiri
dengan pengobatan tradisional.5 Pada tahun 2012 terdapat lebih dari 280.000 praktisi
kesehatan tradisional dan alternatif yang terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.18
Selanjutnya, pada tahun 2013, Prof. dr. Ali Gufron, MSc. PhD selaku Wakil Menteri
Kesehatan membuka lokakarya penerapan modul kurikulum kesehatan tradisional di Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas. Terdapat beberapa alasan penting dibukanya kurikulum ini,
yaitu keberagaman tanaman obat di Indonesia, adanya pergeseran pandangan masyarakat
yang kembali ke alam, membantu deklarasi jamu sebagai produk Indonesia, membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memenuhi UUD 1945 pasal 28 huruf H
mengenai hak bagi setiap warga negara untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Keberadaan
kurikulum kesehatan tradisional dalam pendidikan dokter akan membantu para calon dokter
memahami filosofi kesehatan tradisional, ilmu biomedik dan prisip pengobatan, pengobatan
alternatif dan komplementer, metode pengobatan, berbagai obat-obatan tradisional yang
tersedia, tata cara pengobatan, dan keamanan dari obat tradisional. Pengobatan tradisional
diharapkan dapat bersinergi dengan pendidikan kedokteran konvensional. Kesehatan
trandisional dapat membantu pelayanan kesehatan dalam bidang promotif dan preventif
sementara pendidikan kedokteran konvensional lebih berfokus pada bidang kuratif dan
rehabilitatif.19 Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2014
menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan rradisional didefinisikan melalui pembagian
menjadi empiris (yang sudah terbukti secara eksperimental), komplementer (memanfaatkan
ilmu biomedis dan biokultural), dan integrasi (dikombinasikan dengan pelayanan kesehatan
konvensional).12
Referensi
1. Nurhayati N, Widowati L. The use of traditional health care among Indonesian family.
Health Sci J Indones; 8.
5. Supardi S, Susyanty AL. Penggunaan obat tradisional dalam upaya pengobatan sendiri di
Indonesia. Bull Health Res; 38.
7. Kearifan Lokal Orang Madura Tentang Jamu Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak - Balai
Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta,
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/kearifan-lokal-orang-madura-
tentang-jamu-untuk-kesehatan-ibu-dan-anak/ (accessed 28 February 2023).
9. Kasniyah N. Gurah sebagai salah satu pengobatan alternatif yang digunakan oleh
masyarakat. Laporan Penelitian. Univ Gadjah Mada.
10. Tutung N, Rochgiyanti R, Sigit R, et al. Berbekam alternatif pengobatan pada masyarakat
Banjarmasin. ULM Repos.
11. Triratnawati A, Wulandari A, Marthias T. Konsep tubuh orang Jawa dan pengaruhnya
terhadap penyakit dalam laporan penelitian unggulan perguruan tinggi. Univ Gadjah
Mada.
12. Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Tahun 2014
tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional. LN. 2014 No. 369, TLN No. 5643, LL
SETNEG, 2014.
17. Maulida TF, Wanda D. The Utilization of Traditional Medicine to Treat Fever in
Children in Western Javanese Culture. Compr Child Adolesc Nurs 2017; 40: 161–168.
18. World Health Organization. The republic of Indonesia health system review, Health
systems in transistion. New Delhi, 2017.
20. Sumarni W, Sudarmin S, Sumarti SS. The scientification of jamu: a study of Indonesian’s
traditional medicine. J Phys Conf Ser 2019; 1321: 032057.
21. Post TJ. Leveraging jamu heritage using science and technology. The Jakarta Post,
https://www.thejakartapost.com/academia/2019/04/08/leveraging-jamu-heritage-using-
science-and-technology.html (accessed 24 February 2023).