Anda di halaman 1dari 62

PROPOSAL

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN


KEBERSIHAN DIRI PADA ANAK RETARDASI MENTAL
DI SLB WACANA ASIH PADANG

Usulan Penelitian Strata 1

Oleh

Ratih Mayurista
1914201130

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2023
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :


Nama Lengkap : Ratih Mayurista
Nim : 1914201130
Tempat Tanggal Lahir : Painan, 30 Maret 2001
Tanggal Masuk : 2019
Program Studi : S1 Keperawatan
Nama Pembimbing Akademik : Ns. Syalvia Oresti, M.Kep
Nama Pembimbing I : Ns. Amelia Susanti, M.Kep, Sp.Kep.J
Nama Pembimbing II : Ns. Delima, M.Kes

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan usulan skripsi
saya yang berjudul:
“Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Kebersihan Diri Pada
Anak Retardasi Mental Di SLB Wacana Asih Padang Tahun 2023”
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, dalam
penulisan usulan skripsi ini, maka saya akan menerima sanksi yang telah
ditetapkan.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Padang, Mei 2023

Ratih Mayurista

i
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Proposal ini diajukan oleh :

Nama : Ratih Mayurista

Nim : 1914201130

Program Studi : S1- Keperawatan

Judul : Hubungan Dukungan keluarga Dengan Kemampuan

Kebersihan Diri Pada Anak Retardasi Mental Di SLB Wacana

Asih Padang Tahun 2023

Telah disetujui untuk diseminarkan dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji

Seminar Proposal Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Alifah Padang.

Padang, Mei 2023

Pembimbing I Pembimbing II

(Ns. Amelia Susanti, M.Kep, Sp.Kep.J) (Ns. Delima, M.Kes)

Mengetahui,
Ketua STIKes Alifah Padang

(Dr. Ns. Asmawati, M.Kep)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayat-Nya, shalawat beriringan salam kepada jujungan kita Nabi

Muhammad SAW, sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal skripsi yang

berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Kebersihan

Diri Pada Anak Retardasi Mental Di SLB Wacana Asih Padang”.

Proposal ini disusun untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) pada

Program Studi Keperawatan STIKes Alifah Padang. Dalam proses pembuatan

proposal ini, peneliti telah banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan serta

dukungan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Ibu Ns. Amelia Susanti,S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.J. selaku pembimbing I yang

telah meluangkan waktu dalam membimbing, memberikan arahan serta

masukan kepada peneliti dengan penuh kesabaran sehingga peneliti dapat

menyelesaikan proposal skripsi ini.

2. Ibu Ns. Delima, M.Kes, selaku pembimbing II yang telah meluangkan

waktu dalam membimbing, memberikan arahan serta masukan kepada

peneliti dengan penuh kesabaran sehingga peneliti dapat menyelesaikan

proposal skripsi ini.

3. Ibu Ns. Ledia Restipa, M.Kep, selaku Ka. Prodi Keperawatan STIKes

Alifah Padang.

4. Ibu Dr. Asmawati, M.Kep, selaku Ketua STIKes Alifah Padang.

iii
5. Seluruh staf dan dosen pengajar di STIKes Alifah Padang yang telah banyak

memberikan ilmu kepada peneliti selama perkuliahan.

6. Teristimewa untuk kedua orang tua, kakak-kakak, serta keluarga besar dan

orang-orang yang saya sayangi yang telah memberikan semangat dan

dukungan demi menyelesaikan penelitian ini.

7. Serta teman-teman seperjuangan yang tidak bisa disebutkan namanya satu

persatu.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayat serta

karunia-Nya yang diberikan dan peneliti berharap semoga proposal skripsi

penelitian ini dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya.

Peneliti menyadari bahwa dalam proses penyusunan proposal skripsi ini

banyak terdapat kekurangan, hal ini bukanlah suatu kesenjangan melainkan

karena keterbatasan ilmu peneliti. Peneliti mengharapkan kritik dan saran demi

kesempurnaan proposal skripsi ini.

Padang, Mei 2023

Peneliti

iv
DAFTAR ISI

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT..............................................................i


PERNYATAAN PERSETUJUAN................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................v
DAFTAR TABEL..........................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................11
C. Tujuan Penelitian.................................................................................11
D. Manfaat Penelitian..............................................................................12
E. Ruang Lingkup....................................................................................13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................14
A. Retardasi Mental.................................................................................14
B. Kebersihan Diri Anak Retardasi Mental.............................................20
C. Dukungan Keluarga............................................................................28
D. Kerangka Teori....................................................................................37
E. Kerangka Konsep................................................................................38
F. Defenisi Operasional...........................................................................39
G. Hipotesis..............................................................................................40
BAB III METODE PENELITIAN..............................................................41
A. Jenis Penelitian....................................................................................41
B. Lokasi dan Waktu Penelitian..............................................................41
C. Populasi dan Sampel...........................................................................41
D. Teknik Pengumpulan Data..................................................................43
E. Teknik Pengolaan Data.......................................................................46
F. Teknik Analisa Data............................................................................47
DAFTAR PUSTAKA

v
DAFTAR TABEL

No Tabel Halaman
Tabel 2.1 Definisi Operasional.......................................................................39

vi
DAFTAR GAMBAR

No Gambar Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori..............................................................................37

Gambar 2.2 Kerangka konsep...........................................................................38

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran
1. Surat Izin Pengambilan Data Awal Dari STIkes Alifah Padang
2. Surat Izin Pengambilan Data Dari Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat
3. Lembar Kuesioner
4. Lembar Konsul
5. Lembar Daftar Matrik Perbaikan
6. Gantt chart

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Retardasi mental atau biasa disebut tunagrahita merupakan suatu keadaan

dimana perkembangan mental terhenti atau tidak lengkap, ditandai oleh adanya

disfungsi keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh

terhadap semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa,

motorik, serta sosial, retardasi mental dapat terjadi disertai atau tanpa adanya

gangguan mental atau fisik lainnya (Anam & Nohan, 2017). Penderita retardasi

mental mulai terlihat pada usia sebelum 18 tahun, dengan karakteristik

retardasi mental yaitu fungsi intelektual dibawah rata-rata (IQ<70-75). Salah

satu anak berkebutuhan khusus adalah anak tunagrahita yang memiliki

kemampuan intelektual di bawah rata-rata (rendah) disertai dengan hambatan

dalam menyesuaikan perilaku yang terjadi pada masa perkembangannya.

Retardasi mental lemah dalam berpikir atau bernalar (Kemendikbud, 2018).

Namun dalam banyak hal penyandang retardasi mental sering kali

diabaikan oleh masyarakat dan lingkungan sosialnya. Kurang mendapat akses

untuk mendapat pelayanan kesehatan, pendidikan, sehingga memerlukan

dukungan keluarga dan pihak orang tua untuk memberikan dukungan supaya

mereka diterima dalam lingkungannya. Tanggapan negatif masyarakat terhadap

anak retardasi mental menimbulkan berbagai reaksi pada orang tua mereka.

Ada orang tua yang mengucilkan anaknya dan tidak mau mengakui anak yang

mengalami retardasi mental, tetapi ada pula orang tua yang berusaha

1
memberikan perhatian lebih baik kepada anaknya dengan mencari bantuan

pada ahli yang dapat menangani anak retardasi mental (Novi,2019).

Anak yang mengalami retardasi mental dalam perkembangannya berbeda

dengan anak-anak normal. Bahkan, kemungkinan besar mereka adalah anak-

anak yang akan memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap lingkungannya

terutama orang tua dan saudara-saudaranya, karena anak dengan retardasi

mental (Global Developmental Delay) akan mengalami keterlambatan dalam

semua area perkembangan. Ciri-ciri anak Retardasi mental yaitu lambatnya

keterampilan dalam perkembangan kecerdasannya, anak retardasi mental akan

mengalami berbagai hambatan dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan,

anak Retardasi Mental mengalami lemah ingatan, lemah pikiran,

(widiastuti,2020). Anak retardasi mental juga memiliki ciri-ciri yang khas,

secara fisik antara lain: seperti penampilan fisik yang tidak seimbang atau

kepala kecil/besar, tidak maupun merawat dirinya sendiri selama

pertumbuhannya, perkembangan bicara/bahasa lambat, perhatian anak terhadap

lingkungan kurang, koordinasi gerak kurang, dan hipersalivasi. Hambatan yang

dialami membuat anak tidak mampu mengurus diri sendiri dan memenuhi

kebutuhan sehari-hari (Ramawati, 2018).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2018

memperkirakan 10% jumlah penduduk di Negara maju mengalami kecacatan

dan 12% dijumpai di negara berkembang. Angka kejadian retardasi mental

lebih banyak laki laki dibandingkan perempuan. Prevalensi retardasi mental di

Amerika sekitar 1-3% , berarti 2,5 juta orang di Amerika mengalami cacat

2
mental. Sedangkan di Indoneia yang menyandang keterbelakangan mental

adalah 62.011 orang. Perbandingan 60% diderita anak laki-laki dan 40%

diderita anak perempuan. Berdasarkan data ditemukan bahwa siswa SLB di

Indonesia berjumlah 139.252 orang dengan total 84.144 laki-laki dan 55.108

perempuan dengan jumlah terbanyak adalah di Provinsi Jawa Barat. Data

provinsi Sumatera Barat menduduki peringkat kedua terbanyak di Indonesia

dengan jumlah 6.692 orang, dimana jumlah laki-laki sebanyak 4.217 dan 2.475

perempuan. Siswa SLB di Sumatera Barat terbanyak adalah di kota Padang

yaitu 1.468 orang, dimana jumlah siswa laki-laki adalah 929 539 orang dan

mahasiswi (Dapodikdasmen, 2019).

Prevalensi tunagrahita didunia sebesar 2,3% jumlah penduduk dunia dan

cenderung akan mengalami peningkatan sepanjang tahunnya (Singh et al.,

2017). Menurut data survey sosial ekonomi nasional (Susenas) yang

dilaksanakan oleh badan pusat statistic (BPS) tahun 2018, persentase anak

penyandang tunagrahita usia 2-17 tahun di Indonesia adalah 0,38% dari total

jumlah penduduk Indonesia pada usia tersebut (Kemen PPPA dan BPS, 2019).

Berdasarkan database bidang pendidikan luar biasa (PLB) Dinas Pendidikan

Provinsi Sumatera Barat tahun 2021, jumlah anak penyandang tunagrahita di

kota Padang berjumlah 782 anak (Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat,

2021).

Kejadian anak retardasi mental di Indonesia diperkirakan 1-3% dari

jumlah penduduk Indonesia mengalami retardasi mental atau sekitar 6,6 juta

jiwa, dari jumlah tersebut anak yang terkena retardasi mental berat sebanyak

3
2,8%, retardasi mental cukup berat sebanyak 2,6%, dan anak retardasi mental

ringan atau lemah pikiran sebanyak 3,5% dan sisanya anak dungu 2,5%

(Kemenkes RI, 2017). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Sosial

Provinsi Sumatera Barat (2017) tercatat 10.390 orang cacat mental, yang terdiri

dari 5.872 orang retardasi mental, 2.031 orang eks psikotik dan 2.487 orang

cacat mental ganda. Di Kota Padang tercatat sebanyak 2.084 orang yang cacat

mental, 797 orang diantaranya retardasi mental ringan dan sedang, 270 orang

eks psikotk, dan 1.017 mengalami cacat mental ganda (Kadim, 2017).

Pada anak retardasi mental mengalami hambatan perkembangan yang

meliputi: aspek kecerdasan, sosial, dan fungsi mental (WHO, 2017). Faktor

anak keterbelakangan mental yaitu faktor genetik, masalah pada sel tubuh bayi

menentukan bagaimana bayi akan tumbuh dan berkembang. Gen ini diturunkan

dari kedua orang tua, sehingga bayi dapat menerima gen abnormal atau gen

yang mungkin berubah saat bayi berkembang. Lanjut faktor kehamilan,

masalah selama kehamilan seperti ibu menderita penyakit menular sehingga

dapat membahayakan bayi, ibu yang mengkonsumsi obat-obatan tertentu

selama kehamilan juga dapat menyebabkan masalah bagi bayi. Ibu yang

mengkonsumsi alcohol atau menggunakan obat-obatan terlarang juga dapat

merusak perkembangan otak bayi, maka faktor saat melahirkan seperti bayi

tidak mendapatkan cukup oksigen, bayi lahir prematur, dan bayi mengalami

infeksi otak yang serius (Suryani, 2017).

Dampak dari keterbatasan anak retardasi mental mengakibatkan

ketergantungan anak pada orang tuanya sehingga orang tua akan merasa lebih

4
terbebani dan kelelahan dalam proses pengasuhan anak serta lebih rentan

terhadap tekanan psikologis. Depresi yang dialami orang tua disebabkan oleh

kelelahan atau beban merawat anak tunagrahita yang membutuhkan waktu

tambahan dalam merawat anak tunagrahita, tingkat kesabaran yang tinggi,

tanggung jawab yang tidak terbatas, rasa malu yang dialami keluarga dengan

kondisi anaknya dan juga efek dari stigmatisasi. dari masyarakat. yang akan

berdampak pada kehidupan, emosi, pikiran, dan perilaku keluarga, dalam hal

ini orang tua (Yolanda, A.I 2012).

Aktivitas sehari-hari dalam merawat diri sangat diperlukan oleh anak

dengan retardasi mental, agar anak mampu mengurus diri sendiri, sehingga

anak tidak menjadi beban bagi orang lain, selain itu kemampuan merawat diri

dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada anak, menghilangkan harga diri

rendah dan dapat mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya

sehingga pada akhirnya anak akan memiliki kepribadian yang kuat dan mampu

beradaptasi dengan lingkungan (Ratno, 2017). Anak retardasi mental yang

status personal hygiene kurang bisa disebabkan oleh masih banyak orang tua

maupun masyarakat sekitar yang kurang terlalu terlibat dalam kegiatan anak,

tidak melatih anak untuk bisa melakukan tugas sesuai dengan kemampuan

yang dimilikinya, kurangnya arahan yang diberikan oleh orang tua serta

pemanjaan berlebihan dengan cara melayani anak yang memiliki kemampuan

lain.

Menurut Potter dan Perry (2010) Personal hygiene dipengaruhi oleh

faktor internal dan eksternal. Faktor internal individu adalah citra tubuh,

5
pengetahuan, dan kondisi fisik. Sedangkan faktor eksternal yaitu kondisi status

ekonomi individu maupun keluarga, serta praktik sosial dan budaya yang

dianut oleh individu maupun yang berlaku dalam masyarakat sekitarnya. Hasil

penelitian Lusia (2017) menunjukkan kebersihan diripada anak retardasi

mental kurang mandiri seperti mandi, berpakaian, dan toileting yaitu sebanyak

63,3%, kemandirian sedang 20%, dan mandiri 16,7%. Selanjutnya penelitian

Verawati (2016) menyatakan kebersihan diripada anak retardasi mental yang

kurang mampu merawat diri seperti mandi, berpakaian, dan tolieting sebanyak

39,1%, mampu merawat diri 59,9%. Penelitian Ramawati (2015) menyatakan

sebanyak 61,6% tidak mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri

seperti mandi, berpakaian, dan toileting, kemudian hanya 38,4% yang mampu

melakukan perawatan secara mandiri.

Berdasarkan data diatas didapatkan bahwa sebagian besar anak yang

mengalami retardasi mental kurang mampu melakukan kebersihan diri secara

mandiri, oleh karena itu anak yang mengalami retardasi mental keluarga sangat

berperan, karena peran keluarga tersebut akan mempengaruhi kesehatan dalam

merawat diri, sikap dan perilaku anak tersebut (Nuraini, 2016). Pada anak

retardasi mental mengalami hambatan perkembangan yang mencakup aspek

intelegensi, sosial, dan fungsi-fungsi mental (WHO, 2018). Faktor penyebab

anak retardasi mental yaitu faktor genetik, adanya masalah pada sel-sel tubuh

bayi yang menentukan bagaimana bayi akan tumbuh dan berkembang. Gen ini

diwariskan dari kedua orang tuanya, sehingga bayi mungkin menerima gen

yang tidak normal ataupun gen yang mungkin dapat berubah pada saat bayi

dalam masa perkembangan.

6
Dukungan keluarga adalah dengan membimbing dan selalu mengajarkan

anak dalam upaya untuk dapat melakukan setiap aktivitas sehari-hari secara

mandiri. dan Dukungan keluarga adalah bantuan, menghadapi kesulitan atau

masalah, karena keluarga juga menjadi sumber dalam menumbuhkan kekuatan

baru bagi individu (Sa’diyah, 2017). Dukungan keluarga dalam kemandirian

kebersihan diri anak merupakan salah satu hal penting untuk didapatkan oleh

anak, terutama pada anak retardasi mental karena keluarga merupakan pihak

yang selalu berada didekat anak-anak retardasi mental akan sangat tergantung

pada peran serta dan dukungan penuh dari keluarga (Syukrianti, 2018).

Sebagian besar anak tunagrahita bergantung pada lingkungan seperti

keluarganya, sehingga anak tunagrahita dalam aktivitasnya membutuhkan

pelatihan khusus seperti memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam

setiap melakukan kegiatannya (Maisa, 2018).

Penelitian Kurnia ,(2019) tentang tingkat stress pada ibu yang memiliki

anak retardasi mental di SLB Bandar lampung ditemukan sampel sebanyak 122

orangtua dari anak retardasi mental sebagian besar orangtua mendapatkan

dukungan keluarga yaitu sebanyak 108 orang dengan presentase (88,5%),

memiliki tingkat stres ringan yaitu sebanyak 114 orang dengan presentase

(93,4%). Keluarga dengan anak retardasi mental akan mengalami stres yang

disebabkan oleh variabel anak berkebutuhan khusus (seperti usia, jenis kelamin

dan tingkat keparahan masalah); variabel-variabel sosiodemografis (seperti

kelas sosial, pendapatan keluarga dan domisili); dan strategi koping keluarga

(seperti penerimaan diagnosis anak dan persepsi stigma yang terkait dengan

7
gangguan anak). Anak retardasi mental cenderung memiliki kelemahan dalam

kemampuan belajar dan beradaptasi sosial sehingga diperlukan penanganan

dan dukungan khusus agar anak retardasi mental dapat mencapai

perkembangan yang optimal (Muhtar, 2018).

Anak retardasi mental mempunyai ciri- ciri yang khas, secara fisik

diantaranya seperti penampilan fisik yang tidak seimbang atau kepala

kecil/besar, tidak mampu mengurus dirinya sendiri pada masa

pertumbuhannya, perkembangan bicara/bahasa anak lambat, perhatian anak

terhadap lingkungan kurang, koordinasi gerakan kurang, dan hipersalifasi. 4

Hambatan yang dialami oleh anak retardasi mental membuat anak tidak

mampu dalam merawat diri dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya

(Ramawati, 2015). Anak retardasi mental harus bisa mencapai tingkat

kemandirian, dimana meski mereka memiliki keterlambatan namun mereka

tetap bisa melakukan aktivitas-aktivitas tertentu oleh diri mereka sendiri

(Uswatun, 2015).

Dengan adanya keterbatasan yang di alaminya anak reterdasi mental

mempunyai personal hygine yang kurang baik. Personal hygiene merupakan

suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk

kesejahteraan fisik dan psikis. Personal hygiene mencakup kebersihan rambut,

gigi dan mulut, kulit, tangan dan kaki, genitalia dan pakaian. Masalah personal

hygiene yang sering di alami oleh anak reterdasi mental seperti tidak mencuci

tangan sebelum makan, mencebok setelah BAB dan BAK, kurang bersihnya di

bagian kuku tangan dan adanya bau badan, sehingga anak tunagrahita masih

8
dibantu dan di didampingi oleh orang tuanya. Jika tidak ada orang tua anak

tunagrahita tersebut kurang mandiri. (F Fajar, 2022).

Aktivitas sehari-hari dalam merawat diri sangat diperlukan oleh anak

dengan retardasi mental, agar anak mampu mengurus diri sendiri, sehingga

anak tidak menjadi beban bagi orang lain, selain itu kemampuan merawat diri

dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada anak, menghilangkan harga diri

rendah dan dapat mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya

sehingga pada akhirnya anak akan memiliki kepribadian yang kuat dan mampu

beradaptasi dengan lingkungan (Ratno, 2017). Apabila anak retardasi mental

tidak mampu dalam melakukan kebersihan diri secara mandiri maka akan

berdampak pada kesehatan dirinya sendiri (Suci Mandasaari, 2018). Menurut

(Pursitasari, 2019) dukungan keluarga yang diberikan orang tua sangat

mempengaruhi kemandirian anak tunagrahita dalam melakukan perawatan diri

personal hygiene.

Hasil penelitian (Purbasari, 2020) menyatakan bahwa lebih dari sebagian

(66.8 %) anak tunagrahita telah mandiri dalam memenuhi personal hygiene dan

sebagian kecilnya (33,2%) dibantu dalam memenuhi personal hygiene.

Berdasarkan wawancara responden bahwa anak-anaknya dapat melakukan

mandi, mencuci rambut, membersihkan genitalia, membersihkan kuku namun

seringkali badannya masih lengket atau kurang bersih. Responden menjelaskan

bahwa anaknya yang mengalami tunagrahita cenderung selalu minta bantuan

keluarga terutama pada ibunya dalam memenuhi personal hygiene saat di

rumah. Dukungan tersebut diberikan terutama dalam membantu mencuci

9
rambut, menyikat gigi, memotong kuku, membersihkan perianal setelah BAB.

Hal tersebut dilakukan keluarga karena kondisi badan, mulut dan gigi atau

perianal cenderung masih kotor setelah anaknya melakukan sendiri personal

hygine-nya. Responden juga menjelaskan bahwa tidak semua kebutuhan

personal hygiene dilakukan oleh orang tua disesuaikan dengan kondisi anak

maupun orangtua.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aminah, (2019) menyatakan

72,5% dari anak retardasi mental tidak mendapatkan dukungan dari keluarga

dan 27,5% keluarga mendukung anak retradasi mental. Selanjutnya penelitian

Verawati (2018) menyatakan tingkat dukungan keluarga pada anak retardasi

mental dukungan rendah 68,2%, dukungan cukup 11,4% dan dukungan baik

20,5%. Penelitian Syahda (2018) hasil analisis hubungan dukungan keluarga

dengan kemandirian anak reterdasi mental diperoleh data dari 24 anak yang

tidak mendapat dukungan keluarga, terdapat 6 anak (33.3%) yang mandiri

sedangkan 18 anak yang mendapat dukungan keluarga terdapat 3 (12,5%) yang

tidak mandiri. Apabila seseorang telah memperoleh dukungan dari keluarga

yang berupa perhatian, kasih sayang, penghargaan, pertolongan, dan

sebagainya, maka orang tersebut akan merasa ada yang mendukung dan dapat

mandiri sebagai mana mestinya sehingga kesehatan dirinya akan meningkat

dan adaptasi dalam keluarganya menjadi semakin baik.

Dinas Pendidikan Dan Budaya Provinsi Sumatera Barat, (2021)

didapatkan rekapitulasi data sekolah luar biasa terdapat 148 SLB di Sumatera

Barat, kota Padang merupakan jumlah terbanyak siswa SLB yaitu 1466 dari 39

10
SLB. Siswa dengan retardasi ,mental merupakan jumlah paling banyak

dibandingkan dengan jenis kecacatan lain. Dari 39 SLB di Kota Padang SLB

yang memiliki siswa terbanyak adalah SLB Wacana Asih yang berjumlah 40

orang anak Retardasi Mental. Berdasarkan permasalahan diatas, masih

banyak anak retardasi mental yang masih kurang mampu dalam melakukan

kebersihan diri. Hal ini disebabkan oleh dukungan keluarga yang tidak efektif,

sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Dukungan

Keluarga Dengan Kemampuan Kebersihan diri Pada Anak Retardasi Mental Di

SLB Wacana Asih Padang Tahun 2023”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam

masalah penelitian ini adalah “Apakah Terdapat Hubungan Dukungan

Keluarga Dengan Perawatan Pada Diri Anak Retardasi Mental di SLB Wacana

Asih 2023.’’

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui hubungan

dukungan keluarga dengan kebersihan diri pada anak retardasi mental di

SLB Wacana Asih Padang

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi hubungan dukungan keluarga pada anak

retardasi mental di SLB Wacana Asih Padang

11
b. Diketahui distribusi frekuensi kemampuan kebersihan diri pada anak

retardasi mental di SLB Wacana Asih Padang

c. Diketahui hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan kebersihan

diri anak retardasi mental di SLB Wacana Asih Padang.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan mempunyai beberapa manfaat antara lain:

1. Bagi Keluarga

Agar keluarga dapat memberikan dan meningkatkan dukungan yang

baik bagi anak khususnya dengan retardasi mental, sehingga anak mampu

melakukan kebersihan diri secara mandiri dan kedepannya anak mampu

melakukan pekerjaan atau aktivitas tanpa bantuan dari orang lain.

2. Bagi Instansi

Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk

menambah wawasan ilmu bidang keperawatan Penelitian ini diharapkan

dapat menjadi acuan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan hubungan

dukungan keluarga dengan kemampuan kebersihan diri pada anak retardasi

mental.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan

dan pengalaman bagi peneliti mengenai pentingnya dukungan keluarga

terhadap kebersihan diri pada anak retardasi mental. Melalui penelitian ini

perlu dilakukannya observasi lapangan yang lebih mendalam melalui media

kuesioner untuk melihat sejauh mana kebersihan diri pada anak retardasi

mental terkait aspek-aspek yang ada dalam kebersihan diri.

12
E. Ruang Lingkup

Penelitian ini membahas tentang hubungan dukungan keluarga dengan

kemampuan kebersihan diri pada anak retardasi mental di SLB Wacana Asih

Padang Tahun 2023, variabel independen pada ini adalah dukungan keluarga,

sedangkan variabel dependen yaitu kebersihan diri. Desain dalam penelitian ini

adalah Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa

retardasi mental di SLB Wacana Asih dengan jumlah 40 orang. Teknik

pengambilan sampel yaitu dengan cara perpove sampling. Pengambilan data

menggunakan Kuesioner checklis. Uji yang di gunakan adalah uji chi-square.

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Retardasi Mental

1. Pengertian Retardasi Mental

Menurut Ganda (2015) anak retardasi mental adalah anak yang secara

nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, intelektual yang

jauh di bawah rata-rata sehingga anak mengalami kesulitan dalam

melakukan tugas-tugas akademik, komunikasi, maupun sosial.

Anak retardasi mental merupakan individu yang mengalami hambatan

dalam keterampilan ataupun kecakapan selama masa perkembangan

sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan

kognitif, bahasa, motorik, dan sosial (Fithria, 2016).

2. Faktor-Faktor Terjadinya Retardasi Mental

a. Faktor genetik Terdapatnya masalah pada sel-sel tubuh bayi yang

menentukan bagaimana bayi akan tumbuh dan berkembang. Gen

diwariskan dari kedua orang tuanya, sehingga bayi mungkin menerima

gen yang tidak normal atau gen mungkin berubah saat bayi berkembang.

b. Kehamilan masalah selama kehamilan ibu mungkin terkadang menderita

penyakit infeksi yang dapat membahayakan bayi Konsumsi obat-obat

tertentu saat hamil juga dapat menyebabkan masalah bagi bayi. Ibu yang

mengkonsumsi alkohol atau memakai narkoba ilegal juga dapat merusak

perkembangan otak bayi.

c. Pada saat melahirkan bayi tidak mendapatkan cukup oksigen.

14
d. Bayi lahir terlalu dini

e. Bayi mendapatkan infeksi yang serius pada otak

f. Cedera kepala serius, sehingga bisa melukai otak dan menyebabkan

disabilitas intelektual pada setiap titik selama hidup. Beberapa cacat ini

bersifat sementara dan bisa juga bersifat permanen (Suryani, 2017).

3. Karakteristik Anak Retardasi Mental

Anak retardasi mental lebih mengacu pada intelektual umum yang

secara signifikan berada di bawah rata-rata. Anak retardasi mental

mengalami hambatan dalam tingkah laku dan penyesuaian diri. Semua itu

berlangsung atau terjadi pada masa perkembangannya. Karakteristik anak

retardasi mental secara fisik menurut Apriyanto, (2012) antara lain :

a. Penampilan fisik tidak seimbang seperti bagian kepala yang terlalu

besar/kecil.

b. Masa pertumbuhan dan perkembangannya tidak mampu mengurus

dirinya sendiri.

c. Terlambat dalam perkembangan berbicara dan berbahasa.

d. Tidak perhatian terhadap lingkungan.

e. Koordinasi gerakan kurang.

f. Hipersaliva

Seorang anak yang dikatakan retardasi mental ialah apabila memiliki

beberapa indikator berikut, yaitu:

a. Hambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata,

tingkat kecerdasan seseorang diukur melalui tes inteligensi yang

hasilnya disebut dengan IQ (Intelligence Quotient).

15
b. Ketidakmampuan dalam berperilaku adaptif dan bersosial, hambatan

perilaku sosial/adaptif terjadi pada usia perkembangan yaitu sampai

dengan usia 18 tahun.

4. Klasifikasi Retardasi Mental

Menurut AAMD dalam Lisinus (2020), klasifikasi Retardasi Mental

sebagai berikut:

a. Retardasi Mental Ringan

Tingkat kecerdasannya IQ mereka berkisar 50 - 70 mempunyai

kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik,

penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja, mampu melakukan

pekerjaan semi trampil dan pekerjaan sederhana.

b. Retardasi Mental Sedang

Tingkat kecerdasan IQ berkisar 30 - 50 dapat belajar keterampilan

sekolah untuk mampu melakukan keterampilan mengurus dirinya sendiri

(self-help), mampu mengadakan adaptasi sosial dilingkungan terdekat,

mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu pengawasan.

c. Retardasi Mental Berat dan Sangat Berat

Tingkat kecerdasan IQ mereka kurang dari 30 hampir tidak

memiliki kemampuan untuk melatih mengurus diri sendiri dan

berkomunikasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sangat

terbatas.

16
5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang mencakup pada retardasi mental dalam Sari

Pediatri meliputi Keterlambatan bahasa, gangguan motorik halus dan

gangguan penyesuaian (gangguan obsesif-kompulsif, kemampuan bermain),

keterlambatan perkembangan motorik secara keseluruhan, gangguan

perilaku termasuk agresi, menyakiti diri sendiri, penyimpangan perilaku,

kurang perhatian, hiperaktif, kecemasan, depresi, dan gangguan tidur

(Sularyo and Kadim, 2016).

Anak keterbelakangan mental menunjukkan adanya keterbatasan

fungsi intelektual yang dibawah rata-rata yang berkaitan dengan

keterbatasan pada dua atau lebih ketrampilan adaptif seperti keterampilan

kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Anak retardasi mental memerlukan

bimbingan dari orang tua dalam pembelajaran yang menyesuaikan pola pikir

dan batas kemampuan yang dimiliki oleh anak retardasi mental (Susy,

Yunianti 2016).

6. Penanganan Retardasi Mental

a. Membantu anak agar dapat melewati setiap masa transisi perkembangan

dengan baik.

b. Membantu anak dalam mengatasi hambatan belajar dan hambatan

perkembangan atau permasalahan-permasalahan yang dihadapinya

melalui pemenuhan kebutuhan khususnya.

c. Membantu menyiapkan perkembangan mental anak-anak untuk masuk ke

jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

17
d. Membantu anak dalam mencapai taraf kemandirian dan kebahagiaan

hidup (Lisinus, 2020).

7. Penatalaksanaan Retardasi Mental

a. Tatalaksana Medis

Obat-obat yang sering digunakan dalam pengobatan retardasi

mental adalah terutama untuk menekan gejala-gejala hiperkinetik.

Metilfenidat (ritalin) dapat memperbaiki keseimbangan emosi dan fungsi

kognitif. Imipramin, dekstroamfetamin, klorpromazin, flufenazin,

fluoksetin kadang-kadang dipergunakan oleh psikiatri anak. Untuk

menaikkan kemampuan belajar pada umumnya diberikan tioridazin

(melleril), metilfenidat, amfetamin, asam glutamat, gamma aminobutyric

acid (GABA).

b. Rumah Sakit/Panti Khusus

Penempatan di panti-panti khusus perlu dipertimbangkan atas

dasar: kedudukan sosial keluarga, sikap dan perasaan orangtua terhadap

anak, derajat retardasi mental, pandangan orangtua mengenai prognosis

anak, fasilitas perawatan dalam masyarakat, dan fasilitas untuk

membimbing orangtua dan sosialisasi anak.

Kerugian penempatan di panti khusus bagi anak retardasi mental

adalah kurangnya stimulasi mental karena kurangnya kontak dengan

orang lain dan kurangnya variasi lingkungan yang memberikan

kebutuhan dasar bagi anak.

18
c. Psikoterapi

Psikoterapi dapat diberikan kepada anak retardasi mental maupun

kepada orangtua anak tersebut. Walaupun tidak dapat menyembuhkan

retardasi mental tetapi dengan psikoterapi dan obat-obatan dapat

diusahakan perubahan sikap, tingkah laku dan adaptasi sosialnya.

d. Konseling

Tujuan konseling dalam bidang retardasi mental ini adalah

menentukan ada atau tidaknya retardasi mental dan derajat retardasi

mentalnya, evaluasi mengenai sistem kekeluargaan dan pengaruh

retardasi mental pada keluarga, kemungkinan penempatan di panti

khusus, konseling pranikah dan pranatal.

e. Pendidikan

Pendidikan yang penting disini bukan hanya asal sekolah, namun

bagaimana mendapatkan pendidikan yang cocok bagi anak yang

terbelakang ini. Terdapat empat macam tipe pendidikan untuk retardasi

mental.

1) Kelas khusus sebagai tambahan dari sekolah biasa

2) Sekolah luar biasa C

3) Panti khusus

4) Pusat latihan kerja (sheltered workshop)

19
B. Kebersihan Diri Anak Retardasi Mental

1. Pengertian Kebersihan diri

Personal Hygiene atau kebersihan diri merupakan salaah satu

komponen perawatan diri, personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan,

keamanan dan kesehatan seseorang. Anak retardasi mental belum mampu

melakukan perawatan kebersihan diri sehingga penampilan anak retardasi

mental tampak kurang menarik. Perawatan diri (self care) merupakan suatu

kontribusi berkelanjutan seseorang bagi ekstensinya, kesehatannya, dan

kesejahteraan yang menjelaskan manfaat perawatan diri dapat memberi

kontribusi bagi integritas struktural fungsi dan perkembangan manusia

(Potter & Perry, 2005). Sedangkan (Self care) menurut Constance, &

Craven, (2013) adalah kegiatan memenuhi kebutuhan dalam

mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan individu baik

dalam keadaan sehat maupun sakit yang dilakukan oleh individu itu sendiri.

2. Macam-Macam Kebersihan Diri

Menurut (S. K. Dewi, 2014) Perawatan diri terdiri dari beberapa

macam yaitu:

a. Kebersihan kulit kepala dan rambut

b. Kebersihan mata

c. Kebersihan hidung

d. Kebersihan telinga

e. Kebersihan kuku kaki dan tangan

f. Kebersihan genetalia

g. Kebersihan kulit seluruh tubuh

20
3. Tujuan Kebersihan Diri

Secara umum tujuan dilakukan perawatan diri diantaranya adalah

sebagai berikut:

a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang

b. Memelihara kebersihan diri seseorang

c. Mencegah terjadinya penyakit

d. Menciptakan keindahan

e. Meningkatkan rasa percaya diri

Adapun tujuan kebersihan diri pada anak retardasi mental menurut

Sudarsini, (2017) adalah sebagai berikut

a. Agar mampu dapat menjaga kebersihan badan kesehatan dirinya dengan

kemampuan merawat diri.

b. Agar anak memiliki keterampilan dalam mengurus dirinya sendiri.

c. Agar anak tidak canggung dalam beradaptasi dengan kemampuan

mengurus kepentingan sendiri.

d. Agar anak mempunyai rasa percaya diri karena telah mampu mengurus

dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain.

4. Pokok-Pokok Kebersihan Diri Pada Anak Retardasi Mental

Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan

dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya (Potter

dan Perry, 2006). Seseorang dikatakan memiliki personal higiene baik

apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya meliputi:

21
a. Kebersihan kulit.

Kulit merupakan organ aktif yang berfungsi sebagai pelindung,

sekresi, ekskresi, pengatur temperatur dan sensasi. Kulit terbagi menjadi

3 lapisan yaitu: epidermis, dermis, subkutan. Untuk mempertahan kondisi

kulit tetap normal dan sehat yaitu :

1) Mandi

Mandi sebaiknya dua kali sehari yaitu pagi dan sore dengan

menggunakan air bersih dan sabun mandi. Sebaiknya hindari

pemakaian sabun dengan bahan–bahan tambahan seperti parfum dan

pewarna, yang dapat menyebabkan iritasi kulit dan alergi. Kemudian

badan dikeringkan dengan menggunakan handuk yang bersih.

Tujuan dari mandi adalah :

a) Membersihkan kulit

Pembersihan mengurangi keringat, beberapa bakteri, sebum

dan sel kulit yang mati, yang meminimalkan iritasi kulit dan

mengurangi kesempatan infeksi.

b) Stimulasi sirkulasi

Sirkulasi yang baik ditingkatkan melalui penggunaan air

hangat dan usapan yang lembut pada ekstremitas.

c) Peningkatan citra diri

Mandi meningkatkan relaksasi dan perasaan segar kembali

dan kenyamanan.

22
d) Pengurangan bau badan

Sekresi keringat yang berlebihan dari kelenjar apokrin

berlokasi didaerah aksila dan pubik menyebabkan bau badan yang

tidak menyenangkan. Mandi dan menggunakan antiperspiran

meminimalkan bau.

e) Meningkatkan rentang gerak

Gerakan ekstremitas selama mandi mempertahankan fungsi

sendi.

2) mencuci tangan

Mencuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara

mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme

sementara. Cuci tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya

dengan mencuci tangan dengan sabun anti mikrobial. Sebagai

tambahan, iritasi ulit jauh lebih rendah apabila menggunakan sabun

biasa (Pereira, Lee dan Wade, 1990).

Menurut Tietjen dkk (2014), langkah – langkah mencuci tangan rutin

adalah :

1) Basahi kedua belah tangan.

2) Gunakan sabun biasa.

3) Gosok dengan keras seluruh bidang permukaan tangan dan jari–jari

bersama sekurang–kurangnya 10 hingga 15 detik, dengan

memperhatikan bidang dibawah kuku tangan dan diantara jari–jari.

4) Bilas kedua tangan seluruhnya dengan air bersih.

5) Keringkan kedua tangan dengan lap kertas atau pengering

23
b. Kebersihan kaki dan kuku.

Potong kuku merupakan kebersihan perorangan penting untuk

mencegah penyakit. Kuku sebaiknya harus selalu di potong pendek untuk

menghindari penularan penyakit.

c. Kebersihan rambut.

Mencuci rambut atau keramas juga penting dalam usaha menjaga

higiene perorangan. Frekuensi mencuci rambut tidak berkaitan langsung

dengan masalah rambut kering dan rontok. Batas frekuensi keramas

maksimal tiga kali dalam seminggu dan sebaiknya dilakukan secara

teratur dua hari sekali atau sesuai kebutuhan, serta menggunakan sampo

sesuai dengan jenis rambut

d. Kebersihan mulut dan gigi.

Higiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan mulut,

gigi dan bibir. Menggosok membersihkan gigi dari partikel–partikel

makanan, plak dan bakteri, memasase gusi, dan mengurangi ketidak

nyamanan yang dihasilkan dari bau dan rasa yang tidak nyaman.

Menggosok gigi sebaiknya dilakukan dua kali sehari, pada waktu pagi

dan malam, menggosok gigi pada malam hari sangat penting karena

frekuensi bakteri pada rongga mulut dua kali lebih banyak dibandingkan

pada siang hari.Flossing membantu lebih lanjut dalam mengangkat plak

dan tartar diantara gigi untuk mengurangi inflamasi gusi dari infeksi.

Higiene mulut yang lengkap memberikan rasa sehat dan selanjutnya

menstimulus nafsu makan.

24
e. Kebersihan dan ketrampilan pakaiannya.

Kebersihan pakaian harus diperhatikan dan berganti pakaian bersih

sebaiknya minimal 1 kali sehari atau sesuai dengan aktivitas seseorang.

Kemudian untuk pakaian kotor dianjurkan untuk segera dicuci.

Kebiasaan mencuci pakaian biasanya dilakukan 6 hari seminggu.

f. Kebersihan mata, hidung dan telinga.

Membersihkan telinga dan hidung secara rutin (1-2 minggu/ 1x)

dengan menggunakan alat pembersih yang bersih dan aman misalnya

cottonbud

g. Kebersihan alat kelamin.

Tujuan kebersihan alat kelamin agar tidak terjangkit penyakit atau

menimbulkan bau yang tidak mengenakan. Membersihkan alat kelamin

diantaranya adalah perilaku dimana anak saat setelah buang air kecil dan

besar.

5. Pengukuran Personal Hygiene

Ya : 1

Tidak : 0

Dianalisis dengan menggunakan rumus

X 100 %

Keterangan :

P : Prosentase

f : Jumlah jawaban

N : Jumlah soal (Ridwan, 2015)

25
Setelah diketahui hasil prosentase dari perhitungan kemudian

ditafsirkan dengan kriteria sebagai berikut :

Baik : Skor 76 – 100 %

Cukup : Skor 56-75 %

Kurang : Skor < 56% (Nursalam, 2013)

6. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kebersihan Diri Pada Anak

Retardasi Mental

Menurut Friedman (2010) dukungan keluarga adalah sebuah proses

yang terjadi sepanjang kehidupan, jenis dan sifat dukungan berbeda dalam

berbagi tahap-tahap siklus kehidupan. Menurut Friedman (2010) dukungan

keluarga terdiri dari, dukungan informasi merupakan suatu dukungan atau

bantuan yang diberikan keluarga dalam bentuk memberikan saran atau

masukan, nasehat atau arahan, dan memberikan informasi-informasi.

Dukungan penghargaan/ penilaian merupakan bentuk dukungan keluarga

sebagai identitas anggota dalam status keluarga yang menjadi sumber

validator dengan tegas pembimbing dan bimbingan umpan balik dalam

memecahkan masalah.

Dukungan instrumental merupakan dimana bantuan yang diberikan

secara langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan

fasilitas yang diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan,

permainan atau bantuan yang lain. Dukungan emosional merupakan bentuk

dukungan ataupun bantuan yang diberikan keluarga sebagai tempat yang

aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan dalam membantu

26
penguasaan terhadap emosi. Dukungan social merupakan hadirnya orang-

orang tertentu yang secara pribadi memberikan nasehat, motivasi, arahan

dan menunjukkan jalan keluar ketika individu mengalami masalah dan pada

saat mengalami kendala dalam melakukan kegiatan secara terarah guna

mencapai tujuan.

Hal ini di didukung oleh penelitian Haifa Nurfadhilah, dkk (2018)

menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap

kemampuan perawatan diri pada anak retardasi mental di SLB Negeri

Trauna Mandiri Kabupaten Kuningan . Kemampuan anak retardasi mental

yang mempunyai kemampuan tinggi untuk melakukan kebersihan diri dapat

disebabkan karena adanya dukungan dari lingkungannya baik dari

keluarganya maupun dari orang lain disekitarnya. Sejalan yang di lakukan

peneliti oleh Dwiyanti Purbasari (2020) dengan judul dukungan pola asuh

keluarga dengan kemampuan pemenuhan personal hygiene anak retardasi

mental, berdasarkan karakteristik di cirebon, semakin baik dukungan

keluarga maka semakin tercapainya kemampuan kebersihan diri dengan

anak retardasi mental.

Kebersihan diri sangat perlu di ajarkan dan dilatih, hal ini dikarenakan

perawatan diri tidak muncul secara tiba-tiba. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kebersihan diri pada anak retardasi mental, yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari fisiologis dan

psikologis diantaranya jenis kelamin, usia, kematangan individu dan tingkat

kecerdasan, Sedangkan faktor eksternal dari luar terdiri dari lingkungan,

27
cinta dan kasih sayang, pola asuh, dukungan keluarga, dan

pengalaman dalam hidup (Batshaw, 2013).

Pokok-pokok perawatan diri pada anak retardasi mental

menurut Potter dan Perry (2006) Kebersihan kulit, Kebersihan kaki dan

kuku, Kebersihan Rambut, Kebersihan mulut dan gigi, Kebersihan dan

Keterampilan pakaiannya, Kebersihan mata, hidung, telinga, Kebersihan

alat kelamin.

C. Dukungan Keluarga

1. Pengertian Dukungan

Dukungan dapat diartikan sebagai memberi dorongan atau motivasi

atau semangat dan nasihat kepada orang lain dalam situasi membuat

keputusan (Chaplin, 2011).

2. Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar

perkawinan antar orang dewasa yang berlawanan jenis yang hidup bersama

atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendiri dengan

atau anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah

tangga (Setiadi 2008). Sedangkan menurut Friedman (2010), keluarga

merupakan dua atau lebih dari dua individu yang tergantung karena

hubungan dara, hubungan perkawinan atau pengangkutan dan mereka hidup

dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain didalam perannya

masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

28
3. Pengertian Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan sikap, tindakan dan penerimaan

terhadap penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi sebagai system

pendukung bagi anggotannya dan anggota keluarga memandang bahwa

orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan jika

diperlukan (Friedman,2010). Keluarga merupakan peranan penting dalam

memberikan dukungan keluarga yang merupakan suatu persepsi mengenai

bantuan perhatian, penghargaan, informasi, nasihat maupun materi yang

diberikan kepada anak tunagrahita pasca perawatan dalam menjalankan

fungsi atau tugas keluarga dalam aspek kesehatan (Menurut House 1985

dalam Friendman, 2010).

Jadi kesimpulan dari dukungan keluarga menurut pendapat ahli diatas

merupakan suatu dorongan keluarga terhadap seseorang yang sedang sakit

dengan sikap, tindakan, perhatian, motivasi, pertolongan dan penerimaan

terhadap penderita.

4. Fungsi Keluarga

Fungsi Keluarga menurut Friendman (2010) yaitu :

a. Fungsi Afektif

Gambaran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan psikososial anggota

keluargannya dalam memberikan kasih sayang kepada anak tunagrahita.

b. Fungsi Sosialisasi

Interaksi atau hubungan dalam keluarga, bagaimana keluarga belajar

disiplin, norma, budaya dan perilaku.

29
c. Fungsi Kesehatan

Memelihara kesehatan keluarganya dan member perawatan serta

dukungan kepada anggota keluarga yang sakit dan sejauhmana

pengalaman tentang masalah kesehatan, kemampuan keluarga untuk

melakukan 5 tugas kesehatan dalam keluarga serta kemauan keluarga

untuk mengatasi masalah kesehatan yang sedang dihadapi.

d. Fungsi Ekonomi

Keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan. Keluarga

memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat dalam upaya peningkatan

status kesehatan keluarga. Hal yang menjadi pendukung keluarga adalah

jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki

keluarga untuk menunjang masyarakat setempat.

5. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan

Menurut Frieadman (2010) tugas keluarga dalam bidang kesehatan

dibagi menjadi 5 yaitu :

a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya.

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan kesehatan yang tepat

bagi keluarga.

c. Memberikan perawatan untuk anggota keluarga yang sakit atau yang

tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usia yang terlalu

muda.

d. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga.

30
e. Mempertahankan hubungan timbale balik antara keluarga dan kesehatan

(pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada).

6. Bentuk Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (2014) Keluarga memiliki bentuk dukungan yang

dibagi atas 4 dukungan, yaitu :

a. Dukungan emosioanal

Dukungan yang diberikan keluarga berupa rasa perhatian atau

empati. Dukungan emosional ini juga dipengaruhi oleh orang lain yang

merupakan ekspresi dari dukungan yang mampu menguatkannya.

Komunikasi dan interkasi antar anggota keluarga diperlukan untuk

memahami situasi anggota keluarga (Friedman, 2014).

b. Dukungan penghargaan

Dukungan yang diberikan yaitu apresiasi positif terhadap anggota

keluarga sehingga anggota keluarga merasa dihargai. Biasanya menerima

ide-ide dari anggota keluarga dengan baik. Dukungan ini juga sebagai

bentuk penerimaan dan penghargaan terhadap keberadaan seseorang

dalam segala kekurangan serta kelebihan yang dimiliki (Hensarling

dalam Yusra, 2011).

c. Dukungan instrumental

Dukungan yang diberikan berupa peralatan atau benda nyata seperti

memberikan uang untuk penggobatan anggota keluarga yang sakit.

Dukungan instrumental merupakan dukungan yang praktis dan konkrit.

Dukungan instrumental digolongkan ke dalam fungsi kesehatan keluarga

31
dan fungsi ekonomi keluarga terhadap keluarga yang sakit (Friedman,

2014).

d. Dukungan informasi

Dukungan yang diberikan berupa nasehat atau saran untuk anggota

keluarga, misalnya memberikan saran kepada anggota keluarga untuk

berobat secara rutin. Dukungan informasi ini diberikan keluarga untuk

membantu mengambil keputusan kepada anggota keluarga yang sakit

(Hensarling dalam Yusra, 2011). Peran keluarga dalam dukungan

informasi ini keluarga sebagai penyebar informasi (Friedman, 2014)

7. Manfaat Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (2010) menyimpulkan bahwa efek-efek penyangga

(dukungan sosial melindungi invidu terhadap efek negative dari stress) dan

efek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat-akibat

dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek0efek penyangga dan

utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan dapat

berfungsi dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan dapat

berfungsi secara adekuat yang terbukti berhubungan dengan menurunkan

angka mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan

kesehatan personal hygiene.

32
8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Setiadi (2008) Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan

keluarga, yaitu :

a. Faktor Internal

1) Tahap Perkembangan

Dukungan yang ditemukan menurut usia, artinya pertumbuhan

dan perkembangan mulai dari bayi sampai lanjut usia yang memiliki

pemahaman dan respon kesehatan yang berbeda-beda.

2) Pendidikan atau tingakt pengetahuan

Keyakian seseorang terhadap adanya dukungan yang terbentuk

oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, ;atar belakang

pendidikan, dan pengalaman masa lalu, kemampuan kognitif yang

membentuk car berfikir seseorang dalam kemampuan untuk

memahami faktor-faktor penyebab penyakit yang diderita individu

dan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan individu

dan dirinya dalam memberikan dukungan.

3) Faktor Emosi

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap

adanya dukungan dan cara keluarga melaksanakannya. Karena

penderita tunagrahita yang merupakan penyakit jangka panjang dapat

menimbulkan beban keluarga dan stress keluarga. Apabila keluarga

tidak dapat mengontrol stress yang dialami akan merespon emosi yang

akan diaplikasikan kepada individu. Seseorang yang tidak mampu

33
melakukan koping emosional akan mengancam kesembuhan penderita

tunagrahita.

4) Spiritual

Aspek spiritual dapat dilihat dari bagaimana seseorang

menjalani kehidupan mulai dari nilai dan keyakinan seseorang,

hubungan dengan keluarga atau teman dan kemampuan dalam

mencari harapan dari arti sebuah kehidupan.

b. Faktor Eksternal

1) Praktik di Keluarga

Cara keluarga dalam memberikan dukungan yang dapat

mempengaruhi penderita dalam melaksanakan pengobatan kesehatan.

Misalnya: Klien akan melakukan tindakan pencegahan atau

pengobatan jika keluarganya juga memberikan perilaku yang sama.

2) Faktor Sosio-ekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat mengakibatkan resiko

terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang dalam

mendefinisikan terhadap penyakitnya. Misalnya: stabilitas

perkawinan, gaya hidup dan lingkungan kerja. Pada umumnya

seseorang akan mencari dukungan atau persetujuan dari kelompok

sosial, hal ini dapat mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara

penatalaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang akan

lebih cepat jasa pelayanan untuk mencari pertolongan. Begitu juga

sebaliknya, semakin rendah tingkat ekonomi seseorang maka kurang

34
tanggap dalam kesehatannya karena memikirkan keuangan yang tidak

mencukupi untuk ke pelayanan kesehatan.

3) Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan

kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk dalam

pelaksanaan kesehatan pribadi.

9. Dukungan Keluarga pada Anak Tunagrahita

Dukungan keluarga terjadi dalam semua tahap siklus kehidupan.

Dengan adanya dukungan keluarga, keluarga mampu berfungsi dengan

berbagai kepandaian dan akal untuk meningkatkan kesehatan dan adaptasi

keluarga dalam kehidupan (Friedman.2010).Mengetahui bahwa anaknya

mengalami ketidakmampuan yang serius merupakan pengalaman yang

sangat menyedihkan bagi orang tua yang mempunyai anak tunagrahita.

Dukungan keluarga dapat berupa dukungan indtrument, dukungan

informasional, dukungan penilaian dan dukungan emosional.

10. Pengukuran dukungan Keluarga

Pengukuran dukungan keluarga dengan menggunakan skala likert

yaitu:

1. Selalu (SL) : diberi nilai 4

2. Sering (S) : diberi nilai 3

3. Kadang-Kadang (KK) : diberi nilai 2

4. Tidak Pernah (TP) : diberi nilai 1

35
Rumus

Selanjutnya Hasil skor total responden (X) dibandingkan dengan skor

mean dengan interprestasi sebagai berikut (Hidayat, 2019):

X ≥ Mean = Mendukung

X ≤ Mean = Tidak Mendukung

36
D. Kerangka Teori

Retardasi Mental

Masalah anak retardasi mental Kebersihan Diri


1. Penampilan fisik tidak
Macam – macam kebersihan diri
seimbang
2. Tidak mampu melakukan 1. Kebersihan kulit kepala dan
kebersihan diri rambut
3. Terlambat dalam 2. Kebersihan mata
perkembangan berbicara dan 3. Kebersihan hidung
berbahasa 4. Kebersihan telinga
4. Tidak perhatian terhadap 5. Kebersihan kuku kaki dan tangan
lingkungan 6. Kebersihan genetalia
5. Koordinasi gerakan kurang 7. Kebersihan kulit seluruh tubuh
6. hipersaliva

Faktor yang mempengaruhi kebersihan diri pada


anak retardasi mental

Dukungan Keluarga Faktor internal


1. Psikologis
1. Dukungan emosional 2. Fisiologis
2. Dukungan penghargaan
3. Dukungan instrumental Faktor eksternal
1. Lingkungan
4. Dukungan informasi 2. Karakteristik
3. Dukungan keluarga
4. Cinta dan kasih sayang

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Lisinus (2020), Friedman (2014), S.K. Dewi (2014)

37
E. Kerangka Konsep Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2014) kerangka konsep penelitian merupakan

hubungan antara suatu konsep atau variabel-variabel yang diamati (diukur)

melalui sebuah proses penelitian. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu

dependen dan independen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah

Dukungan keluarga. Sedangkan variabel dependen pada penelitian ini adalah

perawatan diri pada anak retardasi mental. Berdasarkan teori yang telah

dipaparkan diatas, maka didapatkan kerangka konsep untuk penelitian ini

adalah berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Dukungan Keluarga Kebersihan Diri

Gambar 2.2 : Kerangka konsep

38
F. Defenisi Operasional

Tabel 2.1 Definisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Cara Hasil Ukur Skala


Ukur Ukur

Variable Sikap tindakan dan Kuesioner Responde Mendukung Ordinal


Indepeden penerimaan keluarga n mengisi jika skor ≥
Dukungan terhadap anggota kuesioner mean/median
Keluarga keluarganya yang Tidak
bersifat mendukung Mendukung
selalu siap memberikan jika skor ≤
pertolongan dan mean/median
bantuan jika diperlukan. (Hidayat ,2019)
Variabel Kebersihan diri adalah Lembar Checklist Baik: Ordinal
Dependen bagaimana seseorang observasi Skor 76 – 100 %
kebersihan mampu memelihara observasi pada Cukup :
diri anak kebersihan dan lembar Skor 56-75 %
retardasi kesehatan diri untuk Penilaian Kurang :
mental mencapai fisik dan kebersihan Skor <56%
psikologis. anak diri (Nursalam,
retardasi mental dapat 2013)
mampu menjaga
kebersihan tubuhnya
seperti:
1. Kebersihan
diri/mandi
2. kulit
3. kaki dan kuku
4. rambut
5. menggosok gigi
6. keterampilan
pakaiannya
7. mata,hidung, dan
telinga,
8. alat kelamin
(purbasari,2020)

39
G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua

atau lebih variable yang diharapkan biasa menjawab suatu pernyataan dalam

penelitian (Nursalam, 2011), sehingga hipotesis penelitian ini

Ha : Terdapat Hubungan Dukungan Keluarga dengan kemampuan

Kebersihan Diri Pada Anak Retardasi Mental Di SLB Wacana Asih

Padang Tahun 2023.

H0 : Tidak ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan kemampuan

Kebersihan Diri Pada Anak Retardasi Mental Di SLB Wacana Asih

Padang Tahun 2023.

40
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis dari penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan

penelitian deskriptif analitik. Metode yang digunakan cross sectional study

yaitu dimana pengukuran terhadap variabel bebas dan variabel terikat

dilakukan sekaligus pada satu saat (Nursalam, 2011).

B. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di SLB Wacana Asih Padang yang terletak

dijalan Alang Laweh 1 No 40 Kecamatan Padang Selatan, Waktu penelitian

akan dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2023.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah orang tua/keluarga anak retardasi mental

yang berada di SLB Wacana Asih Padang dengan jumlah 40 orang.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini

adalah non probability sampling yaitu teknik purposive sampling. Teknik

purposive sampling yaitu penelitian memilih responden pada pertimbangan

subyektif, bahwa responden tersebut dapat memberikan informasi yang

memadai untuk menjawab pertanyaan penelitian (Suyono,2014). Menurut

41
Dana P.Turner (2020) purposive sampling adalah teknik pengambilan

sampel dengan cara menghakimi sampel dengan sengaja sesuai dengan

kualitas yang dibutuhkan. Penentuan jumlah sampel diambil dengan

menggunakan rumus Slovin (Notoadmodjo, 2010) sebagai berikut :

Keterangan :

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

d = tingkat kepercayaan / ketetapan yang diinginkan

(0,1)

jika angka dimasukan ke rumus maka,

n = 23

42
Kriteria inklusi adalah kreteria dimana subjek penelitian dapat

dijadikan sampel penelitian karena syarat sebagai sampel, kreteria inklusi

penelitian ini adalah:

a. Anak retardasi mental dengan usia 6-12 tahun

b. Anak yang berada di tempat penelitian.

c. Anak dengan keluarga/orang tua yang bersedia dan setuju untuk

menjadi responden.

d. Keluarga/Orang tua yang mampu membaca dan menulis.

a. Kriteria eksklusi

1) Anak yang tidak hadir selama penelitian dilakukan

2) Anak retardasi mental umur kurang dari 6 tahun, atau lebih dari 12

tahun

3) Orang tua yang tidak bersedia menjadi responden

4) Keluarga/orang tua yang tidak mampu berkomunikasi secara lisan

maupun tulisan.

Berdasarkan kreteria inklusi dan eksklusi yang di tetapkan maka

jumlah sampel yang di ambil sebanyak 30 orang keluarga/orang tua dan

anak retardasi mental usia 6-12 tahun.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Data

a. Data primer

Data primer diperoleh langsung dari responden dengan pengisian

kuesioner dengan cara mengisi identitas dan menjawab pertanyaan pada

43
kuesioner dengan cara memberi tanda ceklis pada jawaban yang sesuai

menurut responden. Data primer yang meliputi karakteristik

keluarga/orang tua, dukungan keluarga anak retardasi mental.

Peneliti menjelaskan terlebih dahulu tujuan dari penelitian dan tata

cara pengisian kuesioner. Setelah itu diberikan lembar Informed Consent

yang akan ditanda tangani oleh responden sebagai bentuk pernyataan

persetujuan bersedia menjadi responden.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat peneliti dari pencatatan

dan pelaporan arsip yang berhubungan dengan penelitian dari Dinas

pendidikan provinsi Kota Padang, SLB Wacana Asih Padang dan lain-

lain.

2. Langkah-langkah pengumpulan data

Pengumpulan data dengan kuesioner mengikuti langkah-langkah

sebagai berikut :

a. Peneliti meminta surat rekomendasi pengambilan data dan penelitian

kebagian akademik Keperawatan Stikes Alifah Padang untuk ditujukan

ke Dinas Pendidikan Provinsi Kota Padang

b. Setelah mendapatkan surat persetujuan pengambilan data dari Dinas

Pendidikan Provinsi Kota Padang, kemudian peneliti mengajukan surat

tersebut ke SLB Wacana Asih Padang.

c. Mengajukan surat izin penelitian ke kepala sekolah SLB Wacana Asih

Padang

44
d. Peneliti memilih sampel dengan metode porposive sampling, dengan

kreteria yang telah di tentukan.

e. Peneliti dibantu oleh tim enumerator yang terdiri dari lima orang.

f. Sebelum melakukan penelitian peneliti melakukan penjelasan dan

persamaan presepsi dengan enumerator .

g. Dalam langkah awal peneliti yang akan dilakukan, peneliti terlebih

dahulu melakukan pendekatan agar terbangun rasa kedekatan dan

kepercayaan anak retardasi mental.

h. Selanjutnya pengambilan data masing-masing variabel. Data variabel

dukungan keluarga dengan menyebarkan kuesioner dan setelah itu

melakukan observasi pada anak retardasi mental dengan bantuan

enumerator.

i. Peneliti memberikan lembaran persetujuan (informed concent) yang akan

diisi oleh responden

j. Responden diminta untuk menjawab pertanyaan yang terdapat pada

kuesioner dengan didampingi peneliti

k. Periksa kelengkapan pengisian jawaban kuesioner yang telah diisi

responden

l. Peneliti mengumpulkan kuesioner yang telah diisi responden

m. Selanjutnya data variabel perawatan diri lembar observasi, peneliti dan

tim survei membagi tugas untuk mengamati anak retardasi mental selama

4 jam dan mencentang sesuai kemampuan perawatan diri anak retardasi

mental

45
n. Setelah pengumpulan data selesai, peneliti dan tim enumerator

mengucapkan terimakasih.

o. Setelah itu data di cocokan atau dipasangkan antara data anak dan

kuesioner orang tua.

E. Teknik Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2012) teknik pengolahan data dibagi menjadi :

1. Editing (Pemeriksaan Data)

Angket yang didapatkan dari responden melalui penelitian telah dilakukan

penyuntingan (editing) dengan cara mengecek, memperbaiki isi formulir,

dan melakukan klarifikasi kepada responden terlebih dahulu oleh peneliti

untuk melihat apakah kuesioner diisi secara lengkap atau tidak, untuk

melihat jawaban dari responden jelas atau tidak, untuk melihat apakah

responden menjawab pertanyaan responden secara relevan, dan apakah

jawaban responden konsisten atau tidak.

2. Coding

Setelah semua kuesioner diedit, peneliti melakukan pengkodean atau

“coding”, yaitu untuk mengubah data membentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan. Coding atau pemberian kode ini sangat

berguna dalam memasukkan data (data entry).

3. Processing atau Memasukkan Data (Data entry)

Data yang didapatkan dari responden berupa jawaban dalam bentuk kode

(angka atau huruf) dimasukkan dalam program atau “software” komputer.

46
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan program SPSS untuk entri

data.

4. Cleaning atau Pembersihan Data

Setelah semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, peneliti melakukan pengecekan kembali untuk melihat

kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,

ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian peneliti melakukan

pembetulan atau koreksi. Peneliti membersihkan data untuk mengetahui

missing data (data yang hilang), dan untuk mengetahui variasi data.

F. Teknik Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian

(Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini, analisa univariat dilakukan

terhadap variabel independen yaitu dukungan keluargabdan variabel

dependen yaitu perawatan diri anak retardasi mental. Analisa univariat

penelitian dilakukan melalui komputerisasi. Hasil analisa univariat disajikan

dalam bentuk tabel.

Pada analisa univariat untuk variabel dukungan keluarga, peneliti akan

melihat distribusi frekuensinya dengan 2 kategori:

a. Dukungan Keluarga

1) Dukungan keluarga baik

2) Dukungan keluarga kurang baik

47
b. Kebersihan diri

1) Mandiri

2) Dibantu sebagian

3) Dibantu total

2. Analisis Bivariat

Setelah dilakukan analisa univariat, selanjutnya dilakukan analisis

bivariat untuk menentukan hubungan antara dua variabel yaitu variabel

Dukungan Keluarga dengan variabel Kebersihan Diri menggunakan uji

statistik Chi Square. Adapun interprestasi hasil dengan menggunakan Uji

Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95%, Maka ada hubungan antara

dukungan keluarga dengan kebersihan diri pada anak retardasi mental.

48
DAFTAR PUSTAKA

Aminah, S. E. (2019). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemandirian


Perawatan Diri Anak Retardasi Mental Ringan-Sedang Di SLB cicalengka,
1- nomor ;2. Retrieved from
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/JKG/article/view/2633

Andarmoyo, S. (2012). Keperawatan Keluarga (1st ed.). Yogyakarta: Graha Ilmu.


Apriyanto, N. (2012). Seluk-Beluk Tunagrahita (1st ed.). Yogyakarta:
Javalitera.

Dapodikdasmen. (2019). Data Pokok Pendidikan Dasar Dan Menengah Direktorat


Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Kementerian Pendidikan Dan
Kebudayaan. Retrieved November 5, 2019, from
https://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id/pd

Desininggrum, R. D. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:


Psikosain.

Dewi, S. K. (2014). Ilmu keperawatan Dasar. (R. Sajono, Ed.) (1st ed.).
Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Dewi, V. K., & Banjarmasin, P. K. (2017). Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Dengan Tingkat Kemandirian Anak Retardasi Mental Ringan, 4-No 1, 21–
25. Retrieved from
https://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/ANN/article/view/1015

Fithria. (2016). Peran Keluarga Dengan Anak Retardasi Mental Di SDLB Negeri
Labui Banda Aceh Tahun 2011. Retrieved from
http://jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/view/1580

Gaetano, R, Lotrecchiano, E. M., Nancy, j, Roizen, M. ., & Mark L, Batshaw, M. .


(2013). Children Whith Disabilities. United States Of America: Paul H.
Brookes.

Ganda, S. (2015). Anak Berkebutuhan Khusus. Padang: Universitas Negeri


Padang Press.

Indriyani, D., & Asmudi. (2014). Buku ajar keperawatan keluarga. Yogyakarta:
Ar- Ruzz.

Iswanti, D. I., Agusman, F., Mendrofa, M., & Semarang, K. (2019). Hubungan
Dukungan Keluarga Terhadap Tingkat Kemandirian Anak Retardasi
Mental. Jurnal Keperawtan, 11(2), 87–92.
Jensen, S., Constance, H., & Craven, R. (2013). Fundamentals Of Nursing Human
Health And Function (7th ed.). United States: Elsevier Inc.

Kadim,M. (2017). Retardasi Mental, (April).


https://doi.org/10.14238/sp2.3.2000.170-7

Kemenkes RI. (2017). Pedoman Pelaksanaan Pelayan Kesehatan Reproduksi


Bagi Penyandang Disabilitas Usia Dewasa. Retrieved from
http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/Pedoman Pelaksanaan
Pelayanan Kespro Bagi Penyandang Disabilitas Usia Dewasa.pdf

Kokasih, E. (2012). Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. In


Psikopatologi Anak. Bandung: Yrama Widya.

Lusia, N. P. (2017). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat


Kemandirian Berpakaian Anak Retardasi Mental Di SDLB Negeri
Colomadu. https://doi.org/http://eprints.ums.ac.id/58291/12/naspub
%20BARU%20UCH.pdf

Notoatmodjo, S. (2014). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Nursalam. (2011). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Ramawati, D. (2015). Kemampuan Perawatan Diri Anak Tuna Grahita


Berdasarkan Faktor Eksternal Dan Internal Anak. Retrieved from
http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/32

Ratno, A. (2017). Pengaruh Bermain Terhadap Kemandirian Siswa Retardasi


Mental Ringan Dalam Pemenuhan Activity Daily Living Di TK ABA 58
Surabaya. PEDAGOGI: Jurnal Anak Usia Dini Dan Pendidikan Anak
Usia Din, 3.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.30651/pedagogi.v3i3b.1061

Rini, R. P. (2015). Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Orang Tua Dengan


Tingkat Kemandirian Anak Retardasi Mental Dalam Personal Hygiene Di
SDIT Negeri Colomadu. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Retrieved
from https://onesearch.id/Record/IOS2728.21978

Sa’diyah, R. (2017). Pentingnya Melatih Kemandirian Anak. Kordina, xvi.


Retrieved from
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/kordinat/article/view/6453

Safrudin. (2015). Pendidikan Seks Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:


Pustaka Setia. https://doi.org/https://doi.org/10.24090/jk.v2i2.559

Sayono. (2013). Metode Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.


Setiadi. (2013). Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu. Sudarsini. (2017). Bina Diri Anak Berkebutuhan Khusus (1st ed.).
Mangliawan, Pakis, Malang: Gunung Samudera.

Supar, A. N. (2015). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat


Kemandirian Pada Anak Retardasi Mental Sedang Kelas 1-6 Di Slb
Yayasan Pembinaan Anak Cacat (ypac) semarang.

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi Dalam Praktik.


Jakarta : EGC.

Suryani eko, Badi’ah Atik. (2017). Asuhan Keperawatan Anak Sehat


Berkebutuhan Khusus (2nd ed.). Jakarta : EGC: Bursa Ilmu.

Suyono. (2014). Metode Penelitian Kesehatan Dan Kedokteran. Yogyakarta:


Bursa Ilmu.

Syahda, S. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemandirian Anak


Retardasi Mental Di SDLB Bangkinang Tahun 2016, 2(23), 43–48.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v2i1.25

Verawati, M. K. (2016). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan


Perawatan Diri Pada Anak Retradasi Mental Di SDLB Negeri 1 Bantul.
Retrieved from http://digilib.unisayogya.ac.id/id/eprint/2152

WHO. (2017). Mental Disorder. Retrieved from https:/www.who.int/mental_healt


5

Anda mungkin juga menyukai