Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA NY. S DENGAN


GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI DI RUANG
ABIMANYU RS DR.H.MARZOEKI MAHDI BOGOR.

Ditulis untuk memenuhi persyaratan tugas profesi guna memperoleh gelar Ners

Oleh :

1. Aris Hadi Saputro 01503180027


2. Cindy Claudya Damima 01503180058
3. Charles Abraham Apituley 01503180049
4. Ester Collin Marbun 01503180096
5. Elizabeth Putri Ria 01503180089
6. Frily Olivia Leleh 01503180113
7. Feni Fransiska 01503180218
8. Gracesylvia Fransin Hiskia 01503180121
9. Julia Potu 01503180155
10. Lawrence Natalia 01503180168
11. Ria Novalia Pangaribuan 01503180240

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah gangguan jiwa diseluruh dunia sudah menjadi masalah
yang sangat serius dan menjadi masalah kesehatan global. Fenomena
gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan,
dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa
bertambah.
Berdasarkan data WHO tahun 2016 terdapat 21 juta jiwa yang
mengalami gangguan jiwa berat seperti skizrofenia, sedangkan di Indonesia
tercatat terdapat 400 ribu jiwa atau sebanyak 1,7 per 100 penduduk yang
mengalami skizofrenia (Riskesdas, 2018).
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20%
halusinasi penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidung, pengecapan
dan perabaan. Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi (Mamnu’ah, 2010).
Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan individu untuk
menilai dan berespon pada realita. Klien tidak dapat membedakan
rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan
kenyataan. Klien juga tidak mampu untuk memberikan respon yang akurat,
sehingga tampak perilaku yang sulit dimengerti. Halusinasi adalah
penyerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat meliputi semua panca indera dan terjadi disaat individu sadar penuh
(Depkes dalam Dermawan dan Rusdi, 2013).
Halusinasi pendengaran adalah klien mendengar suara-suara yang
tidak berhubungan dengan stimulasi nyata yang orang lain tidak
mendengarnya (Dermawan dan Rusdi, 2013). Sedangkan menurut
Kusumawati (2010) halusinasi pendengaran adalah klien mendengar suara-
suara yang jelas maupun tidak jelas, dimana suara tersebut bisa mengajak
klien berbicara atau melakukan sesuatu.

1
Data dari RS Dr.H. Marzoeki Mahdi tahun 2016 menunjukkan
peningkatan jumlah pasien rawat inap setiap tahunnya. Pada tahun 2014
terdapat 136.316 kunjungan, kemudian tahun 2015 yaitu 139.709 kujungan
dan di tahun 2016 mencapai jumlah 150.443 kunjungan. Pada Gangguan
jiwa dengan masalah utama keperawatan yang paling banyak adalah
gangguan persepsi sensori: halusinasi. Ruang Abimanyu merupakan ruang
rawat inap kelas tiga untuk pasien perempuan di RS Marzoeki Mahdi
(RSMM) Bogor. Dari data survey masalah keperawatan ruanagn Abimanyu
Desemebr 2018, halusinasi merupakan maslaah keperawatan yang paling
banyak terjadi dengan persentase 26.23%; kemudian risiko perilaku
kekerasan dan isolasi sosial masing-masing 15.57%. Hampir keseluruhan
pasien yang ada diruangan tersebut memiliki riwayat gejala halusinasi.
Mengingat bahwa halusinasi merupakan masalah yang paling banyak
ditemukan di ruang Abimanyu sehingga sangatlah perlu untuk diberikan
asuhan keperawatan pada klien tersebut.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik
menjadikan kasus kelolaan dan ingin memberikan asuhan keperawatan jiwa
pada klien gangguan persepsi sensori halusinasi dengan pelayanan
kesehatan secara holistic dan komunikasi terapeutik dalam meningkatkan
kesejahteraan serta mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
penulis tertarik mengangkat judul pada makalah ini dengan Asuhan
Keperawatan Jiwa Pada Ny. S dengan Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi di Ruang Abimanyu RS Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor.

1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Setelah melakukan dan menerapkan asuhan keperawatan pada Ny.S di
Ruangan Abimanyu RS Dr.H. Marzoeki Mahdi Bogor, mahasiswa mampu
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi
sensori halusinasi dengan maksimal.
1.1.2 Tujuan Khusus

2
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan
masalah gangguan persepsi sensori halusinasi
b. Mahasiswa mampu menganalisa data dengan masalah gangguan
persepsi sensori halusinasi
c. Mahasiswa mampu menyusun rencana dan intervensi keperawatan
terhadap klien dengan masalah gangguan persepsi sensori halusinasi
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasis sesuai dengan
intervensi keperawatan yang telah disusun
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi
keperawatan yang telah dilaksanakan

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Halusinasi
2.1.1 Pengertian
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu
objek atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
penginderaan (Dalami E. Dkk, 2014). Menurut Hartono (2012),
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak
sesuai dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara-suara
yang sebenarnya tidak ada. Berdasarkan pendapat menurut para ahli di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan
persepsi (respon penyerapan) pada panca indera dimana terjadi pada
saat kesadaran individu penuh.

2.1.2 Jenis-jenis Halusinasi


JENIS
KARAKTERISTIK
HALUSINASI
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara
orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai
kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang
dapat membahayakan.
Ini adalah jenis halusinasi yang menunjukan persepsi yang salah
dari bunyi,musik,kebisingan atau suara.Mendengar suara ketika
tidak ada stimulus pendengaran adalah jenis yang paling umum
dari halusinasi audio pada penderita gangguan mental.Suara
dapat didengar baik di dalam kepala maupun di luar kepala
seseorang dan umumnya dianggap lebih parah ketika hal tersebut
datang dari luar kepala,suara bisa datang berupa suara wanita

4
maupun suara pria yang akrab atau tidak akrab.Pada penderita
skizofrenia gejala umum adalah mendengarkan suara suara dua
orang atau lebihyang berbicara pada satu sama lain,ia mendengar
suara berupa kritikan atau komentar tentang dirinya ,prilaku atau
pikirannya.
Penglihatan Ini adalah sebuah persepsi yang salah pada pandangan. Stimulus
visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Pengecapan Ini adalah sebuah persepsi yang salah mengenai rasa.biasanya
pengalaman ini tidak menyenangkan.Misalnya seorang individu
mungkin mengeluh telah mengecap rasa logam secara terus
menerus.Jenis halusinasi ini sering terlihat di beberapa gangguan
medis seperti epilepsi dibandingkan pada gangguan mental.
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Perabaan Ini adalah sebuah persepsi atau sensasi palsu terhadap sentuhan
atau suatu yang terjadi di dalam atau pada tubuh .Halusinasi
sentuhan ini umumnya merasa seperti ada suatu yang merangkak
di bawah atau pada kulit. Mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urin
Kinisthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
Sumber: (Dalami E. Dkk, 2014)
2.1.3 Tahapan Halusinasi
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut
(Kusmawati & Hartono, 2012) :
a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan.
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik :
klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,

5
kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai
melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cari ini
hanya menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata
cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik
: pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai
dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain
tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien :
meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu
pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan
psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin
menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa
dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan
dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit
atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan
tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat
Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik :
halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan
memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol
dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak

6
mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang.

2.1.4 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala halusinasi menurut Hartono (2012)
1. Bicara,senyum dan tertawa sendiri
2. Mengatakan mendengar suara
3. Merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan
4. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan yang mistis
5. Tidak dapat memusatkan konsentrasi
6. Pembicaraan kacaw terkadang tidak masuk akal
7. Sikap curiga dan bermusuhan
8. Menarik diri,menghindar dari orang lain,
9. Sulit membuat keputusan
10. Ketakutan
11. Mudah tersinggung
12. Menyalahkan diri sendiri/orang lain
13. Tidak mampu memenuhu kebutuhan sendiri
14. Muka merah kadang pucat
15. Ekspresi wajah tegang
16. Tekanan darah meningkat
17. Nadi cepat
18. Banyak keringat

2.1.5 Penyebab Masalah


Menurut Stuart & Sunden (2010), faktor predisposisi terjadinya
halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai
dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:

7
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau
keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

Faktor Presipitasi dari halusinasi menurut Hartono (2012) yaitu:


1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan

8
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.

2.1.6 Akibat Masalah


Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri,orang
lain dan lingkungan.ini diakibatkan karena klien berada di bawah
halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal diluar
kesadarannya (Damaynti & Iskandar, 2012)

Sumber: (Hartono Y, 2012)


2.1.7 Pohon Diagnosa

(Keliat B. , 2011)

9
2.1.8 Masalah Keperawatan & Data yang Perlu Dikaji
Masalah Data Yang Perlu Dikaji
Keperawatan
Perubahan Data Subjektif
persepsi sensorik a. Tidak mampu mengenal waktu, orang dan
: halusinasi tempat.
b. Tidak mampu memecahkan masalah
halusinasi (misalnya: mendengar suara-
suara atau melihat bayangan)
c. Mengeluh cemas dan khawatir
DataData Objektif
a. Mudah tersinggung
b. Apatis dan cenderung menarik diri
c. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan
pola komunikasi kadang berhenti bicara
seolah-olah mendengar sesuatu
d. Menggerakan bibirnya tanpa
menimbulkan suara
e. Menyeringai dan tertawa yang tidak
sesuai
f. Gerakan mata yang cepat
g. Pikiran yang berubah-ubah dan
konsentrasi rendah
h. Kadang tampak ketakutan
i. Respon-respon yang tidak sesuai (tidak
mampu berespon terhadap petunjuk yang
komplek)

Sumber: (Hartono Y, 2012)

2.1.9 Aspek Medis pasien dengan gangguan jiwa (skizofrenia)


Obat antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala psikotik (misal
nya perubahan perilaku,agitasi, agresif,sulit tidur,halusinasi, waha

10
m, proses piker kacau). Obat antipsikotik secara umum terbagi
menjadi dua golongan, yaitu:
Antipsikotik generasi pertama
Antipsikotik generasi pertama merupakan antipsikotik yang bekerja
dengan cara memblok reseptor dopamin D2. Antipsikotik ini
memblokir sekitar 65% hingga 80% reseptor D2 di striatum dan
saluran dopamin lain di otak (Chisholm-Burns, 2016). Jika
dibandingkan dengan antipsikotik generasi kedua, antipsikotik ini
memiliki tingkat afinitas, risiko efek samping ekstrapiramidal dan
hiperprolaktinemia yang lebih besar. Antipsikotik generasi pertama
efektif dalam menangani gejala positif dan mengurangi kejadian
relaps. Sebanyak 30% pasien skizofrenia dengan gejala akut
menghasilkan sedikit atau tanpa respon terhadap pengobatan
antipsikotik generasi pertama. Antipsikotik generasi pertama
memiliki efek yang rendah terhadap gejala negative. Antipsikotik
generasi pertama menimbulkan berbagai efek samping, termasuk
ekstrapiramidal akut, hiperprolaktinemia serta tardive dyskinesia.
Efek samping tersebut disebabkan oleh blokade pada jalur
nigrostriatal dopamine dalam jangka waktu lama (Miyamoto,
Miyake, Jarskog, Fleischckhhacker, & Liberman, 2008).
Antipsikotik generasi pertama memiliki afinitas yang rendah
terhadap reseptor muskarinik M1 Ach, histaminergik H1 dan
norepinefrin a1 yang memicu timbulnya efek samping berupa
penurunan fungsi kognitif dan sedasi secara bersamaan (Hill,
Bishop, Palumbo, & Sweeney, 2010). Antipsikotik generasi pertama
dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan
kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine,
fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan
untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis,
menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila
dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah Chlorpromazine dan

11
thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh
gelisah, hiperaktif dan sulit tidur.

Antipsikotik generasi kedua


Antipsikotik generasi kedua, seperti risperidone, olanzapine,
quetiapine, ziprasidon aripriprazol, paliperidone, iloperidone,
asenapine, lurasidone dan klozapin memiliki afinitas yang lebih
besar terhadap reseptor serotonin daripada reseptor dopamin.
Sebagian besar antipsikotik generasi kedua menyebabkan efek
samping berupa kenaikan berat badan dan metabolisme lemak
(Chisholm-Burns, 2016). Antipsikotik generasi kedua sering disebut
sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik
atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke
empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek
samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif.
Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine,
quetiapine dan rispendon.
Klozapin merupakan antipsikotik generasi kedua yang efektif dan
tidak menimbulkan efek samping ekstrapiramidal. Oleh karenanya,
klozapin digunakan sebagai agen pengobatan lini pertama pada
penderita skizofrenia (Chisholm-Burns, 2016). Namun, klozapin
dikaitkan dengan peningkatan risiko hematotoksis yang dapat
menyebabkan kematian. Oleh karena itu, beberapa antipsikotik
generasi kedua (risperidone, olanzapine, quetiapine dan ziprasidone)
digunakan sebagai terapi tambahan untuk meningkatkan khasiat
klozapin tanpa diskrasia darah. Antipsikotik generasi kedua, seperti
paliperidone, asenapine, iloperidone dan lurasidone telah
mendapatkan persetujuan FDA (Food and Drug Administration)
Amerika Serikat (Miyake, Miyamoto, & Jarsog , 2012). Aktivitas
farmakologi obat tersebut mirip dengan antipsikotik generasi kedua
lainnya, kecuali lurasidone yang diketahui memiliki afinitas yang
lebih tinggi pada reseptor 5-HT7 (Ishibashi, et al., 2010).

12
Aripiprazole merupakan jenis antipsikotik generasi kedua yang lain.
Aripiprazole merupakan satu-satunya antipsikotik dengan aktivitas
agonis parsial terhadap dopamin D2. Perbedaan ini menjadi penentu
profil farmakologi dan efek samping aripripazole. Aripiprazole
diketahui memiliki risiko efek samping ekstrapiramidal yang rendah
(Leucht, et al., 2009).

13
2.1.10 Diagnosa Keperawatan
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
Tujuan umum : Pasien dapat mengontrol halusinasi yang di
alaminya
Tujuan khusus :
1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya
2. Pasien dapat mengetahui halusinasinya
3. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
4. Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam mengpntrol
halusinasinya
5. Pasien dapat menggunakan obat dengan benar
(Damaynti & Iskandar, 2012)

14
2.1.11 Nursing Care Plan
Terlampir

15
BAB III
PENJELASAN KASUS

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Klien berinisial Ny. S merupakan seorang wanita berusia 44 tahun
dengan nomor rekam medis 339004. Klien beraga Islam dan sudah
menikah. Klien merupakan seorang ibu rumah tangga yang memiliki 3
orang anak. Klien tinggal bersama dengan suami dan anaknya di rumahnya
yang beralamat di dusun duku timur RT 006/02 Rengasdengklok Karawang.
Klien mulai dirawat di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor pada
tanggal 5 Februari 2019 dan saat ini mendapatkan perawatan di ruangan
Abimanyu. Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 19 Februari 2019.
Diagnosa medis pada Ny. S adalah Skizofrenia.

3.1.2 Alasan Masuk


Klien dibawa ke rumah sakit karena klien sering marah-marah di
rumah. Klien mengatakan bahwa ia marah karena ada suara bisikan dari
orang yang bernama Suherman dan mengaku sebagai suami dari klien.
Sosok Suherman tersebut mengakui semua barang-barang yang dimiliki
oleh Ny.S sebagai miliknya, hal itu membuat Ny.S menjadi marah. Pada
saat marah klien biasanya klien membanting semua barang-barang yang ada
di rumah.

3.1.3 Faktor Predisposisi


Klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu yakni pada
tahun 2017. Pada saat itu klien mengalami skizofrenia namun dengan
gangguan halusinasi penglihatan. Klien sudah hampir sembuh, namun
karena ketidakpatuhan minum obat, klien akhirnya kambuh lagi dan dibawa
lagi ke rumah sakit. Pengobatan yang kurang berhasil ini disebabkan karena
klien menganggap bahwa dirinya sudah sembuh dan tidak perlu lagi minum
obat. Selain itu klien juga mengatakan bahwa ia diberikan empat jenis obat

16
namun ia hanya minum tiga jenis obat karena biasanya ia hanya minum tiga
jenis obat dan ada salah satu obat yang menyebabkan nyeri ulu hati pada
klien. Klien mengatakan tidak pernah melakukan dan mengalami tindakan
kriminal, penganiayaan fisik dan penganiayaan seksual. Klien pernah
melakukan kekerasan di rumah namun bukan kepada orang lain, melainkan
pada barang-barang yang ada di rumahnya. Kekerasan itu dilakukan klien
pada saat mendengar halusinasi yang selalu membuatnya ingin merusak dan
membanting barang-barang yang ada di rumah. Klien mengalami penolakan
dari suami dimana suami klien sering mengatai klien jelek dan miskin. Klien
mengatakan bahwa ia diantar oleh tetangganya ke rumah sakit. Masalah
keperawatan yang dialami oleh klien adalah regimen terapetik inefektif
dan risiko perilaku kekerasan.

3.1.4 Riwayat kesehatan keluarga dan pengalaman yang tidak


menyenangkan
Saat dikaji, klien mengatakan bahwa tidak ada keluarga yang
mengalami penyakit jiwa. Klien mengatakan bahwa pengalaman masa lalu
yang tidak menyenangkan adalah saat direndahkan oleh suaminya sebagai
wanita yang jelek dan miskin. Klien juga mengatakan bahwa ia pernah
mengalami penolakan dari warga sekitar rumahnya karena dianggap
mengganggu sehingga di bawa ke rumah sakit jiwa. Masalah keperawatan
yang dialami oleh klien adalah harga diri rendah dan koping keluarga
tidak efektif.

3.1.5 Pengkajian Fisik


Berdasarkan pengkajian fisik yang telah dilakukan, tekanan darah
klien 110/70 mmHg, nadi 88 kali/menit, suhu 36,4 C, pernapasan 18
kali/menit dan skala nyeri 0/10. Tinggi badan klien 154 cm dan berat badan
54,6 kg. IMT klien 23. Status gizi klien saat ini berada pada keadaan normal.
Klien mengatakan bahwa tidak ada keluhan fisik yang berarti hanya saja
klien mengatakan bahwa ia sering merasa mengantuk.

17
3.1.6 Psikososial

Klien adalah anak pertama dari tujuh bersaudara.Kedua orang tua


klien sudah meninggal. Klien menikah dengan seorang pria yang
merupakan anak pertama dari lima bersaudara dan dianugerahi tiga orang
anak. Anak pertama dan kedua adalah seorang laki-laki dan anak ketiga
adalah seorang perempuan. Anak bungsunya sudah menikah dan bekerja
sebagai TKI di Malaysia.Sekarang klien tinggal dengan suami dan kedua
anak laki-lakinya.Klien hanya dekat dengan kakak sepupunya sedangkan
dengan anggota keluarga kandungnya tidak terlalu dekat. Klien mengatakan

18
bahwa ia jarang berkomunikasi dengan suaminya selama di rumah.
Suaminya hanya berbicara dengannya apabila ada hal penting saja. Klien
mengatakan bahwa ia jarang diikutsertakan dalam pengambilan keputusan
di rumah. Suami klien merupakan kepala keluarga dan ibu S sering bekerja
paruh waktu sebagai pemetik kangkung. Klien mengatakan bahwa ia
bekerja sebagai pemetik kangkung karena ia suka memetik kangkung. Tiap
harinya klien mendapatkan upah sebesar Rp.15.000 dari hasil memetik
kangkung. Klien tampak tidak pernah dijenguk oleh suaminya selam
dirawat di ruang abimanyu. Masalah keperawatan yang dialami oleh
klien adalah koping keluarga tidak efektif.

3.1.7 Konsep Diri


Klien mengatakan bahwa ia hanya menyukai rambutnya karena
menurutnya dirinya tidak begitu cantik dan hanya rambutnya yang bagus.
Klien mengatakan bahwa ia merasa jelek. Suami klien sering mengatai klien
sebagai wanita jelek dan miskin. Klien adalah seorang wanita yang bekerja
sebagai ibu rumah tangga dan pemetik kangkung klien berperan sebagai
anggota keluarga dalam keluarganya. Klien mengatakan bahwa ia tidak
pernah ikut dalam kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggalnya. Klien
mengatakan bahwa ia ingin cepat pulang. Klien sering mengungkapkan rasa
rendah diri dengan mengungkapkan bahwa pada dasarnya ia memang jelek
dan apabila berdandan juga tetap jelek. Klien juga sering membandingkan
dirinya dengan klien lain di ruang Abimanyu dan mengatakan bahwa
dirinya jelek karena kulitnya hitam. Saat diminta untuk berpartisipasi dalam
kegiatan rehabilitasi psikososial klien mengatakan bahwa ia tidak bisa apa-
apa. Hingga akhirnya ia bersedia untuk berpartisipasi saat diberi dukungan
oleh perawat di ruang rehabilitasi. Masalah keperawatan yang dialami
oleh klien adalah harga diri rendah.

3.1.8 Hubungan Sosial


Klien mengatakan bahwa orang yang paling berarti bagi klien adalah
kakak sepupunya. Klien mengatakan bahwa ia tidak dekat dengan suaminya

19
maupun anak-anaknya yang tinggal bersamanya. Klien mengatakan saat
dirumah ia jarang berkomunikasi dengan sang suami dan hanya
berkomunikasi jika ada keperluan saja. Klien mengatakan bahwa ia tidak
pernah diikutsertakan dalam pengambilan keputusan rumah tangga. Klien
mengatakan bahwa ia tidak pernah mengikuti kegiatan sosial di masyarakat.
Klien mengatkan bahwa hal yang menghambatnya dalam bersosialisasi di
lingkungannya adalah adanya rasa malas berhubungan dengan orang-orang
serta rasa malu akibat stigma gangguan jiwa yang ada di lingkungan tempat
tinggalnya. Masalah keperawatan yang dialami oleh klien adalah isolasi
sosial.

3.1.9 Spiritual
Klien beragama islam. Klien mengatakan bahwa ia tidak pernah
sholat dan sudah lupa caranya sholat. Klien juga sudah tidak pernah
mengikuti kegiatan pengajian yang ada di lingkungan rumahnya.

3.1.10 Status Mental


a. Penampilan
Klien tampak sering mengikat rambutnya namun rambut klien kadang
tampak berantakan. Klien jarang berias dan hanya menggunakan lipstik
apabila berias. Klien membutuhkan motivasi darai perawat untuk
berdandan. Klien mengatakan bahwa ia akan tetap jelek jika berdandan
karena pada dasarnya ia sudah jelek. Gigi klien tampak kuning dan
memiliki karang gigi. Terdapat aroma yang tidak enak dari nafas klien.
Klien mengatakan bahwa ia hanya menyikat gigi sekali sehari.
Masalah keperawatan yang dialami oleh klien adalah defisit
perawatan diri.

b. Pembicaraan, aktivitas motorik, alam perasaan, afek dan interaksi


selama wawancara
Klien berbicara inkoheren. Klien sering beralih topik saat sedang
berinteraksi, mudah berpindah-pindah kalimat dan terkadang kalimat

20
yang diucapkan sering tidak nyambung. Klien selalu kelihatan lesu, saat
dikaji klien mengatakan bahwa ia lesu karena merasa mengantuk. Klien
tampak sulit memulai percakapan dengan orang lain. Klien selalu
mengatakan bahwa dirinya bukanlah apa-apa dan klien mengatakan
bahwa dirinya tidak cantik dan miskin. Klien tampak sering menghela
napas saat menceritakan tentang dirinya. Klien tampak memiliki afek
labil, hal ini ditandai dengan klien mengalihkan pembicaraan ke topik
lain apabila topik pembicaraan tidak sesuai. Namun terkadang klien
juga ikut terbawa pembicaraan. Kontak mata klien tampak kurang saat
sedang diajak berinteraksi. Klien terkadang tampak tidak fokus dan
kontak mata klien sering terputus.

c. Persepsi
Klien mengatakan bahwa ia selalu mendengar suara laki-laki yang
bernama Suherman dan menyebut dirinya sebagai suami klien. Suara
ini biasa klien dengarkan pada saat malam sebelum tidur atau pada pagi
hari setelah bangun tidur. Klien mengatakan suara-suara ini sering
terdengar apalagi pada saat klien hanya sendiri. Klien mengatakan
bahwa ia merasa marah setelah mendengar suara-suara tersebut hingga
akhirnya ia mulai membanting barang-barang yang ada di rumahnya.
Klien tampak kesal saat menceritakan halusinyasinya. Klien
mengatakan bahwa ia merasakan lebih lega setelah membanting
barang-barang di rumah. Klien tampak kesal saat menyebutkan nama
suherman. Masalah keperawatan halusinasi pendengaran. Masalah
keperawatan yang dialami oleh klien adalah halusinasi
pendengaran.

d. Isi pikir, proses pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat


konsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, daya tilik diri
Proses pikir klien sirkumstansial dimana klien sering berbicara
dengan kalimat yang berbelit-belit namun sampai pada tujuan. Tingkat
kesadaran, klien tampak bingung saat ditanya mengenai tanggal dan

21
waktu. Klien tampak mengantuk dan ia juga mengeluh mengantuk.
Klien sering lupa. Saat ditanya mengenai sesuatu yang diajarkan
beberapa hari yang lalu, klien sudah tidak ingat lagi apa yang diajarkan.
Klien dapat menjawab dengan benar saat diberikan pertanyaan
hitungan sederhana. Klien mampu berkonsentrasi misalnya pada saat
sedang berinteraksi. Klien mengalami gangguan ringan pada
kemampuan penilaian. Saat diberikan kesempata untuk mengambil
keputusan klien tampak bingung, namun saat dibantu dalam mengambil
sebuah pilihan klien dapat memutuskan akan memilih apa.klien sering
menyalahkan hal-hal yang terjadi diluar dirinya. Klien menyalahkan
suara halusinasi yang didengarnya sebagai penyebab ia menjadi seperti
ini.

3.1.11 Kebutuhan Persiapan Pulang


Klien mampu BAB/BAK, makan, mandi dan berpakaian secara
mandiri tanpa bantuan orang lain. Klien tampak memiliki pola istirahat yang
cukup selama di rawat. Mengenai penggunaan obat, klien masuk dalam
kategori yang membutuhkan bantuan minimal. Meskipun klien teratur
minum obat selama dirawat namun saat dirumah perlu bantuan keluarga
untuk mengingatkan dan mengecek kepatuhan klien minum obat. Klien di
dalam rumah yang dapat dilakukan oleh klien adalah merapihkan rumah,
menyiapkan makanan dan mencuci pakaian. Kegiatan diluar rumah yang
bisa dilakukannya adalah memetik kangkung dan berbelanja di pasar.
3.1.12 Aspek Medik
Diagnosa medis klien adalah skizofrenia.
Terapi medik yang diterima :
- Trihexipenidil 2 mg/8 jam/oral
- Haloperidol 5 mg/8 jam/oral
- Chlorpromazine 100 mg/24 jam/oral
- Defacote ER 500 mg/24 jam/oral

22
3.2 Analisa Data

Tgl Data Subjektif Data Objektif Masalah


keperawatan
19/2/2019 1. Klien mengatakan bahwa dirinya hanya menyukai rambutnya 1. Klien tampak lesu. Harga diri
2. Klien mengatakan bahwa dirinya tidak begitu cantik 2. Klien tampak beberapa rendah
3. Klien mengatakan bahwa dirinya hanyalah pemetik kangkung dan kali menghela napas saat
ibu rumah tangga berbicara mengenai
4. Klien mengatakan bahwa suaminya sering menyebutnya jelek dan gambaran dirinya.
miskin.
5. Klien mengatakan bahwa ia tidak akan jadi cantik meski berdandan.
6. Klien mengatakan tidak bisa melakukan apa-apa saat diajak untuk
maju di ruang rehabilitasi psikososial.
7. Klien mengatakan bahwa ia jelek karena kulitnya hitam.
8. Klien sering mengatakan bahwa ia lebih jelek dari temannya atau
temannya lebih cantik dari dirinya.
19/2/2019 1. Klien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan di lingkungan 1. Klien tampak lesu Isolasi Sosial
masyarakat karena malas bersosialisasi dan malu dengan stigma 2. Klien tampak kesulitan
gangguan jiwa yang dimilikinya. untuk memulai percakapan

23
2. Klien mengatakan bahwa ia jarang berkomunikasi dengan anak dan
suaminya meskipun tinggal di rumah yang sama.
3. Klien mengatakan bahwa ia hanya berkomunikasi dengan suaminya
jika ada keperluan saja.
19/2/2019 1. Klien mengatakan bahwa ia hanya sikat gigi sekali sehari. 1. Klien tampak sering Defisit
2. Klien mengatakan ia malas berdandan karena ia akan tetap jelek mengikat rambutnya perawatan
meskipun berdandan. namun rambut klien diri :
kadang tampak sedikit kebersihan
berantakan. diri dan
2. Gigi klien tampak kuning berias
dan memiliki karang gigi. berdandan
3. Terdapat aroma yang tidak
enak dari nafas klien.
19/2/2019 1. Klien mengatakan selalu mendengar suara laki-laki yang bernama 1. Klien memiliki afek labil. Halusinasi
Suherman dan menyebut dirinya sebagai suami klien. 2. Klien tampak berbicara
2. Klien mengatakan Suara ini biasa klien dengarkan pada saat malam inkoheren.
sebelum tidur atau pada pagi hari setelah bangun tidur. 3. Klien tidak fokus.
3. Klien mengatakan suara-suara ini sering terdengar apalagi pada saat
klien hanya sendiri.

24
4. Klien mengatakan bahwa ia merasa marah setelah mendengar 4. Kontak mata kurang,
suara-suara tersebut. sering memandang kearah
5. Klien mengatakan bahwa ia baru merasa lega setelah membanting lain.
barang-barang dirumahnya 5. Proses pikir sirkustansial.
19/2/2019 1. Klien mengatakan bahwa dirinya sering membanting barang-barang 1. Saat menceritakan Risiko
di rumah halusinasinya klien tampak perilaku
2. Klien mengatakan dirinya menyalahkan suherman. kesal. kekerasan
2. Klien tampak kesal saat
menyebut namasuherman.
20/2/2019 1. Klien mengatakan bahwa ia tidak minum obat teratur karena ia 1. Halusinasi klien kambuh. Regimen
merasa sudah sembuh 2. Klien dibawa ke rumah terapeutik
2. Klien mengatakan bahwa ia tidak meminum salah satu obat karena sakit karena marah-marah inefektif
menyebabkan nyeri ulu hati di rumah.

20/2/2019 1. Klien mengatakan bahwa ia jarang berkomunikasi dengan 1. Klien tampak tidak pernah Koping
suaminya dijenguk oleh suami atau keluarga
2. Klien diantar ke rumah sakit oleh tetangga keluarga tidak efektif

25
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah
2. Isolasi sosial : menarik diri
3. Defisit perawatan diri
4. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi : pendengaran
5. Risiko Perilaku Kekerasan berhubungan dengan
6. Regimen terapeutik inefektif
7. Koping keluarga tidak efektif
3.4 Pohon Masalah

Risiko Perilaku Kekerasan


Defisit Perawatan Diri Harga Diri Rendah

Halusinasi
Isolasi Sosial

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Regimen Terapeutik Koping Keluarga Tidak


Inefektif Efektif

26
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian Keperawatan


Dalam pengkajian Ny. S ditemukan mengalami halusinasi
pendengaran sehingga dirawat di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor sejak
tanggal 5 Febuari 2019. Pengumpulan data diperoleh dari klien dan perawat
yang menanganinya. Berdasarkan hasil pengkajian, ditemukan faktor
predisposisi bahwa Ny. S sudah pernah mengalami gangguan jiwa di masa
lalu, dengan diagnosa medis skizofrenia dan diagnosa keperawatan
halusinasi penglihatan pada tahun 2017. Klien merasa melihat ada seseorang
pria yang selalu mengajak dan berupaya untuk mengajak klien melakukan
hubungan seksual. Hal tersebut terulang kembali namun dengan jenis
halusinasi yang berbeda. Klien masuk kembali ke Rumah Sakit Marzoeki
Mahdi (RSMM) Bogor karena marah-marah di rumah. Klien mengatakan
bahwa penyebabnya karena ada suara bisikan dari orang yang bernama
Suherman dan mengaku sebagai suami dari klien. Ketika mendengar bisikan
tersebut, klien menjadi marah dan terpicu untuk menghancurkan semua
perabotan di rumahnya. Pada pengkajian lebih lanjut, klien menjelaskan
bahwa tidak ada keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa. Klien juga
mengakui bahwa tidak pernah lagi minum obat sejak di rumah karena
merasa dirinya sudah sembuh. Selain itu, klien mengatakan bahwa pada
pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena dari empat jenis obat ada
satu obat yang menyebabkan klien merasakan nyeri pada ulu hati sehingga
klien malas minum obat. Pernyataan ini memunculkan pemikiran bahwa
Regimen Terapeutik Inefektif (RTIE) juga menjadi faktor predisposisi
munculnya kembali halusinasi. Selain itu, sejak pulang dari perawatan jiwa
sebelumnya, klien justru semakin diri menarik diri dari lingkungan tempat
tinggalnya, tidak pernah lagi mau terlibat pada kegiatan RT/RW karena
merasa malas dan malu dengan stigma gangguan jiwa yang diberikan
kepadanya. Klien di rumah juga tidak memiliki hubungan dan komunikasi
yang erat dan akrab dengan suami maupun keluarga besarnya. Selain itu,

27
klien juga mengatakan bahwa yang membawanya ke rumah sakit bukanlah
keluarga, melainkan tetangga. Data obyektif menunjukkan bahwa selama
dirawatpun klien tidak pernah dibesuk oleh keluarga besarnya. Berdasarkan
hal tersebut, disimpulkan bahwa Koping Keluarga Tidak Efektif (KKTE)
menjadi faktor presipitasi kekambuhan klien.
Pada pengkajian keperawatan Ny.S dengan pengkajian yang ada
pada teori terdapat kesamaan dan perbedaan dari lima diagnosa yang
ditegakkan. Diagnosa pertama adalah halusinasi. Menurut Dalami (2014),
halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau
gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua sistem penginderaan yang disertai tanda dan
gejala halusinasi sebagai berikut (Hartono, 2012), yaitu: bicara,senyum dan
tertawa sendiri, mengatakan mendengar suara, merusak diri sendiri/orang
lain/lingkungan, tidak dapat membedakan hal yang nyata dan yang mistis,
tidak dapat memusatkan konsentrasi, pembicaraan kacau terkadang tidak
masuk akal, sikap curiga dan bermusuhan, menarik diri, menghindar dari
orang lain, sulit membuat keputusan, ketakutan, mudah tersinggung,
menyalahkan diri sendiri/orang lain, tidak mampu memenuhu kebutuhan
sendiri, muka merah kadang pucat, ekspresi wajah tegang, tekanan darah
meningkat, nadi cepat, banyak keringat.
Beberapa dari teori tersebut tampak nyata pada ekspresi, sikap, serta
perilaku yang ditunjukkan oleh Ny.S. Dari hasil pengkajian pada tanggal
19 Febuari 2019, ditemukan data subyektif bahwa: klien mengatakan selalu
mendengar suara laki-laki yang bernama Suherman dan menyebut dirinya
sebagai suami klien. Klien mengatakan suara ini biasa klien dengarkan pada
saat malam sebelum tidur atau pada pagi hari setelah bangun tidur. Klien
mengatakan suara-suara ini sering terdengar apalagi pada saat klien hanya
sendiri. Klien mengatakan bahwa ia merasa marah setelah mendengar suara-
suara tersebut. Selain itu, pada observasi ditemukan data obyektif berupa
klien memiliki afek labil, klien tampak berbicara inkoheren, klien tidak
fokus, ontak mata kurang, sering memendang ke arah lain, disertai dengan
proses pikir sirkumtansial.

28
Diagnosa ke dua adalah Resiko Perilaku Kekerasan (RPK). Menurut
teori Keliat (2011) perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang
diespresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan atau
merusak lingkungan. Respons tersebut biasanya muncul akibat adanya
stresor. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungan (Keliat, 2011). Menurut Yosep (2009)
mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut: secara fisik : muka merah dan tegang, mata melotot/ pandangan
tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, postur tubuh kaku, serta jalan
mondar-mandir. secara verbal : bicara kasar, suara tinggi, membentak atau
berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, mengumpat dengan kata-kata
kotor, suara keras, ketus. hal ini sesuai dengan data subyektif dan obyektif
yang muncul pada klien. Hal ini sesuai dengan data subyektif yang
disampaikan oleh klien. Data subyektif: klien mengatakan bahwa dirinya
sering membanting barang-barang di rumah, terakhir dua minggu yang lalu
namun sekarang sudah sadar bahwa tindakan tersebut merugikan, klien
mengatakan dirinya melakukan hal tersebut karena menyalahkan
Suherman. Data obyektif yang terlihat pada klien adalah sebagai berikut:
klien terlihat kesal setiap kali menyebutkan nama Suherman dan saat
halusinasinya muncul.
Diagnosa ke tiga adalah isolasi sosial. Menurut teori isolasi sosial
merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain maupun kumunikasi dengan
orang lain (Trimelia, 2011). Tanda dan gejala yang muncul pada umumnya
adalah menyendiri di ruangan, menarik diri dari lingkungan, sedih, afek
datar, mengekspresikan penolakan atau kesepian. Pada Ny. S, gejala yang
terlihat sebagai data obyektif adalah klien tampak lesu, klien tampak
kesulitan untuk memulai percakapan, dan klien tampak lebih sering
mengurung diri di kamar. Data subyektif yang didapat adalah klien
mengatakan orang yang berharga dalam hidupnya hanya kakak sepupunya,
klien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan di lingkungan

29
masyarakat, dan klien mengatakan adanya rasa malas berhubungan dengan
orang lain.
Diagnosa ke empat adalah Harga Diri Rendah (HDR). Menurut teori
Maramis (2009), Harga Diri Rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak
berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif
terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya
diri , merasa gagal karena karena tidak mampu mencapai keinginan
sesuai ideal diri. Data subyektif yang ditemukan saat pengkajian adalah
Klien mengatakan bahwa dirinya hanya menyukai rambutnya, klien
mengatakan bahwa dirinya tidak begitu cantik, klien mengatakan bahwa
dirinya hanyalah pemetik kangkung dan ibu rumah tangga, , dan klien
mengatakan bahwa suaminya pernah menyebutnya jelek dan miskin. Data
obyektif yang tampak adalah klien tampak lesu, serta klien tampak beberapa
kali menghela napas saat berbicara mengenai gambaran dirinya.
Diagnosa ke lima adalah Defisit Perawatan Diri (DPD). Menurut
teori Damaiyanti (2012) Kurang perawatan diri terlihat dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum
secara mandiri, berhias secara mandiri, toileting (BAK/BAB). Data
subyektif yang disampaiakan oleh klien adalah klien hanya menyikat gigi
satu kali sehari. Data obyektif yang ditemukan oleh kelompok saat
bmengobservasi dan mengkaji klien adalah bsebagai berikut: rambut klien
tampak diikat namun berantakan, gigi klien tampak kuning dan memiliki
karang gigi, serta tercium aroma tidak sedap dari mulut klien.

4.2 Diagnosa Keperawatan


4.2.1 Pengertian Diagnosa Keperawatan
Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 19 Februari
2019 sampai 21 Februari 2019 di ruang Abimanyu Rumah Sakit
Jiwa Marzoeki Mahdi Bogor. Dari hasil pengkajian ditegakkan
diagnosa utama gangguan persepsi sensori : halusinasi, diagnosa
kedua Resiko Perilaku Kekerasan, diagnosa ketiga Isolasi sosial,

30
yang keempat Gangguan konsep diri : Harga diri rendah, dan
diagnosa yang terakhir Defisit Perawatan Diri.
- Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
penghidu (Direja S. , 2013). Sedangkan menurut Dalami (2014),
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu
objek atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
penginderaan.
- Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,
baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang
dirasakan sebagai ancaman (Sari, 2015).
- Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
(Eko, 2014:102).
- Isolasi social merupakan upaya klien untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan
orang lain maupun kumunikasi dengan orang lain(Trimelia,
2011).
- Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada
pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan
proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terlihat dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri antaranya mandi,
makan minum secara mandiri, berhias secara mandiri, toileting
(BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012).

31
4.2.2 Alasan Penegakan Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data-data yang ditunjukan oleh klien maka penulis
memprioritaskan diagnosa utama gangguan persepsi sensori : halusinasi,
diagnosa kedua Resiko Perilaku Kekerasan (RPK), diagnosa ketiga isolasi
sosial, yang keempat gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah (HDR), dan
diagnosa yang terakhir Defisit Perawatan Diri (DPD) .
Menurut Hartono (2012) tanda dan gejala halusinasi menurut,
bicara,senyum dan tertawa sendiri, mengatakan mendengar suara, merusak
diri sendiri/orang lain/lingkungan, tidak dapat membedakan hal yang nyata
dan yang mistis, tidak dapat memusatkan konsentrasi, pembicaraan kacaw
terkadang tidak masuk akal. Data yang ditemukan di klien adalah klien
mengatakan selalu mendengar suara laki-laki yang bernama Suherman dan
menyebut dirinya sebagai suami klien, klien mengatakan, suara ini biasa
klien dengarkan pada saat malam sebelum tidur atau pada pagi hari setelah
bangun tidur, klien mengatakan suara-suara ini sering terdengar apalagi
pada saat klien hanya sendiri, klien mengatakan bahwa ia merasa marah
setelah mendengar suara-suara tersebut. Data objektifnya klien tampak
berbicara inkoheren, klien tidak fokus, kontak mata kurang, sering
memendang kearah lain dan proses roses pikir sirkustansial. Berdasarkan
data-data yang ditunjukkan oleh klien maka penulis memprioritaskan
diagnosa keperawatan perubahan persepsi sensori halusinasi pendengaran.
Diagnosa keperawatan kedua yang diangkat adalah Resiko Perilaku
Kekerasan . Data subjektif yang didapat dari masalah ini adalah klien
mengatakan bahwa dirinya sering membanting barang-barang di rumah,
klien mengatakan dirinya menyalahkan suherman dan data objektifnya saat
menceritakan halusinyasinya klien timpak kesal, klien tampak kesal saat
menyebut nama suherman. Masalah ini menjadi priorritas kedua karena
perilaku kekerasan bisa membahayakan lingkungan, orang lain, maupun diri
sendiri. Menurut Direja (2013) masalah keperawatan resiko perilaku
kekerasan muncul karena adanya halusinasi. Sesuai dengan teori tersebut
penulis mengambil diagnosa resiko perilaku kekerasan menjadi Diagnosa

32
kedua karena sesuai kasus pada Ny S resiko perilaku kekerasan berawal dari
halusinasi pendengaran.
Diagnosa keperawatan ketiga adalah harga diri rendah, masalah ini
diangkat karena berdasarkan pengkajian data subjektif klien mengatakan
bahwa dirinya hanya menyukai rambutnya, klien mengatakan bahwa dirinya
tidak begitu cantik, klien mengatakan bahwa dirinya hanyalah pemetik
kangkung dan ibu rumah tangga, klien mengatakan bahwa dirinya hanya
bisa pasrah dan bersyukur, klien mengatakan bahwa suaminya pernah
menyebutnya jelek dan miskin, klien mengatakan bahwa dirinya bukanlah
apa-apa, jadi sabar saja. Dan untuk data objektifnya Klien tampak lesu, klien
tampak beberapa kali menghela napas saat berbicara mengenai gambaran
dirinya.
Diagnosa keperawatan keempat yang diangkat penulis adalah Isolasi
sosial, masalah ini ditegakan karena sesuai pengkajian didaptkan data
subjektif klien mengatakan orang yang berarti baginya hanya kakak
sepupunya, klien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan di
lingkungan masyarakat, klien mengatakan bahwa hambatan dalam
kehidupan sosialnya adalah rasa malas berhubungan dengan orang lain. Dan
data objektif klien tampak lesu, klien tampak kesulitan untuk memulai
percakapan. Secara teori masalah Isolasi sosial muncul karena adanya harga
diri rendah (Ditreja 2013). Sehingga atas dasar inilah penulis menetapkan
isolasi sosial menjadi diagnosa karena harga diri renda harus diatasi terlebih
dahulu agar masalah isolasi sosial bisa teratasi.
Untuk diagnosa keperawatan jiwa terakhir adalah defisit perawatan
diri karena sesuai pengkajian didapatkan data subjektif, klien mengatakan
bahwa ia hanya sikat gigi sekali sehari, dan data objektifnya, klien tampak
menggunakan baju dengan rapi, klien tampak sering mengikat rambutnya
namun rambut klien kadang tampak sedikit berantakan, kambut klien
tampak bersih dan tidak ada kutu, klien tampak sering menggunakan lipstick
untuk berdandan, gigi klien tampak kuning dan memiliki karang gigi,
terdapat aroma yang tidak enak dari nafas klien. Diagnosa ini menjadi
diagnosa kelima karena masalah ini tidak mengancam nyawa.

33
Data pengkajian tidak hanya menunjukkan diagnosa keperawatan
jiwa, melainkan juga diagnosa dua keperawatan umum seperti Koping
Keluarga Tidak Efektif (KKTE) dan Regimen Terapeutik Inefektif (RTIE).
Kedua diagnosa ini berada di urutan terakhir karena kelompok
memprioritaskan masalah keperawatan jiwa. Untuk diagnosa Koping
Keluarga Tidak Efektif (KKTE), ditemukan data sejak pulang dari
perawatan jiwa sebelumnya, klien justru semakin diri menarik diri dari
lingkungan tempat tinggalnya, tidak pernah lagi mau terlibat pada kegiatan
RT/RW karena merasa malas dan malu dengan stigma gangguan jiwa yang
diberikan kepadanya. Klien di rumah juga tidak memiliki hubungan dan
komunikasi yang erat dan akrab dengan suami maupun keluarga besarnya.
Klien juga mengatakan bahwa yang membawanya ke rumah sakit bukanlah
keluarga, melainkan tetangga. Data obyektif menunjukkan bahwa selama
dirawatpun klien tidak pernah dibesuk oleh keluarga besarnya. Masalah ini
diangkat karena keluarga mempunyai peranan besar dalam proses
penyembuhan klien.
Untuk diagnosa Regimen Terapeutik Inefektif (RTIE), ditemukan
data bahwa klien mengakui jika dirinya tidak pernah lagi minum obat sejak
di rumah karena merasa dirinya sudah sembuh. Selain itu, klien mengatakan
bahwa pada pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena dari empat jenis
obat ada satu obat yang menyebabkan klien merasakan nyeri pada ulu hati
sehingga klien malas minum obat..
4.3 Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana keperawatan
masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini (Kusumawati dan
hartono, 2011). Kelebihan dan kekuragan selama melaksanakan tindakan
keperawatan pada Nn. S adalah:
4.3.1 Kelebihan / Faktor Pendukung
Kelebihan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien
adalah klien kooperatif saat intrervensi dilakukan, klien memiliki

34
rasa percaya yang besar pada perawat sehingga tindakan yang
dilakukan dapat terlaksana dengan baik. Selain itu faktor pendukung
lainnya dalam pelaksanaan intervensi keperawatan pada Ny S ini
adalah perawat memiliki waktu yang cukup panjang dalam
pelaksanaan intervensi, yaitu delapan hari, sehingga intervensi yang
dilaksanakan dapat diimplementasikan dengan hampir maksimal.
4.3.2 Kekurangan / Faktor Penghambat
Pelaksanaan tindakan atau implementasi yang sesuai dengan teori
tetapi tidak ada pada saat praktek adalah klien belum mendapat
dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya karena
keluarga klien jarang sekali datang menjenguk klien di rumah sakit.
Hal ini menjadi suatu penghambat karena dukungan orang terdekat
atau keluarga sangat berpengaruh pada kesembuhan klien.
Kekurangan atau penghambat dalam pelaksanaan intervensi
keperawatan pada Ny S ini adalah dimana klien memiliki gangguan
pada ingatan jangka pendek, sehingga ada beberapa intervensi atau
SP yang tidak berjalan dengan baik. Dari lima diagnosa keperawatan
yang kelompok angkat diagnosa keperawatan, ada satu diagnosa
keperawatan yang Strategi Pekasanaannya (SP) belum selesai
dilaksanakan sepenuhnya, yakni harga diri rendah (HDR). Intervensi
hanya dilakukan sampai pada tahap SP I, dimana klien mampu
mengidentifikasi aspek positif yang ada di dalam dirinya.

4.4 Hasil Evaluasi


Pada diagnosa keperawatan halusinasi sudah dilakukan intervensi
selama 4x24 jam (19 - 22 Febuari 2019) dengan harapan terbina hubungan
saling percaya antara perawat dengan klien sehingga klien mampu
mengidentifikasi jenis, isi, waktu, respon, durasi halusinasi serta mampu
mengontrolnya dengan beberapa cara, misalnya menghardik, bercakap-cakap
dengan orang sekitar, melakukan kegiatan positif, serta patuh mengonsumsi
obat sesuai dengan anjuran dokter. Setelah dilakukan interaksi dan edukasi
Strategi Pelaksanaan (SP) I-IV, klien mampu menyebutkan dan

35
mendemosntrasikan keempat SP, akan tetapi, pantauan perawat menunjukkan
bahwa klien tidak pernah mengisi jadwal harian yang sudah dibuat bersama,
namun tetap latihan untuk mempraktikkan semuanya sekali sehari.
Pada diagnosa keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan (RPK), sudah
dilakukan intervensi selama 3x24 jam (23, 25-26 Febuari 2019) dengan
harapan klien mampu mengidentifikasi penyebab muncunya rasa marah dan
perilaku kekerasan, tanda dan gejala, respon dan cara mengontrolnya dengan
tarik napas dalam, pukul bantal, berbicara secara baik-baik (mengungkapkan
perasaan, meminta dan menolak), meningkatkan kemampuan spiritual, dan
patuh minum obat sesuai dengan anjuran dokter. Dari keseluruhan intervensi
yang dilakukan, hasil observasi menunjukkan bahwa secara keseluruhan klien
mampu menyebutkan SP I-V, akan tetapi kesulitan dalam meningkatkan niat
untuk menjalankan ibadah, seperti sholat. Klien lebih suka untuk melakukan
tarik napas dalam dan minum obat teratur sebagai upaya mengontrol resiko
perilaku kekerasan yang mungkin muncul.
Untuk diagnosa keperawatan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri
Rendah, intervensi yang dijalankan hanya sampai pada SP I, yaitu
meingidentifikasi aspek positif yang ada dalam dirinya, yakni klien selalu
selalu bersyukur, sabar, mampu merapikan barang-barang di sekitar dengan
baik, mampu melakukan perawatan diri mandiri: mandi, BAB/BAK, dan
makan. Intervensi tidak dapat dilanjutkan ke SP berikutnya karena klien sudah
terlanjur pulang sebelum SP II dilakukan.
Pada diagnosa isolasi sosial, SP yang diberikan berlangsung dari SP I-
IV. Pada evaluasi terakhir, klien berhasil memperkenalkan diri dan
berkomunikasi dengan lebih dari dua orang pasien serta perawat. Hanya saja,
observasi kami menunjukkan bahwa klien masih harus dimotivasi untuk
memulai percakapan dengan orang di sekitar.
Pada diagnosa defisit perawatan diri (DPD), klien sudah berhasil
menyebutkan dan mendemonstrasikan kemampuan yang diharapkan secara
mandiri pada SP I-IV, yakni kemampuan membersihkan diri, makan, toileting,
serta berdandan-berhias. Catatan khusus dari observasi kami, klien masih
memerlukan motivasi saat berdandan-berhias. Secara keseluruhan, klien

36
memiliki progresifitas yang baik dan perlu diapresiasi, dimana pada pertemuan
ke V, klien sudah mampu menata dan mengikat rambut dengan lebih rapi, bau
mulut sudah tidak tercium lagi, dan sudah berdandan sederhana sepantasnya.
Pada diagnosa keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif (KKTE)
berhubungan dengan dukungan timbal balik yang tidak memadai antar anggota
keluarga ditandai dengan terbatasnya komunikasi antara klien dengan keluarga,
klien di rumah juga tidak memiliki hubungan dan komunikasi yang erat dan
akrab dengan suami maupun keluarga besarnya, klien juga mengatakan bahwa
yang membawanya ke rumah sakit bukanlah keluarga, melainkan tetangga.
Intervensi tidak dijalankan sehingga tidak ada hasil evaluasi yang didapatkan.
Pada diagnosa ini intervensi tidak dilakukan karena selama dirawat di rumah
sakit klien tidak pernah dikunjungi oleh keluarga.
Untuk diagnosa keperawatan Regimen Terapeutik Inefektif (RTIE),
yang kelompok kami telah lakukan adalah mengedukasi klien tentang lima
benar obat hampir di setiap sesi SP saat interaksi dengan klien. Kelompok
mengakui bahwa bentuk edukasi masih belum begitu tepat, mengingat klien
memiki daya ingat yang singkat, kelompok belum sempat menuliskan catatan
mengenai obat-obat yang dikonsumsi oleh klien, lengkap dengan nama, dosis,
waktu konsumsi, dan fungsinya. Walaupun demikian, yang paling penting
adalah klien sudah menyadari pentingnya minum obat secara teratur guna
mencegah kekambuhan.

37
BAB V
PENUTUP

Pada bab ini akan disimpulkan sesuai dengan pembahasan kasus dan asuhan
keperawatan yang telah diberikan sesuai dengan yang terjadi di lahan praktik serta
terdapat saran yang diberikan ke berbagai pihak guna meningkatkan pelayanan
kesehatan kepada klien halusinasi.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi dan pengkajian meliputi aspek identitas
klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososial, lingkungan,
pengetahuan, dan aspek medik didapati bahwa klien sering mendengar suara
laki-laki yang mengaku sebagai suaminya sehingga membuat klien merasa
kesal. Hal tersebut menunjukkan bahwa klien mengalami halusinasi
pendengaran, dikuatkan oleh hasil pengkajian bahwa klien sering beralih
topik saat sedang berbicara, topik yang diucapkan melompat-lompat dan
terkadang kalimat yang diucapkan tidak sesuai dengan topik.
Ketika halusinasi muncul, klien mulai membanting barang-barang
di rumahnya, klien akan berhenti membanting barang ketika sudah merasa
tenang dan aman, hal tersebut menunjukkan bahwa halusinasinya
menyebabkan risiko perilaku kekerasan. Klien juga tidak mengikuti
kegiatan di masyarakat karena klien merasa malas saat bertemu dengan
orang lain, hal ini menunjukkan klien mengalami isolasi sosial disebabkan
halusinasinya. Klien mengatakan bahwa ia hanya menyikat gigi satu kali
sehari ketika mandi pagi, ini menunjukkan klien mengalami defisit
perawatan diri, dikuatkan pula klien merasa malu karena giginya kuning dan
mulutnya bau. Defisit perawatan diri yang dialami oleh Ny. S menimbulkan
harga diri rendah sehingga menyebabkan isolasi sosial pada klien.
Beberapa gejala yang yang muncul tersebut merupakan tanda positif
klien mengalami halusinasi, penanganan halusinasi melibatkan kolaborasi
antar tenaga medis melaluli beberapa program rehabilitasi, medikasi, terapi
aktivitas, dan berbagai tindakan keperawatan untuk menunjang perbaikan
kondisi klien. Selain itu, setelah dilakukan tindakan keperawatan dari

38
beberapa diagnosa keperawatan seperti perencanaan yang dibuat
sebelumnya berdasarkan intervensi masalah keperawatan dan telah
dilakukan evaluasi dengan baik.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
Bagi pelayanan keperawatan khususnya diruang Abimanyu
diharapkan dapat lebih peduli terhadap kondisi klien dengan klien gangguan
jiwa, dapat memperlakukan klien dengan baik, dapat berkomunikasi
terapeutik dengan lebih baik kepada klien gangguan jiwa, dan dapat
memandang klien sebagai manusia yang utuh secara biopsikososial dan
spiritual sehingga klien dengan gangguan jiwa tetap mendapatkan
pelayanan yang lebih baik untuk memperpendek waktu rawat klien dengan
hasil yang maksimal.
5.2.2 Institusi Pendidikan
Kelompok menyadari bahwa dari pembahasan kasus dan asuhan
keperawatan yang dilakukan ini masih jauh dari kata sempurna. Pada
pembahasan kasus dan asuhan keperawatan ini, masih terdapat kekurangan-
kekurangan akibat dari keterbatasan kelompok sendiri, baik dari
keterbatasan pengetahuan kelompok dalam melakukan asuhan keperawatan
atau dari segi kekurangan waktu pada saat pembahasan kasus. Oleh karena
itu kelompok menyarankan bagi institusi pendidikan selanjutnya dapat
membahaskan kasus dan asuhan keperawatan yang sama agar dapat lebih
disempurnakan.

39
DAFTAR PUSTAKA
Barlow, H. D. & Durand, M.V. (2007). Psikologi abnormal. Jakarta: Penerbit
Pustaka belajar
Chisholm-Burns, M. A. (2016). Pharmacotherapy Principles & Practice Fourth
Edition. New York: McGraw-Hill Education.
Dalami E. Dkk. (2014). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: CV. Trans Info Media.
Damaiyanti. (2012). Asuhan keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Damaynti, M., & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama.
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Direja, A. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Medical
Book.
Hartono Y. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Herman Ade. (2011). buku ajar asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Hill, S., Bishop, J., Palumbo, D., & Sweeney, J. A. (2010). Effect of second
generation antipsychotics on cognition: current issues and future
challenges.
Ishibashi, T., Horisawa, T., Tokuda, K., Ishiyama, T., Ogasa, M., & Tagashira, R.
(2010). Pharmacological profile of lurasidone, a novel antipsychotic agent
with potent 5- hydroxytryptamine 7 (5-HT7) and 5-HT1A receptor activity.
Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Keliat, B.A, Akemat, Helena Novy, dan Nurhaeni Heni. 2007. Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course). Jakarta :EGC
Keliat, B. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic
Course). Jakarta: EGC.

40
Keliat, B. A., Helena, N., & Nurhaeni, H. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas. Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan RI. (2016). Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa
Masyarakat
Kusmawati, F., & Hartono, Y. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Leucht, S., Corves, C., Arbter, D., Engel, R., Li, C., & Davis, J. (2009). first-
generation Second Generation antipsychotic drugs for schizophrenia: a
meta-analysis. Lancet.
Maramis, W. F. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press.
Miyake, N., Miyamoto, S., & Jarsog , L. (2012). New serotonin/dopamine
antagonists for the treatment of schizophrenia.
Miyamoto, S., Miyake, N., Jarskog, L. F., Fleischckhhacker, W. W., & Liberman.
(2008). Pharmacological treatment of schizophrenia: a critical review of
the pharmacology and clinical effects of current and future therapeutic
agents. Molecular Psychiatry.
Nasir A dan Muhith A. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika.
Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Trans Info Media.
Stuart, G. W., & Sunden, S. J. (Buku Saku Keperawatan Jiwa). 2010 (3 ed.).
Jakarta: EGC.
Stuart, G.W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed 5. EGC, Jakarta
Trimelia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. CV. Trans Info
Medika.
Videbeck, Sheila L,. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

41
NURSING CARE PLAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
No Dx Perencanaan
Tgl Rasional
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan TUM : Klien mampu 1. Ekspresi wajah bersahat 1. Bina hubungan saling percaya 1. Untuk meningkatkan
persepsi mengontrol menunjukan rasa senang dengan mengungkapkan hubungan dengan klien
sensori: halusinasinya secara ada kontak mata. Mau prinsip komunikasi teraupetik. kearah yang lebih positif,
Halusinasi mandiri berjabat tangan, mau o Sapa klien dengan ramah meningkatkan hubungan
pendengaran menyebutkan nama, mau baik verbal maupun non interpersonal, dan
TUK 1 : menjawab salam, klien verbal diarahkan pada
Klien dapat membina mau duduk o Perkenalkan diri dengan pertumbuhan klien
hubungan saling berdampingan dengan sopan
percaya perawat, mau o Tanyakan nama lengkap
mengungkapkan klien dan nama panggilan
masalah yang dihadapi. yang disukai klien
o Jelaskan tujuan pertemuan
o Jujur dan menepati janji
o Tunjukan sikap simpati
dan menerima apa adanya
o Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan diri
klien
TUK 2 : 1. Klien dapat Adakan kontak sering dan singkat Kontrak sesering mungkin
Klien dapat mengenal menyebutkan waktu, isi, secara bertahap untuk meningkatkan rasa
halusinansinya frekuensi dan situasi percaya klien
yang menimbulkan Observasi tingkah laku klien Untuk mengidentifikasi
halusinasi. terkait dengan halusinasinya; gejala-gejala halusinasi
bicara dan tertawa tanpa stimulus
memandang
kekiri/kekanan/kedepan seolah-
olah ada teman bicara
Bantu klien mengenal Agar klien dapat
halusinansinya: mengenal dan mengetahui
a. Jika menemukan klien yang halusinasi yang dialami
sedang halusinasi
o Tanyakan apakah ada
suara yang didengar
o Jika klien menjawab ada,
lanjutkan : apa yang
dikatakan
o Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar
suara itu, namun perawat
sendiri tidak
mendengarnya (dengan
nada bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi)
o Katakan bahwa klien lain
juga ada seperti klien
o Katakan bahwa perawat
akan membantu klien
b. Jika klien tidak sedang
berhalusinasi klarifikasi
tentang adanya pengalaman Untuk mengidentifikasi
halusinasi/ pengalaman tentang
Diskusikan dengan klien : adanya halusinasi
o Situasi yang
menimbulkan/tidak Menidentifikasi halusinasi
menimbulkan halusinasi
(jika sendiri,
jengkel/sedih)
o Waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi
(pagi, siang, sore, dan
malam atau sering dan
kadang-kadang)
2. Klien dapat Diskusikan dengan klien apa Agar klien dapat
mengungkapkan yang dirasakan jika terjadi mengungkapkan
perasaan terhadap halusinasinya (marah/takut, sedih, halusianasi dan perasaan
halusinasinya senang) dan beri kesempatan yang dirasakan
untuk mengungkapkan
perasaannya.
TUK 3 : 3. Klien dapat 3.1 Identifikasi bersama klien Agar klien dapat belajar
Klien dapat mengontrol menyebutkan tidakan cara atau tindakan yang cara mengontrol
halusinasinya yang biasanya dilakukan jika terjadi halusinasinya
dilakukan untuk halusinasi (tidur, marah,
mengendalikan menyibukan diri dll)
halusinasinya. 3.2 Diskusikan manfaat dan cara
3. Klien dapat yang digunakan klien, jika Untuk mengidentifikasi
menyebutkan cara baru bermanfaat beri pujiaan keuntungan dan kerugian
3.3 Diskusikan cara baru untuk cara yang digunakan klien
memutus/mengontrol dalam mengontrol
tiimbulnya halusinasi : haludinasi
o Katakan : “saya tidak
mau dengar/lihat kamu” Untuk mengontrol
(pada saat halusinasinya halusinasi
terjadi)
o Menemui orang lain
(perawat/teman/anggota
keluarga) untuk
bercakap-cakap atau
mengatakan halusinasi
yang didengar/dilihat
o Membuat jadwal kegiatan
sehari-hari agar
halusinasi tidak sempat
muncul
o Meminta
keluarga/teman/perawat/
3. klien dapat memilih cara menyapa jika tampak
mengatasi halusinasi bicara sendiri
seperti yang telah
didiskusikan dengan 3.4 Bantu klien memilih dan Untuk melatih klien cara
orang lain. melatih cara memutus mengatasi halusinasinya
3. klien dapat melaksanakan halusinasi secara bertahap
cara yang telah dipilih 3.5 Beri kesempatan untuk Agar klien dapat
untuk mengendalikan melakukan cara yang mengulang kembali cara
halusinasinya. dilatih. Evaluasi hasil dan yang telah dilatih
3. klien dapat mengikuti beri pujian jika berhasil
terapi aktivitas 3.6 Anjurkan klien mengikuti Untuk mengontrol
kelompok terapi aktivitas kelompok, halusinasi melalui Terapi
orientasi realita, stimulasi Aktivitas Kelompok
persepsi.

TUK 4 : 4. Keluarga membina 4.1 Anjurkan klien untuk Agar keluarga dapat
Klien dapat dukungan hubungan saling memberitahu keluarga jika bekerja sama tentang
dari keluarga untuk percaya dengan perawat mengalami halusinasi masalah yang dialami
mengontrol 4. Keluarga dapat 4.2 Diskusikan dengan keluarga oleh klien
halusinasinya menyebutkan (pada saat keluarga Agar keluarga dapat
pengertian, tanda dan berkunjung/pada saat mengetahui dan
tindakan untuk kunjungan rumah) memahami halusinasi
mengendalikankan o Gejala halusinasi yang yang dialami klien dan
halusinasi. dialami klien bagaimana cara merawat
o Cara yang dapat klien dengan halusinasi
dilakukan klien dan
keluarga untuk memutus
halusinasi
o Cara merawat anggota
keluarga yang halusinasi
di rumah: beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri,
makan bersama,
berpergian bersama
o Beri informasi waktu
follow up atau kapan
perlu mendapat bantuan
halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko
mencederai orang lain.

TUK 5 : 5. Klien dan keluarga dapat 5.1 Diskusikan dengan klien dan Agar keluarga dapat
Klien dapat menyebutkan manfaat, keluarga tentang dosis, efek terlibat dalam pengobatan
memanfaatkan obat dosis, dan efek samping samping dan manfaat obat. klien
dengan baik obat. 5.2 Anjurkan klien minta sendiri Agar klien menjadi lebih
5. Klien dapat obat pada perawat dan mandiri dalam
mendemonstrasikan merasakan manfaatnya. penggunaan obat
penggunaan obat dengan 5.3 Anjurkan klien berbicara Agar klien mengetahui
benar dengan dokter tentang efek samping obat yang
5. Klien dapat informasi manfaat dan efek samping dirasakan
tentang manfaat dan efek obat yang dirasakan
samping obat
5. Klien memahami akibat 5.4 Diskusikan akibat berhenti Agar klien mengetahui
berhenti minum obat minum obat tanpa konsultasi akibat berhenti minum
tanpa konsultasi 5.5 bantu klien menggunakan obat
5. Klien dapat menyebutkan obat dengan prinsip 5 benar Agar klien menggunakan
prinsip 5 benar obat dengan tepat sesuai
penggunaan obat. prisip 5 benar obat,
sehingga terapi obat-
obatan dapat berjalan
dengan efektif
NURSING CARE PLAN ISOLASI SOSIAL
Tgl No Dx Perencanaan Rasional
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Isolasi Sosial TUM : Apakah perlu targer waktu
TUK : 1. Klien dapat pencapaian perilaku
membina hubungan sendangkan manusia
saling percaya individualis.

1. Klien menunjukan tanda-


tanda percaya kepada / 1.1 Bina hubungan saling percaya Untuk tercipta hubungan saling
terhadap perawat: dengan : percaya antara klien dengan
• Wajah cerah, o Beri salam setiap perawat dan adanya kepercayaan
tersenyum berinteraksi. klien pada perawat akan membuat
• Mau berkenalan o Perkenalkan nama, nama pasien merasa nyaman
• Ada kontak mata panggilan perawat dan
• Bersedia tujuan perawat berkenalan
menceritakan o Tanyakan dan panggil nama
perasaan kesukaan klien
• Bersedia o Tunjukan sikap jujur dan
mengungkapkan menepati janji setiap kali
masalahnya berinteraksi
o Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang dihadapi
klien
o Buat kontrak interaksi yang
jelas
o Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan
klien
2. Klien mampu 2. Setelah 3 kali pertemuan 2.1 Tanyakan pada klien tentang :
menyebutkan klien dapat o Orang yang tinggal
penyebab isolasi menyebutkan satu serumah / teman sekamar
sosial penyebab isolasi sosial klien
dari : o Orang yang paling dekat Dengan mengetahui penyebab
• Diri sendiri dengan klien di rumah / di klien menarik diri atau isolasi
• Orang lain RS sosial dapat ditemukan mekanisme
• Lingkungan o Apa yang membuat klien koping pasien dalam berinteraksi
dengan dengan orang sosial, serta strategi apa yang akan
tersebut diterapkan kepada klien
o Orang yang tidak dekat
dengan klien di rumah / di
RS
o Apa yang membuat klien
tidak dekat dengan orang
tersebut
o Upaya yang harus
dilakukan agar dekat
dengan orang lain
2.2 Beri kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan
penyebab menarik diri atau
tidak mau bergaul.
2.3 Beri pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya.
3. Klien mampu 3. Setelah 3 kali pertemuan 3.1 Tanyakan pada klien tentang :
menyebutkan klien dapat menyebutkan o Manfaat jika berhubungan
keuntungan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
berhubungan dengan orang lain,
dengan orang lain misalnya
dan kerugian tidak • Banyak teman o Kerugian jika tidak Dengan mengetahui manfaat
berhubungan • Tidak kesepian berhubungan dengan orang berhubungan sosial dan kerugian
dengan orang lain. • Bisa diskusi lain menarik diri atau isolasi sosial
• Saling menolong, 3.2 Beri kesempatan pada klien maka klien akan termotivasi
Dan kerugian tidak untuk mengungkapkan berinteraksi dengan orang lain
berhubungan dengan perasaan tentang keuntungan
orang lain, misalnya : berhubungan dengan orang
• Sendiri lain dan kerugian tidak
• Kesepian berhubungan dengan orang
lain.
• Tidak bisa diskusi
3.3 Diskusikan bersama klien
tentang manfaat berhubungan
dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain.
3.4 Beri pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya.
4. Klien dapat 4. klien dapat melakukan 4.1 observasi perilaku klien
melaksanakan hubungan sosial secara dengan berhubungan dengan
hubungan sosial bertahap antara: orang lain
secara bertahap • K-P 4.2 motivasi dan bantu klien untuk
• K - Perawat lain berkenalan/berekomunikasi
• K - Klien lain dengan:
• K kelp/masy o Perawat
o Perawat lain Melibatkan klien dalam
o Klien Lain berinteraksi sosial akan
o Kelompok masyarakat mendorong pasien untuk melihat
4.3 Libatkan klien dalam terapi dan merasakan secara langsung
aktivitas kelompok sosialisasi. manfaat dari berhubungan sosial
serta meningkatkan konsep diri
4.4 Motivasi klien untuk pasien
mengikuti kegiatan ruangan

4.5 Beri pujian terhadap


kemampuan klien memperluas
pergaluannya
4.6 Diskusikan jadwal harian yang
dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan
klien bersosialisasi
5. Klien mampu 5. setelah 4 kali pertemuan Beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan klien dapat mengungkapkan perasaannya
perasaannya setelah mengungkapkan setelah berhubungan dengan orang Untuk mengetahui kemampuan
berhubungan perasaannya setelah lain pasien dalam berinteraksi dan
dengan orang lain berhubungan dengan menilai keberhasilan dalam
orang lain untuk : Diskusikan dengan klien strategi pelaksanaan
• Diri sendiri tentang perasaannya setelah
• Orang lain berhubungan dengan orang lain
• lingkungan
Beri pujian terhadap
kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
6. klien dapat 7. keluarga dapat : 7.1 Diskusikan pentingnya Keluarga merupakan sistem
dukungan keluarga • menjelaskan cara peran serta keluarga pendukung utama bagi klien untuk
dalam memperluan merawat klien sebagai pendukung untuk meningkatkan percaya diri agar
hubungan dengan menarik diri mengatasi perilaku mampu berinteraksi sosial
orang lain dan • mengungkapkan rasa menarik diri.
lingkungan puas dalam merawat 7.2 Diskusikan potensi
klien keluarga untuk membantu
klien mengatasi perilaku
menarik diri
7.3 Jelaskan cara merawat
klien menarik diri yang
dapat dilaksanakn oleh
keluarga
7.4 Motivasi keluarga agar
membantu klien untuk
bersosialisasi
7.5 Beri pujian kepada
keluarga atas keterlibatan
klien dirumah sakit
7.6 Tanyakan perasaan
keluarga setelah mencoba
cara yang dilatihkan
7. Klien dapat Agar klien dapat mematuhi obat
memanfaatkan obat sesuai kebutuhan
dengan baik
NURSING CARE PLAN HARGA DIRI RENDAH

Tgl No Dx Perencanaan Rasional


Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Harga Diri TUM:
Rendah Meningkatkan
kepercayaan diri

TUK:
1. Klien dapat membina 1. Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling dengan rasa saling
hubungan saling bersahabat, ada kontak percaya dengan percaya, klien dapat
percaya dengan mata, mau berjabat mengungkapkan prinsip mengungkapkan
perawat tangan, mau komunikasi terapueutik: perasaannya sehingga akan
menyebutkan nama, o Sapa klien dengan ramah mempermudah melakukan
atau menjawab salam, baik verbal maupun non tindakan keperawatan
klien mau duduk verbal
berdampingan dengan o Perkenalkan diri dengan
perawat, mau sopan
mengutarakan masalah o Tanyakan namalengkap
dihadapi. dan nama panggilan yang
disukai klien
o Jelaskan tujuan
pertemuan’
o Jujur dan menepati janji
o Tunjukan sikap empati
dan menerima klien apa
adanya.
o Beri perhatian kepada
dan perhatikan kebutuhan
dasar klien.
2. Klien dapat 2. klien mengidentifikasi 2.1. Diskusikan kemampuan dan Tingkat kemampuan
mengidentifikasi kemampuan dan aspek aspek positif yang menilai realitas dan control
kemampuan dan positif yang dimiliki: dimilikinya klien; dan buat diri diperlukan sebagai
aspek positif yang o Kemampuan yang daftarnya jika klien tidak landasan asuhan
dimiliki dimiliki klien mampu nmengidentifikasi keperawatan
o Aspek positif keluarga maka dimulai oleh perawat
o Aspek positif untuk memberi pujian pada
lingkungan yang aspek positif yang dimiliki
diminta klien klien.
2.2. Setiap bertemu klien
hindarkan memberi penilaian
negative
2.3. Utamakan memberi pujian
realitis
3. Klien dapat menilai 3. klien menilai 3.1. diskusikan dengan klien membantu klien menilai
kemampuan yang kemampuan yang dimiliki kemampuan yang masih dapat kemampuan yang dimiliki
dimiliki untuk untuk dilaksanakan dilaksanakan selama sakit. untuk dilaksanakan
dilaksanakan 3.2. diskusikan kemampuan yang
dapat dilanjutkan pelaksanaanya.
4. Klien dapat 4. klien membuat rencana 4.1. rencanakan bersama klien Klien mempunyai jadwal
(menetapkan) kegiatan harian aktivitas yang dapat dilakukan dengan kapasitas yang
merencanakan setiap hari sesuai kemampuan. sesuai setiap harinya
kegiatan sesuai o Kegiatan mandiri
dengan kemampuan o Kegiatan dengan bantuan
yang dimiliki sebagian
o Kegiatan yang
membutuhkan bantuan
total

4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai


dengan toleransi kondisi klien
4.3. Beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan yang
boleh klien lakukan.
5. Klien dapat 5. klien melakukan kegiatan 5.1. Beri kesempatan pada klien Klien dapat melakukan hal
melakukan kegiatan sesuai kondisi dan untuk mencoba kegiatan yang yang disukai disertai
sesuai kondisi dan kemampuannya telah direncanakan. dengan apresiasi dari
kemampuannya. orang sekitar
5.2. Beri pujian atas keberhasilan
klien

5.3. Diskusikan kemungkinan


pelaksanaan kegiatan setelah
pulang.
6. Klien dapat 6. klien memanfaatkan 6.1. Beri pendidikan kesehatan Keluarga dapat
memanfaatkan system system pendukung yang ada pada keluarga tentang cara mendukung untuk
pendukung yang ada di keluarga. merawat klien dengan harga diri meningkatkan harga diri
rendah. klien

6.2. bantu keluarga memberikan


dukungan selama klien di rawat.

6.3. Bantu keluarga menyiapkan


lingkungan di rumah.
NURSING CARE PLAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
Tgl No Dx Perencanaan Rasional
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Defisit TUM:
Perawatan Klien mampu
Diri melakukan perawatan
diri secara mandiri

TUK:
1. Klien dapat 1. Dalam 1 hari kali 1. Bina hubungan saling o membuat klien dan
membina hubungan berinteraksi klien percaya perawat memiliki
saling percaya menunjukkan tanda- o Beri salam setiap pembicaraan terarah
dengann perawat tanda percaya kepada berinteraksi o Meningkatkan rasa
perawat: percaya diri dan
o Wajah cerah, kenyamanan klien
tersenyum o Supaya klien semakin
o Mau berkenalan trust dengan kontrak
o Ada kontak mata o Perkenalkan nama, yang terarah
o Menerima kehadiran nama panggilan o Evaluasi validasi
perawat perawat dan tujuan
o Bersedia perawat berkenalan. o Kontrak agar diskusi
menceritakan terarah
perasaannya
o Tanyakan nama dan o Klien emrasa benar-
panggilan kesukaan benar diperhatikan
klien dan percaya kepada
perawat
o Tunjukkan sikap jujur
dan menepati janji
setiap kali berinteraksi’
o Tanyakan perasaan dan
masalah yang dihadapi
klien

o Buat kontrak interaksi


yang jelas
o Dengarkan ungkapan
perasaan klien dengan
empati
o Penuhi kebutuhan
dasar klein
2. Klien mengetahui 2. dalam 1 kali interaksi 2. diskusikan dengan klien:
pentingnya klien menyebutkan: o Penyebab klien tidak o Menggali akar
perawatan diri o Penyebab tidak merawat diri penyebab utama tidak
merawat diri merawat diri
o Manfaat menjaga o Klien termotivasi
perawatn diri o Manfaat menjaga
o Tanda-tanda bersih dan perawatan diri untuk
rapi keadaan fisik, mental,
o Gangguan yang dan sosial o Memberikan panduan
dialami jika perawatan o Tanda – tanda perawatan perawatan diri yang
diri tidak diperhatikan diri yang baik benar
o Menyadarkan klien
pentingnya merawat
diri
o Penyakit atau gangguan
kesehatan yang bisa
dialami oleh klien bila
perawatan diri tidak
adekuat.
3. Klien mengatahui 3. dalam 1 kali interaksi 3.1. Diskusikan frekuensi o Mengetahui kebiasaan
cara – cara klien menyebutkan menjaga perawtan diri klien sebelumnya
melakukan perawatn frekuensi menjaga selama ini
diri perawatn diri: o Mandi
o Frekuensi mandi o Gosok gigi
o Frekuensi gosok o Keramas
gigi o Berpakaian
o Frekuensi keramas o Berhias o Memberikan contoh
o Frekuensi ganti o Gunting kuku yang benar pada klien
pakaian
o Frekuensi berhias 3.2. Diskusikan cara praktek
o Frekuensi gunting perawatan diri baik dan
kuku benar:
o Mandi
3.2. Dalam 1 kali o Gosok gigi
berinteraksi klien o Keramas o Klien emrasa
menjelaskan cara: menjaga o Berpakaian didukung dan
perawatan diri: o Berhias diapresiasi
o Cara mandi o Gunting kuku
o Cara gosok gigi
o Cara keramas 3.3. Beikan pujian untuk setiap
o Cara berpakaian respon klien yang positif
o Cara berhias
o Cara gunting kuku
4. Klien dapat 4. dalam 1 kali interaksi 4.1. Bantu klien saat perawatan o Mempermudah dan
melaksanakan klien memperaktekkan diri mempercepat proses
perawatan diri perawatan diri dengan o Cara mandi perawatan diri klien
dengan bantuan dibantu oleh perawat o Cara gosok gigi
perawat o Cara mandi o Cara keramas
o Cara gosok gigi o Cara berpakaian o Klien emrasa
o Cara keramas o Cara berhias didukung dam
o Cara berpakaian o Cara gunting kuku diapresiasi
o Cara berhias
o Cara gunting kuku
5. Klien dapat 5. Dalam 1 kali interaksi 5.1. Pantau klien dalam
melaksanakan klien melaksanakan melaksanakan perawatan o Evaluasi berkala
perawatn diri secara praktek perawatan diri diri kemampuan dan
mandiri secara mandiri o Cara mandi waktu klien
o Mandi 2x sehari o Cara gosok gigi o Melakukan perawatan
o Gosok gigi sehabis o Cara keramas diri mandiri
mandi o Cara berpakaian o Klien merasa
o Keramas 2x o Cara berhias didukung dan
seminggu Cara gunting kuku diapresiasi
o Ganti pakaian 1x
sheari 5.2. Beri pujian saat klien
o Berhias setiap melaksanakan perawatan
sehabis mandi diri secara mandiri
o Gunting kuku jika
sudah panjang
6. Klien mendapatkan 6.1. Dalam 1 kali interaksi 6.1. Diskusikan dengan keluarga
dukungan keluarga keluarga menjelaskan cara- o Penyebab klien tidak o Mendapat informasi
untuk meningkatkan cara membantu klien melaksanakan perawatan lebih akurat
perawatan diri dalam memenuhi diri o Keluarga terlibat
kebutuhan perawatan dalam memonitor
dirinya. o Tindakan yang telah aktivitas klien
dilakukan klien selama
6.2. dalam 1 kali interaksi di RS dalma menjaga
keluarga menyiapkan perawatan diri dan o Klien juga merasa
sarana perawatan diri menjaga kemajuan yang didukung dan
klien: sabun mandi, pasta telah dialami oleh klien.
gigi, sikat gigi, sampoo, o Dukungan yang bisa diapresiasi oleh
handuk, pakaian bersih, diberikan oleh keluarga keluarga
sandal, da alat berhias. untuk meningkatkan
klien dalam perawatan o Keluarga terlibat
6.3. keluarga diri dalam memfasilitasi
mempraktekkan perawtan 6.2. Diskusikan dengan sarana yang diberikan
diri kepada klien keluarga tentang : klien
o Sarana yang diperlukan o Keluarga merasa
untuk menjaga dilibatkan dalam
perawatan diri klien perawatkan klien
o Keluarga dilibatkan
sebagai rolmodel
o Anjurkan kepada o Klien merasa
keluarga untuk didukung dan
menyiapkan saran diapresiasi oleh
tersebut keluarga

6.3. Diskusikan dengan


keluarga hal-hal yang perlu
dilakukan keluarga dalam
perawatan diri:
o Anjurkan keluarga
untuk mempraktekkan
perawatan diri (mandi,
gosok gigi, kerama,
ganti baju, berhias,, dan
menggunting kuku)
o Ingatkan klien waktu
mandi, gosok gigim,
keramas, ganti baju,
berhias, dan
menggunting kuku.
o Bantu jika klien
menglami hambatan
dalam melakukan
perawatan diri
o Memberikan pujian
kepada klien setiap
klien melakukan
perawatan diri
NURSING CARE PLAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN
Tgl No Dx Perencanaan Rasional
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Perilaku TUM: Klien mampu
Kekerasan mengontrol perilaku
kekerasan secara
mandiri
1. Klien menunjukksn 1. Bina hubungan saling Terbina hubungan saling
TUK: tanda-tanda percaya percaya dengan: percaya antara klien
1. Klien dapat membina kepada perawat: o Beri salam setiap dengan perawat sehingga
hubungan saling o Wajah cerah, berinteraksi informasi bisa didapatkan
percaya tersenyum o Perkenalkan nama, nama dengan baik.
o Mau berkenalan panggilan perawat dan
o Ada kontak mata tujuan perawat
o Bersedia berkenalan.
menceritakan o Tanyakan dan panggil
perasaan nama kesukaan klien
o Tunjukkan sikap empati,
jujur,, dan menepati janji
setiap kali berinteraksi
o Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang
dihadapi klien.
o Buat kontrak interaksi
yang jelas
o Dengarkan dengan penuh
perhatian ungkapan
perasaan klien
2. Klien dapat 2. klien menceritakan 2. Bantu klien mengungkapkan Klien dapat mengenali
mengidentifikasi penyebab perilaku marahnya: tanda dan gejala serta
penyebab perilaku kekerasan yang o Motivasi klien untuk belajar mengungkapkan
kekerasan yang dilakukannya: menceritakan penyebab perasaannya.
dilakukannya - Menceritakan rasa kesal atau
penyebab perasaan jengkelnya
jengkel/kesal baik o Dengarkan tanpa
dari diri sendiri menyela atau memberi
maupun penilaian setiap
lingkungannya. ungkapkan perasaan
klien

3. Klien dapat 3. klien menceritakan 3. Bantu klien mengungkapkan Klien termotivasi untuk
mengidentifikasi keadaan: tanda-tanda perilaku kekerasan mengeksplorasi
tanda-tanda perilaku o Fisik: mata merah, yang dialaminya: pengalaman dan tanda-
kekerasan tangan mengepal, o Motivasi klien tanda perilaku kekerasan
ekspresi tegang, menceritakan kondisi sebelumnya.
dan lain-lain fisik saat perilaku
o Emosional: kekerasan terjadi
perasaan marah, o Motivasi klien
jengkel, bicara menceritakan kondisi
kasar. emosinya saat terjadi
o Sosial: bermusuhan perilaku kekerasan
yang dialami saat o Motivasi klien
terjadi perilaku menceritakan kondisi
kekerasan. psikologis saat terjadi
perilaku kekerasan
o Motivasi klien
menceritakan kondisi
hubungan dengan orang
lain saat terjadi perilaku
kekerasan.
4. Klien dapat 4. klien menjelaskan : 4. Diskusikan dengan klien Mendapatkan informasi
mengidentifikasi o Jenis – jenis perilaku kekerasan yang lebih detail mengenai
jenis perilaku ekspresi kemarahan dilakukannya selama ini: respon dan tindakan
kekerasan yang yang selama ini o Motivasi klien kekerasan yang sudah
pernah dilakukannya telah dilakukannya menceritakan jenis-jenis pernah dilakukan klien.
o Perasaannya saat tindak kekerasan yang
melakukan selama ini pernah
kekerasan dilakukannya.
o Efektivitas cara o Motivasi klien
yang dipakai dalam menceritakan perasaan
menyelesaikan klien setelah tindak
masalah kekerasan tersebut
terjadi
o Diskusikan apakah
dengan tindak kekerasan
yang dilakukannya
masalah yang
dialaminya teratasi.

5. Klien dapat 5. klien menjelaskan akibat 5. Diskusikan dengan klien Klien menyadari akibat
mengidentifikasi tindak kekerasan yang akibat negatif (kerugian) cara perilakunya yang dapat
akibat perilaku dilakukannya: yang dilakukan pada: merugikan diri sendiri,
kekerasan o Diri sendiri: luka, o Diri sendiri orang lain, maupun
dijauhi, teman, dll. o Orang lain/keluarga lingkungan sekitarnya.
o Orang o Lingkungan
lain/keluarga: luka,
tersinggung,
ketakutan, dll.
o Lingkungan:
barang atau benda
rusak dll.
6. Klien dapat 6. klien: 6. Diskusikan dengan klien: Klien belajar untuk
mengidentifikasi o Menjelaskan cara- o Apakah klien mau menyalurkan dan
cara konstruktif cara sehat mempelajari cara baru mengontrol emosi negatif
dalam mengungkapkan mengungkapkan marah seperti amarah dengan cara
mengungkapkan marah yang sehat yang lebih baik
kemarahan o Jelaskan berbagai
altefnatif pilihan untuk
mengungkapkan marah
selain perilaku
kekerasan yang
diketahui klien.
o Jelaskan cara – cara
sehat untuk
mengungkapkan marah:
• Cara fisik: nafas
dalam, pukul
bantyal atau kasur,
olahraga
• Verbal:
mengungkapkan
bahwa dirinya
sedang kesal
kepada orang lain
• Sosial: latihan
asertif dengan
orang lain
• Spiritual:
sembayang/doa,
zikir, meditasi, dsb
sesuai keyakinan
agamanya masing-
masing.
7. Klien dapat 7. klien memperagakan cara 7.1. Diskusikan cara yang Klien memilih sesuai
mendemostrasikan mengontrol perilaku mungkin dipilih dan dengan kemampuan dan
cara mengontrol kekerasan: anjurkan klien memilih cara keinginannya sehingga
perilaku kekerasan o Fisik: tarik napas yang mungkin untuk diharapkan klien merasa
dalam, memukul mengungkapkan kemarahan. bertanggung jawab atas
bantal/kasur 7.2. Latih klien memperagakan keputusannya.
o Verbal: cara yang dipilih:
mengungkapkan o Peragakan cara Klien berlatih dengan cara
perasaan melaksanakan cara yang yang benar.
kesal/jengkel pada dipilih
orang lain tanpa o Jelaskan manfaat cara
menyakiti tersebut
o Spiritual: zikir/doa, o Anjurka klien menirukan
meditasi sesuai peragaan yang sudah
agamanya. dilakukan
o Beri penguatan pada
klien, perbaiki cara uang
masih belum sempurna.
7.3. Anjurkan klien Mengingatkan kembali dan
menggunakan cara yang membuat klien termotivasi
sudah dilatih saat untuk menerapkan
marah/jengkel pembelajaran yang sudah
diterima.
CATATAN PERKEMBANGAN HALUSINASI
Nama klien : Ny. S
No RM : 36-57-15
RUANG : ABIMANYU
Hari/ Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
Jumat , 22 DS : S:
Februari • Klien mengatakan “ senang karena ada • Klien mengatakan “saya sebenarnya sudah sembuh
2019 orang yang mau mengajar saya biar 2 tahun yang lalu tapi karena putus obat saya
sembuh” masuk lagi, gara-gara dengar si Suherman itu juga,
• “Si Suherman itu kurang ajar” makanya banting-banting barang di rumah trus
digotong warga ke sini”
DO : • “sekarang saya sudah rutin minum obat, ada 3
• Klien dapat memperagakan cara warna
mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, bercakap-cakap serta O:
melakukan aktivitas yang terjadwal • Klien dapat memperagakan cara mengontrol
• Klien tersenyum dan matanya berkaca- halusinasi dengan cara menghardik, bercakap-
kaca saat mengungkapkan tentang apa cakap serta melakukan aktivitas yang terjadwal
yang telah dilatih tentang cara mengontrol dan minum obat secra teratur dengan control
halusinasinya perawat
• Klien tampak marah saat menyebut nama • Klien tampak tersenyum dan beberapa kali terlihat
suherman datar tanpa ekspresi saat interaksi
• Klien tampak sering mengantuk
DX keperawatan : A : Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi belum teratasi
pendengaran
P:
T: • Latihan cara menghardik 2x sehari
• Mengevaluasi klien tentang cara • Latihan berbincang-bincang dengan orang lain 2x
mengontrol halusinasi dengan cara sehari
menghardik, bercakap-cakap dengan • Lakukan aktivitas terjadwal
orang lain dan melakukan aktivitas • Minum obat secara teratur
terjadwal
• Melatih klien mengendalikan halusinasi
dengan cara minum obat secara teratur

RTL :
• Evaluasi SP 1 SP 2 SP 3 dan SP 4
(menghardik, bercakap-cakap dengan
orang lain, melakukan aktivitas terjadwal
dan minum obat teratur )
• Kaji prilaku kekerasan pada klien
• SP 1 perilaku kekerasan dengan tarik
nafas dalam
CATATAN PERKEMBANGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN
Nama klien : Ny. S
No RM : 36-57-15
RUANG : ABIMANYU
Hari/ Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
Selasa 26- DS : S: Gracesylvia
febuari- • Klien mengatakan bahwa “perasaan saya senang • Klien mengatakan “Saya jarang Hiskia
2019 diajari begini” sholat tapi saya tau saya harus
• “say amah orangnya juga begitu neng, kalau sabar kalau lagi emosi”
kesal/marah harus bilang baik-baik biar tenang • “saya sudah minum obat tadi
kan” pagi pas setelah makan”
• “saya sekarang ga marah-marag lagi, harus sabar • “saya masuk rumah sakit gara-
dan bersyukur” gara putus obat jadi sekarang
• “yang penting saya sudah minum obat terus ga saya sudah rutin minum obat”
banting-banting barang juga “
O:
DO : • Klien beberapa kali memakai
• Klien terlihat tersenyum dan sesekali bercanda hijab
• Klien dapat mengontrol emosinya dengan tarik • Klien terlihat jarang melakukan
nafas dalam, memukul bantal dan mengutarakan sholat
perasaan kesal dengan baik • Klien tampak tenang
• Klien terlihat selalu minum obat
DX: Resiko perilaku kekerasan saat setelah makan pagi dan
siang
T: • Klien dapat mengontrol
• Mengevaluasi SP.1, 2 dan 3 RPK ( mengontrol emosinya dengan tarik nafas
perilaku kekerasan dengan tarik nafas dalam , dalam, memukul bantal,
memukul bantal dan mengungkapkan kekesalan mengutarakan perasaan kesal
dengan baik) dengan baik, spiritual dan
• Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan minum obat secara teratur
dnegan SP. 4 dan 5 (spiritual dan patuh obat ).

A: Resiko perilaku kekerasan belum


RTL: teratasi
• Evaluasi SP. 1-5 RPK ( cara mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas P:
dalam, memukul bantal dan kasur, • Latihan mengontrol emosi
mengungkapkan kekesalan dengan baik, spiritual dnegan tarik nafas adalam 2 kali
dan patuh obat ) sehari
• Latihan mengontrol emosi
dengan memukul bantal dan
kasur 2 kali sehari.
• Belajar mengutarakan perasaan
kesal dengan baik
• Latihan mengontrol emosi
dengan beribadah
• Minum obat secara teratur
CATATAN PERKEMBANGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
Nama klien : Ny. S
No RM : 36-57-15
RUANG : ABIMANYU
Hari/ Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
Kamis/ 21 DS: S:
Februari - Klien mengatakan bahwa hanya menggosok - Klien mengatakan bahwa ia berniat untuk
2019 gigi 1 x sehari melakukan gosok gigi 2 x sehari
13:00 - Klien mengatakan bahwa mandi 2 x sehari
Dx: DPD DO: - Klien mengatakan sebelum dan sesudah makan
- Gigi klien terlihat kuning selalu mencuci tangan
- Klien terlihat mempunyai karang gigi - Klien mengatakan sebelum dan sesudah ke
- Terdapat aroma yang tidak enak dari nafas toilet selalu mencuci tangan baik BAB dan
klien BAK
Diagnosa keperawatan: Defisit Perawatan Diri - Klien mengatakan bahwa akan terus
(DPD) menggunakan lipstik dan berdandan agar
terlihat rapih
I : Mengevaluasi kemampuan klien untuk O:
menyebutkan mendemonstrasikan dan menerapkan - Klien tampak sering menggunakan lipstik dan
SP I sampai SP 4 berdandan
- Klien tampak menggunakan baju dengan rapih
RTL : - Bau mulut klien sudah berkurang
1. Evaluasi kemampuan klien menyebutkan A:
dan menerapkan SP I sampai SP IV Masalah keperawatan defisit perawatan diri sudah
teratasi
2. Anjurkan klien untuk rutin latihan dan
memasukkannya ke jadwal harian P:
Lanjutkan latihan dan kegiatan jadwal harian.
CATATAN PERKEMBANGAN HARGA DIRI RENDAH
Nama Klien : Ny. S
No. RM : 36-57-15
Ruangan : ABIMANYU
Hari/ Implementasi Evaluasi Paraf
Tgl/Waktu
Rabu 20, feb- Ds: S:
2019 • Klien mengatakan bahwa dirinya tidak begitu cantik • Pasien mengatakan dia bersyukur Feni
• Klien mengatakan bahwa dirinya hanya menyukai rambutnya. dan pasrah dengan keadaan yang
• Klien mengatakan bahwa dirinya hanyalah seorang pemetik dilaminya.
kangkung dan ibu rumah tanggga. O:
11.30 • Klien mengatakan bahwa dirinya hanya bisa pasrah dan • Raut wajah klien tampak datar
bersyukur • Respon klien sangat cuek.
• Klien mengatakan bahwa suaminya ppernah menyebutnya
jelek dan miskin A:
HDR • Klien mengatakan bahwa dirinya bukanlah apa- apa , jadi sabar Masalah HDR belum teratasi
saja.
P:
Do: • Tingkatkan kemampuan diri dan
• Klien tampak lesu aspek positif yang dimiliki
• Klien tampak beberapa kali menghela nafas saat berbicara
mengenai gambaraan dirinya.

Dx. keperawatan: Harga Diri Rendah


T:
• Membina hubungan saling percaya
• Membantu klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
• Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
• Membantu klien memilih kegiatan yang akan dilakukan sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki.
• Melatih klien sesuai dengan kemampuan yang dipilih
• Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien.

RTL:
• Evaluasi Sp1 HDR (mengidentifikasi hal positif dalam diri)
• Lanjutkan SP 2 (latihan membuat jadwal sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki)
• Motivasi klien tingkatkan kemampuan diri yang dimiliki
CATATAN PERKEMBANGAN ISOLASI SOSIAL
Nama Klien : Ny. S
No. RM : 36-57-15
Ruangan : ABIMANYU
Hari/Tgl/ Implementasi Evaluasi Paraf
Pukul
Selasa 19- DS: S: Gracesylvia
febuari- • Klien mengatakan orang yang berarti • Klien mengatakan bahwa dia mempunyai Hiskia
2019 baginya hanya kakak sepupunya teman “suster Grace”
• Klien mengatakan tidak pernah mengikuti • Klien mengatakan bahwa dia tidak mau
kegiatan di lingkungan masyarakat untuk berinteraksi karena dia malas.
• Klien mengatakan bahwa hambatan dalam
O:
kehidupan
• Klien mampu mengidentifikasikan penyebab
DO: isolasi sosial
• Klien tampak lesu • Klien tampak bercakap – cakap dengan orang
• Klien tampak kesulitan untuk memulai lain
percakapan • Klien mampu berinteraksi dalam kelompok
saat TAK.
DX: Isolasi sosial
A : Isolasi sosial belum teratasi
T:
• Sp1 : mengidentifikasi penyebab isolasi P:
sosial.
• Sp2 : melatih klien berkenalan dengan dua • Berkenalan dengan orang lain minimal 2
orang atau lebih. orang/hari
• Sp3 : melatih klien berinteraksi dalam • Berinteraksi dalam kelompok
kelompok
• Sp4 : Latih cara bicara sosial

RTL :
• Evaluasi SP 1 – 4 Isolasi sosial

Anda mungkin juga menyukai