DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS KEDUNGBANTENG
Alamat : Jln Raya Kedungbanteng No.380. Telp (0281) 6840389
Email : pkmkedungbanteng@yahoo.com
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pengertian Program Pengobatan Tradisional adalah salah satu upaya
pengobatan dan/atau perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan/atau ilmu
keperawatan, yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam mengatasi
kesehatan, pengobatan tradisional yang dapat dipertanggung jawabkan manfaat
dan keamanannya perlu terus dibina, ditingkatkan, dikembangkan dan diawasi untuk
digunakan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Pengobatan tradisional sebagai salah satu pengobatan di luar ilmu kedokteran
jugadirumuskan pada Pasal 12 Ayat (1) dan (2) Kepmenkes
No.1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
bahwa pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan /atau
perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan/atau ilmu keperawatan. Pengobatan
tradisional sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan sebagai upaya
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan/atau
pemulihan kesehatan Peraturan tersebut dibentuk oleh Pemerintah, hal ini
membuktikan bahwa pengobatan tradisional mendukung peningkatan derajat
kesehatan masyarakat
Pasal 1 Ayat (1) Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan
cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun
temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat.
Tujuan pengaturan penyelenggaraan pengobatan tradisional dirumuskan pada
Pasal 2 Ayat (1), (2) dan (3) Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, bahwa tujuannya (1) membina upaya
pengobatan tradisional; (2) memberikan perlindungan kepada masyarakat; (3)
1
menginventarisasi jumlah pengobat tradisional, jenis dan cara pengobatannya.
Pengaturan pada Kepmenkes tersebut secara tegas mengatur dan melindungi
penyelenggara pengobatan tradisional dan masyarakat selaku pasien.
Pemerintah perupaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap
orang. Pemerintah juga harus secara terus menerus memberikan perhatian bagi
penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan.
Penyelenggaraan pembangunan nasional tentunya harus didukung dengan jaminan
atas pemeliharaan kesehatan dan ditingkatkannya profesionalisme. Kegiatan
kegiatan tersebut sudah tentu memerlukan perangkat hukum kesehatan yang
memadai. Perangkat hukum kesehatan dimaksudkan agar kepastian hukum dan
perlindungan yang menyeluruh baik bagi penyelenggara kesehatan maupun
masyarakat penerima pelayanan kesehatan.
Pengaturan pengobatan tradisional juga ditunjang dan dirumuskan oleh WHO
pada tahun 2000 telah menetapkan bahwa pengobatan tradisional adalah
jumlahmtotal pengetahuan, keterampilan, dan praktik-praktik yang berdasarkan
pada teoriteori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat
budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan
kesehatannserta dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit
secara fisik dan juga mental.
Pengobatan tradisional sebagai alternatif pengobatan di luar cara medis hanya
dapat dilakukan oleh pengobat/orang yang ahli di bidangnya. Menurut rumusan
Pasal 1 Angka 16 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang dimaksud dengan
pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan
obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurunsecara
empiris yang dapat dipertanggungjawabkan
Pasal 3 Ayat (3) Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional menyatakan, definisi operasional klasifikasi
pengobat tradisiona ldikenal dengan istilah batra.
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan umum
Sebagai pedoman pelaksanaan dan pemantauan cakupan serta peningkatan
pembinaan kegiatan Batra secara terus menerus diwilayah Puskesmas
Kedungbanteng
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman pembinaan kesehatan Tradisional
2
b. Sebagai pedoman pendataan pengobat Tradisional
c. Sebagai pedoman pelaksanaan pembinaan Toga
C. Sasaran
1. Masyarakat di lingkungan kecamatan Kedungbanteng
2. Kader di Posyandu
3. Pengobat Tradisional di lingkungan Kecamatan Kedungbanteng
D. Ruang Lingkup
1. Pelayanan Kesehatan Tradisional:
Pembinaan pengobat Tradisional yang berijin dan tidak berijin di wilayah
Puskesmas Kedungbanteng
Pelaksanaan pembinaan pengobat tradisional yaang berijin dan tidak
berijin adalah upaya untuk melakukan pendataan terhadap pegobat tradisional
yang sudah berijin dan pembinaan terhadap pengobat tradisional yang belum
memiliki ijin serta sosialisasi mengenai pembuatan STPT (Surat Terdaftar
Pengobat Tradisional) dan SIPT (Surat Ijin Pengobat Tradisional), agar dapat
memantau para pengobat tradisional dan dapat mengurangi kesalahan atau
malpraktek.
E. Batasan operasional
Pengobatan tradisional pada prinsipnya merupakan salah satu upaya
pengobatan dan/atau perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran. Pemerintah
menerbitkan aturan melalui Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Peraturan tersebut dibentuk Pemerintah,
hal ini membuktikan bahwa pengobatan tradisional mendukung peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan di upayakan juga sesuai dengan
perumusan menurut Pasal 46 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa
untuk mendapatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sesuai yang
diharapkan dilakukan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh baik melalui
upaya kesehatanperseorangan maupun upaya kesehatan masyarakat. Eksistensi
pengobatan penyembuhan alternatif selain medis juga diatur pada Pasal 1 Ayat (1)
dan (2) Permenkes No. 1109/MENKES/PER/IX/2007 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
3
A. Kualifikasi sumber daya manusia
Berikut ini kualifikasi SDM dan realisasi tenaga upaya pengobatan Tradisional yang
ada di Puskesmas Kedungbanteng :
Kegiatan Kualifikasi SDM Realisasi
B. Distribusi ketenagaan
Penanggung jawab program Kesehatan Tradisional dan latar belakang pendidikannya
adalah sebagai berikut :
C. Jadwal kegiatan
1. Pengaturan kegiatan upaya pengobatan Tradisional dilakukan bersama oleh para
pemegang program dalam kegiatan pertemuan dengan Pengobat tradisional di
wilayah kerja Puskesmas Kedungbanteng dengan persetujuan Kepala Puskesmas.
2. Jadwal kegiatan upaya pengobatan Tradisional dibuat untuk jangka waktu satu
tahun, dan di break down dalam jadwal kegiatan bulanan dan dikoordinasikan
pada awal bulan sebelum pelaksanaan jadwal.
3. Secara keseluruhan jadwal dan rencana kegiatan upaya pengobatan Tradisional
dikoordinasikan oleh Kepala Puskesmas Kedungbanteng. Adapun jadwal kegiatan
upaya kesehatan dibagi menjadi 2, yaitu Jadwal Rutin (sesuai dengan RPK) dan
jadwal situasional.
4
1. Sosialisasi dan penyuluhan kepada Pengobat
Pembinaan Upaya Kesehatan tradisional
Tradisional
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Standar fasilitas
Untuk mendukung tercapainya tujuan kegiatan upaya Kesehatan Tradisional
Puskesmas Kedungbanteng memiliki fasilitas penunjang sebagai berikut :
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Lingkup kegiatan
1. Pelaksanaan kegiatan dalam gedung :
a. Sosialisasi Program Batra pada kader posyandu di wilayah kecamatan
Kedungbanteng.
b. Pelatihan kader terkait manfaat, jenis Toga dan budidaya Toga di lahan yang
sempit.
c. Pembinaan pengobat traditional yang berijin dan tidak berijin di wilayah
Puskesmas Balai Agung.
2. Pelaksanaan kegiatan Batra luar gedung :
a. Pendataan Jumlah Toga yang telah di dilakukan pembinaan.
b. Pendataan pengobat tradisional yang terdaftar/berijin di wilayah
Puskesmas Kedungbanteng.
6
B. Metode
Dalam upaya mencapai tujuan tercapainya Pembinaan program Kesehatan
Tradisional diperlukan peran petugas kesehatan dan fasilitator, dimana petugas
kesehatan memberikan pelayanan dan fasilitator bertanggung jawab dalam
mengkomunikasikan inovasi dibidang kesehatan kepada masyarakat. Metode yang
digunakan adalah :
1. Pendataan sasaran
2. Wawancara/anamnesa
3. Pembinaan
4. Penyuluhan dan sosialisasi
5. Pelatihan
6. Pencatatan dan pelaporan
C. Langkah kegiatan
1. Kegiatan dalam gedung :
a. Wawancara/anamnesa
b. Penyuluhan dan sosialisasi
c. Pelatihan kader posyandu
d. Pencatatan dan pelaporan
2. Kegiatan luar gedung :
a. Sosialisasi dan penyuluhan
b. Pendataan
c. Pembinaan
Perencanaan (P1)
Petugas merencanakan kegiatan Program Kesehatan Tradisional (yang bersumber
dari dana BLUD) atau melalui RKA BOK (yang bersumber dari dana Bantuan
Operasional Kesehatan) dan melalui RKA yang bersumber dari dana APBD.
7
BAB V
LOGISTIK
9
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/ PROGRAM
Setiap kegiatan yang dilakukan pasti akan menimbulkan resiko atau dampak, baik
resiko yang terjadi pada masyarakat sebagai sasaran kegiatan maupun resiko yang terjadi
pada petugas sebagai pelaksana kegiatan. Keselamatan pada sasaran harus diperhatikan
karena masyarakat tidak hanya menjadi sasaran satu kegiatan saja melainkan menjadi
sasaran banyak program kesehatan lainnya. Tahapan-tahapan dalam mengelola
keselamatan sasaran antara lain :
1. Identifikasi Resiko.
Penanggung jawab program sebelum melaksanakan kegiatan harus mengidentifikasi
resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan
kegiatan. Identifikasi resiko atau dampak dari pelaksanaan kegiatan dimulai sejak
membuat perencanaan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi dampak yang
ditimbulkan dari pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap sasaran
harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
2. Analisis Resiko.
Tahap selanjutnya adalah petugas melakukan analisis terhadap resiko atau dampak
dari pelaksanaan kegiatan yang sudah diidentifikasi. Hal ini perlu dilakukan untuk
menentukan langkah-langkah yang akan diambil dalam menangani resiko yang terjadi.
3. Rencana Pencegahan Resiko dan Meminimalisasi Resiko.
Setelah dilakukan identifikasi dan analisis resiko, tahap selanjutnya adalah
menentukan rencana yang akan dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko atau
dampak yang mungkin terjadi. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah atau
meminimalkan resiko yang mungkin terjadi.
4. Rencana Upaya Pencegahan.
Tahap selanjutnya adalah membuat rencana tindakan yang akan dilakukan untuk
mengatasi resiko atau dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan yang dilakukan. Hal ini
perlu dilakukan untuk menentukan langkah yang tepat dalam mengatasi resiko atau
dampak yang terjadi.
5. Monitoring dan Evaluasi.
Monitoring adalah penilaian yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan sedang
berjalan
10
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari sering disebut
Safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah petugas dan hasil
kegiatannya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan
atau kegiatan yang dilakukan.
Keselamatan kerja bagi petugas pelaksana pelayanan Program Batra disini lebih
terkait pada perlindungan fisik petugas terhadap resiko pekerjaan. Dalam penjelasan
undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan telah mengamanatkan antara
lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi
gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
11
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian mutu adalah kegiatan yang bersifat rutin yang dirancang untuk
mengukur dan menilai mutu pelayanan. Pengendalian mutu sangat berhubungan dengan
aktifitas pengawasan mutu, sedangkan pengawasan mutu merupakan upaya untuk
menjaga agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai rencana dan menghasilkan
keluaran yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Kinerja pelaksanaan dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator
sebagai berikut :
1. Indikator kinerja SPM
2. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadual
3. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
4. Ketepatan metoda yang digunakan
5. Tercapainya indikator
Hasil pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi serta permasalahan yang
ditemukan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini tiap bulan.
BAB IX
12
PENUTUP
13