Anda di halaman 1dari 57

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN…..

DENGAN
HALUSINASI DAN EVIDENCE BASED PRACTICE EXPRESSIVE
WRITING THERAPY TERHADAP PENURUNAN HALUSINASI

OLEH:
YURLAILAN
NIM: 22131300

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat yang ditandai dengan gangguan

realitas (halusinasi dan waham), ketidakmampuan berkomunikasi, afek yang tidak

wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu berfikir abstrak) serta

mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari (Keliat, 2016). Salah satu

gejala positif dari skizofrenia adalah halusinasi (Yosep, 2017).

Diperkirakan lebih dari 90% klien skizofrenia mengalami halusinasi

(Yosep, 2017). Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman

indera yang tidak terdapat stimulasi terhadap reseptornya (Wahyuni, 2018).

Sedangkan menurut Kusumawati & Hartono (2015), halusinasi adalah hilangnya

suatu kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan

rangsangan eksternal (dunia luar) sehingga tanpa adanya suatu objek atau

rangsangan yang nyata klien dapat memberikan suatu persepsi atau pendapat

tentang lingkungan.

Halusinasi adalah kesalahan pengalaman sensori yang tidak mempunyai

dasar dalam kenyataan, terjadi gangguan persepsi sensori tentang stimulus eksternal

tanpa adanya stimulus dari luar yang tidak mempunyai dasar kenyataan (Varcarolis,
2017). Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsangan

yang menimbulkannya (tidak ada objeknya) misalnya, merasa melihat orang yang

akan memukul, padahal tidak ada seorang pun disekitarnya, sekalipun tidak nyata,

tetapi bagi penderita gangguan jiwa, halusinasi dapat dirasakan sebagai sesuatu yang

sungguh-sungguh. Halusinasi muncul sebagai suatu proses panjang yang berkaitan

erat dengan kepribadian seseorang, karena itu halusinasi selalu dipengaruhi

pengalaman-pengalaman psikologi seseorang, misalnya rasa ketakutan dapat

memunculkan halusinasi penglihatan tentang binatang-binatang yang menakutkan,

halusinasi banyak berkaitan dengan aspek moral (Baihaqi, 2019).

Departemen Kesehatan dan WHO tahun 2020 memperkirakan tidak kurang

dari 530 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia. Studi World Bank di

beberapa negara menunjukkan 9,1 % dari kesehatan global masyarakat (Global

Burden Disease) menderita gangguan jiwa (Wirnata, 2019). Menurut National

Institute Of Mental Health gangguan jiwa mencapai 15% dari penyakit secara

keseluruhan dan akan berkembang menjadi 25% ditahun 2030. Di Indonesia

diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari 220 juta penduduk mengalami

gangguan jiwa (Depkes, 2019).

Data riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2018) prevalensi gangguan jiwa

berat di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 1,7% permil penduduk dan

meningkat menjadi 7% permil pada tahun 2018. Gangguan jiwa berat terbanyak

yaitu Bali sebesar 11%, DIY sebesar 10%, sementara Aceh, Jawa Tengah,

Sulawesi Selatan, dan Sumatra Barat masing-masing sebanyak 9% dan yang


terendah yaitu di Kepri dengan 3%. Berdasarkan data tersebut Sumatera Barat

menduduki peringkat ke 3 dengan jumlah penderita gangguan jiwa terbanyak

(Riskesda, 2018).

Towsend (2014) mengatakan penderita halusinasi tidak lebih dari 1%

dibandingkan populasi masyarakat umumnya. Akibat tekanan ekonomi dunia

mendorong penderita yang mengalami halusinasi menjadi meningkat dari 10.000

orang yang pernah ditemukan 37,7% . Depkes RI (2019) sekitar 50% dari 220 juta

penduduk Indonesia mengalami halusinasi. Di Sumatera Barat gangguan jiwa

dengan halusinasi juga mengalami peningkatan dari 2,8% meningkat menjadi

3,9% (Dinkes Sumbar, 2019).

Berdasarkan daftar distribusi diagnosa keperawatan rawat inap RSJ. Prof.

HB. Sa’anin Padang periode Januari-Desember 2022, presentase gangguan

persepsi perilaku kekerasan sebanyak 8922 orang (61%), halusinasi sebanyak 1823

orang (12%), isolasi sosial sebanyak 1799 orang (12%), waham sebanyak 902

orang (6%), harga diri rendah sebanyak 647 orang (5%), defisit perawatan diri

sebanyak 466 orang (3%) dan resiko bunuh diri sebanyak 194 orang (1%) (Profile

RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang, 2022).

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.

Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi

yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang

agak sempurna. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap

tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan

(Nasution, 2019). Sensori dan persepsi yang dialami pasien tidak bersumber dari
kehidupan nyata. Pada umumnya pasien mendengar suara-suara yang

membicarakan mengenai keadaan pasien atau yang dialamatkan pada pasien itu

(Ilham, 2020).

Menurut Yosep (2015), halusinasi terdiri dari empat tahap yaitu tahap satu

sampai tahap empat (sleep disorder, comforthing, controling, conquering). Pada

masing-masing tahap mempunyai karakteristik yang berbeda. Pada tahap tiga

biasanya pasien halusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi dan

membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Pasien menunjukkan perilaku lebih

cendrung mengikuti petunjuk yang diberikan halusinasi dari pada menolaknya.

Jika terus berlanjut, halusinasi menjadi menakutkan dan pasien harus mengikuti

perintah halusinasi yang dirasakannya. Hal ini akan berakibat buruk dan pasien

menunjukkan perilaku maladaptif seperti bunuh diri, perilaku kekerasan serta

mencederai diri sendiri dan orang lain.

Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi

adalah kehilangan kontrol dirinya. Dimana pasien mengalami panik dan

perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini pasien dapat

melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan

merusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan

penangan halusinasi yang tepat (Hawari, 2016).

Halusinasi sendiri dibagi menjadi lima jenis yaitu halusinasi pendengaran,

penglihatan, pengecap, pencium, dan halusinasi perabaan (Dermawan & Rusdi,

2013). Meskipun jenisnya bervariasi, tetapi sebagian besar klien dengan halusinasi

70%nya mengalami halusinasi pendengaran (Yosep, 2016). Klien yang mengalami


halusinasi pendengaran sumber suara dapat berasal dari dalam individu sendiri

atau dari luar individu. Suara yang didengar klien dapat dikenalinya, suara dapat

tunggal ataupun multiple atau bisa juga semacam bunyi bukan suara yang

mengandung arti. Isi suara dapat berupa suatu perintah tentang perilaku klien

sendiri dan klien sendiri merasa yakin bahwa suara ini ada (Trimelia dalam Rabba,

2014). Klien yang mengalami halusinasi pendengaran seperti ini disebabkan oleh

ketidakmampuan klien dalam menghadapi suatu stressor dan kurangnya

kemampuan klien dalam mengenal dan mengontrol halusinasi pendengaran

tersebut (maramis, 2019). Pengontrolan halusinasi pendengaran dapat dilakukan

dengan empat cara, yaitu menghardik halusinasi, mengkonsumsi obat dengan

teratur, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas secara terjadwal

(Muhith, 2015).

Pasien yang mengalami halusinasi biasanya disebabkan oleh

ketidakmampuan pasien dalam menghadapi suatu stressor dan kurangnya

kemampuan klien dalam mengenal dan mengontrol halusinasi tersebut. Pasien

halusinasi biasanya sulit mengontrol halusinasi karena tidak patuh minum obat,

kontrol berulang tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan serta kurangnya

dukungan keluarga terhadap pasien dalam mengontrol halusinasinya. Penanganan

klien gangguan jiwa dengan halusinasi beraneka ragam, diantaranya ada dukungan

keluarga, kepatuhan minum obat dan melalui SP (strategi pelaksanaan) keluarga

(Maramis, 2019).

Expressive writing therapy termasuk salah satu intervensi. Teknik ini diyakini

mampu mengungkap atau menggambarkan pengalaman hidup penulis pada masa lalu,
sekarang atau masa depan. Melalui Expressive writing therapy gambaran-gambaran

tentang pengalaman hidup seseorang dapat terungkap melalui tulisan-tulisan yang dibuat.

Expressive Writing dianggap mampu mereduksi stres karena saat individu berhasil

mengeluarkan emosi-emosi negatifnya (perasaan sedih, kecewa, duka) ke dalam tulisan

tangan maka individu tersebut dapat mulai merubah sikap, meningkatkan kreativitas,

mengaktifkan memori, memperbaiki kinerja dan kepuasan hidup serta meningkatkan

kekebalan tubuh agar terhindar dari psikosomatik.

Teknik menulis ekspresif ini pada dasarnya sama-sama memakai buku, jurnal atau

buku diary pribadi dan blog. Beberapa penelitian berbeda dalam penggunaan durasi menulis,

karena setiap kasus memiliki tingkat kedalaman masalah yang berbeda, sehingga dibutuhkan

cara dan durasi yang berbeda, untuk proses terapi kurang lebih dibutuhkan waktu 10-30 menit

dalam proses menulis ekspresif. Menurut teori awalnya Subyek diminta untuk masuk ke dalam

ruangan dan diminta untuk menulis tentang bagaimana Subyek menggunakan waktunya

sehari-hari, hingga pengalaman dalam kehidupannya, tentang perasaan-perasaannya kepada

orang-orang disekitarnya, tentang masa lalu, masa sekarang dan impiannya hingga konflik

pribadinya.

Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan di Poliklinik RSJ. Prof.

HB. Sa’anin Padang, didapatkan data 1 pasien halusinasi yang sulit mengontrol

halusinasinya sehingga pasien sering berbicara sendiri, bermenung dan tertawa

sendiri. Pasien merasa ada yang memanggil-manggilnya diluar kamar.

Berdasarkan masalah diatas maka penulis melakukan penelitian tentang

hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan klien dalam mengontrol

halusinasi pada klien gangguan jiwa di Poliklinik RSJ. Prof HB Sa’anin Padang

Tahun 2019.
Berdasarkan uraian diatas banyaknya prevalensi pasien perilaku kekerasan

maka peneliti tertarik untuk membuat suatu karya ilmiah ners dengan judul

Analisis Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn……. Dengan Halusinasi Dan

Evidence Based Practice Expressive Writing Therapy Terhadap Penurunan

Halusinasi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik melakukan

bagaimana Analisis Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn……. Dengan Halusinasi Dan

Evidence Based Practice Expressive Writing Therapy Terhadap Penurunan

Halusinasi?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mampu memberikan Analisis Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn…….

Dengan Halusinasi Dan Evidence Based Practice Expressive Writing Therapy

Terhadap Penurunan Halusinasi.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian Pada Tn….. Dengan Halusinasi Dan

Evidence Based Practice Expressive Writing Therapy Terhadap

Penurunan Halusinasi
b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan Pada Tn…… Dengan

Halusinasi Dan Evidence Based Practice Expressive Writing Therapy

Terhadap Penurunan Halusinasi

c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan Pada Tn….. Dengan

Halusinasi Dan Evidence Based Practice Expressive Writing Therapy

Terhadap Penurunan Halusinasi

d. Mampu melakukan tindakan keperawatan Pada Tn….. Dengan

Halusinasi Dan Evidence Based Practice Expressive Writing Therapy

Terhadap Penurunan Halusinasi

e. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan Pada Tn….. Dengan

Halusinasi Dan Evidence Based Practice Expressive Writing Therapy

Terhadap Penurunan Halusinasi

f. Mampu melakukan pendokumentasian keperawatan Analisis Asuhan

Keperawatan Jiwa Pada Tn…… Dengan Halusinasi Dan Evidence

Based Practice Expressive Writing Therapy Terhadap Penurunan

Halusinasi\

g. Mampu menganalisa intervensi keperawatan tentang Evidence Based

Practice Pemberian Expressive Writing Therapy

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Karya Ilmiah ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan dalam

bidang keperawatan khususnya halusinasi dengan mengaplikasikan evidence

based tentang Expressive Writing Therapy

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis

Diharapkan dapat menambah pengalaman dan pengetahuan tentang

Halusinasi dengan mengaplikasikan evidence based tentang Expressive

Writing Therapy.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan institusi dan menambah

bahan materi kuliah bagi dosen mengenai konsep asuhan keperawatan

klien dengan halusinasi dengan mengaplikasikan evidence based tentang

Expressive Writing Therapy

c. Bagi Klien dan Keluarga

Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan pada klien dan

keluarga, tentang halusinasi dengan mengaplikasikan evidence based

tentang Expressive Writing Therapy.

d. Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan pada

masyarakat, tentang halusinasi dengan mengaplikasikan evidence based

tentang Expressive Writing Therapy.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Halusinasi

1. Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi

berbagai area, fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima

dan menginterpretasikan realita, merasakan dan menunjukkan emosi dan perilaku

dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (Farida, 2010).

Menurut Videback (2010) skizofrenia merupakan penyakit yang

mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan

dan perilaku yang aneh dan terganggu. Gejala skizofrenia dibagi dalam dua

kategori utama yaitu skizofrenia positif atau gejala nyata, yang mencakup waham,

halusinasi dan diagnosis bicara, dan perilaku yang tidak teratur serta gejala
skizofrenia negatif atau gejala samar, seperti efek datar, tidak memiliki kemauan,

dan menarik diri dari masyarakat atau rasa tidak nyaman.

2. Pengertian Halusinasi

Halusinasi merupakan suatu kondisi individu menganggap jumlah

serta pola stimulus yang datang (baik dari dalam maupun dari luar) tidak

sesuai dengan kenyataan, disertai distorsi dan gangguan respons terhadap

stimulus tersebut baik respons yang berlebihan maupun yang kurang memadai

(Townsend, 2010).

Halusinasi adalah suatu gangguan jiwa pada individu yang ditandai

dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,

penglihatan, pengecapan, perabaan dan penghiduaan. Pasien merasakan

stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2010).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien

mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,

penglihatan, pengecapan, perabaan dan penghiduan. Klien merasakan

stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damayanti, 2008).

3. Rentang Respon Neurobiologis

No Respon Adaptif Rentang Respon Maladaptif


1 Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang Kelainan pikiran delusi
2 Persepsi Akurat Ilusi Halusinasi
3 Emosi Konsisten Reaksi emosional berlebihanKetidak mampuan untuk
mengalami
4 Pikiran Sesuai Perilaku ganjil atau tidak Emosi
lazim
5 Hubungan sosial Menarik Diri Ketidakteraturan isolasi
sosial
4. Etiologi

a. Faktor Predisposisi

1) Biologis

a) Genetik : diturunkan melalui kromosom orangtua (kromosom

keberapa masih dalam penelitian). Diduga kromosom no. 6 dengan

kontribusi genetik tambahan no 4,8,15 dan 22. Pada anak yang kedua

orangtuanya tidak menderita, kemungkinan terkena penyakit adalah

1% . sementara pada anak yang salah satu orangtuanya menderita

kemungkinan terkena adalah 15%. Dan jika kedua orangtuanya

penderita maka resiko terkena adalah 35%. Kembar identik berisiko

mengalami gangguan sebesar 50%, sedangkan kembar fratema

beresiko mengalami ganggguan 15%.

b) Kelainan fisik : lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik.

Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar

serotin.

c) Riwayat janin pada saat prenatal dan perinatal meliputi trauma,

penurunan oksigen pada saat melahirkan, prematur, preeklamsi,

malnutrisi, stres, ibu perokok, alkohol, pemakaian obat-obatan,

infeksi, hipertensi dan agen teratogenik, anak yang dilahirkan dalam

kondisi seperti ini pada saat dewasa (25 tahun) mengalami pembesaran

ventrikel otak dan atrofi kortek otak. Anak yang dilahirkan dalam

lingkungan yang dingin sehingga memungkinkan terjadinya gangguan

pernapasan.
d) Nutrisi : adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan

BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa.

e) Keadaan kesehatan secara umum ; misalnya kurang gizi, kurang tidur,

gangguan irama sirkadian, kelemahan, infeksi, penurunan aktifitas,

malas untuk mencari bantuan pelayanan kesehatan.

f) Sensitivitas biologis : riwayat penggunaan obat halusinogen, riwayat

terkena infeksi dan trauma serta radiasi dan riwayat pengobatannya

g) Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3

kehamilan dan riwayat keracunan CO, asbestos karena mengganggu

fisiologi ota

b. Psikologis

1) Intelegensi : riwayat kerusakan struktur di lobus frontall dan kurangnya

suplay oksigen terganggu dan glukosa sehingga fungsi kognitif sejak kecil

misalnya : mental retardasi (IQ rendah).

2) Moral : riwayat tinggal dilingkungan yang dapat mempengaruhi moral

individu, misalnya lingkungan keluarga yang broken home, konflik, lapas.

3) Kepribadian : mudah kecewa, kecemasan tinggi, mudah putus asa dan

menutup diri.

4) Pengalaman masa lalu

5) Konsep diri : adanya riwayat ideal diri yang tidak realistis, identitas diri

tak jelas, harga diri rendah, krisis peran dan gambaran diri negatif.

6) Motivasi, pertahanan psikologis, self control.


c. Sosial Cultural : usia, gender, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, status

sosial, latar belakang budaya, agama dan keyakinan, peran sosial dan

pengalaman sosial.

5. Tanda dan Gejala

a. Merasa tidak mampu (HDR)

b. Putus asa (tidak percaya diri)

c. Merasa gagal

d. Kehilangan kendali diri

e. Merasa punya kekuatan yang berlebihan dengan gejala tersebut

f. Merasa malang

g. Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan

h. Rendahnya kemampuan sosialisasi agresif

i. Perilaku kekerasan

j. Ketidak adekuatan pengobatan.

6. Jenis Halusinasi

a. Halusinasi pendengaran : paling sering dijumpai dapat berupa bunyi

mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti tetapi lebih

sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna.

b. Halusinasi penglihatan : lebih sering terjadi pada keadaan delirium

(penyakit organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan

kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang

mengerikan.
c. Halusinasi penciuman :ini berupa mencium sesuatu bau tertentu dirasakan

tidak enak, melambungkan rasa bersalah pada penderita yang

dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu

kombinasi moral.

d. Halusinasi pengecapan : walau jarang terjadi biasanya bersamaan dengan

halusinasi penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi

gastorik lebih jarang dari halusinasi gustatorik

e. Halusinasi perabaan : merasa diraba, disentuh ditiup atau seperti ada ulat

yang bergerak dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan

skizofrenia.

f. Halusinasi seksual / raba : penderita merasa diraba dan diperkosa, sering

pada skizofrenia dengan waham kebersamaan terutama mengani organ-

organ

g. Halusinasi kinestetik : penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam

suatu ruang atau anggota tubuhnya bergerak-gerak.

h. Halusinasi Visceral : timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya

7. Tahapan Halusinasi

Tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang di tampilkan :

Tahap Karakteristik Perilaku Klien

Tahap 1 a. Mengalami ansietas, 1. Tersenyum, tertawa


Memberi rasa nyaman kesepian, rasa sendiri
tingkat ansietas sedang bersalah dan 2. Menggerakkan bibir
secara umum halusinasi ketakutan tanpa suara
merupakan sesuai b. Mencoba berfokus 3. Pergerakan mata
kesenangan pada pikiran yang yang cepat
dapat menghilangkan 4. Respon verbal yang
ansietas lambat
c. Pikiran dan 5. Diam dan
pengalaman sensori berkonsentrasi
masih ada dalam
kontrol kesadaran non
psikotik
Tahap II a. Pengalaman sensori 1. Terjadi peningkatan
1. Menyalahkan menakutkan denyut jantung,
2. Tingkat b. Merasa dilecehkan pernapasan dan
Kecemasan berat oleh pengalaman tekanan darah
secara umum sensori tersebut 2. Perhatikan dengan
halusinasi c. Mulai merasa lingkungan berkurang
menyebabkan rasa kehilangan kontrol 3. Konsentrasi terhadap
aktifitas d. Menarik diri orang pengalaman sensori
lain non psikotik 4. Kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dengan
realitas
Tahap III a. Klien menyerah dan 1. Perintah halusinasi
1. Mengontrol menerima ditaati
2. Tingkat pengalaman sensori 2. Sulit berhubungan
kecemasan berat (halusinasi) dengan orang lain
pengalaman b. Isi halusinasi menjadi 3. Perhatian terhadap
halusinasi tidak aktraktif lingkungan
dapat ditolak lagi c. Kesepian bila berkurang, hanya
pengalaman sensori beberapa detik
berakhir psikotik 4. Tidak mampu
mengikuti perintah
dari perawat, tampak
tremor dan
berkeringat
Tahap IV 1. Perilaku panik
1. Klien sudah dikuasai 2. Resiko tinggi
oleh halusinasi menciderai
2. Klien panik 3. Agitasi atau
kataton
4. Tidak mampu
berespon terhadap
lingkungan

8. Psikopatologi
Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang

menderita halusinasi akan menganggap sumber dari hasilnya berasal dari

lingkungan atau stimulasi eksternal (Yosep, 2011). Pada fase awal masalah itu

menimbulkan peningkatan kecemasan yang terus dan sistem pendukung yang

kurang akan menghambat atau membuat persepsi untuk membedakan antara

apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun.

Meningkatnya pada fase comforting, klien mengalami emosi yang

berlanjut seperti cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat

dikontrol bila kecemasan dapat diatur. Pada fase ini klien cendrung merasa

nyaman dengan halusinasinya. Pada fase conderming klien mulai menarik

diri. Pada fase controlling klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya

berhenti. Pada fase conquering klien lama kelamaan sensorinya terganggu,

klien merasa terancam dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti

perintahnya.

Gambar 2.1
Psikopatologis, Neurobologi

Faktor Predisposisi

Biologi Psikologis Sosial Budaya


Stresor Presipitasi

Sifat Asal Waktu Jumlah


Penilaian Terhadap Stresor
Kognitif Afektif Fisiologis Perilaku Sosial
Sumber-sumber Koping

Kemampuan Personal Dukungan Sosial Aset Materi Keyakinan Positif


Mekanisme Koping

Construtive Destructive
Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptive

Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Yusuf

(2015) meliputi :

1. Respon Adaptif

a. Pikiran logis berupa pendapatan atau pertimbangan yang dapat diterima

akal

b. Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang sesuatu peristiwa

secara cermat dan tepat sesuai perhitungan

c. Emosi konsisten dengan pengalaman berupa kemantepan perasaan jiwa

yang timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami

d. Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan

dengan individu tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan

yang tidak bertentangan dengan moral

e. Hubungan sosial dapat diketahui melalui hubungan seseorang dengan

orang lain dalam pergaulan ditengah masyarakat


2. Respon Maladaptif

Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut

Yusuf (2015) meliputi :

a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di pertahankan

walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan

kenyataan

b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah

terhadap rangsangan

c. Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan atau

menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan,

keakraban dan kedekatan.

d. Ketidak teraturan perilaku berupa ketidakselarasan antara perilaku dan

gerakan yang ditimbulkan

e. isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu karena

orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.

9. Penatalaksanaan Halusinasi

Penatalaksanaan medis menurut Hatono (2018) terapi farmakologi

untuk pasien jiwa adalah :

a. Farmakologi

Obat-obatan untuk terapi halusinasi berupa anti psikotik,

haloperidol, dan lain-lain.

1) Anti Psikotik : Jenis : Clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP).

Mekanisme kerja yaitu menahan kerja reseptor dopamin dalam otak


sebagai penenang, penurunan aktifitas motoric, mengurangi insomnia,

sangat efektif untuk mengatasi : delusi, halusinasi, ilusi, dan gangguan

proses pikir.

2) Anti Ansietas : Jenis : Atarax, Diazepam (chlordiazepoxide).

Mekanisme kerja yaitu meredakan ansietas atau ketegangan yang

berhubungan dengan situasi tertentu.

3) Anti Depresan : Elavil, asendin, anafranil, norpamin, ainequan, tofranil,

ludiomil, pamelor, vivacetil, surmontil. Mekanisme kerja yaitu

mengurangi gejala depresi, penenang.

4) Anti Manik : Lithoid, klonopin, lamictal. Mekanisme kerja yaitu

menghambat pelepasan scrotonin dan mengurangi sensitivitas reseptor

dopamine.

5) Anti Parkinson : Levodova, trihexpenidyl (THP). Mekanisme kerja

yaitu meningkatkan reseptor dopamine untuk mengatasi gejala

parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik, menurunkan

ansietas, irritabilitas.

b. Terapi Psikososial

Karakteritik utama dari halusinasi adalah rusaknya kemampuan

untuk membentuk dan mempertahankan hubungan sesama manusia, maka

intervensi utama difokuskan untuk membantu klien memasuki dan

mempertahankan sosialisasi yang penuh arti dalam kemampuan klien.

1) Terapi Modalitas : semua sumber daya di RS disarankan untuk

menggunakan komunikasi yang teraupetik, termasuk semua staf


2) Terapi kelompok : psikoterapi yang dilakukan pada klien bersama-sama

dengan jalan aukusi yang diarahkan oleh seseorang yang tertatih

3) Terapi keluarga : adapun tujuan dari terap keluarga yaitu, menurunkan

konflik kecemasan, meningkatkan kesadaran terhadap kebutuhan masing-

masing keluarga, meningkatkan pertanyaan kritis. Menggambarkan

hubungan peran yang sesuai dengan tumbuh kembang. Perawat

membekali keluarga dengan pendidikan tentang kondisi klien dari

pengumpulan situasi keluarga.

10. Tindakan Keperawatan Pada pasien Halusinasi

a. Membantu Klien Mengenali Halusinasi

Membantu pasien mengenali halusinasi dapat melakukan dengan

cara berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar

atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi,

situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat

halusinasi muncul.

b. Melatih Klien Mengontrol Halusinasi : Menghardik Halusinasi

1) Strategi Pelaksanaan 1 : Menghardik Halusinasi

Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara

menolak halusinasi yang muncul, klien dilatih untuk mengatakan tidak

terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan

halusinasinya, ini dapat dilakukan, klien mampu mengendalikan diri

dari tidak mengikuti halusinasi yang muncul, mungkin halusinasi tetap


ada namun dengan kemampuan ini psien tidak akan larut untuk

menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.

2) Strategi Pelaksanaan 2 : Menggunakan Obat Secara Teratur

Mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk

menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Klien

gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat

sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan.

Tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat :

(1) Jelas guna obat

(2) Jelas akibat bila putus obat

(3) Jelas cara mendapatkan obat atau berobat

(4) Jelas cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat,

benar pasien, benar cara, benar waktu dan benar dosis).

3. Strategi Pelaksanaan 3 : Bercakap-cakap dengan orang lain

Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan

orang lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi

distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan

yang dilakukan dengan orang lain tersebut, sehingga salah satu cara yang

efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan

orang lain.

4. Strategi Pelaksanaan 4 : Melakukan aktivtias yang terjadwal

Mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan

menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Beraktivitas secara terjadwal,


klien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali

mencetuskan halusinasi (Afnuhazi, 2015).

A. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


Menurut Keliat (2015) pada pasien dengan diagnosa keperawatan
perilaku kekerasan dapat dilakukan pengkajian sebagai berikut:
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Biasanya berisi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama,
alamat lengkap, tanggal masuk, No. Rekam medis, informan, keluarga
yang bisa dihubungi.
b. Alasan masuk
Biasanya Pasien sering mengamuk tanpa sebab dan karena
keinginan yang tidak terpenuhi, memukul, membanting, mengancam,
menyerang orang lain, melukai diri sendiri, mengganggu lingkungan,
bersifat kasar dan pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu
kambuh karena tidak mau minum obat secara teratur.
2. Faktor penyebab
a) Faktor predisposisi
1) Gangguan jiwa dimasa lalu
Biasanya Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa
lalu atau baru pertama kali mengalami gangguan jiwa.
2) Pengobatan sebelumnya
Biasanya Pasien berobat untuk pertama kalinya kedukun dan
tidak berhasil baru di bawa ke RSJ.Jiwa..
3) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Biasanya Pasien pernah mengalami pengalaman masa lalu
yang tidak menyenangkan.
4) Riwayat Trauma
a) Aniaya fisik
Biasaya ada mengalami aniaya fisik baik sebagai pelaku, korban
maupun saksi.
b) Aniaya seksual
Biasanya tidak ada klien mengalami aniaya seksual sebelumnya
baik sebagai pelaku, korban maupun saksi.
c) Penolakan
Biasanya adamengalami penolakan dalam lingkungan baik sebagai
pelaku, korban maupun saksi
d) Tindakan kekerasan dalam keluarga
Biasanya ada atau tidak adaa klien mengalami kekerasan daalam
keluarga baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai saksi.
e) Tindakan kriminal
Biasanya tidak ada klie mengalami tindakan kriminal baik sebagai
pelaku, korban maupun saksi.
5). Riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Biasanya adakeluarga yang mengalami gangguan jiwa yang sama
dengan klien.

5) Riwayat pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan


Biasanya yang dialami klien pada masa lalu yang tidak menyengkan
seperti kegagalan, kehilangan, perpisahan atau kematian, dan trauma
selama tumbuh kembang.
b. Fisik
1) Biasanya ukur dan observasi tanda-tanda vital seperti tekanan darah,
nadi, suhu, dan pernapasan
2) Ukur tinggi badan dan berat badan
3) Menjelaskan keluhan fisik yang dirasakan oleh pasien
c. Psikososial
1) Genogram
Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapat menggambarkan
hubungan Pasien dengan keluarga.Tiga generasi ini dimaksud jangkauan
yang mudah diingat oleh Pasien maupun keluarga pada saat pengkajian.

Contoh genogram:

Skema 2.2

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Laki-laki atau perempuan yang sudah meninggal
: Pasien
: Orang yang tinggal serumah dengan klien

2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Biasanya ada anggota tubuh Pasien yang tidak disukai Pasien
yang mempengaruhi keadaan Pasien saat berhubungan dengan
orang lain sehingga Pasien merasa terhina, diejek dengan
kondisinya tersebut.
b) Identitas
Biasanya pada pasien dengan prilaku kekerasan tidak puas
dengan pekerjaannya, tidak puas dengan statusnya, baik disekolah,
tempat kerja dan dalam lingkungan tempat ia tinggal, pasien
mengalami putus sekolah, di PHK dari pekerjaannya.
c) Peran diri
Biasanya pasien memiliki masalah dengan peran atau tugas
yang diembannya dalam keluarga, kelompok atau masyarakat dan
biasanya pasien tidak mampu melaksanakan tugas dan peran
tersebut, pasien biasanya mengalami krisis peran.
d) Ideal diri
Biasanya pasien memilki harapan yang tinggi terhadap tubuh,
posisi dan perannya baik dalam keluarga, sekolah, tempat kerja dan
masyarakat.Pasien berharap untuk kesembuhan agar bisa pulang
dari rumah sakit dan bertemu dengan keluarga, dan berharap bisa
diterima kembali dilingkungan masyarakat.
e) Harga diri
Biasanya hubungan Pasien dengan orang lain tidak baik,
penilaian dan penghargaan terhadap diri dan kehidupannya yang
selalu mengarah pada penghinaan dan penolakan. Biasanya ada
perasaan malu terhadap kondisi tubuh / diri, tidak punya pekerjaan,
status perkawinan, muncul perasaan tidak berguna, kecewa karena
belum bisa pulang / bertemu keluarga.
2. Hubungan sosial
(a) Orang yang terdekat
Biasanya ada ungkapan tempat pasien berkeluh kesah, bercerita
dan tempat mengadu.
(b) Peran serta dalam kegiatan kelompok
Biasanya baik dirumah maupun dirumah sakit pasien tidak mau
mengikuti kegiatan / aktivitas.
(c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain/tingkat
keterlibatan klien dalam hubungan masyarakat
Biasanya pasien melaporkan kesulitan memulai pembicaraan
dengan orang lain.
3. Spiritual
1. Nilai dan keyakinan
Biasanya Pasien mengatakan bahwa dia tidak mengalami gangguan
jiwa.
2. Kegiatan ibadah
Biasanya dalam selama sakit Pasien jarang melakukan ibadah.

4. Status mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan pasien kotor, tidak rapi, rambut acak-acakan,
kuku kotor, gigi kuning, pakaian tidak diganti.
2) Pembicaraan
Biasanya pada pasien prilaku kekerasan pada saat dilakukan
pengkajian bicara cepat, keras, kasar, nada tinggi dan mudah
tersinggung.
3) Aktivitas motorik
Biasanya aktivitas motorik pasien dengan prilaku kekerasan akan
terlihat tegang, gelisah., gerakan otot muka berubah-ubah,
gemetar, tangan mengepal, dan rahang dengan kuat.
4) Alam perasaan
Biasanya akan merasa sedih dan menyesali apa yang telah
dilakukan.
5) Efek
Biasanya pasien mudah tersinggung dan sering marah-marah jika
keinginan tidak terpenuhi.
6) Interaksi selama wawancara
Biasanya Pasien dengan prilaku kekerasan akan terlihat
bermusuhan, tidak kooperatif, tidak mau menatap lawan bicara dan
mudah tersinggung.
7) Persepsi
Biasanya Pasien dengan prilaku kekerasan masih dapat menjawab
pertanyaan dengan jelas.
8) Proses fikir
Biasanya pasien mempunyai keyakinan berdasarkan penilaian
realistis, sirkumtansial (berbelit-belit).
9) Isi fikir
Biasanya Pasien meyakini dirinya tidak sakit, dan baik-baik saja.
10) Tingkat kesadaran
Biasanya Pasien prilaku kekerasan kadang tampak bingung,
orientasi tempat waktu dan orang sedikit terganggu.
11) Memori
Biasanya pasien diwaktu wawancara dapat mengingat kejadian
yang terjadi dan mengalami gangguan daya ingat jangka panjang.
12) Tidak Konsentrasi dan Berhitung
Biasanya pasien mengalami gangguan konsentrasi, pasien biasanya
mudah dialihkan, dan tidak mampu berhitung.
13) Kemampuan Penilaian
Biasanya pasien mempunyai gangguan kemampuan penilaian
seperti tidak mampu mengambil keputusan yang sederhana.
14) Daya tilik diri
Biasanya pasien mempunyai harapan menyadari penyakit yang
dideritanya.
i. Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan
Biasanya pasien tidak mengalami perubahan makan, biasanya
pasien tidak mampu menyiapkan dan membersihkan tempat makan.
2) BAB/BAK

Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan tidak ada


gangguan, pasien dapat BAB/BAK pada tempatnya.

3) Mandi
Biasanya pasien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang
mencuci rambut dan bercukur atau berhias.Badan pasien sangat bau
dan kotor, dan pasien hanya melakukan kebersihan diri jika disuruh.
4) Berpakaian/berhias
Biasanya pasien jarang mengganti pakaian, dan tidak mau
berdandan.Pasien tidak mampu mengenakan pakaian dengan sesuai
dan pasien tidak mengenakan alas kaki.
5) Istirahat dan tidur
Biasanya pasien tidak melakukan persiapan sebelum tidur,
seperti: menyikat gigi, cucui kaki, berdoa. Dan sesudah tidur
seperti: merapikan tempat tidur, mandi atau cuci muka dan
menyikat gigi. Frekuensi tidur pasien berubah-ubah, kadang
nyenyak dan kadang gaduh atau tidak tidur.
6) Penggunaan obat
Biasanya pasien mengatakan minum obat 3 kali sehari dan
pasien tidak mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus minum
obat.
7) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien tidak memperhatikan kesehatannya, dan
tidak peduli tentang bagaimana cara yang baik untuk merawat
dirinya.
8) Aktifitas didalam rumah
Biasanya pasien mampu merencanakan, mengolah, dan
menyajikan makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri
dan mengatur biaya sehari-hari.
j. Mekanisme koping
Biasanya pasien menggunakan respon maldaptif yang ditandai
dengan tingkah laku yang tidak terorganisir, marah-marah bila
keinginannya tidak terpenuhi, memukul anggota keluarganya, dan
merusak alat-alat rumah tangga.
k. Masalah psikologis dan lingkungan
Biasanya pasien merasa ditolak dan mengalami masalah
interaksi dengan lingkungan dan sering marah-marah tidak jelas.
l. Pengetahuan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan kurang pengetahuan
tentang penyakitnya, dan pasien tidak mengetahui akibat dari putus
obat dan fungsi dari obat yang diminumnya.
m. Aspek Medik
Diagnosis medik : Skizoporanoid
Terapi medis : - Clor promanazine
- Haloperidol
n. Pohon masalah
Pohon masalah terdiri dari masalah utama, penyebab dan akibat.
Masalah utama adalah prioritas masalah pasien dari beberapa masalah
yang dimiliki oleh pasien. Umumnya, masalah utama berkaitan erat
dengan alasan masuk atau keluhan utama. penyebab adalah salah satu
daribeberapa masalah pasien yang merupakan efek atau akibat dari
masalah utama (Trimelia, 2016).

Beberapa masalah pasien yang merupakan penyebab masalah utama.


Masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah yang lain,
demikian seterusnya. Akibat adalah salah satu dari beberapa masalah
pasien yang merupakan efek atau akibat dari masalah utama (Trimelia,
2011).Pohon Masalah halusiansi

a. Pohon masalah
Risiko perilaku kekerasan

Gangguan sensori persepsi: Halusinasi

Isolasi sosial Defisit Perawatan Diri

Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah


(Keliat, 2009)
b. Kemungkinan diagnose keperawatan
1) Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
2) Isolasi sosial
3) Defisit perawatan diri
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Perubahan sensori persepsi: Halusinasi
b. Perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial (Keliat, 2015)
1
B. NURSING CARE PLAN

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA TINDAKAN RASIONAL


TUJUAN KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN

Gangguan Klien mampu mengontrol 1. Klien mampu Sp 1 : Dengan mengenal


persepsi halusinasinya. mengenal tanda gejala halusinasi
 Mengidentifikasi isi,
halusinasinya
sensori : frekuensi, waktu pasien akan semakin
2. Klien mampu
halusinasi terjadi, situasi mudah mengontrol
Mengontrol halusinasi
pencetus, perasaan dan
pendengaran dengan cara halusinasi yang
respon halusinasi.
menghardik
 Mengontrol muncul.
3. Klien mampu
halusinasi dengan Klien dapat
mengontrol halusinasi
dengan makan obat cara menghardik
mengontrol halusinasi
teratur Sp 2 : mengontrol dengan aktivtas
4. Klien mampu halusinasi dengan makan
mengontrol halusinasi sehari-hari.
obat teratur
dengan bercakap-
cakap dengan orang Sp 3 : mengontrol halusinasi
lain dengan bercakap-cakap

1
5. Klien mampu
dengan orang lain
mengontrol halusinasi
Sp 4 : mengontrol halusinasi
dengan melakukan
kegiatan terjadwal. dengan melakukan kegiatan
terjadwal.
Perilaku Pasien mampu Setelah dilakukan pertemuan SP I pasien
kekerasan 1. Mengidentifikasi penyebab diharapkan pasien mampu 1. Mengidentifikasi Dengan mengenal
perilaku kekerasan, tanda 1. Menyebutkan jenis, isi, penyebab, tanda dan perilaku kekerasan
dan gejala perilaku waktu, frekuensi, situasi, gejala, perilaku pasien akan semakin
kekerasan, perilaku perasaan saat terjadi kekerasan yang mudah menyadari
kekerasan yang dilakukan, perilaku kekerasan. dilakukan, akibat perilaku kekerasan
serta akibat perilaku 2. Melatih pasien cara perilaku kekerasan yang muncul.
kekerasan, mengontrol cara mengontrol perilaku 2. Menjelaskan pasien cara Klien dapat
latihan fisik pasien PK kekerasan dengan latihan mengontrol perilaku melampiaskan emosi
fisik tarik nafas dalam dan kekerasan : fisik, obat, ke hal-hal yang tidak
pukul bantal. verbal, spiritual membahayakan diri
3. Membantu pasien sendiri, orang lain
mempraktekkan latihan maupun lingkungan.
cara mengontrol perilaku
kekerasan secara fisik :

2
tarik nafas dalam serta
pukul kasur dan bantal
4. Menganjurkan pasien
untuk memasukkan pada
jadwal kegiatan untuk
latihan fisik
2. Mengontrol perilaku Setelah dilakukan pertemuan SP II Penggunaan obat
kekerasan dengan cara diharapkan pasien mampu : 1. Mengevaluasi merupakan bagian
perilaku kekerasan dengan 1. Menyebutkan kegiatan kegiatan latihan fisik yang penting dalam
cara minum obat. yang telah dilakukan pasien. Beri pujian mengendalikan gejala
2. Mampu memperagakan 2. Melatih pasien cara perilaku kekerasan
cara tarik nafas dalam mengontrol perilaku dengan mengetahui
serta pukul kasur dan kekerasan dengan manfaat dan akibat
bantal obat (6 benar : jenis, tidak minum obat
guna, dosis, akan menumbuhkan
frekuensi, cara, motivasi pasien untuk
kontinuitas minum patuh minum obat
obat)
3. Membantu pasien

3
memasukkan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan fisik
dan minum obat
4. Mengontrol perilaku Setelah dilakukan pertemuan SP III
kekerasan dengan cara diharapkan pasien mampu : 1. mengevaluasi kegiatan Menolak dan meminta
verbal (menolak dan 1. menyebutkan kegiatan latihan fisik, obat. Beri serta mengungkapkan
meminta dengan baik, yang sudah dilakukan pujian perasaan dengan baik
mengungkapkan 2. membuat jadwal kegiatan 2. melatih pasien dengan dapat meminimalisir
perasaan dengan baik) sehari-hari dan mampu cara mengontrol perilaku munculnya perilaku
memperagakan kekerasan dengan verbal kekerasan
mambantu pasien untuk
memasukkan pada
jadwal kegiatan untuk
latihan fisik, minum obat
dan verbal
5. Mengontrol perilaku Setelah dilakukan pertemuan SP IV pasien Mendekatkan diri
kekerasan dengan cara diharapkan pasien mampu : 1. mengevaluasi kegiatan pada penciptanya,
spiritual (shalat dan 1. menyebutkan kegiatan latihan pasien dengan Terapi asmaul husna

4
berdoa) yang sudah dilakukan fisik, obat, verbal dan
2. membuat jadwal kegiatan beri pujian
sehari-hari dan mampu 2. melatih pasien
melaksanakan kegiatan mengontrol perilaku
keagamaan kekerasan dengan cara
spiritual (2 kegiatan)
3. membantu pasien
memasukkan pada
jadwal kegiatan untuk
latihan fisik, minum
obat, verbal dan
spiritual.
Keluarga mampu : Setelah dilakukan pertemuan SP I keluarga Meningkatkan peran
1. Merawat dan terlibat dalam keluarga mampu menjelaskan 1. mendiskusikan masalah serta keluarga dalam
perawatan pasien baik tentang perilaku kekerasan. yang dirasakan keluarga merawat pasien
dirumah sakit maupun dalam merawat pasien perilaku kekerasan
dirumah, keluarga dengan perilaku
mengetahui pengertian kekerasan
perilaku kekerasan, tanda 2. menjelaskan pengertian

5
dan gejala perilaku perilaku kekerasan,
kekerasan, serta proses tanda dan gejala perilaku
terjadinya perilaku kekerasan, serta proses
kekerasan. terjadinya perilaku
kekerasan
3. menjelaskan cara
merawat pasien dengan
perilaku kekerasan
4. melatih keluarga satu
cara mengontrol pasien
dengan perilaku
kekerasan yaitu tarik
nafas dalam serta pukul
kasur dan bantal
5. menganjurkan keluarga
membantu pasien
memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian
pasien

6
2. keluarga mampu Setelah dilakukan pertemuan SP II Keluarga Meningkatkan peran
mengontrol obat pasien keluarga mampu mempraktekkan 1. mengevaluasi kegiatan serta keluarga dalam
secara teratur dan mengatur obat pasien keluarga dalam merawat/ pemberian obat pasien
melatih pasien dengan secara teratur.
cara fisik. Beri pujian
2. menjelaskan kepada
keluarga 6 benar cara
memberikan obat
3. melatih keluarga cara
memberikan/
membimbing minum
obat
4. menganjurkan keluarga
membantu pasien
memasukkan jadwal dan
beri pujian
3. keluarga mampu Setelah dilakukan pertemuan SP III Keluarga Meningkatkan peran
mengontrol perilaku keluarga mampu mempraktekkan 1. mengevaluasi kegiatan serta keluarga dalam
kekerasan pasien dengan kepada pasien cara bicara yang keluarga dalam merawat/ merawat pasien

7
cara bicara yang baik baik melatih pasien fisik dan dengan cara bicara
memberikan obat. Beri yang baik
pujian
2. melatih cara
membimbing dengan
cara bicara yang baik
3. melatih cara
membimbing dengan
kegiatan spiritual
4. menganjurkan keluarga
membantu pasien
memasukkan jadwal
kegiatan dan beri pujian
5. keluarga mampu follow-up Setelah dilakukan pertemuan SP IV Kleuarga Penyusun kegiatan
pasien setelah pulang keluarga mampu membuat jadwal C. mengevaluasi kegiatan secara teratur yang
aktivitas dirumah/ perencanaan keluarga dalam merawat, dapat meminimalisir
pulang pasien dan melaksanakan Melatih pasien dengan munculnya perilaku
follow-up pasien setelah pulang fisik, obat, bicara yang kekerasan kembali
baik dan kegiatan

8
spiritual
D. menjelaskan follow-up
ke RSJ/ PKM, tanda
kambuh dan rujukan
E. menganjurkan keluarga
membantu pasien
memasukkan jadwal
kegiatan dan beri pujian
HARGA DIRI Pasien Mampu: Setelah 1x pertemuan pasien SP 1 HDR 1. Kemampuan dan
RENDAH mampu: aspek positif yang
1. Mengidentifikasi Kemampuan 1. Mengidentifikasi
dimiliki pasien dapat
dan aspek positif yang dimiliki 1. Mengidentifikasi Kemampuan dan aspek
dilatih dan diharapkan
2. Menilai kemampuan yang Kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
dapat meningkatkan
masih dapat digunakan positif yang dimiliki 2. Membantu pasien menilai
harga diri pasien
3. Memilih/ menetapkan 2. Menilai kemampuan yang kemampuan yang masih
2. Dengan menilai
kemampuan yang akan dipilih masih dapat digunakan dapat digunakan
kemampuan yang
4. Melatih kemampuan yang di 3. Memilih/ menetapkan 3. Membantu pesian memilih/
masih bisa digunakan
pilih pasien kemampuan yang akan dipilih menetapkan kemampuan
dapat membantu
5. Melakukan kegiatan yang 4. Melatih kemampuan yang di yang akan dipilih
pasien dalam

9
sudah di latih sesuai dengan pilih pasien. 4. Melatih kemampuan yang meningkatkan harga
jadwal 5. Melakukan kegiatan yang di pilih pasien dirinya
sudah di latih sesuai dengan 5. Memberikan pujian 3. Membantu pasiean
jadwal terhadap keberhasilan dalam kegiatan yang
pasien dimiliki dengan benar
6. Menganjurkan pasien 4. Supaya pasien dapat
memasukan kedalam melakukan kegiatan/
jadwal kegiatan harian kemampuan yang
dimiliki dengan benar
5. Pujian dapat
meningkatkan harga
diri pasien
6. Supaya pasien dapat
melakukan
kemampuan yang
sudah dilatih sesuai
jadwal

10
Pasien mampu Setelah 1x pertemuan pasien SP 2 HDR 1. Pasien dapat
mampu: mengingat dan
1. Mengulagi kegiatan yang 1. Mengevaluasi jadwal
mengulangi
pertama yang dilatih dan berikan 1. Mampu mengulangi kegiatan kegiatan harian pasien (SP
kemampuan atau
pujian pertama yang dilatih dan 1)
kegiatan pertama yang
2. Memilih kegiatan yang kedua berikan pujian 2. Melatih kemampuan kedua
telah dilakukan serta
yang dipilih 2. Mampu memilih kegiatan Menganjurkan pasien
menghargai
3. Melatih kegiatan yang kedua kedua yang dipilih memasukan kedalam jadwal
kemampuan pasien
yaitu melap meja dan 3. Mampu melatih kegiatan kegiatan harian
yang telah dilakukan
merapikam meja makan (cara kedua yang dipilih yaitu
2. Pasien dapat lebih
dan alat). membersihkan meja dan
meningkatkan harga
4. Memasukan pada jadwal merapikam meja.
dirinya dengan
kegiatan untuk latihan : dua 4. Mampu Memasukan pada
memilih kemampuan
kegiatan masing-masing dua kali jadwal kegiatan untuk latihan
selanjutnya
: dua kegiatan masing-
3. Pasien dapat
masing dua kali
mengingat dan
mengulang kembali

11
kegiatan yang telah
dilakukan
Setelah 1x pertemuan pasien SP 3 HDR 1. Pasien dapat
mampu: mengingat dan
1. Mengevaluasi kegiatan
mengulangi
1. Mampu mengulangi kegiatan pertama dan kedua yng
kemampuan atau
pertama dan kedua yang telah dilatih (SP 1dan SP 2)
kegiatan pertama dan
dilatih dan berikan pujian dan beri pujian
kedua yang telah
2. Mampu memilih kegiatan 2. Bantu pasien memilih
dilakukan serta
ketiga yang dipilih kegiatan yang ketiga
menghargai
3. Mampu melatih kegiatan 3. Latih kegiatan ketiga yang
kemampuan pasien
ketiga yang dipilih yaitu dipilih yaitu menyapu yang
yang telah dilakukan
menyapu benar (cara dan alat)
2. Pasien dapat lebih
4. Mampu Memasukan pada 4. Memasukan pada jadwal
meningkatkan harga
jadwal kegiatan untuk latihan kegiatan untuk latihan : tiga
dirinya dengan
: tiga kegiatan masing- kegiatan masing-masing
memilih kemampuan
masing dua kali dua kali
selanjutnya
3. Pasien dapat
mengingat dan

12
mengulang kembali
kegiatan yang telah
dilakukan
Setelah 1x pertemuan pasien SP 4 1. Pasien dapat
mampu: mengingat dan
1. Mengevaluasi kegiatan
mengulangi
1. Mampu mengulangi kegiatan pertama, kedua dan ketiga
kemampuan atau
pertama, kedua dan ketiga yng telah dilatih (SP 1dan
kegiatan pertama,
yang dilatih dan berikan SP 2) dan beri pujian
kedua dan ketiga yang
pujian 2. Bantu pasien memilih
telah dilakukan serta
2. Mampu memilih kegiatan kegiatan yang keempat
menghargai
keempat yang dipilih 3. Latih kegiatan keempat
kemampuan pasien
3. Mampu melatih kegiatan yang dipilih yaitu mengepel
yang telah dilakukan
keempat yang dipilih yaitu yang benar (cara dan alat)
2. Pasien dapat lebih
mengepel 4. Memasukan pada jadwal
meningkatkan
kegiatan untuk latihan :
penegetahuannya
empat kegiatan masing-
dalam mekanisme
masing dua kali
koping yang lebih
baik dalam

13
meningkatkan harga
dirinya
3. Pasien dapat
mengingat dan
mengulang kembali
kegiatan yang telah
dilakukan
DEFISIT 1. Pasien mampu melakukan SP 1 Pasien DPD SP 1 Pasien DPD 1. Dengan diskusi
PERAWATAN kebersihan diri secara mandiri memberi kesadaran
Setelah 1x pertemuan pasien Diskusikan tentang kebersihan
DIRI (DPD) 2. Pasien mampu melakukan bahwa dirinya
mampu: diri dengan cara:
berhias atau berdandan secra memiliki sesuatu
baik 1. Mampu menjelaskan 1. Jelaskan pentingnya yang dapat
3. Pasien mampu melakukan pentingnya kebersihan diri kebersihan diri dibanggakan
makan dan minum dengan baik 2. Mampu melakukan cara 2. Cara menjaga kebersihan 2. Agar pasien
4. Pasien mampu melakukan merawat diri dengan diri mengetahui cara
defekasi atau berkemih secara kebersihan diri 3. Bantu pasien yang benar dalam
mandiri mempraktekkan cara menjaga kebersihan
menjaga kebersihan diri diri
4. Menganjurkan memasukan 3. Memberi motivasi

14
dalam jadwal kegiatan dan rasa tanggung
harian dan beri pujian jawab pada pasien
untuk melaksanakan
kegiatan dengan
teratur
SP 2 Pasien DPD SP 2 Pasien DPD 1. Mengetahui atau
menilai sejauh mana
Setelah 1x pertemuan pasien 1. Mengevaluasi SP 1
kegiatan sudah
mampu: 2. Menjelaskan cara
dilaksanakan
berdandan dan berhias
1. Mampu menjelaskan 2. Agar pasien
3. Bantu pasien
pentingnya berdandan atau mengetahui cara
mempraktekkan cara
berhias berdandan atau
berdandan atau berhias
2. Mampu melakukan cara berhias dengan baik
dengan tindakan:
merawat diri dengan 3. Pasien mengetahui
a. Untuk pasien laki-laki
berdandan atau berhias cara berpakaian,
latihan:
menyisir rambut
1) Berpakaian
dengan benar
2) Menyisr rambut
memberikan motivasi
3) Bercukur
dan rasa tanggung

15
b. Untuk pasien jawab pada pasien
perempuan latuhan: untuk melaksanakan
1) Berpakaian kegiatan yang teratur
2) Menyisr rambut
3) Berhias
4. Menganjurkan memasukan
dalam jadwal kegiatan
harian dan beri pujian.
SP 3 Pasien DPD SP 3 Pasien DPD 1. Mengetahui atau
menilai sejauh mana
Setelah 1x pertemuan pasien 1. Evaluasi kegiatan yang lalu
kegiatan sudah
mampu: (SP 1 dan Sp 2)
dilaksanakan
2. Jelaskan cara makan dan
1. Mampu menjelaskan 2. Dengan penjelasan
minum dengan baik
pentingnya makan dan dapat meningkatkan
3. bantu pasien
minum yang baik pemahaman pasien
mempraktekkan cara makan
2. mampu melakukan cara tentang cara makan
yang baik dengan tindakan:
merawat diri dengan makan dan minum yang baik
a. Menjelaskan cara
dan minum yang baik 3. Mampu
mempersiapkan makan
mempraktekkan dan

16
dan minum menjadikan makan
b. Menjelaskan cara dan minum yang baik
makan dan minum yang sebagai kegiatan yang
tertib dilakukan dengan
c. Menjelaskan cara teratur
merapikan peralatan Dengan jadwal
makan dan minum memberikan motivasi
setelah makan dan dan ras tanggung
minum jawab pada pasien
d. Praktekkan makan dan untuk melaksanakan
minum sesuai dengan kegiatan denga teratur
tahapan makan dan
minum yang baik
4. Menganjurkan memasukan
dalam jadwal kegiatan
harian dan beri pujian.
SP 4 Pasien DPD SP 4 Pasien DPD 1. Mengetahui atau
menilai sejauh mana
Setelah 1x pertemuan pasien 1. Evaluasi kegiatan yang
kegiatan sudah

17
mampu: lalu (SP 1, Sp 2 dan SP dilaksanakan
3) 2. Dengan penjelasan
1. Mampu menjelaskan
2. Jelaskan cara BAB dan dapat meningkatkan
pentingnya BAB dan BAK
BAK secara mendiri pemahaman pasien
secara mendiri
3. Bantu pasien tentang cara BAB dan
2. Mampu melakukan cara
mempraktekkan cara BAK secara mendiri
merawat diri dengan BAB
BAB dan BAK secara 3. Mampu
dan BAK secara mendiri
mendiri dengan mempraktekkan dan
tindakan: menjadikan BAB dan
a. Menjelaskan tempat BAK secara mendiri
BAB/BAK yang sebagai kegiatan yang
sesuai dilakukan dengan
b. Menjelaskan cara teratur
membersikan diri 4. Dengan jadwal
setelah BAB/BAK memberikan motivasi
c. Menjelaskan cara dan ras tanggung
membersikan jawab pada pasien
tempat BAB/BAK untuk melaksanakan
4. Menganjurkan kegiatan denga teratur

18
memasukan dalam
jadwal kegiatan harian
dan beri pujian.
Untuk keluarga

Keluarga mampu: Setelah 1x pertemuan Keluarga SP 1 Keluarga DPD 1. Dengan penyuluhan


mampu: dapat melibatkan
1. Melakukan perawatan kepada 1. Mendiskusikan masalah
keluarga dalam
pasien dengan baik 1. Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat
meningkatkan
2. Membimbing pasien untuk dan menjelaskan cara pasien dirumah
kemampuan keluarga
menjaga kebersihan diri merawat pasien kurang 2. menjelaskan tentang
untuk merawat klien
perawatan diri pengertian, tanda gejala
sehingga
2. Mampu mempraktekkan cara kurang perawatan diri, jenis
meningkatkan
merawat pasien kurang kurang perawatan diri yang
perawatan diri klien.
perawatan diri dialami klien serta proses
2. memberi kesempatan
terjadinya
keluarga
3. Menjelaskan cara-cara
mengungkapkan
merawat klien dengan
masalah keluarga
kurang perawatn diri
dalam merawat klien
4. Melatih keluarga cara

19
merawat kebersihan diri dirumah
5. menganjurkan membantu 3. meningkatkan
pasien sesuai jadwal dan pengetahuan dan
berikan pujian kemampuan keluarga
untuk mengenal
masalah yang dialami
klien
memberikan
pemahaman dan
meningkatkan
kemampuan cara-cara
merawat klien.

Setelah 1x pertemuan keluarga SP 2 Keluarga DPD Dengan penyuluhan dapat


mampu: melibatkan keluarga
1. Mengevaluasi kegiatan
dalam meningkatkan
Mempraktekkan cara merawat keluarga dalam merawat
kemampuan keluarga
pasien kurang perawatan diri dan melatih pasien dalam
untuk merawat klien
kebersihan diri
sehingga meningkatkan
2. membimbing keluarga

20
membantu pasien perawatan diri klien
berdandan dengan berdandan yang
3. menganjurkan membantu rapi dan bersih.
pasien sesuai jadwal dan
beri pujian
Setelah 1 x pertemuan keluarga SP 3 Keluarga DPD Dengan penyuluhan dapat
mampu: melibatkan keluarga
1. Mengevaluasi kegiatan
dalam meningkatkan
Mempraktekkan cara merawat keluarga dalam merawat
kemampuan keluarga
pasien kurang perawatan diri dan melatih pasien dalan
untuk merawat klien
kebersihan diri dan
sehingga meningkatkan
berdandan
perawatan diri klien
2. Membimbing keluarga
dengan cara mengajarkan
membantu pasien makan
klien makan dan minum
dan minum yang baik
yang benar serta tidak
3. Menganjurkan membantu
berantakan.
pasien sesuai jadwal dan
beri pujian

21
Setelah pertemuan keluarga SP 4 Keluarga DPD Dengan penyuluhan dapat
mampu melaksanakan follow up melibatkan keluarga
1. Mengevaluasi kegiatan
pasien setelah pulang dalam meningkatkan
keluarga dalam merawat
kemampuan keluarga
dan melatih pasien dalan
untuk merawat klien
kebersihan diri, berdandan
sehingga meningkatkan
danmakan dan minum yang
perawatan diri klien
baik
dengan belajar toileting
2. Membimbing keluarga
dengan benar dan bersih.
merawat dan membantu
pasien BAB/BAK yang Menambah pengetahuan
baik keluarga untuk tetap
3. menjelaskan follow up ke kontrol kondisi klien
PKM, tanda kambuh, dan dengan follow up k
rujukan rumah sakit, puskesmas
4. Menganjurkan membantu atau PKM.
pasien sesuai jadwal dan
beri pujian
(Keliat, 2015)

22
23
61

Anda mungkin juga menyukai