Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS KOASISTENSI VIROLOGI

NEWCASTLE DISEASE (ND) PADA AYAM

OLEH

KELOMPOK KOAS 6 A (Kelompok 1)

WINDRA TRIVEN BENU (2209022039)

FLORANTE MARIA NENGA (2209022054)

RAVENA J. PAULA KIUK (2209022060)

PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas cinta dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus
yang berjudul “Newcastle Disease (ND) pada Ayam” dengan baik. Laporan ini ditulis
sebagai salah satu sumber informasi tentang penyakit newcastle disease dan juga
salah satu penilaian dalam Koasistensi Virologi.

Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan laporan terdapat dukungan,


doa, peran, kritik dan saran dari berbagai pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Untuk itu, melalui
kesempatan ini, dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih.

Akhir kata, penulis juga ingin menyampaikan permohonan maaf apabila


terdapat kesalahan dalam penulisan laporan ini. Kiranya laporan ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan digunakan sebaik-baiknya.

Kupang, 17 Juni 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Newcastle disease (ND) merupakan salah satu penyakit menular disebabkan


oleh infeksi virus yang dapat menyerang semua jenis unggas terutama ayam, baik
ayam ras maupun ayam bukan ras (buras) sehingga menjadi ancaman serius bagi
industri peternakan unggas di Indonesia (Santhia, 2003; Tabbu, 2000). Hal itu
disebabkan karena pola penyebaran dan penularannya penyakit ND yang sangat
cepat, serta mengakibatkan kerugian ekonomi yang cukup besar karena angka
morbilitas dan mortalitas yang tinggi mencapai 90-100%. Penyakit ND lebih dikenal
dengan istilah tetelo, yang berasal dari bahasa Jawa thethel. Penyakit ND termasuk
penyakit dalam daftar A oleh World Animals Health Organization (WAOH) atau Office
International des Epozzoties (OIE) (OIE, 2012).

Penyakit ND disebabkan oleh virus newcastle disease, termasuk avian


paramixovirus-1, genus Avulavirus, famili Paramyxoviridae. Berdasarkan strain virus,
virus ND dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : lentogenik (strain virus yang kurang
virulen), mesogenik (strain virus yang virulensi sedang) velogenik (strain virus yang
virulensi ganas). Penyakit ND umumnya mulai meningkat pada awal musim hujan
dan mencapai puncak pada pertengahan musim hujan dan akan semakin meningkat
pada musim pancaroba (Widodo et al., 2012).

Penyakit ND pertama dilaporkan oleh Kraneveld pada tahun 1926 di Jakarta,


sejak itu penyakit dilaporkan di mana-mana dan sampai sekarang belum ada satu
daerah pun di Indonesia yang bebas dari penyakit ini (Wiki ISIKHNAS, 2014).
Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh ND adalah kematian ayam dan menurunnya
produksi telur pada ayam petelur, gangguan pertumbuhan dan penurunan bobot
badan pada ayam pedaging. Penyakit ini dapat ditularkan secara vertikal maupun
kontak langsung dengan sekresi dan eksresi dari unggas yang terinfeksi serta partikel
kecil yang terbawa melalui udara. Penyakit ND bersifat akut pada unggas serta
menular secara cepat dan menimbulkan gangguan pernapasan yang sering diikuti
oleh gangguan pencernaan serta gangguan saraf (Tabbu, 2000).
Berdasarkan gejala klinis yang ditunjukkan, Penyakit ND sering dikelirukan
dengan penyakit lain yang meyerang ayam seperti Avian Influenaza (AI), Infectious
coryza, Avian encephalomyelitis (AE), dll. Pada kasus ini pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan adalah Uji Serologi Haemaglutinasi (HA/HI) untuk meneguhkan
diagnosa pada ayam yang menunjukkan gejala penyakit ND serta melakukan deteksi
dini untuk mencegah penyebaran wabah penyakit ND.

1.2 Tujuan

Penulisan laporan ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari tentang


penyakit Newcastle Disease (ND) pada ayam berdasarkan studi kasus lapangan
dengan melakukan pengamatan gejala klinis pada ayam, serta mengetahui etiologi,
epidemiologi, patogenenesis, dan peneguhan diagnosis melalui pemeriksaan
laboratorik dengan uji serologis HA/HI.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi Newcastle Disease

Penyakit Newcastle disease (ND) disebabkan oleh Avian Paramyxovirus type-1


(APMV-1) genus Avulavirus famili Paramyxoviridae. Virus Newcastle Disease (NDV)
atau Avian Paramyxovirus-1 merupakan virus RNA dengan genom serat tunggal
(single stranded/ss) dan berpolaritas negative (-). Famili Paramyxoviridae berbentuk
pleomorfik, sebagian besar berbentuk bulat kasar dengan diameter 100-500 nm tetapi
juga ditemukan dalam bentuk filamen dengan diameter 100 nm dan beramplop.
Panjang virus Paramyxovirus terlihat bervariasi (Yussod dan Tan, 2001). Ada
sembilan serotype dari avian Paramyxovirus yaitu APMV-1 sampai APMV-9 (OIE,
2002).

Genom virus ini mempunyai 6 protein utama yang menyusunnya yaitu


Nucleocapsid Protein (N), Phosphoprotein (P), Matrix Protein (M), Fushion Protein (F),
Hemaglutinin-neuraminidase Protein (HN), dan Large Polymerase Protein (L). Protein-
protein ini mempunyai peran masing-masing dalam menentukan virulensi virus New
Castle Desease (Panda et al., 2004).

Gambar 1. Morfologi virion newcastle disease virus (Sumber: Belo et al., 2018).

Protein H merupakan protein yang melekat dan mengikat pada reseptor


pada bagian luar membrane sel inang, termasuk sel darah merah. Kehadiran protein
H membantu dalam diagnosa laboratorium. Bagian N (Neuraminidase) merupakan
enzim aktif yang membantu dalam pelepasan virus dari membrane sel inang. Aktivitas
enzim ini mempengaruhi waktu yang dibutuhkan bagi virus untuk mengelusi dari sel
darah merah. Protein F berfungsi untuk fusi antara amplop virus dengan membrane
sel inang. Hal ini memungkinkan penetrasi sel inang oleh genom virus. Protein M
terletak di permukaan bagian dalam virus yang berfungsi sebagai perlekatan virus
yang berinteraksi dengan nukleokapsid. Berdasarkan atas virulensinya, virus ND
dikelompokkan menjadi tiga patotype yaitu : lentogenik adalah strain virus yang
kurang virulen, mesogenik merupakan strain virus dengan virulensi sedang, dan
velogenik adalah strain virus ganas. Strain velogenik dibedakan lagi menjadi bentuk
neurotrofik dengan gejala gangguan saraf dan kelainan pada sistem pernafasan, dan
bentuk viserotrofik yang ditandai dengan kelainan pada sistem pencernaan (Aldous
dan Alexander, 2001).

2.2 Epidemologi Newcastle Disease

Berdasarkan karakteristik genetiknya, virus newcastle disease (NDV) telah


diklasifikasikan menjadi virus kelas I dan kelas II tetapi tetap dalam satu
serotype. Kelas I NDV telah diisolasi terutama dari burung liar, sebagian besar
virulensi rendah, dan keberadaannya jarang dilaporkan pada spesies unggas. 
Sementara itu strain NDV kelas II banyak dijumpai pada unggas komersial, bangsa
burung dan kalkun. NDV kelas II bisa bersifat pathogen maupun apathogen.

Gambar 2. Peta Penyebaran New Castle Disease (ND) di Indonesia.

(Sumber : Medion,2020).
Virus Newcastle diseases di Indonesia bersifat endemik dan menyebar
keseluruh daerah (Saepulloh & Darminto, 2005). Adi et al., (2010) melaporkan adanya
isolat virus ND noval Indonesia strain velogenic yang masuk dalam kelompok genotipe
VII berdasarkan urutan asam amino cleavage site protein F dan HN. Isolat VND di
Indonesia telah banyak diperoleh namun informasi epidemiologi sangat terbatas.
Kondisi pasar unggas hidup yang memiliki sanitasi buruk berkontribusi besar dalam
penyebaran NDV di Indonesia. Minimnya informasi tentang asal-usul dan status
kesehatan unggas menjadi salah satu penyebab. Hal ini menyebabkan mudahnya
transmisi virus baik di dalam maupun (Kurnianingtyas et al., 2017).
NDV peka terhadap suhu panas, sinar utraviolet dan sinar matahari. Virus
cepat mati pada suhu diatas 50°C, dapat bertahan hidup selama 1 minggu pada suhu
37°C, bertahan 2 bulan pada suhu 22-28°C dan berbulan-bulan pada karkas beku.
Virus tahan terhadap perubahan pH 2 – pH 10. Peka terhadap bahan-bahan virusidal
aitu formalin (1-2%), fenol (1:20), alkohol 70%, kresol%dan kalium permanganate
dalam larutan 1:5000 atau dengan fumigasi. Virus ND dapat tumbuh dalam telur
aam berembrio (TAB) umur 9-12 hari pada cairan alantois. Selain itu dapat tumbuh
pada kultur sel fibroblast dan sel ginjal embrio ayam serta sel baby hamster kideny
(BHK).

Penyakit ND menyerang unggas dan bangsa burung. Spesies yang paling


rentan adalah ayam baik ayam ras dan ayam kampung. Jenis ayam tidak
berpengaruh terhadap kerentanan. Ayam umur muda lebih rentan daripada ayam
dewasa. Kalkun yang terinfeksi biasanya hanya menunjukkan gejala gangguan
pernapasan ringan. Itik angsa dan entok jarang menunjukkan gejala sakit. Itik
dewasa umumnya telah mengandung zat kebal dalam darah. Pnyakit ini
menyebabkan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi hingga 100% akibat
infeksi jalur velogenik. Pada jalur mesogenik menyebabkan morbiditas 50% dan pada
infeksi jalur lentogenik morbiditas 30% (CIDRAP, 2003).

Masa inkubasi ND yaitu antara 2-15 hari atau rata-rata 6 hari. Ayam yang
terinfeksi virus akan mengeluarkan virus melalui alat pernapasan setelah 1-2 hari
terinfeksi. Penularan dari hewan terinfeksi ke hewan lainnya dapat melalui kontak
langsung dengan hewan sakit, melalui sekresi dan eskresi yang berasal dari hewan
infeksi, melalui bangkai ayam yang terinfeksi maupun secara vertikal. Penularan yang
paling umum adalah melalui inhalasi dan tertelan bersama pakan yang
terkontaminasi feses terinfeksi atau melalui sekret respiratori (CFSPH, 2016). Di
samping oleh ayam, penyebaran penyakit dapat melalui burung piaraan atau burung
liar yang ada di sekitar atau masuk ke dalam kandang. Peranan dari berbagai faktor
di atas dalam penularan NDV tergantung pada berbagai faktor manajemen dan
lingkungan tempat suatu peternakan beroperasi. Virus yang dikeluarkan lewat
sekresi (lendir) dan eskresi (feses dan urin) dapat bertahan sampai 2 bulan. Penularan
dari satu tempat ke tempat lain melalui sarana transportasi, pekerja kandang,
burung, debu kandang, angin, serangga, makanan dan karung makanan yang
tercemar.

2.3 Patogenesis Newcastle Disease

Jalur masuk virus newcastle disease yang paling umum adalah melalui
inhalasi dan ingesti. Setelah virus masuk, awal mulanya virus akan bereplikasi pada
sel epitel mukosa dari saluran pernapasan bagian atas dan saluran pencernaan. Pada
strain lentogenik dan asimptomatik enterik infeksi terbatas pada kedua sistem ini,
dengan perubahan paling menonjol adalah peradangan pada kantung udara. Untuk
strain virus velogenik dan mesogenik, virus dengan cepat menyebar setelah infeksi
melalui darah (viremia primer) ke limpa dan sumsum tulang, kemudian terjadi
viremia sekunder yang menyebabkan infeksi organ target lain : paru-paru, usus, dan
sistem saraf pusat.

Produksi antibody berlangsung dengan cepat. Antibody penghambat


hemaglutinasi dapat diamati dalam waktu 4-6 hari setelah infeksi. Titer antibody
penghambat hemaglutinasi merupakan ukuran dan kekebalan. Antibodi asal induk
dapat melindungi anak ayam sampai 3-4 minggu setelah menetas. Antibodi IgG yang
terbatas dalam aliran darah tidak mampu mencegah infeksi pernapasan tetapi dapat
mencegah viremia sedangkan antibody IgA yang dihasilkan secara lokal berperan
penting dalam melindungi saluran pernapasan dan saluran pencernaan (Fenner,
1995).

2.4 Gejala Klinis dan Temuan Patologi Newcastle Disease

Masa inkubasi sangat bervariasi tergantung pada strain virus, jenis unggas,
status kebal, dan adanya infeksi sekunder dengan organisme lain pada saat hewan
terinfeksi. Berdasarkan keparahan penyakit klinis, strain NDV awalnya
diklasifikasikan menjadi 4 patotipe. Kemudian patotipe diklasifikasikan berdasarkan
patogenisitas dari yang paling tidak patogen: asimptomatik enterik, lentogenik
(Hitchner), mesogenik (Beaudette), dan velogenik. Velogenik telah selanjutnya dibagi
menjadi viscerotropik (Doyle atau velogenic viscerotropik NDV /VVNDV) atau
neurotropik (Beach atau velogenic neurotropik NDV/VNNDV) menurut kemampuan
mereka untuk menyebabkan tanda-tanda terutama visceral atau saraf (Cattoli et al.,
2011).

 Bentuk Velogenik-viscerotropik
Bentuk ini brsifat akut, menimbulkan tingkat mortalitas yang tinggi
mencapai 80-100%. Tanda-tanda utama pada gangguan system
pernafasan pernapasan. Tanda-tanda klinis awal bervariasi, pada
permulaan sakit terlihat napsu makan, diare yang kadang-kadang
disertai darah, lesu, sesak napas, ngorok, bersin, batuk, paralisis parsial
atau komplit, kadang-kadang terlihat gejala torticolis.
 Bentuk Velogenik-pneumoencephalitis
Bentuk ini hampir mirip dengan bentuk velogenik-viscerotropik. Gejala
klinis yang terlihat terjadi gangguan pada sistem pernapasan dan sistem
syaraf dengan tingkat mortalitas biasanya mencapai 60-80%. Tanda
klinis awal bervariasi namun gejala torticolis lebih menonjol terjadi
daripada velogenik-viscerotropik.
 Bentuk Mesogenik
Infeksi virus strain mesogenik bersifat akut ditandai dengan gangguan
respirasi dan kelainan saraf. Gejala klinis pada ayam ditandai dengan
penurunan nafsu makan, jengger dan pial sianosis, pembengkakan di
daerah kepala, bersin, batuk, ngorok, dan diare putih kehijauan. Pada
ayam dewasa terjadi penurunan produksi telur. Mortalitas mencapai
10% pada anak ayam, namun anak ayam yang berhasil sembuh akan
mengalami gangguan pertumbuhan. Kematian pada ayam dewasa jarang
terjadi.
 Bentuk Lentogenik
Infeksi virus strain lentogenik biasanya bersifat subklinis yang ditandai
dengan penyakit pernapasan ringan, seperti batuk, keluar leleran dari
hidung, terengah-engah, bersin dan rales serta penurunan produksi
telur. Tidak menunjukkan gejala pada sistem saraf dan tidak
menyebabkan kematian baik ayam dewasa maupun anak ayam.
Penyakit diperparah jika terdapat infeksi sekunder.

Gambar 3. Gejala klinis pada ayam. a). Torticolis, b). Pembengkakan dan
hemoragi pada daerah mata, c). Pembengkakan pada kelopak mata

Strain velogenik yang virulen menyebabkan hemoragi pada persimpangan


kerongkongan dan proventrikulus, proventrikulus dan gizzard dan di bagian posterior
usus halus. Pada kasus yang parah, perdarahan juga terjadi pada jaringan subkutan,
otot, laring, trakea, esofagus, paru-paru, kantung udara, perikardium, dan
miokardium. Pada ayam dewasa, perdarahan terjadi pada folikel ovarium. Pada sistem
saraf pusat, lesi adalah ensefalomielitis dengan nekrosis neuronal (Pagala et al.,
2015).

Perubahan makroskopis pada saluran pencernaan meliputi nekrosis dan


hemoragi pada proventrikulus, duodenum dan seka tonsil (Capua dan Terregino,
2011). Bagian yang mendapat perhatian adalah seka tonsil, dimana terdapat nekrosis
apabila dibuka dan perubahan hyperemia. Pada pemeriksaan histopatologi adanya
hiperemi hingga hemoragi, nekrosis parah, infiltrasi limfosit pada provetrikulus,
duodenum dan seka tonsil. Perubahan patologi anatomi yang patognomonis pada
penyakit ND ditandai dengan ptechie pada proventikulus, ventrikulus, usus, seka
tonsil, trakea, dan paru-paru (Kencana dan Kardena, 2011).
Gambar 3. Temuan patologi pada organ ayam. a. Perdarahan pada sekal tonsil, b.
Ptechiae pada proventrikulus, c. Nekrosa pada usus.

2.5 Diagnosa Banding Newcastle Disease

Penyakit Newcastle Disease (ND) sering dikelirukan dengan penyakit lain


karena adanya kemiripan, baik terhadap gejala klinis atau berdasarkan temuan
patologis saat. Menurut kencana (2012), penyakit ND sangat mirip dengan penyakit
Avian influenza (AI), dan beberapa penyakit yang sering dikelirukan untuk diagnosa
Newcastle Disease (ND) yaitu penyakit yang disertai gangguan pernapasan dan
reproduksi seperti Infectious bronchitis (IB), Infectious laryngotracheitis (ILT), Chronic
respiratory disease (CRD). Penyakit dengan gangguan syaraf yaitu Avian
encephalomyelitis (AE). Penyakit bakteri seperti Fowl cholera, mikoplasmosis,
salmoneloosis, dan penyakit jamur seperti Aspergilosis.

2.6 Diagnosa Laboratorik Newcastle Disease

Pemeriksaan serologis terhadap adanya aglutinasi bisa menggunakan uji


Haemaglutination (HA). Apabila uji HA positif dapat dilanjutkan dengan identifikasi
virus dengan uji hambatan Haemaglutination Inhibition (HI) atau Uji Neutralisasi Virus
(VN test) dengan serum kebal terhadap ND. Bila salah satu dari kedua uji tersebut
positif dapat dipastikan bahwa sampel yang diperiksa adalah sampel positif ND.
Pemeriksaan serologis untuk melihat adanya antibodi bisanya mengunakan uji HI, uji
Serum Neutralization (SN) dan ELISA. Pengujian adanya antigen dapat dilakuan
dengan (FAT), rapid test.
2.7 Pengobatan dan Pencegahan Newcastle Disease

Belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit ND. Usaha yang
dapat dilakukan adalah membuat kondisi tubuh ayam cepat membaik dan
merangsang napsu makannya dengan memberikan tambahan vitamin dan mineral,
serta mencegah infeksi sekunder dengan pemberian antibiotik.

Pencegahan penyakit ND dapat dilakukan dengan vaksinasi, memberikan


nutrisi yang mencukupi, serta menjaga kebersihan dan sanitasi kandang atau
meningkatkan Biosecurity. Vaksin strain Newcastle Disease (ND) Lentogenik (Lasota
dan B1) dan mesogenik (Kumaroy) digunakan sebagai vaksin aktif, sedangkan strain
velogenik digunakan sebagai vaksin tidak aktif (Vaksin emulsi). Vaksin ND aktif dan
tidak aktif digunakan di dalam peternakan ayam di Indonesia, meskipun memiliki
kekurangan dan kelebihan (Miller et al., 2009). Vaksin aktif lebih murah diproduksi
dan dapat diberikan lewat minum atau aerosol, sedangkan vaksin tidak aktif lebih
mahal, tetapi lebih aman untuk digunakan. Vaksinasi dapat diberikan pada umur 4
hari melalui tetes mata, umur 21 hari melalui tetes mata ataupun suntikan, serta
umur 3 bulan juga melaui tetes mata ataupun suntikan, dan diulang kembali setiap 3
bulan sesuai prosedur dari pabrik obat (Zainudin dan Wibawan, 2009).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel darah ayam dilakukan pada hari Rabu, 7 Juni 2023 yang
berlokasi di Kelurahan Oebobo, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang. Sampel serum
ayam suspect Newcastle disease kemudian di bawah ke UPT Veteritener Provinsi
Nusa Tenggara Timur pada hari Rabu, 7 Maret 2023 untuk dilakukan pemeriksaan
uji serologis.

3.2 Materi Penelitian

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Coolbox, Tabung


Venoject, Tabung Eppendorf, Centrifuge, Spuid 3 cc, alat tulis dan smartphone untuk
dokumentasi.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

 Sampel darah ayam,


 Alcohol 70%,
 Ice gel,
 Kapas steril.

3.2.3 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel darah ayam suspect ND dilakukan dengan cara


mengambil melalui vena brachialis menggunakan spuit 3 cc lalu masukkan ke dalam
tabung venoject tanpa antikoagulan. Selanjutnya sampel darah di simpan dalam
coolbox lalu dibawa ke Laboratorium KRPN FKKH untuk dilakukan sentrifugasi untuk
memisahkan serum dari darah, kemudian serum ditampung didalam tabung
eppendorf untuk kemudian dibawa ke UPT Veteriner Provinsi Nusa Tenggara Timur
untuk dilakukan pemeriksaan serologis uji HA/HI.

Gambar 5. Sampel serum darah ayam (Sumber : dokumentasi pribadi)


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sinyalemen dan Anamnesa
4.1.1 Sinyalemen
Nama Pemilik : Adi Bengu
Alamat : Oebobo
Tanggal Pengambilan sampel : Rabu, 07 Juni 2023
Nama hewan :-
Jenis Hewan : Ayam
Umur : 5 bulan
Jenis kelamin : Jantan
Warna : Hitam
4.1.2 Anamnesa
Berdasarkan hasil anamnesa yang telah dilakukan terhadap pemilik serta hasil
pengamatan dilapangan, didapatkan informasi bahwa ayam tersebut sudah
mengalami penurunan napsu makan, lemah, lesu, terdengar suara ngorok yang
halus, bersin, terdapat leleran pada hidung, terdapat benjolan pada daerah sekitar
mata, namun ayam tidak menunjukan gejala torticollis (leher terpelintir).
Menurut informasi peternak, ayam tersebut sudah divaksinasi. Berdasarkan
observasi di lapangan, ayam ditaruh pada kandang yang terbuat dari kayu, ukuran
kandang kecil sehingga ayam terlihat berdesak-desakan, dan manajemen kebersihan
kandang yang buruk.
Gambar 6. Ayam dengan gejala klinis adanya pembengkakan pada daerah sekitar
mata, lesu, serta gangguan persendian (sumber: dokumentasi pribadi).

4.2 Teknik Diagnosa


Teknik diagnosa dilakukan bertujuan untuk mengetahui agen penyebab suatu
penyakit dan juga untuk mengetahui terapi yang tepat untuk diberikan. Pada kasus
ini dilakukan beberapa teknik diagnosa yaitu pemeriksaan hematologi darah dan
pemeriksaan serologis berupa uji Hemagglutination Assay (HA) dan Inhibition
Hemagglutinin (HI).

4.2.1 Pemeriksaan Hematologi Darah

Darah terdiri atas cairan berupa plasma (55%) dan padatan (45%). Bagian
padatan terdiri dari eritrosit, leukosit, dan trombosit. Plasma darah mengandung
protein, air, zat lain seperti ion, gas, dan sisa metabolisme. Kandungan air dalam
plasma darah sebesar 91%. Air tersebut berfungsi sebagai termoregulasi dalam darah
sirkulasi (Isroliet al., 2009). Darah berfungsi sebagai alat tranportasi dan alat
pertahanan tubuh. Pembentukan darah terjadi di sumsung tulang. Pemeriksaan
darah merupakan metode yang dapat dilakukan untuk melihat respons fisiologis dan
mendukung diagnosis penyakit ternak (Napirah et al., 2013).

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap


NAMA NILAI
PENGUJIAN HASIL KET
PEMILIK STANDAR
Adi Bengu WBC 125,2 X 10^3/µL 12-30 Tinggi
LYM# 103,6 X 10^3/µL 7-17.5 Tinggi
MID# 10,3 X 10^3/µL 0.1-1.8 Tinggi
GRA# 11,3 X 10^3/µL 2-7.8 Tinggi
LYM% 86 % 45-70 Tinggi
MID% 10,9 % 1-15 Normal
GRA% 3,1 % 40-70 Rendah
RBC 2,44 X 10^6/µL 2.5-3.5 Rendah
HGB 7,3 g/L 7-13 Normal
MCHC 25,3 g/dL 26-35 Rendah
MCH 30 pg 33-47 Rendah
MCV 118,6 fL 90-140 Normal
RDW-CV 8,7 % 10-15 Rendah
RDW-SD 51,8 % fL 35-56 Normal
HCT 28,9 % 22-35 Normal
PLT 8 X 10^3/µL 20-40 Rendah
MPV -fL 7-11 -
PDW -fL 10-18 -
PCT -% 0.1-0.5 -
P-LCR -% 13-43 -

1. Gambaran Eritrosit
Eritrosit mengandung hemoglobin yang berperan sebagai alat
transportasi oksigen dari paru-paru ke sel dan membawa karbondioksida dari
sel ke paru-paru. Eritrosit unggas (ayam) berbentuk oval dan mempunyai inti
sel. Hasil pengujian konsentrasi eritrosit, hematokrit, hemoglobin, serta indeks
eritrosit ayam kampung dapat dilihat pada Tabel 1. Konsentrasi eritrosit dan
nilai hematokrit pada ayam kampung saspec ND berada dalam kisaran normal,
sedangkan hemoglobinnya berada di bawah kisaran normal.
Pengamatan indeks eritrosit meliputi Mean Corpuscular Volume (MCV),
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) dan Mean Corpuscular
Hemoglobin (MCH). Indeks eritrosit ini digunakan untuk mengetahui keadaan
anemia. MCV sebagai indikator anemia berdasarkan ukuran eritrosit. Nilai
MCHC digunakan untuk mengetahui kondisi anemiaternak berdasarkan
konsentrasi hemoglobin. Adapun MCH untuk mengetahui kondisi anemia yang
berdasarkan berat hemoglobin (Guyton dan Hall, 2008).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, nilai MCHC dan MCH berada di bawah
kisaran normal. Hal ini mengindikasikan bahwa hewan mengalami anemia
dengan jenis anemianya adalah anemia mikrositik hipokromik salah satu
penyebab terjadinya anemia mikrositik hipokromik defesiensi zat besi. Zat besi
dalam bentuk Fe2+ yang terdapat pada pusat heme akan mengikat atom
oksigen. Pada hewan normal, kadar hemoglobin berhubungan dengan jumlah
eritrosit (Swenson, 1993).
2. Gambaran Leukosit
Leukosit atau sel darah putih merupakan bagian dari sistem pertahanan
tubuh yang dapat bergerak. Setelah pembentukannya, sel darah putih masuk
ke dalam peredaran darah dan menuju ke bagian tubuh yang membutuhkan.
Berdasarkan morfologinya, ada yang bergranula dan ada yang tidak.
Diferensiasi leukosit meliputi limfosit, monosit, heterofil, eosinofil, dan basofil.
Leukosit yang bergranula terdiri atas heteroifil, eosinofil dan basofil. Leukosit
yang tidak bergranula adalah monosit dan limfosit (Ganong, 2008).
Berdasarkan hasil pemeriksaan hematoogi darah ditemukan beberapa
parameter yang menunjukan adanya peradangan atau inflamasi akibat infeksi
agen virus yaitu peningkatan jumlah leukosit atau sel darah putih
(leukositosis) dan peningkatan jumlah limfosit dalam darah (limfositosis). Jenis
leukosit yang meningkat pada kasus ini adalah limfosit (limfositosis). Hasil sel
darah putih yang didapatkan sebanyak 125.2 x 10^3/μL dengan kisaran
normal yaitu 12 – 30 (10^3/ μL), sedangkan jumlah limfosit yang didapatkan
sebanyak 86% dari kisaran normal yaitu 45 – 70%. Hartoyo et al., (2015)
menyatakan bahwa fungsi sel darah putih adalah menjaga tubuh dari serangan
patogen dengan cara fagositosis dan menghasilkan antibodi. Peningkatan
limfosit diinikasikan terjadinya infeksi virus.
Limfosit dibagi menjadi dua, yaitu limfosit T dan limfosit B. Kedua
limfosit ini awalnya terbentuk di sumsum tulang, akan tetapi pada limfosit T
terjadi pematangan di kelenjar timus, sedangkan limfosit B pematangannya
terjadi di kelenjar getah bening, pada ayam terjadi di bursa fabricius
(Baratawidjaja dan Rengganis, 2012). Limfosit T berfungsi sebagai pertahanan
dan terlibat dalam proses imunologik yang diperantarai oleh sel. Sel-sel ini
beredar di dalam darah sampai mereka bertemu dengan antigen yang telah
dikenalnya. Limfosit T akan menghasilkan bahan kimia yang akan
menghancurkan mikroorganisame dan memberitahu kepada sel darah putih
lain apabila terjadi infeksi (Handayani, 2008). Limfosit B berperan sebagai
pertahanan hormonal yaitu menyerang mikroorganisme patogen. Limfosit B
akan mengalami pematangan lebih lanjut yang terjadi di sel plasma dan akan
menghasilkan antibodi.
4.2.2 Pengujian Laboratorium (Uji HA/HI)
Kasus dugaan Newcastle Disease (ND) pada ayam selanjutnya dikonfirmasi
dengan pemeriksaan laboratorium menggunakan uji HA/HI yang berfungsi untuk
mendeteksi ada tidaknya antigen virus. Prinsip kerja dari uji HA (Hemaglutination
Assay) dan HI (Haemagglutination Inhibition) adalah untuk mendeteksi adanya antigen
virus yang menghemaglutinasi sel darah merah dan adanya hambatan hemaglutinasi
antigen virus oleh antibodi spesifik. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan
di UPT Veteriner menggunakan uji HA/HI ayam sakit tersebut memberikan hasil
serpositif.
Hemaglutinasi terjadi akibat adanya aktifitas hemaglutinin pada dinding virus.
Adanya aktivitas hemaglutinasi dari virus ND sehingga mampu mengaglutinasi sel
darah merah hewan tertentu, menjadi prinsip dasar dalam uji hemaglutinasi (HA).
Hasil positif pada uji hemaglutinasi ditandai dengan adanya aktivitas hemaglutinasi
dari virus ND sehingga mampu menghemaglutinasi sel darah merah dan menghambat
pengendapan sel darah merah sehingga tidak terbentuk endapan pada dasar
sumuran (WHO, 2013). Pada prinsipnya uji HI adalah reaksi ikatan antara antibodi
yang terkandung dalam serum yang diperiksa dan jumlah antigen hemaglutinin ND
yang digunakan sebanyak 4 HU (Haemagglutination Unit). Perlekatan spesifik antara
antibodi dan antigen pada molekul HA akan menghambat perlekatan antara HA virus
dan reseptor pada eritrosit. Efek penghambatan hemaglutinasi ini yang dijadikan
dasar untuk uji HI (Hewajuli dan Dharmayanti, 2008).
Menurut Wibowo et al., (2012), beberapa hal yang menjadi penyebab
munculnya kasus ND antara lain masalah manajemen peternakan, kualitas vaksin,
serta variasi patotipe virus yang beredar di lapangan. Sistem pemeliharaan secara
diumbar (tradisional) masih banyak ditemui di lingkungan salah satunya di Oebobo.
Hal tersebut menyebabkan tingginya kontak langsung antar-ayam dan sulitnya
mencegah infeksi ND. Sistem pemeliharaan yang diumbar menyebabkan tidak
terkedalinya kebersihan lingkungan hidup ayam. Masyarakat hanya melakukan
disinfeksi saat ayam mati akibat infeksi ND. Virus ND mampu bertahan hidup hingga
2 bulan di dalam tumpukan sekam kering yang digunakan sebagai alas kandang
(Wiedosari & Wahyuwardani 2015). Disinfeksi lingkungan sebaiknya digiatkan setiap
pekan untuk mematikan virus ND atau agen penyakit lainnya.
Sistem pemeliharaan secara diumbar merupakan cara pemeliharaan yang
sangat sederhana, tidak memerlukan banyak input terutama pakan, dan ayam
mencari sendiri pakannya dari lahan umbaran (Pramudyati, 2009). Kelemahan sistem
ini adalah keamanan dari predator dan penyakit akibat kontak dengan ayam lainnya.
Sistem ini cukup menguntungkan apabila tidak terjadi serangan penyakit (Iskandar
2010). Menurut Santhia (2003), tindakan pengendalian sangat diperlukan terutama
dalam hal disinfeksi dan sanitasi secara rutin. Penanggulangan kasus ini
membutuhkan kerja sama antara masyarakat dan dinas, tetapi partisipasi dan
pengetahuan masyarakat terhadap kasus ini masih kurang. Kasus ND dapat dicegah
dengan pengawasan khusus pada ayam yang baru datang dengan cara memeriksa
kelengkapan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) dan melakukan check point
(pemeriksaan hewan), serta pengamatan gejala klinis secara tepat atas penyakit yang
menyerang unggas. Pengawasan lalu lintas sangat diperlukan terutama pada wilayah
dengan risiko tinggi (Santhia 2003).
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Hasil pemeriksaan laboratorik melalui uji serologi HA/HI pada ayam kampung
dengan suspect newcastle disease (ND) menunjukkan hasil serpositif. Penyebab
munculnya kasus ND antara lain masalah manajemen peternakan, kualitas vaksin,
serta variasi patotipe.

5.2 Saran

Perlu dilakukan deteksi dini untuk mencegah penyebaran wabah ND dengan


program vaksinasi yang tepat, meningkatkan biosecurity dan biosafety di lingkungan
peternakan ayam, serta pengawasan lalu lintas untuk meminimalisir penyebaran
virus newcastle disease.
DAFTAR PUSTAKA

Capua, I. dan Terregino, C. 2011.Clinical Traits and Pathology of Newcastle disease


Imfection and Guidelines for Farm Visit and Differential Diagnosa. Issue No.
36/ May 2011.

Cattoli G, Susta L, Terregino C, Brown C. 2011. Newcastle disease: a review of field


recognition and current methods of laboratory detection. Journal of Veterinary
Diagnostic Investigation, 23(4):637–656.

Hartoyo, B., S, S., Iriyanti, N., & Susanti, E. (2015). Performan dan Profil Hematologis
Darah Ayam Broiler Dengan Suplementasi Herbal (fermenherfit). In T.
Setyawardani, A. Susanto, & A. Sodiq (Eds.), Seminar Nasional Teknologi dan
Agribisnis Peternakan III (pp. 242–251). Purwokerto: Universitas Jendral
Soedirman.

Iskandar S. 2010. Usaha Tani Ayam Kampung. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak
Ciawi.

Kencana, G.A.Y. and I.M. Kardena. 2011. Gross pathological observation of acute
Newcastle disease in domestic chicken. Prosiding Seminar Internasional
Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PERMI) dan International Union of
Microbiological Societies (IUMS). Denpasar, 22-24 Juni 2011.

Miller, PJ., C. Estevez, & Q. Yu. 2009. Comparison of viral shedding following
vaccination with inactivated and live Newcastle disease vaccines formulated
with wild-type and recombinant viruses. Avian Disease. 53 : 39– 49.

OIE. 2012. Manual of Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial Animals 2010.
www.oie. int. Akses tanggal 17 Juni 2023.

Pagala MA ,Muladno, Sumantri C, Murtini S. 2015. The Clinical Symptom and


Anatomical Pathology of Tolaki Chicken which Infected Newcastle Disease Viral.
Proceeding of Internasional seminar “Improving Tropical Animal Production for
Food Security”.
Pramudyati SP. 2009. Petunjuk Teknis Beternak Ayam Buras. Sumatera Selatan (ID):
BPTP. Hal 144-168.

Santhia, K. 2003. Strategi diagnosa dan penanggulangan Newcastle disease. Prosiding


Seminar Regional Perunggasan; Denpasar, Indonesia.

Tabbu, C. R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya: Penyakit Bakterial,


Mikal, dan Viral. Kanisius, Yogyakarta.

Wibowo MH, Untari T, Wahyuni AETH. 2012. Isolasi, identifikasi, sifat fisik, dan
biologi virus tetelo yang diisolasi dari kasus di lapangan. Jurnal Veteriner.
13(4): 425-433.

Anda mungkin juga menyukai