Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SPINA BIFIDA ( SUMBING TULANG BELAKANG )

DisusunOleh :

1.AkidatulIsnaini
2.Denes iwan
3.Fitriakumala
4.Mei windarti
5.Soffi nor idaayusaputri
6.Yeremiamardasopha

KELOMPOK 2

S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA


JOMBANG
2014

KATA PENGANTAR

Page | 1
Puji syukur kehadiratTuhan Yang MahaEsa yang
telahmelimpahkanrahmatdankaruniaNya yang begitumelimpah, sehingga kami
selakupenulisdapatmenyelesaikanmakalahiniuntukkeperluantugasdalammatakuliah neuro
2dengandosenpengajaribuAsrina, S.Kep.,Ns.

Dalam penulisanmakalahini, ditemui kesulitan dan hambatan. Namun berkat


dukungan serta bantuan dari semua pihak makalah ini dapat terselesaikan. Untuk itu kami
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarya kepada :
1. Bapak Dr. M. ZainulArifin, Drs.,M.Kesselakuketua STIKES ICME Jombang
2. IbuMuarofah S.Kep.,Ns.,M.Kes. selakuKaProdi S1 Keperawatan STIKES ICME
Jombang
3. IbuEndangYuswatiningsih, S.Kep.,Ns.,M.Kes. selakuwalikelas III B
4. IbuAsrina, S.Kep., Ns. selakudosenpengajarmatakuliah NEURO 2
5. Orang tua dan rekan-rekan kami yang telah memberikan dorongan dan bantuan,
serta pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Akhirul Kalam, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi
pembaca umumnya. Dalamhalini di harapakandapatmenambahwawasankitamengenai
SPINA BIFIDAmakalahinimasihjauhdarisempurna, maka kami mengharapkankritikdan
saran daripembaca demi perbaikanmenujuarah yang lebihbaik.

Jombang, Oktober 2014

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang................................................................................................ 4
B. RumusanMasalah........................................................................................... 4
C. TujuanMasalah............................................................................................... 5

Page | 2
BAB II PEMBAHASAN

A. PengertianSpina Bifida.................................................................................. 6
B. KlasifikasiSpina Bifida.................................................................................. 6
C. EtiologiSpina Bifida....................................................................................... 7
D. ManifestasiklinisSpina Bifida ..................................................................... 9
E. PatofisiologiSpida Bifida ............................................................................ 10
F. PenatalaksanaandanPencegahanSpida bifida .............................................11
G. PengkajianSpida Bifida ...............................................................................11
H. DiagnosaSpida Bifida................................................................................... 18
I. IntervensiSpida Bifida.................................................................................. 19
J. Evaluasi........................................................................................................ 21

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................... 22
B. Saran................................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 23

Page | 3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Spina bifida adalah defek pada penutupan kolum navertebralis dengan atau tanpa
tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L. Wong, 2003).Penyakit spina
bifida atau sering dikenal sebagai sumbing tulang belakang adalah salah satu penyakit
yang banyak terjadi pada bayi .Penyakit ini menyerang medulaspinalis dimana ada
suatu celah pada tulang belakang (vertebra).Hal ini terjadi karena satu atau beberapa
bagian dari vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh dan dapat
menyebabkan cacat berat pada bayi, ditambah lagi penyebab utama dari penyakit ini
masih belum jelas.Hal ini jelas mengakibatkang angguan pada system saraf karena
medulla spinalis termasuk system saraf pusat yang tentunya memiliki peranan yang
sangat penting dalam system saraf manusia.Jika medulla spinalis mengalami gangguan,
sistem-sistem lain yang diatur oleh medulla spinalis pasti juga akan terpengaruh dan
akan mengalami gangguan pula. Hal ini akan semakin memperburuk kerja organ dalam
tubuh manusia, apalagi pada bayi yang system tubuhnya belum berfungsi secara
maksimal.
Fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di
Indonesia yaitu ensefalus, anensefali, dan spina bifida, sebanyak 65% bayi yang baru
lahir terkena spina bifida.Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi
yang lahir di Belanda menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya.
Bayi-bayi tersebut butuh perawatan medis intensif sepanjang hidup mereka.Biasanya
mereka menderita lumpuh kaki, dan dimasa kanak-kanak harus dioperasi berulang kali.
Dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat professional dalam menangani hal-hal yang
terkait dengan spina bifida misalnya saja dalam memberikan asuhan keperawatan harus
tepat dan cermat agar dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi akibat spina bifida.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari spina bifida?
2. Bagaimana etilogi dari spina bifida?
3. Apakah manifestasi klinis dari spina bifida?
4. Bagaimana patofisiologi pada spina bifida?
5. Bagaimana penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida?
6. Bagaimana pengkajian pada klien dengan spina bifida?
7. Bagaimana diagnosa pada klien dengan spina bifida?
8. Bagaimana intervensi pada klien dengan spina bifida?

Page | 4
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit spina bifida serta pendekatan asuhan
keperawatannya.

Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi definisi dari spina bifida.
2. Mengidentifikasi etilogi spina bifida.
3. Mengidentifikasi manifestasi klinis spina bifida.
4. Menguraikan patofisiologi spina bifida
5. Mengidentifikasi penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida
Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan spina bifida.
6. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan spina bifida.
7. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan spina bifida.

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit neurologis spina bifida serta
mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan spina bifida dengan
pendekatan Student Centre Learning.

Page | 5
BAB II
TIJAUAN TEORI
2.1 Defenisi
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus
pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis
spinalis pada perkembangan awal embrio (Chairuddin Rasjad, 1998). Keadaan ini
biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan lokalisasi defek
bervariasi, pada keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi satu
atau lebih dari satu arkus pascaerior vertebra pada daerah lumosakral. Belum ada
penyebab yang pasti tentang kasus spina bifida. Spina bifida juga bias disebabkan oleh
gagal menutupnya columna vertebralis pada masa perkembangan fetus. Defek ini
berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural.Gangguan fusi
tuba neural terjadi beberapa minggu (21 minggu sampai dengan 28 minggu) setelah
konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan jelas.
Beberapa hipotesis terjadinya spina bifida antara lain adalah :
1. Terhentinya proses pembentukan tuba neural karena penyebab tertentu.
2. Adanya tekanan yang berlebih dikanalis sentralis yang baru terbentuk sehingga
menyebabkan ruptur permukaan tuba neural.
3. Adanya kerusakan pada dinding tuba neural yang baru terbentuk karena suatu
penyebab.

Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang
belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal
menutup atau gagal terbentuk secara utuh.

2.2 Klasifikasi
Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa jenis
yaitu :
a. Spina Bifida Okulta
Merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra
tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens)
tidak menonjol. Spina bifida okulta merupakan cacat arkus vertebra dengan
kegagalan fusi pascaerior lamina vertebralis dan seringkali tanpa prosesus
spinosus, anomali ini paling sering pada daerah antara L5-S1, tetapi dapat
melibatkan bagian kolumna vertebralis, dapat juga terjadi anomali korpus vertebra
misalnya hemi vertebra. Kulit dan jaringan subkutan diatasnya bisa normal atau
dengan seberkas rambut abnormal, telangietaksia atau lipoma subkutan. Spina
bifida olkuta merupakan temuan terpisah dan tidak bermakna pada sekitar 20%

Page | 6
pemerikasaan radiografis tulang belakang. Sejumlah kecil penderita bayi
mengalami cacat perkembangan medula dan radiks spinalis fungsional yang
bermakna. Secara patologis kelainan hanya berupa defek yang kecil pada arkus
pascaerior.
b. Meningokel
Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung jawab
untuk menutup dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Jika Meningen
mendorong melalui lubang di tulang belakang (kecil, cincin-seperti tulang yang
membentuk tulang belakang), kantung disebut Meningokel. Meningokel memiliki
gejala lebih ringan daripada myelomeningokel karena korda spinalis tidak keluar
dari tulang pelindung, Meningocele adalah meningens yang menonjol melalui
vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah
kulit dan ditandai dengan menonjolnya meningen, sumsum tulang belakang dan
cairan serebrospinal. Meningokel seperti kantung di pinggang, tapi disini tidak
terdaoat tonjolan saraf corda spinal. Seseorang dengan meningocele biasanya
mempunyai kemampuan fisik lebih baik dan dapat mengontrol saluran kencing
ataupun kolon.
c. Myelomeningokel
Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling
berat, dimana korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya
tampak kasar dan merah. Penaganan secepatnya sangat di perlukan untuk
mengurangi kerusakan syaraf dan infeksi pada tempat tonjolan tesebut. Jika pada
tonjolan terdapat syaraf yamg mempersyarafi otot atau extremitas, maka fungsinya
dapat terganggu, kolon dan ginjal bisa juga terpengaruh. Jenis myelomeningocale
ialah jenis yang paling sering dtemukan pada kasus spina bifida. Kebanyakan bayi
yang lahir dengan jenis spina bifida juga memiliki hidrosefalus, akumulasi cairan
di dalam dan di sekitar otak.

2.3 Etiologi
Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui. Banyak faktor seperti
keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural
umumnya lengkap 4 minggu setelah konsepsi.
Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab : kadar vitamin maternal
rendah, termasuk asam folat ; mengonsumsi klomifen dan asam valproat ; dan
hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan bahwa hampir 50 % defek tuba neural
dapat dicegah jika wanita yang bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi,
temasuk asam folat.(Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002)
Adapun pendapat lain mengenai penyebab spina bifida :

Page | 7
1. Kekurangan folic acid (Vitamin B)
Folic acid (vit. B) dipercaya berperan mambantu tabung urat syaraf tulang
belakang tertutup dengan sempurna. Sehingga kekurangan folic acid pada si ibu,
akan menyebabkan penutupan tersebut tidak sempurna. Folic acid dapat diperoleh
dari multivitamin, sereal, sayuran hijau seperti brokoli dan bayam serta buah-
buahan.
2. Faktor genetika dan lingkungan
Selain hal itu para ilmuwan juga percaya bahwa sb diakibatkan oleh faktor
genetika dan lingkungan. Tetapi perlu pula diketahui bahwa 95% anak sb lahir dari
ortu yang tidak memiliki sejarah kelainan itu sendiri. Dengan kemungkinan
sebagai berikut: bila dalam satu keluarga terdapat satu anak SB maka kemungkinan
hal itu terulang adalah 1: 40, sedangkan bila dalam satu keluarga terdapat dua anak
SB maka kemungkinanya adalah 1: 20. Bahkan di AS ditemukan bahwa setiap
1000 kelahiran terdapat satu anak SB dengan jumlah bayi perempuan lebih banyak
dibanding laki-laki. Dan lebih sedikit dialami oleh keluarga afro amerika
dibandingkan dengan kelurga berkulit putih.

2.4 Manifestasi Klinik


Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa
gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi
oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.
Gejalanya berupa:
1. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru
lahir jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
2. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
3. Penurunan sensasi.
4. Inkontinensia urin (beser) maupun inkontinensia tinja
5. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
6. Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
7. Lekukan pada daerah sakrum.
8. Abnormalitas pada lower spine selalu bersamaan dengan abnormalitas upper
spine (arnold chiari malformation) yang menyebabkan masalah koordinasi
9. Deformitas pada spine, hip, foot dan leg sering oleh karena imbalans kekuatan
otot dan fungsi
10. Masalah bladder dan bowel berupa ketidakmampuan untuk merelakskan secara
volunter otot (sphincter) sehingga menahan urine pada bladder dan feses pada
rectum.

Page | 8
11. Hidrosefalus mengenai 90% penderita spina bifida. Inteligen dapat normal bila
hirosefalus di terapi dengan cepat.
12. Anak-anak dengan meningomyelocele banyak yang mengalami tethered spinal
cord. Spinal cord melekat pada jaringan sekitarnya dan tidak dapat bergerak naik
atau turun secara normal. Keadaan ini menyebabkan deformitas kaki, dislokasi
hip atau skoliosis. Masalah ini akan bertambah buruk seiring pertumbuhan anak
dan tethered cord akan terus teregang.
13. Obesitas oleh karena inaktivitas
14. Fraktur patologis pada 25% penderita spina bifida, disebabkan karena kelemahan
atau penyakit pada tulang.
15. Defisiensi growth hormon menyebabkan short statue
16. Learning disorder
17. Masalah psikologis, sosial dan seksual
18. Alergi karet alami (latex)

2.5 Patofisiologi
Penyebab terjadinya spina bifida dipengaruhi dari factor congenital dan
konsumsi asam folat ibunya saat tidak hamil. Kongenintal akan menurunkan gen untuk
terjadinya spina bifida. Kekurangan konsumsi asam folat oleh ibu saat hamil membuat
proses maturasi organ-organ tubuh bayi terganggu sehingga berakibat lahir spina
bifida. Pengaruh perkembangan embrio yang tergaganggu mengakibatkan kanalis
vertebra tidak mampu menutup dengan sempurna sehingga mengakibatkan kegagalan
fungsi arkus pada lumbal dan sacral yang mengakibatkan adanya benjolan massa pada
tulang vertebra di lumbosacral.
Spina bifida terbagi menjadi dua yaitu, spina bifida okulata dan spina bifida
aperta. Spina bifida mengakibatkan paralisis spatik dan peningkatan TIK yang
berakibat terjadinya resiko cidera. Sedangkan spina bifida aperta berpengaruh terhadap
struktur saraf sehingga berakibat deficit neuorologis. Deficit neurologis menyebabkan
paralisis sensorik dan motorik yang berakibat paralisis anggota gerak bagian bawah
dan terjadi hambatan mobilitas fisik. Deficit neuorologis menyerang paralisis visera
yang menyebabkan tertahannya spinkter uretra sehingga urin tertahan di kantong
kemih. Tindakan pembedahan mengakibatkan adanya luka insisi yang berisiko
terjadinya infeksi serta rasa nyeri.

Page | 9
WOC

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan dapat dilakukan pada ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada ibu
hamil, dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut
triple screen yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan amnion.
2. Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik,
riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan. Tes ini
merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan
bawaan lainnya. Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi, deformitas

Page | 10
muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih besar dilakukan
asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar.
3. Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, skoliosis,
deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.
4. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis
maupun vertebra dan lokasi fraktur patologis.
5. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang untuk
memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.
6. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural tube,
akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang tinggi. Tes ini
memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang
biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang dilakukan amniosentesis
(analisa cairan ketuban).

Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:


1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis
maupun vertebra
3. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi
dan luasnya kelainan.
2.7 Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pre operasi
Segera setelah lahir daerah yang terpapar harus dikenakan kasa steril yang
direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi -
Perawatan prabedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada
mempertahankan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa
pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan
panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah. Suatu catatan aktivitas
otot pada anggota gerak bawah dan spingter anal akan dilakukan oleh fisioterapist.
Lingkaran oksipito-frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
b. Pasca operasi
Perawatan pasca bedah neonatus umum
1. Pemberian makanan peroral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan.
2. Jika ada drain penyedotan luka maka harus diperiksa setiap jam untuk
menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya
tekanan negatif dalam wadah. Cairan akan berhenti berdrainase sekitar 2
atau 3 hari pasca bedah, dimana pada saat ini drain dapat diangkat. Pembalut

Page | 11
luka kemungkinan akan dibiarkan utuh, dengan inspeksi yang teratur, hingga
jahitan diangkat 10 12 hari setelah pembedahan.
3. Akibat kelumpuhan anggota gerak bawah, maka rentang gerakan pasif yang
penuh dilakukan setiap hari. Harus dijaga agar kulit di atas perinium dan
bokong tetap utuh dan pergantian popok yang teratur dengan pembersihan
dan pengeringan yang seksama merupakan hal yang penting.
4. Prolaps rekti dapat merupakan masalah dini akibat kelumpuhan otot dasar
panggul dan harus diusahakan pemakaian sabuk pada bokong .
5. Lingkaran kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu.
Seringkali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah penutupan
cacad spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi perkembangan
hidrosefalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.
(Rosa.M.Sacharin,1996).
2.8 Pencegahan
Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat.
Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut
hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.
Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam
folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.

2.9 Pengobatan
Tujuan dari pengobatan awal adalah:
mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida
meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi)
membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini.
Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk
mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik
yang sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat
fungsi otot.
Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya,
diberikan antibiotik.
Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan
lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan
pemasangan kateter.
Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki
fungsi saluran pencernaan. Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka

Page | 12
tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan
saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi.
Kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus akan menyebabkan
berkurangnya mielomeningokel secara spontan .

2.10 Komplikasi
Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran antara lain
adalah :
1. Paralisis cerebri
2. Retardasi mental
3. Atrofi optic
4. Epilepsi
Osteo porosis
5. Fraktur (akibat penurunan massa otot)
6. Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit.
(Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002)
Infeksi urinarius sangat lazim pada pasien inkontinen. Meningitis dengan
organisme campuran lazim ditemukan bila kulit terinfeksi atau terdapat sinus. Pada
beberapa kasus, filum terminale medulla spinalis tertambat atau terbelah oleh spur
tulang (diastematomielia), yang dapat menimbulkan kelemahan tungkai progresif pada
pertumbuhan. Sendi charcot dapat terjadi dengan disorganisasi pergelangan kaki, lutut
atau coxae yang tak nyeri. Hidrocefalus karena malformasi Arnold-chiari lazim
ditemukan.( Pincus.Catzel,1994)

2.11 Prognosis
Prognosis bergantung pada derajat defisit motorik yang ditemukan sejak lahir, juga
keterlibatan persarafan kandung kemih, serta adanya anomali otak penyerta. Pada bayi
dengan paralisis tungkai total dan kandung kemih, prognosis buruk kendatipun dengan
perawatan medis optimal; sebagian besar meninggal pada awal masa kanak-kanan
akibat komplikasi terapi hidrosefalus atau akibat gagal ginjal kronik. Sisanya dengan
keterbatasan yang beratkarena ketidakmampuan motorik, dan 50% dengan retardasi
mental. Hidrosefalus lanjut pada saat lahir juga berprognosis buruk. Anak dengan cacat
ringan dapat menjalani kehidupan yang berhasil, terutama mereka denga spina bifida

Page | 13
dan meningokel tanpa bukti defisit neurologis saat lahir. Jika tidak dioperasi, lebih dari
90% penderita bayi meninggal pada tahun pertama.

Page | 14
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengumpulan data subyektif dan obyektif pada gangguan sistem persarafan
sehubungan dengan spina bifida bergantung pada komplikasi organ vital lainnya.
Pengkajian keperawatan spina bifida meliputi anamnesis, riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Nama :
Jenis kelamin :
Pendidikan :
Alamat :
Pekerjaan :
Agama :
suku bangsa :
Nomor register :
Aasuransi kesehatan :
Diagnosis medis :
2) Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah adanya gejala dan tanda serupa dengan tumor medulla
spinalis dan defisit neurologis (Arif Muttaqin, 2008: 417).
b. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit saat ini
Adanya keluhan defisit neurologis dapat bermanifestasi sebagai gangguan
motorik (paralisis anggota gerak bawah) dan sensorik pada ekstremitas inferior
dan atau gangguana kandung kemih dan sfingter lambung. Keluhan adanya
deformitas kaki unilateral dan kelemahan otot kaki merupakan cacat yang
tersering. Kaki kecil dapat terjadi ulkus trofik dan pes kavus. Keadaan ini dapat
disertai dengan defisit sensorik terutama pada distribusi L5 (lumbal ke-5) dan
S1 (sacrum ke-1).
Keluhan gangguan sfingter kandung kemih ditemukan pada 25% bayi
dengan keterlibatan neurologis, menimbulkan inkontinensia urin, kemih
menetes dan infeksi saluran kemih rekuren. Biasanya disertai pula dengan
kelemahan sfingter ani dan gangguan sensorik daerah perianal. Gangguan

Page | 15
neurologis dapat berangsur-angsur memburuk, terutama selama pertumbuhan
masa remaja (Arif Muttaqin, 2008: 418).
2) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat perumbuhan dan
perkembangan anak, riwayat pernahkah mengalami mielomeningokel
sebelumnya, riwayat infeksi ruang subaraknoid (terkadang juga meningitis
kronis atau rekuren) riwayat tumor medulla spinalis, poliomielitis, cacat
perkembangan tulang belakang seperti diastematomielia, dan deformitas kaki
(Arif Muttaqin, 2008: 418).
c. Pengkajian psiko-sosial-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang
tua) untuk menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-hari baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak
yang timbul pada klien dan orang tua, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakuakan aktivitas secara optimal.
Klien harus menjalani rawat inap maka keadaan ini dapat memberi dampak pada
status ekonomi klien Karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan biaya
yang tidak sedikit. Spina bifida memerlukan biaya untuk pemeriksaan, prngobatan,
dan perawatan yang dapat mengacaukan keungan keluarga sehingga faktor biaya
ini dapat memengaruhi stabilitas ekonomi dan pikiran klien dan keluarga. Perawat
juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu
keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan
peran sosial sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi
pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu (Arif Muttaqin,
2008: 418-420).

d. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

Page | 16
Keadaan umum:
Pada keadaan spina bifida umumnya mengalami penurunan kesadaran (GCS <15)
terutama apabila sudah terjadi defisit neurologis luas dan terjadi perubahan pada
tanda-tanda vital.
1) B1 (Breathing)
Perubahan pada sistem pernapasan yang berhubungan dengan inaktivitas
yang berat. Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik ini tidak ada
kelainan.
2) B2 (Blood)
Nadi bradikardi merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak.
Kulit kelihatan pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam
darah. Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-
tanda awal dari suatu syok.
3) B3 (Brain)
Spina bifida menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama
disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intracranial. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
a) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah
indicator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Tingkat
kesadaran spina bifida biasanya adalah compos mentis.
b) Pemeriksaan fungsi serebri
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara dan observasi ekspresi wajah, aktivitas motorik pada klien spina
bifida tahap lanjut biasanya mengalami perubahan status mental.
Fungsi intelektual: pada beberapa keadaan klien spina bifida tidak
didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori jangka pendek maupun
jangka panjang.
c) Pemeriksaan saraf cranial
Saraf I : fungsi penciuman normal
Saraf II : fungsi penglihatan baik, kecuali apabila spina bifida disertai
peningkatan TIK yang lama akan didapatkan papiledema.
Saraf III, IV dan VI : biasanya tidak ada kelainan pada saraf-saraf ini
Saraf V : biasanya tidaj ada kelainan dalam prose mengunyah
Saraf VII : persepsi pengecapan mengalami perubahan
Saraf VIII : biasanya tidak didapatkan adanya perubahan fungsi
pendengaran

Page | 17
Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik, tidak ada kesukaran membuka
mulut
Saraf XI : mobilitas leher biasanya normal
Saraf XII : indra pengecapan tidak mengalami perubahan
d) Sistem motorik
Inspeksi umum, didapatkan paralisis spastik, deformitas kaki
unilateral (kaki kecil) dan kelemahan otot kaki merupakan cacat yang
tersering. Paralisis motorik terutama mengenai anggota gerak bawah.
e) Sistem sensorik
Kehilangan sensasi sensorik anggota gerak bawah. Paralisis sensorik
biasanya bersama-sama dengan paralisis motorik dengan distribusi yang
sama.
f) Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum
atau periosteum derajat reflek pada respon normal. Pemeriksaan reflek
patologis, tidak ada respon reflek patologis.
4) B4 (Bladder)
Pada spina bifida tahap lanjut klien mungkin mengalami inkontinensia
urin karena konfusi dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan kontrol motorik dan pascaural. Kadang-kadang kontrol sfingter
urinarius eksternal. (Arif Muttaqin, 2008:
5) B5 (Bowel)
Tanda-tanda inkontinensia alfi.
6) B6 (Bone)
Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan.Tanda-tanda decubitus karena
tirah baring lama dan kekuatan otot.
e. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan cairan amnion janin, ultrasonografi, atau konsentrasi alpha
fetoprotein serum maternal (MSAFP) akan dapat mendeteksi masalah prenatal.
Ultrasonografi, CT scan, MRI, dan mielografi akan mengevaluasi lesi, jumlah saraf
yang terlibat, dan derajat hydrochepalus pada bayi yang lahir dengan
mielomeningokel (Mary E. Muscari, 2005 : 410)

3.2 Diagnosa Keperawatan Yang Muncul


1. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler
2. Resiko kerusakan integritas kulit b.d inkontinensia ani dan alvi
3. Perubahan proses keluarga b.d krisis situasi (anak dengan defek fisik)

Page | 18
3.3 Intervensi

No Diagnosa NOC NIC


1 Kerusakan NOC : Mobility level NIC : Exercise therapy :
mobilitas fisik Kriteria hasil : ambulation
b.d kerusakan Penampilan pasien 1. Konsultasikan dengan
neuromuskuler seimbang terapi fisik tentang
Penampilan posisi tubuh rencana ambulasi sesuai

pasien dengan kebutuhan

Pergerakan otot pasien 2. Ajarkan pasien tentang


normal teknik ambulasi
3. Kaji kemampuan klien
Pergerakan sendi pasien
dalam mobilisasi
normal
4. Dampingi dan bantu
Pasien dapat melakukan
pasien saat mobilisasi
perpindahan
5. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
6. bantuan jika diperlukan.
2. Resiko NOC : Tissue Integrity : NIC : Pressure
kerusakan skin & mucous membranes management
integritas kulit Kriteria hasil : 1. Anjurkan pasien untuk
b.d Suhu kulit dalam batas mengenakan pakaian
inkontinensia normal yang longgar
ani dan alvi Tidak ada kemerahan pada 2. Hindari kerutan pada

kulit tempat tidur

Turgor kulit baik 3. Jaga kebersihan kulit


agar tetap bersih dan
Perfusi jaringan baik
kering
Tidak terdapat lesi di kulit
4. Mobilisasi pasien secara
teratur
5. Monitor kulit akan
adanya kemerahan
6. Oleskan lotion pada
daerah yang tertekan

3 Perubahan NOC : Family coping NIC : Conseling


proses Kriteria hasil : 1. Kaji pemahamn keluarga

Page | 19
keluarga b.d Percaya dapat mengatasi 2. Kenali masalah keluarga
krisis situasi masalah yang dihadapi dan kebutuhan akan
(anak dengan Mencari bantuan informasi dukungan
defek fisik) Gunakan strategi 3. Tekankan dan jelaskan
penjelasan professional
penurunan stress
kesehatan
4. Gunakan setiap
kesempatan untuk
meningkatkan
pemahaman keluarga
tentang penyakit dan
terapinya
5. Ulangi informasi
sesering mungkin

3.4 Evaluasi

Page | 20
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

HasilEvaluasi
1. Tujuan tercapai/masalah teratasi: jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan
2. Tujuan tercapai sebagian/masalahteratasisebagian: jika klien menunjukkan perubahan
sebagian dari standar dan kriteria yang telah ditetapkan
3. Tujuan tidak tercapai/masalahtidakteratasi: jika klien tidak menunjukkan perubahan
dan kemajuan sama sekali dan bahkan timbul masalah baru

Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara
membandingkan antara SOAP/SOAPIER dengan tujuan dan criteria hasil yang telah
ditetapkan.
S (Subjective) : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diberikan.
O (Objective) : adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
A (Analisis) : adalah membanding kanan tara informasi subjective dan objective
dengan tujuan dan criteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
P (Planning) : adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
hasil analisa.

BAB IV
PENUTUP

Page | 21
4.1 Kesimpulan
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus
pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis
spinalis pada perkembangan awal embrio (Chairuddin Rasjad, 1998). Keadaan ini
biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio.
Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa jenis
yaitu : spina bifida okulta, meningokel, dan myelomeningokel.
Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat
menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain: hidrosefalus,
siringomielia,dan dislokasi pinggul.
Tanda-tanda fisik yang umumnya bisa dilihat adalah penonjolan seperti kantung di
punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir jika disinari, kantung tersebut
tidak tembus cahaya dan kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.

4.2 Saran

Diharapkan kepada bagi mahasiswa / i dapat menambah wawasan dan


pengetahuan khususnya dengan masalah keperawatan tentang penyakit Spina Bifida
dan juga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari hari.

DAFTAR PUSTAKA

Page | 22
Anonim.2009.Laporan PendahuluanSpina
Bifida.http://mvzpry.blogspot.com/2009/05/laporan-pendahuluan-spina-bifida.html.
Diakses Pada tanggal 2 oktober pukul 11.00 WIB

Doctherman, Joanne McCloskey dan Gloria N. Bulecheck.2004.Nursing Interventions


Classification (NIC) Fifth Edision.USE

Moorhead, Sue dkk.2004.Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edision.USE

Muttaqin, Arif. 2008.Buku Ajar


AsuhanKeperawatandenganGangguanSistemPersarafan.Jakarta: SelembaMedika

Muttaqin, Arif.
2008.PengantarAsuhanKeperawatandenganGangguanSistemPersarafan.Jakarta:
SelembaMedika

Nanda Internasional.2011. DiagnosaKeperawatan :DefinisidanKlasifikasi 2012-2014.


Jakarta : EGC

Nuzulul.2011.ASKEP SPINA BIFIDA. http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-


35562-Kep%20Neurobehaviour-Askep%20Spina%20Bifida.html. Diakses pada
tanggal 2 oktober 2014 pukul 10.00 wib

Page | 23

Anda mungkin juga menyukai