Dr Anung Sugihantono
Dr. Sugihantono, M Kes
M.Kes
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan iii
DAFTAR ISI
Kanta Pengantar i
Sambutan Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA iii
Daftar Isi v
Materi Dasar 1
KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL 1
Materi Dasar 2
ASUHAN MANDIRI 15
Materi Inti 1
TATALAKSANA AKUPRESUR MANDIRI 25
Materi Inti 2
TATALAKSANA GANGGUAN KESEHATAN RINGAN DENGAN
PEMANFAATAN TOGA 53
Materi Inti 3
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN KEMITRAAN UNTUK
ASUHAN MANDIRI AKUPRESUR DAN PEMANFAATAN TOGA 101
Materi Inti 4
TEKNIK FASILITASI 135
I. DESKRIPSI SINGKAT
Indonesia memiliki kekayaan alam berupa tumbuh-tumbuhan yang
berjumlah kira-kira 30.000 spesies tanaman, merupakan nomor
tiga terbesar di dunia setelah Negara Brasil dan Zaire, diantaranya
7.000 spesies berkhasiat obat, 940 jenis telah teridentifikasi, 283
jenis terdaftar. Potensi kekayaan alam serta tanaman obat telah
dimanfaatkan sejak dahulu kala hingga kini oleh para leluhur dan
Pengobat Tradisional (Battra) untuk mengatasi gangguan kesehatan,
meskipun sejak seabad yang lalu, kedokteran konvensional dengan
obat-obat modern atau bahan kimia berkembang pesat di tanah air.
Perkembangan obat tradisional di Indonesia mengalami pasang
surut sesuai dengan perubahan zaman. Jamu sudah digunakan
sejak abad ke- 7 sebagaimana tertulis pada relief Candi Borobudur
yang menggambarkan jenis tanaman obat yang biasa digunakan
masyarakat kala itu. Selain itu pada Lontar Usada di Bali (78 SM)
dan naskah pengetahuan “Serat Centhini” di Jawa Tengah dan Jawa
Timur (1814) tertulis juga tentang sistem pengobatan tradisional
warisan turun temurun, bahwa salah satu obat tradisional Indonesia
adalah jamu.
Pemerintah telah melakukan beberapa kebijakan terkait pelayanan
kesehatan tradisional, antara lain penetapan Kebijakan Obat
Tradisional (Kotranas) oleh Menteri Kesehatan RI pada tahun 2007,
diikuti pencanangan Jamu sebagai Brand Indonesia oleh Presiden
RI pada tahun 2008. Dengan terbitnya Undang-Undang nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan yang didalamnya mengatur tentang
pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer,
dalam pencapaian programnya pada Rencana Strategis (RENSTRA)
Kementerian Kesehatan 2010-2014 telah ditargetkan secara
bertahap 50% Kabupaten/Kota pada tahun 2014 melaksanakan
pelayanan kesehatan tradisional dengan minimal dikembangkan di 2
puskesmas pada tiap kabupaten/kota.
IV. METODE
Metode yang digunakan dalam penyampaian materi dasar 1 ini
adalah :
• Ceramah
• Tanya jawab
VIII. REFERENSI:
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Peraturan Dirjen Bina Gizi dan KIA Nomor HK 01.01/B1.4/4054/
2011 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan
Tradisional Ramuan.
3. Kepmenkesnomor 1076/Menkes/SK/VII/2003
I. DESKRIPSI SINGKAT
Indonesia merupakan negara kaya dengan keanekaragaman hayati
(A Mega Biodiversity Country) dan budaya. Warisan leluhur yang
menjadi tradisi masyarakat Indonesia untuk memelihara kesehatan
mengalami fluktuasi walaupun diyakini memberikan manfaat.
Sebagaimana ditunjukkan dalam Riset Kesehatan Dasar tahun 2010
yaitu persentase penduduk Indonesia yang pernah mengonsumsi
jamu pada semua kelompok umur laki-laki dan perempuan, baik
di pedesaan maupun perkotaan adalah sebanyak 59,12% dimana
95 % menyatakan bermanfaat untuk kesehatan. Demikian halnya
hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa 30,4% rumah tangga
di Indonesia memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional.
keterampilan tanpa alat sebesar 77,8% dan ramuan sebesar
49,0%. Alasan utama responden adalah untuk menjaga kesehatan
dan kebugaran. Dengan demikian, pijat dan ramuan dimanfaatkan
untuk memenuhi upaya kesehatan preventif (pencegahan penyakit),
promotif (peningkatan derajat kesehatan), kuratif (penyembuhan
penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan).
Pijat secara turun temurun dimanfaatkan untuk meredakan
ketegangan, kelelahan, penat, otot yang kaku, dan pegal. Pijat yang
benar bermanfaat dalam mengatasi gangguan kesehatan ringan
dapat tercapai. Pijat yang menggunakan titik tertentu di permukaan
tubuh dikenal sebagai akupresur dan dapat dilakukan secara mandiri.
Akupresur mandiri merupakan teknik memijat sendiri pada untuk
mengatasi gangguan kesehatan ringan dan meningkatkan kebugaran.
Penggunaan teknik akupresur disesuaikan dengan keluhan agar
tindakan akupresur dapat mencapai hasil yang maksimal. Cara
pemijatan yang baik dan benar juga dapat membantu meningkatkan
hasil pemijatan. Akupresur yang tidak benar dapat menimbulkan
efek yang tidak diinginkan. Pada keadaan-keadaan tertentu, tidak
diperbolehkan dilakukan akupresur walaupun mandiri.
IV. METODE
A. Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
B. Curah Pendapat
C. Demonstrasi
I. DESKRIPSI SINGKAT
Akupresur mandiri merupakan teknik memijat sendiri pada titik
tertentu di permukaan tubuh untuk mengatasi gangguan kesehatan
ringan dan meningkatkan kebugaran.
Pemijatan adalah bagian terpenting dalam melakukan tindakan
akupresur. Dengan melakukan pemijatan yang benar, maka tujuan
dalam mengatasi gangguan kesehatan ringan dapat tercapai.
Penggunaan teknik akupresur disesuaikan dengan keluhan agar
tindakan akupresur dapat mencapai hasil yang maksimal. Cara
pemijatan yang baik dan benar juga dapat membantu meningkatkan
hasil pemijatan, Akupresur dapat menimbulkan efek yang tidak
diinginkan sehingga pada saat pelaksanaan akupresur, diperlukan
perhatian khusus terhadap keadaan-keadaan yang tidak boleh
dilakukan akupresur.
Tatalaksana gangguan kesehatan ringan dengan akupresur mandiri
dalam modul ini membahas tentang pemanfaatan akupresur untuk
asuhan mandiri, teknik akupresur untuk asuhan mandiri, tatalaksana
gangguan kesehatan untuk asuhan mandiri akupresur.
b. Batuk pilek
Untuk sakit batuk pilek secara umum dapat dilakukan
pemijatan pada lokasi yang terletak di garis tubuh
depan, antara ke-2 pangkal alis.
c. Sakit pinggang
Untuk sakit pinggang dapat dilakukan pemijatan pada
lokasi yang terletak di pinggang sejajar dengan pusar,
selebar 2 (dua) jari tangan ke samping kiri dan kanan
dari garis tengah tubuh.
g. Sesak nafas/mengi
Untuk sesak nafas dapat dilakukan pemijatan pada
lokasi yang terletak di bawah tengkuk, setengah jari
ke arah luar.
V. Referensi
A. Kurikulum dan modul orientasi akupresur
B. Buku saku tetap sehat berhaji dengan akupresur mandiri.
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kaya dengan keanekaragaman hayati
(A Mega Biodiversity Country) dimana terdapat lebih kurang 30.000
jenis tanaman yang tersebar di seluruh tanah air, sekitar 9.600
spesies berkhasiat obat dan kurang lebih 300 spesies digunakan
sebagai bahan pengobatan tradisional oleh industri obat tradisional.
Oleh karena itu keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia
merupakan aset dan sumberdaya yang harus dipelihara dan
dikelola untuk dapat menjadi warisan leluhur dan bermanfaat bagi
masyarakat untuk pemeliharaan kesehatan.
TOGA adalah singkatan dari Taman Obat Keluarga berfungsi
sebagai penyedia obat sekaligus berupa taman berestetika yang
memenuhi kriteria keindahan pekarangan. TOGA dapat memenuhi
upaya kesehatan preventif (pencegahan penyakit), promotif
(peningkatan derajat kesehatan), kuratif (penyembuhan penyakit)
dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Selain itu TOGA juga
berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga antara lain
sebagai sarana untuk (1) memperbaiki status gizi keluarga, (2)
menambah penghasilan keluarga, (3) meningkatkan kesehatan
lingkungan pemukiman, (4) melestarikan tanaman obat dan
budaya bangsa. Disamping itu, kaberadaan TOGA juga berfungsi
sebagai upaya pelestarian tanaman obat dari proses pelangkaan.
Keberadaan TOGA pernah dikembangkan diberbagai daerah
mulai dari pedesaan sampai di perkotaan dengan pembudidayaan
berbagai jenis tanaman obat yang tumbuh sesuai spesifikasi daerah
masing-masing. Namun demikian keberadaan TOGA di daerah
masih mempunyai permasalahan dan hambatan, diantaranya
pengelolaan dan pemanfaatan TOGA belum berjalan secara optimal.
Oleh karena itu revitalisasi TOGA perlu dilakukan, agar TOGA dapat
berkembang secara optimal dan dimanfaatkan seluas-luasnya oleh
masyarakat sebagai bahan ramuan yang berkhasiat dalam upaya
menjaga, meningkatkan dan menanggulangi kesehatan.
POKOK BAHASAN 2
Pemanfaatan dan teknik membuat ramuan untuk asuhan mandiri
A. Teknik Meramu
Hal yang perlu diperhatikan sebelum membuat ramuan obat
trdisional:
1. Penyiapan Bahan Baku (Simplisia) :
Yang dimaksud bahan ramuan adalah bahan yang
digunakan dalam bentuk simplisia segar atau kering.
Sebelum membuat ramuan harus dipastikan bahwa tidak
menggunakan tanaman yang salah, dapat memberikan
efek yang tidak diinginkan atau keracunan. Memilih bahan
4. HIgiene Sanitasi
Cara meramu adalah sebuah pekerjaan yang menggunakan
tangan dan alat ketika mencampurkan bahan-bahan yang
berasal dari tanaman obat. Sehingga diperlukan hygiene
sanitasi terhadap bahan ramuan dan peralatan yang
digunakan serta peramunya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum membuat ramuan :
a. Bahan Ramuan
- Cuci bersih seluruh bahan ramuan dengan air
bersih dan mengalir
- Tiriskan bahan ramuan dengan wadah yang
bersih
- Rajang bahan ramuan sesuai kebutuhan
b. Peralatan
- Peralatan yang digunakan harus bersih dan
kering
- Gunakan peralatan sesuai dengan fungsinya
- Cuci bersih dan keringkan peralatan setelah
digunakan
- Simpan di dalam lemari perkakas
c. Peramu
- Kondisi fisik peramu harus dalam keadaan sehat
Pokok Bahasan 3
Tatalaksana gangguan kesehatan ringan dg pemanfaatan TOGA
utk asuhan mandiri.
A. Kelompok Usia Subur
a. Ramuan untuk Nyeri Haid
● Bahan :
- Empu kunyit : 3 jari
- Asam kawak (asam yang telah dimasak) : 2 Sendok teh
- Gula merah : 2 sendok makan
- Air : 3 gelas
● Cara pembuatan
Kunyit setelah dikupas, diiris tipis-tipis, rebus hingga
air menyusut menjadi setengahnya, tambahkan asam
kawak, gula merah kemudian diaduk-aduk. Diamkan
sampai hangat-hangat kuku.
● Cara pemak aian
Minum ramuan kunyit asam diatas 7 hari sebelum haid
sampai 3 hari selama haid. Ramuan ini juga dapat
ditambahkan kayu manis 1 jari sebagai penyedap/
pengharum, asam dan gula merah dapat ditambahkan
sesuai selera.
b. Ramuan untuk Mual
● Bahan
- Jahe : 2 ibu jari
- Gula Merah : secukupnya
- Air : 1 ½ gelas
● Cara pembuatan
Jahe setelah dikupas, digeprek, rebus hingga air menyusut
menjadi setengahnya, tambahkan gula merah kemudian
diaduk-aduk. Diamkan sampai hangat-hangat kuku.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya membantu atau proses
memfasilitasi masyarakat dengan pemberian informasi secara terus-
menerus dan berkesinambungan sehingga memiliki pengetahuan
(aspek knowledge), mampu untuk mencegah dan mempunyai
kemauan (aspek attitude), dan mampu melaksanakan perilaku yang
diperkenalkan (aspek practice) sehingga masyarakat berperan aktif
dalam menyelesaikan masalah kesehatannya.
Pemerintah mendorong peningkatan peran aktif masyarakat dalam
pelayanan kesehataan tradisional dengan bertanggung jawab
memberdayakan masyarakat dalam asuhan mandiri akupresur
dan pemanfaatan TOGA. Untuk itu perlu dijalin kemitraan dengan
pemangku kepentingan yang berlandaskan prinsip dasar, yaitu
kesamaan kepentingan, kejelasan tujuan, kesetaraan kedudukan
dan keterbukaan/transparansi. Wadah pemberdayaan dan kemitraan
dapat menggunakan forum-forum yang sudah ada di masyarakat
seperti Forum yang ada di desa, di kecamatan maupun yang ada
di kabupaten/kota. Wadah ini dapat dioptimalkan agar terlaksana
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergisme antar mitra sehingga
dapat mengembangkan asuhan mandiri kesehatan tradisional
akupresur dan pemanfaatan TOGA.
Oleh karena itu peserta pelatihan asuhan mandiri akupresur dan
pemanfaatan TOGA perlu mendapatkan kemampuan melakukan
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan, sehingga mampu
mendorong dan memfasilitasi masyarakat untuk berperan aktif
meningkatkan kesehatannya.
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 101
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah selesai mengikuti materi ini peserta mampu melakukan
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan untuk asuhan mandiri
akupresur dan pemanfaatan TOGA.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah selesai mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep dasar pemberdayaan masyarakat
dan kemitraan di bidang kesehatan
2. Melakukan langkah-langkah kegiatan pemberdayaan
masyarakat dan kemitraan dalam penyelenggaraan
asuhan mandiri akupresur dan pemanfaatan TOGA.
3. Menggalang kemitraan dalam asuhan mandiri akupresur
dan pemanfaatan TOGA
102 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
IV. METODE
Ceramah Tanya Jawab (CTJ), Curah pendapat, Diskusi kelompok,
Simulasi, Bermain peran
V. MEDIA
LCD dan kelengkapannya, laptop, White board, kertas meta plan,
kertas flipchart, spidol (ATK), lembar diskusi, skenario bermain peran,
slide presentation
VI. WAKTU
360 menit (8 Jam Pelajaran x 45 menit)
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 103
pemanfaatan TOGA.
• Fasilitator merangkum hasil curah pendapat tersebut
dan menyampaikan penegasan singkat tentang unsur-
unsur dalam melakukan pemberdayaan masyarakat di
bidang kesehatan dalam asuhan mandiri akupresur dan
pemanfaatan TOGA dengan menggunakan PPT 3.1
• Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memberikan
apresiasi pada peserta.
C. Langkah 3: Langkah-Langkah Pemberdayaan Masyarakat
dalam asuhan mandiri akupresur dan pemanfaatan TOGA
(85 menit)
• Fasilitator membagi peserta menjadi 4 kelompok, dengan
meminta peserta untuk berhitung 1 sampai 4, kemudian
tiap nomor yang sama yaitu nomor 1 bergabung dengan
nomor 1, nomor 2 bergabung dengan nomor 2, demikian
selanjutnya sampai terbentuk menjadi 4 kelompok.
• Dengan menggunakan lembar kasus yang disediakan,
peserta diminta melakukan diskusi dan ditulis pada kertas
flipchart, dan melakukan identifikasi masalah, merumuskan
masalah dan membuat urutan-urutan prioritas masalah.
• Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan
anggota kelompok lainnya diminta memperhatikan dan
memberikan masukan-masukan
• Sebelum mengakhiri kegiatan, fasilitator memberikan
penegasan terhadap indentifikasi masalah, cara
merumuskan masalah dan teknik prioritas masalah dengan
menggunakan PPT 3.2.
• Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memberikan
apresiasi pada peserta.
D. Langkah 4: Simulasi Langkah-Langkah Pemberdayaan
Masyarakat Dalam Pengelolaan dan Pengembangan Asuhan
Mandiri Akupresure dan Pemanfaatan TOGA (120 menit)
• Masih dalam kelompok yang sama, fasilitator melakukan
undian untuk menentukan tugas kelompok dalam
mensimulasikan kegiatan-kegiatan pemberdayaan
masyarakat dalam Asuhan Mandiri Akupresure dan
Pemanfaatan TOGA, yaitu: 1) Pertemuan Forum, 2)
Musyawarah Masyrakat Desa/Kelurahan, (MMD) 3)
104 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
Perencanaan Partisipatif, 4) Pembinaan untuk kelestarian
TOGA, (sesuai dengan panduan).
• Masing-masing kelompok di berikan waktu 30 menit
untuk berdiskusi persiapan simulasi terutama terhadap
pemahaman peran-peran yang akan di mainkan oleh
kelompok.
• Setelah selesai mensimulasikan, kelompok diminta
merasakan apa saja yang menjadi penghambat dan
pendukung dalam pelaksanaan di masyarakat.
• Sebelum mengakhiri kegiatan, fasilitator merangkum
dan memberikan penegasan terhadap materi yang
disimulasikan.
• Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memberikan
apresiasi pada peserta.
E. Langkah 5: Kemitraan untuk asuhan mandiri akupresur dan
pemanfaatan Toga (90 menit)
• Fasilitator meminta kepada peserta untuk melakukan
curah pendapat dengan menuliskan pada flipchart tentang
pengertian dan prinsip kemitraan kemudian dikaitkan
dengan pemberdayaan dalam pelayanan kesehatan
tradisional asuhan mandiri.
• Fasilitator merangkum hasil curah pendapat tersebut dan
menyampaikan penegasan singkat tentang pengertian
pengertian dan prinsip kemitraan dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan tradisional asuhan mandiri
denganmenggunakan PPT 3.3.
• Fasilitator meminta kepada peserta untuk melakukan curah
pendapat dengan menuliskan pada flipchart mitra-mitra
potensial dalam pelayanan kesehatan tradisional asuhan
mandiri
• Berdasarkan daftar mitra potensial yang telah dituliskan
pada flipchart, fasilitator membagikan papan nama (dapat
berupa metaplan yang diberi tali raffia dan dikalungkan
atau diberi double tape untuk ditempelkan) dan menuliskan
mitra-mitra potensial tersebut.
• Setelah menuliskan mitra potensial pada papan nama,
fasilitator meminta seluruh peserta membentuk lingkaran
dengan mengalungkan papan nama mitra tersebut sambil
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 105
bernyanyi lagu-lagu gembira,sehingga suasana kondusif
untuk menggalang kemitraan.
• Fasilitator memberi instruksi pada peserta (sebagai
fasilitator) untuk melemparkan gulungan (bola) tali raffia
kepada peserta lain sambil menyebutkan dukungan apa
yang diharapkan dari mitra tersebut, dengan salah satu
ujung tali tetap dipegang. Peserta yang mendapat lemparan
bola tali raffia melakukan hal yang sama kepada peserta
lain. (Perlu diingat posisi lemparan harus diatas lemparan
sebelumnya). Fasilitator mencatat dukungan oleh masing-
masing mitra pada kertas flipchart.
• Setelah semua peserta mendapat kesempatan dan
terbentuk jaring, fasilitator meminta peserta untuk mundur
selangkah dan menanyakan apa perasaan mereka, lalu
fasilitator meminta peserta untuk maju dua langkah dan
kembali menanyakan perasaan mereka apakah kemitraan
seperti ini yang mereka harapkan. (perlu gambar)
• Fasilitator mengakhiri penyampaian materi kemitraan
dengan penegasan pentingnya menggalang kemitraan
untuk asuhan mandiri akupresur dan pemanfatan Toga.
F. Langkah 6: Penutup (15 menit)
• Fasilitator meminta peserta untuk menanyakan hal-
hal yang kurang jelas, dan memberikan jawaban atas
pertanyaan peserta.
• Fasilitator mengevaluasi penyerapan peserta terhadap MI
3 dengan mengajukan 3 pertanyaan terkait pokok bahasan
secara bergantian dan minta peserta adu cepat untuk
menjawab pertanyaan tersebut.
• Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memberikan
apresiasi pada peserta dan ucapan terimakasih atas peran
aktif peserta mengikuti MI3 sampai selesai.
106 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
VIII. URAIAN MATERI
A. POKOK BAHASAN 1:
KONSEP DASAR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DIBIDANG KESEHATAN
1.1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Istilah “pemberdayaan masyarakat” sebagai terjemahan
dari kata “empowerment” mulai ramai digunakan dalam
bahasa sehari-hari di Indonesia bersama-sama dengan
istilah “pengentasan kemiskinan” (poverty alleviation) sejak
digulirkannya Program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Sejak
itu, istilah pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan
merupakan “saudara kembar” yang selalu menjadi topik
dan kata kunci dari upaya pembangunan.
Sejalan dengan itu, pemberdayaan dapat diartikan sebagai
upaya peningkatan kemampuan masyarakat (miskin,
marjinal, terpinggirkan) untuk menyampaikan pendapat
dan atau kebutuhannya, pilihan-pilihannya, berpartisipasi,
bernegosiasi, mempengaruhi dan mengelola kelembagaan
masyarakatnya secara bertanggung-gugat (accountable)
demi perbaikan kehidupannya.
Dalam pengertian tersebut, pemberdayaan mengandung
arti perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan setiap
individu dan masyarakat baik dalam arti :
1. Perbaikan ekonomi, terutama kecukupan pangan
2. Perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan
kesehatan)
3. Kemerdekaan dari segala bentuk penindasan
4. Terjaminnya hak asasi manusia yang bebas dari rasa
takut dan kekhawatiran, dan lain-lain
Dalam promosi kesehatan, pemberdayaan (empowerment)
merupakan proses di mana masyarakat “diposisikan”
mempunyai peran yang besar dalam pengambilan
keputusan dan menetapan kegiatan/tindakan yang
mempengaruhi kesehatan mereka. (Health Promotion
Glossary, WHO, 1998). Pemberdayaan didefinisikan
pula sebagai : a) To give power or authority (memberikan
kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan
otoritas ke pihak lain); b) To give ability to or enable (upaya
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 107
untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan).
Pemberdayaan (empowerment) adalah proses pemberian
informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan
mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu
sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu
menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu
menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).
Pemberdayaan adalah sebuah proses agar setiap orang
menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi
pengontrolan atas, dan mempengaruhi, kejadian-kejadian
serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya
dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.
Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat
dengan sustainable development dimana pemberdayaan
masyarakat merupakan suatu prasyarat utama yang akan
membawa masyarakat menuju keberlanjutan secara
ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis.
Proses dan Keterkaitan Pemberdayaan Masyarakat dan
Sustainable Development
108 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
Proses pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan
faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut saling
berkontribusi dan mempengaruhi secara sinergis dan
dinamis. Proses pemberdayaan masyarakat didampingi
oleh tim pelatih (bersifat multi disiplin) yang merupakan
salah satu faktor eksternal dalam proses pemberdayaan
masyarakat. Peran Fasilitator pada awal proses sangat
aktif tetapi akan berkurang secara bertahap selama proses
berjalan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan
kegiatannya secara mandiri.
Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat dapat
menjadi upaya meningkatkan kesehatan masyarakat
melalui suatu proses pemberian informasi secara terus-
menerus dan berkesinambungan membantu sasaran, agar
berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan
dari mau menjadi mampu memelihara kesehatannya
dengan asuhan mandiri akupresur dan pemanfaatan
Taman Obat Keluarga (TOGA).
1.2. Prinsip Dasar Pemberdayaan Masyarakat
Prinsip dasar pemberdayaan masyarakat dalam asuhan
mandiri akupresur dan pemanfaatan Taman Obat Keluarga
(TOGA) yang perlu dipahami yaitu : pengorganisasian
masyarakat (community organization) dan pengembangan
masyarakat (community development). Keduanya
berorientasi pada proses pemberdayaan masyarakat
menuju tercapainya kemandirian melalui keterlibatan dan
peran serta aktif dari keseluruhan anggota masyarakat.
Lima prinsip dasar pemberdayaan masyarakat tersebut
yaitu :
1. Menumbuh kembangkan kemampuan, peran serta
masyarakat dan semangat gotong royong dalam
pelayanan kesehatan tradisional (pemanfaatan
akupresur dan TOGA).
2. Melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam
perencanaan maupun pelaksanaan. Berbasis
masyarakat (community based), memberikan
kesempatan mengemukakan pendapat, memilih
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 109
dan menetapkan keputusan bagi dirinya (voice
and choice), keterbukaan (openness), kemitraan
(partnership), kemandirian (self reliance).
3. Menggalang kemitraan dengan berbagai pihak untuk
memaksimalkan sumber daya, khususnya dalam
dana, baik yang berasal dari pemerintah, swasta
maupun sumber lainnya.
4. Petugas harus lebih memfungsikan diri sebagai
katalis yang menghubungkan antara kepentingan
pemerintah dan kepentingan masyarakat dalam
upaya pemeliharaan kesehatannya.
5. Untuk mempertahankan ekstensinya, pemberdayaan
masyarakat memerlukan break even dalam setiap
kegiatan yang dikelola. Tidak sebagai organisasi
bisnis/profit.
1.3. Unsur-Unsur Pemberdayaan Masyarakat
a) Penggerak Pemberdayaan : Pemerintah Kecamatan,
Puskesmas, Desa dan Kelurahan, masyarakat, dan
PKK, Paramuka, swasta, Ormas dan lintas sektor
lainya menjadi inisiator, motivator, dan fasilitator
yang mempunyai kompetensi memadai dan dapat
membangun komitmen dengan dukungan para
pemimpin, baik formal maupun non formal.
b) Sasaran pemberdayaan : Perorangan (tokoh
masyarakat, tokoh agama, politisi, figur masyarakat,
dan sebagainya), kelompok (organisasi
kemasyarakatan, organisasi profesi, kelompok
masyarakat), dan masyarakat luas serta pemerintah
yang berperan dalam pelayanan kesehatan
tradisional.
c) Kegiatan hidup sehat dengan memanfaatkan
asuhan mandiri akupresur dan TOGA sebagai
upaya pemeliharaan kesehatan secara mandiri
meningkatkan kesehatan masyarakat, membentuk
kebisaan dan pola hidup, tumbuh dan berkembang,
serta melembaga dan membudaya dalam kehidupan
bermasyarakat.
110 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
B. POKOK BAHASAN 2:
LANGKAH-LANGKAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DALAM PENYELENGGARAAN ASUHAN MANDIRI
AKUPRESUR DAN PEMANFAATAN TOGA
Dalam melakukan upaya pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, khususnya di wilayah
kerja Puskesmas, tidak terlepas dari kegiatan pemberdayaan yang
sudah ada di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Hanya saja lebih
menekankan terhadap aspek pemanfaatan terhadap akupresur
dan tanaman obat dalam TOGA yang ada di wilayah sekitarnya agar
dapat dimanfaatkan dalam menanggulangi maupun mencegah
masalah kesehatan masyarakat. Ada beberapa langkah kegiatan:
1) Analisis situasi, 2) Pertemuan forum, 3) Musyawarah desa, 4)
Perencanaan partisipatif, 5) Pelaksanaan kegiatan, 6) Pembinaan
kelestarian kader kesehatan yang memanfaatkan asuhan mandiri
kesehatan tradisional.
2.1 Analisis situasi dalam bentuk SMD (Survei Mawas
Diri) terfokus pada potensi pengembangan dan
pemanfaatan asuhan mandiri akupresur dan TOGA
Sebelum melaksanakan kegiatan pemberdayaan asuhan
mandiri kesehatan tradisional, Kepala Puskesmas
melakukan persiapan petugas untuk diperlukan adanya
persamaan persepsi tentang langkah-langkah kegiatan
pemberdayaan dan pengenalan situasi dan masalah yang
berkaitan dengan pemanfaatan asuhan mandiri akupresur
dan pemanfaatan TOGA. Kegiatan ini merupakan upaya
agar provider/stakeholder terutama di tingkat kecamatan
seperti : Camat, Aparatur Kecamatan, Penyuluh Pertanian,
Penyelenggara Pendidikan, Kelompok Profesi, PKK,
Pramuka, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lintas
sektor lainya, dapat mengenal sosial budaya dan situasi
permasalahan, dan sumberdaya yang ada di masyarakat.
Hasil pengamatan ini mempunyai beberapa manfaat, yaitu :
• Pengaruh psikologis yakni provider/stakeholder mulai
menjalin keakraban dengan masyarakat melalui
pengenalan situasi setempat dan permasalahan
dalam pemanfaatan asuhan mandiri akupresur dan
pemanfaatan TOGA yang dihadapi masyarakat.
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 111
Informasi yang diperoleh merupakan data awal yang
nantinya dapat digunakan sebagai pembanding dalam
menilai keberhasilan kegiatan, serta sebagai titik
tolak pembahasan dengan masyarakat, berdasarkan
kenyataan yang ada.
• Terjadinya proses belajar. Petugas menyadari pentingnya
pengenalan situasi dan masalah terkait asuhan mandiri
kesehatan tradisional yang nantinya digunakan sebagai
bahan merencanakan kegiatan. Petugas mengenal
dan mempunyai wawasan yang konkrit tentang
masalah yang ada di masyarakat. Petugas mempunyai
keterampilan dalam mengumpulkan, mengolah dan
menganalisa data secara sederhana.
Adapun data – data yang dikumpulkan meliputi :
• Data Umum, yaitu data tentang keadaan daerah;
luas pekarangan, penduduk, pemuka masyarakat
setempat, saluran komunikasi dan geografi.
• Data Khusus, yaitu data yang terkait dengan
kepentingan pelayanan kesehatan tradisional,
misalnya: Jumlah rumah tangga yang memiliki TOGA,
jumlah jenis tanaman obat di TOGA, jumlah keluarga
yang memanfaatkan asuhan mandiri akupresur dan
TOGA untuk kesehatan, jumlah kader yang membina
TOGA, dan bentuk dukungan dalam pengelolaannya.
Data tentang pemanfaatan akupresur.
• Data perilaku, meliputi pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat tentang pemanfaatan akupresur
dan TOGA, pengetahuan, dukungan para tokoh
masyarakat, kepedulian LSM, PKK, Pramuka,
dan swasta/dunia usaha, dukungan pemerintah
kecamatan dan Desa/Kelurahan.
Data tersebut dikumpulkan kemudian diolah dan disajikan
pada pertemuan masing-masing kelompok kerja disetiap
jenjang administrasi, sehingga setiap sektor mempunyai
wawasan yang luas tentang pemanfaatan asuhan mandiri
dalam memanfaatkan akupresur dan pemanfaatan TOGA.
Dengan data yang ada maka dapat disusun program kerja
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang
lebih konkrit dan operasional.
112 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
2.2 Pertemuan forum
Dalam pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif,
telah dibentuk forum di tingkat Kecamatan dan Desa/
Kelurahan, untuk itu kegiatan pemberdayaan masyarakat
dalam pemanfaatan asuhan mandiri akupresur dan TOGA
juga dapat memanfaatkan forum yang sudah ada. Pertemuan
forum di laksanakan secara berjenjang, dari tingkat
Kecamatan ke tingkat Desa/Kelurahan diharapkan adanya
pemahaman dari masing-masing tingkatan administrasi,
sehingga terjalin pembinaan secara berkelanjutan.
Pertemuan forum diperlukan sebagai bentuk pendekatan
terhadap para pelaksana dari sektor–sektor dari tingkat
Kecamatan, Desa dan Kelurahan agar sektor–sektor
tersebut memahami dan memberikan dukungannya untuk
merumuskan kebijakan dan pola pelaksanaan upaya
pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan TOGA
di masyarakat. Untuk itu pertemuan forum Kecamatan
dan Desa/Kelurahan dilaksanakan dengan melakukan
pembahasan terhadap penyelenggaraan asuhan mandiri
akupresur dan TOGA hasil analisis situasi.
Hal-hal yang perlu di bahas dalam pertemuan forum adalah:
• Hasil analisis situasi
• Dimasukannya kegiatan asuhan mandiri akupresur
dan pemanfaatan TOGA dalam rencana kerja forum
di tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan
• Dukungan forum, dan rencana tindak lanjut
Peran petugas puskesmas adalah memfasilitasi, dalam
penyelenggaraan pengembangan serta melakukan
pembinaan pelayanan kesehatan tradisional di masyarakat.
2.3 Musyawarah Masyarakat Desa/Kelurahan (MMD)
Musyawarah Masyarakat Desa/Kelurahan membahas
masalah-masalah hasil analisis situasi yang dilakukan
oleh forum Desa/Kelurahan, petugas puskesmas sebagai
fasilitasi. Bila perlu musyawarah Desa/Kelurahan dalam
pelayanan kesehatan tradisional dapat dilaksanakan
secara berjenjang dengan terlebih dahulu dilaksanakan
pada tingkat RW/Dusun. Musyawarah Masyarakat Desa/
Kelurahan bertujuan :
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 113
1) Mensosialisasikan tentang adanya masalah-masalah
penyelenggaraan asuhan mandiri akupresur dan
pengembangan TOGA.
2) Mencapai kesepakatan tentang urutan prioritas
masalah dalam penyelenggaraan asuhan mandiri
akupresur dan pengembangan TOGA.
3) Mencapai kesepakatan tentang pembentukan TOGA
di setiap rumah tangga
4) Mencapai kesepakatan tentang pemanfaatan TOGA
dalam pemeliharaan kesehatan.
5) Menetapkan kader sebagai pengelola TOGA
6) Menetapkan dukungan dana dan sumber daya dalam
pembuatan TOGA
7) Menggalang semangat gotong royong dalam
penyelenggaraan dan pengembangan TOGA untuk
selfcare.
Penyelengggaraan Musyawarah Masyarakat Desa/
Kelurahan di hadiri oleh Kepala Desa/Lurah, perangkat
Desa/Kelurahan, LPM, PKK, Dasa Wisma, kader, karang
taruna, kelompok pengajian, arisan, bidan desa/puskesmas,
lintas sektor terkait, penyuluh pertanian, pengelola sekolah,
dan tokoh masyarakat seluruh komponen masyarakat dan
masyarakat lainnya. Makin banyak masyarakat terlibat
semakin baik hasil yang didapat.
2.4 Perencanaan partisipatif
Setelah di peroleh kesepakatan dari warga Desa/Kelurahan,
kader pemberdayaan masyarakat (KPM) dan LPM
mengadakan pertemuan, guna menyusun rencana kerja
dalam penyelenggaraan dan pengembangan pelayanan
kesehatan tradisional. Rencana penyelenggaraan dan
pengembangan kesehatan tradisional mencakup:
• Pembuatan TOGA
• Orientasi asuhan mandiri akupresur dan pemanfaatan
TOGA
• Pengangkatan kader pengelola TOGA
• Menetapkan sarana dan prasarana yang di butuhkan
dalam penyelenggaraan dan pengembangan
pelayanan kesehatan tardisional
114 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
• Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dan
membutuhkan dana operasional penyelenggaraan,
berikut jadwal
• Menentukan sumber pendanaan kegiatan dari:
masyarakat, dunia usaha dan swasta, kemudian
dibuat dalam dokumen tersendiri, sedangkan
kegiatan yang memerlukan dukungan dana dan ADD
dan APBD, dimasukan dalam dokumen Musrenbang
Desa atau kelurahan untuk ditetapkan dalam RJPM
desa atau kelurahan.
Komponen yang ada dalam program kerja dalam mengatasi
masalah meliputi jenis kegiatan yang akan dikerjakan
dalam mengatasi permasalahan yang ada, yaitu:
a. Tujuan yang diharapkan.
b. Sasaran kegiatan, dapat berupa orang, rumah tangga,
wilayah, dan lain-lain.
c. Siapa yang terlibat dalam kegiatan tersebut, dan apa
peran serta tanggung jawabnya.
d. Waktu atau jadwal pelaksanaan kegiatan.
e. Sumber dana atau jumlah dana yang diperlukan
dalam pelaksanaan kegiatan.
f. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilaksanakan
sesuai dengan Pelaporan UKBM TOGA di Puskesmas.
2.5 Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan pemecahan masalah kesehatan
oleh masyarakat, merupakan rangkaian penerapan
kegiatan sebagai penjabaran dari rencana yang telah
disusun dan disepakati untuk dipergunakan sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan di Desa/Kelurahan.
Rangkaian kegiatan didampingi oleh kader kesehatan dan
fasilitator, dengan jangka waktu pendek, sedang dan lama.
Namun minimal 1 tahun berjalan harus diadakan penilaian.
Jenis kegiatan bervariasi mulai dari yang sangat sederhana
sampai yang rumit, semua tergantung pada kesepakatan
yang ditetapkan dalam musyawarah masyarakat desa
dan perencanaan partisipatif. Pelaksanaan kegiatan
pemberdayaan masyarakat perlu dipersiapkan:
• Kesiapan dari kader pelaksana
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 115
• Mobilisasi masyarakat yang akan terlibat dalam
kegiatan
• Peralatan dan sarana yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan
• Memilih waktu yang tepat bagi masyarakat
2.6 Pembinaan Kelestarian Pengelolaan dan
Pengembangan TOGA
Langkah terakhir serangkaian kegiatan pemberdayaan
masyarakat dalam pengembangan TOGA untuk
selfcare di masyarakat adalah adalah pembinaan dan
kelestarian. Setiap pelaksanaan program harus dibina
agar dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan.
Pembinaan juga bermaksud untuk memantapkan dan
membina pengetahuan, sikap, keterampilan, motivasi dan
kemandirian para tenaga pengelolaan dan pengembangan
TOGA untuk selfcare dalam mewujudkan desa yang sehat.
Dalam melakukan pembinaan perlu dilakukan analisis
tingkat perkembangan kemandirian UKBM TOGA untuk
selfcare, yaitu melalui tingkat perkembangan UKBM TOGA
sesuai klasifikasi TOGA.
Indikator keberhasilan Desa TOGA mengacu pada
Klasifikasi TOGA sebagai berikut:
Jumlah KK
< 10 % 10 - 50 % >50 %
memanfaatkan TOGA
Jumlah Kader
penggerak TOGA per <5 5-10 >10
Desa
Keterangan:
● Jenis tanaman obat adalah macam-macam tanaman
obat yang memiliki khasiat obat dan kandungan kimia
berbeda.
116 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
● Contoh jenis tanaman: temu hitam, temu putih, temu
mangga, temulawak, jahe, kunyit, kencur.
● Terdapat 4 variabel yang harus dipenuhi pada setiap
tingkat pengembangan TOGA.
● Jumlah KK yang mempunyai TOGA dapat diketahui
bahwa setiap keluarga di halaman atau sekitar
pekarangannya menanam tanaman obat minimal 5
jenis tanaman obat.
● Jumlah Kader penggerak TOGA per Desa dapat
diketahui dari Pengelola Program Yankestradkom.
Analisis Perkembangan Stratifikasi UKBM TOGA untuk
Puskesmas.
Stratifikasi TOGA
Nama Desa Pratama Madya Purnama
Frek % Frek % Frek %
A
B
C
D
Dengan mengetahui jumlah (%) tingkatan UKBM TOGA
dilakukan analisis kasus dari 4 indikator perkembangan
yaitu TOGA mana yang paling berpengaruh sehingga
tingkatan TOGA terendah dapat ditingkatkan dalam
usaha mewujudkan TOGA Purnama. Setelah diketahui
penyebabnya, baru dapat dibuat rencana intervensi dan
pembinaan oleh Petugas Puskesmas/Penanggung Jawab
Program Yankestrad Puskesmas.
Pembinaan dapat dilakukan dengan berbagai cara
antara lain :
a. Supervisi
Banyak hasil penilaian mengungkapkan bahwa
supervisi petugas sangat menentukan tingkat
keberhasilan program. Oleh karena itu, supervisi
secara berkala perlu dilakukan. Bila memungkinkan,
pada saat melakukan supervisi, petugas sebaiknya
melakukan sistem pemantauan dan penilaian yang
utuh.
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 117
b. Forum komunikasi
Forum komunikasi antara petugas lintas program
dan sektor di tingkat kecamatan merupakan wahana
pemantauan yang baik. Pada forum ini dapat dibahas
rencana supervisi terpadu, hasil supervisi dari petugas
yang turun ke lapangan, sekaligus dapat membahas
upaya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan
yang ditemui di lapangan. Di lapangan atau desa,
forum komunikasi ini juga perlu dibentuk sebagai
wadah berkumpulnya pelaksana pembangunan desa
dengan tokoh masyarakat baik formal maupun non
formal. Dalam forum ini pelaksana pembangunan desa
dapat menyampaikan rencana kegiatan yang telah
disusun, hambatan-hambatan serta keberhasilan
yang telah dicapai. Forum ini sekaligus sebagai
wadah untuk pemecahan masalah, menyempurnakan
rencana yang disusun dan lain-lain sehingga dapat
berfungsi untuk pemantauan dan penilaian oleh
masyarakat sendiri.
c. Menunjukkan film-film tentang pemberdayaan
masyarakat di bidang pelayanan kesehatan
tradisional
Film tersebut bisa diangkat dari dokumentasi kegiatan
masyarakat desa yang telah melakukan upaya
pemberdayaan masyarakat di bidang pelayanan
kesehatan tradisional di wilayahnya.
Dengan menunjukkan film tersebut diharapkan dapat
meningkatkan memotivasi dan semangat pelaksana
pembangunan desa dan masyarakat dalam
melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat di
bidang pelayanan kesehatan tradisional di waktu
mendatang.
d. Kunjungan tamu dari luar
Kegiatan ini dapat merangsang masyarakat untuk
membenahi desanya karena akan kedatangan tamu,
namun harus dijaga jangan sampai terlalu sering,
bisa membosankan dan mengganggu kegiatan
masyarakat.
118 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
e. Wisata karya ke tempat lain yang lebih maju
Kegiatan ini dapat memperluas wawasan, dan
memotivasi masyarakat untuk lebih maju.
f. Perlombaan-perlombaan TOGA tingkat
Puskesmas, Kelurahan/Kecamatan
g. Penerbitan majalah dinding buatan sendiri yang
memuat antara lain:
Kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat di
bidang pelayanan kesehatan tradisional yang telah
dilakukan di puskesmas, desa bersangkutan, termasuk
pembangunan desa, pimpinan/tokoh masyarakat
dalam mewujudkan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan tradisional dan pengembangan TOGA.
Indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat
dalam pelayanan kesehatan tradisional:
• Di Tingkat Kecamatan:
1) Terkoordinasinya dan terintegrasinya
pelaksanaan pelayanan kesehatan
tradisional dengan kegiatan pemberdayaan
masyarakat lainnya.
2) Terkoordinasinya penerapan kebijakan
pelayanan kesehatan tradisional dengan
pengembangan desa dan kelurahan siaga.
3) Terintegrasinya pelayanan kesehatan
tradisional dalam program kerja forum
kecamatan.
4) Adanya pembinaan pelayanan kesehatan
tradisional di tingkat desa dan kelurahan
secara berjenjang.
• Di Tingkat Desa dan Kelurahan:
1) Adanya kader pengelola TOGA
2) Kemudahan akses masyarakat
untuk mendapatkan informasi terkait
pemanfaatan TOGA.
3) Adanya pendanaan untuk pengembangan
dan pengelolaan TOGA.
4) Peraturan di desa atau kelurahan tentang
pengelolaan dan pemanfaatan TOGA.
5) Adanya pembinaan TOGA di rumah tangga
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 119
C. POKOK BAHASAN 3:
MENGGALANG KEMITRAAN DALAM ASUHAN MANDIRI
AKUPRESUR DAN PEMANFAATAN TOGA
3.1 Pengertian, tujuan, dan prinsip kemitraan
a. Pengertian
Kemitraan adalah kerjasama antara dua pihak atau
lebih yang diikat dalam aturan hukum berbentuk
perjanjian, nota kesepahaman (memorandum
of understanding) yang dilandasi prinsip dasar
kesamaan kepentingan, kejelasan tujuan, kesetaraan
kedudukan dan transparansi.
Sebagaimana disebutkan di atas, kemitraan harus
digalang baik dengan individu-individu, keluarga,
pejabat-pejabat atau instansi-instansi pemerintah
yang terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor),
kelompok profesi, pemuka atau tokoh masyarakat,
swasta, media massa, dan lain-lain.
Kemitraan dalam Pelayanan Kesehatan tradisional
adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam
pengembangan pelayanan kesehatan tradisional
yang diikat dalam aturan hukum berbentuk perjanjian,
nota kesepahaman (memorandum of understanding)
yang dilandasi prinsip dasar kesamaan kepentingan,
kejelasan tujuan, kesetaraan kedudukan dan
transparansi.
b. Tujuan
Percepatan pencapaian sasaran asuhan mandiri
akupresur dan pemanfaatan TOGA dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi setingginya.
c. Prinsip Dasar Kemitraan
a) Kesamaan kepentingan
Ikatan yang kuat antara satu pihak dengan pihak
lainnya adalah berupa kesamaan kepentingan
(common interest) yaitu suatu visi atau misi
yang dapat menyatukan seperti atau setidak-
tidaknya merangkai visi atau misi dari masing-
masing pihak. Perumusan visi dan misi bersama
merupakan sesuatu yang sangat penting karena
120 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
dengan inilah masing-masing pihak menjadi
terikat untuk bersatu dan bahu-membahu.
Kesamaan kepentingan juga akan menciptakan
rasa memiliki dan komitmen yang kuat terkait
kesehatan tradisisional asuhan mandiri
akupresur dan pemanfaatan TOGA.
b) Kejelasan tujuan
Tujuan bersama harus dirumuskan dengan
jelas dan terukur sehingga semua pihak yang
bekerjasama dapat memantau kemajuan dari
upaya-upaya kerjasama dalam kesehatan
tradisisional asuhan mandiri akupresur dan
pemanfaatan TOGA. Tujuan bersama dapat
dinyatakan dalam tujuan umum dan kemudian
dirinci dalam tujuan khusus. Dengan kejelasan
tujuan dapat diciptakan kerjasama yang saling
menguntungkan dan kejelasan peran/fungsi
masing-masing pihak dalam bermitra.
c) Kesetaraan kedudukan
Azas demokrasi harus benar-benar dipegang
dalam menyelenggarakan kemitraan.
Pengambilan keputusan dilakukan secara
demokratis, musyawarah dan mufakat tanpa ada
satu pihak pun yang memaksakan kehendak.
Masing-masing pihak saling menghargai dan
menghormati. Kesetaraan kedudukan akan
memperkuat rasa kebersamaan, sehingga
tercipta perasaan sama-sama bertanggung
jawab dan sama-sama menanggung risiko
serta menghadapi tantangan yang muncul
dalam kesehatan tradisisional asuhan mandiri
akupresur dan pemanfaatan TOGA.
d) Transparansi
Tidak ada hal-hal yang disembunyikan dalam
kerjasama apabila dikehendaki berlangsungnya
kemitraan yang lestari. Informasi tentang apapun
(termasuk tentang hambatan, kelemahan atau
kegagalan) harus dibagi (shared) di antara
pihak-pihak yang bekerjasama agar dapat
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 121
diambil keputusan bersama secara cepat. Hal
ini berarti perlu dikembang sistem pencatatan
dan pelaporan yang terkoordinasi serta forum
pemantauan dan evaluasi bersama dalam
kesehatan tradisional asuhan mandiri akupresur
dan pemanfaatan TOGA.
3.2 Identifikasi dan Peran Mitra
a. Identifikasi Mitra dalam kesehatan tradisional
asuhan mandiri akupresur dan pemanfaatan
TOGA.
Identifikasi mitra ini bertujuan untuk mengenali dan
menetapkan pihak-pihak yang sesuai diajak bermitra
dalam rangka melaksanakan gagasan kemitraan.
Mitra potensial yang dipilih adalah:
a) Peduli terhadap masalah kesehatan tradisional
asuhan mandiri akupresur dan pemanfaatan
TOGA yang dihadapi dan pemecahan masalah
tersebut melalui gagasan bermitra.
b) Bersedia mengembangkan komunikasi dua
arah.
c) Memiliki pemikiran dan cara kerja yang sistimatis.
d) Secara internal memiliki pembagian kerja dan
koordinasi yang baik.
e) Memiliki kesediaan yang tulus untuk membantu
kegiatan asuhan mandiri akupresur dan
pemanfaatan TOGA melalui kemitraan.
f) Siap memberikan saran-saran yang yang
konstruktif dan dukungan bagi terlaksananya
gagasan kemitraan.
g) Fleksibel, informal dan mudah dihubungi.
h) Bersedia dan dapat menyediakan waktu,
tenaga dan sumber daya lain untuk kepentingan
kemitraan dalam kesehatan tradisional asuhan
mandiri akupresur dan pemanfaatan TOGA.
i) Mengetahui cara-cara bermitra, lebih baik
lagi jika memiliki pengalaman bermitra dalam
kesehatan tradisional asuhan mandiri akupresur
dan pemanfaatan TOGA.
122 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
j) Bersedia dan dapat memberikan kontribusi
untuk gagasan atau “proyek kemitraaan” sesuai
dengan kesepakatan.
k) Memiliki atau bersedia membangun kedekatan
(setidaknya secara sosial psikologis) dan
kesiapan akses.
l) Dalam tim yang kompak, satu konsep dan satu
bahasa.
m) Kontribusinya berkelanjutan dan taat kepada
kesepakatan yang telah dirumuskan bersama
dalam kemitraan kesehatan tradisional asuhan
mandiri akupresur dan pemanfaatan TOGA.
Mitra potensial ditingkat Puskesmas tersebut adalah:
Camat, Dinas Pertanian, Guru/Kepala Sekolah, Dinas
Pendidikan, Tim Penggerak PKK, KepalaDesa/Lurah,
Kader, Tokoh Masyarakat/Forum Peduli Kesehatan
Kecamatan (apabila telah terbentuk), Organisasi
Profesi, Organisasi Kemasyarakatan/LSM/Asosiasi
(Aspetri , AP3I), Swasta/Dunia Usaha,, Media Massa, dll
b. Peran Mitra
Setelah dirumuskan tujuan kemitraan maka ditetapkan
peran mitra yang sesuai kewenangan,tupoksi masing-
masing mitra, antara lain sebagai berikut :
• Pengagas kemitraan (dari program/sektor
kesehatan): berperan sebagai: inisiator,
pemasok input teknis seperti pengembangan
NSPK, pedoman, penyedia sarana prasarana.
• Camat,Kepala Desa/Lurah berperan
sebagai pembuat kebijakan, dinamisator/
penggerakkemitraan.
• Dinas Pertanian, Guru/Kepala Sekolah, Dinas
Pendidikan, sebagai fasilitator
• Kelompok/Organisasi Profesi: berperan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, standar serta kode etik profesi terkait
dengan pelayanan kesehatan tradisional.
• Tim Penggerak PKK, Kader, Tokoh Masyarakat/
Forum Peduli Kesehatan Kecamatan (apabila
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 123
telah terbentuk), Organisasi Kemasyarakatan/
LSM sebagai penggerak masyarakat, memberikan
penyuluhan,pemberdayaanmasyarakat
• Asosiasi (Aspetri , AP3I) berperan sebagai
Pembina anggotanya,Memberikan sanksi
kepada anggota bila melakukan pelanggaran,
Menjaga citra profesi dan mutu pelayanan,
Meningkatkan pengetahuan/ketrampilan/
kompetensi anggotanya, Mediator antara
anggota Asosiasi, Menggali dan mengkaji
pengobatan tradisional asli Indonesia
• Swasta/Dunia Usaha, penyedia sumber daya
Peran pelayanan kesehatan swasta dibutuhkan
untuk pengembangan integrasi pelayanan
kesehatan tradisional di fasilitas kesehatan.
pelayanan kesehatan swasta
• Media Massa berperan dalam penyebarluasan
informasi tentang pelayanan kesehatan
tradisional asuhan mandiri akupresur dan
pemanfaatan TOGA.
3.3. Perencanaan (kemitraan) bersama
Setelah kesepakatan dicapai dan dinyatakan secara tertulis
(MoU), kesepakatan ini digunakan sebagai titik awal untuk
menyusun rencana kerjasama.
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam merumuskan
rencana kerjasama dalam pelayanan kesehatan tradisional
asuhan mandiri akupresur dan pemanfaatan TOGA adalah:
a. Kejelasan tujuan
Tujuan bersama dapat dinyatakan dalam tujuan
umum dan kemudian dirinci dalam tujuan khusus.
Dengan kejelasan tujuan dapat diciptakan kerjasama
yang saling menguntungkan dan kejelasan peran/
fungsi masing-masing pihak dalam bermitra.
b. Kejelasan dan sinkronisasi kegiatan
Setelah tujuan-tujuan khusus dirumuskan yang
berasal dari rumusan peran para mitra maka langkah
selanjutnya adalah menetapkan kegiatan-kegiatan
untuk mencapai tujuan khusus tersebut. Penetapan
124 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
kegiatan dilakukan oleh para mitra agar kegiatan-
kegiatan ini merupakan bagian dariprograminternal
masing-masing mitra tersebut. Sinkronisasi kegiatan-
kegiatan yang ditetapkan ini dengan program dan
kegiatan internal masing-masing mitra sangat penting
agar tidak terlepas dari system internal.
b. Kejelasan alokasi sumber daya
Kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan akan dapat
terlaksana dengan baik apabila sumber daya (tenaga,
dana, sarana dan prasarana) untukkegiatan-kegiatan
tersebut dialokasikan secara memadai.
c. Kejelasan waktu pelaksanaan
Penetapan jadwal kegiatan sebaiknya dibahas
bersama .
Selain keempat hal tersebut diatas juga perlu
ditetapkan dalam merumuskan rencana adalah forum
dan mekanisme kerjasama.
• Forum kerjasama akan berfungsi dengan baik,
apabila unsur organisasi, system informasi dan
media komunikasi dapat dipenuhi.
• Mekanisme kerjasama
Mekanisme kerjasama yang terpenting adalah
mekanisme dalam pemantauan dan penilaian
terhadap pelaksanaan kegiatan-kegiatan, baik
yang dilaksanakan oleh masing-masing mitra
maupun yang dilaksanakan secara bersama.
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 125
REFERENSI
126 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
LEMBAR KASUS
Kota
Brotowali
Kel.Daun
Dewa Kel.Daun
Kec.Makuta Dewa Sendok
Puskesmas
Stevia
Kel.Daun Ungu
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 127
Puskesmas Stevia
• Merupakan Puskesmas Rawat Jalan yang terletak di Kecamatan
Makuta Dewa Kota Brotowali. Terdiri dari 3 Kelurahan yaitu, Kelurahan
Daun Dewa, Kelurahan Daun Ungu dan Kelurahan Daun Sendok.
• Luas wilayah kerja Puskesmas 1.198 Km² , Jumlah Penduduk + 25
763. Masyarakat kecamatan Makuta Dewa lebih banyak yang bekerja
di perdagangan, layananjasa, pabrik garmen dan di perusahaan jamu
tradisional yang terletak di tetangga Kabupaten namun dekat wilayah
kecamatan Makuta Dewa.
128 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
NO DATA JUMLAH
1 Jumlah Penduduk 25.763
2 Jumlah Penduduk Perempuan 12.780
3 Jumlah Wanita Usia Subur (WUS) 5.486
4 Jumlah Ibu Hamil 525
5 Jumlah Bumil dengan Anemi 20
6 Jumlah Bumil dengan KEK 18
7 Prediksi Bumil Risti ( Komplikasi) 82
8 Bumil Risti Yang ditangani 136
9 K1 525
10 K2 492
11 Jumlah Ibu Bersalin 371
12 Persalinan Ditolong Nakes 371
13 Bulin Risti ditangani 82
14 Prediksi Neonatal Risti ( Komplikasi) 79
15 NeoNatal Risti ditangani 79
16 Jmulah Ibu Nifas 370
17 Ibu Nifas yang mendapat pelayanan Faskes 370
18 Bufas Risti ditangani 82
19 KN 1 369
20 KN Lengkap 368
21 Jumlah Kematian Ibu Maternal ( Hamil, Bersalin , Nifas ) 1
22 Jumlah Bayi Lahir Hidup 365
23 Jumlah Bayi Lahir Mati 6
24 Jumlah Kematian Bayi 4
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 129
• Kegiatan yankestard di Puskesmas Sevia meliputi:
1. Membuat kebun percontohan TOGA di Puskesmas maupun di
Pustu
2. Mengadakan sosialisasi yankestard pada staf Puskesmas,
Kader Kesehatan dan Toma
3. Membuat Media untuk ditempel didinding Puskesmas /ruang
tunggu pasien,membuat spanduk “Ajakan pada masyarakat
unyuk memanfaatkan pekarangan rumah dengan TOGA”
(dipasang di ruang tunggu bagian luar/di tempat yang mudah di
baca pengunjung),membuat lembar balikTOGA
4. Pendataan TOGA
5. Mengadakan kegiatan kelas pengenalanTOGA
6. Membuat buku panduan sederhana tentang pemanfaatan
TOGA dan cara penggunaannya
7. Melakukan pelayanan kesehatan tradisional dengan
menggunakanobat-obatan herbal sesuai OAI
Di kecamatan Makuta Dewa juga terdapat sarana pengobatan
tradisional pijat/urut,warung-warung jamu, Tukang pijat/urut yang
memasang iklan(noHP) di pohon-pohon. Kebiasaan masyarakat
dalam pencarian pengobatan/menangani masalah kesehatan seperti
pusing, diare, gatal-gatal, susah tidur adalah dengan membeli obat
bebas di toko atau warung-warung obat dan kedukun urut apabila
keseleo atau capai, bila tidak sembuh baru ke Puskesmas. Dalam
memelihara ataumeningkatkan kesehatannya sebagian ada yang
berlangganan minum jamu gendong atau membuat ramuan sendiri
di rumah masing-masing.
130 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
Lembar Kerja
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 131
MATERI INTI 4
TEKNIK FASILITASI
MATERI INTI 4
TEKNIK FASILITASI
I. DESKRIPSI SINGKAT
Fasilitasi adalah ilmu dan seni untuk membuat suatu proses menjadi
lebih mudah, lebih sederhana untuk mendampingi atau peningkatan
orang lain. Fasilitasi Asuhan Mandiri Akupresur dan Pemanfaatan
TOGA merupakan proses untuk membantu/menguatkan masyarakat
agar mampu merawat dirinya sendiri sesuai kebutuhan masing-masing
dengan memanfaatkan teknik akupresur sederhana dan TOGA.
Oleh karena itu Petugas Penanggung Jawab Pelayanan Kesehatan
Tradisional Puskesmas perlu mendapatkan keterampilan fasilitasi
sehingga dapat berperan sebagai Fasilitator Asuhan Mandiri
Akupresur dan Pemanfaatan TOGA diwilayah kerjanya dengan baik.
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 135
C. Pokok Bahasan 3. Teknik fasilitasi
3.1 Komunikasi efektif
3.2 Presentasi Interaktif
3.3 Metode pembelajaran
IV. METODE
A. Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
B. Curah Pendapat
C. Demonstrasi
D. Simulasi
E. Bermain Peran
VI. WAKTU
180 menit (4 Jam Pelajaran x 45 menit)
136 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
B. Langkah 2: Peran, fungsi dan kemampuan fasilitator (45
menit)
• Fasilitator mengajukan petanyaan kepada peserta tentang
peran, fungsi dan kemampuan fasilitator dalam asuhan
mandiri akupresur dan pemanfaatan TOGA.
• Masing-masing peserta yang diminta menuliskan pada kertas
metaplan dan menempelkan pada tempat yang tersedia.
• Setelah semua kertas menempel, fasilitator meminta salah
seorang peserta untuk membacakan semua jawaban.
• Fasilitator mengulas dan menayangkan slide dengan
menggunakan PPT 4.2.
C. Langkah 3: Proses fasilitasi di masyarakat (105 menit)
• Fasilitator membagi peserta menjadi 4 kelompok dengan
meminta peserta untuk berhitung 1 sampai 4, kemudian tiap
nomor yang sama yaitu nomor 1 bergabung dengan nomor 1,
nomor 2 bergabung dengan nomor 2, demikian selanjutnya
sampai terbentuk menjadi 4 kelompok.
• Peserta diminta praktik kelas fasilitasi masyarakat dengan
menggunakan berbagai metode, dan terlebih dahulu diskusi
kelompok menyusun skenario.
- Kelompok 1: Ceramah Tanya Jawab/CTJ
- Kelompok 2: Curah pendapat
- Kelompok 3: Demonstrasi
- Kelompok 4: Simulasi dan bermain peran (role play)
• Setiap kelompok secara bergantian pratik kelas berdasarkan
skenario yg telah disusun. Setiap kelompok praktik, wakil
kelompok lain mengevaluasi. Setelah setiap kelompok
praktik, seorang wakil kelompok lainnya menanggapi.
• Setelah semua kelompok selesai praktik fasilitator
menyampaikan rangkuman pentingnya pemilihan metode
yang tepat dalam proses fasilitasi asuhan mandiri akupresur
dan pemanfatan TOGA dengan menggunakan PPT 4.3.
D. Langkah 4: Penutup (15 menit)
• Fasilitator meminta peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas, dan memberikan jawaban atas pertanyaan
peserta.
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 137
• Fasilitator mengevaluasi penyerapan peserta terhadap MI
4 dengan mengajukan pertanyaan terkait pokok bahasan
secara bergantian dan minta peserta adu cepat untuk
menjawab pertanyaan tersebut.
• Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memberikan
apresiasi pada peserta dan ucapan terimakasih atas peran
aktif peserta mengikuti MI4 sampai selesai.
138 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
c. Penghubung dengan sumber daya (resource
linker)
Fasilitator yang baik hendaknya dapat membantu pihak
yang dibimbing untuk dihubungkan dengan sumber-
sumber yang tepat manakali yang bersangkutan
mengalami kesulitan/keterbatasan sumber daya
saat melaksanakan tupoksinya. Bentuk dari peran ini
diantaranya fasilitator harus mampu berkomunikasi
secara efektif dalam advokasi. Advokasi yang
dilakukan dalam rangka menghubungkan provider
dengan pihak pemangku kepentingan (stakeholder)
seperti kepada Dinas Kesehatan , Dinas Pertanian
dan lain-lain untuk memperoleh dukungan sumber
daya yang dibutuhkan. Fasilitator juga diharapkan
dapat membantu masyarakat mengakses potensi–
potensi yang dapat mendukung pengembangan
akupresur dan pemanfaatan TOGA. Fasilitator harus
mampu menterjemahkan masalah yang timbul dalam
masyarakat ketika memanfaatkan akupresur dan
TOGA untuk merujuk ke tingkat rujukan yang lebih
tinggi.
d. Pemandu masyarakat untuk menemukan solusi/
Pemberi solusi (solution giver)
Fasilitator jika diperlukan harus memberikan solusi,
manakala pihak yang dibimbingnya menemukan
kendala dalam penerapan akupresur dan
pemanfaatan TOGA. Walaupun demikian solusi yang
disodorkan hendaknya berupa alternatif-alternatif
yang dihasilkan berdasarkan kesepakatan bersama.
e. Pendamping dalam proses Pemantauan dan
evaluator
Fasilitator harus melakukan pendampingan kepada
masyarakat dalam proses monitoring dan evaluasi
yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan
untuk mengetahui perkembangan maupun
keberhasilan dalam asuhan mandiri akupresur dan
pemanfaatan TOGA.
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 139
1.2 Fungsi dan Kemampuan
Fasilitator dalam menjalankan peran tersebut diatas
mempunyai fungsi sebagai
a. Pemimpin, pembina dan pengembangan
masyarakat
Sebagai pemimpin fasilitator sebaiknya mampu
membimbing, memberi motivasi, menggerakkan
masyarakat dan pihak lain yang diperlukan. Beberapa
upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kepemimpinan antara lain: dengan menambah
pengetahuan melalui pelatihan-pelatihan, belajar
sendiri dengan banyak membaca buku, banyak
menimba atau mempelajari pengalaman dari luar
(studi banding,seminar- seminar), harus tanggap,
dapat menjabarkan ide-ide, konsep dan kebijakan,
melatih diri dengan berpikir kreatif, berpikir orisinil dan
selalu berwawasan masa depan – visioner – serta
tahan dan berjiwa besar menerima kritikan dari luar.
Kemampuan untuk dapat menjalankan fungsinya
dengan baik fasilitator hendaknya mempunyai
kemampuan
a) Mengenal isu-isu lokal
Seorang fasilitator perlu memahami benar serta
menghayati isu-isu yang berkaitan dengan
kearifan lokal untuk melestarikan budaya
masyarakat untuk memelihara kesehatannya
yang telah terbukti secara empiris.
b) Kemampuan identifikasi
Kemampuan mengidentifikasi potensi, masalah,
hambatan dan kebiasaan masyarakat dalam
memelihara kesehatannya merupakan bekal
bagi fasilitator dalam melakukan fasilitasi asuhan
mandiri kesehatan tradisional di masyarakat.
Kemampuan ini diperlukan untuk pendekatan
kepada masyarakat agar asuhan mandiri
kesehatan tradisional dapat berjalan optimal.
c) Kemampuan analitis
Melalui proses analitis maka seorang
fasilitator akan dapat mengantisipasi masalah,
140 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
menemukan berbagai alternatif penyelesaian
serta mampu menjawab tantangan dan
kebiasaan dalam berperilaku hidup sehat yang
ada di masyarakat.
d) Adaptasi partisipatif
Menyesuaikan diri dengan kondisi, harapan
dan karakteristik masyarakat dalam asuhan
mandiri kesehatan tradisional merupakan
bekal yang sangat positif dalam fasilitasi. Hal
tersebut diharapkan dapat memberi manfaat
berupa keterlibatan dan rasa memiliki dari
masyarakat terhadap asuhan mandiri kesehatan
tradisional serta dapat mendorong keberhasilan
pelaksanaan program. Di sisi lain keberadaan
masyarakat sebagai orang dewasa menuntut
fasilitator untuk dapat melibatkan pemikiran
dan aksi mereka agar dapat memberi kontribusi
terhadap pelaksanaan program.
e) Berpandangan positif ke depan
Selalu berpandangan secara positif dalam
banyak hal sehingga fasilitator bisa mengarahkan
masyarakat untuk mengambil keputusan yang
benar ketika harus memilih cara pengobatan
yang berkembang di masyarakat.
f) Kemampuan hubungan antar manusia (“human
relationship”)
Seorang fasilitator harus memiliki kapasitas
untuk membina hubungan yang harmonis
dengan masyarakat. Berkaitan dengan
bagaimana memperlakukan dan berinteraksi
dengan mereka serta menempatkan mereka
dengan prinsip kesetaraan.
g) Mampu mampu menyediakan pengetahuan
dan informasi-informasi yang berkaitan
dengan akupresur dan pemanfaatan TOGA.
Fasilitator harus mampu menjawab pertanyaan,
memberikan penjelasan, saran atau nasehat
yang benar dan mudah dipahami dan diterapkan.
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 141
b. Melakukan advokasi
Dalam fungsi melakukan advokasi fasilitator harus
mempunyai pemahaman yang baik dalam unsur
advokasi sehingga dapat mampu melakukan advokasi
efektif, seperti berikut :
a) Penetapan tujuan advokasi,
b) Pemanfaatan data dan riset untuk advokasi
c) Identifikasi sasaran advokasi
d) Pengembangan dan penyampaian advokasi
e) Membangun koalisi
f) Membuat presentasi yang persuasive
g) Penggalangan dana/dukungan
h) Evaluasi advokasi
c. Menggalang Komunikasi
Dalam fungsi menggalang komunikasi kemampuan
komunikasi yang dibutuhkan adalah:
a) Kemampuan menyampaikan pesan atau
informasi
Fasih dan jelas dalam menyampaikan pesan,
informasi, ide atau gagasan (intevensi informasi)
kepada masyarakat merupakan syarat mutlak
seorang fasilitator dalam menjalankan proses
fasilitasi. Dengan kemampuan itulah fasilitator
akan dapat menjelaskan dan memberikan
kontribusi kepada anggota dan kelompok
masyarakat.
b) Menjadi pendengar yang aktif
Jika seorang fasilitator mampu menjadi pendengar
yang aktif maka sangat memungkinkan akan
tahu apa yang terjadi dan peka terhadap
perasaan dan emosi dibalik ungkapan kata
yang disampaikan oleh masyarakat. Dengan
mengetahui apa yang terjadi dan peka terhadap
perasaan dan emosi dibalik ungkapan kata
yang disampaikan oleh masyarakat menjadi
dasar untuk mengambil sikap dan tindakan
apa yang seharusnya dilakukan. Untuk menjadi
pendengar yang baik dan aktif diperlukan suatu
142 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
pengendalian terhadap emosi atau perasaan
diri serta bisa menghargai setiap pendapat dan
gagasan yang disampaikan masyarakat.
c) Bertanya efektif dan terarah
Dengan bertanya secara efektif akan
memudahkan seorang fasilitator untuk belajar
dan mengerti apa yang terjadi serta sekaligus
dapat memberi pemahaman untuk dapat memilih
dan menemukan alternatif tindakan. Bertanya
efektif dan terarah dapat dilakukan jika fasilitator
telah menguasai dan memahami program yang
disampaikan.
d. Melakukan pemantauan dan evaluasi
B. Pokok Bahasan 2: Fasilitasi di Masyarakat
2.1 Proses Fasilitasi di Masyarakat
Terdapat beberapa langkah atau tahapan dalam
memfasilitasi masyarakat melakukan suatu program,
yaitu:
a. Tahap Identifikasi
Merupakan proses awal dari fasilitasi yaitu mencoba
menemu kenali masyarakat termasuk kondisi dan
potensi serta lingkungannya. Bagi Fasilitator yang
biasanya berasal dari luar lokasi penerima program,
tahap ini sangat penting dan membantu dalam
kelancaran menjalankan tugas-tugasnya. Identifikasi
wilayah dapat dilakukan melalui kunjungan ke desa-
desa untuk mengamati (observasi) dan wawancara
dengan masyarakat guna mengetahui kondisi, potensi
serta kebiasaan yang berkembang di masyarakat
tersebut. Dalam tahapan ini sekaligus untuk
memperkenalkan diri kepada masyarakat mengenai
keberadaan seorang fasilitator.
b. Penyebarluasan dan Pendampingan
Setelah melakukan tahap identifikasi dan keberadaan
fasilitator diterima oleh masyarakat, maka langkah
berikutnya adalah melakukan penyebarluasan dan
pendampingan terhadap tahapan pelaksanaan
program yang dibawa, yaitu membantu masyarakat
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 143
untuk :
1) Menyadari keberadaan diri mereka sendiri
Untuk mengajak masyarakat melaksanakan
suatu kegiatan yang dapat menunjang kualitas
hidupnya, perlu adanya penyadaran kepada
masyarakat mengenai keberadaan diri mereka
sendiri. Seringkali masyarakat hanya dapat
merasakan tetapi tidak dapat mengungkapkan
keberadaan mereka sendiri. Dalam masyarakat,
di samping permasalahan-permasalahan yang
sering dirasakan sebenarnya ada juga daya dan
potensi yang dimiliki untuk mengatasinya. Seorang
fasilitator harus bisa memandu masyarakat untuk
menemukan keberadaan mereka sendiri.
Langkah-langkah yang diperlukan sebagai
berikut:
a) Ajaklah masyarakat untuk mengungkapkan
dan menyatakan kembali apa yang telah
dialaminya,
b) Mintalah kepada mereka untuk memberikan
tanggapan dan kesan terhadap pengalaman
yang telah diungkapkan tersebut,
c) Ajak masyarakat untuk mengkaji atau
mengolah semua pengalaman yang
diungkapkan tersebut, kemudian meng-
hubungkannya dengan pengalaman lain
yang mungkin bisa mengandung atau
memiliki kondisi serupa,
d) Pandu masyarakat untuk menemukan
pada dirinya ada daya dan potensi yang
bisa dikembangkan,
e) Bantu masyarakat untuk merumuskan,
merinci serta memperjelas kondisi dan
potensi, sesuai pengalaman yang ada.
Selanjutnya ajak masyarakat untuk me-
ngembangkan atau merumuskan hal-hal
yang dapat memberi manfaat di masa
datang.
144 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
2.2 Fasilitasi dalam pertemuan masyarakat
Salah satu bentuk aktifitas masyarakat dalam kegiatan
asuhan mandiri kesehatan tradisional adalah mengikuti
pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh
puskesmas dan difasilitasi oleh petugas kesehatan yang
sudah terlatih asuhan mandiri kesehatan tradisional.
a) Fungsi dan peran seorang fasilitator dalam suatu
pertemuan masyarakat adalah:
1) Menyampaikan tujuan dan memandu jalannya
pertemuan.
2) Memotivasi peserta untuk mengemukakan
pendapat.
3) Memandu peserta dalam mengambil suatu
keputusan.
b) Faktor-faktor fasilitasi yang perlu diperhatikan dalam
suatu pertemuan:
1) Penguasaan materi yang akan disampaikan
2) Penguasaan terhadap kareteristik dan tipe
peserta yang hadir.
3) Teknik komunikasi:
• Gunakan bahasa yang sederhana (kalau
bisa bahasa setempat) sehingga mudah
dimengerti.
• Jangan terlalu cepat ketika berbicara.
• Perlu pengaturan suara, sesuikan dengan
kondisi tempat atau ruangan yang penting
bisa didengarkan semua peserta.
• Gunakan contoh-contoh yang sering
terjadi dalam keseharian sebagai analogi
menjelaskan suatu konsep.
• Berikan kesempatan peserta untuk bertanya.
• Bersikap netral tidak boleh hanya memihak
satu orang atau kelompok tertentu saja.
• Jangan memaksakan ide atau gagasannya
sendiri atau mempengaruhi peserta untuk
mengikuti ide-idenya.
• Tidak diperkenankan membuat keputusan
sendiri.
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 145
C. POKOK BAHASAN : 3 Teknik Fasilitasi
3.1 Komunikasi Efektif
Komunikasi adalah penyampaian pesan dari seseorang
kepada orang lain melalui saluran tertentu. Definisi
komunikasi menurut Jhonson (1981) perilaku verbal dan
non verbal yang dilihat orang lain.
Jadi komunikasi ditentukan oleh kata-kata (verbal) sebesar
7(tujuh) %, suara (menyuaraka) sebesar 38%, bahasa
tubuh (body language) sebesar 55%.
Komunikasi mempunyai fungsi:
• Sebagai alat organisasi untuk menampung saran dari
bawah untuk meningkatkan organisasi.
• Sebagai alat untuk memahami perilaku anggota
organisasi.
• Sebagai alat untuk menyampaikan pesan dari pimpinan
kepada anggota organisasi.
Prinsip komunikasi:
- komunikasi harus jelas (clear).
- Komunikasi harus benar (correct).
- Komunikasi harus nyata (concrete).
Syarat komunikasi efektif:
a. Pesan yang dikirim oleh pengirim harus jelas dan
singkat.
b. Penerima pesan dapat menerima pesan seperti yang
dikehendaki oleh pengirim pesan.
c. Penerima pesan dapat menginterpretasikan isi pesan
sesuai dengan yang dikehendaki oleh pengirim pesan.
d. Pengirim pesan harus berulang kali mengirim pesan
dan menggunakan lebih dari satu saluran.
Komunikasi efektif merupakan kemampuan dasar yang
harus dipunyai dalam melakukan fasilitasi.
3.2 Presentasi Interaktif:
Pengertian presentasi interaktif terdiri dari 2 (dua) kata:
• presentasi : penyajian/ pemaparan
• Interaktif : saling mempengaruhi timbal – balik
[mutually].
Jadi presentasi interaktif merupakan Penyajian timbal balik/
bergantian antara penyaji dan peseta saling merespon.
146 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
Peserta dapat merespon ditengah paparan penyaji, dan
penyaji dapat mengembangkan respon peserta sepanjang
masih dalam koridor pokok bahasan.
Tujuan :
• Memunculkan perhatian dan minat peserta terhadap
materi yang disajikan.
• Mengurangi kejenuhan / kebosanan.
• Menggali lebih banyak pendapat, sehingga pokok
bahasan menjadi lebih komprehensif.
Langkah awal menghantar sessi:
• Mereview tujuan bahasan.
• Mengajukan pertanyaan yang terkait dengan pokok
bahasan.
• Menghubungkan pokok bahasan dengan :
1) Materi/ topik kajian sebelumnya.
2) Pengalaman nyata penyaji.
3) Pengalaman kerja pembelajar.
4) Berbagi pengalaman.
• Menggunakan Alat bantu yang sesuai/ tepat.
• Libatkan peserta dlm topik sesegera mungkin.
• Bangun kepercayaan peserta : “menjelaskan manfaat
materi”.
• Pastikan peserta menyadari bahwa Anda memegang
kendali.
• Terbukalah mengenai diri Anda [jika diperlukan].
• Pastikan peserta mengetahui bahwa Anda sebagai
presentan senang berada di sini.
Merebut atensi /memberikan motivasi pada saat
presentasi:
1) Berikan pujian tulus kepada pembelajar secara kreatif.
2) Mengajukan pertanyaan “retorikal”.
3) Menceritakan pengalaman pribadi yang “traumatis”.
atau“dramatis” yang berkaitan dengan bahasan.
4) Memberikan definisi yang tidak “ghalib”.
5) Mengutip pendapat orang bijak.
6) Memberikan pertanyaan misterius.
7) Menceritakan lelucon yang ada kaitannya dengan
bahasan.
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 147
8) Menangkap minat seluruh peserta.
9) Menyiapkan informasi agar peseta dapat meng-
ikutinya.
10) Membuat peserta menyadari harapan pelatih.
tentang pentingnya pencapaian tujuan pembelajaran.
11) Membantu peserta untuk mewujudkan suasana
pembelajaran yang positif dan kondusif.
3.3 Metode Pembelajaran
Proses fasilitasi juga merupakan proses pembelajaran.
Ada berbagai macam metode pembelajaran yang dapat
digunakan dalam melakukan fasilitasi, proses pembelajaran
yang sering digunakan antara lain:
• Kuliah (Ceramah Tanya Jawab/CTJ).
• Demonstrasi.
• Studi Kasus.
• Simulasi.
• Roleplay.
• Diskusi Kelompok.
KULIAH/CTJ/LECTURE: Cara pembelajaran dengan
sasaran utama terjadinya perubahan domain pengetahuan
yang lebih banyak mengandalkan pada kekuatan pelatih
dalam menggunakan bahasa verbal dan bahasa tubuh,
sedangkan peserta hanya pasif menerimanya dengan
mengandalkan indera penglihatan dan pendengaran.
KEGUNAAN :
□ Menyajikan pengetahuan dan pandangan.
□ Lebih banyak menyentuh domain Kognitif.
□ Sebagai pelengkap pada metoda pesertaan lain, yang
berfungsi sebagai penjelasan awal dan rangkuman akhir.
DEMONSTRASI: Cara pembelajaran dengan sasaran
utama terjadinya perubahan pada domain psikomotor atau
afektif dengan cara memperagakan suatu proses kegiatan
[opersionalisasi] kepada peserta secara senyatanya
dengan menggunakan alat/ benda sesungguhnya dalam
situasi yang sesungguhnya atau tiruan.
148 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
KEGUNAAN :
Jika dilanjutkan dengan praktikum akan dapat menstimulir
domain psikomotor dan afektif secara mendalam, tetapi
jika tidak dilanjutkan, hanya akan menstimulir sebatas
domain pengetahuan yang mendalam sedangkan domain
afektif relatif dangkal.
SIMULASI: Cara pesertaan dengan sasaran utama
terjadinya perubahan pada domain psikomotor dan afektif
dengan melibat-aktifkan aspek “emosi” pada diri peserta
melalui perangsangan hampir semua indera penerima.
Pengalaman belajar yang didapat dengan cara melakukan
kegiatan “tiruan” dengan menggunakan alat/ benda
sesungguhnya/ tiruan dalam situasi dan lingkungan yang
tidak sesungguhnya [ tiruan ].
KEGUNAAN :
□ Melatih keterampilan dan membentuk sikap positif
pada diri peserta dengan situasi dan kondisi tiruan agar
terbebas dari bahaya dan kerugian jika peserta gagal
dlm melakukan kegiatan.
□ Sebagai prasyarat sebelum melakukan peragaan dan
praktikum.
ROLE PLAY: Cara pesertaan dengan sasaran utama
terjadinya perubahan pada domain afektif dengan
mengandalkan aspek “emosi” pada diri peserta
melalui perangsangan hampir semua indera penerima.
Pengalaman belajar yang didapat dengan cara melakukan
kegiatan “memerankan/ menjadi” figur/ sosok orang lain
dalam situasi dan lingkungan tiruan.
KEGUNAAN :
□ Melatih peserta untuk dapat merasakan/ menghayati
berbagai masalah yang mungkin dihadapi oleh peran
yang dimainkannya.
□ Melatih kesadaran dan kepekaan sosial yang sangat
dibutuhkan dlm dunia kerja nyata, sehingga dpt
memunculkan sikap positif yang tentang fenomena
sosial yang memang ada disekitarnya.
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 149
DISKUSI KELOMPOK: Cara pembelajaran dengan
sasaran utama terjadinya perubahan pada domain kognitif
atau afektif dengan mengandalkan partisipasi para
anggotanya. Pengalaman belajar yang didapat melalui
tukar pikiran/ pengalaman diantara peserta untuk kemudian
disatukan dengan proses “take and give”
KEGUNAAN :
• Latihan mengemukakan pendapat yang bertanggung
jawab.
• Latihan untuk mau menerima dan memberi.
• Mengembangkan ide – ide baru.
• Membantu peserta dalam memahami diri sendiri &
orang lain.
STUDI KASUS: Cara pembelajaran dengan sasaran
utama terjadinya perubahan pada domain kognitif atau
afektif atau keterampilan berpikir dengan mengandalkan
daya nalar para pembelajar. Pengalaman belajar yang di
dapat oleh para pembelajar adalah “mengalami” karena
duhadapkan pada situasi dengan berbagai pilihan.
KEGUNAAN :
□ Membantu mengembangkan kemampuan analisis,
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
□ Menunjukkan kepada peserta akan adanya peranan/
pengaruh nilai – nilai dan persepsi terhadap pengambilan
keputusan kelompok
150 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan
REFERENSI
Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan 151
LEMBAR KERJA
152 Modul Pelatihan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional Bagi Fasilitator Kesehatan