Anda di halaman 1dari 36

HUBUNGAN POLA ASAH, POLA ASIH DAN POLA ASUH

DENGAN KEJADIAN STUNTING DI DESA


KARANGWEDORO, KECAMATAN TURI, KABUPATEN
LAMONGAN

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :
FRANSISCA NINDY WARDANY
NIM. 10319025

PROGRAM STUDI S-1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2022

i
HUBUNGAN POLA ASAH, POLA ASIH DAN POLA ASUH
DENGAN KEJADIAN STUNTING DI DESA
KARANGWEDORO, KECAMATAN TURI, KABUPATEN
LAMONGAN

. PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:
FRANSISCA NINDY WARDANY
NIM. 10319025

PROGRAM STUDI S-1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2022
HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN POLA ASAH, POLA ASIH DAN POLA ASUH DENGAN


KEJADIAN STUNTING DI DESA KARANGWEDORO, KECAMATAN
TURI, KABUPATEN LAMONGAN

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :
FRANSISCA NINDY WARDANY
NIM. 10319025

Proposal Skripsi ini Telah Disetujui 20 Januari 2023

Pembimbing :

Yoanita Indra Kumala Dewi, S.KM., M.Kes

Mengetahui :
Prodi S1 Kesehatan Masyarakat
Fakultas Teknologi dan Manajemen Kesehatan
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Endah Retnani Wismaningsih, S.KM.,M.Kes


Ketua Program Studi
HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN POLA ASAH, POLA ASIH DAN POLA ASUH DENGAN


KEJADIAN STUNTING DI DESA KARANGWEDORO, KECAMATAN
TURI, KABUPATEN LAMONGAN

Oleh :

FRANSISCA NINDY WARDANY


NIM. 10319025

Telah Diuji

Pada Tanggal

Oleh Tim Penguji :

Penguji 1 : Yoanita Indra Kumala Dewi, S.KM., M.Kes ( )

Penguji II : ( )

Penguji III : ( )

Mengetahui:
Falkutas Teknologi dan Manajemen Kesehatan
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Tri Ana Mulyati, M. Si


Dekan
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq, hidayah
dan ridhoNya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan proposal skripsi
dengan judu “HUBUNGAN POLA ASAH, POLA ASIH DAN POLA ASUH
DENGAN KEJADIAN STUNTING DI DESA KARANGWEDORO,
KECAMATAN TURI, KABUPATEN LAMONGAN”.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan proposal skripsi ini


mendapatkan bantuan, bimbingan dan arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu
penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dra. Ec. Lianawati, M.BA, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Bhakti Wiayata
Kediri
2. Prof. Dr. apt., Muhamad Zainuddin, selaku Rektor Institut Ilmu Kesehatan
Bhakti Wiyata Kediri yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyelesaikan pendidikan.
3. Tri Ana Mulyati, M. Si selaku Dekan Fakultas Teknologi dan Manajemen
Kesehatan Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.
4. Ibu Endah Retnani Wismaningsih, S.KM.,M.Kes selaku Ketua Program Studi
S1 Kesehatan Masyarakat Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.
5. Yoanita Indra Kumala Dewi, S.KM., M.Kes selaku dosen pembimbing yang
telah sabar membimbing dan memberi masukan, saran untuk menyelesaikan
penyusunan proposal skripsi ini dan selaku dosen penguji I proposal skripsi.
6. Ibu …… selaku dosen penguji II proposal skripsi.
7. Ibu ……. selaku dosen penguji III proposal skripsi.
8. Para Dosen S1 Kesehatan Masyarakat dan teman-teman seperjuangan S1
Kesehatan Masyarakat angkatan 2019 atas bimbingan, dukungan, bantuan
serta semangatnya selama ini.
9. Kedua orang tua saya bapak Kuntoro dan ibu Winarti yang selalu memberikan
doa dan dukungan semangat, baik berupa materil ataupun kasih sayang pada
saya dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
10. Mas David beserta keluarga yang selalu memberikan doa dan dukungan
semangat dalam menyelesaikan proposal skripsi ini
11. Sahabat saya Yuwanita yang telah mendukung dan memberi semangat dalam
segala hal dalam menyusun proposal skripsi ini.
12. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan
proposal skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah memberi
kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa proposal skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu
peneliti mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan
menyempurnakan proposal skripsi ini.

Kediri, 26 Januari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... iii


HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iv
KATA PENGANTAR.................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xi
DAFTAR ARTI LAMBANG......................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN................................................................................ xii
DAFTAR ISTILAH........................................................................................ xiii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
A.Latar Belakang........................................................................................ 1
B.Rumusan Masalah................................................................................... 4
C.Tujuan Penelitian.................................................................................... 4
D.Manfaat Penelitian ................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 6
A.Pola Asah ……………………………………………………………... 7
1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Asah .............................. 8
2. Macam-macam Kebutuhan Pola Asah ........................................... 9
3. Cara Melatih Kebutuhan Pola Asah …………………………….. 10
B.Pola Asih ................................................................................................ 11
1. …………………………………………………………………… 12
C.Hubungan Frekuensi Makan Dengan Kejadian Stunting........................ 11
BAB III KERANGKA KONSEP.................................................................. 12
A.Kerangka Konsep..................................................................................... 12
B.Hipotesis................................................................................................... 13
BAB IV METODE PENELITIAN................................................................ 14
A. Desain Penelitian .................................................................................... 14
B. Lokasi Dan Waktu Peneliian................................................................... 14
C. Populasi Sampel Dan Teknik Sampling.................................................. 14
D. Variabel Penelitian.................................................................................. 16
E. Definisi Oprasional Variabel Penelitian.................................................. 16
F. Instrumen Penelitian................................................................................ 20
G. Pengolahan Data...................................................................................... 21
H. Analisis Data........................................................................................... 22
I. Kerangka Kerja....................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 21
LAMPIRAN ................................................................................................... 26
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini stunting masih menjadi permasalahan yang harus diselesaikan
karena berpotensi mengganggu potensi sumber daya manusia dan
berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematan anak. Indonesia
merupakan salah satu dari negara berkembang yang masih menghadapi
masalah tumbuh kembang anak yaitu stunting. Stunting merupakan masalah
gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup
lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi
kronis dari usia 0-59 bulan yang di tandai dengan indeks status gizi Panjang
Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
dengan Z-Score kurang dari -2 SD yang mengakibatkan tinggi badan anak
tidak sesuai dengan umurnya (Sari et al., 2020).
Penyebab stunting adalah kurangnya asupan gizi yang diperoleh oleh
balita sejak awal masa emas kehidupan pertama, dimulai dari dalam
kandungan (9 bulan 10 hari) sampai dengan usia dua tahun. Stunting akan
terlihat pada anak saat menginjak usia dua tahun, yang mana tinggi rata-rata
anak kurang dari anak seusianya. Penyebab utama stunting diantaranya,
asupan gizi dan nutrisi yang kurang mencukupi kebutuhan anak, pola asi, pola
asah dan pola asuh yang salah akibat kurangnya pengetahuan dan edukasi bagi
ibu hamil dan ibu menyusui, buruknya sanitasi lingkungan tempat tinggal
seperti kurangnya sarana air bersih dan tidak tersedianya sarana MCK yang
memadai serta keterbatasan akses fasilitas kesehatan yang dibutuhkan bagi ibu
hami, ibu menyusui dan balita.
Pola Asih, polah asuh dan pola asah sangat berpengaruh pada kejadian
stunting, Polah Asah adalah kebutuhan stimulasi yang merangsang
perkembangan anak (Pustaka pranala, 2019). Polah Asih adalah kebutuhan
emosional yang mencakup pada kebutuhan dasar anak kebutuhan rasa aman,
kebutuhan rasa nyaman dan perhatian (Dikmas sulteng, 2020), Sedangkan
Polah Asuh adalah kebutuhan fisik sampai biomedis dimana kebutuhan yang
menyangkut pada fisik seorang dan kesehatan alami dari tubuh seorang
tersebut, Kebutuhan anak yang terkait dengan gizi, imunisasi, sandang,
pangan, papan (Meike dkk, 2019).
Hasil data World Health Organization (WHO) tahun 2020 menyatakan
bahwa secara global terdapat 22% atau 149,2 juta anak dibawah usia 5 tahun
yang mengalami stunting. Hingga di Asia pada tahun 2020 anak dibawah usia
5 tahun terdapat 53% yang mengalami stunting dan negara Afrika terdapat
41% anak yang mengalami stunting (UNICEF / WHO / World Bank Grub,
2021). Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun
2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau
5,33 juta balita. Prevalensi stunting ini telah mengalami penurunan dari tahun-
tahun sebelumnya, namun hal ini masihb berada dibawah target yang
ditentukan oleh pemerintah yaitu 14% di tahun 2024. Hasil data WHO
mengungkapkan bahwa Asia menjadi peringkat pertama kejadian stunting di
dunia dengan Asia Tenggara menduduki peringkat kedua sebesar 83,6 juta
anak balita stunting dan 25,7 juta anak balita yang mengalami stunting setelah
Asia Selatan (Angraini et al., 2020).
Berdasarkan Prevalensi stunting tahun 2020 di Jawa Timur sendiri nyaris
mencapai angka 26,92%. Prevalensi balita yang mengalami stunting pada
tahun 2021 di indonesia sebanyak 24,4% . Pada tahun 2022 angka prevalensi
stunting sedikit menurun, tetapi masih tergolong cukup tinggi, yakni 23,5
persen. Angka tertinggi terdapat di Kabupaten Bangkalan sebesar 38,9 persen,
sementara terendah di Kabupaten Mojokerto 6,9 persen dari keseluruhan di
Jawa timur (Maria Ernawati, 2022). Prevalensi tersebut lebih besar dari angka
stunting nasional ialah sebesar 30, 8% (Binti Yunariyah, dkk 2022).
Sementara itu di wilayah Kabupaten Lamongan menurut data hasil
pelaporan gizi balita per posyandu di Kabupaten Lamongan bulan Februari
tahun 2022, jumlah balita yang ada di Kabupaten Lamongan seluruhnya
sebanyak 74.391 balita dan sebanyak 66.593 balita yang terdaftar mengikuti
posyandu sehingga sebanyak 7.798 balita yang tidak mengikuti posyandu pada
bulan februari 2022. Berdasarkan Prevalensi stunting tahun 2022 di
Kabupaten Lamongan yakni pada angka 18,1% pada stunting, karena tahun
2021 lalu menempati 20,5% (Pemkab Lamongan, 2022). Dari data tersebut
sudah mengalami penurunan, namun masih tergolong tinggi dan masih
dibawah target yang ditentukan.
Berdasarkan hasil pengambilan data awal dari Puskesmas Turi yang
merupakan bagian dari wilayah Lamongan, dengan jumlah balita stunting di
Puskesmas Turi tahun 2022 sebanyak 93 balita (0,93%). Berdasarkan studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti pada Desember 2022 terhadap 5 ibu
balita di Desa Putatkumpul Kecamatan Turi didapatkan pada keseluruhan ibu
cenderung memberikan makan pada anaknya secara sederhana tanpa
memperhatikan nilai gizi pada makanan. Berdasarkan dari data tersebut
Puskesmas Turi merupakan puskesmas kasus stunting tertinggi di Lamongan
karena kurangnya pengetahuan masyarakat khususnya pengetahuan ibu
maupun keluarga mengenai Kesehatan dan gizi anak, serta rendahnya akses
sanitasi air bersih pada daerah tersebut sehingga anak mengalami hambatan
dalam pertumbuhan.
Stunting sendiri merupakan dampak dari berbagai faktor seperti berat lahir
yang rendah, stimulasi dan pengasuhan anak yang kurang tepat, asupan
nutrisi kurang, dan infeksi berulang serta berbagai faktor lingkungan
lainnya (Fikawati, Syafiq and Veratamala, 2017). Efek buruk yang dapat
disebabkan oleh pengerdilan jangka pendek adalah gangguan
perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan
gangguan metabolisme dalam tubuh. Efek buruk jangka panjang yang
bisa ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi
belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko
tinggi timbulnya diabetes, obesitas, jantung, dan penyakit pembuluh darah,
kanker, stroke dan kecacatan di usia tua. Semua ini akan mengurangi
kualitas sumber daya manusia Indonesia, produktivitas, dan daya
saing nasional (Astarani, Idris and Oktavia, 2020). Berdasarkan latar
belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan mengambil
judul yaitu “ Hubungan Pola Asah, Pola Asih dan Pola Asuh dengan kejadian
stunting”.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara pola asah, pola asih dan pola asuh
dengan kejadian stunting?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungan pola asah, polah asih dan polah asuh
dengan kejadian stunting.
2. Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi pola asah ibu di wilayah kecamatan turi
Kabupaten Lamongan
2) Mengidentifikasi pola asih ibu di wilayah kecamatan turi
Kabupaten Lamongan
3) Mengidentifikasi pola asuh ibu di wilayah kecamatan turi
Kabupaten Lamongan
4) Menganalisis hubungan antara pola asah, pola asih dan polah asuh
ibu dengan kejadian stunting pada balita.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi
Sebagai bahan referensi dan literatur di Institut Ilmu Kesehatan
Bhakti Wiyata Kediri mengenai hubungan pola asah, pola asih dan pola
asuh dengan kejadian stunting.
2. Bagi Resonden
Sebagai bahan bacaan atau pengetahuan ibu dengan pola asah, pola
asih, dan pola asuh terhadap balitanya.
3. Bagi peneliti
Sebagai tambahan pengetahuan tentang pola asah, pola asih, dan
pola asuh stunting pada wilayah kecamatan turi Kabupaten Lamongan
sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSATA
A. Pola Asah

1. Definisi

Merupakan kebutuhan stimulasi, dimana Stimulasi adalah adanya


perangsangan dari lingkungan luar anak, yang berupa latihan atau
bermain. Stimulasi merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang banyak
mendapatkan stimulasi yang terarah akan cepat berkembang
dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan stimulasi.
(Yogyakarta: Pustaka pranala, 2019) Sehingga bisa disimpulkan
kebutuhan stimulasi dapat yang terarah dapat meningkatkan
perkembangan anak secara optimal.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pola Asah


Tingkat pertumbuhan dan perkembangan pada anak dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain status ekonomi keluarga
dan tingkat pendidikan orang tua. Status ekonomi keluarga dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang
dibesarkan di keluarga yang memiliki status ekonomi tinggi akan lebih
mudah untuk memenuhi kebutuhan gizi yang lebih baik dibandingkan
dengan anak yang dibesarkan di keluarga yang berstatus ekonomi
sedang atau rendah. Anak dengan latar belakang status ekonomi rendah
biasanya memiliki keterkaitan dengan masalah kekurangan makanan,
kesehatan lingkungan yang buruk, serta ketidaktahuan terhadap proses
tumbuh kembang. Hal tersebut akan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan anak secara langsung.
Status ekonomi sering dikaitkan dengan tingkat pendidikan
seseorang, semakin tinggi status ekonomi seseorang akan semakin
tinggi pula tingkat pendidikannya. Keluarga dengan tingkat pendidikan
yang tinggi akan lebih mudah menerima informasi atau arahan tentang
cara meningkatan tumbuh kembang anak penggunaan fasilitas
kesehatan, serta pendidikan yang terbaik untuk anaknya dibandingkan
keluarga dengan tingkat pendidikan rendah. Tumbuh kembang anak
dapat juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya seperti stimulasi
orang tua, nutrisi, serta jenis kelamin. Nutrisi dan stimulasi orang tua
merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam keberlangsungan
proses tumbuh kembang anak. Anak yang mendapatkan kebutuhan
nutrisi yang cukup dan stimulasi yang terarah dari orang tua akan
memiliki tumbuh kembang yang optimal (Ades santri dkk, 2014).
3. Macam-macam kebutuhan asah (Stimulasi)
Kemampuan dan tumbuh kembang anak perlu dirangsang oleh
orang tua agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan
sesuai umurnya. Stimulasi adalah perangsangan (penglihatan, bicara,
pendengaran, perabaan) yang datang dari lingkungan anak. Anak yang
mendapat stimulasi yang terarah akan lebih cepat berkembang
dibandingkan anak yang kurang bahkan tidak mendapat stimulasi.
Stimulasi juga dapat berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi
perkembangan anak. Berbagai macam stimulasi seperti stimulasi visual
(penglihatan), verbal (bicara), auditif (pendengaran), taktil (sentuhan)
dapat mengoptimalkan perkembangan anak.
Stimulasi visual dan verbal pada permulaan perkembangan anak
merupakan stimulasi awal yang penting, karena dapat menimbulkan
sifat-sifat ekspresif misalnya mengangkat alis, membuka mulut dan
mata seperti ekspresi keheranan, dan lain sebagainya. Selain itu anak
juga memerlukan stimulasi taktil, kurangnya stimulasi taktil dapat
menimbulkan penyimpangan perilaku sosial, emosional dan motorik.
Perhatian dan kasih sayang juga merupakan stimulasi yang diperlukan
anak, misalnya dengan bercakap-cakap, membelai, mencium, bermain.
Stimulasi ini akan menimbulkan rasa aman dan rasa percaya diri pada
anak, sehingga anak akan lebih responsif terhadap lingkungannya dan
lebih berkembang. Untuk perkembangan motorik serta pertumbuhan
otot-otot tubuh, diperlukan stimulasi yang terarah dengan bermain,
latihan-latihan atau olah raga. Anak perlu diperkenalkan dengan olah
raga sedini mungkin (Nia Kania,2006).
4. Cara melatih kebutuhan Asah (stimulasi)
Pada saat ini di Indonesia telah dikembangkan program untuk
anak-anak prasekolah yang bertujuan untuk menstimulasi
perkembangan anak sedini mungkin, dengan menggunakan APE (alat
permainan edukatif). APE adalah alat permainan yang dapat
mengoptimalkan perkembangan anak disesuaikan dengan usianya dan
tingkat perkembangannya, serta berguna untuk pengembangan aspek
fisik (kegiatan-kegiatan yang menunjang atau merangsang
pertumbuhan fisik anak), aspek bahasa (dengan melatih berbicara,
menggunakan kalimat yang benar), aspek kecerdasan (dengan
pengenalan suara, ukuran, bentuk, warna dll.), dan aspek sosial
(khususnya dalam hubungannya dengan interaksi antara ibu dan anak,
keluarga, dan masyarakat). Bermain, mengajak anak berbicara, dan
kasih sayang adalah ’makanan’ yang penting untuk perkembangan
anak, seperti halnya kebutuhan makan untuk pertumbuhan badan.
Bermain bagi anak tidak sekedar mengisi waktu luang saja, tetapi
melalui bermain anak belajar mengendalikan dan mengkoordinasikan
otot-ototnya, melibatkan persaan, emosi, dan pikirannya. Sehingga
dengan bermain anak mendapat berbagai pengalaman hidup, selain itu
bila dikakukan bersama orang tuanya hubungan orang tua dan anak
menjadi semakin akrab dan orang tua juga akan segera mengetahui jika
terdapat gangguan perkembangan anak secara dini (Nia Kania,2006).

B. Polah Asih
1. Definisi
Asih adalah kebutuhan dasar yang yang terkait dengan kebutuhan
emosional anak yang mencakup kebutuhan rasa aman, kasih sayang,
maupun perhatian (Dikmas sulteng, 2020). Kebutuhan rasa aman,
kasih sayang, diperhatikan, dihargai, mendapat pengalaman baru,
diberi pujian, dan diberi rasa tanggung jawab dan mandiri yakni
memenuhi kebutuhan rasa aman dari kejahatan yang mengancam
kehidupan anak, di penuhi nya kasih sayang membuat anak menjadi
lebih baik dan mampu mandiri dan menjadi pribadi yang lemah
lembut, diperhatikan selalu maka anak itu pun belajar bahwa sebuah
perhatian kecil itu sangatlah berharga, anak yang selalu dihargai
kehadiranya maka anak tersebut mampu membuat orang juga nyaman
disekitarnya karena mereka mendapatkan hal tersebut dari lingkungan
terdekatnya, anak juga mendapat pengalaman baru yang bisa di
rasakan oleh anak agar anak lebih mengenal dunia yang akan dia
hadapi dengan baik dan dia pasti tau cara mengatasinya bila dia
mendapat suatu masalah, anak yang selalu diberi pujian akan selalu
berusaha keras untuk menunjukkan hasil terbaik nya dan membuat
orang sekitarnya bahagia melihatnya dengan begitu anak bisa faham
tentang arti pujian, anak yang juga sudah dididik menjadi mandiri dan
bertanggung jawab maka anak itu akan mudah dalam menyelesaikan
setiap ada masalah dan menjadi anak yang membuat bangga orang
tuanya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Polah Asih
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian
kasih Sayang atau pola asih yaitu pendidikan, informasi, umur, status
emosional (Ayu dkk,2015) dan ibu bekerja (Ahsan, 2014).
Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam menentukan
kualitas manusia dengankata lain bahwa pendidikan ibu yang lebih
tinggi akan membuat pemahaman tentang bounding attachment yang
menjadi hal yang mendasar bagi ibu dan anak dalam menumbuhkan
ikatan emosional antra ibu dan anak (Ayu, 2015).menurut (Kobrosly
et al,2011) juga berpendapat bahwa ada hubungan Pendidikan
pengasuh pada pemberian kasih sayang yang berhubungan juga
dengan pemebentukan kognitif yang baik pada anak.
3. Macam-macam kebutuhan pola asih
a. Kasih sayang orang tua Orang tua yang harmonis akan
mendidik dan membimbing anak dengan penuh kasih sayang.
Kasih sayang tidak berarti memanjakan atau tidak pernah
memarahi, tetapi bagaimana orang tua menciptakan hubungan
yang hangat dengan anak, sehingga anak merasa aman dan
senang.
b. Rasa aman Adanya interaksi yang harmonis antara orang tua
dan anak akan memberikan rasa aman bagi anak untuk
melakukan aktivitassehariharinya.
c. Dukungan atau dorongan dalam melakukan aktivitas, anak
perlu memperoleh dukungan dari lingkungannya. Apabila
orang tua sering melarang aktivitas yang akan dilakukan, maka
hal tersebut dapat menyebabkan anak ragu-ragu dalam
melakukan setiap aktivitasnya. Selain itu, orang tua perlu
memberikan dukungan agar anak dapat mengatasi stressor atau
masalah yang dihadapi.

C. Pola Asuh
1. Definisi
Asuh adalah kebutuhan yang menyangkut pada fisik seorang dan
kesehatan alami dari tubuh seorang tersebut. Kebutuhan anak yang
terkait dengan gizi, imunisasi, sandang, pangan, papan, (Meike
dkk, 2019). kebutuhan satu ini terkait dengan tentang gizi dari
makanan dan minuman yang dia serap karena bila makanan dan
minuman yang masuk di dalam tubub adalah makanan dan
minuman yang baik maka suatu saat anak itu akan tumbuh menjadi
anak baik. Dan juga anak juga harus sering di beri imunisasi agar
daya tahan tubuh anak selalu sehat dan anak mampu mengejar
dunia nya dan mampu bermain dengan teman temannya dengan
riang dan ceria, dan anak pun harus diberi tempat tinggal yang
layak yang tidak harus mewah namun cukup untuk menjadi tempat
berteduh dari panasnya matahari dan dinginya malam hari dan juga
bila terjadi hujan agar anak juga merasa aman dan nyaman.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pola Asuh
Banyak faktor yang mempengaruhi pola asuh balita diantaranya
adalah pendidikan, pengetahuan, pendapatan dan status gizi.
Seseorang yang berpendidkan tinggi diyakini mempunyai
pengetahuan yang baik sehingga lebih mengerti bagaimana
mengasuh anak, demikian sebaliknya. Dari aspek pendapatan
dijelaskan pada keluarga yang mempunyai pendapatan tinggi
cenderung lebih memanjakan anaknya dengan berbagai fasilitas,
hal iniberbeda jauh dengan pengasuhan yang diterapkan oleh
keluarga dengan pendapatan rendah (Anwar, 2008). Sering
dikatakan bahwa ibu adalah jantung dari keluarga, jantung dalam
tubuh merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan
seseorang. Apabila jantung berhenti berdenyut maka orang itu
tidak bisa melangsungkan hidupnya. Dari perumpaan ini bisa
disimpulkan bahwa kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral
dan sangat penting untuk melaksanakan kehidupan. Pentingnya
seorang ibu terutama terlihat sejak kelahiran anaknya (Gunarsa,
2007).
Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan,
disamping harus mengatur pola makan yang benar juga tak kalah
pentingnya mengatur pola asuh yang benar pula. Pola asuh yang
benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh
serta kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup
untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota
keluarga.Dalam masa pengasuhan, lingkungan pertama yang
berhubungan dengan anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan
berkembang di bawah asuhan dan perawatan orang tua oleh karena
itu orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi
anak. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya
untuk mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang
berlaku dilingkungannya. Dengan demikian dasar pengembangan
dari seorang individu telah diletakkan oleh orang tua melalui
praktek pengasuhan anak sejak ia masih bayi (Supanto, 2009).

3. Macam-macam kebutuhan pola asuh


a. Zat gizi yang mencukupi dan seimbang zat gizi yang mencukupi
pada anak harus sudah dimulai sejak dalam kandungan, yaitu
dengan pemberian nutrisi yang cukup memadai pada ibu hamil.
Setelah lahir, harus diupayakan pemberian ASI secara eksklusif,
yaitu pemberian ASI saja sampai anak berumur 4-6 bulan. Sejak
berumur 6 bulan, sudah waktunya anak diberikan makanan
tambahan atau makanan pendamping ASI. Pemberian makanan
tambahan ini penting untuk melatih kebiasaan makan yang baik
dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang mulai meningkat
pada masa bayi dan prasekolah, karena pada masa ini
pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi adalah sangat
pesat, terutama pertumbuhan otak.
b. Perawatan kesehatan dasar untuk mencapai keadaan kesehatan
anak yang optimal, diperlukan beberapa upaya, misalnya
imunisasi, kontrol ke Puskesmas atau Posyandu secara berkala,
diperiksakan segera bila sakit. Dengan upaya tersebut, keadaan
kesehatan anak dapat dipantau secara dini, sehingga bila ada
kelainan maka anak segera mendapatkan penanganan yang
benar.
c. Pakaian Anak perlu mendapatkan pakaian yang bersih dan
nyaman dipakai. Karena aktivitas anak lebih banyak, hendaknya
pakaian terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat.
d. Perumahan Dengan memberikan tempat tinggal yang layak,
maka hal tersebut akan membantu anak untuk bertumbuh dan
berkembang secara optimal. Tempat tinggal yang layak tidak
berarti rumah yang berukuran besar, tetapi bagaimana upaya
kita untuk mengatur rumah menjadi sehat, cukup ventilasi, serta
terjaga kebersihan dan kerapiannya,tanpa mempedulikan
berapapun ukurannya.
e. Kesegaran jasmani (olah raga dan rekreasi) Aktivitas olah raga
dan rekreasi digunakan untuk melatih otototot tubuh dan
membuang sisa metabolisme, selain itu juga membantu
meningkatkan motorik anak, dan aspek perkembanganlainnya.
Aktivitas olah raga dan rekreasi bagi anak balita merupakan
aktivitas bermain yang menyenangkan.

D. Konsep Stunting
1. Pengertian Stunting
Stunting adalah kondisi tinggi badan seseorang lebih pendek
dibanding tinggi badan orang lain pada umunya (yang seusia).
Stunted (short stature) atau tinggi/panjang badan terhadap umur
yang rendah digunakan sebagai indikator malnutrisi kronik yang
menggambarkan riwayat kurang gizi balita dalam jangka waktu lama
(Rahayu et al., 2018).
Stunting adalah ketika anak di bawah usia lima tahun (bayi di
bawah lima tahun) terhambat karena kekurangan gizi kronis,
termasuk kecil untuk usianya. Gizi buruk terjadi saat bayi masih
dalam kandungan dan beberapa hari setelah lahir, sedangkan
keterlambatan perkembangan hanya terjadi setelah bayi berusia dua
tahun. Bayi prematur dan sangat terbelakang adalah bayi dengan
tinggi badan sesuai usia (PB/U) atau tinggi badan (TB/U)
dibandingkan dengan kriteria WHO-MGRS (Multicenter Growth
Reference Study). Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan
(Kemenkes), definisi stunting adalah anak di bawah usia 5 tahun
dengan z-score di bawah - 2sd/standar deviasi (stunted) dan kurang
dari – 3sd (severely stunted) (TNP2K, 2017).

2. Tanda-Tanda Anak Stunting


Untuk dapat mengetahui kejadian stunting pada anak, maka
perlu diketahui karakteristik anak stunting agar dapat ditangani
sedini mungkin. Beberapa gejala stunting adalah:
a. Tanda-tanda pubertas terlambat
b. Anak usia 8-10 tahun lebih tenang dan jarang melakukan kontak
mata
c. Perawakan pendek
d. Wajah terlihat lebih muda dari anak usia sebanyanya
e. Pertumbuhan gigi lambat
f. Performa buruk pada tes perhatian dan pembelajaran serta daya
ingat yang buruk (Rahayu et al., 2018).

3. Penyebab Stunting
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada
masa awal anak lahir, tetapi Stunting baru nampak setelah anak
berusia 2 tahun. Beberapa penyebab terjadinya stunting pada balita,
adalah :
a. Penyumbang gizi buruk pada ibu hamil dan anak di bawah 5
tahun.
b. Kurangnya pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi sebelum,
selama dan setelah kehamilan.
c. Pelayanan kesehatan seperti ANC-Ante Natal Care (pelayanan
kesehatan ibu dan anak selama kehamilan), Post Natal Care dan
pendidikan anak usia dini yang berkualitas masih terbatas.
d. Kurangnya akses terhadap makanan bergizi. Hal ini dikarenakan
harga pangan bergizi di Indonesia masih tergolong tinggi
(Kemendesa, 2017).
4. Faktor Yang Memberikan Pengaruh Terhadap Stunting
Bentuk stunting mencerminkan pertumbuhan yang terhambat
karena gizi dan kesehatan yang buruk pada periode sebelum dan
sesudah kelahiran. Kerangka Kerja UNICEF menjelaskan faktor-
faktor yang berkontribusi terhadap malnutrisi. Dua penyebab
langsung stunting adalah faktor patologis dan asupan gizi. Kedua
faktor tersebut berkaitan dengan pola asuh, akses pangan, akses
pelayanan kesehatan dan sanitasi. Namun, akar penyebab dari semua
ini adalah pada tingkat individu dan rumah tangga, seperti tingkat
pendidikan, pendapatan rumah tangga (Rahayu et al., 2018).
Menurut WHO membagi penyebab terjadinya stunting pada anak
menjadi 5 kategori besar yaitu faktor keluarga dan rumah tangga,
makanan tambahan/komplementer yang tidak adekuat, menyusui,
infeksi dan kelainan endokrin. Faktor-faktor yang mempengaruhi
stunting tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Faktor keluarga
Faktor keluarga dibedakan menjadi faktor ibu dan faktor
lingkungan keluarga. Faktor ibu meliputi gizi buruk selama
konsepsi, kehamilan dan menyusui, tinggi badan ibu rendah,
infeksi, kehamilan remaja, kesehatan mental, pertumbuhan
intrauterin yang terbatas (IUGR) dan kelahiran prematur,
kehamilan pendek, dan hipertensi. Faktor lingkungan rumah
tangga berupa stimulasi dan aktivitas anak yang kurang
memadai, kurangnya pengasuhan, sanitasi dan sumber air yang
tidak memadai, kurangnya akses dan ketersediaan pangan, dan
distribusi pangan rumah tangga yang tidak tepat, rendahnya
tingkat bimbingan pengasuh (Rahayu et al., 2018).
b. Faktor makanan tambahan/komplementer
Setelah usia 6 bulan, setiap bayi membutuhkan makanan
lunak bergizi yang biasa disebut makanan pendamping ASI
(MP-ASI). Pengenalan dan pemberian makanan pendamping
ASI harus bertahap baik bentuk maupun kuantitasnya sesuai
dengan kemampuan cerna anak. Dalam keadaan darurat, bayi
dan balita harus diberikan makanan pendamping ASI untuk
mencegah malnutrisi. Untuk mendapatkannya, diperlukan
suplementasi dengan vitamin dan mineral (berbagai makanan)
karena tidak cukup makanan untuk kebutuhan anak (Rahayu et
al., 2018).
c. Faktor pemberian ASI
Rendahnya kesadaran ibu akan pentingnya menyusui
dipengaruhi oleh kesehatan ibu dan pengetahuan sosial budaya,
terbatasnya penyuluhan petugas kesehatan, dan tradisi daerah
terhadap pengenalan makanan pendamping ASI terlalu dini dan
buruknya pemberian ASI setelah melahirkan. Masalah praktik
menyusui meliputi inisiasi menyusui yang terlambat, kegagalan
pemberian ASI eksklusif, dan penghentian menyusui dini. Satu
studi menunjukkan bahwa menunda inisiasi menyusui (menunda
menyusui) meningkatkan kematian bayi. Pengertian ASI
Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan atau minuman
tambahan, baik berupa air, jus, atau susu selain ASI.
IDAI merekomendasikan pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan pertama untuk pertumbuhan dan perkembangan
yang optimal. Setelah enam bulan, bayi menerima makanan
pendamping ASI yang cukup sambil terus menyusui sampai usia
24 bulan. Pemberian ASI secara terus menerus selama dua tahun
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penyediaan
nutrisi penting bagi bayi (Rahayu et al., 2018).
d. Faktor penyakit
Penyebab langsung dari malnutrisi adalah nutrisi yang
tidak memadai dan penyakit. Manifestasi gizi buruk disebabkan
oleh perbedaan antara jumlah zat gizi yang diserap dari
makanan dengan jumlah zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Hal ini
terjadi karena asupan makanan yang tidak memadai atau
perkembangan infeksi, yang meningkatkan kebutuhan tubuh
akan nutrisi, mengurangi nafsu makan, atau mempengaruhi
penyerapan nutrisi di usus. Padahal, malnutrisi dan infeksi
seringkali terjadi secara bersamaan. Malnutrisi dapat
meningkatkan risiko infeksi, sedangkan infeksi dapat
menyebabkan malnutrisi, yang mengarah ke lingkaran setan.
Anak yang kurang gizi, daya tahan tubuh yang rendah, dan sakit
akan menjadi semakin kekurangan gizi, mengurangi
kemampuannya untuk melawan penyakit, dan lain-lain (Rahayu
et al., 2018).

5. Dampak Stunting
Dampak yang ditimbulkan oleh stunting diantaranya adalah: 1)
Jangka pendek adalah gangguan perkembangan otak dan intelektual,
gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme dalam
tubuh. 2) Dalam jangka panjang dapat menimbulkan akibat buruk
seperti penurunan kemampuan kognitif dan prestasi akademik,
penurunan imunitas, mudah sakit, risiko tinggi diabetes, obesitas,
dan penyakit jantung. penyakit, kanker, stroke dan kecacatan pada
orang tua (Kemendesa, 2017).

6. Pencegahan Stunting
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk mencegah
stunting, melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang
Gerakan Nasional Pembinaan Gizi Percepatan, dengan fokus pada
kelompok umur 1000 hari pertama kehidupan, seperti:
a. Wanita hamil diperbolehkan untuk mengambil setidaknya 90
Tablet Tonik Darah (TTD) selama kehamilan.
b. Pemberian Makanan Pendamping ASI (PMT) untuk ibu hamil.
c. Nutrisi lengkap.
d. Melahirkan dengan dokter spesialis atau bidan.
e. Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
f. ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan.
g. Makanan Pendamping ASI untuk bayi di atas 6 bulan sampai 2
tahun (MP-ASI).
h. Kekebalan dasar lengkap dan vitamin A.
i. Pantau perkembangan balita Anda di posyandu terdekat.
j. Menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS).
Selain itu, pemerintah juga menyelenggarakan MBM yang
merupakan proyek gizi dan kesehatan masyarakat untuk mencegah
stunting. PKGBM merupakan program pencegahan stunting yang
komprehensif dan berkelanjutan di daerah terpilih. Dengan tujuan
program sebagai berikut: 1) Mengurangi dan mencegah
underweight, malnutrisi dan stunting pada anak, 2) Meningkatkan
pendapatan rumah tangga/keluarga dengan penghematan biaya,
peningkatan produktivitas dan peningkatan pendapatan (Rahayu et
al., 2018).
E. Kerangka Teori

Karakteristik Karakteristik
Keluarga : Balita :
Balita Usia
Usia ibu Jenis
Kondisi Kelamin
Lingkungan Status

Pola Asah Perilaku


makan
1. Stimulasi mental
balita

Pola Asih

1. Kebutuhan emosional
2. Peran orang tua
Ketersediaan
pangan
Pola Asuh keluarga
1.
2. Riwayat imunisasi
3. Pola pemberian
makanan

Kejadian
stunting

Gambar III. I Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi Teori Lawrence Green Dalam Fadhillah et.., (2018) dan Rahma
(2021).

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Karakteristik Keluarga : Karakteristik


Balita :
Balita
Usia
Usia ibu
Jenis
Kondisi Lingkungan
Kelamin
Status pendidikan
Status
Pola Asih

1. Stimulasi mental

Pola Asih

1. Kebutuhan Stunting
emosional
2. Peran orang tua
Pola Asah

1. Status gizi
2. Riwayat imunisasi

: Variabel diteliti

: Variabel tidak diteliti

Gambaran III. 2 Kerangka Konsep

B. Penjelasan Kerangka Konsep


Beberapa faktor predisposisi meliputi usia, jenis kelamin, status
imunisasi, berat badan lahir sedangkan faktor pendorong seperti
ketersediaan sarana dan prasarana, karakteristik rumah tangga, indeks
finansial, wilayah tempat tinggal. Faktor pendorong seperti tingkat
pengetahuan, pemberian ASI eksklusif, peran ahli kesehatan hal ini sangat
mempengaruhi kejadian stunting, hubungan polah asah polah asih dan
polah asuh juga bagian dari faktor predisposisi, faktor pendukung, dan
faktor pendorong kejadian stunting pada balita. Oleh karena itu di
perlukan upaya preventif mengenai kasus balita dengan kejadian stunting
ini.
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan pernyataan atau jawaban sementara dari
masalah penelitian yang kebenarannya akan dibuktikan pada penelitian
tersebut. Bentuk hipotesis dapat melalui pernyataan maupun matematis.
Berdasarkan judul hubungan pola asih, pola asuh dan pola asah dengan
kejadian stunting, maka diperoleh jawaban sementara atau hipotesis
sebagai berikut :
H0: Tidak hubungan pola asah, pola asih dan pola asih pola asuh dengan
kejadian stunting.
H1: Terdapat hubungan pola asah, pola asih dan pola asih pola asuh
dengan kejadian stunting.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah
metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kecamatan turi Kabupaten
Lamongan pada bulan januari sampai dengan juli 2023.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
1. Populasi
Menurut Sugiono (2012 : 43), populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah
pola asuh pola asih pola asah dengan kejadian stunting yang
berjumlah.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (sugiono, 2015 : 55). Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah keseluruhan populasi balita stunting yang
berjumlah orang. Sampel pada penelitian ini memiliki kriteria sebagai
berikut :
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi merupakan kriteria yang memenuhi syarat
sebagai sampel (Notoatmojo, 2012:130). Kriteria inklusi dalam
penelitian ini yaitu:
1. Bersedia jadi responden
2. Usia 6 bulan-59 bulan

b. Kriteria Eksklusi
Karakteristik eksklusi merupakan kriteria yang tidak memenuhi
syarat menjadi sampel (Notoatmodjo, 2012:130). Kriteria eksklusi
dalam penelitian ini yaitu:
1. Anak yang mengalami kelainan kongenital atau cacat fisik
2. Ibu balita yang tidak bisa membaca dan menulis
3. Balita yang sudah tidak tinggal di daerah tersebut
3. Teknik Sampling
Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan
teknik total sampling. Total sampling merupakan teknik adalah teknik
pengambilan sampel menggunakan keseluruhan populasi yang
berjumlah orang. Teknik ini digunakan karena jumlah populasi kurang
dari kurang dari 100 orang
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini menggunakan dua variabel penelitian yaitu :
1. Variabel Bebas (Independen)
Variabel bebas adalah variabel yang dapat mempengaruhi variabel
lainnya. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu aktivitas fisik.
2. Variabel Terkait (Dependen)
Variabel terkait adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas. Variabel terkait dalam penelitian ini yaitu status gizi.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

No Varia Definisi Operasional Alat Ukur Kategori Skala


bel
1. Pola Orang tua (Ayah Kuisioner Hasil ukur berupa : Ordin
Asah dan ibu) 1. Buruk, bila al
memberikan total skor ≤ 18
stimulasi kepada 2. Kurang, bila
anak dengan total skor
memberikan 19≤36
rangsangan untuk 3. Cukup, bila
melatih dan total skor
meningkatkan 37≤54
kemandirian anak 4. Baik, bila total
agar dapat skor 55≤72
berkembang sesuai 5. Sangat baik,
dengan tahap bila total skor
perkembangan. 73≤90.
Sumber : (Zukhra,
2017).
2. Pola Kebutuhan emosi Kuisioner Hasil ukur berupa : Ordin
Asih atau kasih sayang 1. Kurang, <60 al
2. Sedang, 60-80
3. Baik, >80
3. Pola Pola asuh ibu Variabel Hasil ukur berupa : Ordin
Asuh merupakan bayi Terkait 1. Kurang Jika al
Ibu atau balita yang Kuesioner skor <
dirawat oleh ibunya Favorable: median
sendiri. 1. Benar (data
=1 terdistribusi
2. Salah tidak normal)
=0 2. Baik Jika
Unfavora skor
ble: ≥
1. Benar median(data
=0 terdistribusi
2. Sakah tidak normal)
=1 (Zeitlin,2000)

F. Bahan/Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan selama
penelitian untuk bahan pengumpulan data (Notoatmojo, 2010). Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan lembar
observasi. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berupa
pertanyaan dimana responden harus memilih jawaban yang disediakan.
Kuesioner ini bertujuan untuk mendapatkan data mengenai pengetahuan
dan sikap ibu tentang pola asi, pola asah dan pola asuh balita stunting.
Sedangkan lebar observasi digunakan untuk mengetahui identitas
responden yaitu nama, alamat, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan,
jumlah penghasilan, dan akses layanan kesehatan.
G. Prosedur Pengumpulan Data
Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan melakukan observasi serta pengumpulan data.
H. Pengolahan Dan Analisis Data
Data hasil dari kuisioner dan pengukuran akan dikumpulkan dan
diolah menggunakan bantuan program SPSS (Statistic Package For Social
Science) versi 22. Pada penelitian ini tahapan pengolahan data yaitu :
1. Editing (Penyutingan data)
Editing merupakan langkah awal untuk pengecekan dan perbaikan
data penelitian sebelum masuk ke tahap selanjutnya.
2. Coding (Pengkodean data)
Coding merupakan proses pengubahan data dari bentuk kalimat
atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Coding sangat berguna
dalam memasukkan data.
3. Data entry (Memasukkan data)
Data entry digunakan untuk memasukkan coding ke dalam
software untuk dapat diolah. Pada proses ini perlu ketelitian dalam
melakukan data entry agar tidak terjadi bias.
4. Cleaning (Pembersih Data)
Cleaning digunakan untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan
dan ketak lengkapan data dan dapat dilakukan pembetulan.
Sedangkan pada tahap analisis data yaitu:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan
karakteristik variabel penelitian. Pada analisis univariat
menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari variabel
yang diteliti.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan
dua variabel dengan melihat nilai p value. Peda penelitian ini
variabel bebas dan variabel terikat diuji dengan uji Spearman
Rank. Jika nilai koefisien korelasi atau r semakin mendekati 1
maka korelasi semakin kuat. Sedangkan semakin mendekati 0
maka korelasi semakin lemah. Pada nilai p value >0.05 memiliki
arti bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Sedangkan nilai p
value<0,05 memiliki arti bahwa H0 ditolak dan Ha diterima.

I. Kerangka Kerja
Mengidenti
fikasi

Studi
literatur

Pengambila

Penentuan
populasi

sampel

Perizinan

Respon
mengisi
DAFTAR PUSTAKA

Paud Dikmas Sulawesi Tengah.Kebutuhan dasar pada anak,


2020.
Kementerian Kesehatan
Hidayat, A.A. Pengantar ilmu keperawatan anak 1. Jakarta:
Salemba Medika, 2005. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak.
Jakarta: EGC, 2012.
Universitas Muhammadiyah Malang. Perilaku Kasih
Sayang,2014.
E-Journal Keperawatan Hubungan Polah Asuh dengan status
gizi pada anak di taman kanak-kanak Kecamatan Pulutan
Kabupaten Tanalud,2017.

Anda mungkin juga menyukai