OLEH
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas cinta dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus
yang berjudul “Newcastle Disease (ND) pada Ayam” dengan baik. Laporan ini ditulis
sebagai salah satu sumber informasi tentang penyakit newcastle disease dan juga
salah satu penilaian dalam Koasistensi Virologi.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Morfologi virion newcastle disease virus (Sumber: Belo et al., 2018).
(Sumber : Medion,2020).
Virus Newcastle diseases di Indonesia bersifat endemik dan menyebar
keseluruh daerah (Saepulloh & Darminto, 2005). Adi et al., (2010) melaporkan adanya
isolat virus ND noval Indonesia strain velogenic yang masuk dalam kelompok genotipe
VII berdasarkan urutan asam amino cleavage site protein F dan HN. Isolat VND di
Indonesia telah banyak diperoleh namun informasi epidemiologi sangat terbatas.
Kondisi pasar unggas hidup yang memiliki sanitasi buruk berkontribusi besar dalam
penyebaran NDV di Indonesia. Minimnya informasi tentang asal-usul dan status
kesehatan unggas menjadi salah satu penyebab. Hal ini menyebabkan mudahnya
transmisi virus baik di dalam maupun (Kurnianingtyas et al., 2017).
NDV peka terhadap suhu panas, sinar utraviolet dan sinar matahari. Virus
cepat mati pada suhu diatas 50°C, dapat bertahan hidup selama 1 minggu pada suhu
37°C, bertahan 2 bulan pada suhu 22-28°C dan berbulan-bulan pada karkas beku.
Virus tahan terhadap perubahan pH 2 – pH 10. Peka terhadap bahan-bahan virusidal
aitu formalin (1-2%), fenol (1:20), alkohol 70%, kresol%dan kalium permanganate
dalam larutan 1:5000 atau dengan fumigasi. Virus ND dapat tumbuh dalam telur
aam berembrio (TAB) umur 9-12 hari pada cairan alantois. Selain itu dapat tumbuh
pada kultur sel fibroblast dan sel ginjal embrio ayam serta sel baby hamster kideny
(BHK).
Masa inkubasi ND yaitu antara 2-15 hari atau rata-rata 6 hari. Ayam yang
terinfeksi virus akan mengeluarkan virus melalui alat pernapasan setelah 1-2 hari
terinfeksi. Penularan dari hewan terinfeksi ke hewan lainnya dapat melalui kontak
langsung dengan hewan sakit, melalui sekresi dan eskresi yang berasal dari hewan
infeksi, melalui bangkai ayam yang terinfeksi maupun secara vertikal. Penularan yang
paling umum adalah melalui inhalasi dan tertelan bersama pakan yang
terkontaminasi feses terinfeksi atau melalui sekret respiratori (CFSPH, 2016). Di
samping oleh ayam, penyebaran penyakit dapat melalui burung piaraan atau burung
liar yang ada di sekitar atau masuk ke dalam kandang. Peranan dari berbagai faktor
di atas dalam penularan NDV tergantung pada berbagai faktor manajemen dan
lingkungan tempat suatu peternakan beroperasi. Virus yang dikeluarkan lewat
sekresi (lendir) dan eskresi (feses dan urin) dapat bertahan sampai 2 bulan. Penularan
dari satu tempat ke tempat lain melalui sarana transportasi, pekerja kandang,
burung, debu kandang, angin, serangga, makanan dan karung makanan yang
tercemar.
Jalur masuk virus newcastle disease yang paling umum adalah melalui
inhalasi dan ingesti. Setelah virus masuk, awal mulanya virus akan bereplikasi pada
sel epitel mukosa dari saluran pernapasan bagian atas dan saluran pencernaan. Pada
strain lentogenik dan asimptomatik enterik infeksi terbatas pada kedua sistem ini,
dengan perubahan paling menonjol adalah peradangan pada kantung udara. Untuk
strain virus velogenik dan mesogenik, virus dengan cepat menyebar setelah infeksi
melalui darah (viremia primer) ke limpa dan sumsum tulang, kemudian terjadi
viremia sekunder yang menyebabkan infeksi organ target lain : paru-paru, usus, dan
sistem saraf pusat.
Masa inkubasi sangat bervariasi tergantung pada strain virus, jenis unggas,
status kebal, dan adanya infeksi sekunder dengan organisme lain pada saat hewan
terinfeksi. Berdasarkan keparahan penyakit klinis, strain NDV awalnya
diklasifikasikan menjadi 4 patotipe. Kemudian patotipe diklasifikasikan berdasarkan
patogenisitas dari yang paling tidak patogen: asimptomatik enterik, lentogenik
(Hitchner), mesogenik (Beaudette), dan velogenik. Velogenik telah selanjutnya dibagi
menjadi viscerotropik (Doyle atau velogenic viscerotropik NDV /VVNDV) atau
neurotropik (Beach atau velogenic neurotropik NDV/VNNDV) menurut kemampuan
mereka untuk menyebabkan tanda-tanda terutama visceral atau saraf (Cattoli et al.,
2011).
Bentuk Velogenik-viscerotropik
Bentuk ini brsifat akut, menimbulkan tingkat mortalitas yang tinggi
mencapai 80-100%. Tanda-tanda utama pada gangguan system
pernafasan pernapasan. Tanda-tanda klinis awal bervariasi, pada
permulaan sakit terlihat napsu makan, diare yang kadang-kadang
disertai darah, lesu, sesak napas, ngorok, bersin, batuk, paralisis parsial
atau komplit, kadang-kadang terlihat gejala torticolis.
Bentuk Velogenik-pneumoencephalitis
Bentuk ini hampir mirip dengan bentuk velogenik-viscerotropik. Gejala
klinis yang terlihat terjadi gangguan pada sistem pernapasan dan sistem
syaraf dengan tingkat mortalitas biasanya mencapai 60-80%. Tanda
klinis awal bervariasi namun gejala torticolis lebih menonjol terjadi
daripada velogenik-viscerotropik.
Bentuk Mesogenik
Infeksi virus strain mesogenik bersifat akut ditandai dengan gangguan
respirasi dan kelainan saraf. Gejala klinis pada ayam ditandai dengan
penurunan nafsu makan, jengger dan pial sianosis, pembengkakan di
daerah kepala, bersin, batuk, ngorok, dan diare putih kehijauan. Pada
ayam dewasa terjadi penurunan produksi telur. Mortalitas mencapai
10% pada anak ayam, namun anak ayam yang berhasil sembuh akan
mengalami gangguan pertumbuhan. Kematian pada ayam dewasa jarang
terjadi.
Bentuk Lentogenik
Infeksi virus strain lentogenik biasanya bersifat subklinis yang ditandai
dengan penyakit pernapasan ringan, seperti batuk, keluar leleran dari
hidung, terengah-engah, bersin dan rales serta penurunan produksi
telur. Tidak menunjukkan gejala pada sistem saraf dan tidak
menyebabkan kematian baik ayam dewasa maupun anak ayam.
Penyakit diperparah jika terdapat infeksi sekunder.
Gambar 3. Gejala klinis pada ayam. a). Torticolis, b). Pembengkakan dan
hemoragi pada daerah mata, c). Pembengkakan pada kelopak mata
Belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit ND. Usaha yang
dapat dilakukan adalah membuat kondisi tubuh ayam cepat membaik dan
merangsang napsu makannya dengan memberikan tambahan vitamin dan mineral,
serta mencegah infeksi sekunder dengan pemberian antibiotik.
METODOLOGI PENELITIAN
Pengambilan sampel darah ayam dilakukan pada hari Rabu, 7 Juni 2023 yang
berlokasi di Kelurahan Oebobo, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang. Sampel serum
ayam suspect Newcastle disease kemudian di bawah ke UPT Veteritener Provinsi
Nusa Tenggara Timur pada hari Rabu, 7 Maret 2023 untuk dilakukan pemeriksaan
uji serologis.
3.2.1 Alat
3.2.2 Bahan
Darah terdiri atas cairan berupa plasma (55%) dan padatan (45%). Bagian
padatan terdiri dari eritrosit, leukosit, dan trombosit. Plasma darah mengandung
protein, air, zat lain seperti ion, gas, dan sisa metabolisme. Kandungan air dalam
plasma darah sebesar 91%. Air tersebut berfungsi sebagai termoregulasi dalam darah
sirkulasi (Isroliet al., 2009). Darah berfungsi sebagai alat tranportasi dan alat
pertahanan tubuh. Pembentukan darah terjadi di sumsung tulang. Pemeriksaan
darah merupakan metode yang dapat dilakukan untuk melihat respons fisiologis dan
mendukung diagnosis penyakit ternak (Napirah et al., 2013).
1. Gambaran Eritrosit
Eritrosit mengandung hemoglobin yang berperan sebagai alat
transportasi oksigen dari paru-paru ke sel dan membawa karbondioksida dari
sel ke paru-paru. Eritrosit unggas (ayam) berbentuk oval dan mempunyai inti
sel. Hasil pengujian konsentrasi eritrosit, hematokrit, hemoglobin, serta indeks
eritrosit ayam kampung dapat dilihat pada Tabel 1. Konsentrasi eritrosit dan
nilai hematokrit pada ayam kampung saspec ND berada dalam kisaran normal,
sedangkan hemoglobinnya berada di bawah kisaran normal.
Pengamatan indeks eritrosit meliputi Mean Corpuscular Volume (MCV),
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) dan Mean Corpuscular
Hemoglobin (MCH). Indeks eritrosit ini digunakan untuk mengetahui keadaan
anemia. MCV sebagai indikator anemia berdasarkan ukuran eritrosit. Nilai
MCHC digunakan untuk mengetahui kondisi anemiaternak berdasarkan
konsentrasi hemoglobin. Adapun MCH untuk mengetahui kondisi anemia yang
berdasarkan berat hemoglobin (Guyton dan Hall, 2008).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, nilai MCHC dan MCH berada di bawah
kisaran normal. Hal ini mengindikasikan bahwa hewan mengalami anemia
dengan jenis anemianya adalah anemia mikrositik hipokromik salah satu
penyebab terjadinya anemia mikrositik hipokromik defesiensi zat besi. Zat besi
dalam bentuk Fe2+ yang terdapat pada pusat heme akan mengikat atom
oksigen. Pada hewan normal, kadar hemoglobin berhubungan dengan jumlah
eritrosit (Swenson, 1993).
2. Gambaran Leukosit
Leukosit atau sel darah putih merupakan bagian dari sistem pertahanan
tubuh yang dapat bergerak. Setelah pembentukannya, sel darah putih masuk
ke dalam peredaran darah dan menuju ke bagian tubuh yang membutuhkan.
Berdasarkan morfologinya, ada yang bergranula dan ada yang tidak.
Diferensiasi leukosit meliputi limfosit, monosit, heterofil, eosinofil, dan basofil.
Leukosit yang bergranula terdiri atas heteroifil, eosinofil dan basofil. Leukosit
yang tidak bergranula adalah monosit dan limfosit (Ganong, 2008).
Berdasarkan hasil pemeriksaan hematoogi darah ditemukan beberapa
parameter yang menunjukan adanya peradangan atau inflamasi akibat infeksi
agen virus yaitu peningkatan jumlah leukosit atau sel darah putih
(leukositosis) dan peningkatan jumlah limfosit dalam darah (limfositosis). Jenis
leukosit yang meningkat pada kasus ini adalah limfosit (limfositosis). Hasil sel
darah putih yang didapatkan sebanyak 125.2 x 10^3/μL dengan kisaran
normal yaitu 12 – 30 (10^3/ μL), sedangkan jumlah limfosit yang didapatkan
sebanyak 86% dari kisaran normal yaitu 45 – 70%. Hartoyo et al., (2015)
menyatakan bahwa fungsi sel darah putih adalah menjaga tubuh dari serangan
patogen dengan cara fagositosis dan menghasilkan antibodi. Peningkatan
limfosit diinikasikan terjadinya infeksi virus.
Limfosit dibagi menjadi dua, yaitu limfosit T dan limfosit B. Kedua
limfosit ini awalnya terbentuk di sumsum tulang, akan tetapi pada limfosit T
terjadi pematangan di kelenjar timus, sedangkan limfosit B pematangannya
terjadi di kelenjar getah bening, pada ayam terjadi di bursa fabricius
(Baratawidjaja dan Rengganis, 2012). Limfosit T berfungsi sebagai pertahanan
dan terlibat dalam proses imunologik yang diperantarai oleh sel. Sel-sel ini
beredar di dalam darah sampai mereka bertemu dengan antigen yang telah
dikenalnya. Limfosit T akan menghasilkan bahan kimia yang akan
menghancurkan mikroorganisame dan memberitahu kepada sel darah putih
lain apabila terjadi infeksi (Handayani, 2008). Limfosit B berperan sebagai
pertahanan hormonal yaitu menyerang mikroorganisme patogen. Limfosit B
akan mengalami pematangan lebih lanjut yang terjadi di sel plasma dan akan
menghasilkan antibodi.
4.2.2 Pengujian Laboratorium (Uji HA/HI)
Kasus dugaan Newcastle Disease (ND) pada ayam selanjutnya dikonfirmasi
dengan pemeriksaan laboratorium menggunakan uji HA/HI yang berfungsi untuk
mendeteksi ada tidaknya antigen virus. Prinsip kerja dari uji HA (Hemaglutination
Assay) dan HI (Haemagglutination Inhibition) adalah untuk mendeteksi adanya antigen
virus yang menghemaglutinasi sel darah merah dan adanya hambatan hemaglutinasi
antigen virus oleh antibodi spesifik. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan
di UPT Veteriner menggunakan uji HA/HI ayam sakit tersebut memberikan hasil
serpositif.
Hemaglutinasi terjadi akibat adanya aktifitas hemaglutinin pada dinding virus.
Adanya aktivitas hemaglutinasi dari virus ND sehingga mampu mengaglutinasi sel
darah merah hewan tertentu, menjadi prinsip dasar dalam uji hemaglutinasi (HA).
Hasil positif pada uji hemaglutinasi ditandai dengan adanya aktivitas hemaglutinasi
dari virus ND sehingga mampu menghemaglutinasi sel darah merah dan menghambat
pengendapan sel darah merah sehingga tidak terbentuk endapan pada dasar
sumuran (WHO, 2013). Pada prinsipnya uji HI adalah reaksi ikatan antara antibodi
yang terkandung dalam serum yang diperiksa dan jumlah antigen hemaglutinin ND
yang digunakan sebanyak 4 HU (Haemagglutination Unit). Perlekatan spesifik antara
antibodi dan antigen pada molekul HA akan menghambat perlekatan antara HA virus
dan reseptor pada eritrosit. Efek penghambatan hemaglutinasi ini yang dijadikan
dasar untuk uji HI (Hewajuli dan Dharmayanti, 2008).
Menurut Wibowo et al., (2012), beberapa hal yang menjadi penyebab
munculnya kasus ND antara lain masalah manajemen peternakan, kualitas vaksin,
serta variasi patotipe virus yang beredar di lapangan. Sistem pemeliharaan secara
diumbar (tradisional) masih banyak ditemui di lingkungan salah satunya di Oebobo.
Hal tersebut menyebabkan tingginya kontak langsung antar-ayam dan sulitnya
mencegah infeksi ND. Sistem pemeliharaan yang diumbar menyebabkan tidak
terkedalinya kebersihan lingkungan hidup ayam. Masyarakat hanya melakukan
disinfeksi saat ayam mati akibat infeksi ND. Virus ND mampu bertahan hidup hingga
2 bulan di dalam tumpukan sekam kering yang digunakan sebagai alas kandang
(Wiedosari & Wahyuwardani 2015). Disinfeksi lingkungan sebaiknya digiatkan setiap
pekan untuk mematikan virus ND atau agen penyakit lainnya.
Sistem pemeliharaan secara diumbar merupakan cara pemeliharaan yang
sangat sederhana, tidak memerlukan banyak input terutama pakan, dan ayam
mencari sendiri pakannya dari lahan umbaran (Pramudyati, 2009). Kelemahan sistem
ini adalah keamanan dari predator dan penyakit akibat kontak dengan ayam lainnya.
Sistem ini cukup menguntungkan apabila tidak terjadi serangan penyakit (Iskandar
2010). Menurut Santhia (2003), tindakan pengendalian sangat diperlukan terutama
dalam hal disinfeksi dan sanitasi secara rutin. Penanggulangan kasus ini
membutuhkan kerja sama antara masyarakat dan dinas, tetapi partisipasi dan
pengetahuan masyarakat terhadap kasus ini masih kurang. Kasus ND dapat dicegah
dengan pengawasan khusus pada ayam yang baru datang dengan cara memeriksa
kelengkapan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) dan melakukan check point
(pemeriksaan hewan), serta pengamatan gejala klinis secara tepat atas penyakit yang
menyerang unggas. Pengawasan lalu lintas sangat diperlukan terutama pada wilayah
dengan risiko tinggi (Santhia 2003).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil pemeriksaan laboratorik melalui uji serologi HA/HI pada ayam kampung
dengan suspect newcastle disease (ND) menunjukkan hasil serpositif. Penyebab
munculnya kasus ND antara lain masalah manajemen peternakan, kualitas vaksin,
serta variasi patotipe.
5.2 Saran
Hartoyo, B., S, S., Iriyanti, N., & Susanti, E. (2015). Performan dan Profil Hematologis
Darah Ayam Broiler Dengan Suplementasi Herbal (fermenherfit). In T.
Setyawardani, A. Susanto, & A. Sodiq (Eds.), Seminar Nasional Teknologi dan
Agribisnis Peternakan III (pp. 242–251). Purwokerto: Universitas Jendral
Soedirman.
Iskandar S. 2010. Usaha Tani Ayam Kampung. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak
Ciawi.
Kencana, G.A.Y. and I.M. Kardena. 2011. Gross pathological observation of acute
Newcastle disease in domestic chicken. Prosiding Seminar Internasional
Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PERMI) dan International Union of
Microbiological Societies (IUMS). Denpasar, 22-24 Juni 2011.
Miller, PJ., C. Estevez, & Q. Yu. 2009. Comparison of viral shedding following
vaccination with inactivated and live Newcastle disease vaccines formulated
with wild-type and recombinant viruses. Avian Disease. 53 : 39– 49.
OIE. 2012. Manual of Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial Animals 2010.
www.oie. int. Akses tanggal 17 Juni 2023.
Wibowo MH, Untari T, Wahyuni AETH. 2012. Isolasi, identifikasi, sifat fisik, dan
biologi virus tetelo yang diisolasi dari kasus di lapangan. Jurnal Veteriner.
13(4): 425-433.