Anda di halaman 1dari 76

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA

REMAJA PUTRI DI SMPN 1 LEBAK WANGI


KABUPATEN SERANG

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan


Program Studi Sarjana Terapan Keperawatan

Disusun oleh:
DWI RAHMA PUTRI
NIM: P27905119009

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN
TANGERANG
2023
LEMBAR PERSETUJUAN JUDUL

Judul ini diajukan oleh:

Nama : Dwi Rahma Putri


NIM : P27905119009
Judul : Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada
Remaja Putri Di SMPN 1 Lebak Wangi Kabupaten Serang.

Telah disetujui untuk dijadikan proposal skripsi.

Tangerang, 31 Januari 2023


Pembimbing

Alif Nurul Rosyidah, S.Kep., Ners, M.Kep


NUP. 066110192010369

i
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG

Skripsi yang disusun oleh:

Nama : Dwi Rahma Putri


NIM : P27905119009
Judul : Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada
Remaja Putri Di SMPN 1 Lebak Wangi Kabupaten Serang.

Telah disetujui untuk dijadikan Proposal Skripsi.

Tangerang, 31 Januari 2023


Pembimbing

Alif Nurul Rosyidah, S.Kep., Ners, M.Kep


NUP. 066110192010369

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmah dan

hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri SMPN 1

Lebakwangi Kabupaten Serang”.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad

SAW. Proposal ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Terapan

Keperawatan pada Program Studi Sarjana Terapan Politeknik Kesehatan Kementrian

Kesehatan Banten. Selama proses penyusunan skripsi, peneliti banyak mendapatkan

dukungan serta arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Khayan, SKM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kementrian Kesehatan Banten.

2. Kusniawati, S.Kep, Ners., M.Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Banten.

3. Hj. Siti Wasliyah, S.Kep., Ners, M.Kep selaku Ketua Program Studi Sarjana

Terapan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Banten.

4. Alif Nurul Rosyidah, S.Kep.,Ners,M.Kep selaku pembimbing yang telah

memberikan saran serta arahan dalam penyusunan proposal skripsi.

5. Cucuk Kunang Sari S.Kep., Ners, M. kep selaku penguji.

6. Yunita Sari, S.Kep.,Ns.,,M.Kep.Sp.Kep.Kom selaku Penguji dan

Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi dalam

proses pendidikan.

iii
7. Teristimewa untuk Bapak Tukiman dan Ibu Kasmiati selaku orangtua

peneliti yang selalu menjadi panutan dan sumber motivasi, yang telah

mendo’a kan dan memberikan dukungan selama proses belajar hingga

penyelesaian proposal skripsi ini.

8. Orang terkasih Monica Sari dan Muhamad Yusup Ardabily yang telah

membantu dan memberi dukungan dalam menyelesaikan proposal skripsi

ini.

9. Rekan – rekan seperjuangan yang saling mendukung dalam menyelesaikan

proposal skripsi ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya

dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

Semoga segala kebaikan dan dukungan yang telah diberikan mendapatkan

balasan dari Allah SWT. Akhir kata semoga proposal skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi ilmu keperawatan khususnya keperawatan komunitas.

Tangerang, Februari 2023

Peneliti

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN JUDUL...........................................................i


LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI.......................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.........................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................5
C. Tujuan Penelitian................................................................................6
D. Manfaat Penelitian..............................................................................6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Remaja Putri..........................................................................7
1. Pengertian.....................................................................................7
2. Karateristik Remaja.....................................................................8
3. Perkembangan Remaja...............................................................10
B. Konsep Anemia................................................................................15
1. Pengertian...................................................................................15
2. Klasifikasi...................................................................................17
3. Patofisiologi................................................................................18
4. Etiologi ......................................................................................18
5. Dampak ......................................................................................19
6. Metode Pemeriksaan...................................................................20
C. Status Gizi.........................................................................................21
1. Pengertian Status Gizi.................................................................21
2. Penilaian Status Gizi...................................................................22
D. Hemoglobin......................................................................................28
1. Pengertian Hemoglobin..............................................................28

v
2. Pembentukan Hemoglobin..........................................................29

E. Anemia Pada Remaja........................................................................31


1. Pengertian ..................................................................................31
2. Etiologi.......................................................................................32
3. Faktor-Faktor Penyebab Anemia Pada Remaja..........................32
BAB III OPERASIONALISASI PENELITIAN
A. Pengertian Kerangka Konsep............................................................36
B. Definisi Operasional.........................................................................37
C. Hipotesis...........................................................................................39
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian..............................................................................40
B. Populasi dan Sampel Penelitian........................................................40
C. Instrumen Penelitian.........................................................................43
D. Cara Pengumpulan Data...................................................................44
E. Analisis Data.....................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................47
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Kriteria dan Derajat Anemia Menurut Kelompok Umur...........................16


Tabel 2. 2 Kategori Batas Ambang IMT Menurut Kementerian Kesehatan RI 2014 26
Tabel 2. 3 kadar normal hb.........................................................................................31

Tabel 3.2 Definisi Operasional..................................................................................39

vii
DAFTAR SKEMA

Skema 3. 1 Kerangka Konsep.....................................................................................37

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat – Surat Perizinan


Lampiran 2 : Informed Consent
Lampiran 3 : Kuesioner Karateristik Responden
Lampiran 4 : Lembar Observasi
Lampiran 5 : SOP
Lampiran 6 : Lembar Konsultasi

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

Beberapa tahap perkembangan dan pertumbuhan akan terjadi pada masa

remaja baik dalam fisik, seksual, skill, dan kemandirian. Data dari Dinas

Kesehatan Provinsi Banten pada tahun 2021 populasi remaja pada umur 10-

14 tahun sebanyak 1,068,424 juta jiwa dan umur 15-19 tahun sebanyak

1,011,938 juta jiwa. (Dinkes, 2021).

Masa remaja terjadi peningkatan aktivitas fisik dan peningkatan

asupan kalori, sehingga kebutuhan makanan yang bergizi menjadi suatu hal

yang sangat penting untuk dikonsumsi dan berguna untuk proses

pertumbuhan, dimana gizi yang masuk kedalam tubuh akan digunakan untuk

peningkatan berat badan dan tinggi badan remaja. Remaja putri (10 – 19

tahun) merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia

daripada remaja laki-laki. Karena setiap bulan remaja putri mengalami

menstruasi selain itu remaja putri seringkali menjaga penampilan ingin kurus

sehingga melakukan diet dan mengurangi makan. Anemia merupakan

masalah kesehatan di dunia, terutama di negara berkembang seperti di

Indonesia.

Anemia merupakan suatu kondisi dimana kadar hemoglobin dalam

darah kurang dari batas normal. Normal hemoglobin pada wanita tidak hamil

1
2

adalah 12 g/dL. Dampak jangka pendek anemia pada remaja putri akan

menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan kebugaran, konsentrasi, prestasi

dan produktivitas belajar karena kurang oksigen ke sel otot dan sel otak,

sedangakan dampak jangka panjang apabila mengalami anemia akan

berpengaruh pada saat persalinan, yang nantinya wanita akan mengalami

perdarahan postpartum dan bayi baru lahir rendah (Damayanti, 2021).

Remaja putri memiliki risiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita

anemia dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri

setiap bulannya kekurangan darah yang disebabkan oleh proses keluarnya

darah menstruasi, kurangnya zat besi dalam beberapa makanan yang

dikonsumsi, penyakit yang kronis, ketidakseimbangan asupan gizi, aktifitas

yang dilakukan dan pola hidup remaja putri berubah dari yang semula serba

teratur menjadi kurang teratur misalnya sering terlambat makan atau kurang

tidur (Sari, 2022)

Tanda anemia pada remaja putri antara lain lesu, lemah, letih, lelah

dan lalai (5L), sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang. Gejala

lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan

menjadi pucat. Sedangkan dampak anemia defisiensi zat besi adalah

produktivitas rendah, perkembangan mental dan kecerdasan terhambat,

menurunnya sistem imunitas tubuh, morbiditas. Anemia pada remaja putri

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya status gizi dan pola menstruasi

(Dieny F. F., 2014).


3

Status gizi biasanya berkaitan dengan pola makan, dimana remaja

putri biasanya sangat memperhatikan bentuk badannya, sehingga banyak

remaja putri yang membatasi konsumsi makan dan banyak pantangan

terhadap makanan. Masa remaja sering kali merupakan masa pertama kalinya

orang-orang mempertimbangkan untuk mengikuti diet dalam rangka

mengubah bentuk tubuh mereka. Diet ketat biasanya menghilangkan

makanan-makanan tertentu misalnya karbohidrat. Tidak baik bagi kesehatan

remaja yang sedang tumbuh dan memerlukan asupan gizi yang baik (Sari,

2022).

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa lebih dari

10% penduduk dunia mengalami anemia. Persentase pada negara maju

sebesar 4,3-20% dan pada negara berkembang sebesar 30-48% dengan

anemia gizi besi. Secara global, sebesar 43% diderita anak-anak, 38% ibu

hamil, 29% wanita tidak hamil, dan sebesar 29% semua wanita usia subur

didiagnosa anemia. Di Indonesia, anemia karena kekurangan zat besi

merupakan salah satu masalah gizi yang belum selesai diatasi, baik pada ibu

hamil maupun pada remaja. Berdasarkan data ( RISKESDAS) tahun 2018

terjadi peningkatan anemia pada ibu hamil sebesar 11,8% dibanding tahun

2013. Sebesar 37,1% ibu hamil menderita anemia pada tahun 2013 dan pada

tahun 2018 sebesar 48,9% . Hal ini terjadi karena tingginya prevalensi anemia

pada remaja putri yaitu sebesar 25% dan 17% pada WUS. Hal tersebut

dipengaruhi oleh kebiasaan asupan gizi yang tidak optimal dan kurangnya

aktifitas fisik (Kemenkes, 2018).


4

Menurut data riset kesehatan dasar Republik Indonesia , kelompok

umur 16-18 tahun penilaian status gizi berdasarkan IMT, Selain itu terdapat

8,7% remaja usia 13-15 tahun dan 8,1% remaja usia 16-18 tahun dengan

kondisi kurus dan sangat kurus (Kemenkes, 2018). Sedangkan prevalensi

berat badan lebih dan obesitas sebesar 16,0% pada remaja usia 13-15 tahun

dan 13,5% pada remaja usia 16-18 tahun. Provinsi Banten masuk 11 provinsi

dengan prevelensi kurus diatas nasional (Kemenkes 2018). Berdasarkan data

Dinkes Provinsi Banten (2017) tercatat di Kabupaten Serang anemia pada

remaja putri sebanyak 37,1%.

Tingginya prevalensi anemia pada remaja putri salah satunya

disebabkan oleh pola makan yang salah (Utami dkk., 2015). Hal ini diperkuat

oleh Mujib (2019) menjelaskan bahwa penyebab utama dari kejadian anemia

gizi pada remaja putri adalah pola makan yang tidak sehat dan kurangnya

pengetahuan tentang gizi baik yang diperlukan oleh tubuh. Apabila asupan

makan kurang maka cadangan besi banyak yang dibongkar. Keadaan yang

seperti inilah mempercepat terjadinya anemia. (Oktaviana, 2021).

Persoalan penurunan kadar hemoglobin di negara berkembang

berkaitan dengan krisis ekonomi, terjadinya kurang energi protein yang

terwujud dengan rendahnya indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar lengan

atas (LILA), serta asupan sumber zat besi rendah Begitu pula dengan

penelitian yang di lakukan di Yogyakarta didapatkan hasil bahwa faktor lain

yang mempengaruhi kadar hemoglobin antara lain IMT, riwayat kesehatan


5

individu dan keluarga, perilaku kesehatan dan menstruasi bagi wanita

(Harahap, 2019).

Status gizi dapat mempengaruhi kejadian anemia, hal ini dikarenakan

status gizi dalam kategori kurus mempunyai resiko 3,1 kali mengalami

anemia dibandingkan dengan remaja yang mempunyai status gizi normal.

Status gizi juga mempunyai hubungan dengan konsentrasi hemoglobin, hal

ini dapat berarti semakin buruk status gizi seseorang maka semakin rendah

kadar hemoglobinnya dan begitu sebaliknya.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, hasil kunjungan peneliti dengan

pihak puskesmas pada 13 Januari 2023 remaja putri yang dilakukan

pemeriksaan HB didapatkan sekitar 55 siswi mengalami anemia. Dan dari

hasil Pemeriksaan kepada 10 siswi di SMPN 1 Lebak Wangi didapatkan data

IMT siswi kurus.

Berdasarkan masalah tersebut peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia pada

remaja putri di SMPN 1 Lebak wangi kabupaten Serang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini

yaitu apakah ada hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia pada

remaja putri.

C. Tujuan Penelitian
6

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk Mengidentifikasi

Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di

SMPN Lebak wangi Kabupaten Serang.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

a. Mengidentifikasi karakteristik responden di SMPN Lebak wangi

Kabupaten Serang.

b. Mengidentifikasi Status gizi responden dengan melakukan

penilaian status gizi (Antropometri) di SMPN Lebak wangi

Kabupaten Serang.

c. Mengidentifikasi kejadian anemia di SMPN Lebak wangi

Kabupaten Serang.

d. Mengidentifikasi Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia

pada remaja putri di SMPN Lebak wangi Kabupaten Serang.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai , maka penelitian ini

diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung


7

maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Subjek Penelitian

Informasi tentang pentingnya status gizi dengan Kejadian Anemia

remaja putri sehingga dapat mencegahnya.

2. Masyarakat

Memberikan informasi bagi masyarakat tentang hubungan antara

status gizi dengan Kejadian Anemia remaja putri.

3. Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi pembanding dan acuan bagi

penelitian selanjutnya berkaitan dengan status gizi dengan Kejadian

Anemia remaja putri.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Remaja

1. Pengertian

Remaja merupakan suatu masa kehidupan individu dimana terjadi

eksplorasi psikologis untuk menemukan identitas diri. Pada masa transisi ini

banyak perubahan yang terjadi baik secara biologis, psikologis dan fisik.

Secara fisik terjadi pertumbuhan yang sangat pesat (Adolescence Growth

Spurt), sehingga remaja memerlukan zat-zat gizi yang relatif lebih besar

jumlahnya (Budianto & Fadhillah, 2016).

Menurut Hall, masa remaja adalah masa penuh gejolak yang penuh

dengan konflik dan perubahan suasana hati. Itulah sebabnya masa remaja

disebut juga masa badai dan tekanan (Storms and Impulses). Dengan

demikian, pikiran, perasaan, dan tindakan remaja berganti-ganti antara

kesombongan dan kerendahan hati, kebajikan dan godaan, kebahagiaan dan

kesedihan. Remaja bisa canggung atau ramah dengan teman sebayanya.

Terkadang menginginkan privasi, tetapi setelah beberapa detik kemudian

menginginkan kebersamaan. (Hall, 2019)

2. Karateristik remaja

Masa remaja yang mengalami berbagai perubahan dapat dibedakan

menjadi tiga kategori berdasarkan ciri-cirinya. Kualitas yang berbeda ini

memiliki konsekuensi yang berbeda pada kesejahteraan mereka dan apa yang

8
9

mereka miliki, termasuk "diri mereka sendiri". Ada beberapa kategori remaja

menurut (Dieny F. F., 2014) diantaranya :

a. Remaja Awal (10-12 tahun)

Pada tahap ini remaja mengalami keajaiban dan dorongan dari

perubahan yang terjadi pada tubuh mereka. Mereka mengembangkan ide

dan kepekaan baru dan mudah tertarik pada lawan jenis. Hipersensitivitas

ini dikombinasikan dengan kontrol ego yang berkurang membuat remaja

awal sulit dipahami oleh orang dewasa. Karateristik remaja awal antara

lain :

a. Perhatian pada bentuk tubuh dan citra tubuh.

b. Kepercayaan dan menghargai orang dewasa.

c. Kekawatiran pada hubungan dengan teman sebaya.

d. Mencoba sesuatu yang mencoba dirinya terlihat lebih baik atau

mengubah citra tubuh mereka.

e. Ketidakstabilan perasaan dan emosi.

b. Remaja Tengah (13-15 tahun)

Remaja pada tahap ini sangat membutuhkan teman. Mereka merasa

sangat nyaman ketika mereka memiliki banyak teman di sekitar mereka.

mereka cenderung menjadi seorang narsisis yang menyukai teman yang

memiliki sifat yang mirip dengannya dan mencintai dirinya sendiri, dan

mereka bingung harus memilih siapa. Peka atau acuh tak acuh, sibuk atau

sendirian, optimis atau pesimis, idealis atau materialistis, dll.

Karakteristik remaja tengah antara lain:


10

1.) Menciptakan citra tubuh.

2.) Sangat besar dipengaruhi oleh teman sebayanya.

3.) Tidak mudah percaya pada orang dewasa

4.) Menganggap kebebasan menjadi sangat penting, misalnya: jarang

lagi makan bersama keluarga.

5.) Pengalaman berharga pada perkembangan kognitif.

6.) Lebih suka mendengarkan kata-kata teman sebayanya daripada orang

tua atau orang dewasa lainnya.

7.) Bereksperimen, misalnya memilih menjadi vegetarian

c. Remaja Akhir (16-19 tahun )

Tahap ini merupakan tahap konsolidasi menuju kedewasaan, dengan

minat yang lebih stabil dalam fungsi intelektual, ego mencari cara untuk

bersatu dengan orang lain dan pengalaman baru, pembentukan identitas

seksual yang tidak lagi berubah , mulai menyeimbangkan antara

kepentingan diri sendiri dengan orang lain. Karakteristik remaja akhir

yaitu:

a. Berorientasi pada masa depan dan membuat rencana.

b. Meningkatnya kebebasan.

c. Konsisten pada nilai-nilai dan kepercayaan.

d. Mengembangkan hubungan yang lebih dekat atau tetap.

3. Perkembangan Remaja

Masa remaja (adolescence), seperti yang dapat dilihat dari

perkembangan zaman, masa remaja telah banyak mengalami perkembangan


11

dan pengalaman hingga masa pubertas. Tidak ada anak perempuan atau laki-

laki yang memasuki pubertas sebagai daftar kosong yang hanya berisi kode

genetik yang menentukan arah perkembangan pubertas. Perkembangan

adalah proses pembelajaran sosial yang berkelanjutan. Perkembangan remaja

menurut (Dieny F. F., 2014) diantaranya :

1. Perubahan Fisik

Perubahan fisik remaja merupakan perubahan secara biologis yang

ditandai dengan kematangan organ seks primer maupun organ seks

sekunder, yang dipengaruhi oleh kematangan hormon seksual. Percepatan

pertumbuhan badan terutama terlihat pada pertumbuhan panjang badan

yang berlangsung dalam periode dua tahun.

Pada remaja putri, percepatan pertumbuhan selesai pada usia 13 tahun

sedangkan remaja putra, pada usia 15 tahun, akan tetapi pertumbuhan

panjang badan masih berjalan selama kurang lebih tiga tahun sampai kira-

kira usia 16 dan 18 tahun. Di samping pertumbuhan panjang badan terjadi

pertumbuhan berat badan yang kurang lebih berjalan paralel dengan

bertambahnya panjang badan. Pada remaja putra, pertambahan berat

badan disebabkan bertambah massa otot sedangkan pada remaja putri

lebih disebabkan bertambahnya jaringan pengikat di bawah kulit (lemak)

terutama pada paha, pantat, lengan atas dan dada. Pertambahan jaringan

lemak pada bagian-bagian tersebut membuat bentuk badan yang khas

wanita. Remaja putra memperoleh bentuk badan khas laki-laki terutama

karena bertambah lebarnya bahu. Karena percepatan pertumbuhan pada


12

remaja putri lebih dahulu maka remaja putri pada usia 12 dan 13 tahun

menjadi lebih besar daripada remaja putra, tetapi selanjutnya remaja putra

segera menyusul dan melebihi besar badan remaja putri.

Selama memasuki tahapan pertumbuhan dari masa anak-anak ke masa

remaja akan ada masa dimana terjadi perubahan hormonal yang

mempengaruhi karakteristik seks sekunder, masa ini sering disebut juga

dengan pubertas. Pubertas tidak sama dengan remaja, dimana masa

pubertas berakhir jauh sebelum masa remaja selesai. Meskipun demikian,

masa pubertas merupakan awal penting yang menandai masa remaja.

Pubertas adalah sebuah periode dimana kematangan fisik berlangsung

pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh. Hormon adalah

zat kimia yang kuat yang diciptakan oleh kelenjar endokrin dan dibawa

keseluruh tubuh melalui aliran darah. Terdapat dua jenis hormon yang

memiliki kadar kepekatan yang berbeda pada laki-laki dan perempuan,

yaitu androgen jenis hormon seks laki-laki, dan esterogen jenis hormon

utama pada perempuan.

Pubertas terjadi sebagai akibat peningkatan sekresi gonadotropin-

releasing hormone (GnRH) dari hipotalamus, diikuti oleh sekuens

perubahan sistem endokrin yang kompleks yang melibatkan sistem umpan

balik negatif dan positif. Peran sistem endokrin melibatkan interaksi dari

hipotalamus, kelenjar pituitary, dan gonad. Kadar hormon seks diatur oleh

dua hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary, yaitu follicle-

stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). LH meregulasi


13

sekresi esterogen dan perkembangan ovum pada perempuan. Pada

perempuan, LH dan GnRH meregulasi indung telur dan menghasilkan

esterogen.

2. Perkembangan psikologis

Pertumbuhan fisik terutama organ-organ seksual mempengaruhi

perkembangan perasaan, emosi dan dorongan baru, seperti perasaan cinta,

rindu, dan keinginan untuk mengenal lawan jenis lebih baik. berbagai

peristiwa dan situasi sosial. Salah satu aspek psikologis dari perubahan

fisik pada masa remaja adalah remaja menjadi sangat peduli dengan

tubuhnya dan membentuk persepsinya sendiri tentang seperti apa

tubuhnya di mata orang lain. Perhatian berlebihan dengan citra tubuh

sendiri terutama terlihat selama masa remaja.

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang

berhubungan dengan penyesuaian sosial. Perkembangan sosial remaja

dipengaruhi oleh pengalaman sosial awal. Remaja perlu berperan dalam

kehidupan sosial guna menemukan jati dirinya. Dalam perkembangan

sosial, remaja mulai berpisah dari orang tuanya dan mulai menjalin

hubungan dengan kelompok sebaya. Kelompok teman sebaya sangat

penting dan berpengaruh dalam kehidupan sosial seorang remaja. Dalam

kelompok teman sebaya, kaum muda menjadi sangat bergantung pada

teman mereka sebagai sumber kegembiraan dan ikatan.

Peran penting teman sebaya dalam kehidupan sosial remaja

mendorong remaja untuk membentuk kelompok sebaya. Perilaku


14

kesesuaian kelompok juga terjadi setelah pembentukan kelompok.

Perilaku ini memungkinkan remaja untuk beradaptasi dan berintegrasi ke

dalam kelompok dan menjadi diterima oleh kelompok.

3. Perkembangan kepribadian

Banyak remaja menggunakan kriteria kelompok sebagai dasar

konsepsi mereka tentang kepribadian yang "ideal" saat menilai

kepribadian mereka. Banyak kondisi dalam kehidupan remaja yang turut

membentuk pola kepribadian melalui pengaruhnya terhadap konsep diri,

beberapa di antaranya sesuai dengan kondisi masa kanak-kanak, namun

banyak di antaranya merupakan perubahan fisik yang terjadi pada masa

remaja sebagai akibat dari perubahan fisik dan psikologis.

Setiap tahap perkembangan menghadirkan tantangan dan kesulitan

yang membutuhkan kemampuan untuk mengatasinya. Remaja

menghadapi dua tantangan besar yaitu mencapai ukuran kebebasan atau

kemandirian dari orang tua dan membentuk identitas diri untuk mencapai

kematangan pribadi.

4. Perkembangan Kognitif

Salah satu tugas perkembangan remaja yang harus dilaluinya adalah

berpikir lebih matang dan rasional serta menggunakan penalaran yang

lebih matang dalam memecahkan masalah. Mereka harus mampu

mengembangkan standar moral dan kognitif yang dapat digunakan

sebagai pedoman, memastikan konsistensi dalam pengambilan keputusan

dan tindakan. Dengan kata lain, kaum muda harus memiliki kapasitas
15

intelektual dan imajinasi yang diperlukan untuk menjadi warga negara

yang baik.

Pada tahap ini pemikiran konkret masa kanak-kanak ditinggalkan,

sehingga sangat menarik untuk diamati perkembangan pemikirannya.

Kekuatan perkembangan pemikiran muda membuka cakrawala kognitif

dan sosial baru. Pemikiran remaja menjadi semakin abstrak, logis, dan

idealis, memungkinkan mereka untuk menguji pemikiran mereka sendiri,

pemikiran orang lain, dan pendapat orang lain tentang mereka dengan

lebih baik.

B. Konsep Anemia

1. Pengertian

Anemia merupakan suatu kondisi tubuh dimana kadar hemoglobin

(Hb) dalam darah lebih rendah dari normal . Hemoglobin adalah salah satu

komponen sel darah merah/eritrosit yang mengikat oksigen dan

mengantarkannya ke seluruh jaringan sel dalam tubuh. Oksigen diperlukan

untuk jaringan tubuh untuk menjalankan fungsinya. Kurangnya oksigen di

otak dan jaringan otot menyebabkan gejala seperti konsentrasi yang buruk

dan kekurangan energi saat beraktivitas. Hemoglobin terbentuk dari gabungan

protein dan zat besi untuk membentuk sel darah merah/eritrosit. Anemia

adalah gejala yang perlu diidentifikasi dan diobati dengan tepat (Kemenkes,

2018).

Parameter yang paling umum digunakan untuk menunjukkan anemia

adalah kadar hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit. Ketiga parameter


16

ini umumnya berhubungan satu sama lain . Nilai normal hemoglobin sangat

bervariasi secara fisiologis. Menurut WHO,2011 terdiri dari beberapa kriteria:

Tabel 2. 1 Kriteria Anemia Menurut Kelompok Umur

Non Anemia (g/dl)


Populasi Anemia Ringan Sedang Berat
(g/dl)
Anak 6 – 59 bulan 11 10.0–10.9 7.0-9.9 < 7.0
Anak 5 – 11 tahun 11.5 11.0-11.4 8.0-10.9 < 8.0
Anak 11 – 14 tahun 12 11.0-11.9 8.0-10.9 < 8.0
Permpuan tidak 12 11.0-11.9 8.0-10.9 < 8.0
hamil (≥ 15 tahun)
Ibu hamil 11 10.0-10.9 7.0-9.9 < 7.0
Laki – laki ≥15 13 11.0-12.9 8.0-10.9 < 8.0
tahun

2. Klasifikasi

Banyak jenis anemia yang dapat dengan mudah diobati. Tetapi pada

beberapa jenis lainnya kemungkinan berat. Dapat berlangsung lama dan

dapat mengancam jiwa jika tidak terdiagnosa sejak dini dan tidak segera

di obati (Jitowiyono, 2018).

a. Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan salah satu

penyakit hematologi yang sering ditemukan pada bayi, anak-

anak dan perempuan usia reproduksi. Anak-anak dengan ADB

mengalami keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan,

perubahan perilaku, dan defisit motorik yang dapat

memengaruhi kemampuan mereka untuk belajar dan berhasil


17

di sekolah. Situasi seperti itu tentu dapat menghambat

pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas.

Menstruasi dan kehamilan merupakan penyebab utama

anemia defisiensi besi pada wanita usia subur.

Mempertimbangkan efek samping yang serius dari anemia

defisiensi besi, diperlukan kehati-hatian yang cukup. Menurut

data World Health Organization (WHO, 2011) frekuensi

defisiensi besi di negara berkembang akan meningkat 2-5 kali

menjadi anemia defisiensi besi yang disebabkan beberapa

faktor seperti infeksi dan malnutrisi (Kurniati, 2020).

b. Anemia Defisiensi Asam Folat/Megaloblastik

Anemia defisiensi folat juga dikenal sebagai anemia

megaloblastik. Ini adalah akibat tubuh tidak memproduksi

faktor intrinsik dan tidak menyerap vitamin B12. Kekurangan

vitamin B12, mencegah sumsum tulang memproduksi sel

darah merah normal dan sangat membatasi daya dukung

hemoglobin. (Nugroho, 2018)

c. Anemia Defisiensi B12

Anemia defisiensi B12 disebut juga pernisiosa.

Keadaannya dan gejala seperti anemia gizi asam folat. Anemia

jenis ini melibatkan gangguan pada pencernaan bagian dalam.

Ketika kronis dapat merusak sel-sel pada menyebabkan

kelainan pada asam lemak, seta posisi pada dinding sel


18

jaringan saraf juga berubah. Dikhawatirkan, akan mengalami

gangguan kejiwaan (Salsabila, 2020)

d. Anemia Defisiensi B6

Anemia defisiensi B6 juga disebut siderotik. Situasinya

mirip dengan anemia defisiensi besi, tetapi serum besi normal

saat darah diuji di laboratorium. Kekurangan vitamin B6

mengganggu sintesis (pembentukan) hemoglobin (Kurniati,

2020).
19

3. Patofisiologi

Patofisiologi anemia sebagai berikut :

Gambar 2. 1 Patofisiologi Anemia

Perdarahan Kurang Beban Penghancuran Terhentinya


Masif Buku Pembuat Eritrosit yang Pembuatan
Sel Darah berlebihan Sel Darah Oleh
oleh sum-sum
tulang

Anemia

Anoreksia Kadar Hb
Gangguan Turun
Nutrisi
Kurang dari
lemas kebutuhan
Kompartemen
sel penghantar
oksigeeen/zat
Cepat Lelah
nutrisi ke sel

Intoleransi Gangguan Perfusi


Aktivitas Jaringan

(sumber: Reni & dwi, 2018)

4. Etiologi

Penyebab anemia yaitu kekurangan mengkonsumsi zat besi, yang

lainnya yaitu kekurangan asam folat, vitamin B12 dan protein.


20

Kekurangan zat gizi tersebut memicu terjadinya anemia sehingga terjadi

kekurangan produksi ataupun kualitas dari eritrosit (sel darah merah) dan

kehilangan sel darah merah tersebut sejak lama atau secara tiba-tiba. Ada

tiga penyebab utama terjadinya anemia pada seseorang yaitu :Kehilangan

darah secara kronis (Permanasari, 2020).

5. Dampak

Menurut Jitowiyono (2018) Apabila tidak diobati,anemia dapat

menyebabkan banyak masalah kesehatan seperti:

a. Kelelahan berat

Kelelahan berat bila anemia cukup parah seseorang mugkin akan

merasa sangat lelah sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas sehari-

hari.

b. Komplikasi kehamilan

Wanita hamil dengan anemia defisiensi folat cenderung mengalami

komplikasi, seperti kelahiran prematur.

c. Masalah jantung

Anemia dapat menyebabkan detak jantung cepat dan ireguler

(aritmia). Bila seseorang menderita anemia, jantung harus memompa

lebih banyak darah untuk mengimbangi kekurangan oksigen dalam

darah. Hal ini dapat menyebabkan jantung membesar atau gagal

jantung.

d. Kematian
21

Beberapa anemia turunan, seperti anemia sel sabit, bisa menyebkan

komplikasi yang mengancam jiwa. Kehilangan darah yang dengan

cepat mengakibatkan anemia akut dan berat dan berakibat fatal.

6. Metode pemeriksaan

Penentuan anemia dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin

darah. Cara yang digunakan untuk pemeriksaan kadar hemoglobin darah

antara lain dengan menggunakan metode :

a. Metode digital (POCT)

Metode digital (POCT) dengan menggunakan Easy Touch GCHb

memiliki prinsip kerja menghitung kadar hemoglobin pada sampel

darah berdasarkan kepada perubahan potensial listrik terbentuk

secara singkat dipengaruhi oleh interaksi kimia antara sampel

darah yang diukur dengan elektroda terhadap strip (Akhzami et al,

2016).Alat Easy Touch GCHb ini merupakan alat yang sangat

mudah digunakan dan hasil yang didapatkan mendekati hasil

sebenarnya. (Meimi, Zainiar, & Fitri, 2021).

b. Metode Sahli

Metode sahli adalah metode pemeriksaan haemoglobin yang

dilakukan secara visual. Pemeriksaan haemoglobin dengan cara

darah diencerkan dengan larutan HCl agar haemoglobin berubah

menjadi asam hematin, kemudian dicampur dengan aquadest

hingga warnanya sesuai dengan warna standar. Penggunaan HCI

dikarenakan asam klorida adalah asam monoprotik yang sulit


22

menjalani reaksi redoks. Selain itu juga merupakan asam yang

paling tidak berbahaya dibandingkan asam kuat lainnya. HCI

mengandung ion klorida yang tidak reaktif dan tidak beracun

(Sari, 2020).

c. Metode Cyanmethemoglobin

Pemeriksaan hemoglobin sederhana yang dianjurkan oleh

International Committee for Standardization in Hematology

metode Cyanmethemoglobin (Autoanalyzer). Hematology metode

Cyanmethemoglobin (Autoanalyzer) merupakan metode dengan

cara menghitung secara otomatis kadar hemoglobin dalam

eritrosit, metode ini banyak digunakan karena mempunyai

ketelitian yang lebih akurat dan tingkat kesalahannya rendah

(Meimi, Zainiar, & Fitri, 2021).

C. Status Gizi

1. Pengertian Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau

sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi),

dan penggunaan zat gizi makanan di dalam tubuh. Status gizi merupakan

faktor penting untuk menilai seseorang dalam keadaan sehat atau tidak

menderita penyakit akibat gangguan gizi, baik secara mental maupun fisik.

Ketidakseimbangan dalam penyediaan pangan menyebabkan masalah dalam

pemenuhan gizi, yakni masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih (Dieny,

2014).
23

2. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah ukuran atau gambaran mengenai kondisi tubuh

seseorang yang dapat dilihat dari konsumsi makanan dan zat gizi yang

digunakan di dalam tubuh. Konsumsi makanan adalah makanan atau energi

yang masuk ke dalam tubuh, yaitu karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi

lainnya (Iqbal & Puspaningtyas, 2019).

1. Penilaian Langsung

a. Antropometri

Antropometri adalah pengukuran berbagai dimensi tubuh dan

komposisi dasar tubuh manusia pada tingkat umur dan gizi yang

berbeda. Untuk negara miskin, antropometri berguna untuk

menggambarkan kecukupan asupan protein dan energi. Sementara

untuk negara maju, antropometri digunakan untuk mengidentifikasi

adanya gagal tumbuh dan obesitas. Terdapat dua jenis pengukuran

antropometri yaitu pengukuran antropometri ukuran tubuh dan

pengukuran antropometri komposisi tubuh. Pengukuran antropometri

ukuran tubuh terdiri atas berat badan, tinggi badan, panjang badan,

tinggi lutut, panjang ulna, rentang lengan, panjang kaki bawah bayi,

lingkar kepala, lebar siku, dan umur. Sementara untuk pengukuran

antropometri komposisi tubuh terdiri atas tebal lemak, lingkar

pinggang, lingkar pinggul, perbandingan lingkar pinggang- pinggul,

lingkar lengan atas, lingkar otot lengan atas, tebal lingkar lengan

atas, body impedance analysis (Gibson, 2005).


24

1.) Indeks Antropmetri

Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa

parameter. Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari satu

pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang

dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah satu contoh

dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau

yang disebut dengan Body Mass Index (Kusmawati & Lufthansa,

2019).

IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi

orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan

kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan

normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan

hidup yang lebih panjang. IMT hanya dapat digunakan untuk

orang dewasa yang berumur diatas 18 tahun. Dua parameter

yang berkaitan dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh, terdiri

dari:

a. Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu parameter massa tubuh

yang paling sering digunakan yang dapat mencerminkan

jumlah dari beberapa zat gizi seperti protein, lemak, air dan

mineral. Untuk mengukur Indeks Massa Tubuh, berat badan

dihubungkan dengan tinggi badan (Gibson, 2005).

b. Tinggi Badan
25

Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan

dapat merefleksikan pertumbuhan skeletal (tulang)

(Harahap, 2019).

2.) Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh Indeks Massa Tubuh

diukur dengan cara membagi berat badan dalam satuan kilogram

dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat (Gibson,

2005).Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh :

IMT =BB (kg) TB


2

(m)

3.) Kategori Indeks Massa Tubuh

Untuk mengetahui Status Gizi seseorang maka ada kategori

ambang batas IMT yang digunakan, seperti yang terlihat pada

tabel 2.2 yang merupakan ambang batas IMT untuk Indonesia.

Tabel 2. 2 Kategori Batas Ambang IMT Menurut Kementerian Kesehatan RI 2014

Kategori Klasifikasi Indeks Massa


Tubuh (kg/m2)
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17, 0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17, 0- < 18,5
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan > 25,0 – 27, 0
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Sumber : Kementerian Kesehatan RI (2014)

b. Klinis
26

Pemeriksaan klinis merupakan pemeriksaan yang dilakukan

dengan memeriksa indikator- indikator yang berhubungan dengan

defisiensi zat gizi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara

membandingkan kondisi seseorang dengan ukuran normal pada

umumnya. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan oleh dokter, karena

profesi tersebut yang memiliki kompetensi mendiagnosis hasil

pemeriksaan fisik-klinis. Di sinilah pentingnya kolaborasi

antarprofesi (interprofessional collaboration). Ahli gizi dapat

mengolah data klinis yang diambil oleh dokter, dan dokter dapat

mempertimbangkan terapi gizi untuk menunjang kesembuhan

pasien. Namun, ada pemeriksaan fisik dan klinis yang dapat

dilakukan oleh ahli gizi dan tenaga kesehatan lainnya juga tenaga

terlatih seperti pemeriksaan Kurang Energi Protein (KEP),

pemeriksaan Anemia Zat Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat

Kekurangan Iodium (GAKI), dan Kurang Vitamin A (KVA) (Iqbal

& Puspaningtyas, 2019).

Tanda-tanda klinis malnutrisi tidak spesifik dan sensitif,

terkadang ada beberapa penyakit yang mempunyai gejala yang sama,

tetapi penyebabnya berbeda seperti glositis atau angularis stomatitis .

Oleh karena itu, pemeriksaan klinis harus dipadukan dengan

pemeriksaan lain seperti antropometri, biokimia (laboratorium), dan

survei konsumsi makanan (dietary), sehingga kesimpulan dalam


27

penilaian status gizi dapat lebih tepat dan lebih baik (Iqbal &

Puspaningtyas, 2019).

c. Biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia merupakan suatu cara

untuk mendeteksi adanya defisiensi gizi subklinik dan menentukan

diagnosis medis dan intervensi atau penanganan yang

tepat .Penilaian status gizi secara biokimia umumnya dilakukan oleh

tenaga laboratorium sesuai dengan rekomendasi atau permintaan

dokter. Hal ini berkaitan dengan diagnosis medis yang harus

ditegakkan oleh dokter. Dalam hal ini dibutuhkan suatu kolaborasi

antar-profesi kesehatan (interprofessional collaboration). Ahli gizi

dapat mengolah dan mengkaji data laboratorium yang diambil oleh

dokter dan dokter dapat mempertimbangkan terapi gizi untuk

menunjang kesembuhan pasien (Iqbal & Puspaningtyas, 2019).

Penilaian Biokomia yang sering di lakukan adalah Hemoglobin.

Hemoglobin merupakan pengukuran biokimia darah yang biasa

dilakukan pada penentuan kondisi defisiensi zat besi atau anemia.

Defisiensi zat besi dapat ditentukan melalui pengukuran feritin

serum yang rendah, reseptor transferin yang tinggi, dan hemoglobin

normal. Pengukuran status zat besi tubuh terdiri atas tiga tingkatan,

yaitu (Gibson, 2016) sebagai berikut.

a. Stage 1, deplesi besi (penurunan cadangan besi dalam hati yang

ditandai dengan penurunan feritin serum).


28

b. Stage II, Fe-deficient erythropoiesis (penurunan cadangan besi,

penurunan transportasi besi, dan peningkatan reseptor besi

jaringan).

c. Stage III, anemia defisiensi besi (anemia hipokromik mikrositik)

yang ditandai dengan penurunan hemoglobin.

2. Penilaian Tidak Langsung

a. Survey Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan merupakan metode pengukuran

status gizi yang dilakukan dengan mengamati jumlah dan jenis zat

gizi yang dikonsumsi, kaitannya dengan kondisi status gizi dan

kesehatan seseorang. Survei konsumsi makanan dapat digunakan

untuk mengidentifikasi defisiensi zat gizi tahap awal. Seperti

diketahui, defisiensi zat gizi dapat terjadi karena penyebab primer

(asupan makan yang rendah) maupun penyebab sekunder (kejadian

penyakit, interaksi obat dan makanan, gangguan absorpsi,

transportasi, penggunaan, serta ekskresi zat gizi). Selain dapat

mengidentifikasi risiko kekurangan zat gizi, metode ini dapat

digunakan untuk mengidentifikasi risiko kelebihan zat gizi.

Pengukuran tingkat penggunaan makanan dapat dilakukan dalam

skala individu, rumah tangga, dan nasional (Iqbal & Puspaningtyas,

2019).

D. Hemoglobin
29

1. Pengertian Hemoglobin

Hemoglobin adalah suatu protein yang terdapat dalam sel darah

merah. Fungsi utama dari hemoglobin pada manusia adalah membawa

molekul oksigen ke seluruh tubuh, tetapi hemoglobin juga dapat berikatan

dengan CO,, CO, dan NO (nitric oxide), di mana tiap gas tersebut juga

memiliki kekuatan ikatan tersendiri. Pada kondisi normal, per 100 ml

darah manusia terdapat rata-rata 15 gram hemoglobin pada laki-laki, dan

14 gram pada perempuan. Tiap gram hemoglobin tersebut, mampu

mengikat 1,34 ml oksigen, sehingga jumlah oksigen maksimal yang dapat

diikat oleh hemoglobin adalah sebesar 20 ml tiap 100 ml darah.

(Airlangga & et all., 2022)

Hemoglobin tersusun dari gabungan empat protein heme dan rantai

globin yang membentuk struktur tetramer yang fungsional. Pada manusia

dewasa yang normal, rantai globin ini sebagian besar tersusun dari 2 jenis

polipeptida, yaitu sepasang rantai alfa (a) dan sepasang rantai Beta (B).

Rantai polipeptida tersebut kemudian membentuk struktur globin dan

bergabung dengan protein heme. lon ferrous (Fe) terletak di tengah

protein heme, di mana ion besi tersebut akan berikatan secara reversibel

terhadap molekul O. CO serta NO. Molekul CO tidak berikatan oleh ion

besi, namun akan berikatan dengan ujung asam amino dari hemoglobin,

membentuk ikatan lemah carbamino complex.

Beberapa kondisi tertentu dapat menyebabkan perubahan pada

struktur normal hemoglobin baik dari komponen globin maupun heme.


30

Abnormalitas pada struktur hemoglobin baik akibat kelainan genetik

(herediter) maupun didapat (acquired). Sebagai contoh pada penyakit

thalassemia, terjadi perubahan pada gen penyusun subunit globin, yang

menyebabkan perbedaan ekspresi globin. baik subunit a. B. atau subunit

lain. Sedangkan yang bersifat acquired contohnya pada

methemoglobinemia, di mana ion Fe teroksidasi menjadi Fe", yang tidak

dapat berikatan dengan oksigen. Abnormalitas pada struktur hemoglobin

ini, dapat menyebabkan gangguan oksigenasi jaringan, atau bahkan

anemia akibat pecahnya sel darah merah abnormal tersebut (anemia

hemolisis). (Airlangga & et all., 2022)

2. Pembentukan Hemoglobin

Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan berlanjut bahkan

dalam tahap retikulosit pada pembentukan sel darah merah. Oleh karena

itu, ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam

aliran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin

sehari kemudian dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang

matang.Tahap dasar kimiawi pembentukan hemoglobin. Pertama,

suksinil-KoA, yang dibentuk dalam siklus Krebs, berikatan dengan glisin

untuk membentuk molekul pirol. Kemudian setiap atom ini dapat

berikatan longgar dengan satu molekul oksigen, sehingga empat molekul

oksigen (atau delapan atom oksigen) dapat diangkut oleh setiap molekul

hemoglobin. (Hall, 2019).


31

Tipe rantai moglobin pada molekul hemoglobin menentukan afinitas

ikatan hemoglobin terhadap oksigen. Abnormalitas rantai ini dapat

mengubah ciri-ciri fisik molekul hemoglobin. Contohnya, pada anemia sel

sabit, asam amino valin disubstitusi oleh asam glutamat pada satu titik di

masing-masing kedua rantai beta. Jika tipe hemoglobin ini terpapar

dengan kadar oksigen rendah, akan terbentuk kristal panjang di dalam sel-

sel darah merah yang panjangnya kadang-kadang mencapai 15

mikrometer. Kristal tersebut membuat sel-sel tersebut hampir tidak

mungkin melewati kapiler-kapiler kecil, dan ujung kristal yang tajam

cenderung merobek membran sel, sehingga terjadi anemia sel sabit. (Hall,

2019).

3. Klasifikasi Kadar Hemoglobin

Menurut Dieny F.F (2014) kadar normal hemoglobin adalah sebagai

berikut :

Tabel 2. 3 kadar normal hb

Berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin Hemoglobin (g/l)


Remaja Putri
12-14 tahun 12,0
14 tahun 12,0
Sumber : Dieny F. F., 2014

E. Anemia Pada Remaja

1. Pengertian
32

Anemia remaja adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin di

dalam darah kurang dari batas normal yang disesuaikan dengan kelompok

jenis kelamin dan umur. Anemia tersebut dapat diklasifikasikan dalam

tiga bagian yaitu anemia ringan sedang dan berat (WHO , 2006).

Menurut Kemenkes (2016) Anemia pada remaja putri menyebabkan

dampak yang merugikan bagi kesehatan berupa gangguan tumbuh

kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta

penurunan kemampuan belajar. Anemia pada remaja putri juga

berdampak terhadap kesehatan reproduksinya, ketika menjadi seorang ibu

akan beresiko melahirkan berat bayi lahir rendah, bayi dengan kelainan,

serta meningkatkan risiko kematian ibu dan anak. (Hurahap, 2019)

2. Etiologi

Anemia pada remaja menjadi perhatian itu dikarenakan remaja putri

berisiko terkena anemia sepuluh kali lipat dibandingkan dengan remaja

putra. Anemia ini bila tidak diatasi segera maka kelak akan berdampak

buruk pada saat ia dewasa dan berumah tangga yaitu saat ia hamil atau

melahirkan. Dampak buruk tersebut dapat terjadi pada ibu maupun bayi

yang dilahirkannya dan kelak remaja tersebut juga dapat mengalami

anemia di usia dini Kelompok remaja putri yang berusia antara 10-19

tahun merupakan kelompok yang rawan mengalami kejadian anemia.

Remaja putri merupakan generasi masa depan yang akan menentukan

generasi berikutnya bangst Indonesia. Kelompok remaja merupakan

kelompok yang strategis untuk memutus mata rantai anemia agar tidak
33

meluas ke generasi selanjutnya Program pemerintah untuk menanggulangi

kejadian anemis pada nenu yaitu Program Pencegahan dan

Penanggulangan Anemia Besi (PPAGE) Kegiatannya yaitu memberikan

suplemen kapsul zat besi, sasarannya adalah remaja Sekolah Menengah

Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). (permanasari,

Mianna, & Wati, 2020).

3. Faktor-Faktor Penyebab Anemia Pada Remaja

Secara umum penyebab anemia terdiri atas dua faktor yakni : faktor

zat gizi dan non zat gizi. Penyebab anemia lainnya berdasarkan faktorzat

gizi antara lain defisiensi protein, asam folat, vitamin B12, vitamin A,

tembaga, selenium, dan lainnya. Sedangkan penyebab anemia

berdasarkan faktor non zat gizi antara lain: malabsorbsi akibat diare;

peningkatan kebutuhan zat besi yang terjadi selama masa bayi, remaja,

ibu hamil dan menyusui; dan peningkatan eskresi karena pengeluaran

darah haid/menstruasi yang berlebihan.

a. Status Gizi Penyebab Anemia pada Remaja

Status gizi pada remaja menyatakan suatu keadaan yang seimbang

antara konsumsi dan penyerapan zat gizi di dalam tubuh. Pening-

katan kebutuhan remaja putri terhadap zat gizi mikro, terutama zat

besi, digunakan untuk penggantian zat besi yang hilang. Status gizi

yang baik selama masa remaja merupakan dasar untuk ke- hidupan

remaja yang sehat dan menyiapkan remaja putri menjadi calon ibu

yang paling baik. (Dieny F. F., 2014)


34

Status gizi biasanya berkaitan dengan pola makan, dimana

remaja putri biasanya sangat memperhatikan bentuk badannya,

sehingga banyak remaja putri yang membatasi konsumsi makan dan

banyak pantangan terhadap makanan. Masa remaja sering kali

merupakan masa pertama kalinya orang-orang mempertimbangkan

untuk mengikuti diet dalam rangka mengubah bentuk tubuh mereka.

Diet ketat biasanya menghilangkan makanan-makanan tertentu

misalnya karbohidrat. Hal ini tidak sehat bagi remaja yang sedang

tumbuh dan memerlukan berbagai jenis makanan (Sari, 2020)

b. Lama Masa Haid Penyebab Anemia pada Remaja

Remaja putri lebih banyak memerlukan zat besi untuk mengganti zat

besi yang hilang saat haid. Beberapa penelitian telah mem- buktikan

bahwa jumlah darah yang hilang selama satu periode haid berkisar

antara 20-25 cc, maka kehilangan zat besi berkisar sebesar 12,5-15

mg/bulan atau kira-kira 0,4-0,5 mg/hari dan bila ditambah dengan

kehilangan basal jumlah total zat besi yang Hilangsebesar 1,25 mg per

hari. Apabila darah yang keluar selama haid sangat banyak akan

terjadi anemia besi.Berdasarkan hasil penelitian retrospektif di Italia

menunjuk. kan bahwa defisiensi besi pada remaja putri disebabkan

oleh ke- hilangan darah sebesar 48%. (Dieny F. F., 2014).

c. Asupan Zat Besi (Fe) dan Protein


35

Penyebab Anemia pada Remaja Penyebab utama anemia besi

adalah inadekuat asupan zat besi yang berasal dari makanan. Pada

umumnya remaja putri lebih banyak mengkonsumsi makanan nabati

yang kandungan zat besinya sedikit, dibandingkan dengan makanan

hewani dan sering melakukan diit pengurangan makan karena ingin

langsing, sehingga kebutuhan zat besi tidak terpenuhi.

Berdasarkan hasil penelitian di Vietnam menyatakan bahwa

ada hubungan antara anemia defisiensi besi pada wanita usia

reproduktif dengan asupan makanan hewani, karena adanya

peningkatan kadar hemoglobin seiring dengan frekuensi konsumsi

protein. Penelitian di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah mengenai

faktor determinan kejadian anemia pada remaja putri menunjukkan

hal yang sama, yakni ada hubungan tingkat konsumsi zat besi dan

protein dengan kejadian anemia. (Dieny F. F., 2014)

d. Malabsorpsi Zat Besi Penyebab Anemia pada Remaja

Malabsorpsi zat besi yang di alami remaja pada saluran cerna

akibat gastritis, ulkus peptikum, diare, adanya parasit cacing tambang

dan sebagainya dapat menyebabkan anemia. Hal ini didukung oleh

penelitian di Vietnam menyatakan bahwa adanya hubungan

peningkatan jumlah cacing tambah dengan penurunan kadar ferritin

dalam darah. (Dieny F. F., 2014)


36

e. Penyakit Infeksi Penyebab Anemia pada Remaja

Penyakit infeksi dapat menyebabkan berbagai masalah gizi, hal ni

terjadi karena gejala yang ditimbulkan seperti muntah dan diare serta

penurunan nafsu makan. Penyakit infeksi dapat memperlambat slovi

nembentukan hemoglobin dalam darah. Hal ini sesuai dengan

penelitian di Kabupaten Kudus yang menunjukkan bahwa ada

hubungan antara kejadian anemia dengan penyakit infeksi yang

diderita remaja selama satu bulan terakhir. (Dieny F. F., 2014)


BAB III

OPERASIONALISASI PENELITIAN

A. Pengertian kerangka konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel

yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Konsep

adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu

pengertian. Oleh sebab itu, konsep tidak dapat diukur dan diamati secara

langsung . agar dapat diamati dan diukur , maka konsep tersebut dijabarkan

ke dalam variabel-variabel (Notoatmodjo, 2018). Dari variabel itulah konsep

dapat diamati dan diukur. Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Skema 3. 1 Kerangka Konsep


Variabel Independen Variabel Dependen

Status Gizi Anemia Pada Remaja


Putri

Keterangan :

: Yang diteliti

: Hubungan

37
38

1. Variabel Independen (Bebas)

Menurut (Notoatmodjo, 2018), variabel independen merupakan

variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau

timbulnya variabel dependen. Dengan perkataan lain variabel independen

merupakan variabel risiko atau sebab. Variabel independen dalam

penelitian ini adalah Status Gizi.

2. Variabel Dependen (Terikat)

Menurut (Notoatmodjo, 2018), variabel dependen merupakan variabel

akibat atau efek. Variabel dependen dari penelitian ini adalah Anemia

Pada Remaja Putri.

B. Definisi Operasional

Definisi operasional ini penting dan diperlukan agar pengukuran

variabel atau pengumpulan data (variabel) itu konsisten antara sumber data

(responden) yang satu dengan responden yang lain. Di samping variabel harus

didefinisi operasionalkan juga perlu dijelaskan cara atau metode pengukuran,

hasil ukur atau kategorinya, skala pengukuran yang digunakan (Notoatmodjo,

2018).
39

3. 1 Tabel Definisi Operasional

Definisi
No Cara Alat Hasil Skala
Variabel Operasion
. Ukur Ukur Ukur Ukur
al
Kuesioner
tentang
karateristi Dikelompoka
k n, dengan
Usia responden ketentuan
responden dimana sebagai
yang jawaban berikut :
dihitung skor: Remaja awal
sejak lahir Mengisi Umur (10-12 tahun)
1. Umur Ordinal
sampai saat Kuesioner 1= =1
ini, yang Remaja Remaja
diukur awal tengah (13-15
dalam 2= tahun)= 2
tahun Remaja Remaja akhir
tengah (16-19
3= tahun )= 3
Remaja
akhir
Kuesioner
tentang
karateristi Dikelompoka
k n, dengan
Tingkatan responden ketentuan
atau Mengisi dimana sebagai Nomin
2. Kelas
jenjang kuesioner jawaban berikut : al
SMP skor: Kelas VII = 1
1= Kelas Kelas VIII =
VII 2
2 = Kelas
VIII
3. Status Gizi Keadaan IMT Timbanga Kurus : < Ordinal
proporsi n badan 18,5 = 1
tubuh dan alat Normal :
sebagai ukut 18,5- 25 = 2
akibat tinggibada Gemuk : > 25
konsumsi n dengan =3
makanan skor :
dan 1= kurus
penggunaa 2=
n zat gizi. normal
3=
40

Obesitas
Kondisi
kadar
hemoglobi Metode
n (Hb) di digital Anemia :
Pemeriksa bawah (PCOT) HB < 12
Kadar
an batas dengan gr/dl = 1
4. hemoglobi Ordinal
hemoglobi normal skor : Tidak anemia
n
n sesuai 1= anemia : HB : ≥ 12
dengan 2= tidak gr/dl = 2
kelompok anemia
remaja
putri.

C. Hipotesa

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau

dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut.

Setelah melalui pembuktian dari hasil penelitian maka hipotesis ini dapat

benar atau salah, dapat diterima atau tidak. Bila diterima atau terbukti maka

hipotesis tersebut menjadi tesis (Notoatmodjo, 2018). Hipotesis yang

digunakan pada penelitian ini adalah :

Ha = “Ada Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada

Remaja Putri”.
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan

pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang mengukur atau

mengobservasi variabel independen dan dependen dalam waktu yang

bersama.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2022). Populasi dalam penelitian ini adalah siswi kelas VII dan VIII di

SMPN 1 Lebak Wangi Kabupaten Serang sebanyak 322 Siswi. Peneliti

hanya mengambil kelas VII dan VIII karena kelas IX tidak diikutkan

karena sedang mempersiapkan ujian sekolah.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiyono, 2022). Cara mengambil sampel dalam penelitian ini

adalah “stratified random sampling” yakni pengambilan sampel bila

41
42

populasi mempunyai anggota unsur yang tidak homogen dan berstrata

secara proporsional (Sugiyono, 2022).

Sampel yang diambil merupakan bagian dari populasi yang sesuai dengan

kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi siswa :

1.) Siswi Kelas VII dan VIII SMPN 1 Lebak wangi

2.) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria ekslusi siswa :

1.) Siswi kelas IX

2.) Siswi yang tidak hadir karena sakit dan berhalangan

c. Besar sampel :

Dalam menentukan besaran sampel peneliti menggunakan rumus

Slovin (Masturoh & Anggita, 2018)

n= N
(1+ N (d)2)

Keterangan :

n = Besaran Sampel

N = Populasi

d = presisi/ presentasi kesalahan 10 %

n= 322

(1 + 322 x 0.12)
43

n= 322

( 1+ 4,22)

= 76,3 dibulatkan menjadi 77 sampel ditambah 10% menjadi 86

sampel

Jadi Sampel yang didapatkan berasal dari perhitungan adalah

76 siswa untuk mengantisipasi siswa yang tidak bersedia (drop out )

maka sampel ditambahkan 10% menjadi 86 dan untuk menentukan

proporsi kelas VII dan VIII menggunakan 25% dari populasi.

d. Teknik pembagian sampel

Proporsi kelas VII =

jumlah total siswa kelas VII


x jumlah sampel
jumlah populasi kelas VII danVIII

162
x 86=43,2 siswi dibulatkan 43 siswi
322

Proporsi kelas VIII =

jumlah total siswa kelas VIII


x jumlah sampel
jumlah populasi kelas VII danVII

160
x 86=42,7 siswi dibulatkan 43 siswi
322

Pengambilan sampel dengan memisahkan data kelas VII dan

VIII tekniknya dengan memasukan kertas yang berisi nomer absen

siswa dari tiap kelasnya kedalam kotak. kemudian diambil sebanyak

45 siswi kelas VII dan 45 siswi kelas VIII.


44

C. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Waktu peneleitian dilakukan pada bulan Februari - Maret 2023

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMPN 1 Lebak Wangi Kabupaten

Serang.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat ukur atau alat pengumpul data yang

digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian (Notoatmodjo, 2018).

Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan beberapa instrumen penelitian

berupa :

1. Kuesioner karateristik responden

Lembar karateristik responden yang meliputi inisial nama, umur dan

kelas.

2. Timbangan Digital

Data status gizi dengan indikator parameter IMT (Indeks Massa Tubuh)

menggunakan pengukuran berat badan dengan timbangan digital

(GOTO) dengan berat maksimal pengguna 180 kg.

3. Stature Meter
45

Data status gizi dengan indikator parameter IMT (Indeks Massa Tubuh)

menggunakan pengukuran tinggi badan menggunakan stature meter

dengan tinggi maksimal 200 cm.

4. Metode Digital (POCT) Easy Touch GCHb

Metode digital (POCT) dengan menggunakan Easy Touch GCHb

memiliki prinsip kerja menghitung kadar hemoglobin pada sampel darah

berdasarkan kepada perubahan potensial listrik terbentuk secara singkat

dipengaruhi oleh interaksi kimia antara sampel darah yang diukur dengan

elektroda terhadap strip (Akhzami, Rizky, & Setyorini, 2016).

E. Cara Pengumpulan Data

Adapun langkah-langkah pengumpulan data adalah sebagai berikut :

1. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, peneliti meminta izin

untuk melakukan penelitian sesuai judul skripsi.

2. Peneliti mendatangi SMPN 1 lebak wangi sesuai dengan surat izin

penelitian serta menyerahkan proposal sederhana.

3. Setelah ijin penelitian disetujui oleh pihak sekolah, peneliti memberikan

penjelasan singkat tentang maksud dan tujuan penelitian kepada

responden penelitian. Bila responden setuju untuk berpartisipasi dalam

kegiatan penelitian selanjutnya diberikan lembar persetujuan penelitian.


46

4. Peneliti melakukan pemeriksaan IMT menggunakan timbangan Digital

(GOTO) untuk mengukur berat badan dan menggunakan stature meter

untuk mengukur tinggi badan.

5. Peneliti melakukan pemeriksaan Hb menggunakan metode digital

(PCOT) dengan menggunakan alat GCHB Easy Touch.

F. Manajemen Data

Menurut (Notoatmodjo, 2018), setelah data penelitian terkumpul maka

dilakukan proses pengolahan data yang meliputi tahap-tahap sebagai berikut :

1. Editing

Editing merupakan langkah untuk meneliti kelengkapan pengisiian,

kesalahan, konsistensi, dan relevansi dari setiap jawaban yang diberikan

oleh responden dalam wawancara. Editing dilakukan pada setiap daftar

pertanyaan yang sudah diisi. Peneliti mengumpulkan dan memeriksa

kembali kelengkapan jawaban dari kuesioner yang diberikan. Hasil

editing didapatkan semua data terisi lengkap dan benar, tetapi apabila

tidak memungkinkan, maka pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap

tersebut tidak diolah atau dimasukkan dalam pengolahan “data missing”.

2. Coding

Data yang sudah lengkap kemudian di ubah dalam bentuk angka atau

bilangan dengan tujuan agar data tersebut mudah diolah.

3. Data Entry
47

Data yang sudah diubah menjadi bentuk angka atau bilangan kemudian

dimasukan kedalam kolom dengan kode yang sesuai dari masing-masing

pertanyaan.

4. Processing

Setelah data semuanya terisi dengan benar, selanjutnya yang dilakukan

peneliti adalah memproses data agar dapat dianalisis. Proses ini dilakukan

dengan memasukan data hasil penilaian kuesioner ke dalam komputer.

5. Cleaning Data

Data yang sudah di masukan ke dalam komputer dilakukan pengecekan

kembali apakah terdapat kesalahan atau tidak. Karena kesalahan bisa

terjadi saat peneliti memasukan data ke dalam komputer.

G. Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian. Untuk alasan

tersebut dipergunakan uji statistik yang cocok dengan variabel penelitian

(Notoatmodjo, 2018). Dalam penelitian ini analisis data dibedakan menjadi

dua macam yaitu:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisa yang dilakukan terhadap tiap

variabel dari hasil penelitian. Dalam penelitian ini analisis univariat

menggunakan distribusi frekuensi dan persentase karena data penelitian

bersifat kategorik (skala nominal dan ordinal).

Analisis ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan setiap variabel yang digunakan penelitian, yaitu:


48

Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan pada variabel penelitian

yang meliputi: a). Karakteristik responden yang terdiri dari : umur

menggunakan skala ukur ordinal dan kelas menggunakan skala ukur

nominal, b). status gizi menggunakan skala ukur ordinal , c). kejadian

anemia menggunakan skala ukur ordinal.

2. Analisis Bivariat

Yaitu analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2018). Analisis ini

dilakukan untuk melihat ada hubungan antara variabel independen yaitu

status gizi dengan variabel dependen kejadian anemia pada remaja putri.

Variabel yang dihubungkan memiliki skala ukur kategorik setelah

dilakukan uji ukur Pearson Chi-Square dengan tabel 2x2 terdapat cell

yang <5 maka digunakan uji non parametik yaitu korelasi spearman rank.
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

1. Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menganalisis variabel-variabel

karateristik individu yang ada secara deskriptif dengan menggunakan

distribusi frekuensi dan presentasi. Analisis univariat pada penelitian ini

dilakukan pada variabel penelitian yang meliputi : : a). Karakteristik

responden yang terdiri dari : umur menggunakan skala ukur ordinal dan

kelas menggunakan skala ukur nominal, b). status gizi menggunakan

skala ukur ordinal , c). kejadian anemia menggunakan skala ukur ordinal.

a. Karateristik Responden

Tabel 5. 1
Distribusi Frekuensi Kejadian Anemia Berdasarkan Karateristik
Responden Di SMPN 1 Lebak Wangi Kabupaten Serang (n=86)

Karateristik N %
Responden
Umur
Remaja awal 8 9.3
Remaja tengah 78 90.7
Kelas
Kelas VII 43 50.0
Kelas VIII 43 50.0

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi 5.1 menunjukan bahwa


hampir seluruhnya (90.7%) umur penderita anemia masuk dalam
kategori remaja tengah.

49
50

Tabel diatas menunjukan bahwa jumlah responden berdasarkan kelas


VII sebanyak 43 orang (50.0%) dan kelas VIII sebanyak 43 orang
(50.0%).
b. Status Gizi
Tabel 5. 2
Distribusi Frekuensi Kejadian Anemia Berdasarkan Status gizi
Di SMPN 1 Lebak Wangi Kabupaten Serang (n=86)
Status N %
Gizi
Kurus 59 68.6
Normal 27 31.4

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi 5.2 menunjukan bahwa

responden dengan status gizi kurus sebanyak 59 orang (68.6%) dan

responden dengan status gizi normal sebanyak (31.4).

c. Kejadian Anemia

Tabel 5. 3
Distribusi Frekuensi Kejadian Anemia
Di SMPN 1 Lebak Wangi Kabupaten Serang (n=86)

Status N %
Gizi
Anemia 67 77.9
Tidak Anemia 19 22.1

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi 5.3 menunjukan bahwa

responden yang mengalami anemia sebanyak 67 orang (77.9%) dan

responden yang tidak mengalami anemia sebanyak 19 orang (22.1%).


51

2. HASIL ANALISIS BIVARIAT

Analisis bivariate pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara status gizi terhadap kejadian anemia pada remaja putri

menggunakan uji Pearson Chi-Square.

1. Hubungan Antara Status Gizi Terhadap Kejadian Anemia

Analisis hubungan status gizi terhadap kejadian anemia yang diamati

peneliti adalah sebagaimana tabel dibawah ini :

Status Kejadian Anemia Total ρ


Gizi Anemia Tidak Anemia Value
N % N % N %
Kurus 44 46.0 15 13.0 59 59.0
Normal 23 21.0 4 6.0 27 27.0
Total 67 67.0 19 19.0 86 86.0
52

DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, M. S., Trisnadewi, N. W., & Et Al. (2021). Metodologi Penelitian


Kesehatan. Denpasar: Yayasan Kita Menulis.
Airlangga, P. S., & Et All. (2022). Buku Ajar Anestesiologi Dan Terapi Intensif
Fisiologi Pernapasan. Airlangga University Press.
Akhzami, D. R., Rizky, M., & Setyorini, R. H. (2016). Perbandingan Hasil Point Of
Care Testing (Poct) Asam Urat Dengan Chemistry Analyzer. Jurnal
Kedokteran.
Arisman. (2007). Buku Ajar Ilmu Gizi "Gizi Dalam Daur Kehidupan". Jakarta: Egc.
Damayanti, Y. (2021, August). Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Putri
Tentang Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia di
Sma Babus Salam Kota Tangerang. Nusantara Hasana Journal, 1, 48-54.
Dieny, F. F. (2014). Permasalahan Gizi Pada Remaja Putri (1 Ed.). Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Dinkes. (2021). Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2021. Banten: Dinkes.
Hall, J. E. (2019). Guyton Dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Singapura:
Elsevier Health Sciences.
Hurahap, A. P. (2019, Juni). Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Kejadian
Anemia Pada Remaja Putri Di Smp Negeri 14 Mataram. Jurnal Riset
Kebidanan Indonesia, 3, 33-36.
Iqbal, M., & Puspaningtyas, D. E. (2019). Penilaian Status Gizi Abcd. Jakarta:
Salemba Medika.
53

Jitowiyono, S. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Hematologi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Kemenkes. (2018). Laporan Nasional Riskesdas. Jakarta: Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan.
Kemenkes, R. I. (2018). Pedoman Pencegahan Dan Penanggulangan Anemia Pada
Remaja Putri Dan Wanita Usia Subus (Wus). Jakarta: Kemenkes.Go.Id.
Kurniati, I. (2020). Anemia Defisiensi Zat Besi (Fe). Fakultas Kedokteran,
Universitas Lampung, 4.
Kusmawati, W., & Lufthansa, L. E. (2019). Buku Ajar Ilmu Gizi Olahraga. Agustus:
Uwais Inspirasi Indonesia.
Martiasari, A. E. (2022, Februari 3). Hubungan Pengetahuan Status Gizi Dan Pola
Menstruasi Pada Anemia. Simfisis Jurnal Kebidanan Indonesia, 01.
Masturoh, I., & Anggita, N. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Meimi, L., Zainiar, & Fitri, A. (2021, July). Perbandingan Hasil Pemeriksaan
Hemoglobin Secara Digital Terhadap Hasil Pemeriksaan Hemoglobin Secara.
Jurnal Pengelolaan Laboratorium Pendidikan, 3 (2) 2021, 63-68, E-Issn:
2654-251x.
Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Pt Rineka Cipta.
Nugroho, M. R. (2018, Agustus). Asupan Vitamin B12 Terhadap Anemia
Megalobalastik Pada Vegetarian Di Wihara Meitriya Khirti Palembang.
Jurnal Kesehatan Komunitas, 4.
Oktaviana, R. E. (2021). Hubungan Pola Makan Dan Status Gizi Dengan Kejadian
Anemia. Harena: Jurnal Gizi Vol. 2, No. 2, 2.
Permanasari, I. E. (2020). Remaja Bebas Anemia Melalui Peran Teman Sebaya.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Permanasari, I., Mianna, R., & Wati, Y. S. (2020). Remaja Bebas Anemia Melalui
Peran Teman Sebaya. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Salsabila, D. M. (2020, Oktober). Defisiensi Vitamin B12 Dan Gangguan
Neurologis. Jurnal Medika Hutama, 02.
54

Sari, M. R. (2022, April). Hubungan Pola Menstruasi Dan Status Gizi Dengan.
Jurnal Kesehatan Mercusuar, 3, 28.
Sugiyono. (2022). Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta Bandung.

Reni, Y. A., & dwi, e. (2018). Anemia Dalam Kehamilan. Jawa Timur: Pustaka
Abadi.

LAMPIRAN
55
56
57
58

PENJELASAN TENTANG PENELITIAN

Nama : Dwi Rahma Putri

NIM : P27905119009

Judul : Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di

SMPN 1 Lebak Wangi Kabupaten Serang.

Peneliti adalah mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Banten yang akan melakukan penelitian dengan judul

“Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di SMPN 1

Lebak Wangi Kabupaten Serang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri. Penelitian ini

tidak menimbulkan akibat apapun bagi responden. Data yang didapatkan peneliti

tidak akan disebarluaskan dan dijaga kerahasiaannya hanya untuk kepentingan

penelitian.
59

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di SMPN 1

Lebak Wangi Kabupaten Serang

Saya Dwi Rahma Putri adalah mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan

Keperawatan Poltekkes Kemenkes Banten. Saat ini saya sedang melakukan

penelitian dengan judul “Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada

Remaja Putri Di SMPN 1 Lebak Wangi Kabupaten Serang”. Penelitian ini

merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana terapan keperawatan di

Poltekkes Kemenkes Banten. Saya memohon kepada saudara/i untuk bersedia

menjadi responden pada penelitian ini.

Tangerang,

Peneliti

Dwi Rahma Putri


NIM. P27905119009
60

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama :

Alamat :

Menyatakan saya bersedia menjadi responden pada penelitian yang dilakukan

oleh Dwi Rahma Putri sebagai mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan

Keperawatan Poltekkes Kemenkes Banten yang berjudul “Hubungan Status Gizi

Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di SMPN 1 Lebak Wangi

Kabupaten Serang”. Saya paham dan bersedia menjadi responden yang tersedia

dengan sejujur-jujurnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Tangerang,

Responden

(…………………………………)
61
62
63

Lembar Observasi
kode responden

(diisi oleh peneliti)

 Indeks massa tubuh (IMT)


Tinggi Berat Badan IMT
Badan

Kategori Status Gizi Kurus Normal Gemuk

 Kejadian Hipertensi
KADAR HEMOGLOBIN
HB :
Keterangan :
64
65
66

Anda mungkin juga menyukai