Anda di halaman 1dari 45

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN PEER SUPORT, DUKUNGAN KELUARGA


DAN AKTIFITAS FISIK DENGAN FUNGSI KOGNITIF
PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
BATU ATAS KABUPATEN
BUTON SELATAN

ASTI NEDILA
P201801064

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal ini telah kami setujui untuk di sajikan di hadapan tim penguji pada ujian

kompreherensif programm studi keperawatan universitas mandala waluya kendari dalam

rangka penyempurnaan penulisan

Kendari, April 2022

Tim pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Cici Yusnayanti, S.Kep., Ns., M.Kes La Ode Ardiansyah, S.Kep., M.Sc


NIDN : 09 1206 8701 NIDN : 09 17049102

Mengetahui,

Ketua program studi S1 keperawatan

Armayani, S.Kep., Ns., M.Kes NIDN : 09 0307 8301

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul

“Hubungan Peer Suport, Dukungan Keluarga Dan Aktifitas Fisik Dengan Fungsi

Kognitif Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Atas, Kabupaten Buton

Selatan’’guna memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Pendidikan pada

jurusan SI Keperawatan di Universitas Mandala Waluya Kendari.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan proposal ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu saran-saran dari semua pihak yang sifatnya membangun untuk

meningkatkan mutu dari penulisan ini sangat penulis harapkan.

Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa pula mengucapkan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada ibu Cici Yusnayanti, S.Kep., Ns., M.Kes selaku pembimbing I dan ibu

La Ode Ardiansyah, S.Kep., M.Sc selaku pembimbing II atas semua waktu, tenaga dan pikiran

yang telah diberikannya dalam membimbing, mengarahkan, memberi saran maupun kritik

sehingga proposal ini menjadi lebih baik.

Tak lupa penulis ucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ketua Yayasan Mandala Waluya Kendari.

2. Rektor Universitas Mandala Waluya.

3. Para wakil rektor (Akademik, Non Akademik dan Kemahasiswaan) Universitas

Mandala Waluya.

4. Para Ketua Lembaga (LPPM, LPM ) Universitas Mandala Waluya.

5. Ketua Prodi SI Keperawatan Universitas Mandala Waluya.

6. Ibu Ari Nofitasari, S.KM.,M.KM. selalu penasehat akademik yang telah memberikan

arahan dan motivasi semasapendidikan

7. Tim Penguji (masing-masing) : Asbath Said S.Ke.,Ns.,M.Kes selaku penguji I,

Armayani, S.Ke.,Ns.,M.Kes selaku penguji II, dan ibu Lisnawati, S. Kep, Ns, M.Kes

iii
selaku penguji III.

8. Seluruh dosen dan staff/karyawan Universitas Mandala Waluya yang telah banyak

membantu penulis semasa Pendidikan.

9. Kedua orang tua tercinta (ayahanda La Guda dan ibunda Wa Juhurima) yang telah

memberikan dukungan, kasih sayang serta motivasi dan terutama doa yang terbaik.

10. Seluruh teman-teman khususnya jurusan SI Keperawatan yang telah memberikan

bantuan dan motivasi kepada Penulis hingga selesainya proposal ini.

Demikianproposal ini semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak dan terutama

Penulis dalam menyelesaikan Pendidikan di Univeristas Mandala Waluya Kendari.

Kendari, April 2022

Penulis
ASTI NEDILA

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL.............................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iv
DAFTAR ISI.............................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................vi
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan masalah..........................................................................................5
C. Tujuan penelitian...........................................................................................6
D. Manfaat peneliti.............................................................................................6
E. Kebaruan penelitian.......................................................................................7
BABII TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teoritis tentang lansia....................................................................10
B. Kajian teoritis tentang fungsi kognitif.........................................................13
C. Kajian teoritis variabel bebas.......................................................................15
D. Tinjauan empiris..........................................................................................21
BABIII KERANGKA KONSEP
A. Dasar pikir penelitian...................................................................................26
B. Kerangka konsep..........................................................................................27
C. Variabel penelitian.......................................................................................27
D. Definisi operasional dan kriteria objektif....................................................27
E. Hipotesis penelitian......................................................................................31
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis dan desain penelitian...........................................................................33
B. Waktu dan lokasi penelitian.........................................................................33
C. Populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel.......................................34
D. Instrumen penelitian.....................................................................................36
E. Sumber dan cara pengumpulan data............................................................36
F. Cara pengolahan data...................................................................................36
G. Analisis data.................................................................................................37
H. Etika penelitian............................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Kerangka konsep.............................................................................................7

Gambar 2.Rancangan penelitian cross sectional...........................................................27

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kebaruan penelitian.............................................................................................7

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia

merupakan kelompok umur manusia yang telah memasuki tahap akhir dalam fase

kehidupan dan mengalami sebuah proses penuaan (aging process). Aging process

merupakan sebuah proses alamiah yang tidak dapat dikendalikan oleh seseorang,

dimana pada saat itu seseorang akan mengalami penurunan fungsi dari segi biologis,

psikologis, sosial, dan spiritual serta penurunan fungsi sistem organ tubuhnya.

Penurunan fungsi kognitif pada manusia erat kaitannya dengan perubahan pada organ,

diamana perubahan ini ditandai dengan adanya perubahan pada tingkat sel dasar

(Handayani, 2018).

Menurut Dinas kependudukan Amerika Serikat, Jumlah populasi lansia berusia

60 tahun keatas hampir mencapai 600 juta orang dan diperkirakan menjadi 2 miliar

pada tahun 2015. Berdasarkan perkiraan Bappenas, jumlah penduduk lansia berusia 60

tahun keatas meningkat sebanyak 18,1 juta jiwa menjadi 29,1 juta jiwa pada tahun

2020 (Yuli Permata Sari 2018).

Berdasarkan data Badan Pusat Stastistik (2015), Jumlah lansia di Indonesia

mencapai 20.24 jiwa, setara dengan 8,03% dari seluruh penduduk Indonesia tahun

2014. Lansia yang tinggal di perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%) dan yang tinggal di

perdesaan sebesar 15.612.232 (9,97%). Terdapat perbedaan yang cukup besar antara

lansia yang tinggal di perkotaan dan di perdesaan. Pada tahun 2020 jumlah lansia akan

tetap mengalami kenaikan yaitu sebesar 28.822.879 (1 1,34%), Kecenderungan

meningkatnya lansia yang tinggal di perkotaan ini dapat disebabkan bahwa tidak

banyak perbedaan antara rural dan urban (Siti Nur Kholifah, 2016).

1
Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2016 jumla lansia sebanyak (48,35%),

pada tahun 2017 sebanyak (39,23%), pada tahun 2018 sebanyak (34,66%), pada tahun

2019 (43,11%), tahun 2020 (41,% 18), (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara,

2020). Sedangkan Jumlah lansia di Kabupaten Buton Selatan tahun 2019 sebanyak

18,14%, laki – laki sebanyak 14,76% sedangkan perempuan sebanyak 22,16%. Pada

tahun 2020 laki – laki sebanyak (91,56%), sedangkan perempuan sebanyak 99,00%.

Jumla keseluruhannya sebanyak 95,31%, di diperkirakan menikangkat tiap tahun

(Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Selatan, 2020).

Di Wilayah kerja Puskesmas Batuatas Kabupaten Buton Selatan, Jumlah lansia

pada tahun 2021 sebanyak 515 orang (60 tahun) ke atas sedangkan lansia (45-59 tahun)

sebanyak 821 orang (Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Selatan, 2020). Lansia adalah

ditandai dengan kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap

kondisi fisiologis. Permasalahan yang dihadapi lansia sebagai proses penuaan manusia

merupakan suatu proses dan alamiah. Beberapa masalah dan gangguan yang sering

muncul atau terjadi pada lansia adalah menurunnya fungsi kognitif. Secara umum

penurunan fungsi kognitif pada lansia disebabkan oleh perubahan morfologis dan

sistem saraf. Efek paling umum dari penurunan fungsi kognitif adalah di tandai dengan

adanya gangguan memori, perubahan presepsi, masalah dalam berkomunikasih,

penurunan daya ingat dapat terjadi pada lansia (Dwi Nur Aini, 2016).

Penurunan dari fungsi kognitif biasanya berhubungan dengan penurunan fungsi

belahan otak kanan yang berlangsung lebih cepat dari pada otak kiri. menyebabkan

lanjut usia mengalami gangguan kognitif adalah usia, riwayat keluarga, jenis kelamin,

depresi dan penyakit penyerta. Sehingga lansia sering merasa khawatir bahwa mereka

mulai mengalami tanda gangguan fungsi kognitif dan membutuhkan perawatan dan

dukungan (Dwi Nur Aini, 2016).

2
Menurut Azizah (2011) Penurunan fungsi kognitif pada lansia menyebabkan

ketidak mampuan melakukan aktifitas fisik normal, terjadinya ketergantungan terhadap

orang lain sehingga membutuhkan dukungan teman sebaya, dukungan keluarga agar

bisa melakukan aktifitas fisik. Dukungan teman sebaya terhadap penurunan fungsi

kognitif pada lansia sangat bermanfaat bagi memori episodik lansia, dimana memori

episodik adalah memori mengenai peristiwa yang pernah dialami seseorang yang

terjadi di masa lalu. Dukungan teman sebaya juga dapat mengurangi konsekuensi

terjadinya stress pada lansia, dimana rendahnya level stress pada lansia dapat

bermanfaat pada daya ingat lansia. Dukungan teman sebaya dianggap penting bagi

hidup para lansia, sehingga di rasakan bahwa keberadaannya masi berarti bagi keluarga

dan orang lain di sekitarnya, di samping dukungan keluarga. Dukungan teman sebaya

merupakan salah satu fungsi dari ikatan sosial. Ikatan sosial tersebut mengambarkan

tingkat kualitas umum dari hubungan interpersonal. Dukungan sosial dapat bersifat

formal dan informal, dukungan formal bersifat sosial, psikososial, finansial sedangkan

dukungan informal seperti keluarga, teman dekat, yang membentuk kelompo dengan

keluhan sendiri (Anisa wahyuni 2016).

Pada penurunan fungsi kognitif peran keluarga sangat berkontribusi dalam

penurunan fungsi kognitif, dukungan keluarga merupakan pemegang posisi pertama

sebagai faktor yang kuat dalam mencegah penurunan fungsi kognitif pada lansia,

karena semakin tinggi dukungan keluarga yang diberikan akan semakin mengahambat

penurunan fungsi kognitif dan sebaliknya, semakin rendah dukungan keluarga akan

semakin mempercepat penurunan fungsi kognitif. Saat seorang lansia sudah tidak

bekerja, mereka cenderung akan bergantung pada anak atau anggota keluarga lainnya.

bahwa dukungan keluarga kepada lansia dapat diberikan dalam bentuk dukungan

emosional (berupa perhatian dan kasih sayang), dukungan penghargaan (menghargai

3
dan umpan balik), dukungan informasi (saran, nasehat, dan informasi), maupun bentuk

dukungan instrumental (bantuan tenaga, uang dan waktu) (R. Z. Amanda Eflin Pradana

2021).

Penurunan fungsi kognitif dapat di lakukan dengan aktifitas fisik karena dapat

mencegah kemunduran fungsi kognitif, seperti melakukan senam lansia, olahraga

ringan, seperti jalan santai, joging, berenang, bersepeda, dan lain-lain secara teratur.

Olahraga ternyata tidak hanya membuat tubuh bugar dan sehat, tetapi dapat

meningkatkan kemampuan otak untuk membangun sel-sel baru yaitu sel dentate gyrus.

Hal ini disebabkan karena olahraga bisa membantu sirkulasi darah ke seluruh tubuh,

termasuk otak sehingga suplai nutrisi dan oksigen menuju otak akan terdistribusi

dengan baik, hasilnya dapat meningkatkan daya ingat dan meminimalkan penurunan

daya ingat. Setelah melakukan aktivitas fisik adanya peningkatan sirkulasi darah,

menyebabkan suplai nutrisi dan oksigen lancar, fungsi otak optimal, dan akhirnya

kemampuan daya ingat atau memori jangka pendek meningkat (Coresa ria 2017).

Lansia yang akan menjadi sasaran untuk responden yaitu umur 60 tahun ketas.

Menurut penelitian Aqidatul Izzah tentang hubungan aktifitas fisik dengan fungsi

kognitif lansia pada lansia usia 60 – 69 tahun di kelurahan purwantoro kecamatan

blimbing kota malang. Karena lansia Umur 60 tahun keatas resiko mengalami

penurunan fungsi kognitif karena kurangnya melakukan aktifitas fisik. Berdasarkan

hasil wawancara awal dari lima belas orang lansia yang ada di wilayah kerja Puskesmas

Batuatas, Kabupaten Buton Selatan. Lansia mengalami kepikunan seperti, lansia tidak

mengetahu nama anaknya atau umurnya sendiri, lupa waktu, lupa wajah teman, dan

sering tidak tauh tempat tinggalnya sehingga mudah tersesat dukungan keluarga sangat

penting bagi lansia. Dukungan keluarga seperti melakukan aktifitas fisik, memberikan

informasi apa yang dia alami atau memberikan semangat, sehingga

4
tidak merasa di abaikan (Yuli Permata Sari 2018).

Sedangkan lansia yang hidup sendirinya dengan keadaan gangguan memori,

mereka sangat membutuhkan dukungan teman sebaya atau tempat curhat agar tidak

mudah sress atau mereka tidak merasa sendiri. Berdasarkan paparan di atas peneliti

tertarik melakukan penelitian dengan judul hubungan peer support, dukungan keluarga

dan aktifitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Batu

Atas Kabupaten Buton Selatan penelitian. Di harapkan akan menjadi langka awal bagi

masarakat Batu atas tentang hubungan peer sport, dukungan keluarga dan aktifitas fisik

dengan fungsi kognitif pada lansia di Wilayah kerja Puskesmas Batu atas Kabupaten

Butin Selatan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan peer sport dengan fungsi kognitif pada lansia di Wilayah

Kerja Puskesmas Batu Atas Kabupaten Buton Selatan ?

2. Apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan fungsi koognitif pada lansia di

Wilayah Kerja Puskesmas Batu Atas Kabupaten Buton Selatan?

3. Apakah ada hubungan aktifitas fisik dengan fungsi koognitif pada lansia di Wilayah

Kerja Puskesmas Batu Atas, Kabupaten Buton Selatan?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan peer sport, dukungan keluarga dan akitifitas

fisik dengan fungsi koognitif pada lansia di Wilayah kerja Puskesmas Batu Atas.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan peer sport dengan fungsi kognitif pada lansia di

Wilayah kerja Puskesmas Batu Atas Kabupaten Buton Selatan.

5
b. Untuk mengetahui hubungan dukungan kelurga dengan fungsi kognitif pada

lansia di Wilayah kerja Puskesmas Batu atas Kabupaten Buton Selatan.

c. Untuk mengetahui hubungan aktifisak fisik dengan fungsi kognitif pada lansia di

Wilayah kerja Puskesmas Batu Atas Kabupaten Buton Selatan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Memberikan kontribusi terhadap pengembangan keilmuan manajemen

keperawatan terkait fungsi kognitif pada lansia.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti dapat di jadikan sumber untuk menambah wawasan.

menjadi rujukan peneliti lainnya yang tertarik dengan dan memiliki minat

terhadap fungsi kognitif pada lansia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Instansi pendidikan Kesehatan memberikan informasi ilmia bagi kalangan

akademik baik tim pengajar maupun mahasiswa keperawatan untuk

mengembangkan proses berfikir khususnya dalam memahami pentingnya

menjaga fungsi kognitif pada lansia.

b. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber

informasi serta pengetahuan yang dapat menambah wawasan tentang tugas

keluarga sangat menentukan status kesehatan anggota keluarga, termaksud

dalam hal fungsi kognitif.

6
E. Kebaruan Penelitian

Tabel 1. Kebaruan penelitian


No Nama Peneliti Judul Peneliti Desain Penelitian Persamaan Perbedaan
1. Tria Coresa Dan Gambaran Penelitian Variabel Desain penelitian
Dwi Fungsi observasional Dependent observasional
Ngetiningsih Kognitif Pada deskriptif dengan deskriptif dengan
Lansia Di Unit metode cross- metode cross-
Rehabilitasi sectional sectional,
Sosial Pucang sedangkan yang
Gading akan di lakukan
Semarang oleh peneliti yaitu
desain kuantitatif
atau survei
analitik dengan
rancangan cross
sectional
2. Pradana E. Hubungan Desain Deskriptif Variabel Desain penelitian
A,Reni Zulfitri Dukungan korelasi dengan Dependent Deskriptif
Dan Dkk. Teman Sebaya pendekatan Cross- korelasi dengan
Dengan Fungsi sectional pendekatan
Kognitif Pada Cross- sectional
Lanjut Usia Sedangkan yang
akan di lakukan
oleh peneliti yaitu
desain kuantitatif
atau survei
analitik dengan
rancangan cross
sectional
3. Aini Nur Dwi, Hubungan Desain Deskriptif Variabel Desain Deskriptif
Widya Puspita Fungsi korelasif dengan Dependent korelasif dengan
Kognitif pendekatan Cross- pendekatan
Dengan sectional Cross- sectional
Kualitas Hidup Sedangkan yang
Lansia Di akan di lakukan
Kelurahan oleh peneliti yaitu
Barusari desain kuantitatif
Kecamatan atau survei
Semarang analitik dengan
Selatan rancangan cross
sectional
4. Rika Oktaviana, Peran Keluarga Desain Analitik Variabel Desain Analitik
Syaifurrahman Terhdapa dengan pendekatan Dependent dengan
Hidayat dann Fungsi Cross- sectional pendekatan
Elyk Dwi Kognitif Cross- sectional
Mumpuningtias Lansia di Desa Sedangkan yang
Padian akan di lakukan
Kabupaten oleh peneliti yaitu

7
Sumenep desain kuantitatif
atau survei
analitik dengan
rancangan cross
sectional
5. BaiQ Rizqi Status Desain Deskriptif Variabel Desain Deskriptif
Jurianti, Harlina Kesehatan Dan IDependent Sedangkan yang
Putri Rusiana Dukungan akan di lakukan
Dan Zulkahfi Sosial Lansia oleh peneliti yaitu
Di Kuripat desain kuantitatif
Utara Wilayah atau survei
Kerja analitik dengan
Puskesmas rancangan cross
Kuripan sectional
Lombok Barat
6. Farach Hubungan Desain penelitian Variabel Desain penelitian
Aliffatunisa, Aspek Sosial cross sectional Idependent cross sectional
Noor Rochmah Dukungan dengan purposive dengan purposive
Ida Ayu t.p Dan Keluarga Sampling Sampling
Dkk Terhadap Sedangkan yang
tekanan darah akan di lakukan
terkontrol pada oleh peneliti yaitu
lansia desain kuantitatif
hipertensi atau survei
analitik dengan
rancangan cross
sectional
7. Rahmawati Faktor Yang Desain survei Variabel Desain survei
Rambli, Masyita mempengaruhi analitik dengan Dependent analitik dengan
Nurul Fadhilllah fungsi kognitif pendekatan cross- pendekatan cross-
pada lansia sectional sectional
sedangkan yang
akan di lakukan
oleh peneliti yaitu
desain kuantitatif
atau survei
analitik dengan
rancangan cross
sectional
8. Tiara Sonza, Hubungan Desain Analitik Variabel Desain Analitik
Isna Aglusi Tingkat dengan pendekatan Idependent dengan
Badari Dan Kecemasan Cross- sectional pendekatan
Roza Erda Dengan tingkat Cross- sectional
kemandirian Sedangkan yang
Aktifities Of akan di lakukan
Daily Living oleh peneliti yaitu
Pada Lansia desain kuantitatif
atau survei
analitik dengan

8
rancangan cross
sectional
9. Rita Damayanti Hubungan Desain kuantitatif Variabel Desain kuantitatif
Dan Dkk Activity Of Non Eksperimen IDependent non eksperimen
Daily Living pendekatan Cross- pendekatan
(ADL) dengan sectional Cross- sectional
tingkat Depresi Sedangkan yang
pada lansia akan di lakukan
oleh peneliti yaitu
desain kuantitatif
atau survei
analitik dengan
rancangan cross
sectional
10. Nelfa Fitria Efektifitas Desain Deskripsi Variabel Desain kuantitatif
Takahepis Dan Buerger Allen Kuantitatif dengan IDependent non eksperimen
Dkk Exercise pengambilan pendekatan cross-
terhdappa sampel living sectional
peningkatana sedangkan yang
Aktifitas akan di lakukan
Fungsional oleh peneliti yaitu
Extremitas desain kuantitatif
Bawah pada atau survei
Lansia Di analitik dengan
BPLU Senja rancangan cross
Cerah sectional
Manando

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teoritis tentang lansia

1. Definisi Lansia

Lansia merupakan individu yang berada di akhir tahap kehidupan manusia,

yang mana proses kemunduran lebih dominan terjadi dibanding dengan kemajuan

(Soetjiningsih, 2018). Peningkatan jumlah lansia di Indonesia dari tahun ke tahun

terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya Usia Harapan Hidup.

Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat bahwa pada tahun 2000, Usia Harapan

Hidup di Indonesia adalah 64,5 tahun dengan persentase populasi lansia adalah

7,18%. Sedangkan pada tahun 2011 Usia Harapan Hidup di Indonesia menjadi

69,65 tahun dengan persentase populasi lansia sebesar 7,58%. Hasil Survey Sosial

Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2012 mendapatkan bahwa jumlah

penduduk lansia yang ada di Bali adalah 7,78% dari total keseluruhan lansia di

Indonesia (I Made Dhita Prianthara dan I.A 2021).

Meningkatnya jumlah lansia di indonesia, dan meningkatannya angka usia

hidup di indonesia, Penuaan bukanlah suatu penyakit melainakan suatu proses

dimana berkurangnya daya tahan tubuh seseorang dalam menghadapi rangsangan

dari dalam tubuh maupun luar tubuh. Orang lansia akan mengalami proses menua

yaitu suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan

untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya

sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang

diderita (lilik pranata 2020).

Di kalangan para lansia penurunan fungsi kognitif adalah penyebab terbesar

dalam terjadinya ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari sehingga

1
membutuhkan bantuan orang lain untuk merawat diri lansia (Romadlani, 2013).

Lansia yang tidak lagi bekerja biasanya mengalami penurunan aktivitas sosial

(Santrock, 2008). Penurunan aktivitas inilah yang digolongkan ke dalam perubahan

psikososial dari lansia. Berbeda dengan individu di usia muda, lansia akan

cenderung lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga daripada teman-

teman. Di sisi lain, perkembangan teknologi banyak membuat lansia kehilangan

interaksi dengan anggota keluarga bahkan menimbulkan gangguan psikologis

seperti depresi (Pradnyandari & Diniari, 2014). Selain gangguan psikologis, lansia

juga tidak puas terhadap kehidupan yang dijalani.

Pada dasarnya, fungsi kognitif akan mengalami penurunan secara normal

seiring dengan penambahan usia. Selain itu, ada faktor risiko yang dapat

memengaruhi penurunan fungsi kognitif yaitu keturunan dari keluarga, tingkat

pendidikan, cedera otak, racun, tidak melakukan aktivitas fisik, dan penyakit kronik

seperti parkinson, jantung, stroke Sebenarnya, penurunan fungsi kognitif dapat

dihambat dengan melakukan tindakan preventif. Salah satu tindakan preventif yang

dapat dilakukan lansia yaitu dengan memperbanyak aktivitas fisik (Blondell, 2014).

Proses menua (Aging Process) merupakan proses alamiah yang berlanjut

atau terus-menerus dimulai sejak lahir yang dialami oleh setiap makhluk hidup.

Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk

mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis, kegagalan ini

berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan

kepekaan secara individual (lilik pranata 2020).

Lansia banyak mengalami kemunduran misalnya kemunduran fisik yang

ditandai dengan kulit menjadi keriput karena berkurangnya bantalan lemak, rambut

memutih, pendengaran berkurang, penglihatan memburuk, gigi mulai ompong,

1
aktivitas menjadi lambat, nafsu makan berkurang dan kondisi tubuh yang lain juga

mengalami kemunduran (Sauliyusta Mersiliya 2016).

Menurut Nugroho (2015) mengatakan bahwa proses menua adalah suatu

proses menghilangnya secara perlahan-lahan 9 kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga

tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita.

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dimulai sejak

lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi

merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan

dari dalam maupun dari luar tubuh (Sauliyusta Mersiliya 2016).

2. Tipe Tipe Lansia

Tipe Lansia Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter,

pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya. Tipe

tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut (Lestar G. L, 2019).

1) Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,

sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

2) Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam

mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

3) Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga

menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik,

dan banyak menuntut.

4) Tipe pasrah menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,

dan melakukan pekerjaan apa saja.

1
5) Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal, pasif, dan acuh tak acuh (Maryam, 2019). Batasan umur pada usia

lanjut dari waktu ke waktu berbeda. dalam (Wijoyo and Daulima, 2020)

kategori usia pada lansia yaitu :

a) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun.

b) Lansia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun.

c) Lansia (old) antara usia 75 sampai 90 tahun

d) Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun.

B. Tujuan Umum Tentang Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif merupakan bagian terbesar dalam otak manusia. Penurunan

kemampuan kognitif itu adalah seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap

waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal/ide baru (Kementrian Kesehatan

RI 2018). Seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengingat atau kurangnya

pengetahuan penting dilakukan pengkajian fungsi kognitif dengan tujuan dapat

memberikan informasi tentang fungsi kognitif. Pengkajian fungsi kognitif berfungsi

untuk membantu mengidentifikasi sesorang yang berisiko mengalami penurunan fungsi

kognitif terutama pada lansia (Farasari 2021).

Penurunan fungsi kognitif saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang

cukup serius bagi lansia yang dapat menyebabkan dampak psikologis, sosial ekonomi

berupa isolasi sosial dan kesulitan keuangan, retardasi motorik, memperberat gejala

lain dan dapat mengurangi kualitas hidup. Gangguan fungsi kognitif dapat berupa

gangguan cara berpikir, tidak mampu menganalisis pribahasa, tidak mampu mengenal

persamaan, kalkulasi dan konsep. Pada keadaan tersebut terjadi kesulitan dalam

memecahkan masalah, pengambilan keputusan, gangguan komunikasi, gangguan

mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari (Aesthetica

1
Islamy dan Poppy Farasari, 2021).

1. Aspek – Aspek fungsi kognitif

(Adriana Dewi Riani 2019) Kemampuan kognitif dapat dibagi menjadi

beberapa domain kognitif spesifik termasuk atensi, memori, fungsi eksekutif,

bahasa, dan kemampuan visuospasial.

1) Attention (Perhatian) Atensi adalah proses kognitif dasar tetapi kompleks yang

memiliki banyak sub-proses yang dikhususkan untuk berbagai aspek

pemrosesan perhatian. Atensi adalah bagaimana seseorang memusatkan

perhatiannya pada suatu objek dengan mengesampingkan objek lainnya serta

adanya kesadaran seseorang dalam melakukan hal tersebut.

2) Language (Bahasa) merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar

yang membangun kemampuan fungsi kognitif. Keterampilan bahasa meliputi

kemampuan untuk memahami bahasa, mengakses memori semantik,

mengidentifikasi objek dengan nama, dan menanggapi instruksi verbal dengan

tindakan perilaku. Keterampilan bahasa dinilai dengan mengukur kefasihan

(misalnya, menamai hewan sebanyak mungkin), penamaan objek, dan

menanggapi instruksi. Kemampuan bahasa dapat terganggu pada kondisi

neuropsikiatri tetapi lebih sering terganggu pada kondisi yang melibatkan

kerusakan otak, stroke, atau demensia degeneratif. Dalam kondisi

neuropsikiatri, defisit bahasa dapat dikaitkan dengan defisit dalam fungsi

eksekutif (misalnya, kemampuan untuk berhasil mengakses penyimpanan

semantik) atau kecepatan pemrosesan yang melambat.

3) Memory (Daya Ingat) Memori atau ingatan merupakan penyimpanan informasi

dalam otak dimana informasi tersebut dapat di panggil kembali. Memori adalah

proses untuk mengungkap kembali sesuatu yang dialami atau sesuatu yang

1
pernah di tangkap dengan panca indera.

4) Visuospatial (Visuospasial: Pengenalan Ruang) Visuospasial merupakan

kemampuan untuk mengidentifikasi, mengintegrasi, dan menganalisa bentuk

yang spesifik dari beberapa dimensi. Kemampuan visuospasial dapat dinilai

melalui kemampuan konstruksional seperti meminta responden menggambar

atau menirukan berbagai macam gambar dari yang paling sederhana seperti

segiempat sampai yang lebih kompleks seperti kubus.

5) Executive Function Fungsi eksekutif adalah konstruksi multi-komponen yang

terdiri dari serangkaian proses berbeda yang terlibat dalam perencanaan,

pengorganisasian, koordinasi, implementasi, evaluasi, keterampilan self

monitoring (pemantauan diri) dan self regulation (mengatur diri sendiri).

Pemeliharaan fungsi kognitif pada lansia menjadi hal yang sangat penting untuk

kesejahteraan lansia. Aktivitas kognitif yang dilakukan secara rutin diduga dapat

mempertahankan fungsi kognitif yang prima pada lansia. Oleh karena itu, hal ini perlu

dibuktikan dengan menguji perbedaan fungsi kognitif pada kelompok lansia yang

melakukan aktivitas kognitif secara rutin dan tidak rutin. Selain itu, melalui penelitian

ini juga akan diketahui aspek kognitif yang masih baik dan kurang pada kedua

kelompok lansia. Hal ini dapat menjadi masukan juga bagi intervensi yang akan

dirancang bagi kedua kelompok lansia (Adriana Dewi Riani dan Magdalena S. Halim

2019).

C. Kajian Teoritis

1. Peer Suport

Menurut World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) kualitas

hidup didefinisikan sebagai presepsi individu terhadap kehidupannya di tengah

masarakat dalam konteks budaya dan system nilai yang ada terkait dengan tujuan,

1
harapan, standar, dan perhatian.kualitas hidup merupakan suatu konsep yang sangat

luas yang di pengaruhi kondisi fisik individu, psikologis, tingkat kemandirian, serta

hubungan individu dengan lingkungan. (Fatkhul Amri Al Mubarroqq 2022).

(R. Z. Amanda Eflin Pradana 2021) menyatakan bahwa dukungan sosial

sangat dibutuhkan pada lansia, karena dukungan sosial yang diberikan dapat

membantu untuk membangkitkan semangat hidupnya dan menyadarkan bahwa ada

orang yang perhatian dengan dirinya. Dukungan sosial dapat berasal dari saudara,

kerabat, anak, pendamping, maupun teman sebaya yang ada di sekitar lingkungan

tempat lansia tinggal.

Menurut (R. Z. Amanda Eflin Pradana 2021) dukungan teman sebaya

merupakan salah satu sumber dukungan sosial yang sangat berpengaruh. Teman

sebaya memiliki peran yang cukup bermakna bagi lansia, dimana ia berperan

sebagai pertahanan dalam melawan pengalaman hidup yang penuh stress, menjadi

models of coping dan membantu lansia untuk menumbuhkan kepercayaan diri

Kebanyakan lansia yang memiliki teman dekat menjalani kehidupan yang lebih

sehat dan bahagia, teman bisa menurunkan efek stress terhadap kebugaran fisik dan

kesehatan mental (R. Z. Amanda Eflin Pradana 2021).

Lansia dapat berbagi rasa sakit dan khawatir yang mereka alami dengan

teman-teman sehingga mereka dapat mampu mengatasi perubahan dan krisis

penuaan dengan lebih baik .Jika dukungan sosial yang diberikan pada lansia baik

maka lansia tersebut akan merasakan ketenangan jiwa, tidak ada hal buruk yang

dipikirkan lansia tersebut yang dapat membuatnya menjadi stress (R. Z. Amanda

Eflin Pradana 2021).

1
2. Aspek Peer Suport

Dukungan sosial keluarga terdiri dari beberapa aspek yang meliputi :

a. Dukungan Emosional

Dukungan emosional merupakan dukungan dalam bentuk simpati serta

perhatian (farach aliffatunisa 2021)

b. Dukungan Informasional

Dukungan informasional merupakan bantuan dari keluarga dimana

keluarga mam pu memberikan informasi terkait masalah kesehatan

c. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental dapat diberikan secara materil, perlengkapan,

serta waktu yang diluangkan

d. Dukungan Penilaian

Berupa penilaian positif, dukungan penguatan untuk melakukan sesuatu,

umpan balik atau menunjukkan perbandingan sosial yang membuka wawasan

seseorang yang memiliki masalah.

3. Dukungan Keluarga

a. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masarakat yang paling mengerti

kondisional angota keluarganya. Maka disinilah dukungan keluarga memegang

peranan yang penting. Sumber dukungan keluarga berperan dalam

meningkatkan kesehatan tubuh atau kesejahteraan fisik sehingga menciptakan

efek positif pada orang yang menerimannya dan berperan meningkatkan

semangat serta motivasi lansia dengan penyakit kronis termaksud pada fungsi

kognitif (Melati sangria brasti 2021).

1
b. Penger tian Dukungan Keluarga

Peran keluarga terhadap masalah fungsi kognitif yang sering di hadapi

lansia disini sangat penting. Menurut (pasaribu 2021) dukungan keluarga adalah

proses yang terjadi terus menerus di sepanjang masa kehidupan manusia.

Dukungan keluarga berfokus pada interkasi yang berlangsung dalam berbagai

hubungan sosial sebagaimana yang di evaluasi oleh individu.

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga

terhadap anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika di perlukan.

Dukungan keluarga adalah dukungan yang berupa nasihat verbal maupun non

verbal bantuan nyata atau bantuan tindakan yang mempunyai manfaat

emosional atau efek perilaku penerimaan, selain itu penerima merasa di

pedulikan dan di hargai atau di cintai (Yuli Permata Sari 2018). Dukungan

keluarga sebagai adanya kenyamanan, penghargaaan, penerimaan, atau tolong

menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan keluarga

tersebut dapat di peroleh dari individu atau kelompok (rika oktaviana 2019).

c. Peran Keluarga

Lansia akan menjadi lebih sejahterah jika tingal dengan sistem

pendukung utama yaitu keluarga. Kedekatan lansia dengan keluarga akan

meminimalisir tingkat stress yang terjadi pada lansia. Lingkungan, dan penyakit

penyerta khususnya yang merusak sistem saraf (rika oktaviana 2019).

d. Macam-Macam Dukungan Kelurga

Dukungan keluarga yang diberikan untuk lansia yaitu :

a) Dukungan Informasional

1
Berfungsi sebagai pemberi nasihat, usulan, saran dan petujuk serta

pemberian informasi dan pengobatan serta mendampingi lansia ke posbindu

untuk mendapatkan penyuluhan.

b) Dukungan Penilaian Keluarga

Memberikan keyakinan pada lansia bahwa penyakit yang di derita

dapat di atasi dan dikurangi gejalanya jika mengikuti pengobatan yang

benar.

c) Dukungan Emosional

Seperti memberikan perhatian, mendengarkan keluhan dan

memberikan kasih sayang pada lansia.

d) Dukungan Instrumental

Dapat berupa memberikan dukungan materi pada lansia,

membelikan obat dan juga menyediakan tempat yang aman dan nyaman

(ajeng Dian Nitami 2019).

4. Aktivitas Fisik

1) Pengertian

Menurut National Instituute on Aging (2009), aktivitas fisik merupakan

kegiatan memindahkan/bergerak seperti berkebun, berjalan, menaiki tangga.

Namun aktivitas fisk berdeda dengan latihan fisik. Latihan fisik merupakan

bagian dari aktivitas fisik yang lebih terstruktur atau terjadwal seperti aerobik

dan tai chi. latihan fisik sebenarnya lebih memengaruhi fungsi kognitif pada

lansia.

Menurut (mersiliya sauliyusta 2016) latihan fisik seperti aerobic akan

meningkatkan kemampuan kognitif lansia khususnya bagian control eksekutif

dan meningkatkan volume hippocampus. Hippocampus merupakan sentral otak

1
yang sangat penting dalam menyimpan memori (rika oktaviana 2019).

2) Tujuan Aktivitas Fisik

Aktifiitas fisik dapat di gunakan sebagai salah satu tindakan preventif

untuk meminimalisir penurunan fungsi kognitif pada lansia memperpanjang

usia dan menyehatkan jantung, membuat lansia lebih mandiri.

3) Manfaat Aktifitas Fisik

Manurut Angga dalam sruyanto (2010), manfaat aktifitas fisik pada

lansia antara lain

yaitu :

a. Meningkatkan kekuatan otot jantung

b. Memperkecil resiko serangan jantung

c. Memperlancara sirkulasi darah dalam tubuh

d. Menurunkan tekanan darah dan menghindari penyakit darah tinggi

e. Menurunkan kadar lemak dalam tubuh Sehingga menguranggi berat badan yang

berlebihan dan terhidar dari obesitas

f. Menguatkan otot-otot tubuh dan tubuh menjadih lentur dan terhindar dari

penyakit rematik

g. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga terhindar dari penyakit –

penyakit yang menyerang kaum lansia, serta mengurangi stress

4) Unsur Unsur Aktifitas Fisik

Aktivitas Fisik memiliki empat dimensi utama yaitu jenis, frekuensi

durasi, dan intensitas fisik. Tingkat aktivitas fisik yang tinggi berpengaruh pada

semakin rendahnya resiko kerusakan fungsi kognitif lansia Aktivitas fisik yang

tidak di lakukan secara rutin pada lansia mengakibatkan penurunan aliran darah

ke otak, sehingga otak kekurangan oksingen. Berolaraga dan menjaga pola

2
makan merupakan strategi efektif dalam menjaga fungsi kognitif dan mengatasi

permasalahan fungsi kognitif. Melakukan aktifitas jangka pendek dan membuat

program latihan dapat memperbaiki fungsi kognitif pada lansia (fatkhul amri al

mubarroq 2022).

Aktifitas pada lansia dapat mempengarhui fungsi kognitif pada setiap

lansia masarakat batuatas yang umunya berjalan kaki untuk bekerja sebagai

petani mempenggaruhi fungsi kognitif tetap tejaga. Selain berjalan kaki untuk

bekerja bertani merupaka kegiatan yang tepat bagi lansia dikarenakan saat

bertani lansia dapat mencangkul dan mengangkat beban ringan sehingga lansia

melakukan aktifitas fisik dengan intensitas sedang tinggi. (rika oktaviana 2019)

D. Tinjauan Empiris

1. Siti Aisyah (2019)

Hasil penelitian yang dilakukan di di Balai Sosial Lanjut Usia Mandalika

Mataram di dapatkan bahwa gambaran Activity Dailiy Living responden dari 18

responden didapatkan Activity Dailiy Living tertinggi adalah mandiri sebanyak 9

lansia (50 %). Responden yang memiliki Activity Dailiy Living partial sebanyak 6

lansia (33%), responden yang memiliki Activity Dailiy Living intermediet

sebanyak 3 lansia (17%). Menurut Mauliana dan Rita Hadi (2014), menyatakan

terhadap hubungan yang bermakna antara tingkat kemampuan Activity Daily

Living (ADL) dengan kualitas hidup, sebagian lansia dapat melakukan pemenuhan

Activy Daily Living (ADL) dengan kondisi fisik yang baik akan tetapi sebagian

belum terpenuhi seperti kemampuan duduk keberdiri, kemapuan berdiri,

kemampuan berjala

2
2. Agnes Utari Hanum Ayuningtias (2018)

Hasil penelitian yang di lakukan adalah lansia dengan rentan usia 55 – 95

tahun dengan kodisi fisik yang memadai untuk di wawancara, kemampuan kognitif

yang mencukupi yaitu di tandai dengan koherensi dalam menjawab dalam

menjawab pertanyaan, dan menngidentifikasi diri mereka sebagai orang bali. Laki

laki 47%, perempuan 53%.

3. Amalia Diah Intan Pratiwi (2021)

Hasil penelitian yang di lakukan kategori kekuatan otot tangan kanan pada

lansia yang terdiri dari 68 responden, sebanyak 36 responden (52,9%) memiliki

kekuatan otot tangan kanan dapat bergerak dan melawan tahanan dengan kekuatan

penuh. Distribusi frekuensi kategori kekuatan otot tangan kiri, sebanyak 34

responden (50%) memiliki kekuatan otot tangan kiri dapat bergerak dan melawan

tahanan dengan kekuatan penuh. Distribusi frekuensi kekuatan otot kaki kanan,

sebanyak 27 responden (39,7%) memiliki kekuatan otot kaki kanan dapat melawan

tahanan tetapi masih lemah. Distribusi frekuensi kekuatan otot kaki kiri

menunjukan, sebanyak 21 responden (30,9%) memiliki kekuatan otot kaki kiri

dapat melawan tahanan tetapi masih lemah.

4. Agus martini (2016)

Hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar umur responden

adalah kelompok umur 60-74 6 tahun sebanyak 14 orang (53,8%) dan umur

responden yang berumur antara 75- 85 tahun sebanyak 12 orang (46,2%).

Sedangkan berdasarkan jenis kelamin dapat diketahui bahwa responden laki-laki

sebanyak 14 orang (53,8%) dan responden perempuan sebanyak 12 orang (46,2%).

Pada tingkat pendidikan, responden yang tidak bersekolah sebanyak 13 orang

(50,0%), SD sebanyak 8 orang (30,8%), SMP sebanyak 2 orang (7,7%) dan SMA

2
sebanyak 3 orang (11,5%).

5. Tria Coresa (2017)

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Hasil pemeriksaan

MMSE pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang sebagian

besar dengan hasil probable atau kemungkinan gangguan kognitif yakni 60,9%.

Tingginya persentase gangguan kognitif pada penelitian ini kemungkinan

disebabkan karena konsep kriteria gangguan kognitif yang harus memenuhi tes

MMSE.

6. Retno Indarwat (2012)

Distribusi tingkat fungsi kognitif pada lansia sebelum diberi senam otak (pre

test) pada kelompok perlakuan mayoritas yaitu sebanyak 12 lansia (80%)

mempunyai tingkat fungsi kognitif kurang, 20% cukup dan tidak ada lansia dengan

fungsi kognitif baik. Hasil pre test tingkat fungsi kognitif pada kelompok kontrol

juga didapatkan sebagian besar mempunyai tingkat fungsi kognitif kurang yaitu

sebanyak 10 lansia (66%), 27% cukup dan 7% lansia dengan fungsi kognitif baik.

7. Heni Maryati (2013)

Berdasarkan hasil penelitian ini penurunan fungsi kognitif berat lebih

banyak dialami oleh lansia yang berjenis kelamin perempuan dibandingkan laki-

laki. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa lansia yang

berjenis kelamin perempuan lebih beresiko mengalami penurunan fungsi kognitif

daripada lansia yang berjenis kelamin laki-laki.

8. Shafrina Agustia (2014)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden paling banyak

berusia 60- 74 tahun sebanyak 66%, jenis kelamin terbanyak yaitu responden

perempuan dengan persentase 71,1%, keseluruhan responden menganut agama

2
islam (100%), memiliki suku terbanyak, yaitu suku Minang dengan persentase

69,1% dan memiliki tingkat pendidikan terbanyak yaitu pendidikan dasar sebanyak

66%. Berdasarkan gaya hidup lansia, responden yang mempunyai gaya hidup sehat

yaitu sebanyak 51 orang responden (52,6%) dan sebanyak 73 orang responden

(75,3%) memiliki fungsi kognitif pada kategori normal. Dari uji statistik dengan

menggunakan uji chi-square diperoleh p (0,000) < (0,05) sehingga diperoleh

kesimpulan ada hubungan antara gaya hidup dengan fungsi kognitif pada lansia di

Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru.

9. Aqidatul Izzah (2014)

Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat kecenderungan

peningkatan aktivitas fisik dengan peningkatan fungsi kognitif. Dapat dilihat dari

jumlah sampel yang mengalami gangguan fungsi kognitif sebanyak 7 orang, 5

orang (5,3%) diantaranya memiliki aktivitas fisik rendah. Sedangkan dari jumlah

sampel yang tidak mengalami gangguan kognitif sebanyak 88 orang, 74 orang

(77,9%) diantaranya memiliki aktivitas fisik yang sedangdan 10 orang lainnya

(10,5%) memiliki aktivitas fisik yang berat. Hal tersebut menunjukkan bahwa

aktivitas fisik yang rendah merupakan salah satu faktor risiko terjadinya gangguan

kognitif dan begitu juga sebaliknya, orang yang memiliki aktivitas fisik sedang

hingga berat akan cenderung tidak memiliki gangguan kognitif.

10. Eka Suci Wulandari (2019)

Hasil penelitian mengenai fungsi kognitif pada lansia dengan menggunakan

MMSE berada pada kategori normal sebanyak 22 responden (62.9%) sedangkan

yang mengalami kemungkinan gangguan kognitif sebanyak 12 (34.3%). Penelitian

ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Gustami (2017) yang meneliti fungsi

kognitif pada lansia mendapat subjek yang memiliki gangguan kognitif sebanyak

2
29 (40,3%) yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan yang normal 38 (77,5%).

11. Eka Suci Wulandari (2019)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakuan maka didapatkan

kesimpulan : Tingkat hipertensi didapatkan lansia menderita hipertensi stage 1

sebanyak 21 responden (60,0%). Fungsi kognitif lansia di didapatkan lansia

memiliki fungsi kognitif yang masih normal sebanyak 22 responden (62.9%).

Hubungan hipertensi dengan fungsi kognitif pada lansia di UPTD Panti Sosial

Rehabilitasi Lanjut Usia dan Pemeliharaan Makam Pahlawan Ciparay Kabupaten

Bandung tahun 2019 dari 35 lansia didapatkan hasil: p = 0.022 yang artinya H0

ditolak, sehingga dalam penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara

hipertensi dengan fungsi kognitif pada lansia di UPTD Panti Sosial.

2
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pikir Penelitian

Lansia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang, ini merupakan proses

yang terus menerus berkelanjutan secara alamiah. Tahap ini di mulai sejak lahir dan

umunya di alami pada semua mahluk hidup. Penuaan menyebabkan penurunan

presepsi sensori dan respon motoric pada susunan syaraf pusat dan penurunan respon

proprioseptif, perubahan pada system saraf yang bisa bermanifestasi pada penurunan

fungsi kognitif. Fungsi kognitif merupakan bagian terbesar dalam otak. Penurunan

kemampuan kemampuan kognitif itu seperti suka lupa, ruang, tempat serta tidak

mudah menerima ide baru.

Faktor resiko terjadinya gangguan fungsi kognitif pada lansia yaitu usia, gender,

ras, genetik, tekanan darah, payah jantung, aritmia jantung, diabetes melitus, kadar

lipid dan kolesterol, obesitas, nutrisi, alkohol, meroko dan trauma. Maka dengan

adanya berbagai macam ganguan pada lansia mereka membutuhkan dukungan

keluarga, teman sebaya agar mereka tidak merasa sendiri. Dukungan keluarga sangat

berarti bagi mereka, karena keluarga sangat berperan penting untuk meningkatkan

kesehatan tubuh dan kesejahteraan fisiknya sehingga menciptakan efek positif.

Dukungan teman sebaya juga sangat penting untuk meningkatakan kualitas hidup

lansia, terutama pada lansia yang sudah tidak tingal lagi bersama keluarganya karena

meraka merasa tidak mempunyai siapa siapa selain dirinya, maka dari teman sebaya

sangat di butuhkan agar bisa memberi bantuan, semangat hidup, sehingah bisa percaya

diri. Dengan adanya teman sebaya, mereka akan percaya diri untuk melakukan

Aktifitas fisik untuk mencegah penurunan fungsi kognitif seperti Senam lansai, jalan

santai, dan lain sebagainya

2
B. Kerangka Konsep

Peer Suport

Dukungan Keluarga Fungsi Kognitif

Aktifitas visik

Keterangan :

: variabel bebas

: variabel terikat

: hubungan yang diteliti

Gambar 1. Bagan Kerangka Konsep Penelitian

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Terikat (Dependent)

Variabel terikat adalah variabel yang di pengaruhi atau yang menjadi akibat

adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah fungsi kognitif

2. Variabel Bebas (Independent)

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian

ini adalah peer sport,dukungan keluarga dan aktifitas fisik.

D. Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana

caranya mengukur suatu variabel.

2
1. Fungsi kognitif

Fungsi kognitif merupakan bagian terbesar dalam otak manusia. Penurunan

kemampuan kognitif itu adalah seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap

waktu ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal/ide baru. Mengukur fungsi

kognitif lansia mengunakan Short portable mental status Questionnaire (SPMSQ).

Instrumen ini di gunakan mengukur fungsi kognitif lansia terdiri dari 10

pertanyaan. Jika jawabannya benar maka skornya 1 dan jika jawabannya salah

maka skornya 0. Kriteria hasil :

Kesalahan 0-2 = fungsi intelektual utuh

Kesalahan 3-4 = kerusakan intelektual ringan

Kesalahan 5-7 = kerusakan intelektual sedang

Kesalahan 8-10 = kerusakan intelektualnya berat

2. Peer support

Peer support adalah ketersediaan yang di rasakan dukungan, kasih sayang,

dan bantuan instrumental dari mitra social yang signifikan, termaksud aggota

keluarga, teman dekat, tetangga dan rekan kerja (purworo soewignjo 2020).

Mengukur Peer Suport mengunakan Apgar Keluarga. Dihitung berdasarkan

kuesioner 5 pertanyaan mengunakan skala Likert. Bobot penilain Kuisioner adalah:

Selalu 2

Kadang kadang 1

Tidak pernah 0

Skor tertinggi 2 dan terendah berbobot 0

Skor Tertinggi = Jumla Pertanyaan x Bobot Tertinggi

= 5 x 2 = 10 ( 100 % )

Skor terendah = Jumla pertanyaan x Bobot Terendeha

2
=5x0=0(0%)

Skor antara = skor gtertinggi – skor terendah = 100 % - 0 % = 100 %

Kriteria objektif sebanyak 2 tinggi dan rendah.

Innterval = skor anatara/ kategori

= 100 % / 2

= 50 %

Skor terendah = 100 % - 50 % = 50 %

Kriteria objektif :

Tinggi : jiak responden mampuh menjawab ≥ 50 % daro total skor pertanyaan.

Rendah : jika responden mampuh menjawab sampai dengan < 50 % dari total skor

3. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga suatu sistem support yang di berikan keluarga kepada

anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan di mana di dalamnya

terdapat dukungan emosional, informasional, instrumental dan perhargaan, dengan

harapan keluarga yang sakit dapat pulih ataupun meminimalisir dampak lain dari

gangguan kesehatan yang di alami (Apri Budianto 2022). Mengukur Dukungan

keluarga mengunakan Apgar Keluarga. Dihitung berdasarkan kuesioner 5

pertanyaan mengunakan skala Likert. Bobot penilain Kuisioner adalah :

Selalu 2

Kadang kadang 1

Tidak pernah 0

Skor tertinggi 2 dan terendah berbobot 0

Skor Tertinggi = Jumla Pertanyaan x Bobot Tertinggi

= 5 x 2 = 10 ( 100 % )

Skor terendah = Jumla pertanyaan x Bobot Terendeha

2
=5x0=0(0%)

Skor antara = skor gtertinggi – skor terendah = 100 % - 0 % = 100 %

Kriteria objektif sebanyak 2 tinggi dan rendah.

Innterval = skor anatara/ kategori

= 100 % / 2

= 50 %

Skor terendah = 100 % - 50 % = 50 %

Kriteria objektif :

Tinggi : jika responden mampuh menjawab ≥ 50 % daro total skor pertanyaan.

Rendah : jika responden mampuh menjawab sampai dengan < 50 % dari total skor

4. Aktifitas fisik

Kemampuan lansia untuk melakukan aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-

sehari seperti mandi, berpakayan, kekamar mandi, berpindah tempat dan makan.

Kemampuan lansia untuk melakukan aktifitas dalam kehidupan sehari – hari seperti

mandi, berpakayan, kekamar mandi, berpindah tempat dan makan. Dihitung

berdasarkan modifikasi kuesioner Indeks Katz. Yang terdiri dari 6 pertanyaan

mengunakan skala Guttman. Bobot

penilain Kuisioner adalah :

Ya 1

Tidak 0

Skor tertinggi 1 dan terendah berbobot 0

Skor Tertinggi = Jumla Pertanyaan x Bobot Tertinggi

= 6 x 1 = 6 (100%)

Skor terendah = Jumla pertanyaan x Bobot Terendeha

= 6 x 0 = 0 (0%)

3
Skor antara = skor gtertinggi – skor terendah = 100% - 0% = 100%

Kriteria objektif sebanyak 2 tinggi dan rendah.

Innterval = skor anatara/ kategori

= 100% / 2

= 50%

Skor terendah = 100% - 50% = 50%

Kriteria objektif :

Tinggi : jika responden mampuh menjawab ≥ 50% daro total skor pertanyaan.

Rendah : jika responden mampuh menjawab sampai dengan < 50 % dari total skor

E. Hipotesis Penelitian

Merupakan jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Biasanya hipotesis

ini dirumuskan dalam bentuk hubungn antara fariabel bebas dan terikat. Hipotesi ini

merupakan pertanyaan yang harus dibuktikan (Notoatmodjo,2012).

1. Peer Support

Ho : Tidak ada hubungan peer suport dengan fungsi kognitif pada lansia di

puskesmas Kecamatan Batu atas

Ha : Ada hubungan peer suport dengan fungsi kognitif pada lansia di

puskesmas Kecamatan Batu atas

2. Dukungan Keluarga

Ho : Tidak ada dukungan keluarga dengan fungsi kognitif pada lansia di

puskesmas Kecamatan Batu atas

Ha : Ada hubungan dukungan keluarga dengan fungsi kognitif pada lansia di

puskesmas Kecamatan Batu atas

3. Aktifitas Fisik

Ho : Tidak ada hubungan aktifitas fisik dengan dengan fungsi kognitif pada

3
lansia di puskesmas Kecamatan Batu atas

Ho : Tidak ada hubungan aktifitas fisik dengan dengan fungsi kognitif pada

lansia di puskesmas Kecamatan Batu atas

3
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif atau survei analitik yaitu

penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa hubungan antara

variabel independent dan dependent (Notoatmodjo.S, 2012).

2. Rancangan Penelitian

Desain penelitian dengan rancangan cross sectional dimana pengukuran

terhadap variabel independent dan variabel dependent yang dilakukan dalam waktu

yang bersamaan untuk mengetahui hubungan peer support, dukungan keluarga,

aktifitas fisik, motivasi dengan fungsi kognitif pada lansia (Notoatmodjo.S, 2012).

Gambaran desain Cross Sectional sebagai berikut :

Populasi

Sampel

Var. Dependen + Var. Dependen -

Var Independen + Var Independen Var Independen + Var Independen


- -

Gambar 2. Rancangan Penelitian Cross Sectional

3
B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal April sampai Mei Tahun 2022

2. Lokasi Peneltian

Penelitian ini akan di laksanakan di wilayah kerja Puskesmas kecamatan Batu Atas

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah populasi suatu kelompok yang terdiri dari objek atau subjek

penelitian yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono,2020). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh lansia diwilayah kerja Puskesmas Batu Atas

tahun 2022 periode (April – Mei) yang berusia 60 tahun keatas berjumla 515 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiyono, 2017). Sampel dalam penelitian ini adalah lansia berusia 60

tahun keatas yang ada di wilayah kerja Pukesmas kecamatan Batu Atas adapun

rumus pengambilan sampel yaitu :


𝑵
n= ( Soekidjo Notoatmojo, 2012)
𝟏+𝑵 (𝒅𝟐)

keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumla populasi

d² = Nilai presisi (0,1)

Maka ukuran sampel yaitu :


𝑵
n=
𝟏+𝑵 (𝒅𝟐)

3
n= 515
1+ 515 (0,1)2

n= 515

1+ 515 (0,01)

n= 515
1+ 5,15

n= 515
6,15

= 83,739 (84 Sampel).

Jadi besarnya sampel dalam peneliti ini adalah 84 orang sebagai kelompok

kasus dan 84 orang sebagai kelompok control

3. Penarikan sampel

Penarikan responden melalui tehnik pengambilan sampel secara random

sampling adalah jenis pengambilan sampel probabilitas dimana setiap orang di

seluruh populasi target memiliki kesempatan untuk dipilih. Sampel dipilih secara

acak yang dimaksud sebagai repsentasi yang bisa dari total populasi (Nursalam,

2013).

4. Kriteria inklusi dan eksklusi

a. Kriteria inklusi

1) Lansia usia 60 keatas

2) Bersedia menjadi responden peneliti

3) Lansia yang ada di tempat di saat pengumpulan data

4) Lansia yang sehat mental

b. Kriteria eksklusi

1) Tidak bersedia menjadi responden penelitian

3
2) Lanjut usia yang memiliki riwayat kejiwaan

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian alat atau fasilitas yang di gunakan oleh penelitian dalam

mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik (cermat,

lengkap dan sistematis) sehinggah lebih mudah di olah (Cristiana, 2019).

E. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Dalam penelitian ini data yang diperoleh dengan data primer yaitu

pengumpulannya dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah disediakan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang di peroleh dari lokasi desa yang terkait

dengan pelaksanaan penelitian antara lain jumla KK dalam kecamatan Batu Atas.

F. Cara Pengolahan Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer. Pengolahan

data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk memperoleh data atau data

ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan menggunakan rumus

tertentu sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan. Pengolahan data

dilakukan dengan cara :

a. Coding adalah melakukan pengkodean data agar tidak terjadi kekeliruan dalam

melakukan tabulasi data.

b. Editing adalah menyeleksi data yang telah didapat dari hasil wawancara untuk

mendapatkan data yang akurat.

c. Scoring adalah proses penjumlahan untuk memperoleh total skor setiap butir

pertanyaan.

3
d. Tabulating adalah penyusunan data sedemikian rupa sehingga memudahkan

dalam penjumlahan data dan disajikan dalam bentuk tulisan

e. Entry adalah memasukkan data yang sudah dilakukan editing dan coding

kedalam komputer.

f. Melakukan tehnik analisis menggunakan SPSS

Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan

menggunakan ilmu statistic terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang

hendak di analisis

G. Tehnik analisis data

1. Analisis Univariat

Analisis Univariat dilakukan Untuk melihat gambaran distribusi frekuensi

dan presentase dari tiap variabel yang diteliti. Data-data yang sudah diolah,

disajikan dalam bentuk tabel.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat. Uji yang di gunakan yaitu chi Square.(X2) pada

tingkat kemaknaannya adalah 95 % ( P = 0,05 ) sehingga dapat di ketahui ada atau

tidaknya perbedaan bermakna secara statistic, menggunakan program komputer.

Dengan perhitungan Uji Chi Square selanjutnta ditarik suatu kesimpulan jika X 2

hitung lebih kecil dari X2 tabel, maka H0 diterima, dan apabila X 2 hitung lebih

besar atau sama dengan X2 tabel H0 di tolak Ha diterima yang menujukan ada

hubungan bermakna antara variabel dependent dengan variabel independent .

Apabila terdapat sel harapan dengan nilai kurang dari 5 maka digunakan uji

Exact Fisher’s. sugiyono (2005) uji Exact Fisher’s di gunakan untuk menguji

signifikan hipotesis komparatif dua sampel kecil independent bila datanya

3
berbentuk nominal.

H. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi dari Prodi

Keperawatan Universitas Mandala Waluya. Setelah mendapat persetujuan dari Prodi

Keperawatan Universitas Mandala Waluya dan Kepala Puskesmas, kemudian peneliti

ke lokasi penelitian dan melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika yang

meliputi :

1. Informed Consent (Lembar persetujuan menjadi responden)

Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti. Peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta dampak yang mungkin

terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika responden bersedia diteliti maka

harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, dan jika responden menolak

untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak

responden.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan

namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberikan nomor kode

pada masing-masing lembar tersebut.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi keluarga dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset.

Anda mungkin juga menyukai