Anda di halaman 1dari 172

PANDUAN PELAYANAN ASUHAN TAMAN OBAT KELUARGA (TOGA)

DAN AKUPRESUR

DINAS KESEHATAN KABUPATEN BENER MERIAH


2019

0|Page
MATERI DASAR 1
KEBIJAKAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL

I. DESKRIPSI SINGKAT
Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut
perlu dilakukan berbagai upaya kesehatan yang berkesinambungan.
Indonesiamemiliki kekayaan alam hayati berupa tumbuh-tumbuhan yang berjumlah lebih
kurang 30.000 spesies tanaman. Dari jumlah spesies yang ada tersebut diantaranya
7.000 spesies berkhasiat obat dan 940 jenis telah teridentifikasi, serta 283 jenis sudah
terdaftar. Potensi kekayaan alam berupa tanaman obat telah dimanfaatkan sejak dahulu
kala oleh para leluhur dan penyehat tradisional (Hattra) untuk mengatasi gangguan
kesehatan.Perkembangan obat tradisional di Indonesia mengalami pasang surut sesuai
dengan perubahan zaman. Kita ketahui bersama bahwa jamu merupakan salah satu
ramuan tradisional yang sudah digunakan sejak abad ke-7 sebagaimana terdapat pada
relief Candi Borobudur.Relief tersebut menggambarkan jenis tanaman obat yang biasa
digunakan masyarakat kala itu. Selain itu informasi mengenai obat tradisional juga
terdapat pada Daun Lontar yang merupakan pola pengobatan tradisional di Bali yang
dikenal dengan namaUsada Bali (78 SM). Kemudian juga terdapat dalam pengetahuan
“Serat Centhini” di Jawa Tengah dan Jawa Timur (1814) yang menyatakan bahwa sistem
pengobatan tradisional sudah ada sejak dahulu kala serta merupakan warisan turun
temurun yang dapat dijadikan dasar keilmuan dalam pengobatan tradisional Indonesia.
Pemerintah telah melakukan penataan dalam pengembangan pelayanan kesehatan
tradisional dengan menerbitkan beberapa kebijakan terkait pelayanan kesehatan
tradisional, antara lain penetapan Kebijakan Obat Tradisional (Kotranas) oleh Menteri
Kesehatan RI pada tahun 2007, diikuti pencanangan jamu sebagai brand Indonesia oleh
Presiden RI pada tahun 2008.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang didalamnya juga telah
mengatur tentang pelayanan kesehatan tradisional, dalam pencapaian programnya pada
Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan 2015-2019 ditargetkan
berdasarkan jumlah puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tradisional.
Saat ini pelayanan kesehatan tradisional semakin diminati masyarakat dan menjadi salah
satu pilihan dalam menyelesaikan masalah kesehatannya. Berbagai jenis dan cara
pengobatan tradisional telah berkembang dengan pesat, baik yang berasal dari Indonesia
maupun luar negeri meskipun belum mempunyai cukup bukti ilmiah.Berdasarkan hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, sejumlah 89.753 dari 294.962 (30,4%)
rumah tangga di Indonesia memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan
proporsi rumah tangga yang memanfaatkan tertinggi di Kalimantan Selatan (63,1%) dan
terendah di Papua Barat (5,9%). Jenis Yankestrad yang dimanfaatkan oleh rumah tangga
terbanyak adalah keterampilan tanpa alat (77,8%) dan ramuan (49,4%). Alasan rumah
tangga memanfaatkan Yankestrad terbannyak secara umum adalah untuk menjaga
kesehatan /kebugaran.
Kebijakan KementerianKesehatan RI dalam mengembangkan pelayanan kesehatan
tradisional adalah dengan mengintegrasikan ke pelayanan konvensional yang selama ini

1|Page
digunakan oleh Indonesia. Dalam implementasinya perlu berbagai upaya secara
eksternal dan internal. Dukungan secara ekternal dalam pelayanan kesehatan tradisional
diperlukan terutama dalam penelitian manfaat tanaman obat oleh lembaga penelitian dan
penyediaan bahan baku yang dibina oleh Kementerian Pertanian RI untuk menghasilkan
obat herbal yang terstandar atau fitofarmaka. Pengembangan internal di pelayanan
kesehatan bukanlah terpisah dari pelayanan konvensional dan manajemen puskesmas
atau rumah sakit. Selain itu juga pengembangan pelayanan kesehatan tradisional yang
dilakukan oleh penyehat tradisional (hattra) dibina oleh Dinas Kesehatan dan jajarannya
untuk dapat memberikan pelayanan tradisional yang aman, bermanfaat dan dapat
dipertanggungjawabkan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materiini peserta mampumemahamikebijakan program
pelayanankesehatan tradisional.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelahmengikutimateriinipeserta mampu menjelaskan tentang :
1. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional
2. Klasifikasi jenis pelayanan kesehatan tradisional
3. Registrasi dan Perizinan

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


Kebijakan ProgramPelayananKesehatanTradisional:
A. Penyelenggaran pelayanan kesehatan tradisional
1. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
3. Peraturan Pemerintah (PP) No.103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional
4. Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019
5. Permenkes No.9 Tahun 2016 tentang Upaya Pengembangan Kesehatan
Tradisional melalui Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan
Keterampilan
6. Permenkes No.61 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional
Empiris.
7. Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia
8. Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/422/2017 tentang Renstra Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019 (Revisi 1)
B. Klasifikasi Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional sesuai PP No.103 Tahun 2014 :
1. Pelayanan kesehatan tradisional empiris
2. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer
3. Pelayanan kesehatan tradisional integrasi
C. Registrasi dan Perizinan
1. Penyehat Tradisional (Hattra)
2. Tenaga Kesehatan

IV. BAHAN BELAJAR

2|Page
Modul dan bahan tayangan (slide power point).

V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 jp @45 menit untuk
memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran
sebagai berikut.
A. Sesi 1 Pengkondisian
Langkah proses pembelajaran
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Fasilitator
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan dan waktu yang disediakan untuk
menyampaikan materi ini.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan dengan menggunakan bahan tayang.
3. Melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan metoda curah
pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab

B. Sesi 2 Pembahasan Pokok Bahasan 1: Kebijakan


ProgramPelayananKesehatanTradisional
Penyampaian sub pokok bahasan tentang : Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (Pasal 48, Pasal 59 ayat 1, Pasal 60 ayat 1, Pasal 61 ayat 1,
Pasal 60 ayat 2), Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan,
PP no 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional, dan Kepmenkes
No. HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Renstra Kementerian Kesehatan Tahun
2015-2019, Permenkes No.61 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional
Empiris, Permenkes No.9 Tahun 2016 tentang Upaya Pengembangan Kesehatan
Tradisional melalui Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Keterampilan.

Langkah Proses Pembelajaransebagaiberikut:


 Fasilitator menjelaskan tentang kebijakan program pelayanan kesehatan
tradisional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Pasal 48Pasal 59 ayat 1, Pasal 60 ayat 1, Pasal 61 ayat 1, Pasal 60
ayat 2) denganmetodeceramah, tanya
jawabdanmengajakpesertauntukberpartisipasisertaberinteraksidalam proses
pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang kebijakan program pelayanan kesehatan
tradisional yang tertuangdalamUndang-Undang No 36 Tahun 2014
tentangTenagaKesehatandenganmetodeceramah,
tanyajawabdanmengajakpesertauntukberpartisipasisertaberinteraksidalam proses
pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang kebijakan program pelayanan kesehatan
tradisional yang tertuang dalam PP No. 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisional dengan metode ceramah, tanya jawab dan mengajak
peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang kebijakan program pelayanan kesehatan
tradisional yang tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)
KementerianKesehatan RI Tahun 2015-2019denganmetodeceramah,
tanyajawabdanmengajakpesertauntukberpartisipasisertaberinteraksidalam proses

3|Page
pembelajaran.

C. Sesi 3 Kesimpulan dan Penutup


Langkah Proses Pembelajaransebagaiberikut:
 Fasilitatormerangkumataumelakukanpembulatantentangpembahasanmateriiniden
ganmengajakseluruhpesertauntukmelakukanrefleksi/umpanbalik.
Dilanjutkandenganmemberikanapresiasiatasketerlibatanaktifseluruhpeserta.

VI. URAIAN MATERI


A. PenyelenggaraanPelayananKesehatanTradisional
1. Kebijakan Pelayanan kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan (Pasal 48, Pasal 59 ayat 1, Pasal 60 ayat 1, Pasal 61
ayat 1, Pasal 60 ayat 2)
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal
48 ditetapkan bahwa upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan
dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan.
Penyelenggaraan upaya kesehatan yang dimaksud dilaksanakan melalui
kegiatan:
a. Pelayanan Kesehatan;
b. Pelayanan Kesehatan Tradisional;
c. Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit;
d. Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan Kesehatan;
e. Kesehatan Reproduksi;
f. Keluarga Berencana;
g. Kesehatan Sekolah;
h. Kesehatan Olahraga;
i. Pelayanan Kesehatan pada Bencana;
j. Pelayanan Darah;
k. Kesehatan Gigi dan Mulut;
l. Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Gangguan Pendengaran;
m. Kesehatan Matra;
n. Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
o. Pengamanan Makanan dan Minuman;
p. Pengamanan Zat Adiktif; dan/Atau
q. Bedah Mayat.

Pada pasal 48 tersebut dikatakan bahwa pelayanan kesehatan tradisional


merupakan upaya kesehatan yang nomor dua diantara 17 upaya pelayanan
kesehatan.

4|Page
Dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pelayanan kesehatan
tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang
mengacup ada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris
yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan normal yang
berlaku di masyarakat.
Pada Bagian ketiga pasal 59-61 Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun
2009 mengatur tentang pelayanan kesehatan tradisional. Pada pasal 59 ayat (1)
berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terbagi
menjadi pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan dan
pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan. Selanjutnya pasal
59 ayat (2) mengatur pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibina dan diawasi oleh pemerintah agar dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan
dengan norma agama. Dan Pasal 59 ayat (3) ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara dan jenis pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi diatur
dalam Pasal 60 ayat (1) bahwa setiap orang yang melakukan pelayanan
kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapat
izin dari lembaga kesehatan yang berwenang. Dan ayat (2) bahwa penggunaan
alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat
dipertanggung jawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan
dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat.
Dalam mengembangkan pelayanan kesehatan tradisional pemerintah
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk
mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan
tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. Dan
dalam rangka pengawasannya diatur oleh pemerintah dengan didasarkan pada
keamanan, kepentingan, dan perlindungan masyarakat. Hal-hal tersebut diatur
pada Pasal 61 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009.

2. Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/422/2017 tentang Renstra Kementerian


Kesehatan Tahun 2015-2019 (Revisi 1)
Dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2015-2019 program pembinaan pelayanan kesehatan
tradisional memiliki sasaran strategis untuk meningkatan penyelenggaraan

5|Page
pembinaan pelayanan kesehatan tradisional di Puskesmas, dengan indikator
jumlah puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan tradisional.
Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan tradisional terhadap masyarakat
di wilayah kerjanya yang memenuhi salah satu kriteria di bawah ini :
a. Puskesmas yang melaksanakan asuhan mandiri kesehatan tradisional
ramuan (pemanfaatan taman obat keluarga) dan keterampilan (akupresur
untuk keluhan ringan)
b. Puskesmas yang melaksanakan kegiatan pembinaan meliputi pengumpulan
data kesehatan tradisional, fasilitasi registrasi/perizinan dan bimbingan teknis
serta pemantauan pelayanan kesehatan tradisional.
c. Puskesmas yang memiliki tenaga kesehatan sudah dilatih pelayanan
kesehatan tradisional (akupresur untuk perawat, bidan dan fisioterapi,
akupunktur untuk dokter).
Dengan sasaran strategis dan indikator tersebut, ditargetkan pada tahun 2016
sebanyak 2436 Puskesmas, tahun 2017 sebanyak 3336 Puskesmas, tahun 2018
sebanyak 4236 puskesmas dan tahun 2019 sebanyak 5136 puskesmas yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional.

B. Klasifikasi Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional


Klasifikasi Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional Pada Pasai 7 (1) Jenis pelayanan
kesehatan tradisional meliputi:
1. Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris
Merupakan penerapan pelayanan kesehatan tradisional yang manfaat dan
keamanannya terbukti secara empiris. Pelayanan kesehatan empiris dilakukan
oleh penyehat tradisional (hattra) dan hanya boleh menerima klien sesuai dengan
keilmuan yang dimilikinya, jika hattra yang bersangkutan berhalangan, praktik
tidak dapat digantikan oleh penyehat tradisional lainnya. Apabila penyehat
tradisional yang tidak mampu memberikan pelayanan karena tidak sesuai dengan
keilmuan dan keahlian yang dimilikinya wajib mengirim kliennya ke fasilitas
pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan tradisional empiris diberikan oleh penyehat tradisional
dalam rangka upaya promotif dan preventif.
Penyehat tradisional wajib melaporkan secara berkala kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota melalui pusat kesehatan masyarakat setempat. Laporan memuat :
a. jumlah dan jenis kelamin klien;
b. jenis penyakit;
c. metode; dan
d. cara pelayanan.
Berdasarkan Permenkes No.61 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional Empiris, penyehat tradisional dilarang menggunakan alat kedokteran
dan penunjang diagnostic kedokteran. Alat dan teknologi tersebut tidak untuk
melakukan intervensi tubuh yang bersifat invasif.

2. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer


Merupakan pelayanan kesehatan tradisional dengan menggunakan ilmu
biokultural dan ilmu biomedis yang manfaat dan keamanannya terbukti secara
ilmiah. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer diberikan oleh tenaga
kesehatan tradisional dalam rangka upaya promotif, preventif kuratif, dan
rehabilitatif, dan dilaksanakan di fasilitas kesehatan tradisional.

6|Page
Pemberian pelayanan kesehatan tradisional komplementer harus sesuai dengan
standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional jika yang
bersangkutan berhalangan praktik dapat digantikan dengan tenaga kesehatan
tradisional lain yang memiliki kompetensi dan kewenangan yang sama dan
memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan kesehatan tradisional komplementer yang memenuhi kriteria tertentu
dapat diintegrasikan pada fasilitas pelayanan kesehatan.
Kriteria meliputi:
a. mengikuti kaidah-kaidah ilmiah;
b. tidak membahayakan kesehatan pasien/klien;
c. tetap memperhatikan kepentingan terbaik pasien/klien;
d. memiliki potensi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif,
e. meningkatkan kualitas hidup pasien/klien secara fisik, mental, dan sosial;
f. dilakukan oleh tenaga kesehatan tradisional.

3. Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi.


Berdasarkan Permenkes No.37 Tahun 2017 tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional Integrasi adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang
mengombinasikan pelayanan kesehatan konvensional dengan pelayanan
kesehatan tradisional komplementer, baik bersifat sebagai pelengkap maupun
pengganti dalam keadaan tertentu.
Pelayanan kesehatan tradisional integrasi dilakukan secara bersama oleh tenaga
kesehatan dan tenaga kesehatan tradisional untuk pengobatan/perawatan
pasien/klien dan diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan.

C. Registrasi dan Perizinan


1. Penyehat Tradisional
Setiap penyehat tradisional yang memberikan pelayanan kesehatan tradisional
empiris wajib memiliki STPT.
STPT dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota tanpa dipungut biaya.
Untuk memperoleh STPT penyehat tradisional mengajukan permohonan kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota. STPT hanya diberikan kepada penyehat
tradisional yang tidak melakukan intervensi tubuh yang bersifat invasif.
Setiap penyehat tradisional hanya dapat memiliki 1 (satu) STPT dan hanya
berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik STPT untuk jangka waktu 2 (dua) tahun
dan dapat diperbaharui kembali selama memenuhi persyaratan.
Pembaharuan STPT harus melampirkan STPT yang telah habis masa
berlakunya.
Dalam pemberian pelayanan kesehatan tradisional komplenter, tenaga
kesehatan tradisional wajib menaati kode etik dan ketentuan disiplin profesional.

2. Tenaga Kesehatan Tradisional


Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat

7|Page
mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial
dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
Dalam pasal 11 menyebutkan bahwa tenaga kesehatan tradisional masuk dalam
kelompok tenaga kesehatan, tentunya tenaga kesehatan tradisional yang
memiliki pendidikan terstruktur minimal D3.
Setiap tenaga kesehatan tradisional harus memiliki kompetensi yang dibuktikan
dengan sertifikat kompetensi.
Untuk memperoleh sertifikat kompetensi setiap tenaga kesehatan tradisional
harus mengikuti uji kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Setiap tenaga kesehatan tradisional yang menjalankan praktik yankestrad
komplementer wajib memiliki STRTKT dan SIPTKT.
STRTKT diberikan oleh konsil setelah memenuhi persyaratan. Persyaratan
meliputi:
a. memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan tradisional;
b. memiliki sertifikat kompetensi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi

STRTKT berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat di registrasi ulang setelah
memenuhi persyaratan.
Persyaratan untuk registrasi ulang meliputi:
a. memiliki STRTKT lama;
b. memiliki sertifikat kompetensi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
d. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
SIPTKT diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atas rekomendasi
pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat tenaga kesehatan
tradisional melakukan praktik.
Untuk mendapatkan SIPTKT tenaga kesehatan tradisional harus memiliki:
a. STRTKT yang masih berlaku; dan
b. Surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari pimpinan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tradisional.

SIPTKT masih berlaku sepanjang:


a. STRTKT masih berlaku; dan
b. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPTKT.

Tenaga kesehatan tradisional hanya dapat memiliki paling banyak 2 (dua)


SIPTKT. SIPTKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing hanya
berlaku untuk 1 (satu) tempat. Bagi tenaga kesehatan tradisional dengan

8|Page
pendidikan di bawah sarjana, diploma empat, atau sarjana terapan bidang
kesehatan tradisional komplementer, hanya dapat memiliki 1 (satu) SIPTKT.

VII. REFERENSI :
1. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
3. Peraturan Pemerintah (PP) No.103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional
4. Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/422/2017 tentang Renstra Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019 (Revisi 1)
5. Permenkes No.9 Tahun 2016 tentang Upaya Pengembangan Kesehatan Tradisional
melalui Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Keterampilan
6. Permenkes No.61 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris.
7. Permenkes nomor 6 tanun 2016 tentang Formularium Obat Herbal Asli Indonesi
(FOHAI)
8. Kepmenkes nomor H.K.01.07/Menkes/187/3017 tentang Formularium Ramuan Obat
Tradisional Indonesia

9|Page
MATERI DASAR 2
KONSEP ASUHAN MANDIRI

I. DESKRIPSI SINGKAT
Berdasarkan Pasal 70 PP No. 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional, pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran
aktif masyarakat dalam upaya pengembangan kesehatan tradisional, pemberdayaan
masyarakat tersebut diarahkan agar masyarakat dapat melakukan perawatan
kesehatan secara mandiri (asuhan mandiri) dan benar. Asuhan mandiri tersebut dapat
dilaksanakan dengan pemanfaatan taman obat keluarga (TOGA) dan keterampilan
(akupresur).
TOGA adalah sekumpulan tanaman berkhasiat obat untuk kesehatan keluarga yang
ditata menjadi sebuah taman dan memiliki nilai keindahan. Sedangkan, akupresur
adalah salah satu jenis/cara perawatan kesehatan tradisional keterampilan yang
dilakukan melalui teknik penekanan di permukaan tubuh pada titik-titik akupunktur
dengan menggunakan jari, bagian tubuh lain, atau alat bantu yang berujung tumpul,
untuk perawatan kesehatan. Asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan Akupresur
merupakan salah satu wujud perubahan paradigma sakit menjadi paradigma sehat,
yang bermanfaat untuk efektivitas dan efisiensi bagi keluarga dalam menjaga kesehatan
diri sendiri dan keluarga, sehingga dapat terwujud keluarga sehat secara mandiri.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Umum:
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami tentang kebijakan asuhan
mandiri kesehatan tradisional

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Peserta mampu menjelaskan:
1. Menjelaskan konsep asuhan mandiri
2. Menjelaskan penatalaksanaan asuhan mandiri
3. Menjelaskan pembinaan asuhan mandiri

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN


A. Konsep Asuhan Mandiri
1. Tujuan Asuhan
2. Ruang Lingkup
3. Pengertian

B. Penatalaksanaan Asuhan Mandiri


1. Tingkat pusat
2. Tingkat provinsi
3. Tingkat kabupaten/kota
4. Tingkat kecamatan
5. Tingkat kelurahan/desa
6. Tingkat kelompok asuhan mandiri
C. Pembinaan asuhan mandiri

10 | P a g e
1. Pelaksana
2. Bentuk

IV. BAHAN BELAJAR


Modul dan bahan tayang.

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 JP @ 45menit, untuk
memudahkan proses pembelajaran dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran
sebagai berikut:
A. Sesi 1 Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulai dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan
yang akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
3. Fasilitator melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan
metode curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab.

B. Sesi 2 Pembahasan Pokok Bahasan 1: Konsep Asuhan Mandiri


Penyampaian sub pokok bahasan tentang tujuan, ruang lingkup dan pengertian
dengan menggunakan metode curah pendapat dan ceramah tanya jawab.
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:
1. Fasilitator menjelaskan tentang tujuan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
Akupresur menggunakan bahan tayangan, dengan metode ceramah tanya
jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang ruang lingkup asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan Akupresur menggunakan bahan tayangan melalui ceramah, tanya
jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.
3. Fasilitator menjelaskan tentang pengertian asuhan mandiri pemanfaatan TOGA
dan Akupresur menggunakan bahan tayangan melalui ceramah, tanya jawab
dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.

C. Sesi 3 Pembahasan Pokok Bahasan 2: Penatalaksanaan Asuhan Mandiri


Penyampaian sub pokok bahasan tentang penatalaksanaan asuhan mandiri di
tingkat: pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa, dan kelompok
asuhan mandiri dengan menggunakan metode curah pendapat dan ceramah tanya
jawab.
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:
1. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di tingkat
pusat menggunakan bahan tayangan, dengan metode ceramah tanya jawab dan
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di tingkat
provinsi menggunakan bahan tayangan, dengan metode ceramah tanya jawab

11 | P a g e
dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
3. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di tingkat
kabupaten/kota menggunakan bahan tayangan, dengan metode ceramah tanya
jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.
4. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di tingkat
kecamatan menggunakan bahan tayangan, dengan metode ceramah tanya
jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.
5. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di tingkat
kelurahan/desa menggunakan bahan tayangan, dengan metode ceramah tanya
jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.
6. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di tingkat
kelompok asuhan mandiri menggunakan bahan tayangan, dengan metode
ceramah tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
7. Fasilitator menjelaskan bentuk pembinaan Asuhan Mandiri

D. Sesi 4 Pembahasan Pokok Bahasan 3: Pembinaan Asuhan Mandiri


Penyampaian sub pokok bahasan tentang pelaksana dan bentuk pembinaan asuhan
mandiri dengan menggunakan metode curah pendapat dan ceramah tanya jawab.
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:
1. Fasilitator menjelaskan tentang pelaksana pembinaan asuhan mandiri
menggunakan bahan tayangan, dengan metode ceramah tanya jawab dan
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang bentuk pembinaan asuhan mandiri
menggunakan bahan tayangan, dengan metode ceramah tanya jawab dan
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.

VI. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1
A. Konsep Asuhan Mandiri
1. Tujuan
Konsep sehat dan sakit menurut WHO, yaitu suatu konsep yang akan menjadi
pegangan akan suatu pengertian dari kata sehat dan sakit. Pengertian sehat
menurut WHO yaitu, a state of complete physical mental and social well being
and not merely the absence of illness or indemnity. Adapun artinya adalah
sesuatu keadaan yang sejahtera menyeluruh baik jiwa, raga (fisik dan mental)
dan sosial lainnya serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan saja.
Pengertian konsep sakit menurut WHO yakni adalah suatu kondisi dimana
kesehatan tubuh lemah. Lengkapnya sakit adalah keadaan yang disebabkan
oleh bermacam-macam keadaan, bisa suatu kelainan, kejadi yang dapat
menimbulkan gangguan terhadap susunan jaringan tubuh manusia, dari fungsi
jaringan itu sendiri maupun fungsi keseluruhan dari anggota tubuhnya. Asuhan

12 | P a g e
mandiri diarahkan agar masyarakat dapat melakukan pemberdayaan melalui
perawatan kesehatan secara mandiri dan benar. Asuhan mandiri Pemanfaatan
TOGA dan Akupresur bertujuan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan
dan memelihara kesehatan.

2. Ruang Lingkup
Asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan Akupresur dikembangkan melalui:
a. Pembentukan dan pengembangan kelompok asuhan mandiri
b. Kegiatan kelompok asuhan mandiri secara benar dan berkesinambungan
c. Pelaksanan pembinaan asuhan mandiri secara berjenjang.

3. Pengertian
Asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilanadalah upaya untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan mengatasi
gangguan kesehatan ringan secara mandiri oleh individu dalam keluarga,
kelompok atau masyarakatdengan memanfaatkan TOGA dan keterampilan.

PENTING: Makna MANDIRI adalah masyarakat perlu menggerakkan


target sasaran (individu/ keluarga) untuk: Tahu, Mau, dan Mampu
“mengasuh/care” dalam menjaga kesehatan dirinya sendiri dan
keluarganya .

a. Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA


Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA merupakan salah satu upaya yang
dilakukan oleh tiap individu untuk mengatasi masalah kesehatan ringan yang
dikeluhkan serta meningkatkan kesehatan dan atau kebugaran bagi diri
sendiri atau keluarganya, dengan memanfaatkan TOGA.
Ramuan TOGA yang digunakan harus memenuhi kriteria:
 Aman dan bermanfaat untuk kesehatan.
 Praktis, mudah dilakukan, murah.
 Ketersediaan cara, bahan, peralatan mudah terjangkau.
 Merupakan bagian/sesuai dengan tradisi budaya masyarakat.

b. Asuhan Mandiri Akupresur


Asuhan Mandiri Akupresur merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh
tiap individu/masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan ringan yang
dikeluhkan serta meningkatkan kesehatan dan atau kebugaran bagi diri
sendiri atau keluarganya, dengan memanfaatkan akupresur terpilih
Akupresur yang dapat digunakanadalah akupresur terpilih yang harus
memenuhi kriteria:
 Aman dan bermanfaat untuk kesehatan.
 Praktis dan mudah dilakukan sendiri.

Pokok Bahasan 2
B. Penatalaksanaan Asuhan Mandiri
Berdasarkan Permenkes Nomor 9 Tahun 2016 tentang Upaya Pengembangan
Kesehatan Tradisional melalui Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga
dan Keterampilan, Asuhan mandiri dilaksanakan melalui tahapan-tahapan
perencanaan, penggerakan pelaksanaan, dan pembinaan secara berjenjang.

13 | P a g e
1. Tingkat Pusat
Kementerian Kesehatan dalam hal ini Direktorat Pelayanan Kesehatan Tradisional
sebagai sektor utama berkoordinasi dengan lintas program dan lintas sektor
terkait yang meliputi kegiatan berikut:
a. Menetapkan kebijakan dan (NSPK) Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria
yang terkait dengan Asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan
sebagai pedoman dalam pelaksanaan Asuhan Mandiri (UKM Kesehatan
Tradisional) di jenjang pelayanan.
b. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAK/L)
pengembangan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan.
c. Melakukan sosialisasi dan advokasi kepada pemangku kepentingan dengan
lintas program dan lintas sektor tingkat pusat untuk mendapatkan dukungan
dalam penyelenggaraan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
secara nasional.
d. Melakukan sosialisasi Pedoman Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan
Akupresur kepada lintas program, lintas sektor dan Organisasi Masyarakat di
tingkat pusat dan provinsi.
e. Meningkatkan kapasitas SDM level/tingkat provinsi melalui TOT asuhan
mandiri untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi provinsi dalam
pemanfaatan TOGA dan akupresur.
f. Melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur di tingkat provinsi.

2. Tingkat Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dapat
berkoordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait dengan kegiatan
sebagai berikut:
a. Membuat kebijakan tingkat provinsi dalam mendukung kebijakan tingkat pusat
sebagai Pedoman Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Keterampilan.
b. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
(RKA-SKPD) kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan.
c. Melakukan advokasi kepada lintas program dan lintas sektor tingkat provinsi
dalam mendukung pelaksanaan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan.
d. Melakukan sosialisasi Pedoman Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan
Keterampilan kepada lintas program, lintas sektor dan Organisasi Masyarakat
di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.
e. Meningkatkan kapasitas SDM level/tingkat kabupaten/kota melalui TOT asuhan
mandiri untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi kabupaten/kota dalam
pemanfaatan TOGA dan keterampilan.
f. Melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan keterampilan di kabupaten/kota.

3. Tingkat Kabupaten/Kota
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
dapat berkoordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait meliputi
kegiatan berikut:

14 | P a g e
a. Membuat kebijakan tingkat kabupaten/kota dalam rangka penerapan kebijakan
tingkat provinsi sebagai Pedoman Asuhan Mandiri Pemanfatan TOGA dan
Keterampilan.
b. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
(RKA-SKPD) kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan.
c. Melakukan advokasi kepada pemangku kepentingan antara lain lintas program
dan lintas sektor tingkat kabupaten/kota dalam mendukung pelaksanaan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan.
d. Melakukan sosialisasi Pedoman Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan
Keterampilan kepada lintas program, lintas sektor dan Organisasi Masyarakat
di tingkat kabupaten/kota dan Puskesmas dalam mendukung kegiatan asuhan
mandiri pemanfatan TOGA dan keterampilan.
e. Meningkatkan kapasitas SDM Puskesmas menjadi fasilitator melalui pelatihan
asuhan mandiri untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Puskesmas
dalam pemanfaatan TOGA dan keterampilan di wilayah kerjanya.
f. Melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan keterampilan di wilayah kerja Puskesmas.

4. Tingkat Kecamatan
Asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan dalam Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) melalui kesehatan tradisional di puskemas dilaksanakan
sebagai wujud penerapan paradigma sehat dalam untuk mencapai program
Indonesia Sehat. Kegiatan tersebut meliputi:
a. Kepala Puskesmas bersama fasilitator terlatih melakukan sosialisasi dan
advokasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan kepada
pemangku kepentingan serta masyarakat di wilayah kerjanya.
b. Melakukan identifikasi masalah kesehatan, kebutuhan dan harapan serta
potensi masyarakat sebagai dasar dalam menentukan kebijakan/kegiatan yang
berkaitan dengan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan di
wilayah kerjanya.
c. Kepala Puskesmas, pemangku kepentingan dan mitra bersama sama
mengajukan rencana anggaran secara terpadu untuk mendukung kegiatan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan melalui sistem
penganggaran yang berlaku. (Musrenbang tingkat kelurahan maupun
kecamatan).
d. Fasilitator Puskesmas yang sudah memiliki sertifikat pelatihan asuhan mandiri,
melakukan :
1) Orientasi kepada kader tentang asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan, sebagai dasar pengetahuan dalam melaksanakan tugas untuk
membina/melatih keluarga binaan yang akan menjadi kelompok asuhan
mandiri, berkoordinasi dengan pihak terkait.
2) Memfasilitasi kader dalam pembentukan dan atau pengembangan kelompok
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan, berkoordinasi
dengan pihak terkait, lintas sektor dan tokoh masyarakat peduli kesehatan.
3) Pendampingan kader bersama TP-PKK, Pertanian dan lintas sektor
lainnya, dalam kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan di wilayah kerjanya.

15 | P a g e
4) Pemantauan secara periodik atas pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan keterampilan di wilayah kerjanya agar kegiatan
dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
5) Fasilitator puskesmas menjemput catatan kader tentang pelaksanaan
kegiatan kelompok asuhan mandiri setiap bulannya dan melaporkan ke
Dinas Kesehatan setiap triwulan.

5. Tingkat Desa/Kelurahan
a. Kepala desa/lurah menerbitkan surat keputusan yang berkaitan dengan
pengorganisasian seperti antara lain Surat Keputusan penetapan kader, SK
pembentukan kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan,
SK penanggungjawab kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan, dan lain-lain.
b. Petugas puskesmas pembantu/bidan desa, kader dan mitra tingkat
desa/kelurahan melakukan identifikasi masalah kesehatan, kebutuhan dan
harapan serta potensi masyarakat dalam kemampuan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan keterampilan melalui Survey Mawas Diri (SMD) yang
dilakukan di desa sebagai dasar menyusun rencana kegiatan di wilayahnya.
c. Fasilitator puskesmas didampingi oleh penanggungjawab daerah binaan
puskesmas bersama mitra mengkoordinir pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan kegiatan asuhan mandiri pemanfatan TOGA dan keterampilan.
d. Penanggungjawab daerah binaan puskesmas dan fasilitator puskesmas
mendampingi masyarakat untuk melakukan SMD dalam kebutuhan
pengembangan asuhan mandiri. Kegiatan SMD bertujuan untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan, kebutuhan dan harapan serta potensi
sumber daya yang dimiliki untuk pengembangan asuhan mandiri, salah
satunya dilihat dengan catatan data warga dan catatan kegiatan.
e. Penanggungjawab daerah binaan puskesmas dan fasilitator puskesmas
bersama kader, tokoh masyarakat, kepala desa dan lurah membahas hasil
SMD dalam forum Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) difasilitasi oleh
kepala desa/lurah. Kegiatan MMD bertujuan untuk menyamakan persepsi
antara puskesmas dan masyarakat tentang kebutuhan pengembangan asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan.
f. Forum MMD menyusun rencana kegiatan pengembangan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan keterampilan, dukungan sumber daya, pembagian
peran dan tugas dari masing-masing pihak dan masyarakat.
g. Kepala desa/lurah bersama dengan fasilitator puskesmas dan kader
menyusun kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan
diwilayahnya berdasarkan hasil MMD tersebut.
h. Kepala desa mengusulkan anggaran secara terpadu dan mengintegrasikannya
dalam Rencana Kerja Pembangunan (RKP) Desa dalam Musrenbang
kelurahan untuk mendukung pengembangan kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan keterampilan sesuai dengan rencana kegiatan yang
telah disusun berdasarkan kebutuhan dan harapan masyarakat yang
bersumber dana swadaya masyarakat maupun pemerintah melalui APBD
maupun Alokasi Dana Desa (ADD).
i. Kader dan petugas puskemas pembantu/bidan desa/penanggungjawab daerah
binaan puskesmas bersama mitra melakukan penyuluhan dan pembinaan

16 | P a g e
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan kepada keluarga binaan
dan masyarakat.
j. Kader yang sudah mendapatkan orientasi asuhan mandiri dari fasilitator
melakukan pembinaan kepada minimal 5–10 keluarga binaan dan memotivasi
agar setiap keluarga mempunyai minimal 5 (lima) jenis tanaman obat di
rumahnya yang ditata indah.

6. Tingkat Kelompok Asuhan Mandiri


Setiap kelompok asuhan mandiri dalam melakukan kegiatannya harus memenuhi
persyaratan:
a. Aman
Metode dan bahan yang digunakan aman, bermanfaat dan dapat
dipertanggungjawabkan secara empiris.
b. Norma
Mengikuti nilai-nilai budaya, agama dan sosial yang berlaku di masyarakat
setempat.
c. Praktis
Dapat dilakukan sendiri dengan cara sederhana, alat serta bahan yang
digunakan mudah didapat.
d. Partisipasi aktif
Adanya dukungan serta peran serta masyarakat baik berupa tenaga,
sarana, prasarana maupun dana.

Pokok Bahasan 3
C. Pembinaan Asuhan Mandiri
1. Tingkat Pusat
a. Membuat kebijakan yang mendukung pelaksanaan Kegiatan Asuhan Mandiri
(Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria/NSPK).
b. Membentuk Tim Pelatih tingkat provinsi.
c. Melakukan evaluasi pelaksanaan pelatihan asuhan mandiri tingkat provinsi.
d. Melakukan pengawasan terhadap pelatihan asuhan mandiri tingkat provinsi.

2. Tingkat Provinsi
a. Membuat kebijakan daerah dalam pelaksanaan asuhan mandiri di tingkat
provinsi.
b. Membentuk Tim Pelatih tingkat kabupaten/kota.
c. Melakukan evaluasi pelaksanaan pelatihan asuhan mandiri tingkat
kabupaten/kota.
d. Melakukan pengawasan terhadap pelatihan asuhan mandiri tingkat
kabupaten/kota.

3. Tingkat kabupaten/kota
a. Membuat kebijakan daerah dalam pelaksanaan asuhan mandiri di tingkat
kabupaten/kota.
b. Melakukan pelatihan fasilitator asuhan mandiri bagi petugas puskesmas.
c. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan asuhan
mandiri.

17 | P a g e
d. Melakukan evaluasi sejauh mana pembentukan dan pelaksanaan kegiatan
asuhan mandiri.

4. Tingkat Puskesmas
a. Membuat kebijakan di puskesmas terkait pelaksanaan asuhan mandiri.
b. Melakukan orientasi kepada kader.
c. Pendampingan kepada kader yang melaksanakan penyuluhan kepada
kelompok-kelompok masyarakat.
d. Melakukan pembinaan, pengawasan kepada kader dan keluarga binaan dalam
melaksanakan kegiatan di kelompoknya.
e. Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri.

Pokok Bahasan 4
D. Penilaian Kelompok Asuhan Mandiri
Salah satu bentuk pembinaan kelompok Asuhan mandiri adalah Penilaian Kelompok
Asuhan Mandiri yang dilakukan setiap tahun dengan mengacu pada Permenkes
No.9 Tahun 2016 tentang Upaya Pengembangan Kesehatan Tradisional Melalui
Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Keterampilan serta
instrumen penilaian kelompok Asuhan Mandiri.
Dalam penilaian kelompok Asuhan Mandiri ditentukan berdasarkan indikator :
1. Indikator masukan (Input)
a. Kebijakan
1) Adanya kebijakan pemerintah daerah dari tingkat provinsi sampai dengan
tingkat desa yang mendukung terselenggaranya pengelolaan dan
pemanfaatan TOGA di wilayahnya
2) Adanya pedoman-pedoman tentang pengembangan pemanfaatan TOGA
dan Akupresur, buku pedoman yang mendukung asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur.
b. Pembiayaan
1) Adanya pembiayaan dari pemerintah pusat (APBN), provinsi (APBD),
Kabupaten/Kota (APBD) yang mendukung kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan Akupresur
2) Masyarakat dan swasta yang tidak mengikat dalam mendukung kegiatan
pemanfaatan TOGA dan Akupresur bagi kelompok masyarakat di
desa/kelurahan.
c. Ketenagaan
1) Adanya ketersediaan tenaga kesehatan, TP PKK, lintas sektor, dan kader
untuk mendukung program pengembangan Asuhan Mandiri Pemanfaatan
TOGA dan Akupresur
2) Adanya jumlah kader yang telah mendapat orientasi asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan Akupresur
3) Adanya jumlah kader yang mengkoordinir individu di masyarakat/organisasi
masyarakat yang memanfaatkan TOGA dan Akupresur dalam bentuk
asuhan mandiri di lingkungan keluarganya.
d. Kemitraan
Kemitraan dengan institusi pemerintah, swasta dan organisasi lain (LSM,
Ormas) dalam pengelolaan dan pemanfaatan TOGA dan Akupresur
2. Indikator proses

18 | P a g e
a. Perencanaan
Adanya perencanaan (rencana kerja) pengembangan program asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan AKupresur
b. Koordinasi
Adanya kegiatan koordinasi lintas sektor dalam asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur
c. Sosialisasi
Adanya kegiatan sosialisasi oleh petugas dari sektor kesehatan dan sektor lain
dalam pengelolaan dan pemanfaatan TOGA dan Akupresur di kelompok
masyarakat.
d. Orientasi
Adanya orientasi oleh petugas kesehatan dan petugas sektor lain dalam
mendukung pengelolaan dan pemanfaatan TOGA dan Akupresur di kelompok
masyarakat untuk kader
e. Penyuluhan
Adanya penyuluhan kepada kader dalam kelompok masyarakat terhadap
pengelolaan dan pemanfaatan TOGA dan Akupresur oleh petugas kesehatan
dan petugas sektor lain.
f. Pembinaan
Adanya pembinaan dari sektor kesehatan, sektor pertanian, sektor
perdagangan dan perindustrian atau sektor lain dalam pengelolaan dan
pemanfaatan TOGA dan akupresur.

g. Pendampingan
Pendampingan kader oleh petugas kesehatan dan petugas sektor lain dalam
pengelolaan dan pemanfaatan TOGA dan Akupresur.
h. Pencatatan
Adanya kegiatan pencatatan oleh kader dalam pengelolaan dan pemanfaatan
TOGA dan Akupresur.
3. Indikator keluaran (Output)
a. Adanya keluarga (KK) yang memiliki TOGA di kelurahan, desa, serta daerah
terpencil dan sangat terpencil
b. Adanya keluarga (KK) yang memanfaatkan TOGA dan Akupresur untuk asuhan
mandiri kesehatan.
c. Pengetahuan
d. Keterampilan melalui pengamatan
4. Nilai Tambah
a. Adanya kegiatan menggali jenis tanaman obat asli/spesifik daerah setempat
b. Adanya produk hasil pemanfaatan TOGA yang belum pernah ada sebelumnya
c. Adanya teknologi yang digunakan dalam pengembangan dan pemanfaatan
TOGA
d. Adanya pengembangan sistem baru tentang pemanfaatan TOGA

VII. REFERENSI

19 | P a g e
A. PP No. 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional
B. Permenkes Nomor 9 Tahun 2016 tentang Upaya Pengembangan Kesehatan
Tradisional Melalui Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan
Keterampilan
C. Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas
D. Kepmenkes Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019
E. Buku saku 1 Petunjuk Praktis TOGA dan Akupresur

MATERI INTI 1
20 | P a g e
PEMANFAATAN TOGA

I. DESKRIPSI SINGKAT
Indonesia merupakan negara kaya dengan keanekaragaman hayati (A Mega
Biodiversity Country) dimana terdapat lebih kurang 30.000 jenis tanaman yang
tersebar di seluruh tanah air, sekitar 9.600 spesies berkhasiat obat dan kurang lebih
300 spesies digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional oleh industri obat
tradisional. Oleh karena itu keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia merupakan
aset dan sumberdaya yang harus dipelihara dan dikelola untuk dapat menjadi warisan
leluhur dan bermanfaat bagi masyarakat untuk pemeliharaan kesehatan.

TOGA adalah singkatan dari Taman Obat Keluarga berfungsi sebagai penyedia obat
sekaligus berupa taman berestetika yang memenuhi kriteria keindahan
pekarangan.TOGA dapat memenuhi upaya kesehatan preventif (pencegahan penyakit),
promotif (peningkatan derajat kesehatan), kuratif (penyembuhan penyakit) dan
rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Selain itu TOGA juga berfungsi untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga antara lain sebagai sarana untuk (1) memperbaiki status gizi
keluarga, (2) menambah penghasilan keluarga, (3) meningkatkan kesehatan lingkungan
pemukiman, (4) melestarikan tanaman obat dan budaya bangsa. Disamping itu,
kaberadaan TOGA juga berfungsi sebagai upaya pelestarian tanaman obat dari proses
pelangkaan. TOGA pernah dikembangkan diberbagai daerah mulai dari pedesaan
sampai di perkotaan dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman obat yang
tumbuh sesuai spesifikasi daerah masing-masing. Namun demikian keberadaan
TOGAdi daerah masih mempunyai permasalahan dan hambatan, diantaranya
pengelolaan danpemanfaatan TOGA belum berjalan secara optimal. Oleh karena itu
revitalisasi TOGA perlu dilakukan, agar TOGA dapat berkembang secara optimal dan
dimanfaatkan seluas-luasnya oleh masyarakat sebagai bahan ramuan yang berkhasiat
dalam upaya menjaga, meningkatkan dan menanggulangi kesehatan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Umum:
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan pemanfaatan TOGA.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep dasar TOGA
2. Mengenal tanaman obat pada TOGA
3. Melakukan cara budidaya dan pengelolaan pasca panen primer tanaman obat
4. Membuat ramuan untuk asuhan mandiri
5. Melakukan pemanfaatan TOGA dalam asuhan mandiri

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN


A. Konsep Dasar TOGA
1. Pengertian TOGA
2. Fungsi TOGA
3. Manfaat TOGA
4. Sejarah singkat perkembangan TOGA
5. Sasaran dan lokasi TOGA

B. Pengenalan Tanaman Obat pada TOGA

21 | P a g e
1. Jenis-jenis Tanaman Obat
2. Pertelaan Tanaman Obat
3. Kandungan dari Tanaman Obat

C. Budidaya dan Pengelolaan Pascapanen Primer Tanaman Obat


1. Lingkungan Tempat Tumbuh
2. Teknik Budidaya dan Pascapanen (pengolahan primer) Tanaman Obat

D. Cara Pembuatan Ramuan untuk Asuhan Mandiri


1. Hygiene sanitasi
2. Penyiapan Bahan Baku (simplisia) : takaran dan ukuran
3. Penyiapan Alat
4. Cara Pembuatan
5. Cara Penyajian
6. Cara Penyimpanan

E. Pemanfaatan TOGA dalam Asuhan Mandiri


1. Meningkatkan produksi ASI
2. Batuk pilek pada balita
3. Meningkatkan nafsu makan
4. Gatal pada biduran
5. Nyeri haid
6. Susah tidur dan stress
7. Kram otot tungkai bawah/kaki
8. Sakit kepala/pusing
9. Peningkatan daya tahan tubuh
10. Sakit pinggang
11. Mual, muntah dan nyeri ulu hati
12. Sesak nafas/mengi
13. Melancarkan BAB
14. Nyeri sendi
15. Pemulihan setelah sakit

IV. BAHAN BELAJAR


Modul, hand out, PPT, panduan latihan, dan panduan demonstrasi.

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 10 JP @ 45menit, untuk
memudahkan proses pembelajaran dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran
sebagai berikut:

A. Sesi 1 Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulai dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan
yang akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

22 | P a g e
3. Fasilitator melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan
metode curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab.

B. Sesi2 Pembahasan Pokok Bahasan 1: Konsep Dasar TOGA


Penyampaian sub pokok bahasan tentang: pengertian TOGA, fungsi TOGA, manfaat
TOGA, sejarah singkat perkembangan TOGA, serta sasaran dan lokasi TOGA
dengan menggunakan metode tugas baca modul dan ceramah tanya jawab.

Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:


1. Fasilitator menjelaskan tentang pengertian TOGA menggunakan modul dan
bahan tayangan, dengan metode tugas baca modul dan ceramah tanya jawab
dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang fungsi TOGA menggunakan modul dan bahan
tayangan, dengan metode tugas baca modul dan ceramah tanya jawab dan
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
3. Fasilitator menjelaskan tentang manfaat TOGA menggunakan modul dan bahan
tayangan, dengan metode tugas baca modul dan ceramah tanya jawab dan
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
4. Fasilitator menjelaskan tentang sejarah singkat perkembangan TOGA
menggunakan modul dan bahan tayangan, dengan metode tugas baca modul
dan ceramah tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
5. Fasilitator menjelaskan tentang sasaran dan lokasi TOGA menggunakan modul
dan bahan tayangan, dengan metode tugas baca modul dan ceramah tanya
jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.

C. Sesi 3 Pembahasan Pokok Bahasan 2: Pengenalan Tanaman Obat pada TOGA


Penyampaian sub pokok bahasan tentang jenis-jenis tanaman obat, pertelaan
tanaman obat dan kandungan dari tanaman obat dengan menggunakan metode
tugas baca modul, ceramah tanya jawab.

Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:


1. Fasilitator menjelaskan tentang jenis-jenis tanaman obat menggunakan modul,
bahan tayangan, dan film dengan metode tugas baca modul, ceramah tanya
jawab, pemutaran film dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang pertelaan tanaman obat menggunakan modul,
bahan tayangan, dan film dengan metode tugas baca modul, ceramah tanya
jawab, pemutaran film dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
3. Fasilitator menjelaskan tentang kandungan dari tanaman obat menggunakan
modul, bahan tayangan, dan film dengan metode tugas baca modul, ceramah
tanya jawab, dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.

23 | P a g e
D. Sesi 4 Pembahasan Pokok Bahasan 3: Budidaya dan Pengelolaan Pascapanen
Primer Tanaman Obat
Penyampaian sub pokok bahasan tentang: lingkungan tempat tumbuh serta teknik
budidaya dan pascapanen dengan menggunakan metode tugas baca modul,
ceramah tanya jawab dan pemutaran film.

Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:


1. Fasilitator menjelaskan tentang lingkungan tempat tumbuh menggunakan modul,
bahan tayangan, dan film dengan metode tugas baca modul, ceramah tanya
jawab, pemutaran film dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang teknik budidaya dan pascapanen menggunakan
modul, bahan tayangan, dan film dengan metode tugas baca modul, ceramah
tanya jawab, pemutaran film dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.

E. Sesi 5 Pembahasan Pokok Bahasan 4: Cara Pembuatan Ramuan untuk Asuhan


Mandiri
Penyampaian sub pokok bahasan tentang hygiene sanitasi, penyiapan bahan baku
(simplisia), penyiapan alat, cara pembuatan, cara penyajian, dan cara penyimpanan
dengan menggunakan metode tugas baca modul, ceramah tanya jawab, dan latihan.

Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:


1. Fasilitator menjelaskan tentang hygiene sanitasi menggunakan modul, bahan
tayangan, dan panduan latihan dengan metode tugas baca modul, ceramah
tanya jawab, latihan dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang penyiapan bahan baku (simplisia) menggunakan
modul, bahan tayangan, dan panduan latihan dengan metode tugas baca modul,
ceramah tanya jawab, latihan dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
3. Fasilitator menjelaskan tentang penyiapan alat menggunakan modul, bahan
tayangan, dan panduan latihan dengan metode tugas baca modul, ceramah
tanya jawab, latihan dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
4. Fasilitator menjelaskan tentang cara pembuatan menggunakan modul, bahan
tayangan, dan panduan latihan dengan metode tugas baca modul, ceramah
tanya jawab, latihan dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
5. Fasilitator menjelaskan tentang cara penyajian menggunakan modul, bahan
tayangan, dan panduan latihan dengan metode tugas baca modul, ceramah
tanya jawab, latihan dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
6. Fasilitator menjelaskan tentang cara penyimpanan menggunakan modul, bahan
tayangan, dan panduan latihan dengan metode tugas baca modul, ceramah
tanya jawab, latihan dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.

24 | P a g e
F. Sesi 6 Pembahasan Pokok Bahasan 5: Pemanfaatan TOGA dalam Asuhan Mandiri
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut :
Penyampaian pokok bahasan tentang pemanfaatan TOGA dalam asuhan mandiri
dengan menggunakan metode tugas baca modul, ceramah tanya jawab dan latihan
serta mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.

G. Sesi7Kesimpulan dan Penutup


Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut :
Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan materi ini
dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi/umpan balik. Dilanjutkan
dengan memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh peserta.

VI. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1
A. Konsep Dasar TOGA
1. Pengertian TOGA
TOGA adalah sekumpulan tanaman berkhasiat obat untuk kesehatan keluarga
yang ditata menjadi sebuah taman dan memiliki nilai keindahan.TOGA
dimaksudkan agar masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan dengan cara
yang murah, mudah, aman dan nyaman. TOGA selain menjaga kesehatan
masyarakat, juga diharapkan dengan TOGA keindahan lingkungan rumah tangga
dapat tercipta, termasuk mengurangi pengeluaran kebutuhan rumah tangga
sehari-hari. Karena kebutuhan obat, sayur-sayuran dan bumbu masak telah
tersedia di dalam TOGA. Oleh karena itu TOGA diharapkan dapat menunjang
kesehatan, kesejahteraan, keindahan lingkungan, pelestarian tanaman dan
budaya, mengurangi kebutuhan rumah tangga sehari-hari, dan dapat juga sebagai
sumber penyedia bahan baku obat tradisional.

2. Fungsi TOGA
Fungsi TOGA yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai sarana mendekatkan tanaman obat kepada masyarakat untuk upaya
kesehatan mandiri.
b. Sebagai pendayagunaan tanaman obat yang dapat diarahkan untuk upaya
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif).
c. Melestarikan budaya pengobatan tradisional sebagai warisan leluhur dengan
memanfaatkan tanaman yang berkhasiat.

3. Manfaat TOGA
Manfaat TOGA yaitu sebagai berikut:
a. TOGA mempunyai manfaat sebagai upaya kesehatan preventif (pencegahan
penyakit), promotif (peningkatan derajat kesehatan), kuratif (penyembuhan
penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan).
b. TOGA mempunyai manfaat sebagai mendukung menciptakan kesehatan dan
kesejahteraan keluarga antara lain sebagai sarana untuk (1) memperbaiki
status gizi keluarga, (2) menambah penghasilan keluarga, (3) meningkatkan

25 | P a g e
kesehatan lingkungan pemukiman, (4) melestarikan tanaman obat dan budaya
bangsa.

4. Sejarah Singkat Perkembangan TOGA


Reorganisasi Departemen Kesehatan pada tahun 1975 melahirkan terbentuknya
Direktorat Pengawasan Obat Tradisional dibawah Direktorat Jenderal Farmasi,
yang mempunyai tugas dan fungsi menggali, mengembangkan, meningkatkan
dan memanfaatkan obat tradisional yang diproduksi dan diedarkan.

Berdasarkan hasil survei pada tahun 1976-1978 yang dilaksanakan bersamaan


dengan sosialisasi peraturan di bidang obat tradisional di daerah-daerah,
diketahui bahwa pada umumnya masyarakat tidak mengenal dan mulai
melupakan tanaman obat. Tanaman obat seperti kunyit, sereh, lengkuas hanya
digunakan sebagai bumbu dapur.

Keadaan ini memotivasi Direktorat Pengawasan Obat Tradisional untuk


mengenalkan kembali tanaman obat dan khasiatnya dengan harapan dapat
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Sekaligus melanjutkan
gagasan ibu Supardjo Rustam ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah
saat itu yang mengembangkan “Apotik Hidup”, yang merupakan kegiatan
pemanfaatan pekarangan dengan menanam tanaman yang bermanfaat bagi
kesehatan. Dalam perkembangannya “Apotik Hidup“ tidak sesuai dengan
kebijakan kefarmasian, maka disepakati diganti dengan “Taman Obat Keluarga”
yang dikenal dengan “TOGA”. Direktorat ini juga telah menerbitkan buku petunjuk
untuk penyuluhan dengan judul “TOGA” dan Pemanfaatan Tanaman Obat edisi I
sampai dengan III.

Program ini juga dilaksanakan oleh Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat -
Direktorat Jenderal Bina Kesahatan Masyarakat yang merupakan direktorat baru
sejak tahun 1985. Berdasarkan SK Menkes 558 tahun 1984 melalui Subdit Bina
Upaya Kesehatan Tradisional yang bertugas mengembangkan kebijakan upaya
kesehatan tradisional di Indonesia antara lain budidaya TOGA dan
pemanfaatannya, dan juga melakukan pembinaan kepada pengobat tradisional
(Battra).

Penyebarluasan TOGA dilakukan melalui penyuluhan, penataran dan pelatihan


kader hingga diadakan lomba TOGA tingkat nasional. Direktorat Bina Peran Serta
Masyarakat pada tahun 1991 telah menerbitkan buku “Pemanfaatan Tanaman
Obat Untuk Kesehatan Keluarga” edisi pertama yang merupakan pedoman bagi
kader. Buku ini terus diterbitkan sampai edisi ke enam pada tahun 2010 oleh
Subdit yang sama tetapi dibawah Direktorat Bina Upaya Kesehatan Komunitas
dan tentunya telah mengalami revisi dan diterjemahkan dalam Bahasa Inggris
dengan dukungan “WHO SEARO”. Pada edisi ke enam tersebut beberapa bahan
baku (simplisia) tanaman obat keluarga sudah melalui tahap telaah data pra klinik.

5. Sasaran dan Lokasi TOGA


a. Sasaran

26 | P a g e
Perorangan, keluarga, dan kelompok masyarakat, contohnya lingkungan
sekolah, pramuka, karang taruna, asosiasi pengobat tradisional, TP-PKK, desa
siaga.
b. Lokasi
Sesuai namanya TOGA dapat dimulai dari halaman rumah, kebun, ladang,
selain itu dapat dilakukan di halaman sarana umum seperti: sekolah,
puskesmas/rumah sakit, gedung balai desa/kantor kelurahan, gedung
pertemuan dan lahan lain yang dapat dimanfaatkan. Untuk daerah perkotaan,
dimana sulit untuk memiliki rumah dengan halaman atau pekarangan yang
memadai, TOGA dapat dibuat dengan menggunakan pot, poli bag, ember dan
bahan lain yang cocok untuk pot.

Pokok Bahasan 2
B. Pengenalan Tanaman Obat pada TOGA
1. Jenis-jenis Tanaman Obat
Jenis tanaman obat yang banyak ditanam di dalam TOGA secara umum sudah
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Penamaan jenis tanaman obat dengan
menyertakan nama ilmiah (latin) selain nama nasional dan nama lokal
dimaksudkan agar antara tanaman obat yang satu dengan lainnya tidak tertukar.
Nama contoh jenis tanaman obat yang dapat ditanam di dalam TOGA dapat
dilihat di Tabel Lampiran 1.

2. Pertelaan Tanaman Obat


Pertelaan tanaman obat adalah menerangkan atau menyebutkan ciri-ciri
morfologi bagian tanaman seperti batang,daun, bunga, buah dan biji dari setiap
jenis tanaman obat. Hal ini penting untuk diketahui, karena dengan menyebutkan
ciri-ciri tersebut sehingga antara bagian tanaman yang satu terhadap bagian
tanaman dari jenis tanaman obat lainnya tidak tertukar.
Contoh berdasarkan penampang batang yaitu bulat dan pipih. Berdasarkan
bentuk daun, dibedakan berbentuk bulat, berbangun perisai, lonjong, jorong, dan
lanset. Bentuk pangkal daun yang berlekuk (berbentuk jantung, ginjal) dan tidak
berlekuk (bulat telur, segi tiga, belah ketupat). Berdasarkan tulang daun,
menyirip, menjari, melengkung, dan lurus/sejajar.

Berdasarkan letak bunga dibedakan menjadi bunga terminal bila letaknya di ujung
cabang atau ujung batang; dan bunga aksiler apabila bunga terletak di ketiak
daun. Bentuk dasar bunga yang biasa dijumpai adalah bentuk rata, kerucut,
cawan, dan mangkuk.

Buah dibedakan buah semu dan buah asli, berbuah buni dan batu. Biji
mempunyai bentuk yang bermacam-macam, misalnya menyudut, ginjal, bulat,
memanjang, bulat telur dan lain-lain. Tanaman obat berumah satu dan berumah
dua. Tanaman obat mempunyai biji monokotil dan dikotil, tanaman obat berakar
serabut dan tunggang. Tanaman obat penghasil umbi, rimpang, akar (radix),
daun, kulit batang, bunga, buah dan biji.

3. Kandungan dari Tanaman Obat

27 | P a g e
Kandungan bahan kimia berkhasiat obat diharapkan dapat sebagai pedoman
pemanfaatan dalam pelayanan kesehatan masyarakat (Tabel Lampiran).
Kandungan bahan kimia di dalam tanaman obat banyak macamnya. Secara garis
besar kandungan berkhasiat di dalam tanaman obat dibagi dua, yaitu
metabolit/senyawa primer yang merupakan hasil fotosintesis seperti
gula/karbohidrat beserta turunannya dan metabolit/senyawa sekunder yang
merupakan perombakan hasil fotosintesis. Metabolit sekunder dikelompokkan
berdasarkan struktur, jalur biosintesis, atau jenis tanaman. Kelompok terbesar
adalah senyawa alkaloid, terpenoid, dan senyawa fenolik. Contoh:
 Karbohidrat : Pati pada temu-temuan
 Glikosida: saponin pada kumis kucing (untuk diuretik), Digitoxin pada Digitalis
purpurea (obat Jantung), antraquinon glikosida pada Lidah buaya (pencahar)
 Lemak/asam lemak : asam lemak esensial pada Buah Merah (antibodi/anti
virus); asam laurat, stearat dan oleat pada minyak kelapa, trimiristin pada pala
Papua (kosmetik/pemutih)
 Minyak atsiri/Volatile oils : minyak atsiri temulawak untuk meningkatkan nafsu
makan, pepermint pada mentha (karminatif, flavor); minyak melati,
kenanga/ylang-ylang, cendana (parfumeri); miristisin pala Banda (sedatif)
 Resin : Oleoresin pada lada, cabe jawa, jahe (karminatif, antiseptik)
 Alkaloid : piperine pada Lada, Cabe Jawa (aktivitas antibakteri, melancarkan
peredaran darah/Vasodilator)
 Flavonoid: berfungsi sebagai antioksidan (promotif untuk kesehatan), terdapat
pada buah, daun, biji-bijian (sereal)
 Katekin: pada daun (teh, gambir)
 Antosianin: Buah dan daun berwarna
 Sinensetin: pada daun (kumis kucing)
 Protein/Asam amino: klorofil pada cincau rambat dan cincau batang,protein
pada daun Katuk (laksatif/ASI), daun kelur
 Ensim: Papain pada Pepaya, pengurai protein
 Vitamin : Vitamin C pada buah Merah, jeruk, buah jambu batu (Antioksidan)

Pemanfaatan tanaman obat berdasarkan fungsinya dapat digolongkan sebagai


berikut:
 Anti degeneratif, contoh Sambiloto, Mengkudu,Kumis kucing, Jahe, Kunyit,
dll;
 Imunitas, contoh Pegagan, Meniran,Temulawak, Lidah Buaya, Mahkota
Dewa, Buah Merah,dll;
 Anti disfungsi seksual, contoh Cabe Jawa, Pasak Bumi, Kayu Rapat, Tabat
Barito, Purwoceng, Sanrego, dll;
 Perawatan tubuh, contoh Aromaterapi, Parfum (Minyak essensial/atsiri)
seperti Nilam, Akar wangi, Seraiwangi, Kenanga/Ylang-ylang, Mawar,
Melati, Mentha/mint, Cendana, dll; Kosmetik misalnya Temu giring,Kunyit,
Kencur dan bengkuang (UV-protection), Kemuning, Melati, Mengkudu
(Shampo), Daun mangkokan, dll.

Selain fungsi-fungsi di atas, tanaman obat pada TOGA dalam pemakaian sehari-
hari juga digunakan sebagai bumbu/rempah dapur, misalnya: daun salam, serei,
kunyit, seledri, bawang daun; kulit kayumanis; biji adas, kapolaga, cengkeh, pala,

28 | P a g e
lada; buah asam jawa, belimbing wuluh, jeruk nipis; rimpang temu-temuan seperti
jahe, kunyit, kencur, lengkuas, dll.

Mengetahui kandungan bahan kimia atau bioaktif di dalam tanaman yang


digunakan dalam TOGA sangat penting agar tidak terjadi kesalahan
pemanfaatannya sehingga dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan,
karena ada beberapa tanaman obat yang berefek racun pada bagian tanaman
tertentu. Efek yang ditimbulkan oleh tanaman berbahaya antara lain: gangguan
pada kulit (reaksi alergi), gangguan system gastro-enterik (iritasi mukut, lambung),
diare, gangguan system syaraf pusat (halusinasi, depresi, kejang-kejang),
gangguan fungsi hati, dll.

Contoh mahkota dewa, daun, batang, dan buah nya mengandung phalerin, gallic
acid, flavanoid, saponin, polyphenol, yang berfungsi sebagai anticancer, pericarp
mengandung phalerin sebagai antidiabet, antibakteri dan anti jamur, tetapi bijinya
mengandung Des-acetyl fevicordin A dan turunannya yang bersifat toksik
(beracun).
Tanaman berkhasiat obat lainnya yang perlu diwaspadai adalah kecubung (obat
asma, reumatik, sakit pinggang, nyeri haid), bijinya mengandung scopolamine
yang bersifat narkose/halusinogen, demikian juga dengan bunga nusa indah,
tanaman khat/teh arab (Catha sp.), yang biasanya digunakan untuk meringankan
gangguan asam urat. Tanaman beracun yang berakibat fatal/mematikan antara
lain kandungan ricin pada biji jarak pagar, oleh karena itu jarak pagar hanya boelh
digunakan untuk penggunaan luar, tidak untuk oral; Daun saga berfungsi sebagai
obat sariawan, tetapi bijinya mengandung abrin yang bersifat toksik memberikan
efek halusinogen, gagal ginjal, dehidrasi dan berujung mematikan; biji mimba
mengandung azadirachtin yang memberikan efek mual dan pusing.

Pokok Bahasan 3
C. Budidaya dan Pengelolaan Pascapanen Primer Tanaman Obat
1. Lingkungan Tempat Tumbuh
Lingkungan tumbuh tanaman mempengaruhi terhadap bahan baku yang
dihasilkan baik dilihat dari kuantitas dan kualitas. Setiap jenis tanaman
mempunyai tingkat toleransi yang berbeda terhadap kondisi lingkungan
tumbuhnya. Faktor lingkungan tumbuh yang optimal pada setiap jenis tanaman
akan mempunyai dampak yang optimal terhadap tingkat produktivitas, terutama
kandungan bahan aktif dari tanaman tersebut dan mutu yang dihasilkan.
Tanaman obat yang akan ditanam dalam TOGA harus disesuaikan dengan
lingkungan tumbuhnya (tabel).

Faktor lingkungan tumbuh yang banyak berpengaruh dan saling berkaitan


terhadap produktivitas dan mutu tanaman obat antara lain adalah ketinggian
tempat, curah hujan, tingkat naungan (intensitas cahaya), dan jenis/tingkat
kesuburan tanah.

a. Ketinggian Tempat
Penyebaran tanaman obat di Indonesia dimulai dari daerah pantai dengan
kondisi tanah kering berpasir, berbatu, tanah regosol berpasir hingga

29 | P a g e
ketinggian 4.000 mdpl (Tabel Lampiran). Banyak ditemukan jenis-jenis
tanaman obat pada setiap lingkungan tumbuh tersebut. Ketinggian tempat
berkaitan erat dengan suhu udara & suhu tanah, dan aktivitas fotosintesis.
Setiap jenis tanaman mempunyai toleransi yang berbeda terhadap kondisi
tersebut. Kita tidak dapat memaksakan suatu jenis tanaman ditanam pada
bukan lingkungan tumbuhnya, kita cukup memilih tanaman obat yang
dikehendaki untuk membentuk TOGA pada lokasi budidaya yang sesuai
lingkungan tumbuhnya.

Sebagai contoh tanaman obat kayu angin, adas, purwoceng hanya dapat
tumbuh di ketinggian tempat di atas 1.000 mdpl, jangan paksakan untuk
ditumbuhkan di bawah ketinggian tempat 500 mdpl. Ketinggian tempat
berkaitan erat dengan suhu udara, tanaman jahe tumbuh optimum pada suhu
25-300C, suhu di atas 350C daun akan hangus dan mengering. Sehingga jahe
tumbuh baik di ketinggian 300-900 mdpl, sedangkan kencur dan lidah buaya
tumbuh baik di dataran rendah. Tanaman merupakan mesin biologis,
kemampuan produksinya diatur dan disesuaikan dengan struktur sel, jaringan
dan organnya yang telah terbentuk sesuai dengan lingkungan tumbuhnya,
termasuk kesesuaian terhadap suhu lingkungan yang dipengaruhi oleh
ketinggian tempat.

b. Curah Hujan
Jumlah curah hujan menggambarkan keberadaan air sebagai penopang
kehidupan tanaman. Tanaman tidak dapat tumbuh tanpa air, terlihat bahwa
jaringan tanaman sebagian besar adalah air, lebih kurang 95% kandungan
airnya. Sehingga tanaman yang kekurangan air dapat menghambat
pertumbuhan dan menurunkan produktivitas tanaman.

Tanaman obat sebagian besar tumbuh liar, di semak-semak, di padang


rumput, di pematang sebagai gulma, adaptasinya terhadap kekurangan air
kadang-kadang lebih besar. Tanaman obat jahe, kencur, kumis- kucing,
tempuyung, katuk, hampir sumuanya di tanam pada lahan tegalan, tadah
hujan.

Tanaman obat jahe dan temu-temuan lainnya memerlukan bulan basah 7-9
bulan, namun masih dapat tumbuh baik di iklim yang mempunyai bulan basah
diatas 9 bulan menurut Oldeman (1975). Tumbuhan herba seperti kumis
kucing, tapak dara, tempuyung tumbuh baik pada tipe iklim dengan bulan
basah 7–9 hingga bulan basah hanya 5-6 bulan. Untuk tanaman cabe jamu
dan kemukus termasuk tanaman yang dapat tumbuh di daerah kering pada
tipe iklim dengan bulan basah 4–6 bulan.

Berdasarkan hasil penelitian, pada tanaman umbi, dalam kondisi kekurangan


air justru kandungan zat aktif berkhasiat obatnya meningkat, walaupun terjadi
penurunan produktivitas herbanya, contohnya pada tanaman pegagan dan
pada tanaman tempuyung (Rahardjo et al., 2000). Untuk itu disarankan
upaya peningkatan mutu kandungan zat berkhasiat pada tanaman obat
penghasil herba,penanamannya diarahkan ke daerah tipe iklim kering dengan
bulan basah 5–6 bulan, bahkan sampai ke daerah sangat kering dengan
bulan basah 3–4 bulan. Atau dapat juga TO dikembangkan pada tipe iklim
basah dengan bulan basah antara 7–9 bulan, akan tetapi waktu panennya

30 | P a g e
dilakukan pada musim kemarau, atau pada saat tanaman menjelang
berbunga.

c. Tingkat Naungan
Semua tanaman obat memerlukan sinar matahari untuk aktivitas
fotosintesisnya, walaupun setiap jenis tanaman mempunyai toleransi yang
berbeda. Berlaku hampir untuk semua tanaman, apabila jumlah sinar yang
diterima berkurang sampai pada tingkat tertentu maka produktivitas dan
mutunya menurun. Banyak jenis-jenis tanaman obat yang dapat tumbuh di
bawah tegakan kayu atau tanaman keras, biasanya TO ini termasuk tanaman
jenis perdu, herba dan sebagai gulma.

Budidaya tanaman obat juga sering dilakukan dengan cara tumpang sari.
Contohnya TO tempuyung ditanam bersamaan dengan tanaman lain yang
lebih tinggi, hingga tingkat naungannya mencapi 50%. Sehingga untuk
tanaman tertentu masih layak ditanam di bawah tegakan hingga ternaungi
50% atau ditumpangsarikan dengan tanaman lain yang lebih tinggi.

Tanaman jahe gajah masih toleran mendapat naungan sampai 25%, sedang
untuk jahe emprit dan merah mampu ternaungi hingga 40% (Januwati dan
Yusron, 2002). Sedangkan tanaman pegagan masih mampu ternaungi hingga
55% dan mutunya akan menurun setelah mendapat naungan 75%.
Pembentukan TOGA dapat memadukan antara satu jenis tanaman yang
berbatang tinggi dengan tanaman obat lainnya yang berbatang pendek atau
menjalar. Sehingga terbentuklah TOGA yang serasi dan berestetika.
d. Jenis dan Tingkat Kesuburan Tanah
Jenis dan tingkat kesuburan tanah merupakan salah satu faktor penentu
terhadap tingkat produktivitas dan mutu tanaman obat. Tanaman obat
penghasil rimpang dari famili Zingiberaceae (jahe, kencur, temu putih, dan
temu-temuan lainnya) dan penghasil umbi dari famili Umbiliferae (purwoceng)
memerlukan tanah yang gembur disamping subur. Budidaya tanaman obat
pada famili ini memerlukan bahan organik relatif tinggi.

Untuk pembentukan rimpang dan umbi diperlukan tanah yang gembur, fraksi
pasirnya cenderung lebih tinggi atau seimbang dibandingkan fraksi liatnya.
Kebutuhan bahan organik yang relatif tinggi selain untuk menjaga
kelembaban, suhu, aerasi tanah, juga diperlukan untuk meningkatkan
kesuburan tanah. Perkembangan rimpang dan umbi perlu kelembaban dan
suhu yang stabil dan aerasi tanah yang baik.

Selain penghasil rimpang dan umbi, terdapat tanaman obat penghasil daun
(jambu bijidan daun ungu), herba (batang, ranting & daun) contohnya kumis
kucing, tempuyung, sambiloto,TO menghasilkan kulit kayu (kina), biji (adas),
buah (mengkudu). Kebutuhan adaptasi TO jenis tersebut terhadap media
tumbuh (jenis tanah) relatif lebih luas, dari kondisi tanah yang gembur hingga
tanah yang relatif agak berlempung, dapat tumbuh pada jenis tanah yang
kandungan liatnya relatif lebih tinggi dibandingkan kandungan pasirnya.

Untuk memenuhi kebutuhan hara yang seimbang dan optimal, perlu upaya
pemupukan. Pada akhir-akhir ini muncul pertanian organik untuk memperoleh
produk yang higienis dan menghindari pencemaran lingkungan. Budidaya
tanaman obat pada umumnya tidak perlu menggunakan pupuk anorganik dan
penggunaan pestisida sintetik.

31 | P a g e
Tanah sebagai media tumbuh, penyedia hara tanaman, kadang-kadang di
lain pihak juga penyedia zat-zat yang tidak diinginkan. Beberapa daerah-
daerah tertentu kandungan logam beratnya cukup tinggi, sebagai contoh
pada lokasi penambangan timah dan emas. Tanaman obat yang ditanam
pada lokasi tersebut kandungan logam beratnya akan tinggi, sehingga
sebagai bahan baku obat tidak boleh dipergunakan. Lokasi penanaman
tanaman obat yang mempunyai potensi tercemar logam berat juga terjadi
pada area yang dekat dengan jalan raya yang padat kendaraan. Sisa
pembakaran dari kendaraan dapat mencemari tanaman obat sekitarnya,
terutama yang terkandung di dalam daun. Sehingga hindarilah budidaya
tanaman obat pada lokasi tersebut. Lingkungan tumbuh tercantum pada
Tabel Lampiran.

e. Penataan TOGA
Dalam pengembangan TOGA perlu diperhatikan penataan dari berbagai
tanaman yang akan ditanam, sehingga terlihat serasi, indah dan bernilai
estetika sebagai taman. Penataan dalam penanaman tanaman obat dapat
didasarkan pada :
1) Fisik tanaman (tanaman yang tumbuh tinggi, sedang dan rendah);
2) Warna daun (hijau, ungu, kuning, merah);
3) Bentuk daun (besar, kecil, bulat dan panjang);
4) Khasiatnya (sebagai obat batuk, obat pilek, obat diare dan sebagainya);
Kegunaan lainnya (sebagai bumbu masak, sayuran dan lalapan); Penataan
TOGA dapat dipadukan dengan tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman
hias bahkan tanaman perkebunan yang mempunyai fungsi sebagai obat.

2. Teknik Budidaya dan Pascapanen


Teknik budidaya meliputi beberapa urutan kegiatan:
a. Penyiapan Lahan/tempat untuk menanam
Penyiapan lahan/tempat untuk budidaya adalah rangkaian kegiatan mulai dari
membersihkan lahan/tempat budidaya dari bebatuan, gulma dan sisa-sisa
tanaman lain dengan sampai lahan siap tanam. Sebelum lahan disiapkan,
perlu ditetapkan lokasi dimana kita akan melakukan budidaya. Tujuannya
adalah untuk mendapatkan lokasi yang cocok untuk budidaya tanaman obat
yang sesuai dengan karakteristik komoditi dimana nantinya akan
mempengaruhi teknik dan cara budidaya tanaman obat untuk menghasilkan
produksi dan mutu yang optimal. Luas lahan yang digunakan untuk budidaya
tanaman obat mempengaruhicara bertanam/budidaya. Pada lahan yang
cukup luas, budidaya dapat dilakukan langsung di lahan/tanah tanpa
menggunakan pot. Sedangkan pada lahan yang terbatas/sempit seperti di
perkotaan, budidaya menggunakan pot menjadi pilihan masyarakat. Pot yang
dapat dipergunakan antara lain pot plastik, kaleng bekas, pot terbuat dari
tanah liat, polibag, pot terbuat dari bambu dan karung plastik. Ukuran besar
kecilnya pot dipilih berdasarkan jenis dan tinggi rendahnya tanaman yang
akan ditanam.

Berikut adalah kegiatan penyiapan lahan/tempat untuk budidaya tanaman


obat:

32 | P a g e
1) Menyiapkan media tanam di pot (untuk budidaya di dalam pot). Media
tanam dibuat dari tanah yang gembur yang dicampur dengan kompos
atau pupuk kandang (kotoran sapi atau kotoran kambing). Perbandingan
tanah dan kompos (pupuk kandang) adalah 1:1 atau 2:1 atau 3:1, media
diaduk hingga merata. Pada dasar pot dapat dimasukkan batu kerikil
sehingga pada saat hujan (kelebihan air) dapat dicegah karena kelebihan
air dapat menghambat pertumbuhan akar.
2) Menyediakan media tanam di lahan/tanah pekarangan atau halaman.
3) Lahan dibersih dari bebatuan, gulma dan sisa-sisa tanaman lain;
a) Lahan digemburkan (diolah) dengan menggunakan cangkul atau
garpu dengan tujuan untuk memudahkanakar tanaman tumbuh
danberkembang, dan dapat menyimpan udara serta air tanah secara
maksimal.
b) Membuat saluran pembuangan air di sekitar lahan sehingga tanaman
tidak tergenang air diwaktu musim hujan.
c) Membuat lubang tanam dengan ukuran lubang tanam disesuaikan
dengan jenis tanaman.
d) Untuk tanaman tahunan seperti kelapa, kedaung, pepaya, kayu putih,
delima, jambu biji, mahkota dewa, jati belanda, belimbing ukuran
lubang tanam 30cmx30cmx30cm atau 40cmx40cmx40cm.
e) Untuk tanaman semusim/perdu seperti sambiloto, kumis kucing, daun
dewa, tomat, jahe, kencur, kunyit ukuran lobang tanam
20cmx20cmx20 cm.
f) Jarak antar lubang tanam disesuaikan dengan jenis tanaman, tidak
terlalu rapat atau jarang.
g) Lubang dibiarkan terbuka selama ±7 hari dan dibiarkan kena sinar
matahari untuk membuang racun di dalam tanah dan mengaktifkan
mikroba tanah sebagai sumber makanan tanaman.
h) Tanah bekas galian dicampur dengan kompos/pupuk kandang dengan
perbandingan tanah 3:1 atau 2:1, disesuaikan dengan kesuburan
lahan. Media tanam siap untuk digunakan.

b. Penyiapan Benih
Penyiapan benih adalah proses dimana tanaman induk disiapkan untuk
mendapatkan benih yang baik dan siap tanam. Selanjutnya dilakukan
pembibitan/persemaian benihuntuk menumbuhkan bahan tanaman berupa
biji, setek, rimpang, cangkokan, serpihan anakan, dan umbi sebelum
dipindahkan ke dalam pot atau lahan tempat tanaman ditanam (di lapang).
Benih tanaman dapat diperbanyak dengan cara vegetatif maupun generatif,
yaitu :
1) Biji, seperti saga.
2) Stek seperti kumis kucing, cabe jawa, sambung nyawa, keji beling, sirih,
beluntas.
3) Rimpang, seperti jahe, temu-temuan, kencur, kunyit, lengkuas.
4) Cangkok, seperti delima, mengkudu.
5) Anakan, seperti daun dewa, bidara upas.

33 | P a g e
Benih yang berasal dari biji, harus dibuat persemaian lebih dahulu, bisa
menggunakan pot plastik maupun polybag, ukuran disesuaikan. Benih yang
berkulit keras, misalnya biji saga sebelum disemai, direndam air selama satu
malam atau dirusak kulit bijinya terlebih dahulu agar dapat cepat tumbuh.

Membuat persemaian dengan polybag atau pot :


1) Polybag diisi dengan campuran tanah gembur dengan kompos atau
pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 atau 2:1.
2) Disiram sampai basah.
3) Biji dibenamkan sedalam 1-3 cm, ditutup dengan tanah kompos tipis-tipis
atau bahan stek sedalam ±5cm, jaga jangan sampai bergoyang.
4) Letakkan di tempat yang teduh dan lembab, tidak terkena sinar matahari
langsung.
5) Disiram pagi dan sore atau sesuai kebutuhan untuk menjaga media
tanam tetap lembab/basah.
6) Benih dapat dipindahkan ke lahan setelah 1- 2 bulan dipersemaian atau
tumbuhnya daun 3-4 lembar

c. Penanaman
Penanaman adalah proses meletakkan benih ke dalam lubang tanam atau
alur yang sudah disiapkan sesuai jarak tanam. Tujuannya adalah agar benih
dapat tumbuh dengan baik dan seragam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat penanaman tanaman obat di
lahan luas/hamparan adalah:
1) Benih yang telah siap tanam, dapat langsung di tanam di lahan yang telah
disiapkan, sebelumnya maka media tanam disiram air terlebih dahulu.
2) Melakukan penanaman pada awal musim penghujan;
3) Waktu penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari sehingga dapat
terhindar dari sengatan terik sinar matahari dan juga mengurangi
pengupan pada tanaman yang baru saja ditanam;
4) Sebelum penanaman dilakukan, media tanam dilembabkan terlebih
dahulu dengan cara disiram air;
5) Untuk penanaman di dalam pot, benih yang sudah tumbuh di persemaian
dapat ditanam langsung di dalam pot yang sudah berisi media tanam;
6) Untuk penanaman di lahan/tanah pekarangan atau halaman dilakukan
dengan cara mengeluarkan bibit dari polibag ke dalam lobang tanam yang
telah disiapkan dengan jarak tanam yang sudah ditentukan;
7) Untuk penanaman dengan menggunakan rimpang, maka benih harus
dalam posisi rebah dan tunas menghadap ke atas;
8) Memadatkan tanah di sekitar benih agar tanaman kokoh.

d. Pemupukan
Pemupukan adalah pemberian unsur hara berupa pupuk organik dan
anorganik ke tanaman dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara
yang diperlukan sehingga tanaman dapat tumbuh optimal dan berproduksi
maksimal. Pemupukan dapat dilakukan 1 bulan setelah ditanam, dan dapat
diulang setiap 2 bulan sekali. Waktu pelaksanaan pemupukan, dikondisikan

34 | P a g e
media tanam dalam keadaan lembab, atau segera disiram setelah perlakuan
pemupukan. Pupuk yang diberikan adalah pupuk organik (pupuk kandang
dari kotoran sapi, kerbau, kambing) atau kompos yang bermutu baik dengan
ciri tidak berbau menyengat, remah, tidak membawa gulma dan hama
maupun penyakit. Pemberian pupuk organik pada setiap tanaman atau pot
dengan dosis sekitar 0,5-1 kg.

e. Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang mencakup kegiatan
penyulaman, penyiangan, penyiraman/pengairan, penggemburan,
pembumbunan, dan pengairan dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh,
berproduksi dan memiliki khasiat secara maksimal. Kegiatan pemeliharaan
tanaman meliputi:
1) Penyulaman pada umur satu bulan setelah tanam dengan menggunakan
benih/bibit yang telah disiapkan dengan umur yang sama;
2) Penyiangan merupakan kegiatan membuang gulma (rumput) yang tidak
ada manfaatnya, karena dapat menjadi saingan dalam penggunaan
pupuk, air dan sinar matahari. Penyiangan dilakukan sesuai dengan
kondisi gulma. Usahakan pada umur 3-6 bulan tanaman bebas dari
gulma, setelah berumur 6 bulan dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
Penyiangan dilakukan dengan mekanis/manual, tidak boleh
menggunakan herbisida. Untuk tanaman yang berumur 4 bulan,
penyiangan dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak akar tanaman
dan mencegah masuknya penyakit;
3) Penyiraman dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan
iklimnya;
4) Penggemburan tanah merupakan kegiatan menggemburkan tanah agar
akar tanaman dapat tumbuh lebih baik.
5) Pembumbunan dilakukan setiap bulan, mulai umur 2 bulan dan bisa
dilakukan bersamaan dengan penyiangan;
6) Pengairan/penyiraman merupakan penyiraman air biasanya dilakukan
pada musim kemarau, sesuai kebutuhan atau apabila tanaman terlihat
daunnya mulai layu. Saluran pembuangan air (parit) disekitar lahan
diperbarui secara berkala agar air hujan mudah mengalirnya ke saluran
pembuangan. Penyiraman dilakukan sore hari atau sesuai kebutuhan
apabila terlihat tanaman layu. Saluran pembuangan air disekitar lahan
diperbaharui secara berkala agar air hujan tidak menggenang atau
mengalir dengan lancer ke saluran pembuangan. Perlu diperhatikan pola
saluran pembuangan pada media tanam. Apabila menggunakan media
tanam dalam pot, perlu dilakukan penggantian media tanam setiap 6
(enam) bulan sekali agar kesuburan tanah tetap terjaga.

f. Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)


Pengelolaan OPT adalah tindakan pengendalian yang dilakukan untuk
mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh OPT
dengan cara memadukan satu atau lebih teknik pengendalian yang
dipadukan dalam satu kesatuan. Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko

35 | P a g e
kehilangan hasil dan meningkatkan mutu serta menjaga kelestarian
lingkungan.
1) Pemberantas serangan hama dan penyakit dilakukan dengan cara
penyemprotan menggunakan pestisida hayati berupa larutan daun
tembakau atau mimba, dan secara mekanik dengan mencabut bagian
atau seluruh tanaman yang terkena penyakit kemudian membakar serta
memungut dan membunuhnya hama yang menyerangnya.
2) Pencegahan serangan hama dan penyakit dapat juga dilakukan dengan
membersihkan rumput/gulma serta membuang tanaman yang kering/mati
terserang penyakit agar tidak menular ke tanaman lain yang sehat.

g. Panen
Pemanenan adalah kegiatan pengambilan hasil dengan cara membongkar
atau mencabut dengan menggunakan tangan, garpu dan atau cangkul.
Tanaman obat harus dipanen pada saat yang tepat, agar kadar zat berkhasiat
dalam tanaman cukup tinggi, sehingga obat yang dihasilkan lebih bermanfaat.
Pada umumnya zat berkhasiat kadarnya optimal apabila tanaman dipanen
menjelang atau awal tanaman berbunga, tidak dipanen pada waktu hujan,
dan sebaiknya dipanen di waktu sore hari atau pada saat yang tepat.
Cara panen yang terbaik adalah:
1) Panen buah, diambil buah yang sudah mencapai masak, ditandai dengan
perubahan warna dari hijau menjadi kekuningan, kecoklatan, atau
kemerahan.
2) Panen daun, diambil daun yang sudah tumbuh sempurna, maksimal
ukurannya, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, biasanya daun urutan
ke 2–3 dan seterusnya dari daun pucuk. Daun diambil dari
batang/cabang yang menerima sinar matahari langsung.
3) Panen pucuk, diambil daun yang terletak pada ujung cabang/ranting dan
warnanya lebih muda dibandingkan dari warna daun tua.
4) Panen rimpang, diambil dari tanaman yang sudah mengering batang dan
daunnya karena umurnya sudah cukup, biasanya dilakukan pada musim
kering/kemarau.
5) Panen kulit batang, diambil pada saat tanaman cukup umur dan
dilakukan pada awal/ permulaan musim kemarau.
6) Panen biji, diambil dari buah yang tua atau kering atau juga buah yang
pecah.

h. Pascapanen
Pascapanen adalah tindakan yang dilakukan setelah panen, mulai dari
seleksi, pencucian, penirisan, perajangan, pengeringan,
pengemasan/penyimpanan dan pelabelan. Tujuannya adalah untuk
menghasilkan produk, berkualitas dengan mempertahanan kandungan bahan
aktif yang memenuhi standar mutu secara konsisten. Kegiatan pascapanen
mencakup pengolahan bahan hasil panen menjadi bahan baku obat atau
pengolahan pascapanen primer. Selain diproses langsung menjadi jamu atau
keperluan lain, hasil panen dapat diolah menjadi simplisia, sehingga dapat
disimpan lebih lama. Tahapan pengolahan pasca panen primer menjadi
simplisia meliputi :

36 | P a g e
1) Menyeleksi hasil panen dari campuran benda lain dan jenis tanaman lain
dan rumput.
2) Mencuci menggunakan air bersih, membuang kotoran dan bagian yang
rusak (busuk).
3) Mentiriskan agar air bekas cucian hilang.
4) Merajang/mengiris rimpang dan buah, tebal irisan antara 2–5 mm.
5) Mengeringkan daun, pucuk, kulit batang dan biji di bawah sinar matahari,
sampai cukup kering. Untuk menghasilkan bahan baku (simplisia) yang
berkualitas tinggi, pada waktu pengeringan bahan yang dikeringkan
ditutupi menggunakan kain hitam, agar tidak terkena sinar matahari
secara langsung.
6) Setelah diiris bahan tersebut dikeringkan di bawah sinar matahari, sampai
kering. Tanda bahwa sudah cukup kering adalah apabila bahan yang
dikeringkan menunjukkan mudah dipatahkan. Untuk menghasilkan bahan
baku (simplisia) yang berkualitas tinggi, pada waktu pengeringan bahan
yang dikeringkan menggunakan tutup kain hitam.
7) Pengemasan/penyimpanan simplisia yang sudah kering dapat disimpan
di dalam botol yang berwarna gelap, dalam jumlah besar bisa
menggunakan kantong plastik kedap udara atau box plastik agar simplisia
tidak lembab dan diberi label.

Pokok Bahasan 4
Cara pembuatan ramuan untuk asuhan mandiri
1. Hygiene sanitasi
Cara meramu adalah sebuah pekerjaan yang menggunakan tangan dan alat ketika
mencampurkan bahan-bahan yang berasal dari tanaman obat.Sehingga diperlukan
hygiene sanitasi terhadap bahan ramuan dan peralatan yang digunakan serta
peramunya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum membuat ramuan :
a. Bahan Ramuan
- Cuci bersih seluruh bahan ramuan dengan air bersih dan mengalir
- Tiriskan bahan ramuan dengan wadah yang bersih
- Rajang bahan ramuan sesuai kebutuhan
b. Peralatan
- Peralatan yang digunakan harus bersih dan kering
- Gunakan peralatan sesuai dengan fungsinya
- Cuci bersih dan keringkan peralatan setelah digunakan
- Simpan di dalam lemari perkakas
c. Peramu
- Kondisi fisik peramu harus dalam keadaan sehat
- Cuci tangan dengan cara yang benar sebelum meramu
- Gunakan masker, tutup kepala dan celemek
- Selalu cuci tangan setiap penggantian tahapan proses pembuatan ramuan

2. Penyiapan Bahan Baku (Simplisia) : Takaran dan Ukuran


Yang dimaksud bahan ramuan adalahbahan yang digunakan dalam bentuk
simplisiasegar atau kering.Sebelum membuat ramuan harus dipastikan bahwa tidak
menggunakan tanaman yang salah, dapat memberikan efek yang tidak diinginkan atau

37 | P a g e
keracunan.Memilih bahan ramuan dari akar, rimpang, umbi, kulit batang, batang kayu,
daun, bunga, buah atau seluruh tanaman (herba) harus perhatikan, yang dipilih adalah :
a. Berwarna cerah.
b. Yang telah tua/masak sempurna dan dalam keadaan segar, buah tidak keriput. Kulit
batang tidak retak.
c. Pilih yang masih utuh dan tidak rusak oleh serangan ulat atau hama dan penyakit
tanaman lainnya.
d. Tidak terserang hama dan yang tidak bercendawan atau berjamur atau akar yang
berlumut.
e. Tidak memilih buah, daun bunga, kulit umbi yang telah berubah warna atau layu.

Ukuran dan takaran, menggunakan alat ukur dan takaran yang sudah dikenal luas oleh
masyarakat, seperti :

Ukuran dan takaran yang digunakan adalah yang biasa dikenal olehmasyarakat,
seperti :
 Gelas  Gelas belimbing, 1 gelas = 200 cc
 Cangkir  Cangkir teh, 1 cangkir = 100 cc
 Sendok  Sendok makan, 1 sendok = 15 cc
 Genggam  1 genggam tangan penderita
 Jari Tangan  1 Jari = ukuran panjang 1 telunjuk penderita.
 Ibu Jari  Sebesar ibu jari jempol penderita
 Helai  Lembar, satuan ukuran daun yang lebar seperti daun
pepaya, dadap serep
 Pelepah  1 pelepah tanaman lidah buaya yang panjangnya =
10 cm
 Sebesar Telur  Biasa disebut sebesar telur itik atau ayam kampung
atau sebesar telur burung merpati
 Identik 150 – 200 gram
tapi bila tidak ada keterangan, maka yang dimaksud
sebesar telur ayam
 Secukupnya  Ukuran secukupnya digunakan pada penggunaan
bahan yang nilainya sedikit seperti garam, gula, air dan
lain-lain
 Sejimpit  digunakan biasanya untuk bahan herba yang
penggunaanya dalam jumlah sedikit karena fungsinya
yang keras seperti sambiloto
 Seujung kuku  biasanya digunakan pada bahan yang penggunaanya
sedikit seperti kapur sirih (enjet)

3. Penyiapan alat
Peralatan adalah alat/perkakas yang digunakan untuk membuat ramuan.
Jenis peralatan antara lain :
a. Periuk (kuali) dari tanah liat atau panci dari bahan gelas/kaca atau stainless steel.
b. Pisau atau spatula/pengaduk yang terbuat dari bahan kayu
c. Saringan dari bahan plastik atau nilon.

Jangan menggunakan peralatan dari bahan alumunium atau timah,


tembaga karena dapat bereaksi dengan bahan kimia tertentu dari
bahan tanaman yang dapat meracuni (menjadi toksik) dan mengurangi38 | P a g e
khasiat tanaman obat tersebut.
4. Cara Pembuatan
a. Beberapa teknik membuat ramuan untuk dikonsumsi :
1) Rebusan/Godogan
Adalah proses penyarian dengan cara merebus bahan ramuan dengan air
sampai mendidih menggunakan api kecil.
2) Seduhan
Adalah proses mencampur bahan ramuan dengan air panas
3) Perasan
Adalah proses penyarian dengan teknik perasan
b. Beberapateknik membuat ramuan untuk pemakaian luar :
1) Tapal
2) Balur
3) Oles
4) Mandi
c. Beberapateknik membuat ramuan untuk penguapan :
1) Ratus
2) Sauna

Hal-hal yang harus diperhatikan :


 Jika merebus sebaiknya menggunakan api kecil.
 Alat-alat yang digunakan harus bersih.
 Biasanya dalam merebus simplisia herba, air disisakan menjadi setengahnya, misalnya
air 2 gelas disisakanmenjadi 1 gelas.
 Jika herba berupa teh atau simplisia yang harus diseduh, maka menggunakan air
dengan suhu 80 derajat.
 Masukan bahan ramuan yang mengandung minyak atsiri setelah mau diangkat dan
ditutup, untuk ramuan yang bentuk kayu masukan diawal agar zat obat dapat keluar
dengan maksimal

Catatan Penting !
1. PILIH JENIS TANAMAN YANG TEPAT SESUAI RESEP
2. PADA SAAT AKAN MERAMU BAHAN , HARUS DICERMATI KOMPOSISI BAHAN.
3. TAKARAN HARUS SESUAI PETUNJUK , JANGAN DITAMBAH ATAU DIKURANGI .
4. PADA SAAT MEREBUS HARAP DIPERHATIKAN APINYA, JANGAN TERLALU BESAR .
PERHATIKAN PULA ALAT REBUSAN , SEBAIKNYA BERBAHAN TANAH LIAT.
5. REBUS RAMUAN DENGAN API KECIL .
6. RUJUKAN KE DOKTER DIPERLUKAN JIKA PASIEN TIDAK ADA KEMAJUAN
SETELAH MENGKONSUMSI RAMUAN DALAM WAKTU YANGTELAH DITENTUKAN.
JANGAN LUPA DOSIS PEMBERIAN HARUS DIPENUHI SESUAI ANJURAN.

5. Cara Penyajian

39 | P a g e
a. Penyajian untuk dikonsumsi
1) Rebusan, disajikan dengan menyaring hasil rebusan kemudian cairan sari
diminum hangat-hangat
2) Seduhan, disajikan dengan mengendapkan bahan ramuan yang sudah direndam
air panas atau menyaringnya kemudian cairan sari diminum hangat-hangat
3) Perasan, disajikan dengan meminum cairan sari dari bahan ramuan yang diperas
b. Penyajian untuk penggunaan luar
1) Tapal, disajikan dengan menempelkan bahan ramuan yang ditumbuk kebagian
tubuh yang sakit
2) Balur, disajikan dengan menggosokkan atau membalurkan bahan ramuan yang
ditumbuk kebagian tubuh yang sakit
3) Oles, disajikan dengan mengoleskan bahan ramuan dalam bentuk cair kebagian
tubuh yang sakit
4) Mandi, dilakukan dengan menyiramkan atau merendam tubuh dengan cairan
rebusan bahan ramuan
c. Penyajian untuk penggunaan penguapan
1) Ratus, disajikan dengan membakar bahan ramuan kemudian uapnya diarahkan
kebagian tubuh tertentu
2) Sauna, disajikan dengan merebus bahan ramuan kemudian uapnya diarahkan ke
seluruh tubuh dalam ruangan tertutup

6. Cara Penyimpanan
a. Air rebusan herbal yang diminum untuk beberapa kali dapat disimpan di dalam
kulkas. Namun bila ingin diminum dalam kondisi hangat, rendamlah botol atau
wadahnya terlebih dahulu di dalam air panas
b. Simplisia (bahan mentah jamu) yang sudah kering bisa disimpan didalam wadah
berupa tong kayu, toples kaca, wadah terbuka dari kayu atau kantung
kertas. Simplisia tersebut perlu dijemur ulang selama penyimpanan agar tidak
lembab dan berbau apek
c. Untuk memastikan apakah ramuan yang disimpan masih layak atau tidak, cium
ramuan tersebut terlebih dulu. Bila berbau apek, sebaiknya tidak usah dikonsumsi
lagi

Pokok Bahasan 5
Pemanfaatan TOGA dalam Asuhan Mandiri
a. Meningkatkan Produksi ASI
 Bahan:
- Temulawak 7 iris
- Meniran ½ genggam
- Pegagan ¼ genggam
- Air 3 gelas
 Cara pembuatan :
Campurkan semua bahan kemudian direbus dalam air mendidih selama 10 sampai
15 menit dengan api kecil.
 CaraPemakaian:
Diminum 2 kali sehari, pagi dan menjelang tidur malam.

b. Batuk Pilek pada Balita

40 | P a g e
 Bahan:
- Rimpang kencur 2 jari
- Air matang hangat ¾ cangkir
 Cara pembuatan :
Kencur dikupas dan diparut (parutannya dialasi daun pisang), tambahkan air ¾
cangkir lalu diperas dan disaring dengan menggunakan kain bersih/saringan teh.
 CaraPemakaian:
Diminum 4–5 kali sehari 1 sendok makan.

Keterangan :
Ramuan bisa juga digunakan pada anak-anak usia di atas 12 tahun dan dewasa. Untuk
dewasa, rimpang kencur sebanyak 3 jari.
c. Meningkatkan nafsu makan
 Bahan:
- Ketumbar 1 sendok teh
- Madu secukupnya
- Air 1 cangkir
 Cara pembuatan :
Ketumbar ditumbuk halus, seduh dengan air, setelah hangat tambahkan madu, aduk
rata.
 CaraPemakaian:
Minum 1 kali sehari, selama 1 minggu.

d. Gatal padabiduran
 Bahan:
- Umbi teki 1 biji
- Sambiloto 5 lembar
- Sereh sayur 1 batang
- Rimpang lengkuas 1 ibu jari
- Air 3 gelas
 Cara pembuatan :
Umbi teki, sereh sayur, dan lengkuas dimemarkan. Semua bahan dicampur dan
direbus dalam air mendidih selama 10–15 menit dengan api kecil.
 CaraPemakaian:
Diminum 2x sehari sebelum makan.
Perhatian : Hindari penggunaan untuk ibu hamil.

e. Nyeri Haid
 Bahan:
- Rimpang temulawak 3 iris
- Biji kedawung 8 butir
- Daun sembung 1/3 genggam
- Asam jawa secukupnya
- Gula aren secukupnya
- Air 3 gelas
 Cara pembuatan :
Didihkan air, masukkan biji kedawung yang sudah dimemarkan, setelah 5 menit
masukkan rimpang temulawak, asam jawa, dan daun sembung. Rebus selama 10
menit, masukkan gula aren menjelang rebusan akan diangkat.
 CaraPemakaian:

41 | P a g e
Diminum dalam keadaan hangat 2 kali sehari selama nyeri haid.

f. Susah tidur dan stres


Mengatasi susah tidur
 Bahan:
- Biji pala 1/5 bagian
- Madu 1 sendok makan
- Air panas 1 cangkir
 Cara pembuatan :
1/5 bagian biji pala ditumbuk halus. Seduh dengan 1 cangkir air hangat dan madu 1
sendok makan.
 CaraPemakaian:
Diminum 1–2 kali sehari dalam keadaan hangat.

Mengatasi stres
 Bahan:
- Pegagan 1 genggam
- Air 3 gelas
 Cara pembuatan :
Bahan direbus dalam air mendidih selama 10 menit.
 CaraPemakaian:
Diminum 3 kali sehari ¾ gelas.

g. Kram otot tungkai bawah/kaki


 Bahan:
- Daun landep ½ genggam
- Kapur sirih ½ sendok teh
- Air matang 2 sendok makan
 Cara pembuatan :
Daun landep dari jenis berbunga kuning ditumbuk halus dengan kapur sirih,
tambahkan air dan aduk sampai rata.
 CaraPemakaian:
Dilumurkan di bagian yang sakit 2 kali sehari.

Perhatian :
Hindari pemakaian pada kulit yang peka

h. Sakit kepala/pusing
 Bahan:
- Bawang putih 1 siung
- Pegagan 1 jumput
- Air 1 ½ gelas
 Cara pembuatan :
Bawang putih dimemarkan, campurkan semua bahan kemudian direbus dalam air
mendidih selama 10–15 menit dengan api kecil.
 CaraPemakaian:
Diminum 3 kali sehari, masing-masing 1/3 gelas.

42 | P a g e
Perhatian :
Hindari takaran yang berlebih. Tidak diperkenankan bagi yang sedang mengkonsumsi
obat pengencer darah, ibu hamil, dan yang sensitif terhadap bawang putih.

i. Peningkatan daya tahan tubuh


 Bahan:
- Jahe emprit/jahe merah 1 ibu jari
- Pegagan 1 jumput
- Temulawak 1 iris
- Gula Merah secukupnya
- Air 1 ½ gelas

 Cara pembuatan
Jahe dicuci dan digeprek, temulawak dicuci dan diiris, pegagan dicuci, gula
merahdipotong kecil-kecil. Semua bahan dicampur kemudian direbus sampai
mendidih selama 10-15 menit.
 Cara pemakaian
Ramuan diminum hangat-hangat 2 hari sekali 1 gelas

Perhatian :
Hindari takaran yang berlebih. Tidak diperkenankan bagi yang sedang mengkonsumsi
obat pengencer darah, ibu hamil, dan yang sensitif terhadap bawang putih.

j. Sakit pinggang
 Bahan:
- Jahe merah 1 ibu jari
- Sereh 2 batang
- Gula merah 1 sendok makan
- Garam seujung sendok teh
- Air 2 gelas
 Cara pembuatan
Jahe dibakar dan dimemarkan, masukkan bersama sereh dalam air mendidih.
Tunggu 10 menit tambah kan gula merah serut dan garam, aduk-aduk dan
dinginkan.
 Cara pemakaian
Minum 2 kali sehari.

k. Mual muntah
 Bahan:
- Jahe 2 ibu jari
- Gula merah secukupnya
- Air 1 ½ gelas
 Cara pembuatan
Didihkan air terlebih dahulu, setelah itu masukkan jahe yang telah dikupas dan
dimemarkan, tambahkan gula merah yang telah dipotong kemudian diaduk. Tutup
panci dan matikan kompor. Diminum dalam keadaan hangat-hangat kuku.
 Cara pemakaian
Minum ramuan jahe 2–3 kali sehari sampai rasa mual hilang.

l. Sesak nafas/mengi

43 | P a g e
 Bahan:
- Patikan kebo 4 batang
- Gula secukupnya
- Air 3 gelas
 Cara pembuatan
Masukkan patikan kebo ke dalam air mendidih, biarkan selama 10 menit, masukkan
gula secukupnya.
 Cara pemakaian
Diminum 3 kali sehari.

m. Melancarkan BAB
 Bahan:
- Buah mengkudu masak 2 buah
- Garam secukupnya
 Cara pembuatan
Buah mengkudu diparut, diberi garam sedikit, diperas, disaring.
 Cara pemakaian
Diminum 2 kali sehari.

n. Nyeri sendi
 Bahan :
- Jahe 1 jari
- Sereh 2 batang
- Kencur 1 ruas jari
- Air 1 ½ gelas
- Gula merah secukupnya
 Cara pembuatan :
- Diminum
Jahe dibakar dan memarkan, kencur diiris, sereh digeprek, semua bahan
direbus dengan air selama 10-15 menit.
- Diboreh
Jahe, sereh, kencur ditumbuk.
 Cara pemakaian:
- Diminum
Minum hangat-hangat pagi dan sore selama 7 hari.
- Diboreh
Diborehkan pada bagian sendi yang sakit

o. Pemulihan setelah sakit


 Bahan:
- Jahe 1- 2 jari
- Sereh 1 jari
- Cengkeh 4 biji
- Pala ½ biji
- Daun jeruk purut 1 lembar
- Kemukus 5 biji
- Kayu manis secukupnya
- Gula aren secukupnya

44 | P a g e
- Air 5 gelas

 Cara pembuatan
Jahe, sereh, kayu manis, gula aren dipotong kecil-kecil (bila perlu jahenya dibakar
terlebih dahulu). Semua bahan dicampur kemudian direbus sampai mendidih selama
10-15 menit.
 Cara pemakaian
Ramuan diminum hangat-hangat 1 gelas 2 kali sehari.

-------------------------------------------

VII. REFERENSI
1. Kemenkes 2011.Pedoman Pengelolaan & Pemanfataan TOGA
2. Januwati, N.M. dan M. Yusron. 2002. Mengenal jahe dan perkembangan
teknologibudidaya. Makalah disampaikan pada Seminar Sehari “Peluang Ekspor
Jahe Asal Indonesia Melalui Sistem Agribisnis Bagi Hasil Yang Aman”Jakarta 20 Juli
2002, 23 h.
3. Mejaya, M. J. 2000. Respon of sorghom genotype for tolerance to drought. Agravita,
Jour. On Agri. Sci. 21(2):1-4.
4. Oldeman, L.R. 1975. An agro-climatic map of Java. Contributions, Central Research
Institutefor Agriculture, No.7, 22p.
5. Rahardjo, M dan E. R. Pribadi. 2010. JURNAL PENELITIAN TANAMAN INDUSTRI
(INDUSTRIAL CROPS RESEARCH JOURNAL), 14(4):125-162-170, Badan
Penelian dan Pengembangan Pertanian, PUSLITBANGBUN
6. Rahardjo, M dan I. Darwati. 2000b. Pengaruh cekaman air terhadap produksi dan
mutu simplisia tempuyung (Sonchus arvensis L.). Jurnal Peneltian Tanaman Industri,
6(3):73-79.
7. Rahardjo, M., Rosita SMD dan Sudiarto. 2000a. Produktivitas dan kadar flavonoid
simplisia tempuyung (Sonchus arvensis L.) yang diperoleh pada berbagai tingkat
kondisi stres air. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, 6 (2):13-
15.
8. Rahardjo, M., Rosita SMD, R. Fatahan dan Sudiarto. 1999. Jurnal Peneltian
Tanaman Industri,56(3):92-97.
9. Simarmata, T. 2002. Rancang bangun teknologi budidaya tanaman jahe untuk
memenuhi pasar ekspor. Makalah disampaikan pada Seminar Sehari “Peluang
Ekspor Jahe Asal Indonesia Melalui Sistem Agribisnis Bagi Hasil Yang Aman”Jakarta
20 Juli 2002, 19 h.

VIII. LAMPIRAN
1. Tabel Lampiran 1
2. Tabel Lampiran 2
3. Panduan demonstrasi
4. Panduan latihan

45 | P a g e
Tabel Lampiran 1. Jenis-jenis tanaman obat berdasarkan lingkungan tumbuh, kandungan kimia dan khasiat.
No Nama jenis Ketinggian Curah hujan Jenis tanah Bagian yang Kandungan kimia Khasiat
tempat (mm/th) digunakan
(m dpl)
1. Zingiber officinale Rosc. 300-900 2500-4000 latosol, andosol dan Rimpang m. atsiri obat batuk, reumatik, sakit
Jehe regosol oleoresin perut, obat gosok
2. Zingiber cassumunar 100-1500 2000-3500 latosol, andosol Rimpang m. atsiri, sineol, pinen, karminatif mengeluarkan gas
Roxb. sequisterpen dari saluran pencernaan,
Bangle kosmetika
3. Zingeber zerumbet (L.) 100-1200 2000-3500 latosol, andosol, Rimpang m. atsiri campor obat sakit perut, borok,
Smith. podzolok dan regosol disentri, cacingan, lemah
Lempuyang gajah usus dll.
4. Zingiber aromaticum Vahl. 100-1200 2000-3500 latosol, andosol, Rimpang m. atsiri, campor, α- obat pegal linu, masuk
Lempuyang wangi podzolik dan regosol caryophyllene, dan β- angin, influenza, radang
lonalool lambung dll.
5. Curcuma xanthorrhiza 100-1500 1500-4000 latosol, andosol, Rimpang m. atsiri, xanthorizin obat gangguan pencernaan
Roxb. podzolik dan regosol getah empedu, jerawat,
Temulawak hepatoprotektor
6. Kaempferia galanga L. 80-300 2100-4000 latosol, andosol da Rimpang m. atsiri, campor, sineol, obat batuk, sakit perut, obat
Kencur regosol borneol gosok, sakit kulit
7. Curcuma domestica Val. 240-1200 2000-4000 latosol, alluvial dan Rimpang m. atsiri, kurkumin, resin, reumatik, sakit perut, anti
Kunyit regosol oleoresin diare, peluruh empedu
(kholagoga), karminatif,
hepaprotektor
8. Curcuma heyneana 240-1000 1000-2000 latosol, alluvial dan Rimpang m. atsiri obat penenang, cacing, luka,
Temu giring regosol pelangsing, bau badan,
penyakit kulit
9. Curcuma 400-1000 1000-2000 latosol, andosol, Rimpang m. atsiri dan lamar obat cacing, karminatif,
aeruginosaeRoxb. podzolik dan regosol reumatik, borok/kudis

82 | P a g e
Temu ireng
10. Curcuma mangga 200-1000 1000-2000 latosol, alluvial dan Rimpang saponin, dan flavonoid obat gangguan pencernaan,
Temu mangga regosol sakit perut, kanker payudara
11. Curcuma zedoaria (B.) 400-1000 900-1250 latosol, alluvial dan Rimpang m. atsiri sineol, a-campor, d- obat lemah syahwat,
Rosc. regosol borneol, sesquiterpen, pelancar peredaran darah
Temu putih sesquiterpenol, sesquiterpen dan pernafasan, penambah
alkohol nafsu makan, pelancar haid,
sakit perut, penawart racun.
12. Languas galanga (L.) dataran 1500-4000 latosol, andosol Rimpang m. atsiri, campor, sineol, & karminatif & anti fungi
Stuntz rendah – asam metil sinamat
Lengkuas 700
13. Amomum cardamomum 20-1000 2500-4000 tanah berkapur dan Biji m. atsiri, alfaborneol dan β- mengencerkan dahak,
Wild. lempung berpasir kamfer karminatif, menghangatkan
Kapulaga badan, menghilangkan rasa
sakit.
14. Foeniculum vulgare Mill. 1600-2400 2500 latosol Buah m. atsiri, flavonoid dan lemak karminatif, radang, batuk,
Adas sakit perut, demam dan
ambeien
15. Pimpinella pruatjan 1800-3000 255-3000 andosol umbi/ akar, daun & alkaloida, polifenol, obat kuat & peluruh air seni.
Purwoceng bunga flavonoida.
16. Arcangelisia flava Merr. 1-800 2500 latosol, andosol, akar, batang dan batang dan akar : obat gangguan pencernaan,
Akar kuning podzolik daun kolumbanin, jatrorhizin, cacing, penambah gaerah
palmatin, shobakunin, seks, reumatik, patah tulang.
limasin, homo-aromalin dll.
18. Pterocarpus indicus Wild. 500 1250 - 2500 latosol, andosol, kulit batang, batang - obat sariawan, sakit perut,
Angsana podzolik dan daun kulit, penyubur rambut,
kudis.

83 | P a g e
19. Abrus precatorius L. dataran 1500-4500 berbagai macam Daun glirisidin anti sariawan
Saga rendah – tanah
1000
20. Bruguiera sexangula 0- - hutan mangrove tanin dan astrigent. obat penyakit kulit (herpes),
Poiret. luka bakar, penyakit mata.
Bakau
21. Tamarindicus indica Linn. 1-1000 1250 - 2500 berbagai jenis tanah Buah saponin, flavonoid dan tanin obat batuk, sariawan,
Asam jawa jerawat, bisul, borok, eksim,
menambah nafsu makan,
melancarkan haid, sakit
perut, dan penawar racun.

22. Callophyllum innophylum - - seluruh kawasan getah pohon costatolide A menekan pertumbuhan HIV
Bintangur hutan kalimantan
23. Piper retrofractum Vahl. 1-600 1250 - 2500 andosol, grumusol, buah dan akar buah : piperin, dicnamida, Buah : obat demam, mulas,
Cabe jamu latosol, podsolik, quinensina. lemah syahwat.
regosol. akar : pipernonalina, Akar : obat sakit gigi.
pipersida, piridina, tanin,
gliserida.
24. Piper cubeba L.F. dat. rendah 1250-2500 tanah berlempung Buah m. atsiri, asam kubebat, anti diare
Kemukus – 700 damar, kubebin, piperin, m.
Lemak

25. Piper bitle L. dat. rendah 1500-3500 tanah berhumus Daun m.atsiri, hidroksi kavikol, anti sariawan, anti batuk,
Sirih – 700 subur kavibetol, ektragol, eugenol, adstringen, antiseptik.
karvakrol, metil eugenol,
terpinen, seskuiterpen, fenil
propan, tanin

84 | P a g e
26. Quisqualis indica Linn. 1300 1250 - 2500 hutan dataran rendah minyak lemak dan resin. obat sakit kepala, mengatur
Ceguk kelahiran, obat kulit.
27. Aquilaria malaccenensis 0-500 hutan primer pada kayu dan kulit kayu obat sesak nafas, gosok,
Lamk. tanah berpasir dan perangsang, sakit jantung,
Gaharu tanah liat perut kembung, tonikum
28. Santalun album Linn. 50–2000 1100- 2000 padang kering, tanah kayu m. atsiri, harsa dan zat diuretik, karminatif dan
Cendana berasal dari vulkanis samak antipasmodik (pereda
muda, batuan tertier, kejang)
karang kapur
29. Psidium guajava Linn. 1-1200 1250 - 2500 andosol, grumusol, daun m. atsiri, tanin, saponin, obat diare, peluruh haid,
Jambu biji latosol, podsolik, flavonoid pencahar.
regosol.

30. Melaleuca leucadendra 1-300 <1500 tanah berair pada daun sineol, melaleucin, m. atsiri, obat koreng, menghilangkan
Linn. daerah iklim kering. terpineol, cineole dam lignin. keriput kulit perut,
Kayu putih
31. Eucalyptus deglupta 1800 hutan hujan hutan hujan dataran kulit batang selulosa, lignin, pentosan tonikum & penangkal bisa.
Blume. dataran rendah, sepanjang
Leda rendah sungai, tanah
(>2500) berlumpur & berpasir
lembab
32. Jatropha curcas Linn. 1-300 1250 – 2500 andosol, grumusol, Biji & daun Alph amirin, komprestol, Biji : obat borok dan
Jarak pagar latosol, podsolik, beta-7 alpha diol, penyubur rambut, daun ;
regosol. stigmasterol, beta-sitosterol, obat reumatik, dan eksim.
iso-viteksin, 7-betasterol dan
HCN.
33. Sauropus androginus (L.) 200-1300 2000-3000 latosol dan aluvial daun asam amino obat bisul, borok, darah

85 | P a g e
Merr. kotor, pelancar ASI, zat
Katuk pewarna
34. Excoecaria  350 - tanah berwarna daun asam behemat, triterpenoid, obat disentri, menghentikan
cochinchinensis Laour. coklat tua dekat eksokarol, & silosterol. pendarahan waktu
Sambang darah dengan bebatuan melahirkan & haid.
pada hutan primer.
35. Phyllanthus nuriri L. dat. rendah 2500-3000 Tanah subur mengan herba lignan, flavonoid, triterpenoid obat kencing batu, demam,
Meniran – 1000 dung pasir sakit perut, batuk, sakit gigi,
kuning, gonorhoe
36. Guazuma ulmifolia Lamk. 1-800 1250 - 2500 andosol, grumusol, daun tanin, lendir, damar pelangsing tubuh, obat batuk
Jati belanda latosol, podsolik, rejan, perut nyeri, perut
regosol. kembung dan sesak nafas.
37. Usnea misaminensisi 800-3000 2000-4000 hidup nempel di semua bagian asam barbatolat, barbatat pelarut lemak, obat TBC,
(Vain) Not batang cemara tanaman dan likuin. sakit perut, bisul, borok,
Kayu angin disentri dan sariawan.
38. Parameria laevigata ≥ 1500 hutan primer & - herba tanin, kumarin dan asam obat luka, koreng, disentri,
(Juss.) Moldenke sekunder, protokatetik. nyeri rahim mengerutkan
Kayu rapet hutan jati di rahim setalah melahirkan.
Jawa
39. Alstonia scholaris (L.) 1-1000 hutan primer & - kulit kayu, akar, daun ethitanine, alstonidine, kulit kayu : obat kencing
R.Br. sekunder. & getah. alstonine, akuammicine, manis, malaria, limpa
Pulai akuammidine, tubotaiwine, membengkak, disentri, diare.
picrinine, ditamine, akar, daun getah : penangkal
echitenine penyakit kulit.

86 | P a g e
40. Alyxia reinwardtii Blume 800-1700 hutan kulit kayu. pulasariosida, alkaloida, m. obat demam, radang
Pulasari berpohon atsiri, kumaran, asam lambung, sariawan &
jarang, semak organik. keputihan.
daerah agak
terbuka
41. Rauvolfia serpentina Pule 500 tumbuh di - akar reserpin, ajmalin, chandrin, obat hipertensi, malaria,
pandak lokasi relatif fitosterol, & asam oleat. demam panas, disentri & anti
terbuka & di racun.
bawah
tegakaan
pohon.
42. Alstonia spectabilis (Linn)  1250 - - kulit kayu. ditharmin, echitamin, obat hipertensi, beri-beri,
Benth. Ex Kurz. Pule echikaotchin, echiretin, luka memar, demam, radang
echiserin, echitin & echitein. ginjal.
43. Cantharanthus roseus (L.) dat. rendah - - akar alkoloid, ajmalisin, vincein, obat kencing manis, peluruh
G Don – 1200 serpentina, yohimbin, tetra haid
Tapak dara hidro alstonin

44. Parlia roxburgii Don. ≥ 500 2000-4000 latosol biji dan kulit kayu glikosida, damar, tanin dan obat perut kembung, kolera,
Kadawung sistin. disentri, kejang.
45. Spondias pinnata Kurz. ≥ 600 - - akar, kulit kayu dan - pelancar haid, mencegah
Kedondong kayu. gonorrhoe, obat disentri.
46. Stelechocarpus burahol 150-300 - - buah - menghilangkan bau keringat,
Kepel, burahol melancarkan air seni,
mengurangi peradangan
ginjal, mencegah kehamilan.
47. Quassia amara Linn. - hutan hujan - herba glikosida & kuassin. obat lambung, demam, anti
Ki congcorang dataran gigitan ular, anti serangga.
rendah

87 | P a g e
48. Eurycoma longifolia Jack. ≥ 100 kawasan tanah miskin hara, seluruh bagian eurikomalakton, laurikolakton akar : obat kuat, penurun
Pasak bumi hutan dataran berpasir, pH rendah tanama A dan B, panas,.malaria, disentri.
rendah, dehidroeurikomalakton, Daun ; obat gatal.
primer, eurikomanol, benzoquinon, bunga dan buah : disentri.
sekunder, sterol, saponin. kulit/kayu : demam,
hutan pantai. sariawan, cacing, tonik,
sakit tulang dll.
49. Ccinchona officinalis Vahl. 800-2000 2500-3800 latosol, aluvial, kulit kayu alkaloid, quinine, quinidine, anti malaria, anti-arrhythmic
Kina podzolik. cinchonine, dan pada gangguan jantung,
cinchonidine. menambah nafsu makan,
menstimulir pencernaan.
50. Orthosiphon aristatus Bl. 100-1200 3000 latosol, aluvial, daun m. atsiri, sinesitin, glikosida obat ginjal, pelancar urine,
Miq. podzolik orthisiphonin, dan saponin encok, pengapuran
Kumis kucing pembuluh darah dan radang
kemih
51. Vitex trifolia Linn. 1-1000 tumbuh di tanah berpasir batang & daun m. atsiri, alkaloid vitrisin, daun : membersihkan rahim
Legundi hutan jati & glikoflavon, agunisid & setelah bersalin, obat luka,
sekunder akubin batuk rejan, TBC, kudis,
amandel, cacingan &
melancarkan haid.
52. Cryptocarva massoy 1000-1500 - hutan Irian kulit kayu m. atsiri, m. damar (sinamil obat asma, batuk arah,
Masyi aldehida, sinamil aetat, asam demam, keputihan, kejang
sinamat, eugenol), zat waktu hamil, mencret,
samak. reumatik, susah tidur, luka
luar.
53.. Morinda citrifolia Linn. 200 - 1500 1500-3000 latosol, aluvial, buah dan daun xeronin, prozeronin, obat hipertensi, sakit kuning,
Mengkudu andosol, podzolik dan proxeronase, serotanin, perut, influenza, batuk,
regosol damnacanthal (zat anti masuk angin,
kanker), scopoletin. menghilangkan sisik pada

88 | P a g e
kaki.
54. Areca catechu Linn. 1-1400 hutan hujan latosol, andosol biji arekolin, arekaidin, obat cacing (antelmintik) dan
Pinang dataran podzolik, gromusol. guvasin,guvakolin, memperkecil pupil mata.
rendah isoguvasin, resin dan gula.
55. Euchresta horsfieldii 1380-2000 - - biji cistizin, saponin, polifensil obat keracunan, muntah
Benn. dan flavonoid. darah, migraine, mual,
Pranajiwa kecing kurang lancar,
meningkatkan nafsu
syahwat.
56. Blumea balsamifera D.C.  2200 - - daun m. atsiri, sineol, borneol, obat reumatik, ekspektoran,
Sembung campor & tanin. masuk angin, anti diare,
antipiretik, perut kembung,
demam, bengkak.
57. Sonchus arvensis Linn. 50-1650 1500-3000 latosol, andosol, daun silika, kalium, flavonoid. litotriptik, diuretik, obat
Tempuyung tanah berkapur dan bengkak, obat luar.
berbatu
58. Ficus deltoides Jack. 45-2400 - - daun saponin & glikosida. aprodisiaka untuk wanita.
Tabat barito
59. Woodfordia fructicosa 30–1000 > 2000 - daun, akar, bung & tanin daun : obat koreng, ambien,
(Linn.) Kurz. biji pelancar air seni, biji : obat
Sidowayah encok, nyeri ginjal, kencing
darah, pengering tali pusar
bayi, akar : obat disenri,
bunga : pengkelat, obat
disentri koreng kencing
kurang lancar.
60. Toona sureni Merr. 0-3000 hutan primer tanah berlempung kulit kayu tanin sebagai astringent,
Suren &sekunder. dalam, subur, lembab pengkelat, tonic, anti diare &

89 | P a g e
(>1500) dan drainse baik. anti biotik.
61. Shoreastenoptera Burch  700 - - biji lemak kosmetik, sabun, minyak
Tengkawang goreng subtitusi coklat &
margarine
62. Centella asiatica (L.) 200-2500 1500-2500 latosol dan andosol herba asam asiaticosid, asiatic dan obat awat muda, diuretic,
Urban. madecasic asma, luka, radang,
Pegagan bronkitis, disentri, lepra,
penambah nafsu makan

63. Androgaphis paniculata 200-700 1500-3000 latosol, aluvial, herba asam kersik, damar, logam obat diuretic (pelancar air
Ness. andosol, mediteran alkali. seni), anti piretik (demam),
Sambiloto radang, borok, radang tonsil,
kena racun, eksim, disentri,
masuk angin.
64. Sericocalyx crisus (L.) 500-1200 1500-4000 tanah liat padat- daun kalsium & silikat diuretika
Bremek gembur
Kejibeling
65. Graptophyllum pictum (L.) dat. rendah - - daun tanin, alkaloid, sitosterol, obat wasir, laksatif lemah,
Griff – 1250 glikosid diuretik ringan
Daun ungu, handeuleum
66. Aloe vera L. 100–1000 50-300 latosol, aluvial, daun pelepah asam amino, polisakarida, anti biotik, maag, tukak
Lidah buaya andosol, gromusol. sterol, enzim dan vitamin. lambug, reumatiuk, diabetes,
anti stress, kecanduan obat,
kanker dan hepatitis.
67. Strychnos ligustrina Bl. dat. rendah 1000-1500 aluvial & organosol kayu akaloid, brusina, striknina, tonik, diaforetik, obat eksim
Bidara laut – 500 tanin, steroid, triterpenoid

90 | P a g e
68. Talinum paniculatum dat. rendah 2000-4000 tanah liat berpasir, umbi Saponin tonikum, aprodisiak
Gaerth – 500 gembur (pembangkit gaerah & vitalis)
Som jawa

91 | P a g e
Tabel 2

DAFTAR TANAMAN YANG BERBAHAYA BAGI MANUSIA

NO NAMA TANAMAN NAMA LATIN BAGIAN YANG KANDUNGAN PENGARUH TERHADAP MANUSIA
BERBAHAYA
1 Saga Abrusprecatorius L Biji saponin, alkaloid abrin,  Menyebabkan gangguan pada proses
flavonoid, dan tanin spermatogenesis
 Menyebabkan gejala :kelelahan, pusing,
demam, diare, kolik atau kejang, pingsan
sampai koma.
2 Daruju, Jeruju Achantus ilicifolius Seluruh bagian Alkaloida Dapat menyebabkan kejang dan
tanaman menimbulkan reaksi alergi, yaitu ruam-
ruam merah yang berasa sakit dan gatal.

3 Alamanda Allamanda cathartica L Daun b-amyrin dan asam ursonik Dalam dosis rendah dapat
mengakibatkan mengatasi gangguan
kesulitan buang air besar (sembelit),
namun dalam jumlah yang besar dapat
mengakibatkan diare berat dan mual-
mual sampai muntah. Adapun getah
tanaman ini bersifat iritan terhadap kulit
dan kadang dapat menyebabkan gatal
atau alergi

4 Jeruju Argemone mexicana Batang, daun dan Alkaloid jenis berberine, Dapat menyebabkan gejala
buah protopine, sanguinarine, hyperesthesia, diare yang intermitten
dihydrosanguinarine
sehingga menyebabkan penurunan berat
badan yang drastis. Selain itu dapat
menyebabkan lesi pada hati dan ginjal,
sehingga ditemukan kenaikan kadar

92 | P a g e
SGOT dan peningkatan kader ureum.

5 Mimbo, Mimba, Azhadirachta indica Seluruh bagian β-sitosterol, Gejala keracunannya, antara lain
Imba tanaman
hyperoside, nimbolide, pusing, kebingungan dan
quercetin, quercitrin, menimbulkan efek pelupa atau pikun.
rutin, azadirachtin, dan Pada beberapa orang dapat
nimbine menimbulkan gangguan pencernaan
seperti kembung, muntah dan diare.

6 Kecubung Datura metel Seluruh bagian Senyawa kimia alkaloid, Dapat menimbulkan gejala
Kasihan tanaman terdiri dari : atropine, keracunan, seperti kehausan, mulut
hiosiamin, skopolamin, kering, kulit kemerahan, pusing,
hiosin, zat lemak,
berkunang-kunang, menimbulkan
kalsium oksalat,
meteloidina, halusinasi, jantung berdebar-debar,
norhiosiamina, suhu tubuh meningkat dan dapat
norskopolamina, menyebabkan koma atau kematian.
kuskohigrina, nikotina,
skopolamin,hycoscin dan
atropin

7 Kecubung Datura stramonium Seluruh bagian Senyawa kimia alkaloid, Dapat menimbulkan gejala
Pendek tanaman terdiri dari : atropine, keracunan, seperti kehausan, mulut
hiosiamin, skopolamin, kering, kulit kemerahan, pusing,
hiosin, zat lemak,
berkunang-kunang, menimbulkan
kalsium oksalat,
meteloidina, halusinasi, jantung berdebar-debar,
norhiosiamina, suhu tubuh meningkat dan dapat
norskopolamina, menyebabkan koma atau kematian.
kuskohigrina, nikotina,
skopolamin,hycoscin dan
atropin

93 | P a g e
8 Sri Rejeki Dieffenbachia sequine Seluruh bagian kristal Calsium oxalat Dapat mengakibatkan lidah atau
Jaqc tanaman mulut terasa terbakar kemudian
melepuh. Gejala keracunan lanjutan
antara lain pening, muntah atau
diare.

9 Digitalis Digitalis purpurea biji, bunga dan Mengandung senyawa Gejala keracunan antara lain sakit
daunnya glikosida antara lain kepala, diare, jantung berdebar tidak
digitoxin, gitoxin dan teratur, sakit perut, suhu tubuh
gitaloxin
meningkat sampai berakibat fatal
pada kematian. Keracunan pada
anak karena mengkonsumsi, biji,
bunga dan daunnya, antara lain suhu
tubuh meningkat, detak jantung tidak
teratur, sakit kepala, diare, detak
jantung tidak teratur, jika terlambat
mendapat pertolongan dapat
menyebabkan kematian.

10 Mahkota Duri Euphorbia milii Getah, Duri Daun : alkaloid, saponin, Getah pada tanaman dapat
lemak, amilodekstrin. mengakibatkan ruam kulit (dermatitis)
Batang : saponin, sulfur, pada sebagian orang menyebabkan
lemak, amilodekstrin,
alergi. Duri tanaman dapat
asam format, kanji.
mengakibatkan nyeri panas yang bisa
berlangsung beberapa lama, kadang
dapat mengakibatkan
pembengkakan.

94 | P a g e
11 Racunan, Bunga Euphorbia pulcherima Getah Daun : alkaloid, saponin, Gejala keracunan antara lain pening,
Racunan lemak, amilodekstrin. mual kadang muntah dan diare
Batang : saponin, sulfur, berat. Beberapa orang
lemak, amilodekstrin,
menampakkan gejala alergi pada
asam format, kanji.
kulit jika terkena getah tanaman ini.

12 Kayu urip, Euphorbia tirucali Getah  euphorbone, Dapat menyebabkan ruam kulit
patah tulang taraksasterol, alpha- (dermatitis), dapat menyebabkan
laktucerol, euphol keracunan jika dikonsumsi pada
jumlah besar, gejalanya antara lain
iritasi mulut dan kerongkongan dan
kejang perut.

13 Kembang Gloriosa superb Umbi kolkisin dan kolkikosid Dapat mengakibatkan bibir melepuh,
sungsang, mulut dan lidah bengkak dan
mandalika kerongkongan terasa terbakar.
Akibat keracunan lanjutan adalah
diare dan muntah, susah bernafas,
pingsan sampai meninggal.

14 Enggris Ivi, Hedera helix Daun dan saponin glikosida Dapat menyebabkan kematian
Daun Ivi Bunga yang ditandai dengan gejala
keracunan berupa rasa berdebar-
debar, susah bernafas sampai
koma.

15 Hiosiami Hyoscyamus niger Seluruh bagian hyoscyamine, hyoscine Dapat menyebabkan keracunan
tanaman dan atropin yang ditandai dengan mulut berair,
sakit kepala, pusing, detak jantung

95 | P a g e
melemah, kesulitan bernafas,
selanjutnya koma dan dapat
berakhir dengan kematian.

16 Tolod Hippobroma longiflora Seluruh bagian Lobeline dan nicotine Dapat melumpuhkan otak, sumsum
tanaman tulang belakang dan jantung
sehingga dapa menyebabkan
kematian. Hanya dengan sedikit
termakan daunnya saja dapat
menyebabkan mulut terbakar, lidah
melepuh dan kerongkongan sakit.

17 Mindi Melia azedarach Daun dan kulit Daun mindi mengandung Keracunan pada manusia dapat
melianone, melianidol, menyebabkan gejala
ohchinine dan ochchimol pusing,kebingungan, efek pelupa
sedangkan kulit
atau pikun. Pada beberapa orang
batangnya mengandung
senyawa nimbin dan menimbulkan gangguan
sendanine. pencernaan, seperti kembung,
muntah dan diare.

18 Bunga pukul Myrabilis jalapa Akar dan bunga betaxanthis, zat Akar dan bunga pukul empat jika
empat asam lemak serta zat tertelan atau termakan dapat
asam minyak menyebabkan keracunan, yaitu
timbul sakit perut yang akut, muntah-
muntah dan diare terutama pada
anak-anak.

19 Oleander, Nerium oleander Ranting, bunga Senyawa cardio gliosida : Dapat mengakibatkan kepala pening,
Bunga mentega dan daun nerisoide dan mual – mual, sakit perut, ngantuk dan
oleandroside

96 | P a g e
detak jantung tidak teratur. Dalam
keadaan kronis mengakibatkan diare
disertai darah, pingsan, gangguan
pernafasan dan berakhir dengan
kematian. Satu lembar daun sudah
mampu mengakibatkan keracunan
ringan. Kadang dijumpai juga madu
yang beracun karena dihasilkan oleh
lebah yang sering hinggap di bunga
oleander

20 Tembakau Nicotiana tabacum Daun Alkaloid nikotin Dapat menyebabkan keracunan yang
ditandai dengan gejala pening, diare,
detak jantung tidak teratur, hilang
ingatan, pingsan dan gagal
pernafasan. Jika konsumsinya
berupa rokok tergantung daya tahan
tubuh penghisapnya. Racun nikotin
dilaporkan dapat menginisiasi
tumbuhnya sel kanker pada paru dan
menyebabkan sebagian besar
penyakit lainnya yang berhubungan
dengan pernafasan.

21 Buah tinta Phytolacca acinosa Akar, daun dan Alkaloid phytolaccine, Dapat mengakibatkan kolik (kejang
buah phytolaccotoxin perut), mual dan muntah, diare berat
disertai dengan darah dan akhirnya
dapat menyebabkan kesulitan

97 | P a g e
bernafas, kelelahan, pingsan hingga
kematian.

22 Mrica kepyar Phytolacca americana Akar, daun dan Alkaloid phytolaccine, Dapat mengakibatkan kolik (kejang
buah phytolaccotoxin perut), mual dan muntah, diare berat
disertai dengan darah dan akhirnya
dapat menyebabkan kesulitan
bernafas, kelelahan, pingsan hingga
kematian.

23 Jarak kepyar, Ricinus communis Biji dan Daun Risin Akibat keracunan biji jarak, mulut dan
kastrol kerongkongan terasa terbakar,
pusing, mual, sakit perut dan diare,
terasa kehausan terus menerus
walaupun telah minum terus
menerus, kadang sampai penglihatan
kabur dan berakhir dengan kematian.

24 Oleander kuning, Thevia peruviana Setiap bagian Cardiac glikosida: Dapat mengakibatkan mual muntah,
bunga macan tanaman thevetine detak jantung melemah dan kemudia
terutama buah orang tersebut pingsan sampai koma
dan kematian.

25 Tapak dara Vinxa rosea Daun Secolagonic acid, konsumsi daun ini secara terus
secolagonoside, menerus dapat mengakibatkan
roseoside, isositsirikine, penurunan jumlah sel darah putih
tetrahydroalistonine,
sehingga menimbulkan penurunan
ajmaleine, serpentine,
raubasine, mitraphilinje, daya tahan tubuh terhadap penyakit.
catharantine, Penggunaan tapak dara diluar negeri

98 | P a g e
coronaradine, dimanfaatkan sebagai rokok yang
catharansine, vincristine, mampu menghasilkan efek
vinblastine, vindaline, halusinasi, seperti pusing dan lupa
vincaleukoblastine
ingatan.

26 Coptis Sp Coptis Sp Setiap bagian Alkaloid berberine Penggunaan pada manusia dapat
tanaman menyebabkan iritasi ginjal.

27 Mahonia Akar Dapat menyebabkan iritasi ginjal


aquifolium

28 Chelidonum Seluruh bagian Alkaloid berberin Dapat menyebabkan iritasi ginjal


Majus tanaman

29 Phellodendron Kulit tanaman Alkaloid berberin Dapat menyebabkan iritasi ginjal


amurense

30 Kayu kuning Arcangelica flava Seluruh bagian Alkaloid berberin Dapat menyebabkan iritasi ginjal
tanaman
31 Daun wati, Piper methysticum Seluruh bagian Kavalactone Penggunaan tanaman dapat
kava-kava tanaman menyebabkan kerusakan pada organ
hati/liver

32 Cinchonae Seluruh bagian Alkaloida kinina, Dapat menyebabkan resistensi


Cortex, tanaman sinkonina, sinkodina, plasmodium falciparum dan
Artemisia Folium kena tanat, kinidin, asam plasmodium vivax terhadap obat anti
tanat, asam kina, damar,

99 | P a g e
malam  malaria.

33 Keratom Mytragina speciosa Seluruh bagian Senyawa opioid Bersifat sedatif


tanaman
34 Birthwort, Pelican Aristolochia Sp Seluruh bagian aristolochic acid Dapat menyebabkan gagal ginjal dan
flower, Sangree tanaman bersifat karsinogenik
root, Sangrel,
Serpentaria,
Snakeroot,
Snakeweed

35 pheasant’s eye Adonis vernalis L Seluruh bagian glikosida yaitu adonitoxin Mengandung glikosida jantung, jika
tanaman dikonsumsi secara tidak tepat maka
dapat berakibat fatal, gejalanya
antara lain jantung berdebar-debar.

36 Deadly nightshade Atropa belladonna L Daun dan buah alkaloid tropane Gejala keracunan belladonna
meliputi pupil melebar, kepekaan
terhadap cahaya, penglihatan
kabur, takikardia, kehilangan
keseimbangan, mengejutkan, sakit
kepala, ruam, kemerahan, mulut
sangat kering dan tenggorokan,
bicara cadel, retensi urin,
konstipasi, kebingungan,
halusinasi, delirium, dan kejang-
kejang.
37 Barnadia Seluruh bagian cardiac glikosida Dapat mengganggu kerja jantung
japonica tanaman

100 | P a g e
(Thunb.)
Schult.&Schult.f.

38 Bunga widuri Calatropis gigantea Getah bunga senyawa beracun bagi Dapat menyebabkan gangguan
Dryand jantung yang irama jantung. Selain itu percobaan
menyerupai digitalis, pada binatang menyebabkan
gangguan spermatogenesis dan
oogenesis sehingga menyebabkan
infertilitas.

39 Ganja Canabis Sativa L Daun dan biji kanabiol, kanabidiol, Dapat menyebabkan pemakainya
tetrahidrokanabiol mengalami euforia (rasa senang
berlebihan dan berkepanjangan
tanpa sebab), termasuk golongan
narkotika.

40 Rosy perwinkle, Catharanthus roseus Seluruh bagian vinca alkaloid Dapat menyebabkan gangguan ginjal,
Madagascar (L) G.Don tanaman gangguan hepar (Liver) dan gangguan
perwinkle, old hematologi.
Maid

101 | P a g e
Panduan Demonstrasi
Pengenalan TOGA

a. Pengenalan Jenis Tanaman Obat


 Tersedia Materi (hidup) tanaman obat dari berbagai jenis yang dilengkapi
dengan label/penamaan.
 Tersedia bagian tanaman (terpisah dari tanaman hidup) yang digunakan
untuk obat dan menjadi ciri pembeda dengan tanaman yang hampir serupa
(mirip).
 Tersedia bagian-bagian tanaman (akar, batang, daun, bunga, buah) yang
terpisah dari tanaman hidup, dalam bentuk segar (simplisia basah) dan
kering, serta serbuk,atau ekstrak.
 Fasilitator menunjukkan perbedaan tanaman obat yang hampir serupa bentuk
dan atau kegunaannya, baik secara keseluruhan (seluruh tanaman) atau
berdasarkan bagian-bagian tertentu saja (terpisah dari tanaman utuh).
 Fasilitator memberikan contoh cara pertelaan tanaman dengan melihat,
meraba, dan merasakan (Organoleptik), bersama-sama dengan peserta.
 Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk membedakan
jenis-jenis tanaman obat yang didemonstrasikan berdasarkan manfaatnya
dalam selfcare ramuan.

b. Budidaya dan Pascapanen Tanaman Obat


 Menyediakan contoh tanaman yang akan digunakan untuk demonstrasi teknik
budidaya (perbanyakan benih dan penanaman).
Contoh: tanaman yang diperbanyak dengan biji (saga, kepel, pinang); setek
batang (kumis kucing, cabe jawa, handeuleum/wungu), anakan (lidah buaya,
kapol)
 Menyediakan peralatan yang mendasar untuk budidaya
Contoh: gunting setek, polibag, media tanam, pot, pupuk, cangkul, sprayer
sederhana untuk menyiram tanaman,dll
 Menyediakan alat pasca panen primer sederhana
Contoh: Pisau untuk merajang, tampah untuk menjemur, dll

102 | P a g e
Panduan Latihan
Pemanfaatan dan Teknik Membuat Ramuan untuk Asuhan Mandiri

 Peserta bergabung dalam kelompok yang terdiri dari 5-6 orang/kelompok


 Setiap kelompok melakukan praktik sesuai dengan topik dan mempersiapkan
segala bahan dan peralatan yang digunakan.
 Peserta mendemonstrasikan bagaimana menyiapkan simplisia dan bahan baku
yang akan digunakan
Hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
1. Menggunakan tanaman obat yang masih segar dan dalam keadaan utuh.
2. Dalam melakukan perebusan sebaiknya menggunakan api kecil
3. Alat yang digunakan harus bersih
4. Peralatan yang digunakan untuk membuat ramuan jangan menggunakan
peralatan dari bahan alumunium, timah atau tembaga.
 Setiap kelompok membuat 1 jenis ramuan untuk pemanfaatan TOGA dalam
asuhan mandiri.

103 | P a g e
MATERI INTI 2
PEMANFAATAN AKUPRESUR

I. DESKRIPSI SINGKAT
Akupresur mandiri merupakan teknik menekan sendiri pada titik tertentu dipermukaan
tubuh (titik akupunktur)sebagai upaya promotif preventif serta membantu mengatasi
gangguan kesehatan ringan.
Penekanan adalah bagian terpenting dalam melakukan tindakan akupresur. Dengan
melakukan penekanan yang benar, maka tujuan dalam mengatasi gangguan kesehatan
ringan dapat tercapai.Penggunaan teknik akupresur disesuaikan dengan keluhan agar
tindakan akupresur dapat mencapai hasil yang maksimal.Cara penekanan yang baik
dan benar juga dapat membantu meningkatkan hasil penekanan, Akupresur dapat
menimbulkan efek yang tidak diinginkan sehingga pada saat pelaksanaan akupresur,
diperlukan perhatian khusus terhadap keadaan-keadaan yang tidak boleh dilakukan
akupresur.
Dalam modul ini diuraikan secara singkat teori dasar akupresur yang diambil dariteori
dasar akupunktur, sebagai pedoman bagi pelaksanaan terapiakupresur.
Tatalaksana gangguan kesehatan ringan dengan akupresur mandiri dalam modul ini
membahas tentang pemanfaatan akupresur untuk asuhan mandiri, teknik akupresur
untuk asuhan mandiri, tatalaksana gangguan kesehatan untuk asuhan mandiri
akupresur.

II. TUJUANPEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melatih pemanfaatan asuhan mandiri
akupresur.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
1) Menjelaskan konsep pemanfaatan akupresur untuk asuhan mandiri
2) Melakukan akupresur untuk asuhan mandiri
3) Melakukan pemanfaatan akupresur dalam asuhan mandiri

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Konsep Pemanfaatan Akupresur untuk Asuhan mandiri
1. Sejarah perkembangan akupresur
2. Pengertian akupresur untuk asuhan mandiri
3. Manfaat akupresuruntuk asuhan mandiri
B. Teknik Akupresur untuk Asuhan mandiri
1. Pengenalan titik akupresur
2. Indikasi dan kontraindikasi
3. Teknik penekanan dalam akupresur
C. Pemanfaatan akupresur dalam asuhan mandiri
1. Meningkatkan produksi ASI
2. Batuk pilek pada balita
3. Meningkatkan nafsu makan
4. Gatal pada biduran
5. Nyeri haid

104 | P a g e
6. Susah tidur dan Stress
7. Kram otot tungkai bawah/kaki
8. Sakit kepala/pusing
9. Peningkatan daya tahan tubuh
10. Sakit pinggang
11. Mual, muntah dan nyeri ulu hati
12. Sesak nafas/mengi
13. Melancarkan Buang Air Besar (BAB)/konstipasi
14. Nyeri sendi lutut
15. Pemulihan setelah sakit

IV. BAHAN BELAJAR


Modul, bahan tayang, panduan demonstrasi, dan panduan simulasi.

V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

A. Langkah 1 Pengkondisian (10 menit)


1. Fasilitator memperkenalkan diri, kemudian menyampaikan tujuan pembelajaran
serta waktu yang tersedia untuk materi ini
2. Fasilitator menggali pendapat peserta mengapa modul/materi ini diperlukan untuk
Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur. Berikan juga kesempatan
kepada peserta untuk menyampaikan pendapat atau pengetahuannya tentang
tatalaksana pelayanan akupresur di Puskesmas. Tuliskan pada kertas flipchart
agar dapat dibaca semua orang.
3. Fasilitator memandu peserta untuk menanggapi sehingga terjadi interaksi yang
dinamis

B. Langkah 2 Membahas pokok bahasan (80 menit)


1. Fasilitator mulai dengan menggali pendapat/pemahaman peserta tentang
tatalaksana pelayanan akupresur di Puskesmas. Misalkan dengan menanyakan
kepada peserta “bagaimana alur pelayanan kesehatan di Puskesmas?”.
“Bagaimana tata hubungan pelayanan antar unit di Puskesmas?”. Beri
kesempatan peserta saling menanggapi apa yang dikemukakan peserta lainnya
sehingga kelas menjadi dinamis.
2. Fasilitator menyampaikan penjelasan materi tatalaksana penyelenggaraan
pelayanan akupresur di Puskesmas.
3. Berikan kesempatan peserta untuk tanya jawab dan klarifikasi

VI. URAIAN MATERI


A. Konsep Pemanfaatan Akupresur untuk Asuhan mandiri
1) Sejarah Perkembangan Akupresur
Pijat telah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak jaman dahulu kala. Demikian juga
oleh bangsa-bangsa yang lain, karena pijat merupakan cara pengobatan alami,
yang secara naluri dilakukan oleh manusia jika merasa badannya tidak enak.
Pijat dengan pendekatan ilmu akupunktur disebut akupresur dan istilah ini
digunakan sampai sekarang.

105 | P a g e
Perkembangan akupresur di Indonesia di mulai pada tahun 1963, di mana
presiden Soekarno menunjuk Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sebagai pilot
project pengembangan pengobatan di bidang Akupunktur. Kemudian terbentuk
program pendidikan dokter spesialis akupunktur medik, yang dalam kurikulum
pendidikannya memasukkan akupresur sebagai salah satu mata pelajaran
pendidikan. Saat ini akupresur dikembangkan melalui integrasi ke dalam sistem
pelayanan kesehatan di Puskesmas.
2) Pengertian Akupresur untuk Asuhan Mandiri
Akupresur berasal dari kata accus dan pressure, yang berarti jarum dan menekan.
Istilah ini dipakai untuk cara penyembuhan yang menggunakan teknik penekanan
dengan jari pada titik-titik akupunktur sebagai pengganti penusukan jarum pada
sistem penyembuhan akupunktur.Tujuan penekanan pada titik-titik akupresur
adalah melancarkan berbagai sistem pada seluruh bagian tubuh.
Akupresur mandiri adalah penggunaan akupresur secara mandiri, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat di lingkungan keluarga sendiri untuk
meningkatkan kebugaran maupun mengatasi gangguan kesehatan ringan.
3) Manfaat Akupresur untuk Asuhan Mandiri
Tindakan akupresur dapat memberikan manfaat bagi tubuh, antara lain:
a. Meningkatkan kebugaran
b. Melancarkan peredaran darah
c. Mengurangi rasa nyeri
d. Mengurangi stres atau menenangkan pikiran

B. Teknik Akupresur untuk Asuhan mandiri


1. Pengenalan Titik Akupresur
a. Pengertian
Titik-titikakupresur merupakan titik akupunktur. Dalam modul ini selanjutnya
titik akupunktur akan disebut titik akupresur, yang merupakan konsentrasi dari
media penghantar sinyal di dalam tubuh (pembuluh darah, saraf, limfe dan
jaringan interstitiel.Penekanan pada titik-titik ini bermaksud untuk memfasilitasi
tubuh agarsistem tubuh yang kemungkinan terhambat dapat berfungsi dengan
baik. Penekanan ini mempengaruhi antara lain aliran darah, transportasi
cairan-cairan tubuh, sistem saraf, sistem hormonal, sistem getah bening, dll.
Ada tiga jenis titik akupresur :
1) Titik akupresur umum yaitu titik akupresur yang berada di saluran meridian
2) Titik akupresur istimewa yaitu titik akupresur yang berada di luar saluran
meridian
3) Titik akupresuryes point/ashe point yaitu tempat yang kalau dipijat terasa
nyeri dan letaknya bukan di titik umum maupun titik istimewa.
b. Fungsi Titik Akupresur
Sebagai tempat perangsangan untuk mengatasi gangguan di sepanjang
alurmeridian
c. Nomenklatur Titik Akupunktur (WHO)
Berdasarkan keputusanWHO tentang penamaan titikakupunktur/akupresur
yangberlaku Internasional, mengikuti pedoman di bawah ini:

106 | P a g e
1) Titik Akupunktur Umum
Terdiri dari 2 huruf kapital yang merupakan singkatan organ, diikuti angka
arabsesuai dengan perjalanan meridian di tubuh.
2) Titik Akupunktur Istimewa
Terdiri dari awalan EX (Extra Point) diikuti regio tubuh yaitu:
a) HN (Head and Neck) : Kepala Leher
b) CA (Chest and Abdomen) : Dada Perut
c) B (Back) : Punggung
d) UE (Upper Extremities) : Lengan Atas
e) LE (Lower Extremities) : Lengan bawah
Penomoran diurut dari kepala sampai dengan kaki/atas ke bawah
contoh: EX-HN-1
EX menandakan titik istimewa (Extra Point)
HN menunjukkan lokasinya di kepala dan leher
Angka 1 menunjukkan letak paling di atas
d. Mekanisme Kerja
1) Titik akupresur berada di permukaan kulit yang sensitif terhadap
perangsanganbiolistrik dan dapat menghantarkan rangsangan
2) Nyeri dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke daerah yang
sakit,sehingga dengan mengurangi nyeri, aliran darah dan oksigen menjadi
lebihbaik. Perangsangan di titik akupresur menyebabkan
dikeluarkannyaendorfin,suatu neurotransmitter yang dapat mengurangi
rasa nyeri.
3) Akupresur menutup pintu sinyal nyeri ke medula spinalis dan otak
4) Akupresur dapatmemelihara keseimbangan tubuh dengan
mengurangiketegangan, stress dan meningkatkan kekebalan tubuh
terhadap perubahanlingkungan atau penyakit.
5) Perangsangan titik akupresur dapat meningkatkan aliran darah dan
oksigenpada daerah yang sakit sehingga pengeluaran toksin atau racun
menjadi lebihbaik.
e. Titik akupresur yang sering digunakan
Beberapa titik akupresur berdasarkan anatomi tubuh yang sering digunakan
antara lain adalah:
1) Kepala dan wajah:
GV20, GB20, EX-HN5, EX-HN3, LI20

107 | P a g e
GV20

GB20

EX-
HN5

108 | P a g e
EX-HN3 LI20

2) Leher dan Bahu


GB21

GB2
1

3) Dada
CV17, CV12

4) Punggung
CV12
EX-B1, BL23

109 | P a g e
EX-B1

BL23

5) Ekstremitas Superior

HT7, LI4, PC6, LI11, SI1

HT7

LI4

110 | P a g e
LI11

SI11

6) Ekstremitas inferior

ST36, GB31, GB34, GB39, BL40, BL57, SP9, SP10, SP6, LR3, KI1

111 | P a g e
ST40
ST36

GB3
4

GB3
BL40
9

112 | P a g e
BL57
SP6

113 | P a g e
LR3

2. Indikasi, Kontraindikasi dan Efek samping


Akupresur asuhan mandiri dapat dipergunakan untuk gangguan kesehatan
ringan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Indikasi akupresur
asuhan mandiri antara lain:
a. Meningkatkan produksi ASI
b. Batuk pilek pada balita
c. Meningkatkan nafsu makan
d. Gatal pada biduran
e. Nyeri haid
f. Susah tidur dan stress
g. Kram otot tungkai bawah/kaki
h. Sakit kepala/pusing
i. Peningkatan daya tahan tubuh
j. Sakit pinggang
k. Mual, muntah dan nyeri ulu hati
l. Sesak nafas/mengi
m. Melancarkan Buang Air Besar (BAB)/konstipasi
n. Nyeri sendi lutut
o. Pemulihan setelah sakit

Hal-hal yang perlu diperhatikan


a. Kondisi pasien

114 | P a g e
Akupresur tidak boleh dilakukan terhadap penderita yang:
1) Dalam keadaan terlalu lapar.
2) Dalam keadaan terlalu kenyang.
3) Dalam keadaan terlalu emosional.
4) Dalam keadaan hamil, ada beberapa titik akupresur yang tidak boleh
dipijat terutama titik pada Meridian yin kaki, Meridian CV di bawah
pusar dan LI4. Kehati-hatian diperlukan terutama jangan sampai
terjadi keguguran akibat penekanan pada titik-titik tertentu. Mual
muntah akibat kehamilan dapat diatasi dengan baik menggunakan
teknik akupresur
5) Dalam kondisi tubuh sangat lemah hanya diperlukan pijat untuk
menguatkan.
b. Kontra indikasi
Akupresur hanya merupakan pendukung untuk mengatasi gangguan
kesehatan, sehingga penanganan penyakit tetap berada dibawah
tanggungjawab dokter. Kondisi yang tidak bisa ditangani dengan
akupresur adalah :
1) Kegawatdaruratan medik
2) Kasus yang perlu pembedahan
3) Keganasan
4) Penyakit akibat hubungan seksual
5) Penyakit Infeksi
6) Penggunaan obat pengencer darah (antikoagulansia)
7) Diketahui ada kelainan pembekuan darah
8) Daerah luka bakar, borok dan luka parut yang baru (kurang dari satu
bulan)

Dalam kasus keganasan dilarang melakukan akupresur di lokasi tumor,


kelenjar getah bening yang membesar, serta daerah-daerah yang terjadi
borok akibat tumor.Akupresur bermanfaat untuk memperbaiki gejala-
gejala akibat pengobatan tumor atau nyeri yang diakibatkan tumor itu
sendiri. Mual muntah akibat pengobatan konvensional dapat dikurangi
dengan tindakan akupresur

c. Efek samping penekanan akupresur


Hal-hal yang mungkin bisa terjadi akibat penekanan ialah:
1) Shock
Gejalanya : keluar keringat dingin, pucat, lemas,
mual, pusing.
Penyebabnya : Pasien dalam keadaan lapar, terlalu
lemah/lelah, atau takut.
Cara mengatasinya : hentikan penekanan, tidurkan pasien,
beri minum air hangat atau teh
manis hangat, tenangkan pasien,
istirahatkan.Segera rujuk ke fasilitas
kesehatan terdekat.

115 | P a g e
2) Kejang otot
Gejalanya : kram, otot menjadi kaku dan tegang
Penyebabnya : penekanan terlalu kuat atau pasien
dalam keadaan tegang
Cara mengatasinya : hentikan penekanan pada daerah
tersebut, pijat kembali daerah lain
secara pelan pada titik-titik meridian
di sekitarnya, jangan pada tempat
yang kejang.

3) Bengkak / memar
Gejalanya : terjadi pembengkakan pada tempat
bekas yang dipijat, mungkin muncul
warna kebiruan
Penyebabnya : penekanan terlalu kuat atau kulit pasien
sensitif
Cara mengatasinya : hentikan penekanan pada daerah
tersebut, beri minyak khusus untuk
memar atau kompres dingin.

3. Teknik penekanan dalam akupresur


Teknik rangsangan dan penekanan
Cara penekanan akupresur mempengaruhi efek yang dihasilkan.
Teknik penekanan sangat bervariasi sesuai dengan teknik akupresur. Contoh
teknik penekanan dalam kepustakaan akupresur adalah sebagai berikut :
a. Menekan menggunakan ibu jari atau menutuk dengan jari telunjuk lalu
diputar-putar (mengucak) pada titik akupresur, misalnya penekanan pada
daerah kepala, tangan, kaki, dada dan perut.
b. Menekan menggunakan pangkal atau sisi telapak tangan atau siku untuk
permukaan tubuh yang luas atau bagian tubuh yang ototnya tebal,
misalnya penekanan pada daerah punggung, paha dan bokong
c. Mendorong atau menggosok sepanjang jalur meridian menggunakan ibu
jari atau pangkal telapak tangan, misalnya penekanan pada ekstremitas
atas, ekstremitas bawah dan punggung.
d. Menjepit mengenai dua meridian atau titik sekaligus, misalnya
penekanan pada LU5 dan LI11
e. Meremas jalur meridian, misalnya penekanan di tangan atau kaki
f. Mencubit otot, cubitan kecil maupun besar.
g. Menggetarkan yaitu menekan titik akupresur menggunakan jari atau
telapak tangan sambil digetarkan.
h. Menyeka yaitu memijat menggunakan dua ibu jari dengan arah
berlawanan.
i. Mengetuk dan menepuk yaitu memukul-mukul permukaan tubuh
mengunakan ujung-ujung jari.
j. Mengusap dengan menggunakan telapak tangan pada permukaan tubuh.
k. Menyisir yaitu melakukan gerakan seperti menggaruk untuk daerah
kepala.

116 | P a g e
l. Teknik akupresur pada anak sama dengan teknik penekanan pada orang
dewasa, namun jumlah penekanannya setengah dari jumlah penekanan
pada orang dewasa dan tekanannya disesuaikan dengan kondisi anak.

1) Cara mengoptimalkan manfaat akupresur


a) Pelemasan otot
Untuk mengoptimalkan manfaat akupresur,sebaiknya dilakukan terlebih
dahulu tindakan pelemasan otot-otot pada daerah yang akan dilakukan
akupresur
b) Lokasi pelemasan otot
Pelemasan otot-otot dilakukan pada daerah otot besar seperti:
 Tengkuk
 Bahu
 Lengan
 Tangan
 Pinggang
 Paha
 Kaki
Pelemasan otot dilakukan dengan cara meremas otot besar
menggunakan telapak dan kelima jari tangan, masing-masing dilakukan
sebanyak lima kali.

C. Pemanfaatan Akupresur untuk Asuhan Mandiri


1. Meningkatkan produksi air susu ibu (ASI)
Untuk meningkatkan jumlah ASI dapat dilakukan penekanan pada perpotongan
garis tegak lurus dari sudut kuku bagian kelingking (SI1)

SI1

Lokasi yang terletak :


 setinggi sela iga ke empat linea axillaris anterior (SP18)
 Setinggi sela iga ke dua linea midclavicullaris (ST15)
 Setinggi sela iga ke tiga linea midclavicullaris (ST16)
 Setinggi sela iga ke empat linea midsternalis (CV17)

117 | P a g e
 Setinggi sela iga ke lima linea midclavicullaris (ST18)

Lokasi Pijatan Ditekan


Selama 30 Hitungan

ST15

ST16

SP18
CV17

ST18

Lokasi yang letaknya 4 jari di bawah lutut di tepi luar tulang kering (ST36)

ST36

Lokasi pijatan ditekan selama


30 hitungan

2. Batuk Pilek pada Balita


Akupresur untuk meredakan batuk pilek pada balita dapat dilakukan penekanan
pada lokasi yang letaknya di samping cuping hidung kanan dan kiri (LI20)

118 | P a g e
Lokasi Pijatan Ditekan
Selama 30 Hitungan

Lokasi yang terdapat pada 2 jari ke arah lateral dari ruas tulang punggung ketiga
(BL13)

Lokasi Pijatan Ditekan


Selama 30 Hitungan

Lokasi yang letaknya 2 jari di atas pergelangan tangan,segaris ibu jari tangan
(LU7)

119 | P a g e
Lokasi pijatan ditekan
LU77 selama 30 hitungan

Lokasi yang terletak pada pertengahan antara tempurung lutut dan mata kaki luar,
2 jari ke sisi luar dari tulang kering (ST40)

ST40

Lokasi yang terletak di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu jari dan
telunjuk dirapatkan (LI4)

120 | P a g e
LI4

Lokasi yang terletak pada 4 jari di bawah tempurung lutut di tepi luar tulang kering
(ST36)

ST36

3. Meningkatkan nafsu makan

Akupresur untuk meningkatkan nafsu makan dapat dilakukan penekanan pada


lokasi yang letaknya lekukan belakang mata kaki bagian dalam (KI3)

121 | P a g e
KI3

Lokasi yang terletak 4 jari ke atas dari mata kaki bagian dalam (SP6)

SP6

Lokasi yang terletak pada 3 jari di atas pertengahan pergelangan tangan bagian
dalam (PC6)

122 | P a g e
Lokasi yang terletak di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu jari
dan telunjuk dirapatkan (LI4)

LI4

Lokasi yang terletak 4 jari di bawah tempurung lutut di tepi luar tulang kering
(ST36)

ST36

4. Gatal pada biduran


Untuk gatal-gatal karena biduran dapat dilakukan penekanan pada lokasi yang
terletak di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu jari dan telunjuk
dirapatkan (LI4)

LI4

Lokasi yang terletak antara lipat siku sebelah luar dan tonjolan tulang siku
(LI11)

123 | P a g e
LI11

Lokasi yang terletak tiga jari di atas dan sisi dalam tempurung lutut (SP10)

Lokasi pijatan ditekan SP10


selama 30 hitungan

Lokasi yang terletak pada empat jari di atas mata kaki bagian dalam (SP6)

SP6 ditekan
Lokasi pijatan
selama 30 hitungan

5. Nyeri haid

124 | P a g e
Akupresur untuk mengurangi nyeri haid dapat dilakukan penekanan pada lokasi
yang letaknya4 jari di atas mata kaki bagian dalam (SP6)

SP6

Lokasi pijatan ditekan


selama 30 hitungan

Lokasi yang terletak di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu jari
dan telunjuk dirapatkan (LI4)

LI4

Lokasi pijatan ditekan


selama 30 hitungan

LI
4

Lokasi yang terletak 4 jari di bawah tempurung lutut di tepi luar tulang kering
(ST36)

ST36

6. Susah tidur dan stress

125 | P a g e
Untuk susah tidur dapat dilakukan penekanan pada lokasi yang terletak pada
lekukan garis pergelangan tangan bagian dalam, segaris dengan jari kelingking
(HT7)

HT7

Lokasi yang terletak pada pertengahan kedua alis (EX-HN3)

126 | P a g e
Lokasi yang terletak pada tiga jari di atas pertengahan pergelangan tangan
bagian dalam (PC6)

Untuk stres dapat dilakukan penekanan pada lokasi yang terletak di punggung
tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu jari dan telunjuk dirapatkan (LI4)

LI4

Dan lokasi yang terletak di punggung kaki pada cekungan antara pertemuan
tulang telapak kaki ibu jari dan jari ke-2 (LR3)

127 | P a g e
LR3

7. Kram otot tungkai bawah/kaki


Untuk kram otot tungkai bawah/kaki dapat dilakukan penekanan pada bagian
paha yang terletak sejajar ujung jari tengah pada posisi tubuh berdiri dan lengan
menggantung di sisi paha (GB 31)

GB31

Lokasi yang terletak di lekukan bagian bawah otot betis (BL57)

128 | P a g e
BL57

Lokasi yang terletak di bawah tonjolan tulang sisi bawah luar lutut (GB34)

GB34

Lokasi yang terletak di tengah-tengah lipat lutut bagian belakang (BL40)

BL40

8. Sakit kepala/ pusing


Untuk sakit kepala/ pusing secara umum dapat dilakukan penekanan pada lokasi
yang terletak di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu jari dan
telunjuk dirapatkan (LI4)

129 | P a g e
LI4

Untuk sakit kepala daerah depan, dapat dilakukan penekanan pada lokasi yang
terletak di lekukan tulang pelipis, sejajar dengan sudut mata luar (EX-HN5)

EX-HN5

Untuk sakit kepala daerah puncak kepala, dapat dilakukan penekanan pada lokasi
yang terletak di puncak kepala (GV20)

Lokasi pijatan ditekan


GV20 selama 30 hitungan

Untuk sakit kepala daerah tengkuk, dapat dilakukan penekanan pada lokasi yang
terletak di belakang kepala, di bawah tonjolan tulang tengkorak(GB20)

130 | P a g e
GB20

Dan lokasi yang terletak di puncak bahu, pertengahan antara tengkuk dan
pangkal lengan (GB21)

GB21

Lokasi pijatan
ditekan selama 30

Dan lokasi yang terletak di punggung kaki pada cekungan antara pertemuan
tulangtelapak kaki, ibu jari dan jari ke-2 (LR3)

131 | P a g e
LR3

9. Peningkatan daya tahan tubuh


a. Peningkatan daya tahan tubuh
LI4, ST36, CV12, SP6, GB39, BL23, KI1
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dapat dilakukan penekanan pada lokasi
yang letaknya 4 jari di bawah lutut di tepi luar tulang kering (ST36)

ST36

Dan lokasi yang letaknya 4 jari di atas mata kaki bagian dalam. Pijatan lokasi
ini dilakukan dengan posisi kaki disilangkan ke atas paha (SP6)

132 | P a g e
SP6

Lokasi pijatan ditekan


selama 30 hitungan

Lokasi yang terletak di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu jari
dan telunjuk dirapatkan (LI4)

LI4

Lokasi pijatan ditekan


selama 30 hitungan

Lokasi yang terletak di garis tengah tubuh depan di pertengahan ujung bawah
tulang dada dengan pusar (CV12)

Lokasi yang terletak pada 4 jari di atas tonjolan mata kaki luar (GB39)

Lokasi yang terletak di pinggang sejajar dengan pusar, selebar 2 (dua) jari
tangan ke samping kiri dan kanan dari garis tengah tubuh (BL23)

BL23

133 | P a g e
Lokasi yang terletak di garis antara jari kedua dan ketiga, pada telapak kaki 1/3
bagian depan (KI1)

b. Peningkatan kebugaran
Untuk meningkatkan kebugaran LI4, ST36, CV12

Dilakukanpenekanan pada lokasi yang terletak di punggung tangan pada


tonjolan tertinggi ketika ibu jari dan telunjuk dirapatkan (LI4)

LI4LI4

134 | P a g e
Untuk meningkatkan kebugaran daya tahan tubuh dapat dilakukan
penekanan pada lokasi yang letaknya 4 jari di bawah lutut di tepi luar
tulang kering (ST36)
ST36

Untuk meningkatkan kebugaran dilakukan penekanan pada lokasi yang


terletak di garis tengah tubuh depan di pertengahan ujung bawah tulangdada
dengan pusar (CV12)

CV12

Lokasi pijatan ditekan


selama 30 hitungan

10. Sakit pinggang


Untuk sakit pinggang dapat dilakukan penekanan pada lokasi yang terletak di
pinggang sejajar dengan pusar, selebar 2 (dua) jari tangan ke samping kiri dan
kanan dari garis tengah tubuh (BL23)

135 | P a g e
Lokasi pijatan ditekan
BL23 selama 30 hitungan

Dan lokasi yang terletak di pertengahan lipat lutut (BL40)

BL40

BL4
0

11. Mual muntah dan nyeri ulu hati


Untuk mual muntah dapat dilakukan penekanan pada lokasi yang terletak pada
tiga jari di atas pertengahan pergelangan tangan bagian dalam (PC6)

136 | P a g e
Untuk nyeri ulu hati dapat dilakukan penekanan pada lokasi yang terletak di garis
tengah tubuh depan di pertengahan ujung bawah tulang dada dengan pusar
(CV12)

CV12

Lokasi pijatan ditekan


selama 30 hitungan

Dan lokasi yang terletak pada empat jari di bawah lutut di tepi luar tulang kering
(ST36)
ST366

12. Sesak nafas/mengi


Untuk sesak nafas dapat dilakukan penekanan pada lokasi yang terletak di
bawah tengkuk, setengah jari ke arah luar (EX-B1)

137 | P a g e
EX-B1

Lokasi yang terletak di garis tengah tubuh bagian depan setinggi sela iga ke-4
(sejajar dengan puting susu) (CV17)
Lokasi pijatan ditekan
selama 30 hitungan

CV17

Lokasi yang terletak pada pertengahan antara tulang tempurung lutut


denganmata kaki bagian luar, dua jari dari tulang kering (ST40)

ST40

13. Susah Buang Air Besar (Konstipasi)


Untuk susah buang air besar (konstipasi) dapat dilakukan penekanan pada
lokasi yang terletak di

138 | P a g e
 punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu jari dan telunjuk
dirapatkan (LI4)
 4 jari ke atas dari punggung pergelangan tangan segaris jari tengah (TE6)

TE6

LI4

Lokasi yang terletak 3 jari di samping kiri dan kanan pusar (ST25)

139 | P a g e
Lokasi yang terletak 7 jari di bawah pangkal tulang kering, bawah luar tempurung
lutut (ST37)

ST37

Dan lokasi yang terletak 4 jari di atas mata kaki bagian dalam (SP6)

SP6

14. Nyeri Sendi Lutut


Untuk nyeri sendilutut dapat dilakukan penekanan pada lokasi yang terletak di
tengah-tengah lipat lutut bagian belakang (BL40)

BL400
140 | P a g e
Lokasi yang terletak pada:
 4 jari ke atas dari mata kaki bagian dalam (SP6)
 bawah lutut ujung tulang kering atas sisi sebelah dalam (SP9)
 lekukan belakang mata kaki bagian dalam (KI3)
 3 jari di atas lekukan belakang mata kaki bagian dalam (KI7)

SP9

SP6
KI7

KI3

Lokasi yang terletak pada


 lekukan depan bawah tonjolan
tulang betis(GB34)
 4 jari di bawah titik pangkal tulang
kering, bawah luar tempurung lutut
(ST36)

141 | P a g e
ST36 GB34

15. Pemulihan Setelah Sakit


Untuk pemulihan setelah sakit dapat dilakukan penekanan pada lokasi yang
terletak di 7 jari ke belakang dari batas rambut depan, tepatnya di puncak
kepala (GV20)

GV20

Lokasi yang terletak pada pertengahan ke 2 alis (EX-HN3)

142 | P a g e
EX-HN3

Lokasi yang terletak pada:


 lekukan kiri kanan di belakang kepala, 1,5 jari di atas batas rambut (GB20)
 daerah belakang leher di pertengahan antara cervical dan akromion (GB21)

GB21

GB20

Lokasi yang terletak pada:


 3 jari ke atas dari punggung pergelangan tangan segaris jari tengah (TE5)
 di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu jari dan telunjuk
dirapatkan (LI4)

143 | P a g e
LI4

TE5

Lokasi yang terletak pada 3 jari di atas pertengahan pergelangan tangan bagian
dalam (PC6)

Lokasi yang terletak 3 jari pada ujung lipatan siku sebelah bawah (LI10)

144 | P a g e
Lokasi Pijatan Ditekan
Selama 30 Hitungan

Lokasi yang terletak pada punggung kaki pada cekungan antara pertemuan
tulang telapak kaki satu dan dua (LR3)

LR3
LRLR10

Lokasi yang terletak pada 4 jari ke atas dari mata kaki bagian dalam (SP6)

145 | P a g e
SP6

Lokasi yang terletak pada


 4 jari di atas tonjolan mata kaki luar (GB39)
 Lekukan bawah tonjolan tulang betis (GB34)
 4 jari di bawah titik tulang kering, bawah luar tempurung lutut (ST36)

ST36 GB34

GB39

146 | P a g e
VII. Referensi
A. Kurikulum dan modul orientasi akupresur
B. Buku saku tetap sehat berhaji dengan akupresur mandiri
C. Standar Akupunktur WHO tahun 2008
D. Buku Ilmu Akupunktur, KSMF Akupunktur RSCM
E. Pedoman Praktis Akupresur, Depkes RI 1998
F. Pedoman Pembinaan Pengobat Tradisional Akupresur bagi Petugas Kesehatan
G. www.all-about-acupuncture.com

147 | P a g e
MATERI INTI 3
SOSIALISASI, ADVOKASI, DAN FASILITASI
ASUHAN MANDIRI PEMANFAATAN TOGA DAN AKUPRESUR

I. DESKRIPSI SINGKAT
Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur adalah kegiatan individu/ keluarga
dalam memanfaatkan tanaman-tanaman obat dari TOGA miliknya dan memanfaatkan
ketrampilan akupresur mandiri, untuk memelihara, mempertahankan, menjaga dan
meningkatkan status kesehatannya serta mencegah dan mengatasi gangguan
kesehatan ringan (Common diseases) secara mandiri, oleh dan untuk Individu dan
anggota keluarga di tingkat rumah tangga; dengan penekanan pada upaya-upaya
promotif dan preventif. Kemampuan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
akan dikembangkan dalam kelompok asuhan mandiri, melalui fasilitasi kelompok
keluarga-keluarga binaan yang terbentuk di masyarakat, dimana antar anggotanya akan
dapat saling belajar dan saling membantu satu sama lain.
Untuk tercapainya tujuan tersebut, petugas Puskesmas akan mendapatkan pelatihan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur yang dilaksanakan oleh Tim Pelatih
tingkat kabupaten/kota yang selanjutnya akan disebut fasilitator asuhan mandiri
kesehatan tradisional. Salah satu materinya adalah kemampuan sosialisasi, advokasi
dan fasilitasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, yang dilandasi
kemampuan dalam menerapkan teknik komunikasi efektif, untuk perubahan perilaku.
Melalui penguasaan dan kemampuan penerapan teknik komunikasi efektif fasilitator
diharapkan mampu mengadvokasi kepala Puskesmas bersedia mengeluarkan
kebijakan untuk mendukung pengembangan kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur sekaligus mampu mempersiapkan bahan advokasi kepala
Puskesmas kepada pemangku kepentingan tingkat kecamatan dan desa/kelurahan, dan
bahan advokasi Lintas Sektor dan Tokoh masyarakat/Tokoh agama di wilayah kerjanya,
Selanjutnya dengan dukungan kepala Puskesmas, fasilitator mampu melakukan
sosialisasi kepada mitra kerja lintas program di Puskesmas tentang hasil pelatihan, agar
mampu berperan menjadi fasilitator asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
melalui tugas integrasinya. Dengan pemeranan lintas program di Puskesmas,
penanggung-jawab Upaya Kesehatan Tradisional akan bekerjasama secara terpadu,
melaksanakan kegiatan orientasi kader UKBM di masyarakat, dalam asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur, yang selanjutnya akan mendampingi dan
membimbing keluarga-keluarga dalam kelompok binaannya mau dan mampu
memanfaatkan tanaman obat dalam TOGA miliknya dan memanfaatkan ketrampilan
akupresur dalam lingkungan keluarganya. Sasaran akhir kegiatan pengembangan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur adalah keluarga binaan dalam
kelompok asuhan mandiri, mampu memanfaatkan tanaman-tanaman obat dari TOGA
miliknya dan memanfaatkan ketrampilan akupresure untuk asuhan mandiri dalam
lingkungan keluarganya.
Untuk mendukung upaya perubahan perilaku masyarakat dari kondisi ketidak-
pedulian/ketidak-mampuan memelihara, menjaga, mempertahankan dan
meningkatkan status kesehatannya serta ketergantungannya selalu kepada petugas

148 | P a g e
kesehatan dalam mengatasi masalah/gangguan kesehatan ringan, menuju satu
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehatnya secara mandiri, salah
satunya adalah melalui asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur. Untuk
tujuan tersebut, petugas penanggung-jawab Upaya Kesehatan Tradisional di
Puskesmas, bekerjasama secara terpadu dengan mitra kerja Lintas Program untuk
memfasilitasi kader-kader UKBM di wilayah kerjanya, yang selanjutnya kader-kader
UKBM tersebut akan melakukan bimbingan, pendambingan dan pembinaan kepada
kelompok keluarga-keluarga binaannya melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat
dalam asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Umum:
Setelah mengikuti materi ini, peserta Puskesmas mampu mempraktekan teknik
komunikasi efektif, dalam pelaksanaan sosialisasi, advokasi, dan fasilitasi asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur secara tepat kepada sasarannya .
B. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta latih dari Puskesmas mampu menerapkan
kemampuan komunikasi efektif, untuk melakukan:
1. Advokasi kepada kepala Puskesmas untuk dukungan pengembangkan kegiatan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
2. Sosialisasi kepada lintas program di Puskesmas untuk kerjasama terpadu dalam
kegiatan pengembangan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
3. Fasilitasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur kepada keluarga-
keluarga binaan dalam kelompok asuhan mandiri.

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN


A. Komunikasi efektif dalam asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur:
1. Pengertian
2. Tujuan
3. Proses dan Model
4. Syarat para pihak dalam membangun komunikasi
5. Persiapan penyampaian pesan dalam komunikasi
6. Kegagalan dalam berkomunikasi
7. Komunikasi efektif dalam implementasi perubahan perilaku.

B. Advokasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur:


1. Pengertian
2. Langkah-langkah
3. Cara melakukan advokasi yang efektif.

C. Sosialisasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur


1. Pengertian
2. Langkah-langkah
3. Sosialisasi secara efektif, khususnya kepada lintas program di Puskesmas

149 | P a g e
D. Fasilitasi Asuhan mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur
1. Peran, fungsi, dan kemampuan fasilitator
2. Teknik fasilitasi
3. Fasilitasi di masyarakat

IV. BAHAN BELAJAR


Modul, bahan tayang, meta plan, skenario bermain peran, dan panduan diskusi
kelompok.

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak Waktu : 8 Jpl (T = 2 jpl; P: 3;
PL: 3) @ 45 menit. Untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-
langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

A. Langkah 1 (10 menit); Pengkondisian:


1. Pelatih memperkenalkan diri
2. Pelatih menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
3. Pelatih menggali pendapat peserta tentang komunikasi efektif, dan Langkah-
langkah perubahan perilaku dalam asuhan pemanfaatan TOGA dan akupresur
B. Langkah 2 (10 menit), praktek penyampaian pesan.
1. Peserta dibagi dalam 4 kelompok kecil
2. Masing-masing kelompok diminta menyampaikan pesan berantai secara lisan dan
tulisan, dalam bahasa yang berbeda.
Waktu bermain peran adalah 5 menit, dan simpulan disampaikan bersama dalam
waktu 5 menit, tentang dampak komunikasi berantai, tanpa panduan yang jelas.

C. Langkah 3 (70 menit); Penyampaian Materi


1. Pelatih menyampaikan materi dengan menggunakan bahan tayang, sesuai
dengan modul yang disusun untuk tujuan pembelajaran dimaksud
2. Dilanjutkan dengan tanya jawab, untuk penyamaan persepsi tentang materi yang
disampaikan pelatih kepada peserta latih
D. Langkah 4 (135 menit); Penugasan:
Peserta latih akan dibagi kembali menjadi 3 kelompok, untuk mengimplementasikan
bahan belajar kedalam penugasan di kelas dan praktek di lapangan berikut ini:
1. Masing-masing kelompok peserta latih mendapat satu soal penugasan dalam:
a. Kemampuan Advokasi:
1) Advokasi Kepala Puskesmas, melalui penerapan teknik komunikasi efektif,
untuk keluarnya kebijakan kepala Puskesmas dalam mendukung
pelaksanaan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresure,
2) Kemampuan mempersiapkan bahan advokasi kepala Puskesmas kepada
pemangku kepentingan di:
 Dinas Kesehatan Kabupaten/kota, untuk dikeluarkannya kebijakan yang
mendukung pelaksanaan kegiatan pengembangan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur di wilayah kerjanya termasuk
mendukung pembiayaan yang diajukan dalam RUK dan RPK

150 | P a g e
 Tingkat kecamatan dan desa/kelurahan, termasuk kepada mitra kerja
Lintas Sektor dan Tokoh-tokoh masyarakat dan agama setempat
3) Menetapkan jenis-jenis dokumen: Kebijakan kepala Puskesmas, KAK, SOP
pendukung kegiatan dan rekaman atas kegiatan yang dilaksanakan.
b. Kemampuan sosialisasi:
1) Penyiapan bahan sosialisasi kepada Lintas Program di Puskesmas untuk
memfasilitasi keluarga-keluarga binaan programnya masing-masing dalam
kemampuan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, kedalam
tugas integrasinya di Puskesmas.
2) Menetapkan jenis-jenis dokumen: Kebijakan kepala Puskesmas, KAK, SOP-
SOP pendukung kegiatan dan rekaman kegiatan-kegiatannya.

c. Kemampuan fasilitasi:
1) Penyiapan ahan fasilitasi bagi kader UKBM, membimbing, mendampingi dan
membina keluarga-keluarga dalam kelompok binaan, yang akan dilaksanakan
secara terintegrasi dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur.
2) Menetapkan jenis-jenis dokumen: Kebijakan kepala Puskesmas, KAK, SOP-
SOP pendukung kegiatan dan rekaman kegiatan-kegiatannya.
2. Kemampuan advokasi, sosialisasi, dan fasilitasi tersebut, dilaksanakan dengan
landasan penguasaan dan kemampuan penerapan teknik komunikasi efektif,
untuk menerima konsep asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
kedalam bidang tugas dan tanggung-jawab masing-masing di Puskesmas.

Untuk tujuan keberhasilan penguasaan dan kemampuan peserta melakukan


ketiga jenis kegiatan tersebut, kelompok akan:
1. Mendapatkan penjelasan nara sumber tentang kegiatan penugasan (10 menit).
2. Mempersiapkan penugasan kelompok (50 menit):
a. Mempelajari dengan baik teknik komunikasi efektif dalam upaya perubahan
perilaku melalui 5 tahapan kegiatan untuk diterapkan dalam proses advokasi,
sosialisasi, fasilitasi, pada target sasaran masing-masing dengan baik.
b. Mempersiapkan bahan/materi pesan dan dokumen-dokumen acuan yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan advokasi/sosialisasi/fasilitasi kepada target
sasaran pada masing-masing tugas dan tanggung-jawabnya di Puskesmas
c. Mempersiapkan diri dalam pelaksanaan kegiatan penugasan masing-masing
kelompok untuk penugasan pelaksanaan advokasi dan sosialisasi di
Puskesmas serta fasilitasi kelompok keluarga binaan di masyarakat.
3. Menerapkan penguasaan dan kemampuan teknik komunikasi efektif, kedalam
praktik penugasan di masing-masing kelompok:
a. Melakukan advokasi kepada kepala Puskesmas, dan mempersiapkan bahan
advokasi kepala Puskesmas kepada pemangku kepentingan/stakeholders
tingkat kecamatan dan desa/kelurahan, serta Lintas sektor terkait dan Tokoh-
tokoh masyarakat setempat
b. Melakukan sosialisasi kepada Lintas Program terkait di Puskesmas untuk
memfasilitasi keluarga binaan programnya masing-masing menerapkan

151 | P a g e
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, melalui pelaksanaan
tugas integrasinya di Puskesmas.
c. Melakukan fasilitasi kepada keluarga-keluarga binaan dalam kelompok
asuhan mandiri di masyarakat, terintegrasi kedalam kegiatan pemberdayaan
masyarakat dalam asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
4. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, dilanjutkan klarifikasi dan
tanya jawab masing-masing 15 menit, dan diselesaikan dalam waktu 45 menit
5. Pelatih memberikan tanggapan, masukan, dan simpulan selama 30 menit

E. Langkah 5 (135 menit), praktek lapangan proses perubahan perilaku.


Praktik lapangan dilakukan untuk mendapatkan pengalaman kemampuan
penguasaan komunikasi efektif untuk penerapannya dalam pelaksanaan advokasi,
sosialisasi dan fasilitasi, dalam kegiatan pengembangan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur, yang dilakukan secara terintegrasi lintas
program dan sektor, dengan menggunakan Panduan Praktik Lapangan Pelatihan
Asuhan mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur.

VI. URAIAN MATERI


A. Komunikasi Efektif dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur
Untuk mencapai cakupan yang luas dalam perubahan perilaku masyarakat di wilayah
kerja puskesmas, diperlukan dukungan dari semua pihak, baik dari dalam maupun
luar lingkungan puskesmas, mulai dari tingkat kabupaten/kota, kecamatan, sampai
pada tingkat desa/kelurahan. Di tingkat desa/kelurahan, berbagai pihak relevan
diupayakan untuk selalu terlibat dalam proses pemberian bimbingan, pendampingan,
dan pembinaan kepada target sasaran masyarakat. Keterlibatan berbagai pihak
disesuaikan dengan peran, tugas dan fungsinya masing-masing, sehingga kegiatan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur dapat dikembangkan secara luas
di seluruh wilayah kerja puskesmas, terintegrasi dalam pelaksanaan program-
program yang ada, baik lintas program maupun lintas sektor.

Dalam upaya mencapai tujuan, perlu diperkenalkan kegiatan asuhan mandiri


pemanfaatan TOGA dan akupresur; tujuan, manfaat, proses adopsi pesannya,
praktik pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di
masyarakat, langkah-langkah memperluas cakupan pengembangannya, sehingga
dengan penjelasan dan pendampingan petugas puskesmas yang kompeten dan
menguasai dengan baik teknik komunikasi efektif, diharapkan pihak-pihak relevan
akan dapat terlibat aktif dalam proses pengembangan kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur, sesuai dengan peran dan fungsinya.

Dengan kemampuannya tersebut, pihak-pihak relevan di dalam dan di luar


lingkungan puskesmas, mulai dari tingkat pengambil keputusan di dinas kesehatan
kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan, serta mitra-mitra lintas sektor dan
pihak-pihak relevan/terkait lainnya, akan tahu, mau dan mampu mendukung
penerapan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di masyarakat di
seluruh wilayah kerja puskesmas. Keluarga-keluarga binaan di masyarakat sebagai
target sasaran akhir diharapkan juga mendapat informasi yang jelas, tahu tentang

152 | P a g e
tujuan dan manfaat asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur dalam
pemenuhan kebutuhan hidup sehatnya secara mandiri, sehingga dapat menerima
ide/konsep asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, tertarik dan berminat
untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, mampu mempraktikkan dan
memanfaatkannya untuk pemenuhan kehidupan sehatnya di lingkungan keluarga.

Dari pengalaman yang diperoleh dengan benar, keluarga akan mendapatkan


manfaat darinya, dan atas pengalaman baiknya tersebut, diharapkan keluarga
binaan mau mengadvokasi/menyarankan keluarga-keluarga lain dari lingkungan
terdekatnya untuk mengikutinya, dengan cara melibatkannya kedalam kegiatan
kelompok-kelompok keluarga binaan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akuresur di desa/kelurahan masing-masing. Melalui pendekatan ini kegiatan asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur diharapkan dapat dikembangkan
semakin luas di seluruh wilayah kerja puskesmas. Dengan keberhasilan puskesmas
memandirikan keluarga-keluarga binaan dalam asuhan mandiri pemanfaatan TOGA
dan akupresur, diharapkan dapat menarik minat keluarga lain mengikutinya.

Selanjutnya melalui fasilitasi dinas kesehatan kabupaten/kota, kegiatan asuhan


mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur dapat direplikasikan ke puskesmas
lainnya di wilayah kabupaten/kota bersangkutan. Perluasan cakupan kegiatan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur yang dikembangkan secara
terencana, didukung dengan kemampuan teknik komunikasi efektif yang dikuasai
dengan baik, memungkinkan pada tahun 2019 sebanyak 5136 puskesmas
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional, sebagaimana disebutkan dalam
Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/422/2017 tentang Renstra Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019 (Revisi 1). Tercapainya target kinerja asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur, akan berkontribusi mendukung pencapaian
target sasaran RPJP-K, 2005-2025, yang berupaya untuk mengubah arah
pembangunan kesehatan, dari arah kuratif bergerak menuju arah promotif dan
preventif sesuai kebutuhan masyarakat. Untuk tujuan tersebut, kemampuan
penguasaan teknik komunikasi efektif dari peserta latih perlu terus ditingkatkan,
demikian pula untuk semua petugas puskesmas lainnya dan kepala puskesmasnya.
Untuk mendapatkan pengalaman yang baik dalam melaksanakan advokasi,
sosialisasi, fasilitasi pengembangan asuhan mandiri melalui penerapan penguasaan
dan kemampuan komunikasi efektif diperlukan praktek/latihan bersama/berulang,
setelah peserta latih kembali ke tempat penugasannya, dan untuk hal ini perlu
pemahaman beberapa hal berikut:
1. Pengertian Komunikasi:
Banyak pengertin Komunikasi, dibawah ini akan dijelaskan tentang komunikasi
menurut beberapa para ahli, antara lain:
MenurutRogers& O. Lawrence Kincaid:
“Komunikasi merupakan suatu interaksi dimana terdapat dua orang atau lebih yang
sedang membangun atau melakukan pertukaran informasi, satu dengan yang lain,
yang pada akhirnya akan tiba dimana mereka saling memahami dan mengerti“.
Menurut Everett M. Rogers,

153 | P a g e
“Komunikasi adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada
satu penerimaan atau lebih dengan maksud mengubah tingkah laku mereka”.
2. Tujuan Melakukan Komunikasi:
Secara umum, tujuan melakukan komunikasi antara lain:
a. Mengirimkan, memberikan, menyampaikan, atau menyerahkan informasi
b. Bertukar informasi, meminta penjelasan/klarifikasi, memberi instruksi,
mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan
c. Menyampaikan persepsi, memotivasi, mengedukasi, memberi pilihan
(konseling), adopsi pesan, advokasi, dalam rangka menawarkan sesuatu
(barang, jasa, ide-ide).
Secara spesifik, tujuan berkomunikasi adalah:
a. Membangun komitmen,
b. Membangun kerjasama,
c. Problem solving (pemecahan masalah),
d. Membangun Image/Citra
e. Mendukung proses pemasaran (Marketing communication)
3. Proses dan ModelKomunikasi:
a. Proses komunikasi dan penerimaan pesan:
1) Advokasi, sosialisasi, fasilitasi, dan bentuk lainnya, merupakan proses
penyampaian pesan/ide-ide baru, yang diharapkan akan diterima target
sasaran dan diikuti dengan tindak lanjutnya sebagaimana dipesankan.
2) Prinsip dasar diterimanya pesan, adalah persetujuan atas pesan/ide-ide baru
yang disampaikan karena diyakini akan bermanfaat baginya, apabila dia
menerima dan kemudian melaksanakan isi pesan.
3) Untuk diterimanya pesan/ide baru tersebut, maka si penyampai pesan/
sender, harus mampu menterjemahkan ”isi pesan” menjadi ”manfaat” bagi si
penerima pesannya/receiver, melalui pendekatan sisi pandang reciever/
”outside-in”, bukan dari pendekatan sisi pandang semder/”inside-out”
4) Dengan pola pendekatan tersebut, maka untuk pesan yang sama, sesuai
dengan kepentingan target sasaran masing-masing, akan dikemas dalam
bentuk berbeda dan disampaikan dengan cara yang tepat.
5) Dikenal langkah-langkah adopsi/penerimaan pesan:
a) AIETA: Awareness, Interest, Evaluation, Trial, Adoption
b) AIDA : Attention, Interest, Desire, Action
c) KAIPA: Knowledge, Approval, Intention, Practice, Advocates to others

b. Model komunikasi:
1) Model komunikasi satu langkah(one step communication model),
a) Cara komunikasi:
(1)Lisan atau tulisan;
(2)Langsung atau melalui media
b) Mekanisme penyampaian pesan
(1) Pesan dari sender di“dressed-up/encoded”, sesuai kebutuhan untuk
penyampaian pesan disampaikan melalui saluran/media yang tepat
(2) Penerimapesan/receiver/audience,akanmen“decodes”/mengolah
pesan agar dapat dimengerti, sehingga pesan dapat diterima;

154 | P a g e
(3) Bila gagalmengolah pesan, pesan akan ditolak, atau didiamkan

2) Model Komunikasi dua langkah, sebagaimana digambarkan dibawah ini.

a) Memanfaatkan intermediaries/perantara/pemberi pengaruh/influencer.


b) Intermediaries/perantara tersebut diharapkan dapat memberi pengaruh pada
target sasaran untuk menerima pesan yang diberikan
c) Keluarga, teman dekat/sahabat, tokoh masyarakat dengan kriteria sebagai
inovator dan atauearly adopters, lebih tepat untuk dimanfaatkan sebagai
Influencer/perantara penyampaian pesan dari pada memanfaatkan mass
media.

155 | P a g e
3) Komunikasi Berantai
a) Proses komunikasi berjalan, dari sender pertama ke penerima pertama Dari
penerima pertama sebagai sender kedua diteruskan ke penerima kedua; dari
penerima kedua sebagai sender ke-3 diteruskan ke penerima ke-3, dan
seterusnya.

b) Keuntungan proses komunikasi berantai adalah kecepatan penyebar-luasan


pesan dari sender ke receiver berlanjut cepat dan luas, terlebih media sosial
saat ini sudah dimanfaatkan oleh banyak orang.
c) Kerugian proses komunikasi berantai adalah terjadinya deviasi/distorsi/
penyimpangan pesan, terutama bila:
(1) Proses komunikasi berantai dilakukan secara lisan tanpa dilengkapi
dokumen tertulis tentang isi dan maksud pesan yang akan disampaikan
seperti: HO, peraga, catatan, dan lainnya,
(2) Pesan lisan yang dipersepsikan berbeda kemudian dituliskan, ketika
disampaikan secara berantai sekalipun menggunakan HO, catatan,
tulisan, akan merugikan tujuan penyebar-luasan pesan, contoh yang

156 | P a g e
banyak dialami saat ini adalah pesan yang salah disampaikan melalui
watch up group, SMS berantai, dan lainnya.
(3) Atas kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam pemanfaatan
komunikasi berantai, sender maupun receiver perlu berhati-hati.
4) Komunikasi word of mouth dan peer to peer communication,”gethok-tular”.
a) Komunikasi ini berkembang di luar organisasi/puskesmas
b) Dampak hasil komunikasi word of mouth, dari mulut ke mulut, jauh lebih kuat
dari pada cara komunikasi biasa, terutama bila sumber berita bukan dari
organisasi.
c) Menurut literatur, berita yang baik (satu kepuasan) melalui word of mouth
hanya akan diteruskan kepada 7 (tujuh) orang saja, sementara berita buruk
(ketidak-puasan/kekecewaan) disampaikan ke 30 (tiga puluh) orang.
d) Karenanya puskesmas harus mampu mengelola komunikasi word of mouth
yang terjadi di luar lingkungan organisasi, melalui pemberian pelayanan yang
baik, tidak tercela, tidak mengecewakan.
4. Syarat para pihak dalam membangun komunikasi:
Sesuai posisi masing-masing, penyampai pesan (sender) dan penerima pesan
(receiver), harus:
a. Mempersiapkan/mengatur: bahasa tubuh/“gestur”, mimik muka/”ekspresi”,
tatapan mata,
b. Menata emosi,
c. Memperhatikan kondisi psikologis partner bicara
d. Memperhatikan privacy dari partner komunikasi, bilamana dipandang perlu.
e. Memperhatikan adat-istiadat, budaya, agama ,
f. “Menjaga” intonasi suara, tutur kata, bahasa,
g. Mengoptimalkan fungsi ”panca indra” dalam berkomunikasi
Perlupersiapan pihak-pihak yang berkomunikasi:
Cara komunikasi:
a. Langsung lisan:
 Berhadapan tatap muka,
 Lewat media (Telepon,“video conference”, dan lainnya)
b. Tidak langsung, melalui:
 Tulisan: surat, dokumen, dan lainnya
 Media elektronik: sms, watch-up, e-mail,e-RujukanR dll
 Semuanya harus ditata dengan baik, sehingga komunikasi akan efektif:
o Pesan yang disampaikan sender, diartikan “sama” oleh receiver
o Pengambilan keputusan menjadi mudah, cepat, tepat, dilanjutkan
dengan tindakan sehingga tujuan berkomunikasi tercapai/berhasil
o Perubahan perilaku sebagai tujuan berkomunikasi, akan tercapai

c. Penyampaian pesan dalam komunikasi


1) Komunikasi akan lebih efektif/kondusif/dapat diterima, apabila:
a) Bahasa sender mudah dimengerti, cara bicara/tutur kata diupayakan
baik, diupayakan dapat menggunakan “dialek lokal”
b) Sudah dibangun hubungan baik dengan audience

157 | P a g e
c) Memperhatikan budaya lawan bicara/masyarakat yang bersangkutan
d) Bahasa tubuh dan mimik muka pemberi pesan, baik
e) Situasi emosional penerima dan pemberi pesan sama-sama baik
f) Sender meng-coding, reciever mendecodes pesan dengan baik
g) Kondisi/suasana lingkungan kondusif, tidak berisik, nyaman, tidak
semrawut, sehingga pesan-pesan akan lebih mudah diterima
h) Seperti halnya radio bila frequensinya sama, akan dapat diterima; pada
manusia dengan “tingkat/level” sama, komunikasi akan “nyambung”,
karenanya dudukkan partner bicara pada posisi “setingkat”
i) Ada media pendukung penyampaian pesan: HO, peraga, catatan, dll
2) Penerimapesan melibatkan selengkap mungkin panca indranya untuk
“menangkap” pesan, berupa:

a) Indra pendengaran,
b) Indra penglihatan,
c) Indra penciuman, Pesan akan lebih mudah/
d) Indra pengecap, lebih cepat dimengerti
e) Indra peraba
d. Faktor penghambat penyampaian pesan:
(1) Kondisi emosi pemberi/penerima pesan kurang baik
(2) Kurang/tidak memanfaatkan/optimalkan fungsi panca-indra (peraba,
perasa, pendengaran, penglihatan, penciuman) semaksimal mungkin.
“Kalau saya mendengar, saya LUPA, tetapi kalau saya mendengar dan
melihat/mencium/meraba/merasa, saya INGAT”
(3) Pesan disampaikan kurang/tidak mendorong orang menaruh perhatian
(attention), pesan tidak mampu menggugah ketertarikan (interest) orang
pada pesan yang disampaikan, fungsi penerimaan pesan tidak jalan.
(4) Pesan disampaikan tidak menawarkan manfaat yang jelas bagi penerima
pesan, sehingga penerima pesan tidak merasa mendapatkan
keuntungan/ manfaat ketika mengadopsi pesannya.

e. Kegagalan dalam berkomunikasi, apabila:

158 | P a g e
(1) Terjadi Mis-interpretasi, Mis-understanding, sehingga pesan yang
dikirim Sender, diartikan tidak sama oleh Reciever
(2) Disampaikan secara berantai tanpa catatan/clue, sehingga isi/maksud
pesan dapat berkurang, dan pesan dapat menyimpang, terjadi “Distorsi”
(3) Instruksi lisan yang tidak segera ditulis, kemungkinan akan terjadi
distorsi pesan, karena pesan/informasi lisan tidak akan lama “ter-retensi
“.
(4) Demikian pula halnya bila terjadi di masyarakat dalam proses
pengembangan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
juga dapat gagal.
(5) Instruksi/nasehat/pembicaraan tentang asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur tidak “nyambung”, didiamkan, ditolak, tidak
dilaksanakan, dan lainnya, sehingga tujuan kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur, tidak tercapai.
5. Komunikasi Efektif dalam implementasi perubahan perilaku.
a. Mengidentifikasi target sasaran dalam penerapan teknik komunikasi efektif di
puskesmas
1) Kepala Puskesmas merupakan target sasaran pertama yang akan
menerima laporan hasil pelatihan, sekaligus diharapkan akan memberi
dukungan kebijakan untuk pengembangan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur di Puskesmas,
2) Untuk membangun kerjasama antarpihak dalam lingkungan internal di
puskesmas, akan dilakukan sosialisasi antara lain kepada:
a) Penanggung-jawab UKM dan para pelaksananya
b) Penanggung-jawab UKP dan para pelaksananya
c) Penanggung-jawab Administrasi Manajemen dan pelaksananya
3) Kepala Puskesmas akan mengadvokasi target sasaran di luar Puskesmas,
dalam upaya membangun kerjasama terpadu sekaligus mendapatkan
dukungan dari tingkat kecamatan dan desa/kelurahan, serta Lintas Sektor,
tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama setempat.

159 | P a g e
b. Tanggapan yang diharapkan dari masing-masing target audiens dalam posisinya
masing-masing:
1) Sasaran-antara sebagai salah satu target audiens, diharapkan dapat memberi
tanggapan atas pesan yang disampaikan sebagai berikut:
a) Sesuai dengan harapan, target sasaran-antara sebagai influencer sebaiknya
dipilih melalui pemetaan masyarakat (“Rogers”), dengan kriteria sebagai
innovators dan early adopters, yang berpengaruh kuat pada target sasaran
akhir.
b) Mengadopsi pesan, melalui proses memahami, menerima, tertarik/ berminat
mengintegrasikan konsep asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
ke dalam kegiatan program masing-masing dalam tanggungjawabnya.
c) Selanjutnya menginisiasi gerakan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur, secara tidak langsung melalui peran dirinya sebagai
perantara/pemberi pengaruh/influencer, atau langsung kepada target sasaran
kelompok keluarga binaan masyarakat,
2) Sesuai dengan posisinya, yang bersangkutan akan menjalankan peran, tugas
dan fungsinya dengan baik:
a) Pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di
puskesmas dan pengembangan di puskesmas lainnya, akan terlaksana
dengan baik, dengan pemeranan semua pihak terlibat.
b) Kelompok keluarga binaan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur, sebagai target target sasaran akhir, diharapkan mampu:
(1) Mengadopsi pesan dengan benar
(2) Menjelaskan kembali informasi-informasi yang diterimanya tentang
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, tujuan dan manfaat
untuk kesehatan di lingkungan keluarga,
(3) Menerima, menyetujui, tertarik, dan berminat untuk menerapkan konsep
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di lingkungan
keluarga dalam kehidupan sehatnya secara mandiri
c) Dengan pemahaman yang jelas atas pesan yang diterima, kelompok
keluarga binaan akan menindaklanjuti langkahnya, dengan::
(1) Mengenal jenis-jenis tanaman obat dan teknik-teknik akupesur serta
manfaatnya, khususnya yang banyak berkaitan dengan masalah-masalah
kesehatan yang ada di lingkungan keluarganya
(2) Mempelajari cara mempersiapkan obat dari tanaman obat yang didapat
dari TOGA miliknya, serta mempelajari teknik akupresur, untuk
dimanfaatkan dalam asuhan mandiri kesehatan tradisional di dalam
lingkungan keluarganya.
(3) Mempraktikkan pengalaman pembelajarannya dalam kehidupan sehatnya
sehari-hari di lingkungan keluarganya dengan menerapkan asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur untuk kebutuhan hidup
sehatnya.
(4) Dengan pengalaman baiknya sebagai hasil pembelajaran dalam praktik
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, kelompok keluarga
binaan diharapkan akan:

160 | P a g e
(a) Turut mengadvokasi tokoh masyarakat setempat, menganjurkan
orang-orang disekitarnya, menjadi anggota kelompok keluarga binaan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
(b) Penerima pesan sebagai tokoh masyarakat setempat, setelah
mengadopsi pesan-pesan dan pembelajaran yang diperolehnya, dan
melakukan sesuai dengan kebutuhannya, selanjutnya akan
menganjurkan keluarga-keluarga di sekitarnya, mengikutinya.
(c) Dalam pelaksanaannya bila target sasaran yang mempraktikkan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, mendapat
kepuasan yang tinggi, target audiens yang bersangkutan dapat
dipastikan akan bercerita kepada orang lain, melalui cerita dari mulut
ke mulut (word of mouth)
(d) Atas pengalaman baik dan kepuasan yang didapat, cerita baik dari
mulut ke mulut akan berkembang dari satu orang ke orang lain, tetapi
kondisi sebaliknya dapat terjadi bila dikecewakan.
c. Dalam upaya menerapkan teknik komunikasi efektif untuk perubahan perilaku
masyarakat dalam pemanfaatan TOGA dan akupresur, mantan peserta latih:
1) Mengidentifikasi audiens/target sasaran yang akan berperan dalam
pengembangan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur:
a) Audiens sebagai perantara bagi calon penerima pesan tentang
pengembangan kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA, yaitu:
(1) Kepala Puskesmas akan menerima laporan hasil pelatihan sekaligus
akan berperan sebagai pendukung utama kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur di Puskesmas.
(2) Penanggung-jawab UKM, UKP dan Adminstrasi Manajemen, Tim
Pembina Daerah Binaan, termasuk jaringan puskesmas (Pustu,
”Poskesdes”), sebagai mitra kerja internal di Puskesmas
(3) Pemangku kepentingan/stakeholders tingkat kecamatan dan tingkat
desa/kelurahan serta mitra lintas sektor tingkat kecamatan, Ormas, dan
TOGAMA di tingkat kecamatan sebagai pendukung kegiatan
b) Audiens sebagai target sasaran utama dan akhir kegiatan asuhan mandiri
adalah keluarga-keluarga dalam kelompok-kelompok binaan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur,
2) Menetapkan tujuan, hasil dan manfaat atas komunikasi efektif yang dibangun
dengan target-target sasarannya, sesuai kepentingannya.
d. Setelah target-target sasaran dengan karakteristiknya masing-masing di identifikasi,
komunikator akan merumuskan:
1) Materi pesan yang disusun untuk disampaikan kepada target audiens:
a) Materi pesan harus dapat menawarkan manfaat bagi target sasaran,
b) Bentuk materi pesan dapat lisan dan atau tertulis
c) Harus sesuai dengan peran, tugas dan fungsi organisasi Puskesmas,
organisasi diluar Puskesmas dan di masyarakat, dikaitkan dengan kegiatan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur:
2) Penyampaian pesan-pesan:
a) Menggunakan media yang tepat yang akan digunakan dalam penyampaian
pesan kepada target-target sasaran/audiens

161 | P a g e
b) Metode penyampaian pesan harus dipilih secara tepat, untuk setiap target
audiens yang dituju serta pesan yang akan disampaikan
c) Memilih waktu dan suasana secara tepat saat menyampaikan pesan

e. Penerapan penguasaan kemampuan komunikasi efektif, dari hasil pelatihan:


1) Mantan peserta latih sebagai penanggung jawab Upaya Kesehatan Tradisional
yang bertanggung-jawab mengembangkan kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur di Puskesmas, akan menerapkan
penguasaan dan kemampuan teknik komunikasi efektif dalam implementasi RTL
yang telah disusun di akhir waktu pelatihan.
2) Penguasaan dan kemampuan teknik komunikasi efektif dalam perubahan
perilaku yang diperoleh selama pelatihan, akan diterapkan dalam proses
advokasi, sosilaisasi, fasilitasi, dalam menyampaikan pesan/ ide-ide baru kepada
target sasaran relevan, sehubungan dengan tugas-tugasnya.
3) Atas rencana tindak-lanjut (RTL) yang dirumuskan saat akhir pelatihan, maka
dalam langkah-langkah selanjutnya, peserta latih akan:
a) Mempersiapkan dan melakukan advokasi:
(1) Melapor sekaligus mengadvokasi kepala Puskesmas untuk memberikan
dukungan kebijakan dalam pelaksanaan tugasnya mengembangkan
kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di
Puskesmas.
(2) Mempersiapkan bahan advokasi kepala Puskesmas dan atau Tim
Manajemen kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) di tingkat
kecamatan dan desa/kelurahan, serta mitra kerja lintas sektor kecamatan
dan tokoh masyarakat dan agama setempat.
b) Mempersiapkan dan melaksanakan sosialisasi:
(1) Untuk membangun kerjasama terpadu dengan para penanggung jawab
program kesehatan dalam UKM di Puskesmas dan penanggung-jawab
daerah binaan Puskesmas, yang akan berperan aktif dalam proses
fasilitasi kader-kader UKBM yang telah mendapatkan orientasi asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur dari Puskesmas,
(2) Kader-kader UKBM di Puskesmas selanjutnya akan memberikan
bimbingan, pendampingan, pembinaan kepada keluarga-keluarga binaan
di dalam kelompoknya, untuk memanfaatkan tanaman obat dari dalam
TOGA miliknya, dan memanfaatkan ketrampilan akupresur untuk asuhan
mandiri dalam lingkungan keluarganya
c) Mempesiapkan dan melaksanakan fasilitasi:
(1) Para penanggung-jawab program dalam UKM di Puskesmas yang telah
mendapatkan sosialisasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur, akan bekerjasama secara terpadu dengan penanggung-jawab
Upaya Kesehatan Tradisional Puskesmas untuk melakukan fasilitasi
kader-kader UKBM yang telah mendapatkan orientasi asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur,
(2) Selanjutnya bersama kader UKBM, petugas-petugas Puskesmas akan
memberikan bimbingan, pendampingan, pembinaan kepada kelompok-
kelompok keluarga binaan asuhan mandiri di masyarakat dalam proses

162 | P a g e
perubahan perilaku untuk mampu melakukan praktik asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur, selanjutnya mampu
mengadvokasi/menyarankan orang lain untuk mengikutinya (advocate to
others).
4) Merancang pesan sesuai kepentingan target sasaran masing-masing:
a) Setelah menentukan tanggapan yang diinginkan dari audiens, baik sebagai
sasaran-antara/perantara/intermediaries/influencer, atau target sasaran
langsung kelompok keluarga binaan, komunikator harus dapat
mengembangkan pesan persuasif secara efektif.
b) Pesan harus mudah dipahami/knowledge dan menarik perhatian/ attention
sehingga target sasaran menyepakati/approval isi pesannya, dan isi pesan
dapat diretensi untuk mempertahankan ketertarikan/ interest target sasaran,
untuk membangkitkan keinginan/minat/desire/ intention, sehingga mampu
menggerakkan target sasaran bertindak/ practice/action,yang dikenal dengan
“AIDA”; atau Attention, Interest, Evaluation, Trial, Adoption (AIETA).
c) Sedangkan dalam proses “Langkah-langkah Perubahan Perilaku/Steps to
Behaviour Change” (SBC), tindak-lanjutnya berupa pemberian saran kepada
orang lain/Advocates to Others, sehingga menjadi “KAIPA”.
5) Dalam memformulasikan pesan, memerlukan pemecahan atas empat (4)
masalah, yaitu:
a) Isi pesan, apa yang akan dikatakan
b) Struktur pesan, bagaimana mengatakannya secara logis.
c) Format pesan, bagaimana mengatakannya secara simbolis
d) Sumber pesan, siapa yang seharusnya menyampaikan pesannya.
6) Memilih saluran komunikasi yang paling tepat, yang terdiri atas 2 jenis:
a) Saluran komunikasi personal, mencakup dua orang atau lebih yang
berkomunikasi secara langsung satu sama lain
b) Saluran komunikasi nonpersonal, menyampaikan pesan tanpa melakukan
kontak atau interaksi pribadi, tetapi dilakukan melalui media, atmosfer dan
acara.

B. Advokasi Asuhan mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur


1. Pengertian.
Advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui macam-
macam bentuk komunikasi persuasif (JHU, 1999).Advocacy is a combination on
individual and action to design to gain political commitment, policy support, social
acceptance and system support for particular health goal programs (WHO, 1989).
Advokasiadalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak terkait (stakeholders).
Di tingkat Puskesmas, pada tahap awal pengembangan kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur, peserta latih harus mampu mengadvokasi
kepala Puskesmas memberikan dukungan kebijakan untuk terselenggaranya
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di keluarga-keluarga binaan,
sedangkan untuk mendapat dukungan dari stakeholders tingkat kecamatan dan
desa/kelurahan serta mitra Lintas Sektor dan TOGAMA kepala Puskesmas akan
mengadvokasi stakeholder tingkat kecamatan, desa/kelurahan dan Lintas Sektor

163 | P a g e
Advokasi kesehatan dapat diartikan juga sebagai suatu rangkaian komunikasi
strategis yang dirancang secara sistematis dan dilaksanakan dalam kurun waktu
tertentu baik oleh individu maupun kelompok agar pembuat keputusan membuat
suatu kebijakan publik yang menguntungkan masyarakat. Advokasi adalah upaya
atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan
dukungan dari pihak-pihak terkait (stakeholders).

Berbeda dengan bina suasana, advokasi diarahkan untuk menghasilkan


dukungan kebijakan, dalam bentuk peraturan, keputusan, perundang-undangan,
serta dukungan sumberdaya berupa sarana, prasarana, SDM, peralatan dan
logistik, dan pembiayaan/dana.
Stakeholders yang dimaksud dapat berupa tokoh masyarakat formal yang
umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang
dana pemerintah, atau tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan lain-lain yang umumnya dapat
berperan sebagai penentu “kebijakan/local wisdom” (tidak tertulis) di bidangnya.
Yang juga tidak boleh dilupakan adalah tokoh-tokoh dunia usaha, yang
diharapkan dapat berperan sebagai penyandang dana non-pemerintah, CSR.

Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan sebagaimana proses


penerimaan pesan melalui penerapan komunikasi efektif, yaitu:
a. Mengetahui atau menyadari adanya masalah,
b. Tertarik untuk ikut mengatasi masalah,
c. Peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai
alternatif pemecahan masalah,
d. Sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif
pemecahan masalah, dan….
e. Memutuskan tindak lanjut kesepakatan.
Dengan demikian, advokasi harus dilakukan secara terencana, cermat, dan tepat,
dilandasi dengan penguasaan dan kemampuan penerapan komunikasi efektif, yang
dilaksanakan dengan acuan/panduan dokumen yang disusun secara terencana,
terstandar, berupa dokumen-dokumen kebijakan kepala Puskesmas, KAK, SOP,
panduan/pedoman, dan lainnya.
Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu:
a. Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi,
b. Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah,
c. Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah,
d. Berdasarkan kepada fakta (evidence-based),
e. Dikemas secara menarik dan jelas,
f. Sesuai dengan waktu yang tersedia.
Advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan yaitu dengan
membentuk jejaring advokasi atau forum kerjasama.
2. Langkah-Langkah Advokasi
a. Mendefinisikan isu strategis
Untuk melakukan advokasi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menetapkan atau mendefinisikan isu-isu strategis di suatu wilayah. Penetapan isu ini
sangat penting sebagai dasar untuk melakukan kebijakan. Setelah diterapkan isu-isu
strategis, kemudian dilakukan inventarisasi pemangku kepentingan, dan kemudian

164 | P a g e
ditetapkan kegiatan-kegiatan advokasi yang perlu dilakukan, dengan memanfaatkan
penguasaan dan kemampuan penerapan komunikasi efektif dalam penyampaian
pesa .

b. Menentukan Tujuan Advokasi


1) Dalam menetapkan tujuan advokasi lebih diarahkan pada perubahan perilaku
untuk meyakinkan para penentu kebijakan yang berkaitan dengan isu-isu yang
telah ditetapkan.
2) Oleh karena itu, dalam menetapkan harus didahulukan dengan pertanyaan,
”Siapa yang diharapkan mencapai seberapa banyak dalam kondisi apa, berapa
lama, dan dimana?”.
3) Jadi secara umum dapat dikatakan, tujuan advokasi harus:
a) Realistis, bukan angan-angan.
b) Jelas dan dapat diukur.
c) Isu yang akan disampaikan.
d) Siapa sasaran yang akan diadvokasi.
e) Seberapa banyak perubahan yang diharapkan.
4) Penetapan tujuan advokasi akan menjadi dasar untuk merancang pesan dan
media advokasi dalam merancang evaluasi.
5) Jika tujuan advokasi yang ditetapkan tidak jelas dan tidak operasional maka
pelaksanaan advokasi menjadi tidak fokus.
c. Mengembangkan Pesan Advokasi
1) Pesan adalah terjemahan tujuan advokasi ke dalam ungkapan atau kata yang
sesuai untuk khalayak sasaran.
2) Mengembangkan pesan advokasi diperlukan kemampuan perpaduan antara ilmu
pengetahuan dan seni.
3) Pesan advokasi mengajukan fakta dan data akurat, juga diharuskan mampu
untuk membangkitkan emosi dan kemampuan seni untuk mempengaruhi para
penentu kebijakan.
4) Efektivitas pesan (Seven C’s for Effective Communication)
Suatu pesan advokasi dapat dikatakan efektif dan kreatif jika memenuhi tujuh
kriteria sebagai berikut :
a) Command Attention
Kembangkan suatu isu atau ide yang merefleksikan desain suatu pesan. Bila
terlalu banyak ide akan membingungkan penentu kebijakan, sehingga mudah
dilupakan.
b) Clarify the Message
Buatlah pesan advokasi yang mudah, sederhana dan jelas. Pesan yang
efektif harus memberikan informasi yang relevan dan baru bagi penentu
kebijakan. Sebab bila diremehkan oleh mereka secara otomatis pesan
tersebut sudah gagal.
c) Create Trust
Pesan advokasi dapat dipercaya dengan menyajikan data dan fakta yang
akurat.
d) Communicatethe Benefit

165 | P a g e
Tindakan yang dilakukan harus memberi keuntungan agar penentu kebijakan
merasa termotivasi untuk menerapkan kebijakan yang baru.
e) Consistency
Pesan advokasi harus konsisten. Artinya sampaikan suatu pesan utama di
media apa saja secara terus-menerus, baik melalui pertemuan, tatap muka,
atau pun melalui media.
f) Cather to the Heart and Head
Pesan advokasi harus bisa menyentuh akal dan rasa. Komunikasi yang
efektif tidak hanya memberikan alasan teknis, tetapi harus menyentuh nilai-
nilai emosi dan membangkitkan kebutuhan nyata.
g) Call to Action
Pesan advokasi harus dapat mendorong penentu kebijakan untuk bertindak
atau berbuat sesuatu. Kebijakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
yang dicanangkan oleh pemerintah, merupakan suatu tindakan nyata untuk
meningkatkan akses masyarakat perdesaan terhadap jamban yang layak.
5) Pesan Advokasi
a) Merupakan pernyataan yang singkat, padat dan membujuk/persuasif.
b) Berhubungan dengan tujuan dan menyimpulkan yang ingin dicapai.
c) Bertujuan untuk menciptakan aksi yang Anda inginkan untuk dilakukan oleh
pendengar pesan Anda.
d. Cara Melakukan Advokasi yang Efektif
1) Analisa Pemangku Kepentingan
a) Analisis pemangku kepentingan diperlukan karena sangat penting
peranannya dalam pengembangan rencana advokasi selanjutnya.
b) Dalam analisis tersebut, setiap pemangku kepentingan potensial dijajagi
siapa dan seberapa besar peranannya dalam isu yang akan diadvokasi.
2) Strategi Advokasi
a) Adalah sebuah kombinasi dari pendekatan, teknik dan pesan-pesan yang
diinginkan oleh para perencana untuk mencapai maksud dan tujuan
advokasi.
b) Langkah-langkah kunci dalam merumuskan strategi advokasi:
(1) Mengidentifikasi dan menganalisa isu advokasi.
(2) Mengidentifikasi dan menganalisa pemangku kepentingan utama.
(3) Merumuskan tujuan yang terukur.
(4) Mengembangkan pesan-pesan utama advokasi.
(5) Mengembangkan strategi (pendekatan, teknik-teknik, pesan-pesan)
(6) Mengembangkan rencana aksi advokasi.
(7) Merencanakan pengawasan, pemantauan, dan penilaian
e. Pendekatan
1) Pendekatan merupakan kunci advokasi
2) Melibatkan para pemimpin/pengambil keputusan,
3) Menjalin kemitraan,
4) Memobilisasi kelompok peduli.
f. Lobi Politik
1) Merupakan suatu teknik advokasi, bertujuan menyampaikan kebijakan publik
melalui pertemuan, telepon resmi, surat, intervensi media, dll.
2) Lobi politik seringkali diarahkan kepada sekelompok pemimpin politik.

166 | P a g e
3) Melobi membutuhkan kesinambungan, kadang-kadang melebihi waktu yang
telah ditentukan.
4) Proses lobi politik bukan lagi menjadi tugas dan tanggung-jawab kepala
Puskesmas, akan tetapi akan menjadi tanggung-jawab tingkat kabupaten/ kota
sebagai SKPD tingkat kabupaten/kota.
g. Petisi
1) Merupakan pernyataan tertulis dan resmi untuk menyampaikan isu masalah yang
sedang hangat diperbincangkan.
2) Mewakili pandangan kolektif, tidak hanya individu dan kelompok tertentu.
3) Merupakan pernyataan yang singkat dan jelas atas isu permasalahan dan
tindakan apa yang perlu dilakukan diikuti dengan nama dan alamat dari sejumlah
besar inividu yang mendukung petisi tersebut.
4) Petisi, tidak akan dilakukan oleh Puskesmas.
h. Hal-hal yang harus diingat:
1) Proses advokasi yang dilaksanakan kepada sasaran diluar lingkup organisasi
Puskesmas termasuk advokasi kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota,
untuk mendapat dukungan kebijakan penyelenggaraan kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur di masyarakat, akan dilaksanakan oleh
Kepala Puskesmas, sedangkan mantan peserta latih hanya akan
mempersiapkan bahan-bahan untuk menyusun pesan advokasi oleh kepala
Puskesmas.
2) Dalam proses mengadvokasi, harus tetap disampaikan pesan-pesan kebenaran
karena dengan memberikan pesan/informasi yang salah akan berakibat
sebaliknya.
3) Untuk mengadvokasi pihak legislative tingkat kabupaten/kota bukan lagi menjadi
tugas kepala Puskesmas, termasuk merumuskan pesan advokasi bukan menjadi
tugas peserta latih akan tetapi akan menjadi tugas kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota, yang tidak akan diuraikan disini.

C. Sosialisasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur


1. Tujuan Sosialisasi:
Penanggung-jawab program-program dalam UKM di Puskesmas perlu mendapatkan
informasi tentang kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, agar
dapat dimanfaatkan oleh keluarga-keluarga binaan program untuk mendukung
kemampuan asuhan mandiri sesuai dengan kebutuhan program masing-masing.
Tanaman-tanaman obat tertentu dalam TOGA miliknya dan ketrampilan akupesur,
dapat dimanfaatkan untuk asuhan mandiri di lingkungan keluarga binaan programnya
masing-masing sekaligus mendukung pembinaan keluarga dalam bidang program
masing-masing, dengan bimbingan, pendampingan dan pembinaannya, didukung
pemeranan kader UKBM dalam bidangnya, seperti kader UKBM di Posyandu,
Posbindu, Posyandu USILA, dll.
Melalui sosialisasi tentang asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur yang
akan diterapkan pada target sasaran program, diharapkan target-target sasaran
program akan mendapatkan manfaat atas kegiatan asuhan mandiri yang
diperkenalkan, dan atas manfaat yang dipastikan dapat diterima target sasaran
programnya, maka mitra kerja lintas program akan mendapatkan manfaat bagi target

167 | P a g e
sasaran programnya masing-masing, dan dengan adanya manfaat tersebut, para
penanggung-jawab program dalam UKM di Puskesmas diharapkan akan berperan-
serta secara terpadu, melalui peran serta aktifnya mengembangkan kegiatan asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur.
2. Langkah-langkah pelaksanaan sosialisasi kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur.
a. Dengan dukungan kepala Puskesmas dan Tim manajemen Puskesmas, mantan
peserta latih akan mempersiapkan:
1) Bahan/materi sosialisasi dan peraga jenis-jenis tanaman obat, terutama yang
akan banyak dibutuhkan dalam pengembangan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA
2) Lahan, dimanfaatkan sebagai Taman Obat percontohan di Puskesmas, dengan
bibit tanaman yang banyak dibutuhkan sesuai masalah kesehatan yang banyak
dijumpai, yang akan menjadi percontohan TOGA Puskesmas
3) Model/boneka sebagai peraga untuk mempelajari letak titik-titik akupresur,
dalam sosialisasi ketrampilan akupresur kepada lintas program.
b. Sosialisasi secara efektif, khususnya kepada lintas program di Puskesmas:
1) Dengan dukungan lintas sektor terkait dari pertanian, memberikan penjelasan
dan memperkenalkan jenis-jenis tanaman obat sesuai dengan kebutuhan
keluarga-keluarga binaan program UKM di Puskesmas
2) Memberikan penjelasan sekaligus memperagakan cara mempersiapkan jenis-
jenis produk dari tanaman-tanaman obat, yang dapat dimanfaatkan di tingkat
keluarga sesuai dengan kebutuhan mengatasi keluhan-keluhan
3) Memberikan penjelasan sekaligus memperkenalkan titik-titik akupresur dan
memperagakan teknik akupresur untuk mengatasi keluhan/masalah kesehatan
tertentu yang sering ditemukan
4) Membimbing mitra lintas program dalam mempraktekkan ketrampilan
mempersiapkan hasil tanaman obat dan teknik akupresur untuk mengatasi
masalah-masalah kesehatan yang sering dijumpai di masyarakat
5) Secara terpadu, penanggung-jawab Upaya Kesehatan Tradisional bersama
lintas program terkait, melaksanakan orientasi asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur untuk kader UKBM, dan bimbingan, pendampingan dan
pembinaan keluarga-keluarga dalam kelompok binaan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur.
D. Fasilitasi Asuhan mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur
1. Pengertian.
Fasilitasi adalah proses sadar untuk membantu individu, keluarga, kelompok
sehingga dapat berhasil melaksanakan tugas mereka sambil tetap berhasil
menjaga eksistensi dari sasaran baik sebagai individu, keluarga maupun
kelompok bersangkutan.
2. Peran, fungsi, dan kemampuan fasilitator
a. Peran Fasilitator
1) Sebagai Katalisator (catalist)
Fasilitator hendaknya dapat menjadi media yang subur bagi tumbuh kembang
individu yang sedang dibimbingnya untuk mencapai harapan

168 | P a g e
(pengetahuan/kemampuan) untuk melaksanakan tupoksinya. Hal ini dapat
dimungkinkan jika fasilitator yang bersangkutan menguasai isi materi yang
difasilitasinya yaitu akupresur dan pemanfaatan TOGA dengan menggunakan
model-model fasilitasi yang sesuai, sehingga akan menimbulkan sikap positif
bagi pihak yang difasilitasinya.
2) Pemberi bantuan dalam proses (process helper)
Fasilitator hendaknya dapat membantu saat pihak yang difasilitasi mengalami
kesulitan dalam proses penyelesaian tugas. Perbantuan diberikan terutama
pada individu yang mengalami kesulitan dalam proses mempelajari dan
memahami keterampilan atau pengetahuan baru dalam mempraktikan
akupresur dan pemanfaatan TOGA. Fasilitator harus mampu menyampaikan
materi yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi dan bahasa yang mudah
dicerna oleh masyarakat serta mudah diterapkan tahap demi tahap.
3) Penghubung dengan sumber daya (resource linker)
Fasilitator yang baik hendaknya dapat membantu pihak yang dibimbing untuk
dihubungkan dengan sumber-sumber yang tepat manakali yang
bersangkutan mengalami kesulitan/keterbatasan sumber daya saat
melaksanakan tupoksinya. Bentuk dari peran ini diantaranya fasilitator harus
mampu berkomunikasi secara efektif dalam advokasi. Advokasi yang
dilakukan dalam rangka menghubungkan provider dengan pihak pemangku
kepentingan (stakeholder) seperti kepada Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian
dan lain-lain untuk memperoleh dukungan sumber daya yang dibutuhkan.
Fasilitator juga diharapkan dapat membantu masyarakat mengakses potensi–
potensi yang dapat mendukung pengembangan akupresur dan pemanfaatan
TOGA. Fasilitator harus mampu menterjemahkan masalah yang timbul dalam
masyarakat ketika memanfaatkan akupresur dan TOGA untuk merujuk ke
tingkat rujukan yang lebih tinggi.
4) Pemandumasyarakat untuk menemukan solusi/Pemberi solusi (solution giver)
Fasilitator jika diperlukan harus memberikan solusi, manakala pihak yang
dibimbingnya menemukan kendala dalam penerapan akupresur dan
pemanfaatan TOGA. Walaupun demikian solusi yang disodorkan hendaknya
berupa alternatif-alternatif yang dihasilkan berdasarkan kesepakatan
bersama.
5) Pendamping dalam proses Pemantauan dan evaluator
Fasilitator harus melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam proses
monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara berkala dan
berkesinambungan untuk mengetahui perkembangan maupun keberhasilan
dalam asuhan mandiri akupresur dan pemanfaatan TOGA.
3. Fungsi dan Kemampuan
a. Pemimpin, pembina dan pengembangan masyarakat
Sebagai pemimpin fasilitator sebaiknya mampu membimbing, memberi
motivasi, menggerakkan masyarakat dan pihak lain yang diperlukan.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepemimpinan
antara lain: dengan menambah pengetahuan melalui pelatihan-pelatihan,
belajar sendiri dengan banyak membaca buku, banyak menimba atau
mempelajari pengalaman dari luar (studi banding,seminar-seminar), harus
tanggap, dapat menjabarkan ide-ide, konsep dan kebijakan, melatih diri
dengan berpikir kreatif, berpikir orisinil dan selalu berwawasan masa depan–
visioner–serta tahan dan berjiwa besar menerima kritikan dari luar.

169 | P a g e
b. Kemampuan untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik
fasilitator hendaknya mempunyai kemampuan
1) Mengenal isu-isu lokal
2) Seorang fasilitator perlu memahami benar serta menghayati isu-isu
yang berkaitan dengan kearifan lokal untuk melestarikan budaya
masyarakat untuk memelihara kesehatannya yang telah terbukti secara
empiris.
3) Kemampuan identifikasi
4) Kemampuan mengidentifikasi potensi, masalah, hambatan dan
kebiasaan masyarakat dalam memelihara kesehatannya merupakan
bekal bagi fasilitator dalam melakukan fasilitasi asuhan mandiri
kesehatan tradisional di masyarakat. Kemampuan ini diperlukan untuk
pendekatan kepada masyarakat agar asuhan mandiri kesehatan
tradisional dapat berjalan optimal.
5) Kemampuan analitis
6) Melalui proses analitis maka seorang fasilitator akan dapat
mengantisipasi masalah, menemukan berbagai alternatif penyelesaian
serta mampu menjawab tantangan dan kebiasaan dalam berperilaku
hidup sehat yang ada di masyarakat.
7) Adaptasi partisipatif
8) Menyesuaikan diri dengan kondisi, harapan dan karakteristik
masyarakat dalam asuhan mandiri kesehatan tradisional merupakan
bekal yang sangat positif dalam fasilitasi. Hal tersebut diharapkan dapat
memberi manfaat berupa keterlibatan dan rasa memiliki dari
masyarakat terhadap asuhan mandiri kesehatan tradisional serta dapat
mendorong keberhasilan pelaksanaan program. Di sisi lain keberadaan
masyarakat sebagai orang dewasa menuntut fasilitator untuk dapat
melibatkan pemikiran dan aksi mereka agar dapat memberi kontribusi
terhadap pelaksanaan program.
9) Berpandangan positif ke depan
10) Selalu berpandangan secara positif dalam banyak hal sehingga
fasilitator bisa mengarahkan masyarakat untuk mengambil keputusan
yang benar ketika harus memilih cara pengobatan yang berkembang di
masyarakat.
c. Kemampuan hubungan antar manusia (“human relationship”)
(a) Seorang fasilitator harus memiliki kapasitas untuk membina hubungan
yang harmonis dengan masyarakat. Berkaitan dengan bagaimana
memperlakukan dan berinteraksi dengan mereka serta menempatkan
mereka dengan prinsip kesetaraan.
(b) Mampu menyediakan pengetahuan dan informasi-informasi yang
berkaitan dengan akupresur dan pemanfaatan TOGA. Fasilitator harus
mampu menjawab pertanyaan, memberikan penjelasan, saran atau
nasehat yang benar dan mudah dipahami dan diterapkan.
d. Melakukan pemantauan dan evaluasi
4. Fasilitasi di Masyarakat

170 | P a g e
a. Proses Fasilitasi di Masyarakat
Terdapat beberapa langkah atau tahapan dalam memfasilitasi masyarakat
melakukan suatu program, yaitu:
a) Tahap Identifikasi
Merupakan proses awal dari fasilitasi yaitu mencoba menemu kenali
masyarakat termasuk kondisi dan potensi serta lingkungannya. Bagi
Fasilitator yang biasanya berasal dari luar lokasi penerima program, tahap
ini sangat penting dan membantu dalam kelancaran menjalankan tugas-
tugasnya.
Identifikasi wilayah dapat dilakukan melalui kunjungan ke desa-desa untuk
mengamati (observasi) dan wawancara dengan masyarakat guna
mengetahui kondisi, potensi serta kebiasaan yang berkembang di
masyarakat tersebut. Dalam tahapan ini sekaligus untuk memperkenalkan
diri kepada masyarakat mengenai keberadaan seorang fasilitator.
b) Penyebarluasan dan Pendampingan
Setelah melakukan tahap identifikasi dan keberadaan fasilitator diterima
oleh masyarakat, maka langkah berikutnya adalah melakukan
penyebarluasan dan pendampingan terhadap tahapan pelaksanaan
program yang dibawa, yaitu membantu masyarakat untuk :
c) Menyadari keberadaan diri mereka sendiri
Untuk mengajak masyarakat melaksanakan suatu kegiatan yang dapat
menunjang kualitas hidupnya, perlu adanya penyadaran kepada
masyarakat mengenai keberadaan diri mereka sendiri. Seringkali
masyarakat hanya dapat merasakan tetapi tidak dapat mengungkapkan
keberadaan mereka sendiri. Dalam masyarakat, di samping
permasalahan-permasalahan yang sering dirasakan sebenarnya ada juga
daya dan potensi yang dimiliki untuk mengatasinya. Seorang fasilitator
harus bisa memandu masyarakat untuk menemukan keberadaan mereka
sendiri.
d) Fasilitasi dalam pertemuan masyarakat
Salah satu bentuk aktifitas masyarakat dalam kegiatan asuhan mandiri
kesehatan tradisional adalah mengikuti pertemuan-pertemuan yang
diselenggarakan oleh puskesmas dan difasilitasi oleh petugas kesehatan
yang sudah terlatih asuhan mandiri kesehatan tradisional.
b. TeknikFasilitasi
a) Presentasi Interaktif
Presentasi interaktif merupakan penyajian timbal balik/bergantian
antara penyaji dan peseta saling merespon. Peserta dapat merespon
ditengah paparan penyaji, dan penyaji dapat mengembangkan respon
peserta sepanjang masih dalam koridor pokok bahasan

b) Tujuan :
(1) Memunculkan perhatian dan minat peserta terhadap materi yang
disajikan
(2) Mengurangi kejenuhan/kebosanan
(3) Menggali lebih banyak pendapat, sehingga pokok bahasan menjadi lebih
komprehensif
1) Metode Pembelajaran

171 | P a g e
Proses fasilitasi juga merupakan proses pembelajaran. Ada berbagai macam
metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam melakukan fasilitasi, proses
pembelajaran yang sering digunakan antara lain:
a) Kuliah (Ceramah Tanya Jawab/CTJ)
(1) Cara pembelajaran dengan sasaran utama terjadinya perubahan domain
pengetahuan yang lebih banyak mengandalkan pada kekuatan pelatih
dalam menggunakan bahasa verbal dan bahasa tubuh, sedangkan
peserta hanya pasif menerimanya dengan mengandalkan indera
penglihatan dan pendengaran. `
(2) Kegunaan :
(a) Menyajikan pengetahuan dan pandangan
(b) Lebih banyak menyentuh domain Kognitif
(c) Sebagai pelengkap pada metoda pesertaan lain, yang berfungsi
sebagai penjelasan awal dan rangkuman akhir
b) Demonstrasi
(1) Cara pembelajaran dengan sasaran utama terjadinya perubahan pada
domain psikomotor atau afektif dengan cara memperagakan suatu proses
kegiatan [opersionalisasi] kepada peserta secara senyatanya dengan
menggunakan alat/benda sesungguhnya dalam situasi yang
sesungguhnya atau tiruan.
(2) Kegunaan :
Jika dilanjutkan dengan praktikum akan dapat menstimulir domain
psikomotor dan afektif secara mendalam, tetapi jika tidak dilanjutkan,
hanya akan menstimulir sebatas domain pengetahuan yang mendalam
sedangkan domain afektif relatif dangkal
c) Simulasi
(1) Cara pesertaan dengan sasaran utama terjadinya perubahan pada
domain psikomotor dan afektif dengan melibataktifkan aspek “emosi”
pada diri peserta melalui perangsangan hampir semua indera penerima.
Pengalaman belajar yang didapat dengan cara melakukan kegiatan
“tiruan” dengan menggunakan alat/benda sesungguhnya/tiruan dalam
situasi dan lingkungan yang tidak sesungguhnya [tiruan]
(2) Kegunaan :
Melatih keterampilan dan membentuk sikap positif pada diri peserta
dengan situasi dan kondisi tiruan agar terbebas dari bahaya dan kerugian
jika peserta gagal dlm melakukan kegiatan
Sebagai prasyarat sebelum melakukan peragaan dan praktikum
d) Studi Kasus
(1) Cara pembelajaran dengan sasaran utama terjadinya perubahan pada
domain kognitif atau afektif atau keterampilan berpikir dengan
mengandalkan daya nalar para pembelajar. Pengalaman belajar yang
didapat oleh para pembelajar adalah “mengalami” karena duhadapkan
pada situasi dengan berbagai pilihan.
(2) Kegunaan :
(a) Membantu mengembangkan kemampuan analisis, pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan
(b) Menunjukkan kepada peserta akan adanya peranan/pengaruh nilai-
nilai dan persepsi terhadap pengambilan keputusan kelompok.

172 | P a g e
e) Roleplay
(1) Cara pesertaan dengan sasaran utama terjadinya perubahan pada
domain afektif dengan mengandalkan aspek “emosi” pada diri peserta
melalui perangsangan hampir semua indera penerima. Pengalaman
belajar yang didapat dengan cara melakukan kegiatan
“memerankan/menjadi” figur/sosok orang lain dalam situasi dan
lingkungan tiruan
(2) Kegunaan :
(a) Melatih peserta untuk dapat merasakan/menghayati berbagai
masalah yang mungkin dihadapi oleh peran yang dimainkannya
(b) Melatih kesadaran dan kepekaan sosial yang sangat dibutuhkan dlm
dunia kerja nyata, sehingga dapat memunculkan sikap positif yang
tentang fenomena sosial yang memang ada disekitarnya
f) Diskusi Kelompok
(1) Cara pembelajaran dengan sasaran utama terjadinya perubahan pada
domain kognitif atau afektif dengan mengandalkan partisipasi para
anggotanya. Pengalaman belajar yang didapat melalui tukar
pikiran/pengalaman diantara peserta untuk kemudian disatukan dengan
proses “take and give”
(2) Kegunaan:
(a) Latihan mengemukakan pendapat yang bertanggung jawab
(b) Latihan untuk mau menerima dan memberi
(c) Mengembangkan ide – ide baru
(d) Membantu peserta dalam memahami diri sendiri & orang lain

Penyiapan dokumen-dokumen acuan:

Dalam upaya menjamin layanan yang diselenggarakan, berkualitas dan customized:


1. Kebijakan kepala Puskesmas, mengatur dan atau menetapkan berlakunya dokumen-
dokumen acuan yang terstandar
2. Dokumen-dokumen acuan standar lainnya:
a. Kerangka Acuan Kerja yang lengkap, dengan rumusan 6W2H1E, dan disusun
secara sistematis, untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan .dangan upaya
pengembangan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA
b. SOP-SOP untuk acuan untuk kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan
c. Dokumen panduan, pedoman yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan kegiatan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
d. Dokumen Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) untuk tahun berjalan
e. Dokumen Rencana Usulan Kegiatan untuk tahun depan
f. Dokumen-dokumen acuan lainnya.
REFERENSI
1. Michael Fredrik Lange & Terry Smith; Marketing Communication, A Brand Narative
Approach; 2010
2. Philip Kotler and Eduardo L.Roberto; Social Marketing, Strategies for Changing Public
Behavior,1989

173 | P a g e
3. Kepmenkes No. 375/2009; Rencana Pembangunan Jangka Panjang-Kesehatan, 2005-
2025
4. Kepmenkes No. HK.02.02. MENKES/52/2015, tentang Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan, 2015-2019
5. Komunikasi Pemasaran Menyongsong Abad XXI, 2008
6. Kementerian Kesehatan RI, Second Decentralized Health Services Project, Modul
Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Bagi Petugas Puskesmas, Jakarta, 2010
7. Totok Mardikanto, Konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat, Surakarta,2010
8. Kementerian Kesehatan RI, Modul Pelatihan Bagi Pelatih Selfcare Ramuan dan
Pemanfaatan TOGA, Jakarta, 2012
9. Kementerian Kesehatan RI, Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan,Jakarta, 2013
10. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Advokasi Kesehatan Bagi Petugas Kesehatan
Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, Jakarta, 2013
11. Kementerian Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 65 Tahun 2013
Tentang Pedoman Pelaksanaandan Pembinaan Pemberdayaan Masyarakat Bidang
Kesehatan

LAMPIRAN

174 | P a g e
LEMBAR KERJA

Lembar Kerja 1.

SKENARIO BERMAIN PERAN KOMUNIKASI,


1. Peserta dibagi menjadi 4 kelompok,
2. Ketiga kelompok diberi lembar pesan dengan arti yang sama
3. Kelompok I diberi dalam bahasa Indonesia, dan diminta untuk menyampaikan pesan
secara lisan dan berantai.
4. Kelompok II diberi dalam bahasa Indonesia, dan pesan disampaikan secara berantai
dimana penerima pesan boleh mencatat apa yang didengarnya yang seterusnya
disampaikan dengan cara sama ke penerima pesan berikutnya.
5. Kelompok III diberi pesan dalam bahasa Inggris, dan disampaikan secara lisan berantai
6. Kelompok IV diberi dalam bahasa Inggris, dan pesan disampaikan secara berantai
dimana penerima pesan boleh mencatat apa yang didengarnya yang seterusnya
disampaikan dengan cara sama ke penerima pesan berikutnya.
7. Waktu yang disediakan masing-masing adalah 5 menit
8. Bagi penerima pesan terakhir diminta menyebutkan isi pesan sesuai dengan
penerimaannya
9. Pelatih menjelaskan perbedaan cara berkomunikasi berantai, dengan menggunakan
sehari hari dan menggunakan bahasa sing,
10. Fasilitator akan mengevaluasi hasil praktek tersebut

Lembar Kerja 2.

175 | P a g e
PANDUAN PENUGASAN

Peserta dibagi menjadi 3 kelompok


1. Kelompok I mendapatkan penugasan Sosisliasi, Advokasi dengan membuat
paparan tentang hasil pelatihan Asuhan mandiri Pemanfaatan Toga dan Akupresur
kepada Kepala Puskesmas serta mensosialisasikan hasil pelatihan kepada semua
pengelola program yang ada di Puskesmas. Dalam paparan ini diharapkan peserta
mampu menyampaikan tentang tentang apa tugas dia setelah selesai mengikuti
pelatihan, lalu menjelaskan tentang apa itu asuhan mandiri, sehingga kepala PKM
merasa perlu untuk mengembangkan Asuhan mandiri Kestrad di Puskesmasnya
dan pengelola program yang lain pun merasa perlu untuk mendukungnya.
2. Kelompok II mendapatkan penugasan membuat paparan dengan judul “Advokasi
dan Kemitraan Asuhan mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur” yang
disampaikan dalam forum Lokakarya Mini Internal Puskesmas atau Musrembang di
Kecamatan dengan audiens adalah Penangung-jawab UKM, UKP dan Admen;
Para Penanggung-jawab Jaringan puskesmas dan Tim Pembina Darbin, dengan
output pertemuan adalah rancangan untuk menyusun RUK Tahun 2017, dan dalam
acara Musrembang dengan sasaran Camat, Kapus, lintas sektor terkait dan
organisasi masyarakat. Dalam paparan ini peserta diharapkan mampu
mengadvokasi dan menjalin kemitraan terhadap lintas sektor terkait serta
organisasi masyarakat
3. Kelompok III mendapatkan penugasan membuat paparan dengan judul “Fasilitasi
Pembentukan Kelompok Asuhan mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur”
disampaikan di Balai Desa/Kelurahan dengan peserta Kades/lurah, TP-PKK
Kecamatan, TP-PKK Desa/kelurahan, mitra terkait, Kader dan kelompok
masyarakat. Peserta mampu menyampaikan tentang asuhan mandiri secara lisan
kepada peserta dengan bahasa yang sesuai dengan audiens, kemudian peserta
memfasilitasi pembentukan kelompok dengan langkah-langkah Forming, Storming,
Norming dan Performing.

Waktu diskusi penyiapan materi selama 45 menit dan presentasi masing-masing


kelompok @ 15 menit dan tanggapan kelompok 30 menit, masukan dari nara sumber
adalah 15 menit.

Lembar Kerja 3.

176 | P a g e
PANDUAN PRAKTIK LAPANGAN

(Terintegrasi Modul-3 Sosialisasi, Advokasi dan Fasilitasi dengan Modul Inti 4 :


Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Dalam Asuhan mandiri Pemanfaatan TOGA dan
Akupresur)

Peserta dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok sesuai dengan pembagian pada penugasan di
lembar kerja 2.
Setiap kelompok memilih ketua dan sekretaris, Ketua memilih salah satu anggotanya untuk
menyampaikan materi (paparan), Sekretaris dibantu yang lainnya menjadi notulen, Ketua
bertanggungjawab terlaksana penyampaian materi.

1. Kelompok-1 menyampaikan paparan di Puskesmas dengan judul “Sosialisasi dan


Advokasi Asuhan mandiri Pemanfaatan Toga dan Akupresur” sesuai dengan hasil
penugasan kelompok-1 pada lembar-2. Paparan diberi waktu 15 menit dilanjutkan
diskusi tanya jawab serta masukan dari Kepala Puskesmas 30 menit.
2. Kelompok-2 menyampaikan paparan di kantor Kecamatan dengan judul “Advokasi
dan Kemitraan Asuhan mandiri Pemanfaatan Toga dan Akupresur” sesuai dengan
hasil penugasan kelompok-2 pada lembar-2. Paparan diberi waktu 15 menit
dilanjutkan diskusi tanya jawab dan kesepakatan dari peserta tentang peran mitra
selama 30 menit
3. Kelompok-3 menyampaikan paparan di kantor di kantor kelurahan/Desa dengan
judul “Fasilitasi pembentukan kelompok Asuhan mandiri Pemanfaatan Toga dan
Akupresur” sesuai dengan hasil penugasan kelompok-3 pada lembar-2. Untuk
fasilitasi pembentukan kelompok asuhan mandiri ini kelompok-3 diharapkan
memperhatikan kondisi lapangan, apabila tidak memungkinkan untuk menyampaikan
materi melalui pemaparan, maka ketua kelompok segera membuat skenario baru,
ketua atau bisa menunujuk salah satu peserta yang mampu menyampaikan materi
asuhan mandiri secara singkat dengan bahasa yang sederhana kepada peserta
yang terdiri dari kepala desa/lurah, Mitra, Kader dan keluarga binaan. Jangan lupa
dalam acara fasilitasi pembentukan kelompok ini harus memperhatikan tahapan
forming, storming, norming dan performing.
4. Selanjutnya masing-masing kelompok membuat laporan hasil dari praktek lapangan.

MATERI INTI 4
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN KEMITRAAN

177 | P a g e
DALAMASUHAN MANDIRI PEMANFAATAN
TOGA DAN AKUPRESUR

I. DESKRIPSI SINGKAT
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya membantu atau proses memfasilitasi
masyarakat dengan pemberian informasi secara terus-menerus dan
berkesinambungan sehingga memiliki pengetahuan (aspek knowledge), mampu untuk
mencegah dan mempunyai kemauan (aspek attitude), dan mampu melaksanakan
perilaku yang diperkenalkan (aspek practice) sehingga masyarakat berperan aktif
dalam menyelesaikan masalah kesehatannya.
Pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran aktif
masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan termasuk didalamnya upaya
kesehatan tradisional untuk mendorong masyarakat agar berperan aktif dalam asuhan
mandiri memanfaatkan Taman Obat Keluarga dan Keterampilan. Tujuanasuhan
mandiri dimaksud adalah agar terselenggaranya asuhanmandiri pemanfaatan taman
obat keluarga dan keterampilan, melalui:a. pembentukan dan pengembangan
kelompok asuhanmandiri; b.kegiatan kelompok asuhan mandiri secara benar
danberkesinambungan; dan c.pelaksanan pembinaan asuhan mandiri
secaraberjenjang.
Untuk itu perlu dijalin kemitraan dengan pemangku kepentingan yang berlandaskan
prinsip dasar, yaitu kesamaan kepentingan, kejelasan tujuan, kesetaraan kedudukan
dan keterbukaan/transparansi. Wadah pemberdayaan dan kemitraan dapat
menggunakan forum-forum yang sudah ada di masyarakat seperti Forum yang ada di
desa, maupun di kecamatan. Wadah ini dapat dioptimalkan agar terlaksana
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergisme antar mitra sehingga dapat
mengembangkan asuhan mandiri pemanfaatan Taman Obat keluarga dan
Akupresur.
Oleh karena itu peserta pelatihan pelatihasuhan mandiri pemanfaatan Taman Obat
Keluarga dan akupresurperlu mendapatkan kemampuan melakukan pemberdayaan
masyarakat dan kemitraan, sehingga mampu melatihmelakukan pemberdayaan
masyarakat dan menggalang kemitraan dalam pengembangan asuhan mandiri
pemanfaatan Taman Obat keluarga dan Akupresur sehingga masyarakat berperan
aktif meningkatkan kesehatannya.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melatih dan melakukan pemberdayaan
masyarakat dan kemitraandalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat
Keluarga dan Akupresur.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

178 | P a g e
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep dasar pemberdayaan masyarakat dalam asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur
2. Melatih dan melakukan Pemberdayaan Masyarakat dalam pelayanan kesehatan
tradisional asuhan mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Akupresurdi
wilayah Puskesmas.
3. Melatih dan melakukan kemitraan dalam asuhan mandiri Pemanfaatan Taman
Obat Keluarga dan Akupresurdi Puskesmas.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Konsep Dasar Pemberdayaan Masyarakat
1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
2. Prinsip Dasar Pemberdayaan Masyarakat
3. Unsur-Unsur Pemberdayaan Masyarakat

B. Langkah-Langkah Pemberdayaan Masyarakat dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan


Taman Obat Keluarga dan Akupresur di wilayah Puskesmas
1. Pembentukan Kelompok Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga
dan Akupresur
2. Pembinaan Kelestarian Pengelolaan dan Pengembangan Asuhan Mandiri
Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Akupresur

C. Langkah-Langkah Kemitraan dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan


Akupresur
1. Pengertian
2. Tujuan
3. Prinsip Dasar
4. Identifikasi dan Peran mitra
5. Perencanaan (kemitraan) bersama
6. Pelaksanaan Kemitraan
7. Pemantauan dan Penilaian

IV. BAHAN BELAJAR


Modul, bahan tayang, panduan diskusi kelompok, skenario bermain peran, dan
panduan praktik lapangan.

V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 8 jp(2 jp teori, 3 jp praktik, 3 jp
praktik lapangan) @45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan
langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut.
1. Sesi 1 Pengkondisian
Langkah proses pembelajaran
 Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Fasilitator
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat

179 | P a g e
bekerja, materi yang akan disampaikan dan waktu yang disediakan untuk
menyampaikan materi ini.
 Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan dengan menggunakan bahan tayang.
 Melakukanpenyamaan persepsi tentang materi yang akan dibahas dengan
metoda curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab.

2. Sesi 2 Pembahasan Pokok Bahasan 1: Konsep Dasar Pemberdayaan


Masyarakat
Penyampaian subpokok bahasan tentangpengertian pemberdayaan masyarakat,
prinsip dasar pemberdayaan masyarakat, dan unsur-unsur pemberdayaan
masyarakat.
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
 Fasilitator menjelaskan tentang pengertian pemberdayaan masyarakat dengan
metode ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang prinsip dasar pemberdayaan masyarakat dengan
metode ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang unsur-unsur pemberdayaan masyarakat dengan
metode ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.

3. Sesi-3, Pembahasan Pokok Bahasan 2: Langkah-langkah Pemberdayaan


Masyarakat dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional di Puskesmas (90 menit)
Penyampaian sub pokok bahasan tentang pembentukan kelompok asuhan
mandiri dan Pembinaan Kelestarian Pengelolaan dan Pengembangan Asuhan
Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Akupresur.
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
 Fasilitator menjelaskan tentang pembentukan kelompok asuhan mandiri dengan
metode ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran (10 menit).
 Fasilitator membagi peserta dalam kelas menjadi 3 kelompok. Tiap kelompok terdiri
dari 7–10 orang. Masing-masing kelompok melakukan diskusi dengan bahan
lembar kasus. Tugas masing-masing kelompok sebagai berikut:
- Kelompok 1 : Mengidentifikasi kelompok yang sudah ada di masyarakat
contohnya dasa wisma, kelompok tani, kelompok pekerja garment, kelompok
majelis taklim, kelompok arisan dan kelompok lainnya. Gunakan lembar kerja
Panduan Diskusi Kelompok 2.
- Kelompok 2 : Menyusun rencana sosialisasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA
dan akupresur kepada kelompok masyarakat. Gunakan Lembar Kerja Panduan
Diskusi Kelompok 2.
- Kelompok 3 : Menyusun skenario Pembentukan Kelompok Asuhan Mandiri pada
kelompok masyarakat. Perhatikan langkah-langkah forming, storming, norming,
dan performing. Gunakan Lembar Kerja Panduan Diskusi Kelompok 3.

180 | P a g e
Waktu diskusi kelompok 20 menit.
 Bermain peran Pembentukan Kelompok Asuhan Mandiri pada kelompok
masyarakat dengan menggunakan skenario yang disusun oleh kelompok 3.
Kelompok 1 dan kelompok 2 sebagai kelompok masyarakat. Gunakan Lembar
Kerja Permainan Peran. Waktu bermain peran 40 menit.
 Fasilitator meminta wakil kelompok 3 untuk mengungkapkan perasaannya dalam
bermain peran tersebut, kemudian wakil kelompok 1 dan 2 menanggapi permainan
peran kelompok 1. Selanjutnya fasilitator merangkum hasil diskusi kelompok dan
permainan peran dengan menegaskan hal-hal penting dalam pembentukan
kelompok asuhan mandiri dan pembinaan kelestarian pengelolaan dan
pengembangan asuhan mandiri pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan
Keterampilan.Pembentukan Kelompok Asuhan Mandiri pada kelompok masyarakat
ini perlu difahami oleh peserta sejalan dengan perannya sebagai pelatih asuhan
mandiri pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Keterampilan di wilayah tugas
masing-masing.

4. Sesi-4, Pembahasan Pokok Bahasan 3: Langkah-langkah Kemitraan dalam


Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur(100 menit)
Penyampaian sub pokok bahasan tentang : pengertian, tujuan, prinsip dasar,
identifikasi dan peran mitra, perencanaan (kemitraan) bersama, pelaksanaan
kemitraan, dan penilaian hasil.
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
 Fasilitator menjelaskan tentang pengertian Kemitraan dalam Asuhan Mandiri
Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah, tanya jawab dan
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang tujuan Kemitraan dalam Asuhan Mandiri
Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah, tanya jawab dan
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang prinsip dasar Kemitraan dalam Asuhan Mandiri
Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah, tanya jawab dan
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang identifikasi dan peran mitra dalam Asuhan Mandiri
Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah, tanya jawab dan
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran dengan menuliskan pada flipchart mitra-mitra potensial dalam
pelayanan kesehatan tradisional asuhan mandiri
Berdasarkan daftar mitra potensial yang telah dituliskan pada flipchart,
fasilitator membagikan papan nama (dapat berupa metaplan yang diberi tali raffia
dan dikalungkan atau diberi double tape untuk ditempelkan didadanya) dan
menuliskan mitra-mitra potensial tersebut.
Setelah menuliskan mitra potensial pada papan nama, fasilitator meminta
seluruh peserta membentuk lingkaran dengan mengalungkan papan nama mitra

181 | P a g e
tersebut sambil bernyanyi lagu-lagu gembira,sehingga suasana kondusif untuk
menggalang kemitraan.
Fasilitator memberi instruksi pada peserta (sebagai fasilitator) untuk
melemparkan gulungan (bola) tali raffia kepada peserta lain sambil menyebutkan
dukungan apa yang diharapkan dari mitra tersebut, dengan salah satu ujung tali
tetap dipegang. Peserta yang mendapat lemparan bola tali raffia melakukan hal
yang sama kepada peserta lain. (Perlu diingat posisi lemparan harus diatas
lemparan sebelumnya). Fasilitator mencatat dukungan oleh masing-masing mitra
pada kertas flipchart.
Setelah semua peserta mendapat kesempatan dan terbentuk jaring,
fasilitator meminta peserta untuk mundur selangkah dan menanyakan apa
perasaan mereka, lalu fasilitator meminta peserta untuk maju dua langkah dan
kembali menanyakan perasaan mereka apakah kemitraan seperti ini yang mereka
harapkan. Hal ini menggambarkan bagaimana yang dirasakan dalam menggalang
mitra.
 Fasilitatormenjelaskan tentang perencanaan (kemitraan) bersama dalam Asuhan
Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah, tanya
jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
 Fasilitatormenjelaskan tentang pelaksanaan Kemitraan dalam Asuhan Mandiri
Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah, tanya jawab dan
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang pemantauan penilaian hasil Kemitraan dalam
Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.
 Fasilitator mengakhiri penyampaian materi kemitraan dengan penegasan
pentingnya menggalang kemitraan untuk asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
Akupresur.Dengan demikian peserta pelatihan pelatih dapat melatih menggalang
kemitraan untuk asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan baik.
Praktik Lapangan (PL) pemberdayaan dan kemitraan terintegrasi dengan
praktik lapangan komunikasi, advokasi, dan fasilitasi asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan Akupresur (lihan Panduan PL Pelatihan Asuhan Mandiri Pemanfaatan
TOGA dan Akupresur).

5. Sesi-5, Kesimpulan dan Penutup(10 menit)


Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
 Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan materi
ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan umpan balik sehingga
peserta pelatihan pelatihdapat melatih sesi ini dengan baik.Dilanjutkan dengan
memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh peserta.

VI. URAIAN MATERI

182 | P a g e
A. Konsep Dasar Pemberdayaan Masyarakat dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan
TOGA dan Akupresur
1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Istilah “pemberdayaan masyarakat” sebagai terjemahan dari kata “empowerment”
mulai ramai digunakan dalam bahasa sehari-hari di Indonesia bersama-sama
dengan istilah “pengentasan kemiskinan” (poverty alleviation) sejak digulirkannya
Program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Sejak itu, istilah pemberdayaan dan
pengentasan kemiskinan merupakan “saudara kembar” yang selalu menjadi topik
dan kata kunci dari upaya pembangunan.
Sejalan dengan itu, pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya peningkatan
kemampuan masyarakat (miskin, marjinal, terpinggirkan) untuk menyampaikan
pendapat dan atau kebutuhannya, pilihan-pilihannya, berpartisipasi, bernegosiasi,
mempengaruhi dan mengelola kelembagaan masyarakatnya secara bertanggung-
gugat (accountable) demi perbaikan kehidupannya.
Dalam pengertian tersebut, pemberdayaan mengandung arti perbaikan mutu
hidup atau kesejahteraan setiap individu dan masyarakat baik dalam arti :
a. Perbaikan ekonomi, terutama kecukupan pangan
b. Perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan)
c. Kemerdekaan dari segala bentuk penindasan
d. Terjaminnya hak asasi manusia yang bebas dari rasa takut dan kekhawatiran,
dan lain-lain
Dalam promosi kesehatan, pemberdayaan (empowerment) merupakan proses di
mana masyarakat “diposisikan” mempunyai peran yang besar dalam pengambilan
keputusan dan menetapan kegiatan/tindakan yang mempengaruhi kesehatan
mereka. (Health Promotion Glossary, WHO, 1998). Pemberdayaan didefinisikan
pula sebagai : a) To give power or authority (memberikan kekuasaan,
mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain); b) To give
ability to or enable (upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan).
Pemberdayaan (empowerment) adalah proses pemberian informasi secara terus-
menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses
membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu
atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari
mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).
Pemberdayaan adalah sebuah proses agar setiap orang menjadi cukup kuat
untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi,
kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya dan
kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Pemberdayaan masyarakat
memiliki keterkaitan erat dengan sustainable development dimana pemberdayaan
masyarakat merupakan suatu prasyarat utama yang akan membawa masyarakat
menuju keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis.
Proses dan Keterkaitan Pemberdayaan Masyarakat dan Sustainable
Development.

Pemberdayaan Masyarakat
Self-organizing
Self-reliance
183 | P a g e
Mekanisme Pasar/ Ekonomi
Mekanisme Produksi

Faktor Internal/ Activities Masyarakat Pedesaan Faktor Eksternal/ Activities

Mekanisme Sosial Mekanisme Ekologi

Sustainable Development

Proses pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan


eksternal. Kedua faktor tersebut saling berkontribusi dan mempengaruhi
secara sinergis dan dinamis. Proses pemberdayaan masyarakat didampingi
oleh tim pelatih (bersifat multi disiplin) yang merupakan salah satu faktor
eksternal dalam proses pemberdayaan masyarakat. Peran Fasilitator pada
awal proses sangat aktif tetapi akan berkurang secara bertahap selama
proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan kegiatannya
secara mandiri.
Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat dapat menjadi upaya
meningkatkan kesehatan masyarakat melalui suatu proses pemberian
informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan membantu sasaran,
agar berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari
tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu memelihara
kesehatannya dengan asuhan mandiri pemanfaatan Taman Obat Keluarga
(TOGA) dan keterampilan.
2. Prinsip Dasar Pemberdayaan Masyarakat

184 | P a g e
Prinsip dasar pemberdayaan masyarakat dalam asuhan mandiri pemanfaatan
Taman Obat Keluarga (TOGA) dan akupresur yang perlu dipahami yaitu :
pengorganisasian masyarakat (community organization) dan pengembangan
masyarakat (community development). Keduanya berorientasi pada proses
pemberdayaan masyarakat menuju tercapainya kemandirian melalui keterlibatan
dan peran serta aktif dari keseluruhan anggota masyarakat.
Lima prinsip dasar pemberdayaan masyarakat tersebut yaitu :
a. Menumbuh kembangkan kemampuan, peran serta masyarakat dan semangat
gotong royong dalam pelayanan kesehatan tradisional (pemanfaatan akupresur
dan TOGA).
b. Melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun
pelaksanaan. Berbasis masyarakat (community based), memberikan
kesempatan mengemukakan pendapat, memilih dan menetapkan keputusan
bagi dirinya (voice and choice), keterbukaan (openness), kemitraan
(partnership), kemandirian (self reliance).
c. Menggalang kemitraan dengan berbagai pihak untuk memaksimalkan sumber
daya, khususnya dalam dana, baik yang berasal dari pemerintah, swasta
maupun sumber lainnya.
d. Petugas harus lebih memfungsikan diri sebagai katalis yang menghubungkan
antara kepentingan pemerintah dan kepentingan masyarakat dalam upaya
pemeliharaan kesehatannya.
e. Untuk mempertahankan ekstensinya, pemberdayaan masyarakat memerlukan
break even dalam setiap kegiatan yang dikelola. Tidak sebagai organisasi
bisnis/profit.

3. Unsur-UnsurPemberdayaan Masyarakat
a. Penggerak Pemberdayaan : Pemerintah Kecamatan, Puskesmas, Desa dan
Kelurahan, masyarakat, dan PKK, Paramuka, swasta, Ormas dan lintas sektor
lainya menjadi inisiator, motivator, dan fasilitator yang mempunyai kompetensi
memadai dan dapat membangun komitmen dengan dukungan para pemimpin,
baik formal maupun non formal.
b. Sasaran pemberdayaan : Perorangan (tokoh masyarakat, tokoh agama, politisi,
figur masyarakat, dan sebagainya), kelompok (organisasi
kemasyarakatan,organisasi profesi, kelompok masyarakat), dan masyarakat
luas serta pemerintah yang berperan dalam pelayanan kesehatan tradisional.
c. Kegiatan hidup sehat dengan memanfaatkan asuhan mandiri
pemanfaatanTOGA dan keterampilan sebagai upaya pemeliharaan kesehatan
secara mandiri meningkatkan kesehatan masyarakat, membentuk kebisaan
dan pola hidup, tumbuh dan berkembang, serta melembaga dan membudaya
dalam kehidupan bermasyarakat.

B. Langkah-Langkah Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pelayanan Kesehatan


Tradisional Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur
1. Pembentukan kelompok asuhan mandiri,
Pembentukan kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
dalam rangka pemberdayaan masyarakat harus memenuhi prinsip dan
persyaratan yang telah ditetapkan.

185 | P a g e
a. Prinsip
1) Kesadaran dan keinginan sendiri, ditandai dengan tidak ada paksaan dari
siapapun dan mempunyai motivasi diri.
2) Kebersamaan ditandai dengan adanya perilaku saling berbagi pengetahuan
dan kemampuan.
3) Kerjasama dan peran aktif kelompok asuhan mandiri dengan fasilitator.
4) Kemandirian ditandai dengan kemampuan individu untuk menolong dirinya
sendiri dan anggota keluarga, serta tersedianya bahan (tanaman obat) dan
peralatan pijat, keterampilan jika diperlukan serta peralatan mengolah
TOGA yang dibutuhkan, dalam menyelesaikan masalah/gangguan
kesehatan yang dihadapi masyarakat.
5) Berorientasi terhadap kebutuhan masyarakat ditandai dengan adanya:
 Dukungan kebijakan berupa peraturan, edaran atau surat.
 Dukungan dari petugas kesehatan yang terlatih dalamteknis asuhan
mandiri.
6) Komitmen
 Ilmu dan keterampilan tentang asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan akan dibagi dengan orang lain namun hanya akan
digunakan untuk diri sendiri atau keluarga (tidak untuk dikomersiilkan).

b. Persyaratan
Syarat bagi terbentuknya kelompok asuhan mandiri yaitu:
 saling mempercayai
 saling terbuka
 mengakui kelebihan dan kelemahan anggota lain
 menerima umpan balik
 saling belajar
 memupuk rasa kebersamaan

c. PembentukanKelompok
Dengan dipahaminya prinsip dan dipenuhinya persyaratan asuhan mandiri,
pembentukan kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
dapat dilaksanakan sesuai tahapan berikut:
1) Penyiapan SDM
Tahap pertama dalam pembentukan keiompok asuhan mandiri adalah
menyiapkan SDM melalui :
 Pembentukan tim pelatih tingkat provinsi melalui Pelatihan Bagi Pelatih
(TOT) asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur oleh
Kementerian Kesehatan. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi menetapkan
tim pelatih tingkat provinsi melalui Surat Keputusan (SK).
 Pembentukan tim pelatih tingkat kabupaten/kota melalui Pelatihan Bagi
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur bagi fasilitator
puskesmas oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota menetapkan tim pelatih tingkat kabupaten/kota melalui
Surat Keputusan (SK).
 Pembentukan fasilitator melalui Pelatihan Asuhan Mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur bagi fasilitator puskesmas oleh Dinas Kesehatan

186 | P a g e
Kabupaten/Kota. Kepala Puskesmas menetapkan fasilitator tingkat
puskesmas melalui Surat Keputusan (SK).

2) Sosialisasi dan orientasi Kader


 Fasiiitator yang sudah ditetapkan melalui SK melakukan sosialisasi
internal kepada lintas program dan yang difasilitasi oleh kepala
Puskesmas.
 Fasilitator yang sudah ditetapkan melalui SK melakukan sosialisasi
kepada lintas sektor terkait, serta mitra lainnya melalui forum lokakarya
mini dalam rangka yang difasilitasi oleh kepala Puskesmas.
 Puskesmas mengembangkan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
kesehatan tradisional dengan dukungan lintas sektor.
 Fasilitator melakukan orientasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan bagi kader, didampingi oleh pelatih tingkat kabupatenlkota
yang sudah memiliki sertifikat TOT, menggunakan modul dan bahan
belajar yang ditetapkan.

3) Pembentukan kelompok asuhan mandiri di tingkat masyarakat


Fasilitator bersama mitra melakukan fasilitasi pembentukan kelompok
asuhan mandiri dengan memanfaatkan dana dari berbagai sumber, dengan
cara:
 Mengidentifikasi kelompok yang sudah ada di masyarakat contohnya
dasa wisma, kelompok tani, kelompok nelayan, arisan dan kelompok
lainnya.
 Mensosialisasikan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan
kepada kelompok masyarakat.
 Kader membentuk kelompok asuhan mandiri dengan kriteria 1 kelompok
terdiri atas 5 sampai 10 Kepala Keluarga (KK), melalui langkah-langkah:
 Forming
Kader memfasilitasi keluarga binaan dalam kelompok untuk saling
mengenal lebih dekat satu sama yang lainnya, misalnya untuk saling
menceritakan tentang pengalamannya dalam memanfaatkan TOGA
ataupun saling memberikan informasi tentang TOGA yang mereka
miliki di rumah masing-masing.
 Storming
Kader memfasilitasi kepada anggota kelompok untuk bersama-sama
membicarakan rencana kegiatan kelompok dan semua anggota
kelompok diberikan kesempatan untuk berbicara dan memberikan ide.
 Norming
Setelah semua saling mengenal, kader mengajak para anggota
kelompok untuk bersama-sama membuat struktur organisasi misalnya
ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara dan tugas masing-masing
serta membuat tata tertib yang harus dipatuhi bersama.
 Performing
Pada tahap selanjutnya adalah performing, dimana kelompok asuhan
mandiri sudah terbentuk dengan stuktur organisasi dimana setiap
yang duduk dalam struktur organisasi telah mempunyai peran dan

187 | P a g e
tugas masing-masing, sehingga setiap orang merasa saling
tergantung dan membutuhkan satu sama lainnya.
 Pembentukan kelompok asuhan mandiri diharapkan dapat terbentuk
dalam kurun waktu paling lama 3-6 bulan sejak dilakukannya orientasi
kader.
4) Pembentukan kelompok
Setelah terbentuk kelompok asuhan mandiri, kader didampingi fasilitator dan
mitra melakukan pendekatan kepada kelompok, bertujuan untuk menghapus
rasa cemas, menempatkan kelompok pada posisi yang tepat, menciptakan
suasana yang kondusif, menumbuhkan rasa percaya diri, memberi
kesempatan bagi setiap anggota kelompok untuk berkembang dan
mengadakan evaluasi terhadap perbedaan pendapat.
Kader melakukan pembinaan kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA
dan keterampilan melalui pembekalan pengetahuan dan keterampilan yang
dilakukan secara rutin satu bulan sekali dan berkesinambungan disesuaikan
dengan jadwal kegiatan yang telah dibuat bersama, didampingi oleh
fasilitator dan mitra.
Pembentukan kelompok asuhan mandiri merupakan salah satu bentuk dari
upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat yang bersifat swadaya.
Namun demikian, kegiatan peningkatan kapasitas, baik tenaga, sumber
daya maupun kelembagaan terkait dengan tahap pembentukan kelompok
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan bisa mendapatkan
bantuan fasilitasi dari pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun sumber
lain yang tidak mengikat.

2. PembinaanKelestarianPengelolaan dan Pengembangan Asuhan Mandiri


Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Akupresur
Langkah terakhir serangkaian kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan TOGA untuk selfcare di masyarakat adalah pembinaan dan
kelestarian. Setiap pelaksanaan program harus dibina agar dapat berjalan dengan
baik dan berkesinambungan.Pembinaan juga bermaksud untuk memantapkan
dan membina pengetahuan, sikap, keterampilan, motivasi dan kemandirian para
tenaga pengelolaan dan pengembangan TOGA untuk selfcaredalam mewujudkan
desa yang sehat.
Bentuk tahapan pembinaan teknis dilakukan secara berjenjang dari tingkat pusat
sampai ke tingkat desa/kelurahan bersama dengan mitrasesuai peran, tugas dan
fungsi masing-masing. Pembinaan ditujukan untuk pelaksanaan asuhan mandiri
secara benar dan aman sesuai dengan acuan Petunjuk Praktis TOGA dan
Keterampilan salah satu bentuk pembinaan melalui penilaian pemanfaatan TOGA
yang rutin dilakukan setiap tahun dengan mengacu pada Pedoman Penilaian
Pemanfaatan TOGA dan Instrumen Penilaian serta adanya pengembangan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan di masyarakat.Pembinaan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan dilakukan bersama antara
lintas program dan lintas sektor terkait.

Dalam melakukan pembinaan perlu dilakukan analisis tingkat perkembangan


kemandirian UKBM TOGA untuk selfcare, yaitu melalui tingkat perkembangan
UKBM TOGA sesuai klasifikasi TOGA.

188 | P a g e
Indikator keberhasilan Desa TOGA mengacu pada Klasifikasi TOGAsebagai
berikut :

INDIKATOR PRATAMA MADYA PURNAMA


Jumlah KK ada TOGA < 30 % 30 – 60 % >60 %

Jenis Tanaman Obat per Desa < 50 jenis 50-100 jenis > 100 jenis
Jumlah KK memanfaatkan
< 10 % 10 - 50 % >50 %
TOGA
Jumlah Kader penggerak TOGA
<5 5-10 >10
per Desa

Keteranga
 Jenis tanaman obat adalah macam-macam tanaman obat yang memiliki
khasiat obat dan kandungan kimia berbeda.
 Contoh jenis tanaman: temu hitam, temu putih, temu mangga, temulawak, jahe,
kunyit, kencur.
 Jumlah KK yang mempunyai TOGA dapat diketahui bahwa setiap keluarga di
halaman atau sekitar pekarangannya menanam tanaman obat minimal 5 jenis
tanaman obat dan dapat memanfaatkan TOGA yang ditanam
 Jumlah Kader penggerak TOGA per Desadapat diketahui dari Pengelola
Program Yankestradkom
 Terdapat 4 variabel yang harus dipenuhi pada setiap tingkat pengembangan
TOGA

Analisis Perkembangan Stratifikasi UKBM TOGA untuk Puskesmas


Stratifikasi TOGA
Nama Desa Pratama Madya Purnama
Frek % Frek % Frek %
A
B
C
D

Dengan mengetahui jumlah (%) tingkatan UKBM TOGA dilakukan analisis kasus
dari 4 indikator perkembangan yaitu TOGA mana yang paling berpengaruh
sehingga tingkatan TOGA terendah dapat ditingkatkan dalam usaha mewujudkan
TOGA Purnama. Setelah diketahui penyebabnya, baru dapat dibuat rencana
intervensi dan pembinaan oleh Petugas Puskesmas/Penanggung Jawab Program
Yankestrad Puskesmas.
Pembinaan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
a. Supervisi

189 | P a g e
Banyak hasil penilaian mengungkapkan bahwa supervisi petugas sangat
menentukan tingkat keberhasilan program. Oleh karena itu, supervisi secara
berkala perlu dilakukan. Bila memungkinkan, pada saat melakukan supervisi,
petugas sebaiknya melakukan sistem pemantauan dan penilaian yang utuh.
b. Forumkomunikasi
Forum komunikasi antara petugas lintas program dan sektor di tingkat
kecamatan merupakan wahana pemantauan yang baik. Pada forum ini dapat
dibahas rencana supervisi terpadu, hasil supervisi dari petugas yang turun ke
lapangan, sekaligus dapat membahas upaya untuk memperbaiki kekurangan-
kekurangan yang ditemui di lapangan. Di lapangan atau desa, forum
komunikasi ini juga perlu dibentuk sebagai wadah berkumpulnya pelaksana
pembangunan desa dengan tokoh masyarakat baik formal maupun non formal.
Dalam forum ini pelaksana pembangunan desa dapat menyampaikan rencana
kegiatan yang telah disusun, hambatan-hambatan serta keberhasilan yang
telah dicapai. Forum ini sekaligus sebagai wadah untuk pemecahan masalah,
menyempurnakan rencana yang disusun dan lain-lain sehingga dapat
berfungsi untuk pemantauan dan penilaian oleh masyarakat sendiri.
c. Menunjukkan film-film tentang pemberdayaan masyarakat di bidang
pelayanankesehatan tradisional
Film tersebut bisa diangkat dari dokumentasi kegiatan masyarakat desa yang
telah melakukan upaya pemberdayaan masyarakat di bidang pelayanan
kesehatantradisional di wilayahnya.
Dengan menunjukkan film tersebut diharapkan dapat meningkatkan
memotivasi dan semangat pelaksana pembangunan desa dan masyarakat
dalam melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat di bidang pelayanan
kesehatan tradisional di waktu mendatang.
d. Kunjungan tamu dari luar
Kegiatan ini dapat merangsang masyarakat untuk membenahi desanya karena
akan kedatangan tamu, namun harus dijaga jangan sampai terlalu sering, bisa
membosankan dan mengganggu kegiatan masyarakat.
e. Wisata karya ke tempat lain yang lebih maju
Kegiatan ini dapat memperluas wawasan, dan memotivasi masyarakat untuk
lebih maju.
f. Perlombaan-perlombaan TOGA tingkat Puskesmas, Kelurahan/Kecamatan
g. Penerbitan majalah dinding buatan sendiri yang memuat antara lain:
Kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat di bidang pelayanan kesehatan
tradisional yang telah dilakukan di puskesmas, desa bersangkutan, termasuk
pembangunan desa, pimpinan/tokoh masyarakat dalam mewujudkan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional dan pengembangan TOGA.
Indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan
tradisional:
 Di Tingkat Kecamatan:
1) Terkoordinasinya dan terintegrasinya pelaksanaan pelayanan kesehatan
tradisional dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat lainnya.
2) Terkoordinasinya penerapan kebijakan pelayanan kesehatan tradisional
dengan pengembangan desa dan kelurahan siaga.

190 | P a g e
3) Terintegrasinya pelayanan kesehatan tradisional dalam program kerja
forum kecamatan.
4) Adanya pembinaan pelayanan kesehatan tradisional di tingkat desa dan
kelurahan secara berjenjang.

 Di Tingkat Desa dan Kelurahan:


1) Adanya kader pengelola TOGA
2) Kemudahan akses masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait
pemanfaatan TOGA.
3) Adanya pendanaan untuk pengembangan dan pengelolaan TOGA.
4) Peraturan di desa atau kelurahan tentang pengelolaan dan pemanfaatan
TOGA.
5) Adanya pembinaan TOGA di rumah tangga

C. Langkah-LangkahKemitraan Dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat


Keluarga Dan Keterampilan
1. Pengertian
Kemitraan adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih yang diikat dalam
aturan hukum berbentuk perjanjian, nota kesepahaman (memorandum of
understanding) yang dilandasi prinsip dasar kesamaan kepentingan, kejelasan
tujuan, kesetaraan kedudukan dan transparansi.
Sebagaimana disebutkan di atas, kemitraan harus digalang baik dengan
individu-individu, keluarga, pejabat-pejabat atau instansi-instansi pemerintah
yang terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor), kelompok profesi, pemuka
atau tokoh masyarakat, swasta, media massa, dan lain-lain.
Kemitraan dalam Asuhan Mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur adalah
kerjasama antara dua pihak atau lebih yang diikat dalam aturan hukum
berbentuk perjanjian, nota kesepahaman (memorandum of understanding)yang
dilandasi prinsipdasar kesamaan kepentingan, kejelasan tujuan, kesetaraan
kedudukan dan transparansidalam pengembangan Asuhan Mandiri
pemanfaatan TOGA danakupresur.

2. Tujuan
Percepatan pencapaian sasaran asuhan mandiri pemanfaatan TOGA
danakupresur dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi setingginya.

3. Prinsip Dasar
a. Kesamaan kepentingan
Ikatan yang kuat antara satu pihak dengan pihak lainnya adalah berupa
kesamaan kepentingan (common interest) yaitu suatu visi atau misi yang dapat
menyatukan seperti atau setidak-tidaknya merangkai visi atau misi dari masing-
masing pihak. Perumusan visi dan misi bersama merupakan sesuatu yang
sangat penting karena dengan inilah masing-masing pihak menjadi terikat
untuk bersatu dan bahu-membahu. Kesamaan kepentingan juga akan

191 | P a g e
menciptakan rasa memiliki dan komitmen yang kuat terkait kesehatan
tradisisional pemanfaatan taman obat keluarga danketerampilan.
Tujuan bersama harus dirumuskan dengan jelas dan terukur sehingga semua
pihak yang bekerjasama dapat memantau kemajuan dari upaya-upaya
kerjasama dalam kesehatan tradisional asuhan mandiri pemanfaatan taman
obat keluarga danketerampilan. Tujuan bersama dapat dinyatakan dalam
tujuan umum yaitu terselenggaranya asuhanmandiri pemanfaatan taman obat
keluarga dan keterampilan, melalui:pembentukan dan pengembangan
kelompok asuhanmandiri;kegiatan kelompok asuhan mandiri secara benar
danberkesinambungan; danpelaksanan pembinaan asuhan mandiri
secaraberjenjang. dan kemudian dirinci dalam tujuan khusus. Dengan
kejelasan tujuan dapat diciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan
kejelasan peran/fungsi masing-masing pihak dalam bermitra.

b. Kesetaraan kedudukan
Azas demokrasi harus benar-benar dipegang dalam menyelenggarakan
kemitraan. Pengambilan keputusan dilakukan secara demokratis, musyawarah
dan mufakat tanpa ada satu pihak pun yang memaksakan kehendak. Masing-
masing pihak saling menghargai dan menghormati. Kesetaraan kedudukan
akan memperkuat rasa kebersamaan, sehingga tercipta perasaan sama-sama
bertanggungjawab dan sama-sama menanggung risiko serta menghadapi
tantangan yang muncul dalam kesehatan tradisisional asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur.
c. Transparansi
Tidak ada hal-hal yang disembunyikan dalam kerjasama apabila dikehendaki
berlangsungnya kemitraan yang lestari. Informasi tentang apapun (termasuk
tentang hambatan, kelemahan atau kegagalan) harus dibagi (shared) diantara
pihak-pihak yang bekerjasama agar dapat diambil keputusan bersama secara
cepat. Hal ini berarti perlu dikembang sistem pencatatan dan pelaporan yang
terkoordinasi serta forum pemantauan dan evaluasi bersama dalam kesehatan
tradisional asuhan mandiri pemanfaatan taman obat keluarga dan
keterampilan.
4. Identifikasi dan Peran Mitra
a. Identifikasi mitra dalam kesehatan tradisional asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan Akupresur.
Identifikasi mitra ini bertujuan untuk mengenali dan menetapkan pihak-pihak
yang sesuai diajak bermitra dalam rangka melaksanakan gagasan kemitraan.
Mitra potensial yang dipilih adalah:
1) Peduli terhadap masalah kesehatan tradisional asuhan mandiri
pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan yang dihadapi dan
pemecahan masalah tersebut melalui gagasan bermitra.
2) Bersedia mengembangkan komunikasi dua arah.
3) Memiliki pemikiran dan cara kerja yang sistimatis.
4) Secara internal memiliki pembagian kerja dan koordinasi yang baik.

192 | P a g e
5) Memiliki kesediaan yang tulus untuk membantu kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan melalui kemitraan.
6) Siap memberikan saran-saran yang yang konstruktif dan dukungan bagi
terlaksananya gagasan kemitraan.
7) Fleksibel, informal dan mudah dihubungi.
8) Bersedia dan dapat menyediakan waktu, tenaga dan sumber daya lain
untuk kepentingan kemitraan dalam kesehatan tradisional asuhan mandiri
pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan.
9) Mengetahui cara-cara bermitra, lebih baik lagi jika memiliki pengalaman
bermitra dalam kesehatan tradisional asuhan mandiri akupresur
pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan.
10) Bersedia dan dapat memberikan kontribusi untuk gagasan atau “proyek
kemitraaan” sesuai dengan kesepakatan.
11) Memiliki atau bersedia membangun kedekatan (setidaknya secara sosial
psikologis) dan kesiapan akses.
12) Dalam tim yang kompak, satu konsep dan satu bahasa.
13) Kontribusinya berkelanjutan dan taat kepada kesepakatan yang telah
dirumuskan bersama dalam kemitraan kesehatan tradisional asuhan
mandiri pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan.

Mitra potensial ditingkat Puskesmas tersebut adalah:


Camat, Dinas Pertanian, Guru/Kepala Sekolah, Dinas Pendidikan, Tim
Penggerak PKK, KepalaDesa/Lurah, Kader, Tokoh Masyarakat/Forum Peduli
Kesehatan Kecamatan (apabila telah terbentuk), Organisasi Profesi,
Organisasi Kemasyarakatan/LSM/Asosiasi (Aspetri, AP3I), Swasta/Dunia
Usaha, Media Massa, dlan lain-lain.

b. Peran Mitra
Setelah dirumuskan tujuan kemitraan maka ditetapkan peran mitra yang sesuai
kewenangan,tupoksi masing-masing mitra, antara lain sebagai berikut :
 Pengagas kemitraan (dari program/sektor kesehatan)berperan
sebagaiinisiator, pemasok input teknis seperti pengembangan NSPK,
pedoman, penyedia sarana prasarana.
 Camat,Kepala Desa/Lurah berperan sebagai pembuat kebijakan,
dinamisator/penggerakkemitraan.
 Dinas Pertanian, Guru/Kepala Sekolah, Dinas Pendidikan, sebagai fasilitator
 Kelompok/Organisasi Profesiberperan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, standar serta kode etik profesi terkait dengan
pelayanan kesehatan tradisional.
 Tim Penggerak PKK, Kader, Tokoh Masyarakat/Forum Peduli Kesehatan
Kecamatan (apabila telah terbentuk), Organisasi Kemasyarakatan/LSM
sebagai penggerak masyarakat,memberikan
penyuluhan,pemberdayaanmasyarakat.
 Asosiasi (Aspetri, AP3I) berperan sebagai pembina anggotanya, memberikan
sanksi kepada anggota bila melakukan pelanggaran, menjaga citra profesi

193 | P a g e
dan mutu pelayanan, meningkatkan pengetahuan/keterampilan/kompetensi
anggotanya, mediator antara anggota asosiasi, menggali dan mengkaji
pengobatan tradisional asli Indonesia.
 Swasta/Dunia Usaha, penyedia sumber daya peran pelayanan kesehatan
swasta dibutuhkan untuk pengembangan integrasi pelayanan kesehatan
tradisional pemanfaatan taman obat keluarga danakupresur di fasilitas
kesehatan, pelayanan kesehatan swasta
 Media Massa berperan dalam penyebarluasan informasi tentang pelayanan
kesehatan tradisional asuhan mandiri pemanfaatan taman obat keluarga
danakupresur.

5. Perencanaan(kemitraan) bersama
Setelah kesepakatan dicapai dan dinyatakan secara tertulis (MoU), kesepakatan
ini digunakan sebagai titik awal untuk menyusun rencana kerjasama.
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam merumuskan rencana kerjasama
dalam pelayanan kesehatan tradisional asuhan mandiri pemanfaatan taman obat
keluarga dan keterampilan adalah:
a) Kejelasan tujuan
Tujuan bersama dapat dinyatakan dalam tujuan umum dan kemudian dirinci
dalam tujuan khusus. Dengan kejelasan tujuan dapat diciptakan kerjasama
yang saling menguntungkan dan kejelasan peran/fungsi masing-masing pihak
dalam bermitra.
b) Kejelasan dan sinkronisasi kegiatan
Setelah tujuan-tujuan khusus dirumuskan yang berasal dari rumusan peran
para mitra maka langkah selanjutnya adalah menetapkan kegiatan-kegiatan
untuk mencapai tujuan khusus tersebut. Penetapan kegiatan dilakukan oleh
para mitra agar kegiatan-kegiatan ini merupakan bagian dariprograminternal
masing-masing mitra tersebut. Sinkronisasi kegiatan-kegiatan yang ditetapkan
ini dengan program dan kegiatan internal masing-masing mitra sangat penting
agar tidak terlepas dari sistem internal.
c) Kejelasan alokasi sumber daya
Kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan akan dapat terlaksana dengan baik
apabila sumber daya (tenaga, dana, sarana dan prasarana) untukkegiatan-
kegiatan tersebut dialokasikan secara memadai.
d) Kejelasan waktu pelaksanaan
Penetapan jadwal kegiatan sebaiknya dibahas bersama .

Selain keempat hal tersebut diatas juga perlu ditetapkan dalam merumuskan
rencana adalah forum dan mekanisme kerjasama.
 Forum kerjasama akan berfungsi dengan baik, apabila unsur organisasi, sistem
informasi dan media komunikasi dapat dipenuhi.
 Mekanisme kerjasama
Mekanisme kerjasama yang terpenting adalah mekanisme dalam pemantauan
dan penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan-kegiatan, baik yang
dilaksanakan oleh masing-masing mitra maupun yang dilaksanakan secara
bersama.

194 | P a g e
6. PelaksanaanKemitraan
Sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan pada rencana kerjasama dalam
pelayanan kesehatan tradisional asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur maka kegiatan-kegiatan dilaksanakan. Kerap kali sebagai tanda
dimulainya kegiatan-kegiatan kemitraan dilakukan peresmian atau pencanangan.
Acara ini tidak sekedar bersifat seremonial, tetapi yang penting adalah sebagai
pengingat kembali atas kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai dan
peneguhan tekad untuk memulai kerjasama (kemitraan) dalam pelayanan
kesehatan tradisional asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur.

7. Pemantauan dan Penilaian


Pemantauan dilakukan selama program kemitraan dalam pelayanan kesehatan
tradisional asuhan mandiri pemanfaatan taman obat keluarga TOGA dan
akupresur berlangsung untuk mengetahui1)kemajuan-kemajuan yang dicapai;
2)penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Sedangkan penilaian dilakukan pada saat tertentu setelah berakhirnya program
kemitraan. Penilaian juga bisa dilakukan pada tengah periode jangka waktu
kemitraan. Penilaian dilakukan untuk melihat apakah program kemitraan dalam
pelayanan kesehatan tradisional asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur (khususnya strateginya) masih efektif dilihat dari sisi perkembangan
lingkungan strategis.
Alat untuk pemantauan dan penilaian adalah sistem informasi. Oleh karena itu
sistem informasi kemitraan dalam pelayanan kesehatan tradisional pemanfaatan
TOGA dan akupresur yang dibangun harus mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut 1)Tujuan pemantauan dan penilaian; 2)Hal-hal apa yang akan dipantau
dan dinilai (indikator keberhasilan/penyimpangan); 3)Informasi apa yang
diperlukan untuk pemantauan dan penilaian; 4)Data apa yang harus dicatat dan
dilaporkan oleh siapa kepada siapa; 5)Kapan data harus dicatat dan dilaporkan
serta diolah dan disajikan; 6)Standar-standar yang digunakan (yang tercantum
dalam rencana kerjasama).

195 | P a g e
VII. REFERENSI
1. Undang Undang RI nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Permenkes nomor 65 tahun 2013, tentang Pedoman Pelaksanaan dan
Pembinaan Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan
3. Peraturan Menteri Kesehatannomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas
4. Peraturan Menteri Kesehatannomor 84 tahun 2015 tentang Pengembangan Peran
Serta Organisasi Kemasyarakatan dan Kesehatan
5. Peraturan Menteri Kesehatannomor 9 tahun 2016 tentang Upaya Pengembangan
Kesehatan Tradisional Melalui Asuhan Mandiri Pemanfaatan Tanaman Obat
keluarga dan Keterampilan.
6. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Menggalang Kemitraan di Bidang
Kesehatan, Tahun 2012
7. Departemen Kesehatan RI, ARRIF Pedoman Manajemen Peran Serta
Masyarakat, Jakarta, 1999.
8. Soekidjo Notoatmodjo, et.al., Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi, Rineka
Cipta, Jakarta,2005
9. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Umum Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif, Tahun 2010
10. Kementerian Kesehatan RI, Second Decentralized Health Services Project,
Modul Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Bagi Petugas Puskesmas, Jakarta,
2010
11. Totok Mardikanto, Konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat, Surakarta,2010
12. Surat Mendagri No 140/1508/SJ, Tanggal 27 April 2011. Hal : Pedoman
Pelaksanaan Pembentukan Kelompok Kerja Operasional dan Forum Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif
13. Kementerian Kesehatan RI, Pelatihan Bagi Pelatih Self Care Ramuan dan
Pemanfaatan Toga,Jakarta, 2012
14. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Menggalang Kemitraan di Bidang
Kesehatan, Jakarta, 2012

VIII. LAMPIRAN
1. Lembar Kasus di Puskesmas Stevia Kecamatan Makuta Dewa Kota Brotowali
2. Lembar Kerja Panduan Diskusi Kelompok 1,2,3
3. Lembar Kerja Skenario Bermain Peran
4. Panduan Praktik Lapangan

196 | P a g e
Lembar Kasus

PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL


DI PUSKESMAS SEVIA
KECAMATAN MAKUTA DEWA KOTA BROTOWALI

Kota
Brotowali

Kel.Daun
Dewa Kel.Daun
Sendok
Kec.Makuta
Dewa
Puskesmas
Stevia

Kel.Daun Ungu

197 | P a g e
Puskesmas Stevia

 Merupakan Puskesmas Rawat Jalan yang terletak di Kecamatan Makuta Dewa


Kota Brotowali. Terdiri dari 3 Kelurahan yaitu, Kelurahan Daun Dewa, Kelurahan
Daun Ungu dan Kelurahan Daun Sendok.
 Luas wilayah kerja Puskesmas 1.198 Km², Jumlah Penduduk + 25.763.
Masyarakat kecamatan Makuta Dewa lebih banyak yang bekerja di
perdagangan, layananjasa, pabrik garmen, pertanian di pinggiran kotadan di
perusahaan jamu tradisional yang terletak di tetangga Kabupaten namun dekat
wilayah kecamatan Makuta Dewa.
 Jumlah tenaga di Puskesmas Sevia, 32 orang meliputi :
Kepala Puskesmas, Dokter Umum : 2 Orang, Dokter Gigi : 2 Orang, Perawat
Umum : 5 Orang, Perawat Gigi : 3 Orang, Bidan : 5 Orang, Asisten Apoteker : 2
Orang, Sanitarian: 1 Orang, Nutrisionis : 1 Orang, Laborat : 1 Orang, Staf
Umum : 4 Orang, Tenaga Honorer Daerah : 1 Orang, Tenaga Kontrak : 4 Orang
 Visi Puskesmas Sevia adalah “Tercapainya masyarakat sehat yang mandiri dan
berkeadilan di Kecamatan Makuta Dewa”
 Misi:
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama baikpreventif,
promotif,kuratif & rehabilitatif bagi seluruh lapisan masyarakat. dgn
berorientasi pada kepuasankonsumen
2. Memberdayakan & mendorong kemandirian masyarakat dalam pembangunan
kesehatan
3. Menjalin kemitraan dengan semua pihak yang terkait dalam pelayanan
kesehatan
 Upaya kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas Sevia dalam mencapai visi
dan mengemban misinya antara lain adalah : Promosi kesehatan, Kesehatan
lingkungan, KIA/KB, Gizi, Pencegahan dan pengendalian penyakit, UKS,
Pelayanan kesehatan tradisional
 Data yang tersedia di Puskesmas Sevia terkait dengan kegiatan yang dilakukan
adalah sebagai berikut:

198 | P a g e
N
DATA JUMLAH
O
1 Jumlah Penduduk 25.763
2 Jumlah Penduduk Perempuan 12.780
3 Jumlah Wanita Usia Subur (WUS) 5.486
4 Jumlah Ibu Hamil 525
5 Jumlah Bumil dengan Anemi 20
6 Jumlah Bumil dengan KEK 18
7 Prediksi Bumil Risti ( Komplikasi) 82
8 Bumil Risti Yang ditangani 136
9 K1 525
10 K2 492
11 Jumlah Ibu Bersalin 371
12 Persalinan Ditolong Nakes 371
13 Bulin Risti ditangani 82
14 Prediksi Neonatal Risti (Komplikasi) 79
15 NeoNatal Risti ditangani 79
16 Jmulah Ibu Nifas 370
17 Ibu Nifas yang mendapat pelayanan Faskes 370
18 Bufas Risti ditangani 82
19 KN 1 369
20 KN Lengkap 368
Jumlah Kematian Ibu Maternal (Hamil, Bersalin,
21 1
Nifas)
22 Jumlah Bayi Lahir Hidup 365
23 Jumlah Bayi Lahir Mati 6
24 Jumlah Kematian Bayi 4

BALITA
NO DATA BAYI (<1 th)
(1-4 Th)
1 Jumlah 280 1.432

199 | P a g e
2 Pemberian ASI Ekslusif 28,9 % -

3 Jumlah Gizi Kurang - 9

4 Jumlah Gizi Buruk 0 -

5 Jumlah Gizi Kurang Ditangani - 9

6 Jumlah Gizi Buruk Ditangani 0 -

7 Imunisasi BCG 87,8 % -

8 Imunisasi DPT I + Hb 1 83,9 % -

9 Imunisasi DPT 3 + Hb 3 80,6 % --

10 Imunisasi Polio 4 82,0 %

11 Imunisasi Campak 76,3 % -

12 Pemberian Vit A 98,7 % 99,7 %

13 Jumlah D/S 82, 9 % -

14 Jumlah Posyandu 42 42

 Kegiatan yankestrad di Puskesmas Sevia meliputi:


1. Membuat kebun percontohan TOGA di Puskesmas maupun di Pustu
2. Membuat Media untuk ditempel didinding Puskesmas/ruang tunggu
pasien,membuat spanduk “Ajakan pada masyarakat untuk memanfaatkan
pekarangan rumah dengan TOGA” (dipasang di ruang tunggu bagian
luar/di tempat yang mudah dibaca pengunjung),membuat lembar
balikTOGA
4. Melakukan pelayanan kesehatan tradisional dengan menggunakanobat-
obatan herbal sesuai OAI bila masyarakat membutuhkan namun masih
jarang dilakukan.

Di kecamatan Makuta Dewa juga terdapat sarana pengobatan tradisional


pijat/urut,warung-warung jamu, tukang pijat/urut yang memasang iklan(noHP)
di pohon-pohon. Kebiasaan masyarakat dalam pencarian
pengobatan/menangani masalah kesehatan seperti pusing, diare, gatal-gatal,
susah tidur adalah dengan membeli obat bebas di toko atau warung-warung
obat dan kedukun urut apabila keseleo atau capai, bila tidak sembuh baru ke
Puskesmas. Dalam memelihara ataumeningkatkan kesehatannya sebagian
ada yang berlangganan minum jamu gendong atau membuat ramuan sendiri
di rumah masing-masing.

200 | P a g e
Lembar Kerja-4

PANDUAN DISKUSI KELOMPOK 1:


IDENTIFIKASI KELOMPOK MASYARAKAT

201 | P a g e
1. Fasilitator membagi peserta dalam kelas menjadi 3 kelompok. Tiap kelompok
terdiri dari 7 – 10 orang.
2. Kelompok 1 memilih ketua dan sekretaris
3. Tugas kelompok 1, diskusi dengan bahan lembar kasus:
Mengidentifikasi kelompok yang sudah ada di masyarakat contohnya dasa
wisma, kelompok tani, kelompok pekerja garment, kelompok majelis taklim,
kelompok arisan, dan kelompok lainnya.
Sebutkan juga karakteristik/potensi kelompok-kelompok tersebut
4. Hasil diskusi ditulis pada kertas lembar balik/flipchart atau diketik di komputer
dan diserahkan kepada fasilitator
5. Waktu diskusi kelompok 20 menit

Lembar Kerja-5

PANDUAN DISKUSI KELOMPOK 2:


MENYUSUN RENCANA SOSIALISASI

202 | P a g e
ASUHAN MANDIRI PEMANFAATAN TOGA DAN AKUPRESUR
KEPADA KELOMPOK MASYARAKAT

1. Kelompok 2 memilih ketua dan sekretaris


2. Tugas kelompok 2, diskusi dengan bahan lembar kasus: Menyusun rencana
sosialisasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur kepada kelompok
masyarakat. Aspek yang dibahas: tujuan, sasaran, metode dan media, hasil
yang diharapkan, waktu dan dana (bisa disebutkan nominal atau sumbernya
saja)
3. Hasil diskusi ditulis pada kertas lembar balik/flipchart atau diketik di komputer
dan diserahkan kepada fasilitator
4. Waktu diskusi kelompok 20 menit.

Lembar Kerja-6

PANDUAN DISKUSI KELOMPOK 3:


MENYUSUN SKENARIO PEMBENTUKAN KELOMPOK ASUHAN MANDIRI
PEMANFAATAN TOGA DAN AKUPRESUR DI MASYARAKAT

203 | P a g e
1. Kelompok 3 memilih ketua dan sekretaris
2. Tugas kelompok 3, diskusi dengan bahan lembar kasus: Menyusun skenario
Pembentukan Kelompok Asuhan Mandiri pada kelompok masyarakat.
Perhatikan langkah-langkah forming, storming, norming, dan performing
3. Aspek yang dibahas: Setting kegiatan misalnya pertemuan di balai desa, tujuan
pertemuan, peserta yang diundang : calon kelompok binaan (peserta pelatihan
kelompok 1 dan 2), menentukan beberapa orang yang menjadi kader dan yang
menjadi petugas kesehatan, Lurah, dan perangkat kelurahan lainnya, hasil
pertemuan yang diharapkan, waktu dan dana dan susunan acara pertemuan.
4. Hasil diskusi ditulis pada kertas lembar balik/flipchart atau diketik di komputer
dan diserahkan kepada fasilitator.
5. Waktu diskusi kelompok 20 menit.

Catatan : Kader membentuk kelompok asuhan mandiri dengan kriteria 1 kelompok


terdiri atas 5 sampai 10 Kepala Keluarga (KK), melalui langkah-langkah:

 Forming
Kader memfasilitasi keluarga binaan dalam kelompok untuk saling mengenal lebih
dekat satu sama yang lainnya, misalnya untuk saling menceritakan tentang
pengalamannya dalam memanfaatkan TOGA ataupun saling memberikan
informasi tentang TOGA yang mereka miliki di rumah masing-masing.
 Storming
Kader memfasilitasi kepada anggota kelompok untuk bersama-sama
membicarakan rencana kegiatan kelompok dan semua anggota kelompok
diberikan kesempatan untuk berbicara dan memberikan ide.
 Norming
Setelah semua saling mengenal, kader mengajak para anggota kelompok untuk
bersama-sama membuat struktur organisasi misalnya ketua, wakil ketua,
sekretaris, bendahara dan tugas masing-masing serta membuat tata tertib yang
harus dipatuhi bersama.
 Performing
Pada tahap selanjutnya adalah performing, dimana kelompok asuhan mandiri
sudah terbentuk dengan stuktur organisasi dimana setiap yang duduk dalam
struktur organisasi telah mempunyai peran dan tugas masing-masing, sehingga
setiap orang merasa saling tergantung dan membutuhkan satu sama lainnya.

Lembar Kerja-7

BERMAIN PERAN :
PEMBENTUKAN KELOMPOK
ASUHAN MANDIRI PEMANFAATAN TOGA DAN AKUPRESUR

204 | P a g e
DI MASYARAKAT

1. Bermain peran Pembentukan Kelompok Asuhan Mandiri pada kelompok


masyarakat dilakukan seluruh kelas dengan menggunakan susunan acara
pertemuan, hasil diskusi kelompok 3.
2. Peranan Petugas Kesehatan, Lurah dan perangkatnya, beberapa Kader
dimainkan dari kelompok 3. Sedangkan yang berperan sebagai kelompok
masyarakat calon keluarga binaan berasal dari kelompok 1 dan 2.
3. Dalam menyusun materi pertemuan, perhatikan langkah-langkah forming,
storming, norming dan performing. Sehingga jelas materi yang disampaikan oleh
petugas kesehatan, lurah, dan kader. Sebagai hasil pertemuan adalah
terbentuknya Kelompok Asuhan Mandiri dengan struktur organisasi dimana
setiap yang duduk dalam struktur organisasi telah mempunyai peran dan tugas
masing-masing.
4. Waktu bermain peran 40 menit.

205 | P a g e
Lembar Kerja-8

PANDUAN PRAKTIK LAPANGAN


KOMUNIKASI, ADVOKASI DAN FASILITASI ASUHAN MANDIRI
PEMANFAATAN TOGA DAN AKUPRESUR
DAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN KEMITRAAN DALAM ASUHAN MANDIRI
PEMANFAATAN TOGA DAN AKUPRESUR

I. Tujuan Praktik Lapangan


1. Tujuan Umum :
Setelah mengikuti kegiatan Praktik Lapangan (PL) ini, peserta mempunyai pengalaman
dan mampu melakukan komunikasi efektif, advokasi, dan fasilitasi serta pemberdayaan
masyarakat dan kemitraan dalam asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur.

2. Tujuan Khusus:
Dalam mengikuti kegiatan PL ini, peserta mampu:
a) Mempraktekkan komunikasi efektif, advokasi kepada Kepala Puskesmas dan lintas
program yang ada di Puskesmas
b) Mempraktekkan Advokasi dan menjalin kemitraan pada lintas sektor, pemangku
kebijakan di tingkat kecamatan dan organisasi serta tokoh masyarakat.
c) Mampu melakukan fasilitasi pembentukan kelompok asuhan mandiri serta
pemberdayaan masyarakat.

II. Lokasi Praktik Lapangan (PL)


Lokasi PL Balai desa/kantor kelurahan, kantor kecamatan dan Puskesmas, Kantor
kecamatan.

III. Kegiatan Praktik Lapangan (PL)


Kegiatan PL untuk komunikasi efektif , advokasi dan kemitraan dilakukan dengan
melakukan penyampaian materi Asuhan Mandiri Kestrad kepada Kepala
Puskesmas ,lintas program di Puskesmas, camat, lintas sektor terkait dan ormas. dan
pelaksanaan Lokakarya Mini Puskesmas. Sedangkan untuk PL Fasilitasi pembentukan
kelompok dan pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan kegiatan pembentukan
kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di balai desa/kantor
kelurahan dengan mengundang lurah/kades, mitra, kader dan keluarga binaan.

IV. Pengorganisasian PL
1. Peserta
Peserta dalam satu kelas dibagi dalam 3 (tiga) kelompok. Masing-masing kelompok
mempunyai tugas mempersiapkan materi PL sesuai tugas kelompok masing-masing
(sesuai lembar kerja-2)
1) Kelompok 1-3 menyiapkan materi (sesuai lembar kerja-2)
2) Setelah praktek lapangan (PL), kelompok mempersiapkan laporan hasil PL

2. Fasilitator / Pembimbing/ Pendamping PL:


Masing-masing kelompok didampingi oleh 1 orang fasilitator, 1 orang
pembimbing/pendamping lapangan, 1 orang panitia.

206 | P a g e
3. Sasaran PL
Sasaran PKL untuk Kelompok 1-3 adalah:
 Kelompok 1: Kepala Puskesmas dan lintas program yang ada di Puskesmas
 Kelompok 2: Camat, Dinas Pertanian,Guru/Kepala Sekolah, Dinas Pendidikan, TP
PKK, Kepala Desa/Lurah, Kader, Tokoh Masyarakat/Forum Peduli Kesehatan
Kecamatan (kalau ada) Organisasi Profesi, Organisasi
Kemasyarakatan/LSM/Asosiasi (Aspetri, AP3I), Swasta/Dunia Usaha, Media Massa.
 Kelompok 3 : Kepala Desa/Lurah, Perangkat Desa/Kelurahan, LPM, PKK, Dasa
Wisma, Kader, Kelompok Pengajian, Kelompok Tani, kelompok PKK, Kelompok
Arisan, dll.

4. Waktu Kegiatan PL:


 Waktu untuk melakukan persiapan PL : 1 Jpl
Peserta dari masing-masing kelompok melakukan persiapan sesuai penugasan
masing-masing menyusun rencana PL.
 Waktu untuk pelaksanaan PL : 4 Jpl
Pelaksanaan PL, dilakukan secara bersamaan dan paralel pada hari kerja. Waktu
yang tersedia untuk PL adalah 4 Jpl (180 menit).
 Waktu untuk penulisan laporan dan pemberian umpan balik pelaksanaan
PL : 1 Jpl
Penulisan laporan pelaksanaan PL, dilakukan di Kelas secara bersamaan dan
paralel, selanjutnya peserta diberikan kesempatan untuk menyampaikan
pengalaman pelaksanaan PL termasuk hasil dan permasalahan yang dihadapi.
Kemudian Fasilitator/ Tim Pendamping memberikan umpan balik atau tanggapan.

SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN PL

BAB I : PENDAHULUAN
Yang memuat : Latar belakang, tujuan, sasaran, waktu dan tempat
BAB II : PROSES KEGIATAN PRAKTIK LAPANGAN

BAB III : MASALAH DAN UPAYA MENGATASINYA


- Masalah yang dihadapi
- Upaya mengatasinya

BAB IV: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


- Kesimpulan
- Saran

207 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai