Anda di halaman 1dari 65

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SANTRI PUTRA


TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN
PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN
AL-HIJRAH PANDEGLANG

OLEH :

ELVIRA NURALIYA MA’MUN


NIM. 181030100323

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2022
PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SANTRI PUTRA


TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN
PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN
AL-HIJRAH PANDEGLANG

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna


Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH :

ELVIRA NURALIYA MA’MUN


NIM. 181030100323

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Penelitian:

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SANTRI PUTRA TENTANG


PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SCABIES DI
PONDOK PESANTREN AL-HIJRAH PANDEGLANG

Telah disetujui untuk diujikan di hadapan Dewan Penguji Proposal Penelitian


Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Widya Dharma Husada Tangerang

Pamulang,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Ns. Heri Setiawan, S.Kep., M.Kes Desy Darmayanti. SST, M.Kes


NIDN. 0429069001 NIDN.0408127304

Mengetahui
Ketua Program Studi S-1 Keperawatan

Ns. Dewi Fitriani, S.Kep., M.Kep


NIDN. 0317107603

ii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Elvira Nuraliya Ma’mun

NIM : 181030100323

Tempat dan Tanggal Lahir : Pandeglang, 01 Januari 2000

Menyatakan bahwa karya ilmiah (Proposal Penelitian) yang berjudul “Hubungan

Tingkat Pengetahuan Santri Putra Tentang Personal Hygiene Dengan Kejadian

Penyakit Scabies Di Pondok Pesantren Al-hijrah Pandeglang ” adalah bukan karya

tulis ilmiah orang lain sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan

yang telah disebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila pernyataan ini

tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi akademis.

Tangerang , Juni 2022


Yang membuat pernyataan,

Elvira Nuraliya Ma’mun


NIM. 181030100323

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal

penelitian yang berjudul “Hubungan tingkat pengetahuan sntri putra tentang

personal hygiene dengan kejadian penyakit scabies di Pondok Pesantren Al-hijrah

Pandeglang”. Proposal penelitian ini diajukan ini untuk memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi S1 Ilmu

Keperawatan di STIKes Widya Dharma Husada Tangerang. Dalam penyusunan

proposal penelitian ini penulis menyadari bahwa banyak mendapat bantuan berupa

bimbingan. Arahan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini

penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Dr. (HC) Drs. Darsono selaku Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Widya Dharma Husada Tangerang.

2. Ns. Riris Andriati, S. Kep., M.,Kep. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Widya Dharma Husada Tangerang.

3. H.Endang Aljarodi, Selaku Pimpinan Pondok Pesantren Al-hijrah Pandeglang

4. Muhammad Zulfikar Adha, S.KM., M.KL. selaku Wakil Ketua I Bidang

Akademik STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.

5. Siti Novy Romlah, SST., M.Kes. selaku Wakil Ketua II Bidang Administrasi

Kepegawaian dan Keuangan STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.

6. Ida Listiani, S.ST., M.Kes. selaku Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan dan

Alumni STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.

iv
7. Ns. Dewi Fitriani, S.Kep., M.Kep. selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan

dan Pendidikan Profesi Ners STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.

8. Ns. Heri Setiawan, S.Kep., M.Kes. selaku Pembimbing I Pembimbing materi

penulisan yang telah memberikan banyak arahan dalam penyusunan proposal

penelitian.

9. Desy Darmayanti, SST., M.Kes. Selaku Pembimbing II Pembimbing teknis

penulisan yang telah memberikan banyak arahan dalam penyusunan proposal

penelitian.

10. Seluruh Dosen dan Staf tata usaha STIKes Widya Dharma Husada Tangerang

yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan serta fasilitas dalam

mengikuti pendidikan dan penyelesaian pendidikan.

11. Kedua orang tua dan adik-adik saya yang selalu memberikan dukungan, do’a,

motivasi, semangat dan materi demi terselesaikannya pendidikan ini.

12. Teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Dengan berbagai keterbatasan dalam pembuatan proposal penelitian ini, penulis

menerima kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan proposal

penelitian ini. Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat

bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan profesi keperawatan

khususnya.

Pamulang, Juni 2022

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR BAGAN ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 6
C. Pertanyaan Penelitian ............................................................... 7
D. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8
E. Manfaat Penelitian ................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori ............................................................................ 10
B. Penelitian Terkait ..................................................................... 35
C. Kerangka Teori Penelitian ........................................................ 38
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep ..................................................................... 39
B. Definisi Operasional ................................................................. 41
C. Hipotesis ................................................................................... 42
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ................................................................... 44
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 44
C. Populasi dan Sampel .............................................................. 45
D. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ................................ 45

vi
E. Pengolahan dan Analisa Data .......................................................... 48
F. Etika Penelitian ............................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional .......................................................................... 41

viii
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Kerangka Konsep .............................................................................. 39

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Studi Pedahuluan

Lampiran 2 Balasan Surat Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 3 Dokumentasi Studi Pendahuluan

Lampiran 4 Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 5 Lembar Informed Consent

Lampiran 6 lembar kuesioner

x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Penyakit berbasis lingkungan yaitu fenomena penyakit yang terjadi pada

sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, berakar, atau memiliki

keterkaitan erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah

ruang dimana masyarakat tersebut tinggal atau beraktivitas dalam jangka

waktu tertentu (Achmadi, 2012). Penyakit tersebut bisa dicegah atau

dikendalikan, kalau kondisi lingkungan yang berhubungan atau diduga

berhubungan dengan penyakit tersebut dihilangkan.

Penyakit kulit merupakan salah satu jenis penyakit menular yang berbasis

lingkungan. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit adalah

skabies. Penyakit ini banyak di jumpai di daerah yang beriklim tropis dan

masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat. Faktor yang dapat

mendukung terjadinya skabies adalah tingkat pengetahuan dan personal

hygiene (Eddy, dkk. 2021).

Pemeliharaan personal hygiene sangat menentukan status kesehatan,

dimana individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga kesehatan

dan mencegah terjadinya penyakit. Upaya kebersihan diri ini mencakup

tentang kebersihan rambut, mata, telinga, gigi, mulut, kulit, kuku, serta

kebersihan dalam berpakaian. Salah satu upaya personal hygiene adalah

merawat kebersihan kulit karena kulit berfungsi untuk melindungi

1
2

permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh dan mengeluarkan kotoran-

kotoran tertentu. Kulit sangat penting sebagai pelindung organ -organ tubuh,

maka kulit perlu dijaga kesehatannya. Penyakit kulit dapat disebabkan oleh

jamur, virus, kuman dan parasit. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan

oleh parasit adalah Skabies (Tarwoto & Wartonah, 2015).

Skabies merupakan penyakit kulit yang masih sulit diatasi pada manusia

terutama yang tinggal di lingkungan padat penduduk, hal ini dapat

menyerang semua ras dan umur serta cenderung tinggi pada anak-anak dan

remaja yang berjenis laki-laki. Biasanya hal ini disebabkan oleh pemicu

yaitu kebersihan diri yang buruk (Khambali, 2021).

scabies adalah penyakit kulit yang di sebabkan oleh tungau (kutu kecil)

yaitu Sarcoptes skabiei varieta hominis. yang termasuk dalam kelas

Arachnida. Penyakit tersebut merupakan masalah kesehatan bagi

masyarakat terutama di wilayah beriklim tropis dan subtropics. Jumlah

penderita skabies di dunia lebih dari 300 juta setiap tahun dengan angka

yang bervariasi di setiap Negara (Sungkar, 2016).

Penyakit ini dapat menyebar secara langsung maupun tidak langsung

melalui pakaian, perlengkapan tidur, dan handuk. Prevalensi skabies akan

meningkat pada kelompok masyarakat yang hidup dengan kondisi

kebersihan dan lingkungan yang rendah. Hal ini biasanya berhubungan

dengan pengetahuan dan perilaku yang masih rendah (Sebayang, 2018 ).


3

Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2018 jumlah

penderita skabies di dunia sekitar 300 juta setiap tahun dengan angka yang

bervariasi di setiap negara. Prevalensi penderita skabies di negara India

13%, Panama 32%, Fiji 32%, Kepulauan Salomon 43%, Komunitas

Aborigin Australia 50%, Papua Nugini 71% dan Sierra Leone 86% .

Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Di

beberapa negara berkembang, kejadian skabies sekitar 6% - 27% dari total

populasi, menyerang semua ras dan kelompok umur serta cenderung tinggi

pada anak-anak dan remaja yang berjenis kelamin laki-laki. Biasanya hal ini

disebabkan oleh pemicu yaitu kebersihan diri yang buruk. (Efendi, dkk.

2020).

Berdasarkan data (Kemenkes RI, 2020), skabies masih merupakan salah

satu penyakit kulit yang sering ditemukan di Puskesmas, Poliklinik dan

Rumah Sakit. Prevalensi skabies sekitar 6,6%-15,95% yang merupakan

penyakit ketiga terbesar dari 12 penyakit kulit pada umumnya. Berdasarkan

profil di Provinsi Banten kejadian penyakit skabies terdapat 49,50 % dan di

kota Serang terdapat 66,70% (Dinkes Provinsi Banten 2018).

Penellitian yang dilakukan oleh Kariza, dkk Tahun 2021 dengan judul

hubungan personal hygiene dan tingkat pengetahuan dengan kejadian

skabies pada santri pesantren miftahul huda al-hadi tasikmalaya. Dari

jumlah sampel sebanyak 65 orang, santri yang menderita skabies penelitian

di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-hadi Tasikmalaya 40 orang santri


4

(62%) mengalami kejadian skabies. Mayoritas personal hygiene santri

cukup (51%) dan tingkat pengetahuan buruk (65%). Hasil analisis bivariat

chi-square menunjukkan hubungan personal hygiene dan tingkat

pengetahuan dengan kejadian skabies (p = 0,001 > 0,05). Jadi terdapat

hubungan antara pengetahuan buruk dengan personl hygiene santri.

Penelitian ini dilakukan di wilayah pesantren, dari data yang ada penderita

skabies yang sering terjadi adalah santri pondok pesantren, karena perilaku

hidup bersih dan sehat terutama kebersihan personal hygiene yang kurang

mendapatkan perhatian dari para santrinya. Penularan terjadi bila

kebersihan pribadi dan lingkungan tidak terjaga dengan baik masih ada

pondok pesantren yang lingkungannya kurang baik dan sanitasinya buruk

sehingga perlu dilakukan penelitian (Handari, 2018)

Upaya meningkatkan derajat kesehatan santri, perlu adanya upaya untuk

meningkatkan pengetahuan santri tentang kesehatan secara umum,

khususnya tentang skabies sehingga diharapkan ada perubahan perilaku

kebersihan perorangan dengan hasil akhir menurunya angka kesakitan

penyakt menular. (Saryono & Widianti, 2012).

Pondok Pesantren mempunyai kegiatan yang sangat padat, baik kegiatan

formal atau non formal, maka dengan adanya kegiatan yang padat sehingga

santri pondok pesantren kurang memperhatikan kebersihan diri dan

kebersihan lingkungan serta hunian yang padat merupakan faktor terjadinya

santri terkena penyakit skabies.


5

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan di Pondok Pesantren Al-hijrah

Pandeglang pada tanggal 25 maret 2022. Dari hasil wawancara yang

dilakukan kepada pengurus pondok pesantren dan kelima santriwan

didapatkan bahwa 4 dari 5 santriwan sedang menderita penyakit kulit, yang

tanda-tandanya mirip seperti skabies. Yang berupa gatal-gatal di bagian

sela-sela tangan, kaki dan badan hal ini terjadi secara berulang. Gatal terjadi

pada malam hari karena tungau skabies meningkat di suhu yang lebih

lembab dan panas. Biasanya tidur bersama, dilihat dari kamar yang kurang

ventilasi dan ukuran kamar yang rata-rata adalah 5 meter persegi dengan

jumlah santri setiap kamar rata-rata 5-8 orang membuat para santri tidur

secara bergerombol dikamar.

Pada kehidupan sehari-hari santri sering memakai baju, sarung, dan handuk

secara bergantian, pakaian yang kotor ditumpuk sampai pakaian yang bersih

habis dipakai baru kemudian dicuci, air yang digunakan untuk mandi dan

mencuci adalah air sumur gali. Upaya dari pesantren untuk menghadapi

kasus ini biasanya dengan mengingatkan untuk lebih meningkatkan hidup

bersih dan lebih rajin dalam rapih-rapih. Untuk intervensi sendiri biasanya

santri yang mengeluh gatal-gatal diperiksakan ke puskesmas dan diberi obat

yang berupa salep. Berdasarkan hasil wawancara belum ada program

kesehatan di Pesantren misalnya penyuluhan kesehatan terkait Personal

Hygiene.
6

B. Rumusan Masalah

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan dengan survey secara langsung di

Pondok Pesantren Al-hijrah, kelima santriwan didapatkan bahwa 4 dari 5

santriwan sedang menderita penyakit kulit, yang tanda-tandanya mirip

seperti skabies. Yang berupa gatal-gatal di bagian sela-sela tangan, kaki dan

badan hal ini terjadi secara berulang. Gatal terjadi pada malam hari karena

tungau skabies meningkat di suhu yang lebih lembab dan panas. Menurut

wali asuh santri putra mengatakan kesadaran santri tentang kebersihan diri

dan lingkungan masih kurang. seperti mandi sehari sekali, meminjam-

minjam pakaian, menggunakan alas tidur secara bersamaan, jarang

menjemur tempat tidur, dan kebiasaan tidak menggunakan alas kaki saat

keluar kamar dan lalu kembali ke kamar tanpa mencuci kaki terlebih dahulu.

Melihat hal ini, pentingnya tentang pendidikan kesehatan baik dengan

menjaga kebersihan diri atau personal hygiene bagi para santri yang

berhubungan dengan terjadinya penyakit scabies.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam

peneitian ini adalah apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan santri

putra tentang personal hygiene dengan kejadian penyakit scabies di Pondok

Pesantren Al-hijrah Pandeglang?

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana karakteristik umur dan pendidikan santri putra di Pondok

Pesantren Al-hijrah Pandeglang?


7

2. Bagaimana kejadian skabies pada santri putra di Pondok Pesantren Al-

hijrah Pandeglang?

3. Adakah hubungan tingkat pengetahuan personal hygiene dengan

kejadian skabies pada santri putra di Pondok Pesantren Al-hijrah

Pandeglang

4. Adakah hubungan pengetahuan personal hygiene dengan kejadian

skabies pada santri putra di Pondok Pesantren Al-hijrah Pandeglang?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

tingkat pengetahuan santri putra tentang personal hygiene dengan

kejadian penyakit skabies di Pondok Pesantren Al-hijrah Pandeglang

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi karakteristik santri putra Pondok Pesantren

Al-hijrah Pandeglang

2. Mengidentifikasi kejadian skabies pada santri putra di Pondok

Pesantren Al-hijrah Pandeglang

3. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan personal hygiene dengan

kejadian scbies pada santri putra di Pondok Pesantren Al-hijrah

Psndeglang
8

4. Menganalisa hubungan pengetahuan personal hygiene dengan

kejadian skabies pada santri putra di Pondok Pesantren Al-hijrah

Pandeglang

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Stikes Widya Dharna Husada Tangerang

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai data dasar referensi dan acuan

mahasiswa/i dapat memberikan pengetahuan dan menambahkan

keterampilan penulis dalam menganalisis dan mengolah data. Dalam

mendapatkan pengaruh pendidikan personal hygiene terhadap

kemampuan pencegahan skabies.

2. Bagi Santri

Hasil penelitian ini diharapkan santri akan mendapatkan informasi

mengenai skabies dan penceghan skabies tidak terjadi secara berulang.

3. Bagi Pondok Pesantren

Penulis mengharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu

tambahan pengetahuan dan masukan dalam rangka melakukan tindakan

pencegahan penyakit skabies agar tidak terjadi secara terus-menerus


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Konsep Penyakit Skabies

a. Definisi Skabies

Skabies atau gudig merupakan infestasi ektoparasit. Agen penyebab

penyakit tersebut adalah Sarcoptes Scabiei (S. Scabiei) var homonis

dan transmisi terjadi akibat kontak manusia ke manusia. Sarcoptes

scabiei merupakan agen penyebab human scabies. Nama Sarcoptes

Scabiei berasal dari bahasa yunani “sarx” yang berarti daging dan

“koptein” memotong, dan bahasa latin “skabere” yaitu menggaruk

(Hengge et al, 2006 dalam Brahmanti & Setia 2020).

Skabies adalah salah satu kondisi dermatologis yang paling umum,

terhitung sebagai penyebab sebagian besar penyakit kulit di negara

berkembang. Secara global, diperkirakan mempengaruhi lebih dari

200 juta orang setiap saat, meskipun upaya lebih lanjut diperlukan

untuk menilai beban ini. Perkiraan prevalensi dalam literatur terkait

skabies baru-baru ini berkisar dari 0,2% hingga 71%, (WHO, 2020).

Dapat disimpulkan Skabies adalah penyakit kulit menular karena

infeksi tungau Sarcoptes scabiei. Merupakan parasit yang dapat

membuat terowongan di dalam kulit. Parasit ini dapat menyebabkan

erupsi pruritus pada kulit dan tidak membahayakan manusia.

9
10

Skabies banyak ditemukan di tempat yang dihuni oleh orang banyak

disertai kebersihan serta perilaku penghuninya yang buruk, salah

satunya seperti di pondok pesantren, asrama, penjara, dan panti

jompo.

b. Etiologi

Sarcoptes scabiei termasuk dalam kategori filum Arthropoda, kelas

Arachnida, Ordo Ackarima, famili Sarcoptes. Jenis penyebab

skabies pada manusia disebut Sracoptes scabiei var hominis. Selain

itu, terdapat S. skabiei yang lain, misalnya pada hewan seperti

kambing dan babi (Sudirman, 2006 dalam Lathifa, 2014 )

Secara morfologik adalah tungau kecil, bentukan oval, punggung

cembung, bagian perut rata, dan mempunyai 8 kaki. Tungau

initranslusen, warna putih kotor, dan tidak memiliki bermata.

Ukuran tungau betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350

mikron, sedangkan tungau jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron

x 150-200 mikron. Bentukan dewasa memiliki 4 pasang kaki, dua

pasang kaki didepan sebagai alat untuk melekat dan dua pasang kaki

kedua pada tungau betina lainnya memiliki rambut, sedangkan pada

tungau jantan pasangan kaki ketiga dengan rambut dan keempat

berakhir digunakan sebagai alat pereka (Rohmawati, 2010)

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut ; setelah kopulasi

(perkawinan) yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati,


11

kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan

yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi

menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 2-

3 milimeter sehari sambil meletakkan telurnya 2 hingga 50. Bentuk

betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan

menetas biasanya dalam waktu 3 sampai 10 hari dan menjadi larva

yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam

terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan

menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan

4 pasang kaki. Seluruh siklus hidup mulai dari telur sampai bentuk

dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari (Sungkar, 2016)

Skabies dapat ditularkan secara langsung atau tidak langsung namun

cara penularan skabies yang paling sering adalah melalui kontak

langsung antara individu saat tungau sedang berjalan dipermukaan

kulit. Kontak langsung adalah kontak kulit ke kulit yang cukup lama

misalnya pada saat tidur bersama. Kontak langsung jangka pendek

misalnya berjabat tangan dan berpelukan. Skabies lebih mudah

menular secara kontak langsung dari orang ke orang yang kondisi

kebersihannya kurang terjaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi, dan

kondisi ruangan yang terlalu lembab dan kurang mendapat sinar

matahari secara langsung Penyakit kulit skabies menular dengan

cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam

pengobatannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh


12

pada semua orang dan lingkungan pada komunitas yang terserang

skabies (Sungkar, 2016 dalam Cindy dkk, 2018).

c. Epidemologi

Menurut Global Burden of Disease pada tahun 2015 terdapat lebih

dari 204 juta kasus skabies terjadi diseluruh dunia, dengan

peningkatan persentase sebanyak 6,6 %. di rumah sakit India,

ditemukan 77,76% kasus skabies yang terjadi pada anak-anak. Data

dari puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 2008, prevalensi

skabies adalah 5,6% sampai 12,95% dan skabies di Indonesia

menduduki urutan ke 3 dari 12 penyakit kulit tersering (Departemen

Kesehatan RI, 2008). Insiden skabies di negara berkembang

menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat

dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemi dan permulaan

epidemi berikutnya kurang lebih 10 sampai 15 tahun. Beberapa

faktor yang dapat membantu penyebarannya adalah kemiskinan,

higiene yang jelek, hubungan seksual, diagnosis yang salah,

demografi, ekologi, dan derajat sensitasi individual (Harahap, 2000

dalam Bhuvaneswari dan Ramaprasad 2018) adapun cara

penularannya adalah:

1) Kontak langsung (kulit dengan kulit)

Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti

berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada

orang dewasa hubungan seksual merupakan hal tersering,


13

sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua atau

temannya.

2) Kontak tidak langsung (melalui benda)

Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui

perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan

mempunyai peran kecil pada penularan. Namun demikian,

penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut memegang

peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa

sumber penularan utama adalah selimut (Djuanda, 2010).

d. Patogenesis

Lesi primer skabies berupa terowongan yang berisi tungau, telur,

dan hasil metabolisme. Pada saat menggali terowongan tungau

mengeluarkan sekret yang dapat melisiskan stratum korneum.

Sekret dan eksekret menyebabkan sensitisasi sehingga

menimbulkan pruritus dan lesi sekunder. Lesi sekunder berupa

papul, vesikel, pustul dan kadang bulat. Terdapat juga lesi tersier

berupa ekskoriasi,

eksematisasi dan pioderma.

Tungau hanya terdapat di lesi primer dan hidup didalam

terowongan. Tempat predileksi, yaitu jari tangan, pergelangan

tangan bagian ventral, siku bagian luar, lipatan ketiak depan,

umbilikus, gluteus, genitalia eksterna pada laki-laki dan areola

mammae pada perempuan (Sutanto dkk., 2008 dalam Akmal 2018).


14

e. Gejal skabies

Gejala yang ditunjukan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal

pada kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan,

lipatan paha dan muncul gelembung berair pada kulit (djuanda,

2010).

f. Klasifikasi Skabies

Penyakit skabies memiliki beberapa bentuk, antara lain :

1) Skabies pada orang bersih

Skabies bentuk ini terdapat pada orang yang tingkat

kebersihannya baik, sehingga papul dan terowongan yang

ditemukan jumlahnya sangat sedikit.

2) Skabies pada bayi dan anak

Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk

seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering

terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga

terowongan jarang ditemukan. Lesi skabies pada bayi, banyak

ditemukan di daerah muka.

3) Skabies yang ditularkan oleh hewan

Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang

kontak langsung dengan hewan, contohnya anjing. Skabies jenis

ini gejalanya ringan, penderita merasa tidak terlalu gatal, dan


15

tidak timbul terowongan. Lesi terdapat pada daerah yang sering

kontak dengan hewan, seperti paha, perut, dada dan lengan.

4) Skabies noduler

Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal.

Nodus sering terdapat di daerah yang tertutup, terutama pada

genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai

reaksi hipersensitivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus

yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan.

Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai

satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan

kortikosteroid.

5) Skabies incognito

Obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala

dan tanda skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya,

pengobatan dengan steroid topical yang lama dapat pula

menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan

oleh karena penurunan respons imun seluler.

6) Skabies terbaring di tempat tidur (Bed ridden)

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus

tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya

terbatas.
16

7) Skabies krustosa (Norwegian scabies)

Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang

luas dengan krusta, skuama generalisata, dan hiperkeratosis

yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang

berambut, siku, lutut, telapak tangan, dan kaki yang dapat

disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal

pada penderita skabies norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini

sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat

banyak (ribuan). Skabies norwegia terjadi akibat defisiensi

imunologi sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi

proliferasi tungau sehingga dapat berkembang biak dengan

mudah.

g. Diagnosis

Menurut Handoko (2007) Dalam Lathifa (2014) untuk

mendiagnosis penyakit skabies dapat ditegakkan dengan

menentukan 2 dari 4 tanda dibawah ini:

1) Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas

tungau yang lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.

2) Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya

dalam sebuah keluarga, sehingga seluruh keluarga terkena

infeksi, di asrama atau pondokan. Begitu pula dalam sebuah

perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar

tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.


17

Walaupun seluruh anggota keluarga mengalami investasi

tungau, namun tidak memberikan gejala. Hal ini dikenal sebagai

keadaan hiposensitisasi. Penderita bersifat sebagai pembawa.

3) Adanya kunikulus (terowongan)

pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-

abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1

cm, pada ujung terowongan ditemukan papula atau vesikel. Jika

terdapat infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorf (pustul,

ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya di tempat yang

memiliki stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan,

pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipatan ketiak,

areola mammae pada perempuan, umbilikus, gluteus dan

genitalia eksterna pada laki-laki.

4) Menemukan tungau merupakan hal yang paling menunjang

diagnosis. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup

tungau. Selain tungau dapat menemukan telur dan skibala

(kotoran).

h. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis penyakit skabies dapat didukung dengan pemeriksaan

penunjang, yang meliputi :

1) Kerokan kulit.

Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan

atau papula menggunakan skalpel nomor 15. Kerokan diletakkan


18

pada kaca objek, diberi minyak mineral atau minyak imersi,

diberi kaca penutup, dan dengan mikroskop pembesaran 20x

atau 100x dapat dilihat tungau, telur, atau fecal pellet.

2) Mengambil tungau dengan jarum.

Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap

(kecuali pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan

digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan

dapat diangkat keluar.

3) Epidermal shave biopsy.

Pemeriksaan biopsi dapat ditemukan terowongan atau papul

yang dicurigai antara ibu jari dan jari telunjuk, dengan hati-hati

diiris puncak lesi dengan skalpel nomor 15 yang dilakukan

sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat

superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan atau tidak perlu

anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu ditetesi

minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.

4) Kuretase terowongan.

Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau

puncak papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop,

setelah diletakkan di gelas objek atau ditetesi minyak mineral.

5) Tes tinta burowi.

Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera

dihapus dengan alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat


19

sebagai garis yang karakteristik, berkelok-kelok, karena ada

tinta yang masuk. Tes ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada

anak dan pada penderita yang non-kooperatif.

6) Tetrasiklin topikal.

Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai.

Setelah dikeringkan selama 5 menit, hapus larutan tersebut

dengan isopropil alkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam

melalui kerusakan stratum korneum dan terowongan akan

tampak dengan penyinaran lampu Wood, sebagai garis linier

berwarna kuning kehijauan sehingga tungau dapat ditemukan.

7) Apusan kulit.

Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada

lesi dan diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian

diletakkan di atas gelas objek (enam buah dari lesi yang sama

pada satu gelas objek) dan diperiksa dengan mikroskop.

8) Biopsi plong (Punch biopsy)

Biopsi berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya

tungau atau telur. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah

tungau hidup pada penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga

biopsi berguna bila diambil dari lesi yang meradang. Secara

umum digunakan punch biopsy, tetapi epidermal shave biopsy

adalah lebih sederhana dan biasanya dilakukan tanpa anestetik


20

lokal pada penderita yang tidak kooperatif (Murtiastutik, 2008

dalam lathifa 2014)

i. Tatalaksana

Beberapa macam obat bentuk topikal yang dapat digunakan untuk

pengobatan skabies, antara lain (Handoko,2007 Dalam Lathifa

2014).

1) Gama benzena heksa klorida (gameksan)

Gameksan tersedia dalam bentuk krim atau losio dengan

konsentrasi 1%. Obat ini termasuk pilihan obat yang efektif

pada semua stadium. Cukup dioleskan sekali saja, jika masih ada

gejala diulangi seminggu kemudian.

2) Emulsi benzil-benzoas (20-25%)

Emulsi benzil-benzoas efektif terhadap semua stadium, dapat

diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh,

sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah

dipakai.

3) Belerang endap (sulfur presipitatum)

Belerang endap tersedia dalam bentuk salep atau krim dengan

konsentrasi 4-20%. Kekurangannya adalah berbau, mengotori

pakaian dan terkadang bisa timbul iritasi.

4) Krotamiton 10%

Krotamiton tersedia dalam bentuk krim atau losio. Krotamiton

merupakan obat pilihan yang mempunyai efek sebagai anti


21

skabies dan anti gatal. Penggunaan obat ini harus dijauhkan dari

mata, mulut, dan uretra.

5) Permetrin dengan kadar 5%

Permetrin tersedia dalam bentuk krim, namun kurang toksik

dibandingkan gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya

sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi

setelah seminggu. Tidak dilanjutkan pada bayi di bawah umur

12 bulan (Handoko, 2007 Dalam Lathifa, 2014).

j. Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta

syarat pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi (antara

lain hygiene), maka penyakit skabies dapat memberikan prognosis

yang baik (Djuanda, 2010 dalam Sungkar, 2016).

k. Pencegahan

Penyakit skabies sangat erat kaitannya dengan kebersihan diri dan

lingkungan yang tidak sehat, maka pencegahan penyakit skabies

yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Menjaga kebersihan kulit dengan cara mandi minimal dua kali

sehari dengan menggunakan sabun dan menggosok kulit agar

kuman dapat diangkat dari kulit.

2) Mencuci tangan dan kaki serta menjaga agar tangan dan kaki

tidak lembab khususnya sela-sela jari.


22

3) Mencuci pakaian dan linen dengan deterjen, menyetrika dan

menyimpannya pada tempat yang bersih.

4) Menjemur kasur dan bantal minimal sekali seminggu.

5) Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.

6) Membersihkan tempat tidur dan kamar tidur setiap hari.

7) Apabila memelihara hewan peliharaan agar merawat hewan

tersebut dan kandangnya.

8) Menjaga kelembapan, pencahayaan, dan luas ventilasi serta

kepadatan penghuni kamar sesuai dengan persyaratan kesehatan

lingkungan rumah dan pesantren.

9) Menghindari kontak dengan orang-orang, hewan serta kain atau

barang-barang yang dicurigai terinfeksi skabies (Soedarto, 2009

Dalam Lathifa 2014).

l. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Skabies Menurut penelitian

Asoly Giovano (2016), faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

skabies adalah sebagai berikut :

1) Pengetahuan

Skabies masih merupakan penyakit yang sulit diberantas, pada

manusia yang tingkat pendidikan dan pengetahuan yang masih

rendah, dan pengendalian sangat sulit.

2) Sikap

Sikap (attitude) merupakan konsep paling dalam psikologi sosial

yang membahas unsur sikap baik sebagai individu maupun


23

kelompok. Banyak kajian dilakukan untuk merumuskan

pengertian sikap, proses terbentuknya sikap, maupun perubahan.

3) Perilaku personal hygiene

Kebersihan diri (personal hygiene) sangat berkaitan dengan

pakaian, tempat tidur yang digunakan sehari-hari. Hasil

penelitian ini diperkuat oleh (Setyowati, 2014) menyatakan

bahwa kebersihan diri tersebut.

4) Usia

Penyakit kulit skabies bisa menyerang semua orang dan semua

umur, tetapi untuk usia anak sekolah dan remaja lebih rentan

terserang skabies.

5) Sanitasi lingkungan

Penyakit skabies adalah penyakit kulit yang berhubungan

dengan sanitasi dan hygiene yang buruk, saat kekurangan air dan

tidak adanya sarana pembersih tubuh, kekurangan makan dan

hidup berdesakdesakan, terutama di daerah kumuh dengan

sanitasi yang sangat jelek.

2. Konsep Pengetahuan

a. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek melalui

indera yang dimilikinya. Pengetahuan tiap orang akan berbeda-beda

tergantung dari bagaimana penginderaannya masing-masing


24

terhadap objek atau sesuatu. Secara garis besar terdapat 6 tingkatan

pengetahuan (Notoatmodjo, 2014), yaitu:

1) Tahu (know)

Pengetahuan yang dimiliki baru sebatas berupa mengingat

kembali apa yang telah dipelajari sebelumnya, sehingga

tingkatan pengetahuan pada tahap ini merupakan tingkatan yang

paling rendah. Kemampuan pengetahuan pada tingkatan ini

adalah seperti menguraikan, menyebutkan, mendefinisikan,

menyatakan. Contoh tahapan ini antara lain: menyebutkan

definisi pengetahuan, menyebutkan definisi rekam medis, atau

menguraikan tanda dan gejala suatu penyakit.

2) Memahami (comprehension)

Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini dapat diartikan sebagai

suatu kemampuan menjelaskan tentang objek atau sesuatu

dengan benar. Seseorang yang telah faham tentang pelajaran

atau materi yang telah diberikan dapat menjelaskan,

menyimpulkan, dan menginterpretasikan objek atau sesuatu

yang telah dipelajarinya tersebut. Contohnya dapat menjelaskan

tentang pentingnya dokumen rekam medis.

3) Aplikasi (application)

Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini yaitu dapat

mengaplikasikan atau menerapkan materi yang telah

dipelajarinya pada situasi kondisi nyata atau sebenarnya.


25

Misalnya melakukan assembling (merakit) dokumen rekam

medis atau melakukan kegiatan pelayanan pendaftaran.

4) Analisis (analysis)

Kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen yang ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis yang dimiliki seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), memisahkan dan

mengelompokkan, membedakan atau membandingkan. Contoh

tahap ini adalah menganalisis dan membandingkan kelengkapan

dokumen rekam medis menurut metode Huffman dan metode

Hatta.

5) Sintesis (synthesis)

Pengetahuan yang dimiliki adalah kemampuan seseorang dalam

mengaitkan berbagai elemen atau unsur pengetahuan yang ada

menjadi suatu pola baru yang lebih menyeluruh. Kemampuan

sintesisini seperti menyusun, merencanakan, mengkategorikan,

mendesain, dan menciptakan. Contohnya membuat desain form

rekam medis dan menyusun alur rawat jalan atau rawat inap.

6) Evaluasi (evalution)

Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini berupa kemampuan

untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi

atau objek. Evaluasi dapat digambarkan sebagai proses

merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang


26

sangat diperlukan untuk membuat alternatif keputusan. Tahapan

pengetahuan tersebut menggambarkan tingkatan pengetahuan

yang dimiliki seseorang setelah melalui berbagai proses seperti

mencari, bertanya, mempelajari atau berdasarkan pengalaman.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2014) faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan, yaitu:

1) Pendidikan

Pendidikan adalah proses mendewasakan seseorang atau proses

perubahan sikap dan tata laku seseorang melalui pengajaran dan

pelatihan. Pendidikan juga salah faktor yang mempengaruhi

persepsi seseorang, sehingga orang tersebut dapat lebih mudah

mengambil keputusan dan bertindak.

2) Sumber informasi

Jika seseorang memiliki sumber informasi yang banyak, dapat

dipastikan orang tersebut akan memiliki pengetahuan yang luas.

Karena dari banyaknya sumber informasi yang diperoleh akan

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.

3) Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau buruk.

Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya

walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan


27

menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk

kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan

mempengaruhi pengetahuan seseorang.

4) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,

baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan

berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam

individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi

karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan

direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

5) Pengalaman

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik dari

pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain.

Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh

kebenaran suatu pengetahuan.

6) Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir

seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang

pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik.

3. Konsep Personal hygiene

a. Definisi
28

Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang

artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan

perorangan adalah suatu tindakan memelihara kebersihan dan

kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikologis

(Tarwoto 2010).

b. Tujuan Personal Hygiene

Tujuan dari perawatan personal hygiene adalah meningkatkan

derajat kesehatan, memelihara kebersihan diri seseorang,

memperbaiki personal hygiene yang kurang, pencegahan penyakit,

meningkatkan percaya diri seseorang, dan menciptakan keindahan

(Tarwoto dan Wartonah, 2010).

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene

Menurut Laily dan Andarmoyo (2012), sikap seseorang melakukan

personal hygiene dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain :

1) Citra tubuh (body image)

Penampilan umum pasien dapat menggambarkan pentingnya

hygiene pada orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep

subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya. Citra tubuh

mempengaruhi cara mempertahankan hygiene.

2) Praktik social

Kelompok-kelompok sosial dapat mempengaruhi praktik

hygiene pribadi.

3) Status sosial ekonomi


29

Alat dan bahan yang diperlukan untuk personal hygiene yaitu

handuk, sampo, pasta gigi, sikat gigi dan sabun. Kebutuhan

tersebut sesuai dengan sumber daya ekonomi seseorang yang

dapat mempengaruhi jenis dan tingkat praktik kebersihan yang

digunakan.

4) Pengetahuan

Pengetahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi

kesehatan mempengaruhi praktik hygiene. Pengetahuan itu

sendiri tidak cukup, seseorang juga harus memiliki motivasi

untuk memelihara perawatan diri.

5) Kebudayaan

Kepercayaan kebudayaan dan nilai pribadi seseorang dapat

mempengaruhi perawatan hygiene. Orang dari latar kebudayaan

yang berbeda, mengikuti praktik perawatan diri yang berbeda.

6) Kebiasaan dan kondisi fisik seseorang

Setiap individu memiliki keinginan dan pilihan tentang kapan

untuk mandi, bercukur dan melakukan perawatan rambut. Orang

yang menderita penyakit tertentu atau yang menjalani operasi

seringkali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk

melakukan hygiene pribadi.

d. Macam-Macam Personal Hygiene


30

Seseorang yang memelihara personal hygiene, berarti orang tersebut

menjaga kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk

kesejahteraan fisik dan psikisnya, yang meliputi:

1) Kebersihan kulit

Kulit merupakan lapisan terluar dari tubuh yang berfungsi

sebagai perlindungan jaringan tubuh atau organ-organ yang ada

dibawahnya.

Agar terhindar dari luka dan mikrooganisme yang masuk ke

dalam tubuh. untuk itu diperlukan perawatan terhadap kesehatan

dan kebersihan kulit. Dalam memelihara kebersihan kulit

kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu diperhatikan adalah

menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik

sendiri, mandi minimal 2 kali sehari, mandi memakai sabun,

menjaga kebersihan pakaian, makan yang bergizi terutama

banyak sayur dan buah, dan menjaga kebersihan lingkungan

(Laily dan Andarmoyo, 2012).

2) Kebersihan pakaian

Dalam sehari, pakaian yang terkena keringat akan berbau busuk

dan mengganggu. Keadaan ini akan menjadi masalah kesehatan,

terutama kesehatan kulit karena tubuh menjadi lembab dan

bakteri dapat dengan mudah berkembang. Untuk itu perlu

mengganti pakaian dengan yang bersih setiap hari. Tidak


31

bertukar pakaian dengan teman atau orang lain. Mencuci pakaian

yang kotor dengan air bersih dan sabun (Irianto, 2007 dalam

Budiman, 2021).

3) Kebersihan tangan dan kuku

Menjaga kebersihan tangan dan kuku penting dalam

mempertahankan personal hygiene. Tangan dan kuku yang

kotor akan lebih mudah membawa bibit penyakit masuk ke

dalam tubuh. Menjaga kebersihan tangan dapat dilakukan

dengan cara mencuci tangan, dan kuku pakai sabun. Mencuci

tangan sebelum makan dan setelah buang air besar dan buang air

kecil. Memotong kuku seminggu sekali dan menyikat kuku

menggunakan sabun Potter dan Perry (2006) dalam Fitriani,

(2018).

4) Kebersihan handuk

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Parman dkk.

(2017) di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush shalihat Tanjung

Jabung Barat sebanyak 65,1% santri memiliki kebersihan

handuk yang kurang baik. Hal ini disebabkan karena para santri

sering menggunakan handuk secara bergantian, sehingga

berpeluang 4,316 kali lebih tinggi menderita skabies. Untuk

menghindari terjadinya penularan skabies, sebaiknya para santri

menjaga kebersihan handuk. Kebersihan handuk dapat dijaga

dengan cara mengganti handuk satu minggu sekali, handuk


32

dicuci dengan deterjen, handuk setiap hari dijemur dibawah sinar

matahari dan tidak bergantian handuk dengan orang lain.

5) Kebersihan tempat tidur

Secara tidak langsung tempat tidur yang kotor akan menularkan

penyakit skabies. Hal ini sesuai dengan penelitian yang sudah

dilakukan oleh Tarigan dkk. (2017) di Pondok Pesantren

Matholiul Huda Al Kautsar Pati. Hasil penelitian menunjukkan

38 dari total sampel 46 santri memiliki praktik kebersihan tempat

tidur yang buruk, sehingga santri memiliki resiko 1,8 kali lebih

tinggi untuk menderita skabies. Supaya terhindar dari penyakit

skabies, ada baiknya selalu menjaga kebersihan tempat tidur,

seperti membersihkan tempat tidur sebelum tidur dan setelah

bangun tidur, ganti seprai dan jemur kasur dan bantal setiap satu

minggu sekali.

6) Kebersihan Genitalia

Daerah genitalia merupakan salah satu tempat predileksi dari

tungau skabies, sehingga perlu dilakukan tindakan kebersihan

genitalia seperti mengganti pakaian dalam dua hari dalam sekali

atau setelah buang air kecil dan air besar. Pakaian dalam yang

digunakan terbuat dari bahan katun agar dapat menyerap keringat

dan tidak lembab. Pakaian dalam yang lembab bisa menyebabkan

tungau skabies berkembang biak lebih mudah (Suryati, 2012).


33

4. Konsep Pondok Pesantren

Kata pesantren berasal dari kata santri yang diberi awalan “pe” dan

akhiran “an” yang dikarenakan pengucapan kata itu kemudian

berubah menjadi terbaca “en” (Pesantren), yaitu sebutan untuk

bangunan fisik atau asrama di mana para santri bertempat. Tempat

itu dalam bahasa Jawa dikatakan pondok atau pemondokan (Fuad

dan Suwito, 2009 ).

Pesantren adalah tempat belajar agama islam atau suatu lembaga

pendidikan islam dikatakan pesantren apabila terdiri dari unsur-

unsur Kyai/Syekh/Ustadz yang mendidik dan mengajar, ada santri

yang belajar, ada mushola/masjid, dan ada pondok/asrama tempat

santri bertempat tinggal.Asrama adalah rumah pemondokan yang

ditempati oleh para santri, pegawai, dan sebagainya yang digunakan

sebagai tempat berlindung, beristirahat, dan bergaul dengan sesama

teman (Lathifa, 2014 ).

Fungsi pondok pesantren secara sederhana adalah sebagai tempat

beristirahat, menunaikan ibadah, mengaji, melakukan kegiatan

sehari-hari, dan tempat berlindung dari keadaan lingkungannya. Arti

dan fungsi pondok pesantren, diantaranya:

1) Tempat mengaji/ belajar

2) Tempat berlindung dari pengaruh lingkungan

3) Tempat yang dapat memberi jaminan psikologis bagi penghuni,

seperti kebebasan, keamanan, kebahagiaan dan ketenangan


34

4) Tempat/ lembaga pendidikan Agama Islam

5) Tempat beristirahat

6) Tempat pemondokan para santri

B. Penelitian Terkait

1. Berdasarkan hasil penelitian di pondok pesantren al-luqmaniyyah

Yogyakarta di dapatkan hasil analisis hubungan tingkat pengetahuan

tentang personal hygiene dengan kejadian skabies, sebagian besar

menunjukkan 24 responden memiliki tingkat pengetahuan dengan

kategori rendah (40%), Hasil uji statistik chi square menunjukkan

adanya hubungan antara tingkat pengetahuan tentang personal

hygiene dengan kejadian skabies pada santri putra Pondok Pesantren

Al-Luqmaniyyah Yogyakarta, (zaki & rosiana, 2017)

2. Berdasarkan hasil penelitian di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-

Hadi Tasikmalaya 40 orang santri (62%) mengalami kejadian

skabies. Mayoritas personal hygiene santri cukup (51%) dan tingkat

pengetahuan buruk (65%). Hasil analisis bivariat chi-square

menunjukkan hubungan personal hygiene dan tingkat pengetahuan

dengan kejadian skabies (p = 0,001 > 0,05). jadi terdapat hubungan

personal hygiene dan tingkat pengetahuan dengan kejadian skabies

pada santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Hadi

Tasikmalaya, (Kariza, 2021)

3. Berdasarkan hasil penelitian di pondok pesantren hubungan tingkat

pengetahuan dengan kejadian skabies di pondok pesanteren dengan


35

hasil analisis bivariate nilai p value sebesar 0,045 (<0,05) untuk

fakor pengetahuan, sehingga terdapat hubungan yang berpengaruh

terhadap kejadian skabies. Pengetahuan pada penelitian ini

mencakup mengenai penyakit skabies itu sendiri. Hasil kurang

didasari apabila santri memiliki skor <60. Pada Pondok Pesantren

Qotrun Nada Cipayung Depok, santri yang memiliki pengetahuan

kurang sebesar 60,6 %. Pengetahaun kurang tersebut juga

berhubungan dengan pengaruh usia karena sebanyak 36,4% santri

usia 12-14 tahun yang duduk ditingkat MTs masih memiliki

pengetahuan yang kurang akan penyakit skabies itu sendiri jika

dibandingkan santri yang berusia 15-17 tahun yang duduk dibangku

MA. Jumlah responden santri MTs sebanyak 167 dari 883 santri

sedangkan jumlah responen santri MA sebanyak 119 dari 660.

Jumlah pendertia skabies pada pesantren tersebut rata-rata memiliki

pengetahuan yang kurang.

4. Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Pengetahuan Tentang

Skabies Dan Perilaku Kesehatan Lingkungan Dengan Upaya

Pencegahan Skabies Pada Santri Putra , bahwa dari 47 santri putra

di Pondok Pesantren Ar-rohman Desa Mekarwangi Kec. Ibun Kab.

Bandung. Memiliki tingkat pengetahuan tentang scabies yang

cukup, perilaku kesehatan lingkungan yang positif, serta upaya

pencegahan scabies pun dalam kategori yang positif. Dari hasil

analisis statistik menggunakan uji Chi-square didapatkan hasil ρ-


36

value 0,0001 lebih kecil dari taraf signifikan 0,05 (ρ=0,0001<α=

0,05) dan di dapatkan nilai X2 hitung 19,972 (α=0,05 dan X2 tabel

5,991). Nilai tersebut menunjukan bahwa nilai ρ<0,05 dan X2

Hitung >X2 tabel (19,972>5,991), maka terdapat hubungan yang

positif dan signifikan antara pengetahuan tentang skabies dan upaya

pencegahan skabies. didapatkan hasil Contingency Ciefficient 0,546.

Hal ini menunjukan hubungan antara pengetahuan tentang skabies

dengan upaya pencegahan skabies memiliki tingkat hubungan cukup

kuat (0,40 - 0,59), (Holidah, S.,S., & Endang 2021)

5. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kemas Yahya Abdillah pada

tahun 2020 yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan

Kejadian Skabies di Pesantren" berdasarkan hasil studi literature

mengenai hubungan tingkai pengetahuan dengan kejadian skabies di

pondok pesantren menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

pengetahuan dengan kejadian skabies. Pengetahuan disini mencakup

pengetahuan akan skabies. Hubungan pengetahuan tersebut dengan

kejadian skabies hersifat terbalik artinya semakin rendah

pengetahuan maka semakin tinggi kejadian skabies sedangkan

semakin tinggi pengetahuan maka semakin rendah kejadian skabies

pada pondok pesantren.


37

C. Kerangka Teori

Pondok Pesantren Huniat padat

Santri

Personal hygiene Penyakit skabies Faktor – faktor yang


mempengaruhi
kejadian skabies
 Rendahnya tingkat
Faktor-faktor yang pengetahuan
mempengaruhi  Hygiene yang
personal hygiene buruk
 Body image  Hunian padat
 Praktik sosial  Usia
 Status sosial  Rendahnya tingkat
ekonomi ekonomi
 Pengetahuan  Kontak dengan
 Kebudayaan penderita

Sumber : Notoatmodjo, (2014), laily & andarmoyo (2012), Brahmanti

& Setia (2020), Tarwoto & Wartonah, ( 2010 )


BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPRASIONAL DAN


HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dari visualisasi hubungan

atau kaita antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel

yang satu dengan yang lain dari masalah yang ingin di teliti (Notoatmodjo,

2018).

Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi

atau sebab perubahan timbulnya variabel terikat (dependent). Variabel

depanden (variabel terkait) adalah variabel yang dipengaruhi dari adanya

variabel bebas (independent). Jadi variabel independen pada penelitian ini

adalah hubungan pengetahuan personal hygiene dan variabel terkaitnya

adalah kejadian skabies. Rencana kerangka konsep digambarkan sebagai

berikut :

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan penyakit Skabies


Personal Hygiene

38
39

Keterangan :

: variabel yang diteliti


: variabel independen yang mempengaruhi variabel
dependen

B. Definisi Oprasional
Definisi oprasional merupakan suatu cara yang digunakan dalam penetapan
batas-batas terhadap varibel yang akan diteliti supaya bisa diukur dengan
instrument atau alat ukur variabel tersebut (Notoatmodjo, 2018).
40

Tabel 3.1
Definisi Oprasional Variabel Independen Dan Variabel Dependen

Variabel Definisi Indikator Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Oprasional Ukur
Independen

Pengetahuan Kemampuan Santri dapat Kuesioner 1. Baik :


tentang santri untuk mengetahui tentang : dengan skala >13
Personal menjawab a. Definisi personal guttman 2. Cukup :
hygiene pertanyaan hygiene 7-13 Ordinal
pengetahuan b. Tujuan personal Pertanyaan 3. Kurang :
tentang hygiene positif <7
personal c. Faktor-faktor Benar : 1 (azwar,
hygiene yang Salah : 0 2017)
mempengaruhi
personal hygine Pertanyaan
d. Cara Melakukan negatif
personal hygiene Benar : 0
Salah : 1

Dependen

Penyakit Satri putra a. Gatal Kuesioner . 1. Tidak


skabies yang mendeita b. Terdapat lesi dengan skala pernah
penyakit pada kulit guttman : >5
skabies c. Terdapat ruam 2. Pernah
pada kulit Pertanyaan mengalami Ordinal
negatif : 3-5
Ya : 0 3. Sedang
Tidak : 1 mengalami
: <3
41

C. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian. Hipotesis ini

dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel yaitu variabel

bebas dan terikat. Hipotesis merupakan pertanyaan yang harus di buktikan

(Notoatmodjo 2018).

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah :

Ha : Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan santri putra tentang

personal hygiene terhadap kejadian penyakit skabies di Pondok Pesantren

Al-hijrah Pandeglang.

Ho : Tidak ada hubungan antara Tingkat pengetahuan santri putra tentang

personal hygiene terhadap kejadian penyakit skabies di Pondok Pesantren

Al-hijrah Pandeglang
42

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasi analitik yang digunakan adalah

pendekatan Cross - Sectional. Pendekatan Cross – Sectional adalah data yang

menyangkut variabel bebas atau risiko dan variabel terikat, akan dikumpulkan

dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2018). Metode pengumpulan data

menggunakan kuesioner dalam bentuk angket

B. Lokasi dan waktu penelitian

1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian di Pondok Pesantren Al-hijrah Pandeglang

2. Waktu penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan maret-juni 2022

C. Populasi, sampel, dan sampling

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri obyek yang mempunyai

kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2015). populasi

pada penelitian ini adalah santri putra di Pondok Pesantren Al-hijrah

Pandeglang yang berjumlah 62 responden.


43

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang akan

diteliti dan mewakili seluruh populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau

diukur (Notoatmodjo, 2018). Pada penelitian ini jumlah sampel yang

digunakan adalah seluruh santri putra Pondok Pesantren Al-hijrah

Pandeglang sebanyak 62 responden.

Pemilihan responden pada penelitian ini menggunakan metode Total

Sampling karena jumlah sampel yang ada <100, maka dari itu penelitian

memilih untuk menggunakan Total Sampling. Total sampling adalah teknik

pengambilan dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono,

2007). Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 62 responden.

D. Instrumen dan cara pengumpulan data

1. Instrumen Pengumpulan Data

Menurut Budiarto (2015) Instrument pengumpulan data dilakukan dalam

bentuk angket. Menurut Notoatmodjo (2012) Instrumen penelitian adalah

alat – alat yang akan dilakukan untuk pengumpulan data. Angket adalah

daftar pernyataan yang disusun dengan baik, sudah matang, dimana

responden tinggal memberikan tanda-tanda tertentu. Dalam penelitian ini,

peneliti membagi kuesioner menjadi dua bagian, yaitu :

a. Bagian A merupakan data demografi yang terdiri dari Nama, Umur

Responden, Alamat, Pendidikan santri.


44

b. Bagian B merupakan kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti

dengan mengacu kepada kerangka konsep dan berdasarkan literatur

yang telah disusun digunakan untuk mengukur pengetahuan santri

tentang personal hygiene yang terdiri dari 20 pertanyaan menggunakan

skala Guttman. Sugiyono (2012), skala Guttman digunakan apabila

ingin mendapatkan jawaban yang jelas terhadap suatu permasalahan

yang ditanyakan. Skala pengukuran tipe ini, akan didapat jawaban yang

tegas yaitu “Ya-Tidak”, “Benar-Salah”, “Pernah-Tidak Pernah”. Untuk

skor yang digunakan hanya terdiri dari (1 – 0). Skala Guttman selain

dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat dibuat dalam

bentuk ceklist. Peneliti mengadopsi kuesioner ini dari rohiyat (2019).

Kuesioner ini terdiri dari 20 pertanyaan, pertanyaan positif terdiri dari

nomor : 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 10, 11, 13, 15, 16, 19, dan 20, dan pertanyaan

Negatif terdiri dari nomor : 5, 8, 12, 14, 17, dan 18.

c. Bagian C merupakan kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti

dengan mengacu kepada kerangka konsep dan berdasarkan literatur

yang telah disusun digunakan untuk mengukur kejadian penyakit

skabies yang terdiri dari 8 pertanyaan negatif menggunakan skala

Guttman.

Sugiyono (2018), skala Guttman digunakan apabila ingin mendapatkan

jawaban yang jelas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Skala

pengukuran tipe ini, akan didapat jawaban yang tegas yaitu “Ya-Tidak”,

“Benar-Salah”, “Pernah-Tidak Pernah”. Untuk skor yang digunakan


45

hanya terdiri dari (1 - 0). Skala Guttman selain dapat dibuat dalam

bentuk pilihan ganda, juga dapat dibuat dalam bentuk ceklist. Adapun

hasil uji validitas dari 8 pertanyaan dinyatakan valid karena memiliki

nilai korelasi aitem total sebesar 0,361 dengan nilai signifikasi 0,05. Uji

reliabilitas didapatkan Cronbach’s alpha 0,846 yang berarti reliable.

2. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data

asli yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti untuk menjawab masalah

penelitiannya secara khusus (Suyoto, 2012). Kuesioner dan tes disesuaikan

dengan tujuan penelitian.

a. Data primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung

oleh peneliti dengan menggunakan kuesioner. Data primer dalam

penelitian ini data dikumpulkan dari wawancara dan penyebaran

kuesioner yang di isi sendiri oleh responden (santri putra) meliputi

variabel pengetahuan personal hygiene, variabel kejadian penyakit

scabies.

b. Data sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini data didapatkan dari

berbagai sumber buku, jurnal literature, artikel, skripsi dan data dari

telaah dokumen pondok pesantren al-hijrah pandeglang berupa data

santri putra yang digunakan sebagai acuan untuk mengetahui jumlah

seluruh santri putra yang ada di pondok pesantren al-hijrah pandeglang.


46

3. Cara pengumpulan data

a. Sebelum melakukan penelitian, peneliti membuat surat studi

pendahulun

b. Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada pihak Pondok

Pesantren Al-hijrah berdasarkan surat pengantar dari STIKes Widya

Dharma Husada Tangerang.

c. Membagikan kuesioner dan lembar test kepada responden

d. Menjelaskan mekanisme atau prosedur pengisian kuesioner dan test

kuesioner

e. Selama mengerjakan kuesioner, peneliti selalu berada di dekat

responden untuk mengantisipasi jika responden ada yang tidak di

pahami

f. Setelah mengisi kuesioner maka peneliti mengambil lembar kuesioner

yang telah diisi oleh responden dan dikumpulkan oleh peneliti.

g. Daftar kuesioner yang sudah diisi dikumpulkan untuk diolah datanya

melalui proses tabulasi dan kemudian dianalisa dengan alat bantuan

komputer.

E. Pengolahan dan analisa data

1. Pengolahan Data
47

Data mentah yang sudah didapatkan selanjutnya diolah dengan bantuan

sofware statistik untuk disesuaikan dengan kerangka konsep dan definisi

operasional, kemudian dianalisis. Pengolahan data pada penelitian ini

dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:

a. Editing

Pada tahap ini merupakan tahap kegiatan penyuntingan data yang telah

terkumpul, yaitu dengan cara memeriksa kelengkapan, kesalahan

pengisian dan karakteristik dari setiap jawaban berdasarkan daftar

pertanyaan.

b. Coding

Coding adalah suatu peroses pengkodean data untuk memudahkan

keperluan interpretasi atau analisa statistik dalam sebuah penelitian.

c. processing

processing yaitu proses data yang dilakukan dengan cara mengentri data

dari kuesioner kepaket program komputerisasi.

d. Cleaning

Pada tahap ini dimulai dengan pengecekan ulang terhadap data yang

sudah dimasukan kedalam program pengolahan data untuk melihat

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan dalam pengkodingan,

adanya ketidaklengkapan selanjutnya dilakukan pembetulan atau

koreksi sehingga sudah siap untuk dianalisis (Notoatmodjo, 2010).

2. Analisis Data
48

Analisa data adalah komponen yang telah dimasukan dalam memenuhi

tujuan pokok penelitian, yaitu menjawab beberapa pertanyaan penelitian

yang mendeskripsikan fenomena serta bertujuan untuk membuktikan

hipotesis penelitian dari kekuatan hubungan (Nursalam, 2013).

a. Analisa Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian, bentuk analisis univariat

tergantung dari jenis datanya (Notoatmodjo, 2018).

Analisis univariat dalam penelitian ini menggunakan software statistik

digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi pada karakteristik

responden (umur, alamat, pendidikan santri, pekerjaan orang tua).

Variabel independen pada penelitian ini (tingkat pengetahuan personal

hygiene) dan variabel dependen (penyakit skabies) pada santri putra

Pondok Pesantren Al-hijrah Pandeglang.

Analisa univariat yang dilakukan untuk menggambarkan :

1) Melihat karakteristik santri putra Pondok Pesantren Al-hijrah

Pandeglang

2) Melihat kejadian scabies pada santri putra di Pondok Pesantren Al-

hijrah Pandeglang

3) Melihat tingkat pengetahuan personal hygiene dengan kejadian

scabies pada santri putra di Pondok Pesantren Al-hijrah Pandeglang


49

4) Melihat hubungan pengetahuan personal hygiene dengan kejadian

skabies pada santri putra di Pondok Pesantren Al-hijrah Pandeglang

Pada umumnya dalam analisis ini tiap variabel akan menghasilkan

distribusi frekuensi dan persentase. Menurut Hasan (2014) data yang

disajikan dalam bentuk tabel selanjutnya hasil perhitungan tersebut di

interprestasikan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :

n = X × 100%
N

Keterangan :

f = frekuensi

X = Jumlah data

N = Jumlah populasi

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkolerasi, dengan tujuan untuk melihat hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk

membuktikan adanya hubungan antara dua variabel tersebut digunakan

uji statistik Sperman rho dengan nilai signifikan < 0,05 (Jiwantoro,

2017). Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan


50

hubungan antara dua variabel penulis memberikan kriteria sebagai

berikut (Sarwono,2012)

menggunakan rumus :

Dengan :

rs : Koefisien korelasi Spearman

d2 : Rangking yang dikuadratkan

n : banyaknya data pengamatan (sampel)

F. Etika penelitian

Etika penelitian merupakan suatu sistem nilai norma yang harus dipenuhi oleh

peneliti saat dilakukan aktivitas penelitian yang melibatkan responden. Menurut

(Nursalam, 2013) prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data ini,

yaitu :

1. Prinsip manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian ini tidak mengakibatkan penderitaan kepada responden,

karena peneliti tidak melakukan perlakuan apapun.

b. Bebas dari eksploitasi


51

Partisipasi subjek dari penelitian harus dihindarkan dari keadaan yang

tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya

dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan tidak akan

digunakan dalam hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk

apapun.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination)

Subjek mempunyai hak untuk bersedia menjadi responden atau tidak,

tanpa ada sangsi apapun.

b. Infromed consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian yang akan dilakukan, responden berhak untuk bebas

berpartisipasi atau menolak menjadi responden.


DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, K. Y. 2020. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kejadian Skabies


"Di Pondok Pesantren. Jurnal Medika Hutama, 2(01), 261-265.

Ali, Ilham., 2015. Hubungan Pengetahuan Dan Perilaku Personal Hygiene


Santriwan Dengan Kejadian Penyakit Scabies Di Pondok Pesantren
Modern Darunna'amim Kabupaten Lebak Banten

Armani, M., 2021. Hubungan Perilaku Personal Hygiene Dengan Kejadian


Scabies Pada Santri Putri Di Pondok Pesantren X Bojongsari
Depok.

Brahmanti, H., & Setia. Y. D. 2020. Infestasi Parasit Dalam Dermatologi. Malang:
UB Press.

Djuanda, A. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima, cetakan kedua.
Jakarta : FKUI.

Efendi, R., Adriansyah, A. A., & Ibad, M. 2020. Hubungan Personal Hygiene
dengan Kejadian Scabies Pada Santri di Pondok Pesantren. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Indonesia, 15(2), 25-28.

Fuad, C. Y. dan N. S. Suwito. 2010. Model Pengembangan Ekonomi Pesantren.


Purwokerto: STAIN Press.

Handoko, R. P. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke Lima. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates

Holidah, S.,S., & Endang, 2021, Hubungan Pengetahuan Tentang Skabies Dan
Perilaku Kesehatan Lingkungan Dengan Upaya Pencegahan Skabies
Pada Santri Putra, IX(1) : 2-8

Laily, I. dan S.Andarmoyo. 2012. Personal Hygiene, Konsep Proses Dan Aplikasi
Dalam Praktek Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu

52
53

Masturoh, I., & Anggita, N., 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

Nandira, A. A., Armiyanti, Y., & Riyanti, R., 2018. Hubungan Tingkat
Pengetahuan Dan Personal Hygiene Dengan Kejadian Penyakit
Scabies Di Lingkungan Pondok Pesantren Kabupaten Jember .
Journal Of Agromedicine And Medical Sciences, 7(1), 59-61

Navylasari, L., Ratnawati, R,. & Warsito , E. 2022. Faktor Yang Berhubungan
Dengan Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Skabies. Jurnal
Ilmiah Multi Disiplin, 1(2), 130-134

Notoatmodjo, S. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis

Parman., Hamdani., I. Rachman, Dan A. Pratama. 2017. Faktor Risiko Hygiene


Perorangan Santri Terhadap Kejadian Penyakit Kulit Skabies Di
Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Tanjung Jabung Barat. Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 17(3):247.

Potter, P. A. dan A. G. Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan :Konsep,


Proses, dan Praktik. Edisi Keempat. Jakarta: EGC

Riyana, H., Joko, T., & Nurjazuli. 2021. Faktor Risiko Yang Mempengaruhi
Kejadian Skabies Di Indonesia. Jurnal Kesehatan Lingkungan,
11(1), 29-39

Sasmita, H., 2019. “Hubungan Faktor-Faktor Penyebab Kejadian Scabies Pada


Pondok Pesantren Manthla Un Nawarkartika”. Skripsi. Banten:
Universitas Mathla Ul’anwar

Simanjuntak, A., & Andriyani, Y. 2021. Pengetahuan Dan Sikap Santri Mengenai
Personal Hygiene Terhadap Kejadian Scabies Di Pesantren
Modern ta’dib Al Syarikin Medan. Scripta Score Sci Med J, 3(2),
115-117

Soedarto. 2009. Penyakit Menular Di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.


54

Sungkar, S., 2016. Scabies. Jakarta: badan penerbit FKUI. Www.Bpfkui.Com

Suryati, B. 2012. Perilaku Kebersihan Remaja Saat Mentruasi. Jurnal Health


Quality. 3(1): 59

Sutanto, I., I. S. Ismid., P. K. Sjarifuddin, Dan S. Sungkar. 2008. Parasitologi


Kedokteran. Edisi Ke Empat. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Tarwoto dan Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses.

Anda mungkin juga menyukai