Anda di halaman 1dari 25

Askep Jiwa Halusinasi

A. Pengertian Halusinasi
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang
itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang
(Stuart, 2007).
Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar,
dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman,
pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang
datang dari luar itu dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir
(missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek
yang luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang
memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004).
Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara
rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik
dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih
mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan
respon dari luar dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan
antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis,
membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya
secara akurat (Nasution, 2003).
Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian
mengenai halusinasi di bawah ini dikemukakan oleh beberapa ahli
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus)
misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada
sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001). Halusinasi adalah persepsi sensorik yang
keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002). Halusinasi adalah gangguan
penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat
terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh
dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima

rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon
terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat
dibuktikan (Nasution, 2003). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi
dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat,
mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang
yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005). Halusinasi adalah kesan,
respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin,
barang, kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun
(Maramis, 2005).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari
suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon
terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007). Dari beberapa pengertian yang
dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil
kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi
pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suarasuara
orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuat.
B. Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
Faktor predisposisi
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.

b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang


berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor

C. Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai
berikut:
Bicara sendiri.
Senyum sendiri.
Ketawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Menarik diri dari orang lain.
Berusaha untuk menghindari orang lain.
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
Sulit berhubungan dengan orang lain.
Ekspresi muka tegang.
Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
Tampak tremor dan berkeringat.
Perilaku panik.
Agitasi dan kataton.
Curiga dan bermusuhan.
Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
Ketakutan.
tidak dapat mengurus diri.
Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang
mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:

Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.


Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
Gerakan mata abnormal.
Respon verbal yang lambat.
Diam.
Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi,

pernafasan dan tekanan darah.


Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan

realitas.
Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada

menolaknya.
Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
Berkeringat banyak.
Tremor.
Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
Perilaku menyerang teror seperti panik.
Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
Menarik diri atau katatonik.Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang

kompleks.
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

D. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis.
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien
disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun,
bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
3. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya baubauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke,
tumor, kejang, atau dimensia.

4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan
atau pembentukan urine.
7. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
E. Tahapan halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan
setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
1. Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri.
2. Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3. Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang
lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan
berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan
dengan orang lain.
4. Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1
orang. Kondisi klien sangat membahayakan

F. Rentang respon halusinasi.


Rentang Respon
Respon adaptif

Respon maladaptive

Pikiran logis

Pikiran terkadang menyimpang

Kelainan fikiran

Persepsi akurat

Ilusi

Halusinasi

Emosikonsisten

Emosional berlebihan

Tidak mampu

Perilaku social

Perilaku ganjil

Ketidakteraturan

Hubungan social

Menarik diri

Isolasi sosial

mengontrolemosi

Keterangan:1.
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budayayang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jikamenghadapi suatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, responadaptif:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam bataskewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
2. Respon psikososial
Respon psikosial meliputi:
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapanyang benarbenar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi bataskewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
3. Respon maladaptive

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah


yangmenyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun
responmaladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankanwalaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataansosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternalyang tidak
realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu danditerima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yangnegatif
mengancam
G. Konsep Dasar Keperawatan
Menurut Carpenito (1996) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan keperawatan
merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat
dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Asuhan keperawatan juga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari
pengkajian menentukan masalah atau diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan,
implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar
utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data
meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian
kesehatan jiwa dapat dikelompokkam menjadi faktor predisposisi, faktor
presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping
yang dimiliki klien.
Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada
formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006)
meliputi beberapa faktor antara lain:
Identitas klien dan penanggung

Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat,
Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa
tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala
yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan
a. Faktor predisposisi
Faktor perkembangan terlambat
Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi peran ganda.
Tidak ada komunikasi.
Tidak ada kehangatan.
Komunikasi dengan emosi berlebihan.
Komunikasi tertutup.
Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang tua yang otoritas
dan komplik orang tua.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan
yang terlalu tinggi.
d. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri
tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri
negatif dan koping destruktif.
e. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
f. Faktor genetic
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson
tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga
letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi

genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %,
seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang
15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia
maka peluangnya menjadi 35 %
Faktor presipitasi
Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1).Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2).Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan
abnormal).
3). Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan,
lingkungan dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel 2 di dibawah ini:

Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan
infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk

menjangkau pelayanan kesehatan.


Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan
kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam
berhubungan dengan orang lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan
kerja (kurang terampil dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat

transportasi dan ketidakmamapuan mendapat pekerjaan.


Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa
gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali

diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak


mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi
usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif,
perilaku

kekerasan,

ketidakadekuatan

pengobatan

dan

ketidak

adekuatan

penanganan gejala.
Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak
aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang
nyata dengan yang tidak nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda tanda dan perilaku
halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar
mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang

diperlukan meliputi:
Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan
suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien,
jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang
dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika
halusinasi perabaan.

Waktu dan frekuensi.


Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu
muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi
dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.

Situasi pencetus halusinasi.


Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul.
Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.

Respon Klien

Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi.
Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
2. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat
badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
a. Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:

Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.


Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada

sesuai dengan informasi


Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik

dan dapat mempengaruhi proses pikir.


Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
Memori
Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun
berlalu.
Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu

dan pada saat dikaji.


Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan

tugas dan berhitung sederhana.


Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat.
Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.
Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk
makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri,
pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar
ruangan

b. Mekanisme koping
Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari
Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk

mengalihkan anggung jawab kepada orang lain.


Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus

internal.
Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan

ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.Aspek


medik: diagnosa medik dan terapi medik.
3. Masalah Keperawatan
Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien
halusinasi adalah:
a. Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.
b. Isolasi sosial : menarik diri.
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
d. Intoleransi aktifitas.
e. Defisit perawatan diri.
4. Pohon masalah
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika
halusinasi sudah sampai pada fase empat, dimana klien mengalami panik dan
perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Masalah yang menyebabkan
halusinasi itu adalah harga diri rendah dan isolasi sosial, akibat rendah diri dan
kurangnya berhubungan sosial maka klien menjadi menarik diri dari lingkungan
(Keliat, 2006).
Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dapat disusun pohon masalah
sebagai berikut:
a. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu,
keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang aktual maupun potensial (NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006).

Rumusan diagnosis menurut Keliat (2006) dapat berupa:


Problem (masalah): nama atau label diagnosa.

Etiology (penyebab): alasan yang dicurigai dari respon yang telah

diidentifikasi dari pengkajian.


Sign dan sympton (tanda dan gejala): manifesitasi yang diidentifikasi

dalam pengkajian yang menyokong diagnosa keperawatan.


Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi
menurut Keliat (2006) yaitu:
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan

halusinasi pendengaran.
Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik
diri.

Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.


Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.

b. Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek
yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan
keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut
1. Diagnosa 1: Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang

lain dan lingkungan.


Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan,
membalas salam,
mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/
komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara
verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama
lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan,

jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa
adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2.1 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3.1 Dengarkan klien dengan penuh perhatian

dan

empati.

Rasional: Agar klien merasa diperhatikan.


TUK 2:
Klien dapat mengenal halusinasinya.
Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata.
Intervensi:
4.1 Adakan kontak sering dan singkat.
Rasional:
Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya
halusinasi.
5.1 Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan
dengan halusinasi.
Rasional:
Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif
6.1 Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata
bagi perawat.
Rasional:
Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien.
7.1 Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasi.
8.1 Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak
menimbulkan situasi.
Rasional:
Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi
keperawatan.
TUK 3:
Klien dapat mengontrol halusinasi.
3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila
halusinasinya

timbul.

Intervensi:
Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya
timbul.
Rasional:
Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.
3.2 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan
melawan suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan
kegiatan : menyapu/mengepel, minum obat secara teratur, dan lapor pada
perawat

pada

saat

timbul

halusinasi.

3.2.1Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.


Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi.
3.2.2.Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.
Rasional:
hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan.
3.2.3.Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan
kembali cara memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.
Klien mau minum obat dengan teratur.
Intervensi :
1.1 Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar
klien mau minum obat secara teratur.
TUK 5:
Klien mendapat sistem pendukung

keluarga

dalam

mengontrol

halusinasinya.
Klien mendapat sistem pendukung keluarga.
Intervensi:
1.1 Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat
klien bila halusinasinya timbul.
Rasional
Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.

2.1 Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan
biarkan klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada
klien untuk rajin minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.

2. Diagnosa 2: perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan


dengan menarik diri.
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya
halusinasi.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan,
membalas
salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/
komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun
non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan
panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji,
bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling

percaya

sebagai

dasar

interaksi

perawat

dan klien.

1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.


Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.1.3
Dengarkan
klien
dengan
penuh

perhatian

dan

Rasional :
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2:
Klien dapat mengenal penyebab menarik diri.
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya.
Intervensi:
2.1.1 Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.

empati

Rasional:
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.
2.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.
Rasional:
Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm
melaksanakan intervensi selanjutnya.
2.1.3Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan
penyebab menarik diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 3:
Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain.
3.1Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi:
Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
lain.
3.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan
orang

lain.

Rasional:
Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.
3.1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali
manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
4.1Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Intervensi:
4.1.1 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mencegah timbulnya halusinasi.
4.1.2 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara
bertahap.
Rasional:

Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan


dengan orang lain.
4.1.3 Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 5 :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
5..1Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang
lain.
Intervensi :
5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan
orang lain.
Rasional:
Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain.
5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
5.1.3 Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan
manfaat berhubungan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 6:
Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.
6.1 Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri.
Intervensi:
6.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
Rasional:
Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat.
6.1.2 Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab
perilaku
menarik diri dab cara keluarga menghadapi klien.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya.
6.1.3 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk
klien (1 x
seminggu).
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
3. Diagnosa 3: isolasi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Tujuan umum:

Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan,
membalas
salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.2.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai,
jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima
klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.2.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.2.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2 :
Klien dapat mengidenfikasi kemampuan dan sisi positif yang dimiliki.
2.1 Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya.
Intervensi:
2.1.1Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang
nanti dan apa yg menjadi cita-citanya.
Rasional:
Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien.
2.1.2Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang
dimilikinya.
Rasional:
Membantu klien membentuk harapan yang realitas.
TUK 3:
Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialaminya.
3.1 Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi:
Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya.
Rasional:
Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal.
3.2 Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya
3.2.1 Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya.
Rasional:

Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien.


3.2.2 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan
kegagalan yang pernah dialaminya.
Rasional:

4. Diagnosa 4: defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.


Tujuan umum:
Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1.Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan,
membalas salam, mau
duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.1.1.Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/
komunikasi terapeutik
yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama
perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan
tujuan pertemuan,
jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.

TUK 2 :
Klien dapat mengenal pentingnya perawatan diri.
2.1 Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri yaitu badan tidak bau, rambut
rapi, bersih
dan tidak bau, gigi bersih dan tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku pendek.
Intervensi:
2.1.1 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian
tentang aarti bersih dan tanda-tanda bersih.
Rasional:
Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
2.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.
Rasional:
Mengetahui pemahaman klien ttg kebersihan diri.
2.1.3 Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda
kebersihan diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
2.2 Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri, memberi
rasa segar,
mencegah penyakit mulut dan memberikan rasa nyaman.
2.2.1 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan
perawatan diri.
Rasional:
Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
2.2.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan
perawatan diri.
Rasional:
Mengetahui pemahaman informasi yang telah diberikan.
2.2.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat
perawatan diri.

Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.2.3 Klien dapat menjelaskan cara merawat diri
yaitu mandi 2 x sehari, pakai sabun , gosok gigi minimal 2 x sehari , cuci rambut
2- 3 x sehari dan ganti pakaian 1 x sehari.
TUK 3:
Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat.
3.1 Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri.
Intervensi:
3.1.1 Motivasi dan bimbingan klien untuk memelihara kebersihan diri.
Rasional:
Agar klien melaksanakan kebersihan diri.
3.1.2 Anjurkan untuk mengganti baju.
Rasional:
Memberikan kesegaran.
TUK 4:
Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
4.1 Klien selalu rapi dan bersih.
Intervensi:
4.1.1 Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri sendiri.
TUK 5:
Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan kebersihan diri
5.1 Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
Intervensi:
5.1.1 Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri.
Rasional:
Untuk memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyebab kurangnya
kebersihan pada klien.

5.1.2 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang dilakukan klien selama
di RS dalam
menjaga kebersihan.
Rasional:
Klien dapat mengetahui tentang tindakan perawatan diri yang mampu dilakukan
oleh klien.
b. Implementasi
\
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang
aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan
tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah
rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada
saat ini (here and now).
Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan.
c. Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek
dari
tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
klienterhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi
dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan
tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan
sebagai berikut

S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat


diukur

dengan

menanyakan

pertanyaan

sederhana

terkait

dengan

tindakan

keperawatan seperti coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau
memutuskan halusinasi yang benar?.
O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.
A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan
masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang
terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat. Rencana tindak lanjut dapat
berupa:

Sumber:
1. Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2. Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
4. Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
5. Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University
Press.
6. Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care. Edisi
3.Philadelphia: F. A. Davis Company
7. Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis:
Mosby Year Book.

Anda mungkin juga menyukai