Oleh :
Sri Rusmilawati
NIM 11194691910055
JUDUL KASUS :
TEMPAT PENGAMBILAN KASUS :
NAMA : Sri Rusmilawati
Banjarmasin,……………….2020
Menyetujui,
RSJ. Sambang Lihum Program Studi Profesi Ners
UNIVERSITAS Sari Mulia
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)
…………………………… ………………………………….
NIK NIK.
Mengetahui,
Ketua Jurusan Program Studi Profesi
Ners
JUDUL KASUS :
TEMPAT PENGAMBILAN KASUS :
NAMA : Sri Rusmilawati
Banjarmasin,……………….2020
Menyetujui,
RSJ. Sambang Lihum Program Studi Profesi Ners
UNIVERSITAS Sari Mulia
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)
…………………………… ………………………………….
NIK NIK.
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KASUS HALUSINASI
1. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada
(Damayanti, M., & Iskandar, 2012)
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya
rangsangan dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal,
halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental
penderita yang teresepsi (Yosep, 2014).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus
yang datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau
distorsi terhadap stimulus tersebut (Keliat, B. A, 2015)
4. Klasifikasi Halusinasi
Menurut (Yosep, 2014) halusinasi terdiri dari delapan jenis. Penjelasan
secara detail mengenai Klasifikasidari setiap jenis halusinasi adalah
sebagai berikut:
a. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)
Paling sering dijumpai, dapat berupa bunyi mendenging atau suara
bising yang tidak memiliki arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai
sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut
ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita
bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut.
b. Halusinasi penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang
mengerikan.
c. Halusinasi penciuman (olfaktori)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada
penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap
penderita sebagai suatu kombinasi moral.
d. Halusinasi pengecapan (gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi
gastorik lebih jarang dari halusinasi gustatorik.
e. Halusinasi perabaan (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup, atau seperti ada ulat yang bergerak
di bawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan
skizofrenia.
f. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizofrenia
dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
g. Halusinasi kinestetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang
atau anggota badannya bergerak-gerak. Misalnya phantom
phenomenon atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak
(phantom limb). Sering terjadi pada penderita skizofrenia dalam
keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat tertentu.
h. Halusinasi viseral
Timbul perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada. Sering pada skizofrenia dan
sindrom lobus parietalis. Misalnya sering merasa dirinya
terpecah menjadi dua.
2) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang
lingkungannya yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya
perasaan segala sesuatu yang dialaminya seperti dalam
impian.
5. Rentang Respon
Adapun rentang respon pada halusinasi, yaitu (Damayanti, M., &
Iskandar, 2012) :
6. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Menurut Yusuf (2015), faktor predisposisi pasien dengan halusinasi
adalah:
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga yang menyebabkan pasien
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri, dan lebih rentan terhadap stres.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima oleh lingkungannya
sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.
3) Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stres yang berlebihan dialami oleh seseorang maka di
dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia. Akibat stres yang berkepanjangan
dapat menyebabkan teraktivasinya neurotransmiter otak.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju
alam khayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh terhadap penyakit ini.
b. Faktor presipitasi
1) Perilaku
Respon pasien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku
merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan yang nyata
dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock mencoba
memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang dibangun
atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga
halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi
fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-
obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah
yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi
itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah
memaksa dan menakutkan. Pasien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut pasien berbuat sesuatu terhadap ketakutan
tersebut.
c) Dimensi intelektual
Individu dengan halusinasi akan memperlihatkan
adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya, halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls
yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian pasien dan tidak jarang akan mengontrol
semua perilaku pasien.
d) Dimensi sosial
Pasien mengalami gangguan interaksi sosial dalam
fase awal dan comforting, pasien menganggap bahwa
hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
Pasien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri yang tidak
didapat di dunia nyata.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritual pasien halusinasi mulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya
aktivitas ibadah aktivitas ibadah dan jarang berupaya
secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkadiannya
terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun
sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah
dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan
dan orang lain yang menyebabkan takdir memburuk.
7. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi
meliputi (Muhith, 2015):
1) Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2) Proyeksi : mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggungjawab kepada orang lain atau sesuatu
benda
3) Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus internal
4) Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien
C. Pohon masalah
Effect
Core Problem
Isolasi sosial
Causa
D. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
Pengkajian Keperawatan (Keliat, 2012) :
1. Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
a. Data Mayor
Data Subyektif :
- Mengatakan mendengar suara bisikan / melihat bayangan
Data Objektif :
- Bicara sendiri
- Tertawa sendiri
- Marah tanpa sebab
- Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
b. Data Minor
Data Subjektif :
- Menyatakan kesal
- Menyatakan senang dengan suara-suara
Data Objektif :
- Menyendiri
- Melamun
c. Isolasi sosial : menarik diri
Data Subyektif :Pasien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa,
tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif :Pasien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila
disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin
mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal
kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak
berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan
E. Diagnosa Keperawatan
Adapun masalah keperawatannya adalah(Nurarif, A.H., &
Kusuma,2015) :
1. Resiko Perilaku Kekerasan faktor berhubungan isolasi sosial, ide
bunuh diri, pola kekerasan tidak langsung, dan impulsif.
2. Gangguan Persepsi Sensori (Halusinasi pendengaran, penglihatan,
perabaan, penghiduan, dan pengecap)
3. Isolasi Sosial b.d gangguan kesehatan dan kesulitan membina
hubungan
1. Adakan
kontak
secara sering
dan singkat.
2. Observasi
tingkah laku
verbal dan
non verbal
pasien yang
terkait
dengan
halusinasi
(sikap seperti
mendengark
an sesuatu,
bicara atau
tertawa
sendiri,
terdiam di
tengah –
tengah
pembicaraan
).
3. Terima
halusinasise
bagai hal
yang nyata
bagi pasien
dan tidak
nyata bagi
perawat.
4. Identifikasi
bersama
pasien
tentang
waktu
5. munculnya
halusinasi, isi
halusinasi
dan frekuensi
timbulnya
halusinasi.
6. Dorong
pasien untuk
mengungkap
kan
perasaannya
ketika
halusinasi
muncul.
7. Diskusikan
dengan
pasien
mengenai
perasaannya
saat terjadi
halusinasi.
3 : pasien dapat 1. Pasien dapat 1. Identifikasi
mengendalikan mengidentifikasi tindakan
halusinasinya tindakan yang di pasien yang
lakukan untuk positif.
mengendakikan 2. Beri pujian
halusinasi. atas tindakan
2. Pasien dapat pasien yang
menunjukan cara positif.
baru untuk 3. Bersama
mengontrol pasien
halusinasi. rencanakan
kegiatan
untuk
mencegah
terjadinya
halusinasi.
4. Diskusikan
ajarkan cara
mengatasi
halusinasi.
5. Dorong
pasien untuk
memilih cara
yang disukai
untuk
mengontrol
halusinasi.
6. Beri pujian
atas pilihan
pasien yang
tepat.
7. Dorong
pasien untuk
melakukan
tindakan
yang telah
dipilih.
Strategi Pelaksanaan
Adapun strategi pelaksanaan Halusinasi, yaitu (O’Brien, 2014) :
Pasien Keluarga
SP I SP I
1. Identifikasi halusinasi : dengan - Mendiskusikan masalah yang
mendiskusikan isi, frekuensi, waktu, dirasakan keluarga dalam
terjadi situasi pencetus, perasaan dan merawat px
respon - Menjelaskan pengertian
2. Jelaskan cara mengontril halusinasi : halusinasi, tanda dan gejala serta
hardik, obat, bercakap-cakap, proses terjadinya halusinasi
melakukan kegiatan. - Menjelaskan cara merawat px
3. Latih cara mengontrol halusinasi dengan halusinasi
dengan menghardik
4. Masukan pada jadwal kegiatan untuk
latihan menghardik
SP II
1. Evaluasi menghardik, beri pujian.
2. Latih cara mengontrol halusinasi
dengan obat (jelaskan 6 benar obat,
SP II
jenis, guna, dosis, frekuensi,
kontinuitas minum obat) - Melatih keluarga mempraktekkan
3. Jelaskan pentingnya penggunaan obat cara merawat px dengan
pada gangguan jiwa halusinasi
4. Jelaskan akibat jika obat tidak
diminum sesuai program SP III
5. Jelaskan akibat putus obat - Melatih keluarga melakukan cara
6. Jelaskan cara berobat merawat langsung kepada px
7. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk dengan halusinasi
latihan menghardik dan beri pujian.
SP III SP IV
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik - Membantu keluarga membuat
dan obat. Beri pujian. jadwal aktivitas di rumah
2. Latihan cara mengontrol halusinasi termasuk minum obat (discharge
dengan bercakap-cakap ketika planning)
halusinasi muncul - Menjelaskan follow up px setelah
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk pulang
latihan menghardik, minum obat, dan
bercakap-cakap.
SP IV
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik,
penggunaan obat dan bercakap-
cakap. Beri pujian.
2. Latih cara mengontrol halusinasi
dengan melakukan kegiatan harian
(mulai 2 kegiatan)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk
latihan menghardik, minum obat,
bercakap-cakap dan kegiatan harian
SP V
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik,
minum obat, bercakap, dan
melakukan kegiatan harian. Beri
pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri
4. Nilai apakah halusinasi terkontrol
DAFTAR PUSTAKA