PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman Sumber Daya Manusia Kesehatan yang sesuai standar
untuk mencapai tujuan Puskesmas secara efektif dan efisien
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Sebagai bahan pedoman dalam perencanaan SDMK Puskesmas, baik
itu jumlah, jenis, dan kompetensinya
2. Sebagai bahan pedoman tentang penyusunan struktur organisasi
Puskesmas serta tata kerja puskesmas untuk menguraikan tugas dan
fungsi pegawai puskesmas
3. Sebagai bahan pedoman untuk penilaian Standar Penilaian Pegawai
4. Sebagai bahan pedoman tata aturan kepegawaian mulai cuti, disiplin,
serta kenaikan golongan/pangkat.
UPT Puskesmas Cisarua adalah salah satu Unit Pelayanan Teknis Daerah
dibidang kesehatan dimana UPT Puskesmas Cisarua merupakan perpanjangan
tangan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dalam upaya menjalankan kebijakan
pembangunan kesehatan di wilayah kerja Kecamatan Cisarua.
Agar Puskesmas dapat bekerja dengan baik, searah dan sesuai dengan kebijakan
baik yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Cisarua maupun kebijakan dari
daerah Kabupaten, maka UPT Puskesmas Cisarua tahun 2017 ini memiliki visi
dan misi yang sesuai dengan visi misi Kabupaten Bogor dan Dinas Kesehatan :
2.1. VISI
“Terwujudkan Kecamatan Cisarua Sehat melalui Puskesmas yang PRIMA”
2.2. MISI
1. Misi Pertama:
“Menggerakkan pembangunan kecamatan Cisarua berwawasan kesehatan”
Misi ini mengandung makna bahwa setiap pembangunan yang
dilaksanakan di Kecamatan Cisarua harus berwawasan kesehatan
2. Misi Kedua
“Mendorong kemandirian masyarakat dan keluarga untuk hidup sehat”
Misi ini mengandung makna melalui promosi dan pembinaan yang
berjenjang dan rutin, masyarakat kecamatan Cisarua masyarakat dan
keluarga dapat mandiri untuk perencanaan kebutuhan kesehatan
3. Misi Ketiga
“Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau”.
Misi ini mengandung makna memaksimalkan pelayanan kesehatan dengan
sumber daya yang ada, sehingga pelayanan yang diberikan bermutu dan
terjangkau.
4. Misi Keempat
Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungannya”`
Misi ini mengandung makna bahwa pelayanan dilaksanakan bukan hanya
dalam gedung, tapi luar gedung dengan melakukan penyuluhan dan
kunjungan rumah, agar kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat
optimal.
2.3. STRATEGI
1. Mengembangkan dan mengelola Puskesmas sebagai pelaksana upaya
kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan ditingkat
pertama
2. Meningkatkan akses pelayanan yang bermutu untuk memudahkan
jangkauan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan
3. Menguatkan kerja sama lintas sektoral dan lintas pogram serta
menggerakan pemberdayaan masyarakat secara optimal dalam
meningkatkan program pembangunan dibidang kesehatan
4. Meningkatkan kompetensi dan mengoptimalkan tenaga kesehatan yang
ada untuk mewujudkan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan
minimal.
5. Menyelenggarakan sistem rujukan yang efektif serta memantapkan sistem
jejaring dengan fasilitas kesehatan lanjutan dalam meningkatkan
pelayanan rujukan sesuai kebutuhan masyrarakat`
2.4. MOTTO DAN TATA NILAI
PRIMA Melayani
Profesional
P Terampil, handal dan bertanggung jawab dalam menjalankan
tugas sesuai dengan tupoksinya
Responsif
kebutuhan masyarakat
Inovatif
Motivasi
Akuntabel
1.4. Cuti
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 11 Tahun 2017 tentang Manajemen
Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo
pada 30 Maret 2017, juga memuat aturan tentang cuti bagi Pegawai Negeri Sipil
(PNS). Menurut PP ini, cuti diberikan oleh PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian),
yang dapat didelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat di
lingkungannya untuk memberikan cuti, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan
Pemerintah ini atau peraturan perundang-undangan lainnya. Cuti bagi PNS yang
ditugaskan pada lembaga yang bukan bagian dari kementerian atau lembaga
diberikan oleh pimpinan lembaga yang bersangkutan kecuali cuti di luar
tanggungan negara,” bunyi Pasal 309 ayat (3) PP tersebut.
Dalam PP ini disebutkan, cuti terdiri atas: a. Cuti tahunan; b. Cuti besar; c. Cuti
sakit; d. Cuti melahirkan; e. Cuti karena alasan penting; f. Cuti bersama; dan g.
Cuti di luar tanggungan negara.
1. Cuti Tahunan
PP ini menyebutkan, PNS dan calon PNS yang telah bekerja paling kurang 1
(satu) tahun secara terus menerus berhak atas cuti tahunan. Lamanya hak atas cuti
tahunan sebagaimana dimaksud adalah 12 (dua belas) hari kerja.
Untuk menggunakan hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud, PNS atau
calon PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK
atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti
tahunan. “Hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud diberikan secara tertulis
oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak
atas cuti tahunan,” bunyi Pasal 312 ayat (4) PP ini.
Dalam hal hak atas cuti tahunan yang akan digunakan di tempat yang sulit
perhubungannya, menurut PP ini, jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat
ditambah untuk paling lama 12 (dua belas) hari kalender.
Hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan dalam tahun yang bersangkutan,
menurut PP ini, dapat digunakan dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18
(delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun berjalan.
“Hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan 2 (dua) tahun atau lebih berturut-
turut, dapat digunakan dalam tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh
empat) hari kerja termasuk hak atas cuti tahunan dalam tahun berjalan,” bunyi
Pasal 313 ayat (2) PP ini.
PNS yang menduduki Jabatan guru pada sekolah dan Jabatan dosen pada
perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan,
menurut PP ini, disamakan dengan PNS yang telah menggunakan hak cuti
tahunan.
2. Cuti Besar
PP ini juga menyebutkan, PNS yang telah bekerja paling singkat 5 (lima)
secara terus menerus, menurut PP ini. berhak lama 3 (tiga) bulan. Ketentuan
paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dikecualikan bagi PNS yang
masa kerjanya belum 5 (lima) tahun, untuk kepentingan agama. PNS yang
menggunakan hak atas cuti besar, menurut PP ini, tidak berhak atas cuti tahunan
dalam tahun yang bersangkutan.
“Hak cuti besar diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima
delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti besar. Namun hak cuti besar
dapat ditangguhkan penggunaannya oleh PPK atau pejabat yang menerima
delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti besar untuk paling lama 1
(satu) tahun apabila kepentingan dinas mendesak, kecuali untuk kepentingan
agama,” bunyi Pasal 317 PP ini.
3. Cuti Sakit
Menurut PP ini, setiap PNS yang menderita sakit berhak atas cuti sakit. PNS
yang sakit lebih dari 1 (satu) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari, menurut
PP ini, berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PNS yang bersangkutan harus
mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima
delegasi wewenangng untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan
surat keterangan dokter.
PNS yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari, menurut PP ini,
berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PNS yang bersangkutan harus
mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima
delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan
surat keterangan dokter pemerintah.
Hak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud diberikan untuk waktu paling lama
I (satu) tahun. Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dapat ditambah
untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila diperlukan, berdasarkan surat
keterangan tim penguji kesehatan yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
PNS yang mengalami gugur kandungan, menurut PP ini, berhak atas cuti sakit
untuk paling lama 1 1/2 (satu setengah) bulan.
“Untuk mendapatkan hak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud , PNS yang
bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat
yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan
melampirkan surat keterangan dokter atau bidan,” bunyi Pasal 321 ayat (2) PP ini.
4. Cuti Melahirkan
PP ini juga menyebutkan, untuk kelahiran anak pertama sampai dengan
kelahiran anak ketiga pada saat menjadi PNS, berhak atas cuti melahirkan. Untuk
kelahiran anak keempat dan seterusnya, kepada PNS diberikan cuti besar.
Lamanya cuti melahirkan sebagaimana dimaksud adalah 3 (tiga) bulan.
Untuk dapat menggunakan hak atas cuti melahirkan sebagaimana dimaksud,
menurut PP ini, PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis
kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan
hak atas cuti melahirkan.
“Hak cuti melahirkan sebagaimana dimaksud diberikan secara tertulis oleh
PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas
cuti melahirkan,” bunyi Pasal 326 ayat (2) PP ini.
5. Cuti Karena Alasan Penting
Menurut PP ini, PNS berhak atas cuti karena alasan penting, apabila: a. ibu,
bapak, isteri atau suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu salit keras atau
meninggal dunia; b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud pada huruf a
meninggal dunia, dan menurut peraturan perundang-undangan PNS yang
bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal
dunia; atau c. Melangsungkan perkawinan.
“Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh PPK atau pejabat yang
menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti karena alasan
penting paling lama 1 (satu) bulan,” bunyi Pasal 330 PP Nio. 11 Tahun 2017 itu.
6. Cuti Bersama
PP ini menegaskan, Presiden dapat menetapkan cuti bersama. Cuti bersama
sebagaimana dimaksud tidak mengurangi hak cuti tahunan.
PNS yang karena Jabatannya tidak diberikan hak atas cuti bersama, menurut PP
ini, hak cuti tahunannya ditambah sesuai dengan jumlah cuti bersama yang tidak
diberikan. Cuti bersama sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
7. Cuti di Luar Tanggungan Negara
PP ini juga menyebutkan, PNS yang telah bekerja paling singkat 5 (lima)
tahun secara terus-menerus karena alasan pribadi dan mendesak dapat diberikan
cuti di luar tanggungan negara. Cuti di luar tanggungan negara itu dapat diberikan
untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
Jangka waktu cuti di luar tanggungan negara sebagaimana dimaksud dapat
diperpanjang paling lama I (satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting
memperpanjangnya,” bunyi Pasal 334 ayat (3) PP ini.
Menurut PP ini, cuti di luar tanggungan negara mengakibatkan PNS yang
bersangkutan diberhentikan dari Jabatannya. Jabatan yang menjadi lowong karena
pemberian cuti di luar tanggungan negara harus diisi.
Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan negara, menurut PP ini, PNS
yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK disertai
dengan alasan. “Cuti di luar tanggungan negara hanya dapat diberikan dengan
surat keputusan PPK setelah mendapat persetujuan dari Kepala BKN,” bunyi
Pasal 336 ayat (2) PP ini.
Menurut PP ini, selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara, PNS
yang bersangkutan tidak menerima penghasilan PNS. Dan selama menjalankan
cuti di luar tanggungan negara tidak diperhitungkan sebagai masa kerja PNS.
Ditegaskan dalam PP ini, PNS yang sedang menggunakan hak atas cuti dapat
dipanggil kembali bekerja apabila kepentingan dinas mendesak. Dalam hal PNS
dipanggil kembali bekerja sebagaimana dimaksu, menurut PP ini, jangka waktu
cuti yang belum dijalankan tetap menjadi hak PNS yang bersangkutan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian cuti diatur dengan
Peraturan Kepala BKN (Badan Kepegawaian Negara)
1.5. Disiplin Pegawai
Bentuk Hukuman Disiplin :
1. hukuman disiplin ringan;
2. hukuman disiplin sedang; dan
3. hukuman disiplin berat.
Jenis Hukuman Disiplin
1. Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari:
a.teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
2. Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
3. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
PNS; dan
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Jenis hukuman Hukuman Disipling Untuk Pelanggaran Ketentuan Jam Kerja :
A. Hukuman Disipli Ringan ( pasal 8 )
1. Teguran Lisan : tidak masuk selama 5 hari kerja
2. Teguran Tertulis : tidak masuk selama 6 s.d 10 hari kerja
3. Pernyataan tidak puas scr tertulis : tidak masuk selama 11 s.d 15 hari kerja
B. Hukuman Disiplin Sedang ( pasal 9 )
1. Penundaan KGB selama 1 (satu ) tahun : tidak masuk selama 16 s.d 20
hari kerja
2. Penundaan kenaikan Pangkat selama 1 (satu ) tahun : tidak masuk selama
21 s.d 25 hari kerja
3. Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu ) tahun : tidak
masuk selama 26 s.d 30 hari kerja
C. Hukuman Disipliln Berat ( pasal 10 )
1. Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah selama 3 ( tiga ) tahun : tidak
masuk selama 31 s.d 35hari kerja
2. Pemindahan dalam rangka Penurunan jabata setingkat lebih rendah : tidak
masuk selama 36 s.d 40 hari kerja
3. Pembebasan dari jabatan Strktural atau JFT : tidak masuk selama 41 s.d 45
hari kerja
4. Pemberhentian dengan hormat dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri atau Pemberhentian tidak dengan hormat : tidak masuk selama 46
hari kerja atau lebih Pasal 14 : Pelanggaran Pasal 8, 9 dan 10 dihitung
secara komulatif s.d akhir tahun berjalan
Penjelasan Pasal 3 angka 11 :
Keterlambatan masuk kerja dan/atau pulang cepat dihitung secara
kumulatif dan dikonversi 7 ½ (tujuh setengah) jam sama dengan 1 (satu)
hari tidak masuk kerja;