1
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
2
II. Proses Terjadinya Masalah
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
A. Faktor Predisposisi
Klien dengan gangguan halusinasi mengalami abnormalitas
perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis
yang maladaptif. Adanya lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik dan beberapa zat kimia di otak yang
bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytranferase
(DMP). Secara Psikologis keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. Klien mengalami stress dan
kecemasan,serta hubungan interpersonalnya terganggu. Kondisi sosial budaya
mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial
budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.
B. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah
sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
4
C. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis, yaitu sebagai berikut
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana
klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,
gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Penciuman
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu
sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perasa
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine.
7. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
D. Fase halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia
(2001) setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
1. Fase I :
5
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2. Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem
saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut
jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori
dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3. Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan
dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah
dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
4. Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
7
Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial
atau budaya umum yang berlaku.
Menarik diri
Yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
Isolasi sosial
Yaitu menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi
paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan
klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun
sebenarnya stimulus itu tidak ada.
F. Mekanisme koping
1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
8
III. Pohon Masalah
9
b. Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
Klien berbicara dan tertawa sendiri saat dikaji.
Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
Disorientasi.
Konsentrasi rendah
Pikiran cepat berubah-ubah
10
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SETIAP HARI
Proses keperawatan
Kondisi klien
Klien mengatakan mendengar sesuatu . Klien merasa takut pada suara itu dan
bersikap seperti mendengar sesuatu. Kemudian klien berlari kesana kemari. Seteleh itu
klien mengalami disorientasi, konsentrasi rendah dan pikiran cepat berubah-ubah.
Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi (dengar)
Tujuan umum :
Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Tujuan khusus:
TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2 :
Klien dapat mengenal halusinasinya.
TUK 3 :
Klien dapat mengontrol halusinasi.
TUK 4 :
Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
TUK 5:
Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.
11
Proses Pelaksanaan Tindakan
ORIENTASI
1. Salam terapeutik
"Selamat pagi, perkenalkan nama saya Tedi Ruswandi, Saya biasa dipanggi Tedi.
Saya dari STIKES BANTEN. Saya disini dari hari Senin sampai dengan hari Sabtu
dari jam 08.00 s/d 13.00 WIB. Kalau boleh tahu nama bapak siapa dan senang
dipanggil siapa?. Tujuan Saya disini menyelesaikan sesuatu yang bapak rasakan, kita
selesaikan bersama sama ya Pak?”
2. Evaluasi
"Bagaimana perasaan Bapak saat ini?. Bagaimana tidurnya semalam, Pak?. Ada
keluhan tidak? Apakah Bapak masih mendengar sesuatu yang orang lain tidak
mendengar?
3 Kontrak
“Apakah bapak tidak keberatan untuk mengobrol dengan saya? Menurut bapak
sebaiknya kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini bapak dengar tetapi
tidak tampak wujudnya? Berapa lama kira-kira kita ngobrol? Bapak mau berapa
lama?bagaimana kalau 15 manit? Bisa? Tempatnya mau dimana pak?. Bagaimana
kalo kita berbincang bincangnya ditaman?.
KERJA
1. Coba ceritakan suara-suara apa yang sering didengar?
2. Suara yang seperti apa yang didengar?
3. Kapan saja suara itu terdengar?
4. Berapa kali suara itu terdengar?
5. Pada saat sedang melakukan apa suara itu muncul?
6. Bagaimana perasaan ketika suara-suara itu muncul?
7. Bagaimana kalau kita belajar cara-cara mencegah suara-suara yang muncul?
8. Bagaimana kalau Bapak mengisi jadwal kagiatan harian cara menghardik?
12
TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien (subjektif)
Bagaimana perasaan Bapak setelah berkenalan dengan Saya?”. ”Coba Bapak
ceritakan, suara apa yang sering didengar!”. ”Apakah Bapak dapat mengetahui suara
seperti apa yang didengar?. ”Kapan dan berapa kali suara itu terdengar?. ”Pada saat
Bapak sedang melakukan apa suara itu terdengar?. ”Bagaimana perasaan Bapak
ketika suara itu muncul?. ”Apakah Bapak sudah bisa cara menghardik?. ”Apakah
Bapak sudah mengisi jadwal harian cara menghardik?”
Evaluasi Perawat (objektif setelah reinforcement)
"Setelah kita ngobrol tadi, cobak bapak simpulkan pambicaraan kita tadi?
”Coba sebutkan cara untuk mencegah suara itu agar tidak muncul lagi.
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil)
" Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan bapak coba cara tersebut! Bagaimana
kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
klien)
13
DAFTAR PUSTAKA
14
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
2. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
15
3. Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
4. Bioneurologis
Banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
B. Faktor Presipitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti ke lemahan fisik (penyakit fisik),
keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/
pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial
yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
16
C. Rentang respon marah
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman
(Stuart dan Sundeen, 1996). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun
perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang
rentang adaptif dan maladaptif.
Rentang Respon Marah
Respons Respons
Adaptif Maladaptif
Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa
lega.
Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak
realistis.
Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
sedang dialami.
Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya
klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
Kekerasan: sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan
ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata
ancaman-ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling
berat adalah melukai/ merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan
diri.
17
D. Mekanisme koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme koping
klien sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping
yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang
umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displancement,
sublimasi, proyeksi, depresi, dan reaksi formasi.
Perilaku kekerasan
18
-
IV. Diagnosa keperawatan
Resiko Perilaku kekerasan
19
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SETIAP HARI
Proses keperawatan
Kondisi klien
Klien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena di rumah marah-marah dan
memecahkan piring dan gelas.
Diagnosa keperawatan
Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
Tujuan umum :
Klien dapat mengontrol emosinya.
Tujuan khusus:
TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2 :
Klien dapat Mengidentifikasi penyebab marah
20
KERJA
1. Apa yang membuat Ali membanting piring dan gelas?
2. Apakah ada yang membuat Ali kesal?
3. Apakah sebelumnya Ali pernah marah?
4. Apa penyebabnya? Sama dengan yang sekarang?
5. Baiklah, jadi ada (misalnya 3) penyebab Ali marah-marah.
TERMINASI
1. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan Ali setelah kita bercakap-cakap?”
2. Evaluasi Obyektif
“Coba sebutkan 3 penyebab Ali marah. Bagus sekali.”
3. Rencana Tindak Lanjut
“Baiklah, waktu kita sudah habis. Nanti coba Ali ingat lagi,
penyebab Ali marah yang belum kita bicarakan.”
4. Kontrak
“Nanti akan kita bicarakan perasaan Ali pada saat marah dan cara
marah yang biasa Ali lakukan.Mau dimana kita bicara?
Bagaimana kalau kita disini? Kira-kira 30 menit lagi ya. Sampai
nanti.”
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH
Gejala Halusinasi
Menurut Fitria (2009 h 6 ; Yosep, 2014 h 264) perilaku-perilaku seperti dibawah
ini diantaranya :
1. Mengkritik diri sendiri
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimistis
4. Tidak menerima pujian
5. Penurunan produktifitas
6. Penolakan terhadap kemampuan diri
7. Kurang memperhatikan perawatan diri
23
8. Berpakaian tidak rapi
9. Selera makan berkurang
10. Tidak berani menatap lawan bicara
11. Lebih banyak menunduk
12. Bicara lambat dengan nada suara lemah
13. Merusak/melukai orang lain
14. Merusak diri: harga diri rendah menyokong klien untuk mengakhiri hidup
15. Menarik diri dari realitas, cemas, panik, cemburu, curiga, halusinasi
16. Sulit bergaul
17. Menunda keputusan
C. Jenis-Jenis Halusinasi
1. Situasional
Harga diri rendah situasional dalam Wilkinson, Ahern (2009)
didefinisikan sebagai suatu perkembangan persepsi negatif terhadap harga
diri individu sebagai respon terhadap situasi tertentu misalnya akibat
menderita suatu penyakit, kondisi ini dapat disebabkan akibat adanya
gangguan citra tubuh, kegagalan dan penolakan, perasaan kurang
penghargaan, proses kehilangan, dan perubahan pada peran sosial yang
dimiliki.
2. Kronik
Menurut Fitria (2012) menyatakan bahwa gangguan konsep diri:
harga diri rendah kronis biasanya sudah berlangsung sejak lama yang
dirasakan pasien sebelum sakit atau sebelum dirawat. Sedangkan menurut
Nurarif dan Hardhi (2015, p. 55) harga diri rendah kronis merupakan
evaluasi diri/ perasaan negatif tentang diri sendiri atau kemampuan diri
yang berlangsung lama.
24
D. Rentang respon halusinasi.
Prabowo, (2014 hal 109) menjelaskan rentang respon adaptif dan
maladaptif klien dengan harga diri rendah adalah :
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan
dapat diterima.
25
III. Pohon Masalah
IV.
Isolasi sosial : menarik diri
b. Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
Apatis
Ekspresi sedih
Afek tumpul
Menyendiri.
Berdiam diri di kamar
Banyak diam
26
IV. Diagnosa keperawatan
Harga Diri Rendah
27
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SETIAP HARI
Proses keperawatan
Kondisi klien
Mengkritik diri sendiri.
Perasaan tidak mampu.
Pandangan hidup yang pesimis
Penurunan produktifitas
Penolakan terhadap kemampuan diri
terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri
Berpakaian tidak rapih.
Selera makan kurang
tidak berani menatap lawan bicara.
Lebih banyak menunduk.
Diagnosa keperawatan
Gangguang konsep diri : harga diri rendah
Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus:
TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2 :
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
TUK 3 :
Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
28
TUK 4 :
Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
TUK 5:
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
TUK 6:
Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
KERJA
”Ibu, apa saja kemampuan yang ibu miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya ya!
Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa ibu lakukan? Bagaimana dengan
merapihkan kamar? Menyapu ? Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan
yang ibu miliki.”
”Ibu dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan di
rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5
(misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih
bisa dikerjakan di rumah sakit ini.”
”Sekarang, coba ibu pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit
ini. Oh yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana kalau
sekarang kita latihan merapikan tempat tidur ibu . Mari kita lihat tempat tidur ibu
Coba lihat, sudah rapikah tempat tidurnya?”
29
”Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan
selimutnya. Bagus! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik.”
”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !.
Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang
ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut,
nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus!”
”Ibu sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan bedakah
dengan sebelum dirapikan? Bagus.”
”Coba ibu lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri) kalau ibu lakukan
tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan, dan ibu ibu (tidak)
melakukan.”
TERMINASI
”Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapikan tempat
tidur ? Yah, ternyata ibu banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di rumah
sakit ini. Salah satunya, merapikan tempat tidur, yang sudah ibu praktekkan dengan
baik sekali. Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang.”
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Ibu mau berapa kali sehari
merapikan tempat tidur? Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis
istirahat, jam 16.00.”
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Ibu masih ingat kegiatan apa
lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci
piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur
ruangan ini sehabis makan pagi Sampai jumpa ya.”
30
DAFTAR PUSTAKA
Fitria Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fitria, N. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan &
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP). Jakarta: Salemba Medika.
Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta:
Nuha Medika Press.
Dermawan, Deden dan Rusdi. (2013) Keperawatan jiwa; konsep dan kerangka kerja
31
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
32
A. Faktor Predisposisi
1. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi,
akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat
pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan
kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada
orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat
sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai
objek
33
3. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
4. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi
kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan
struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
34
B. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
1. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.
2. Stressor Biokimia
a. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
b. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya
MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
c. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena
dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun
penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah
laku psikotik.
d. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel
otak.
4. Stressor Psikologis
35
ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk
mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan
berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang
mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-
masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
36
III. Pohon Masalah
b. Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
37
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SETIAP HARI
Proses keperawatan
Kondisi klien
Mengkritik diri sendiri.
Perasaan tidak mampu.
Pandangan hidup yang pesimis
Penurunan produktifitas
Penolakan terhadap kemampuan diri
terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri
Berpakaian tidak rapih.
Selera makan kurang
tidak berani menatap lawan bicara.
Lebih banyak menunduk.
Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial: menarik diri
Tujuan umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
Tujuan khusus:
TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2 :
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
TUK 3 :
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
38
TUK 4 :
Klien dapat melaksanakan hubungan sosial.
TUK 5:
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
TUK 6:
Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.
KERJA
”Ibu, apa saja kemampuan yang ibu miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya ya!
Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa ibu lakukan? Bagaimana dengan
merapihkan kamar? Menyapu ? Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan
yang ibu miliki.”
”Ibu dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan di
rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5
(misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih
bisa dikerjakan di rumah sakit ini.”
”Sekarang, coba ibu pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit
ini. Oh yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana kalau
39
sekarang kita latihan merapikan tempat tidur ibu . Mari kita lihat tempat tidur ibu
Coba lihat, sudah rapikah tempat tidurnya?”
”Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan
selimutnya. Bagus! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik.”
”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !.
Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang
ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut,
nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus!”
”Ibu sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan
bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus.”
”Coba ibu lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri) kalau ibu lakukan
tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan, dan ibu ibu (tidak)
melakukan.”
TERMINASI
”Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapikan tempat
tidur ? Yah, ternyata ibu banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di rumah
sakit ini. Salah satunya, merapikan tempat tidur, yang sudah ibu praktekkan dengan
baik sekali. Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang.”
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Ibu mau berapa kali sehari
merapikan tempat tidur? Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis
istirahat, jam 16.00.”
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Ibu masih ingat kegiatan apa
lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci
piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur
ruangan ini sehabis makan pagi Sampai jumpa ya.”
40
DAFTAR PUSTAKA
Fitria Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fitria, N. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan &
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP). Jakarta: Salemba Medika.
Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta:
Nuha Medika Press.
Dermawan, Deden dan Rusdi. (2013) Keperawatan jiwa; konsep dan kerangka kerja
Budi Anna Keliat. 2009. Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta. ECG
41
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
42
2. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri
3. Kemampuan realitas turun Klien gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri
B. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri. (Depkes, 2000, dalam Anonim, 2009) Sedangkan Tarwoto dan
Wartonah (2000), dalam Anonim(2009), meyatakan bahwa kurangnya perawatan diri
disebabkan oleh :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
2. Psikologi
43
a. Malas, tidak ada inisiatif
b. Menarik diri, isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur
e. Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK) di sembarang tempat
f. Gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri
Selain itu, tanda dan gejala tampak pada pasien yang mengalami Defisit
Perawatan Diri adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor
b. Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acakacakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki
tidak bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh kemampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran dan makan tidak pada
tempatnya
d. Ketidak mampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan BAB/BAK
tidak pada tempatnya, dan tidak membersihkan diri dengan baik setelah
BAB/BAK (Keliat, 2009).
C. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Nanda (2012), jenis perawatan diri terdiri dari:
1. Defisit perawatan diri: mandi
44
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
45
2. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktivitas berpakaian dan berhias untuk diri sendiri
D. Rentang Respon
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor
meliputi status sosialekonomi, keluarga, jaringan interpersonal, organisasi yang
dinaungi oleh lingkungan sosial yang lebih luas, juga menggunakan kreativitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan (Stuart and
Sundeen, 1998 dalam Lili Kadir, 2018).
46
III. Pohon Masalah
b. Data objektif
Rambut kotor, acak acakan
Badan dan pakaian kotor dan bau
Mulut dan gigi bau.
Kulit kusam dan kotor
Kuku panjang dan tidak terawatt
47
48
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SETIAP HARI
Proses keperawatan
Kondisi klien
Tn. H terlihat duduk di salah satu sudut ruangan sambil menggaruk-garuk kepala yang
terlihat kotor, rambut sebahu dan tidak tertata rapi. Pakaian yang digunakan Tn. H tidak
terpasang dengan benar dan terlihat banyak robekan. Kuku jari tangan terlihat hitam dan
panjang. Gigi Tn.H terlihat kotor dan mulut Tn. H mengeluarkan bau.
Diagnosa keperawatan
Defisit Perawatan Diri
Tujuan umum :
Klien tidak mengalami defisit perawatan diri.
Tujuan khusus:
TUK 1 :
Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri .
TUK 2 :
Klien dapat melakukan berhias/berdandan secara baik.
TUK 3 :
Klien dapat melakukan makan dengan baik.
TUK 4 :
Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
49
Proses Pelaksanaan Tindakan
ORIENTASI
Salam terapeutik
“Selamat pagi, perkenalkan nama saya perawat Sinta. Saya adalah Mahasiswa
Keperawatan UPH yang sedang praktek disini. Saya praktek disini selama 4 hari.
Nama kamu siapa ya? Senangnya dipanggil apa? Oh jadi anda senangnya dipanggil
Ny. M saja”.
Evaluasi/Validasi
“Saya lihat dari tadi Ny. M menggaruk-garuk kepala, gatal ya?”
Kontrak
Topik: “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang kebersihan diri?”
Waktu:“Mau berapa lama kira-kira kita ngobrolnya? Oke, jadi Ny. M maunya kita
ngobrol-ngobrolnya selama 20 menit ya”.
Tempat:“Baiklah mau dimana kita ngobrolnya Ny. M? Oh jadi kita ngobrolnya
diruang ini saja ya”.
KERJA
“Berapa kali Ny. M mandi dalam sehari? Apakah Ny. M sudah mandi hari ini?
Menurut Ny. M apa kegunaannya mandi? Apa alasan Ny. M sehingga tidak bisa
merawat diri? Menurut Ny. M apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri?
Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak merawat diri dengan baik seperti apa ya?
badan gatal, mulut bau, apa lagi?
Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut Ny. M yang
bisa muncul ? Betul ada kudis, kutu, dsb”
“Menurut Ny. M mandi itu seperti apa? Sebelum mandi apa yang
biasanya Ny. M persiapkan? Benar sekali, Ny. M perlu menyiapkan pakaian ganti
yang bersih, handuk kering, sikat gigi, odol, shampo dan sabun mandi”
“Menurut Ny. M tempat mandi dimana? Benar sekali kita mandi di kamar mandi,
bagaimana kalau kita ke kamar mandi sekarang? Saya akan bantu melakukannya.
Pertama kita gosok gigi dulu dengan sikat gigi, ambil sikat gigi yang sudah di kasih
odol kemudian sikat gigi dengan gerakan memutar dari atas ke bawah kemudian Ny.
M berkumur-kumur dengan air bersih. Bagus sekali, sekarang Ny. M
buka pakaian, siram seluruh tubuh Ny. M dengan air termasuk rambut dan kepala lalu
50
ambil shampoo sedikit dan gosokkan ke atas kepala Ny. M sampai berbusa lalu bilas
sampai bersih. Bagus sekali Ny. M, sekarang ambil sabun dan gosokan keseluruh
tubuh Ny. M secara merata dan di mulai dari bagian sebelah kanan lalu siram dengan
air sampai bersih, pastikan bersih tidak ada sisa sabun yang menempel. Setelah
selesai di siram dengan air sampai bersih, keringkan tubuh Ny. M dengan handuk
kering yang sudah disiapkan. Bagus sekali Ny. M melakukannya. Selanjutnya Ny. M
menggunakan pakaian bersih yang sudah di siapkan”.
TERMINASI
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien/subjektif
“Bagaimana perasaan Ny. M setelah mandi dan mengganti pakaian? Coba Ny.
M sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah Ny. M
lakukan tadi? Bagus sekali sekarang Ny. M sudah tahu manfaat dan cara
mandi yang baik”.
Evaluasi perawat/ objektif
“Ternyata Ny. M masih memiliki kemampuan yang baik dalam menjaga
kebersihan diri. Nah, kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah
pulang ya Ny. M”.
b. Rencana lanjut klien
“Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Ny. M Mau berapa kali
sehari mandi dan sikat gigi? Bagus, dua kali yaitu pagi dan sore. Kalau pagi
jam berapa? kalau sore jam berapa? Beri tanda M (mandiri) kalau dilakukan
tanpa disuruh, B (bantuan) kalau diingatkan baru dilakukan dan T (tidak) tidak
melakukan”
c. Kontrak yang akan dating
Topik: “Baik besok kita akan bertemu kembali untuk latihan berdandan”
Waktu: “Kalau begitu kita akan latihan berdandan besok jam 9 pagi setelah
Ny. M melakukan kegiatan mandi”
Tempat : “Ny. M mau kita ketemu dimana? Kita ketemu di dalam kamar Ny.
M besok bagaimana?”
51
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas:
CMHN(Basic Course). Jakarta: EGC
Fitria Nita.2009.Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
Dan Srategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan(LP dan SP).Jakarta:Salemba Medika.
Damaiyanti Mukhripah,dkk.2012.Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung: PT
Refika Aditama
Hoesny, Rezkiyah,.2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Defisit
Perawatan Diri diakses dari http://repositori.uin-alauddin.ac.id/3358/1/Rezkiyah
%20Hoesny.pdf pada 14 Juni 2018
Neri, Silvia,.2018. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan diakses dari
https://www.academia.edu/6822348/STRATEGI_PELAKSANAAN_TINDAKAN_KEP
ERAWATAN_SP-1_Pasien_Defisit_Perawatan_Diri_Pertemuan_Ke-1 pada 14 Juni
2018
Shinzu, Bekti,.2018. Defisit Perawatan Diri LP SP diakses dari
https://www.academia.edu/35135428/Defisit_Perawatan_Diri_LP_SP pada 14 Juni 2018
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Stuart, W. Gail. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier
52