A. Pengertian Halusinasi
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang
itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang
(Stuart, 2007).
Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar,
dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman,
pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang
datang dari luar itu dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir
(missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek
yang luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang
memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004).
Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara
rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik
dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih
mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan
respon dari luar dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan
antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis,
membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya
secara akurat (Nasution, 2003).
Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian
mengenai halusinasi di bawah ini dikemukakan oleh beberapa ahli
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus)
misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada
sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001). Halusinasi adalah persepsi sensorik yang
keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002). Halusinasi adalah gangguan
penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat
terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh
dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima
rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon
terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat
dibuktikan (Nasution, 2003). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi
dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat,
mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang
yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005). Halusinasi adalah kesan,
respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin,
barang, kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun
(Maramis, 2005).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari
suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon
terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007). Dari beberapa pengertian yang
dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil
kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi
pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suarasuara
orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuat.
B. Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
Faktor predisposisi
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
C. Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai
berikut:
Bicara sendiri.
Senyum sendiri.
Ketawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Menarik diri dari orang lain.
Berusaha untuk menghindari orang lain.
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
Sulit berhubungan dengan orang lain.
Ekspresi muka tegang.
Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
Tampak tremor dan berkeringat.
Perilaku panik.
Agitasi dan kataton.
Curiga dan bermusuhan.
Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
Ketakutan.
tidak dapat mengurus diri.
Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang
mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
realitas.
Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada
menolaknya.
Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
Berkeringat banyak.
Tremor.
Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
Perilaku menyerang teror seperti panik.
Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
Menarik diri atau katatonik.Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang
kompleks.
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
D. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis.
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien
disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun,
bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
3. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya baubauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke,
tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan
atau pembentukan urine.
7. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
E. Tahapan halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan
setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
1. Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri.
2. Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3. Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang
lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan
berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan
dengan orang lain.
4. Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1
orang. Kondisi klien sangat membahayakan
Respon maladaptive
Pikiran logis
Kelainan fikiran
Persepsi akurat
Ilusi
Halusinasi
Emosikonsisten
Emosional berlebihan
Tidak mampu
Perilaku social
Perilaku ganjil
Ketidakteraturan
Hubungan social
Menarik diri
Isolasi sosial
mengontrolemosi
Keterangan:1.
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budayayang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jikamenghadapi suatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, responadaptif:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam bataskewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
2. Respon psikososial
Respon psikosial meliputi:
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapanyang benarbenar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi bataskewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
3. Respon maladaptive
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat,
Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa
tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala
yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan
a. Faktor predisposisi
Faktor perkembangan terlambat
Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi peran ganda.
Tidak ada komunikasi.
Tidak ada kehangatan.
Komunikasi dengan emosi berlebihan.
Komunikasi tertutup.
Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang tua yang otoritas
dan komplik orang tua.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan
yang terlalu tinggi.
d. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri
tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri
negatif dan koping destruktif.
e. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
f. Faktor genetic
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson
tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga
letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi
genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %,
seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang
15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia
maka peluangnya menjadi 35 %
Faktor presipitasi
Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1).Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2).Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan
abnormal).
3). Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan,
lingkungan dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel 2 di dibawah ini:
Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan
infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk
kekerasan,
ketidakadekuatan
pengobatan
dan
ketidak
adekuatan
penanganan gejala.
Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak
aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang
nyata dengan yang tidak nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda tanda dan perilaku
halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar
mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang
diperlukan meliputi:
Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan
suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien,
jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang
dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika
halusinasi perabaan.
Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi.
Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
2. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat
badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
a. Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
b. Mekanisme koping
Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari
Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
internal.
Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan
halusinasi pendengaran.
Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik
diri.
b. Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek
yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan
keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut
1. Diagnosa 1: Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang
jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa
adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2.1 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3.1 Dengarkan klien dengan penuh perhatian
dan
empati.
timbul.
Intervensi:
Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya
timbul.
Rasional:
Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.
3.2 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan
melawan suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan
kegiatan : menyapu/mengepel, minum obat secara teratur, dan lapor pada
perawat
pada
saat
timbul
halusinasi.
keluarga
dalam
mengontrol
halusinasinya.
Klien mendapat sistem pendukung keluarga.
Intervensi:
1.1 Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat
klien bila halusinasinya timbul.
Rasional
Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.
2.1 Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan
biarkan klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada
klien untuk rajin minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.
percaya
sebagai
dasar
interaksi
perawat
dan klien.
perhatian
dan
Rasional :
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2:
Klien dapat mengenal penyebab menarik diri.
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya.
Intervensi:
2.1.1 Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
empati
Rasional:
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.
2.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.
Rasional:
Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm
melaksanakan intervensi selanjutnya.
2.1.3Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan
penyebab menarik diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 3:
Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain.
3.1Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi:
Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
lain.
3.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan
orang
lain.
Rasional:
Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.
3.1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali
manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
4.1Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Intervensi:
4.1.1 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mencegah timbulnya halusinasi.
4.1.2 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara
bertahap.
Rasional:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan,
membalas
salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.2.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai,
jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima
klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.2.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.2.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2 :
Klien dapat mengidenfikasi kemampuan dan sisi positif yang dimiliki.
2.1 Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya.
Intervensi:
2.1.1Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang
nanti dan apa yg menjadi cita-citanya.
Rasional:
Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien.
2.1.2Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang
dimilikinya.
Rasional:
Membantu klien membentuk harapan yang realitas.
TUK 3:
Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialaminya.
3.1 Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi:
Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya.
Rasional:
Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal.
3.2 Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya
3.2.1 Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya.
Rasional:
TUK 2 :
Klien dapat mengenal pentingnya perawatan diri.
2.1 Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri yaitu badan tidak bau, rambut
rapi, bersih
dan tidak bau, gigi bersih dan tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku pendek.
Intervensi:
2.1.1 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian
tentang aarti bersih dan tanda-tanda bersih.
Rasional:
Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
2.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.
Rasional:
Mengetahui pemahaman klien ttg kebersihan diri.
2.1.3 Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda
kebersihan diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
2.2 Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri, memberi
rasa segar,
mencegah penyakit mulut dan memberikan rasa nyaman.
2.2.1 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan
perawatan diri.
Rasional:
Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
2.2.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan
perawatan diri.
Rasional:
Mengetahui pemahaman informasi yang telah diberikan.
2.2.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat
perawatan diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.2.3 Klien dapat menjelaskan cara merawat diri
yaitu mandi 2 x sehari, pakai sabun , gosok gigi minimal 2 x sehari , cuci rambut
2- 3 x sehari dan ganti pakaian 1 x sehari.
TUK 3:
Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat.
3.1 Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri.
Intervensi:
3.1.1 Motivasi dan bimbingan klien untuk memelihara kebersihan diri.
Rasional:
Agar klien melaksanakan kebersihan diri.
3.1.2 Anjurkan untuk mengganti baju.
Rasional:
Memberikan kesegaran.
TUK 4:
Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
4.1 Klien selalu rapi dan bersih.
Intervensi:
4.1.1 Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri sendiri.
TUK 5:
Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan kebersihan diri
5.1 Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
Intervensi:
5.1.1 Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri.
Rasional:
Untuk memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyebab kurangnya
kebersihan pada klien.
5.1.2 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang dilakukan klien selama
di RS dalam
menjaga kebersihan.
Rasional:
Klien dapat mengetahui tentang tindakan perawatan diri yang mampu dilakukan
oleh klien.
b. Implementasi
\
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang
aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan
tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah
rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada
saat ini (here and now).
Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan.
c. Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek
dari
tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
klienterhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi
dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan
tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan
sebagai berikut
dengan
menanyakan
pertanyaan
sederhana
terkait
dengan
tindakan
keperawatan seperti coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau
memutuskan halusinasi yang benar?.
O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.
A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan
masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang
terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat. Rencana tindak lanjut dapat
berupa:
Sumber:
1. Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2. Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
4. Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
5. Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University
Press.
6. Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care. Edisi
3.Philadelphia: F. A. Davis Company
7. Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis:
Mosby Year Book.