Anda di halaman 1dari 33

PATOLOGI SISTEMIK II

SISTEM URINARIA

NEWCASTLE DISEASE

Oleh : Kelas 2016 C

Ni Kadek Intan Dwityanti Devi 1609511039


I Dewa Agung Made Wihanjana Putra 1609511042
Mira Cahyani Heryanto 1609511044
Muchammad Wildan Firdaus 1609511050
I Kadek Ariyuda Prasetya 1609511056

Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Udayana

Denpasar

2019
NEWCASTLE DISEASE

A. Pengertian, Penyebab dan Sifat-sifat Newcastle Disease

Newcastle Disease (ND) merupakan salah satu penyakit virus yang terpenting
pada unggas. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia dan
menyebabkan kerugian ekonomi yang besar pada peternakan unggas. Penularan
penyakit ND terjadi melalui kontak langsung antara hewan sehat dengan hewan
terinfeksi. Tingkat keparahan penyakit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :
strain virus,spesies inang, umur inang, ada tidaknya infeksi sekunder, stress, dan status
kekebalan inang
Newcastle Disease disebabkan oleh virus dari familia Paramyxiviridae, genus
Avian paramyxivirus type-1 (APMV-1). Familia virus ini termasuk dalam kelompok
virus RNA dengan genom serat tunggal (single stranded/ss) dan berpolaritas negatif.
Virus familia Paramyxoviridae adalah virus beramplop,berbentuk pleomorfik biasanya
bulat dengan diametr 100-500 nm, namun ada pula yang berbentuk filament (Yuniati,
2017).
Sifat virus penyakit ND adalah relatif tahan terhadap pemanasan. Virus
penyakit ND dapat bertahan selama berbulan-bulan pada temperatur kamar bahkan
dapat bertahan selama setahun pada temperatur 4°C. Cemaran virus dikandang dapat
berasal dari hewan yang terinfeksi ND melalui feses, leleran dari dinding hidung atau
mulut yang jatuh ke lantai kandang.

B. Gejala Klinis

Gejala klinis yang terlihat pada penderita sangat bervariasi, dari yang sangat
ringan sampai yang terberat. Berikut ini dijelaskan kemungkinan gejala-gejala klinis
pada ungggas penderita penyakit ND antara lain :

1. Bentuk Velogenik-viscerotropik : bersifat akut, menimbulkan kematian yang


tinggi, mencapai 80 – 100%. Pada permulaan sakit napsu makan hilang, mencret
yang kadang-kadang disertai darah, lesu, sesak napas, megap-megap, ngorok,
bersin, batuk, paralisis parsial atau komplit, kadang-kadang terlihat gejala
torticalis.
2. Bentuk Velogenik-pneumoencephalitis : gejala pernapasan dan syaraf, seperti
torticalis lebih menonjol terjadi daripada velogenik-viscerotropik. Mortalitas
bisa mencapai 60 – 80 %.
3. Bentuk Mesogenik : pada bentuk ini terlihat gejala klinis berupa gejala
respirasi, seperti : batuk, bersin, sesak napas, megap-megap. Pada anak ayam
menyebabkan kematian sampai 10%, sedangkan pada ayam dewasa hanya
berupa penurunan produksi telur dan hambatan pertumbuhan, tidak
menimbulkan kematian.
4. Bentuk Lentogenik : terlihat gejala respirasi ringan saja, tidak terlihat gejala
syaraf. Bentuk ini tidak menimbulkan kematian, baik pada anak ayam maupun
ayam dewasa.
5. Bentuk asymptomatik : pada galur lentogenik juga sering tidak memperlihatkan
gejala klinis.

Gejala klinis anak ayam dan ayam fase bertelur penderita ND dijelaskan
sebagai berikut (a) Pada anak ayam, ditemukan penderita mati tiba-tiba tanpa gejala
penyakit. Pernapasan sesak, batuk, lemah, napsu makan menurun, mencret dan
berkerumun. Terlihat gejala syarafi berupa paralisis total atau parsial. Penderita
mengalami tremor atau kejang otot, bergerak melingkar dan jatuh. Sayap terkulai dan
leher terputar (torticolis). Mortalitas pada penderita bervariasi. (b) pada ayam fase
produksi, umur 2 sampai dengan 3 minggu terlihat gejala gangguan pernapasan,
depresi dan napsu makan menurun, namun gejala syaraf jarang terlihat. Produksi telur
menurun secara mendadak. Morbiditas dapat mencapai 100%, sedangkan mortalitas
bisa mencapai 15%.

Perubahan pasca mati pada unggas penderita antara lain, meliputi ptechiae,
berupa bintik-bintik perdarahan pada proventrikulus dan seca tonsil, eksudat dan
peradangan pada saluran pernapasan serta nekrosis pada usus, dan adanya kongesti
pada ginjal. (Alexander and Senne, 2008).

C. Patologi Anatomi

Organ ginjal dari ayam yang terinfeksi virus ND terlihat normal. Tidak terdapat
perubahan yang terlihat jelas. Hal ini tampak berbeda dengan perubahan pada ginjal
ayam yang terinfeksi virus ND secara mikroskopis bisa berupa hemoragi dari korteks
hingga medula.

Gambar 1. Gambaran Patologi Anatomi Ginjal

yang diduga Terinfeksi Newcastle Disease

D. Histopatologi

Perubahan pada ginjal ayam yang terinfeksi virus ND secara mikroskopis bisa berupa
hemoragi dan nekrosis namun lesi tersebut biasanya lebih jarang ditemukan dari pada lesi-
lesi pada organ lain seperti pernafasan dan pencernaan (Alexander and Senne, 2008).

Gambar 2. Histopatologis organ ginjal dari embrio ayam umur 11 hari, dengan pewarnaan
H&E. (A) Diinfeksi virus ND Salatiga, mengalami kongesti. Scale bar: 50 µm. (B) Diinfeksi
virus ND La Sota, mengalami kongesti. Scale bar: 50 µm. (C) Tidak diinfeksi virus ND, tidak
ada perubahan. Scale bar: 25 µm.
Gambar 3. Hemoragi pada korteks hingga medulla ginjal (a)

Perubahan histopatologis pada ginjal ayam yang terinfeksi konsisten dengan replikasi
virus. Isolat 9a5b NDV menyebabkan degenerasi dan nekrosis yang parah pada epitel ginjal
dengan imunostaining virus positif pada epitel tubular dan sel mononuklear.Distribusi virus
berada di korteks dan medula ginjal. Respons inflamasi lokal mungkin berperan dalam
menekan replikasi virus.

Gambar 4. Ginjal; Dilatasi ringan dan mineralisasi kerucut meduler disertai dengan
heterofilik (panah) dan infiltrasi sel mononuklear. Gambar 2. Ginjal; Immunolabeling
nukleoprotein NDV (NP) terlihat dalam epitel tubular ginjal. Gambar 3. Ginjal;
Immunolabeling positif NDV-NP terlihat dalam epitel tubular ginjal (panah) dan dalam
sel glomerulus (panah). Gambar 4. Ginjal; Imunohistokimia CD3 menunjukkan infiltrasi
interstitial nodus dan difus sel CD3 imununositif dan kadang-kadang sel imunopositif
CD3 dalam epitel tubular. Gambar 5. Ginjal; Immunolabeling CD3 hadir di interstitium
di sekitar tubulus ginjal (panah) menunjukkan immunolabeling NDV-NP dalam tubulus
ginjal yang dikelilingi oleh sel-sel inflamasi mononuklear interstitial.
E. Penanggulangan dan Pencegahan
1. Pencegahan

Berikut ini adalah cara yang dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit ND :

 Vaksinasi, vaknsinasi merupakan tindakan yang tepat untuk dilakukan sebagai upaya
pencegahan terhadap penyakit ini. Program vaksinasi yang secara umum diterapkan,
yaitu
1. Pada infeksi lentogenik ayam pedaging, dicegah dengan pemberian vaksin
aerosol atau tetes mata pada anak ayam umur sehari dengan menggunakan
vaksin Hitchner B1 dan dilanjutkan dengan booster melalui air minum atau
secara aerosol,
2. Pada infeksi lentogenik ayam pembibit dapat dicegah dengan pemberian vaksin
Hitchner B1 secara aerosol atau tetes mata pada hari ke-10. Vaksinasi
berikutnya dilakukan pada umur 24 hari dan 8 minggu dengan vaksin Hitchner
B1 atau vaksin LaSota dalam air, diikuti dengan pemberian vaksin emulsi
multivalen yang diinaktivasi dengan minyak pada umur 18 – 20 minggu. Vaksin
multivalen ini dapat diberikan lagi pada umur 45 minggu, tergantung kepada
titer antibodi kawanan ayam, resiko terjangkitnya penyakit dan factor-faktor
lain yang berhubungan dengan pemeliharaan.
 Tindakan sanitasi, sebelum kendang dipakai kendang dibersihkan kemudian ditabur
dengan kapur yang dibubuhi NaOH 2%, desinfeksi kendang dilakukan secara fumigasi,
bebaskan kendang dari hewan-hewan vektor yang bisa memindahkan virus ND.
2. Pengendalian

Tindakan pengendalian untuk menekan penularan penyakit ND antara lain :

1. Ayam mati karena ND harus dibakar dan dikubur


2. Ayam yang terinfeksi dengan penyakit ND harus disolasi
3. Larangan mengeluarkan ayam baik dalam keadaan mati atau hidup bagi
peternakan ayam, kecuali untuk kepentingan diagnosis
4. Larangan menetaskan telur dari ayam penderita ND dan izin menetaskan
telur harus dicabut selama masih ada wabah ND pada perusahaan pembibit
3. Pengobatan

Belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan ND. Usaha yang dapat
dilakukan adalah membuat kondisi badan ayam cepat membaik dan merangsang nafsu
makannya dengan memberikan vitamin dan mineral, serta mencegah infeksi sekunder
dengan pemberian antibiotic. Dapat pula diberikan pemanasan tambahan pada kendang.
DAFTAR PUSTAKA

Alexander, D.J. and Senne, D.A. (2008) Newcastle Disease, Other Avian

Paramyxovirus and Pneumovirus Infection In: Disease of Poultry. Saif, Y.M.


Blackwell Publishing. Iowa.

A. El-Bahrawy, A. Zaid, Y. Sunden, M. Sakurai, H. Ito, T. Ito, and T. Morita.2017.

Pathogenesis of Renal Lesions in Chickens After Experimental Infection With


9a5b Newcastle Disease Virus Mutant Isolate. Veterinary Pathology .Vol. 54(1)
94-98

Darminto dan Ronohardjo, P. (1996) Newcastle Disease pada Unggas di Indonesia:

Situasi Terakhir dan Relevansinya terhadap Pengendalian Penyakit. Balai


Penelitian Veteriner.

Hamdu Hamjaya Putra , Michael Haryadi Wibowo, Tri Untari, dan Kurniasih.2012.

Studi Lesi Makroskopis dan Mikroskopis Embrio Ayam yang Diinfeksi Virus
Newcastle Disease Isolat Lapang yang Virulen. JSV 30 (1). ISSN : 0126 –
0421.

Suandhika, Putu. Gambaran Patologi Anatomi Dan Histopatologi Organ Ayam

Kampung Yang Diduga Terinfeksi Newcastle Disease. Pendidikan Profesi


Dokter Hewan Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana

Tabbu, CR. 2000. Penyakit ayam dan penanggulangannya. Penyakit Bakterial, Mikal

dan Viral. Volume 1. Penerbit kanisius, Yogyakarta.

Yuniati Kencana G.A. 2017. Penyakit Virus Unggas. Udayana University Press.
LAMPIRAN JURNAL
JSV 30 (1), Juli 2012 JURNAL
SAIN VETERINER
ISSN : 0126 - 0421

Studi Lesi Makroskopis dan Mikroskopis Embrio Ayam yang Diinfeksi Virus
Newcastle Disease Isolat Lapang yang Virulen

A Study of Macroscopic and Microscopic Lesions of Chicken Embryos Infected by Virulent


Newcastle Disease Virus Field Isolates

Hamdu Hamjaya Putra1, Michael Haryadi Wibowo2, Tri Untari2, dan Kurniasih3

1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2
Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
3
Bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Email: hamdu_p@yahoo.co.id

Abstract

Newcastle disease (ND) is caused by Avian paramyxovirus, family Paramyxoviridae, one of the major
diseases in chickens. This research was aimed to find lesions in chicken's embryo organs macroscopically and
microscopically, infected by pathogenic ND virus. Embryonic chicken eggs (ECE) were inoculated by the ND
Salatiga virus and ND La Sota virus as a control avirulent virus. Aquabidestilata used as a negative control. ECE
wich showed the death of the embryos, stored in the refrigerator. The allantois fluid was collected, for further
examination of viral growth. Chicken embryos that died then observed macroscopically. The organs of chicken
embryos were made into histopathologic preparations stained with Hematoxylin and Eosin (H&E) for
microscopic analysis. The identification of ND virus growth on isolates was done by haemagglutination and
haemagglutination inhibition test using an anti-ND serum. The chicken embryos that were infected by the ND
Salatiga virus died approximately 26 hours post-inoculation. Macroscopic lesions were visible as haemorrhage
in the skin. Microscopic lesions indicated the congestion and haemorrhage in lungs, inflammation and
congestion in the skin, congestion in intestines, liver, kidneys and heart. There was also mild congestion on the
skin in chicken embryos infected by ND La Sota virus. The microscopic lesions showed congestion in lungs,
liver, kidneys and heart, also the inflammation and congestion on the skin. The macroscopic and microscopic
lesions of chicken embryos infected by the ND Salatiga virus were more severe than lesions caused by ND La
Sota virus.

Key words: Newcastle disease, chicken embryos, macroscopic lesions, microscopic lesions, La Sota

57
Hamdu Hamjaya Putra et al.

Abstrak

Newcastle disease (ND) disebabkan oleh Avian paramyxovirus dari keluarga Paramyxoviridae,
merupakan salah satu penyakit utama pada ayam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lesi pada organ
embrio ayam secara makroskopis maupun mikroskopis yang diinfeksi oleh virus ND. Telur ayam berembrio
(TAB) diinokulasi oleh virus ND Salatiga dan virus ND La Sota. Aquabidestilata digunakan sebagai kontrol
negatif. TAB yang menunjukkan kematian embrio disimpan di refrigerator, kemudian dikoleksi cairan
allantoisnya. Embrio ayam yang mati dilakukan pengamatan secara makroskopis. Organ dari embrio ayam
dibuat preparat histopatologi dengan pewarnaan Hematoxylin dan Eosin (H&E) untuk pemeriksaan
mikroskopis. Identifikasi adanya pertumbuhan virus ND pada isolat dilakukan dengan uji hemaglutinasi dan uji
hemaglutinasi inhibisi menggunakan serum anti ND. Embrio ayam yang diinfeksi oleh virus ND Salatiga
mengalami kematian kurang lebih 26 jam pasca inokulasi. Lesi makroskopis yang teramati berupa hemoragi
pada kulit. Lesi mikroskopis menunjukkan adanya kongesti dan hemoragi pada paru-paru, kongesti dan radang
pada kulit, serta kongesti pada usus, hati, ginjal, dan jantung. Embrio ayam yang diinfeksi virus ND La Sota
secara makroskopis teramati kongesti ringan pada kulit. Lesi mikroskopisnya menunjukkan adanya kongesti
pada paru-paru, kongesti dan radang pada kulit, serta kongesti pada hati, ginjal, dan jantung. Lesi makroskopis
dan mikroskopis embrio ayam yang diinfeksi virus ND Salatiga lebih parah bila dibandingkan dengan lesi akibat
virus ND La Sota.

Kata kunci: Newcastle disease, embrio ayam, lesi makroskopis, lesi mikroskopis, La Sota

Pendahuluan konsekuensi sosio-ekonomis dan implikasi


perdagangan global. Penyakit ND adalah penyakit
Newcastle disease (ND) adalah penyakit pada serius pada unggas yang dapat menyebabkan
unggas yang disebabkan oleh virus yang termasuk kerugian ekonomi yang besar dan merupakan
dalam kelompok single-stranded RNA, family ancaman untuk industri perunggasan di dunia (Li et
Paramyxoviridae, genus Avulavirus, spesies Avian al., 2010). Kerugian penyakit Newcastle disease
Paramyxovirus serogrup Avian Paramyxovirus Tipe (ND) di Indonesia diperkirakan mencapai 142
1 (APMV-1) (Miller et al., 2010). Virus ini dapat milyar rupiah pertahun. Hal ini disebabkan karena
dibedakan dari virus lainnya, karena adanya tingkat kematian yang tinggi, menurunnya produksi
aktivitas neuraminidase yang tidak dimiliki virus daging dan telur, serta tingginya biaya pengendalian
lain pada famili Paramyxoviridae. Aktifitas biologis penyakit ND (Darminto dan Ronohardjo, 1996).
dari virus ND adalah adanya kemampuan untuk Gejala yang teramati dari penyakit ND dapat
menghemaglutinasi sel darah merah, mempunyai dibedakan menjadi bentuk velogenik, mesogenik,
neuraminidase dan adanya kemampuan untuk dan lentogenik. Bentuk velogenik dari penyakit ini
menyebabkan hemolisis pada sel darah merah mencakup gejala pernafasan, pencernaan dan saraf.
(Alexander and Senne, 2008). Gejala pernafasan yang terlihat seperti paruh
Menurut OIE (2009), penyakit ND terbuka, terdengar suara seperti tercekik, ngorok dan
merupakan salah satu penyakit unggas yang masuk batuk. Pada gejala pencernaan tinja terlihat berubah
ke dalam daftar A dari Office International des menjadi encer dan berwarna kehijauan. Gejala
Epizootica, yaitu penyakit yang menyebar dengan syaraf pada ayam berupa tremor otot, tortikolis, dan
cepat, menembus batas negara, menyebabkan kelumpuhan sayap dan kaki. Mortalitas dari bentuk

58
Studi Lesi Makroskopis dan Mikroskopis Embrio Ayam

velogenik dapat mencapai 100% pada ayam muda. yang diinfeksi oleh virus ND virulen.
Pada bentuk mesogenik gejala pernafasan terlihat
pada ayam muda serta penurunan produksi telur Materi dan Metode
pada ayam dewasa. Bentuk velogenik dari penyakit
ND biasanya tidak disertai gejala klinis pada ayam Penelitian dilakukan di laboratorium
dewasa (Alexander and Senne, 2008). mikrobiologi Fakultas Kedikteran Hewan (FKH)
Pengendalian penyakit ND dapat dilakukan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada
dengan adanya program vaksinasi dan penerapan tahun 2010-2011. Telur ayam berembrio (TAB) yang
biosecurity yang baik pada peternakan ayam. dipakai pada penelitian ini berasal dari TAB yang
Program vaksinasi saja tidak cukup untuk Spesific Pathogen Free (SPF) berumur 10 hari.
pencegahan terhadap penyakit ND. Vaksinasi harus Sampel virus ND diperoleh dari kasus lapangan pada
diikuti oleh kontrol terhadap penyakit ND dan harus peternakan ayam petelur di Salatiga pada tahun
memperhatikan praktek manajemen yang baik. Pada 2010. Kontrol yang digunakan ada dua macam yaitu
kasus vaksinasi dengan live vaksin, kurangnya kontrol positif dan kontrol negatif virus ND. Kontrol
menejemen yang baik, jumlah ayam yang terlalu positif digunakan virus lentogenik ND atau strain La
banyak, ventilasi kandang yang buruk, dan Sota yang berasal dari vaksin buatan Medivac,
timbulnya infeksi bakteri dapat memperparah sedangkan kontrol negatif menggunakan
penyakit ND (Alexander and Jones, 2002). Kasus aquabidestilata. Uji hemaglutinasi (HA) dan
lapangan yang diduga virus ND strain velogenik hemaglutinasi inhibisi (HI) menggunakan serum
Newcastle disease pernah terjadi pada tahun 2010 anti terhadap virus ND produksi Pusvetma,
dan menyebabkan kerugian besar pada peternakan Surabaya, dan eritrosit ayam konsentrasi 5%.
ayam layer di Salatiga, Jawa Tengah. Hasil isolasi, Isolat virus ND patogenik maupun kontrol
identifikasi, dan karakterisasi biologik virus ND ditambah dengan larutan antibiotik
menunjukkan virus tersebut termasuk patotipe Penstrep (Penicillin dan Sreptomicin) kemudian
velogenik viscerotropik Newcastle disease (VVND) dibiarkan pada suhu ruang selama kurang lebih 1-2
(Putra, 2011). jam sebelum inokulasi agar memberi waktu bagi
Kemampuan virus ND menyebabkan antibiotik untuk bereaksi terhadap bakteri (Senne,
kematian embrio dapat digunakan untuk penilaian 1989). Propagasi dilakukan dengan
karakter virulensi virus ND. Sejauh mana lesi menginokulasikan virus ND dan aquabidestilata ke
embrio ayam akibat infeksi virus tersebut baik dalam telur ayam berembrio. Bagian rongga udara
makroskopis maupun mikroskopis perlu diteliti dan bagian atas kepala embrio dari TAB ditandai
lebih lanjut khususnya isolat yang digunakan dalam mengunakan pensil, didesinfeksi dengan
penelitian ini. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan alkohol 70% dan iodin povidon. Telur
bertujuan untuk mengetahui perubahan patologi atau ayam berembrio yang telah ditandai kemudian
lesi yang terbentuk pada embrio ayam baik secara diinjeksi dengan virus ND isolat Salatiga, La Sota,
makroskopis maupun mikroskopis dari embrio ayam dan aquabidestilata sebanyak 0,2 ml pada ruang

59
Hamdu Hamjaya Putra et al.

allantois dengan menggunakan jarum suntik 26 G. Hasil dan Pembahasan


Lubang bekas inokulasi ditutup dengan parafin cair Virulensi virus ND dapat diketahui dengan
untuk menghindari kontaminasi oleh bakteri menghitung lamanya kematian pada embrio ayam
maupun virus lain. Telur yang telah ditutup sejak diinokulasi virus. Virus ND isolat Salatiga
ditempatkan pada rak inkubator dengan posisi menyebabkan kematian pada embrio ayam selama
rongga udara berada di bagian atas pada suhu 38- kurang lebih 26 jam pasca inokulasi. Hal ini sesuai
o
39 C dan kelembaban 60-70% (Senne, 1989). berdasarkan pernyataan Alexander and Senne
Embrio ayam yang sudah mati segera (2008), bahwa bentuk velogenik dari virus ND
o
dimasukkan ke dalam refrigerator pada suhu 4 C mengakibatkan mortalitas pada embrio ayam selama
dan diamkan selama satu malam atau minimal 4 jam kurang dari 60 jam setelah inokulasi. Pada
untuk membunuh embrio yang masih hidup untuk penelitian ini virus ND La Sota menyebabkan
mengurangi kontaminasi cairan oleh eritrosit, kematian embrio ayam selama lebih dari 2 hari pasca
setelah itu TAB dipanen atau diambil cairan inokulasi. Menurut Alexander and Senne (2008),
allantoisnya (Allan et al., 1978). Cairan allantois bahwa virus ND strain La Sota termasuk ke dalam
dipanen dengan membuka cangkang telur kemudian Lentogenic Newcastle Disease berdasarkan
cairan allantois yang bening diambil menggunankan kematian embrio ayam lebih dari 90 jam.
spuit 5 ml dan dimasukkan dalam tabung steril. Beberapa penyakit ayam yang lain juga mampu
Cairan allantois tersebut disimpan dalam freezer menyebabkan kematian embrio ayam. Telur ayam
untuk pengujian hemaglutinasi. berembrio yang diinfeksi oleh virus Avian influenza
Embrio ayam dikeluarkan dari cangkang dan menyebabkan kematian embrio yang berlangsung
dicuci dengan PBS kemudian embrio diamati lesi 18-24 jam pasca inokulasi (Wiyono et al., 2004).
makroskopisnya dan didokumentasi. Selanjutnya Menurut Cavanagh and Gelb (2008), embrio ayam
embrio disimpan dalam formalin 10% dengan dapat bertahan sampai 90% terhadap infeksi virus IB
rongga abdomen dibuka menggunakan gunting agar sampai 19 hari pasca inokulasi. Pada telur ayam
organ bagian dalam ikut terfiksasi untuk berembrio yang diinokulasi oleh virus ILT, embrio
memudahkan proses pembutan preparat ayam mengalami kematian 2-12 hari pasca inokulasi
histopatologi. Embrio ayam yang telah di simpan (Garcia and Guy, 2008). Kematian juga dialami oleh
dalam tabung berisi formalin 10% kemudian embrio ayam terhadap infeksi virus IBD yaitu 3-5
dikoleksi organ dalamnya seperti hati, paru-paru, hari pasca inokulasi (Eterradossi and Saif, 2008).
usus, jantung, ginjal dan kulit. Pembuatan preparat
histopatologi menggunakan pewarnaan Lesi Makroskopis Embrio Ayam
Hematoxyline dan Eosin untuk pemeriksaan Lesi makroskopis yang terjadi pada embrio
mikroskopis. ayam umur 11 hari yang diinfeksi virus ND isolat

60
Studi Lesi Makroskopis dan Mikroskopis Embrio Ayam

Salatiga menunjukkan adanya hemoragi pada kulit makroskopis pada embrio ayam umur 11 hari yang
(Gambar 1A). Lesi makroskopis akibat virus ND diinfeksi virus ND La Sota menunjukkan adanya
yang bersifat patogen pada penelitian ini tidak kongesti ringan pada kulit (Gambar 1B). Dalam
menunjukkan lesi yang spesifik karena beberapa penelitian ini teramati bahwa embrio ayam yang
penyakit pada unggas lain juga menunjukkan diinfeksi oleh virus ND La Sota yang termasuk strain
perubahan yang sama pada embrio ayam. Menurut lentogenik tidak mengalami banyak perubahan,
penelitian Wibowo et al. (2006), virus Avian hanya terlihat pembuluh darah yang lebih menonjol
influenza juga dapat menyebabkan perubahan pada bila dibandingkan dengan kontrol negatif yang
telur ayam berembrio umur 9-11 hari, secara tampak normal.
makroskopis embrio teramati kerdil, hemoragi di Lesi makroskopis akibat infeksi virus ND
seluruh bagian tubuh, dan kerontokan bulu embrio. isolat Salatiga menunjukkan perbedaan yang cukup
Kekerdilan juga dapat terjadi pada embrio ayam jelas apabila dibandingkan dengan virus ND La Sota
yang diinfeksi oleh virus IB dan ILT (Cavanagh and maupun kontrol negatif atau embrio ayam normal.
Gelb, 2008; Garcia and Guy, 2008). Pada embrio Secara makroskopis virus ND isolat Salatiga
ayam yang diinfeksi oleh virus IBD lesi makroskopis menyebabkan perubahan yang lebih parah pada
yang teramati berupa edema pada bagian abdomen, embrio ayam apabila dibandingkan dengan virus ND
kongesti dan hemoragi pada kulit (Eterradossi and La Sota. Embrio ayam umur 11 hari (kontrol negatif)
Saif, 2008). terlihat tidak mengalami lesi atau perubahan secara
Embrio ayam yang diinfeksi virus ND isolat kasat mata. Embrio yang tidak diinfeksi virus ND
Salatiga tampak berwarna merah tua dan kulit tersebut tampak normal dari segi pertumbuhannya
terlihat basah. Jaringan subkutan berisi darah dan (Gambar 1C).
pembuluh darah terlihat menonjol. Gambaran

A B C

Gambar 1. Gambaran makroskopis embrio ayam umur 11 hari. (A) Diinfeksi virus ND isolat Salatiga terlihat mengalamai
hemoragi pada kulit. (B) Diinfeksi virus ND La Sota menunjukkan kongesti ringan pada sebagian kulit. (C)
Tidak diinfeksi virus ND (kontrol negatif).

61
Hamdu Hamjaya Putra et al.

Lesi Mikroskopis Embrio Ayam proliferasi jaringan (Garcia and Guy, 2008). Lesi
Organ dari embrio ayam yang diduga mikroskopis yang pernah dilaporkan pada embrio
digunakan sebagai tempat replikasi virus antara lain ayam yang diinfeksi virus IBD berupa hemoragi
kulit, paru-paru, usus, hati, ginjal dan jantung peteki (petechial hemorrhages) dan kongesti kulit,
(Alexander and Senne, 2008). Lesi mikroskopis nekrosis dan hemoragi hati, kongesti dan nekrosis
yang diakibatkan oleh virus ND isolat Salatiga pada ginjal, dan juga kongesti berat pada paru-paru
berupa kongesti dan hemoragi pada paru-paru, (Eterradossi and Saif, 2008).
kongesti pada usus, ginjal, hati, jantung juga Paru-paru. Berdasarkan hasil
kongesti kulit yang disertai radang (Gambar 2A, 3A, pemeriksaan preparat histopatologi dari embrio
4A, 5A, 6A). Lesi tersebut berbeda dengan lesi ayam yang diinfeksi virus Newcastle disease
mikroskopis yang diakibatkan oleh virus ND strain isolat Salatiga, paru-paru mengalami kongesti
lentogenik dalam hal ini virus ND La Sota berupa dan hemoragi (Gambar 2A). Hal ini hampir
kongesti pada paru-paru, kulit, ginjal dan jantung. sama dengan ayam dewasa. Menurut Alexander
Embrio ayam yang tidak diinfeksi oleh virus ND and Senne (2008), bahwa lesi yang diakibatkan
(kontrol negatif) terlihat normal. Organ-organ dari oleh virus ND khususnya pada mukosa saluran
embrio tersebut secara mikroskopis terlihat tidak pernafasan atas unggas menunjukkan adanya
mengalami perubahan. hemoragi, edema, dan infiltrasi sel radang
Beberapa penyakit selain ND yang pernah berupa leukosit dan makrofag pada 6 hari pasca
dilaporkan menyebabkan perubahan mikroskopis infeksi virus. Pada paru-paru juga akan tampak
pada organ dari embrio ayam misalnya AI, IB, ILT adanya kongesti, edema parabronki dan akan
dan juga IBD. Virus AI menyebabkan lesi timbul hemoragi dan eritrofagositosis di sekitar
mikroskopis pada banyak organ berupa perivascular alveolar parabronki.
cuffing di otak, kongesti dan hemoragi pada Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
proventrikulus, nefritis dan nekrosis ginjal, juga organ pernafasan dalam hal ini paru-paru yang
hemoragi pada kulit. Lesi mikroskopis yang teramati diinfeksi oleh virus ND akan menghasilkan lesi
pada embrio ayam yang diinfeksi virus IB berupa dengan tingkat keparahan tergantung virulensi
kongesti dan nekrosis di hati, kongesti disertai virus masing-masing. Pada embrio ayam yang
infiltrasi sel radang pada paru-paru, serta radang dan diinfeksi oleh virus ND strain lentogenik
edema yang terjadi pada tubulus ginjal. Virus IB menunjukkan adanya kongesti pada paru-paru
menyebabkan lesi pada embrio ayam 6 hari pasca namun lebih ringan bila dibandingkan dengan
inokulasi (Cavanagh and Gelb, 2008). Embrio ayam lesi oleh virus ND isolat Salatiga (Gambar 2B).
yang diinfeksi oleh virus ILT terlihat adanya plaq Hal ini juga dapat dibandingkan dengan paru-
atau kerak pada chorioallantoic membrane (CAM) paru normal dari embrio ayam yang tidak
yang disebabkan karena nekrosis dan reaksi diinfeksi virus (Gambar 2C).

62
Studi Lesi Makroskopis dan Mikroskopis Embrio Ayam

Gambar 2. Histopatologis organ paru-paru dari embrio ayam umur 11 hari, dengan pewarnaan H&E, Scale bar: 50 µm. (A)
Diinfeksi virus ND Salatiga, mengalami hemoragi dan kongesti. (B) Diinfeksi virus ND La Sota, mengalami
kongesti. (C) Tidak diinfeksi virus ND, tidak ada perubahan.

Kulit. Lesi mikroskopis kulit pada ayam yang lesi berupa kongesti dan radang pada kulit (Gambar
terinfeksi oleh virus ND yaitu berupa hemoragi dan 3B). Kulit adalah organ terluar dari embrio yang
ulserasi (Alexander and Senne, 2008). Lesi yang pertama kali kontak dengan virus dan memiliki
teramati pada kulit dari embrio ayam yang diinfeksi kesamaan antara lesi yang diakibatkan oleh virus ND
virus ND isolat Salatiga berupa kongesti dan disertai La Sota dan isolat Salatiga. Perubahan atau lesi pada
radang. Hal ini ditunjukkan dengan adanya sel-sel kulit tersebut dapat dibandingkan secara jelas
radang pada kulit (Gambar 3A). Embrio ayam yang dengan kulit normal pada embrio ayam yang tidak
diinfeksi oleh virus ND La Sota terlihat juga adanya diinfeksi oleh virus (Gambar 3C).

Gambar 3. Histopatologis organ kulit dari embrio ayam umur 11 hari, dengan pewarnaan H&E, Scale bar: 50 µm. (A)
Diinfeksi virus ND Salatiga, mengalami hemoragi dan radang. (B) Diinfeksi virus ND La Sota, mengalami
kongesti. (C) Tidak diinfeksi virus ND, tidak ada perubahan.

Usus. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan 4C). Pada penelitian ini lesi yang dihasilkan
mikroskopis pada embrio ayam yang diinfeksi virus pada mukosa usus tidak sampai mengalami
ND isolat Salatiga, organ usus mengalami kongesti perdarahan dan nekrosis. Secara mikroskopis, hasil
pada bagian sub mukosa yang berisi pembuluh darah ini berbeda dengan lesi yang diakibatkan oleh virus
(Gambar 4A). Pada embrio ayam yang diinfeksi ND pada ayam yaitu berupa hemoragi dan nekrosis
virus ND La Sota, usus tidak mengalami perubahan pada dinding usus (Alexander and Senne, 2008).
seperti pada usus embrio ayam normal (Gambar 4B

63
Hamdu Hamjaya Putra et al.

Gambar 4. Histopatologis organ usus dari embrio ayam umur 11 hari, dengan pewarnaan H&E, Scale bar: 50 µm. (A)
Diinfeksi virus ND Salatiga, mengalami kongesti. (B) Diinfeksi virus ND La Sota, tidak ada perubahan. (C)
Tidak diinfeksi virus ND, tidak ada perubahan.

Hati. Jaringan hati dari embrio ayam yang pembengkakan sel. Pembengkakan sel adalah
diinfeksi virus ND isolat Salatiga secara bertambahnya ukuran sel akibat penimbunan air
mikroskopis lesi yang teramati adanya kongesti dalam sel, dimana sel hati membesar yang
berat pada jaringan hati (Gambar 5A). Hal ini dapat mengakibatkan sinusoid menyempit sehingga aliran
dibandingkan dengan hati dari embrio ayam yang darah terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya
diinfeksi virus ND La Sota. Hati menunjukkan pembendungan darah pada beberapa tempat (Jones
kongesti yang lebih ringan (Gambar 5B). Pada and Hunt, 1983). Pada ayam dewasa yang terinfeksi
embrio ayam (kontrol negatif), hati terlihat normal virus ND virulen, secara mikroskopis terlihat
dan tidak mengalami perubahan pada hepatosit nekrosis dan kadang hemoragi serta terdapat
maupun pembuluh darah hati (Gambar 5C). hiperplasia dari sel mononuklear fagosit pada organ
Terjadinya kongesti pada sel hati didahului dengan hati (Alexander and Senne, 2008).

Gambar 5. Histopatologis organ hati dari embrio ayam umur 11 hari, dengan pewarnaan H&E, Scale bar: 50 µm. (A)
Diinfeksi virus ND Salatiga, mengalami kongesti berat. (B) Diinfeksi virus ND La Sota, mengalami kongesti.
(C) Tidak diinfeksi virus ND, tidak ada perubahan.

Ginjal. Organ ginjal dari embrio ayam yang perubahan (Gambar 6C). Perubahan pada ginjal
diinfeksi virus ND baik isolat Salatiga maupun virus ayam yang terinfeksi virus ND secara mikroskopis
La Sota terlihat sama-sama mengalami kongesti bisa berupa hemoragi dan nekrosis namun lesi
(Gambar 6A dan 6B). Perubahan ini terlihat jelas tersebut biasanya lebih jarang ditemukan dari pada
berbeda bila dibandingkan dengan ginjal embrio lesi-lesi pada organ lain seperti pernafasan dan
ayam (kontrol negatif) yang tidak mengalami pencernaan (Alexander and Senne, 2008).

64
Studi Lesi Makroskopis dan Mikroskopis Embrio Ayam

Gambar 6. Histopatologis organ ginjal dari embrio ayam umur 11 hari, dengan pewarnaan H&E. (A) Diinfeksi virus ND
Salatiga, mengalami kongesti. Scale bar: 50 µm. (B) Diinfeksi virus ND La Sota, mengalami kongesti. Scale
bar: 50 µm. (C) Tidak diinfeksi virus ND, tidak ada perubahan. Scale bar: 25 µm.

Jantung. Organ jantung dari embrio ayam Pada (kontrol negatif) embrio ayam yang tidak
secara mikroskopis menunjukkan adanya kongesti, diinfeksi oleh virus ND tidak menunjukkan adanya
baik yang diinfeksi oleh virus ND isolat Salatiga perubahan pada organ jantung (Gambar 7C).
maupun oleh virus La Sota (Gambar 7A dan 7B). Menurut Alexander and Senne (2008), pada ayam

Gambar 7. Histopatologis organ jantung dari embrio ayam umur 11 hari, dengan pewarnaan H&E, Scale bar: 50 µm. (A)
Diinfeksi virus ND Salatiga, mengalami kongesti. (B) Diinfeksi virus ND La Sota, mengalami kongesti. (C)
Tidak diinfeksi virus ND, tidak ada perubahan.

biasanya nekrosis dan hemoragi dapat ditemukan pada saluran pernafasan dan syaraf, sedangkan virus
pada jantung. Sehingga berdasarkan hasil tersebut ND yang kurang virulen atau lentogenik
terdapat perbedaan antara lesi yang dihasilkan oleh menimbulkan manifestasi ringan pada saluran
virus ND pada embrio ayam dan juga pada ayam pernafasan.
dewasa. Lebih lanjut dijelaskan bahwa lesi yang Patogenisitas virus ND terutama dipengaruhi
terjadi pada organ ayam yang diinfeksi oleh virus oleh dua spike glikoprotein yaitu hemaglutinin-
ND tergantung dari galur atau patotipe virus. neuraminidase (HN) dan fusion protein (F)
Menurut Miller (2010), virus galur velogenik dapat (Oberdörfer, 2006). Fusion protein terbelah menjadi
menimbulkan manifestasi klinis pada saluran F1 dan F2 sebagai partikel virus yang infeksius.
pencernaan, syaraf dan saluran pernafasan. Virus Pembelahan ini dimediasi oleh enzim protease yang
galur mesogenik menimbulkan manifestasi klinis berada hampir diseluruh sel dan jaringan hospes

65
Hamdu Hamjaya Putra et al.

(Seal et al., 2000). Dalam proses replikasinya, virus


Daftar Pustaka
ND galur velogenik berbeda dengan virus ND
lentogenik. Virus ND velogenik secara in ovo lebih
Alexander, D.J. and Senne, D.A. (2008) Newcastle
mudah tumbuh dan bersifat sistemik dibandingkan Disease, Other Avian Paramyxovirus and
dengan virus ND lentogenik. Virus ND velogenik Pneumovirus Infection In: Disease of Poultry.
Saif, Y.M. Blackwell Publishing. Iowa.
dapat bereplikasi pada hampir semua sel dan
jaringan tubuh dengan atau tanpa adanya enzim Allan, W.H., Lancaster, J.E. and Toths, B. (1978) The
Production and Use of Newcastle Disease
tripsin, sedangkan virus ND lentogenik hanya dapat vaccine. Food and Agriculture Organization of
bereplikasi jika hanya ada tripsin pada sel. Enzim United Nations. Roma: 1-180.

tripsin atau yang mirip dengan tripsin hanya berada Beard, C.W. (1989) Serologic Prosedures In:
pada epitel saluran pernafasan dan saluran Laboratory Manual for the Isolation and
Identification of Avian Pathogens. 3th ed. H. G.
pencernaan. Berdasarkan kemampuan replikasi Purcase et al. Kennett Square, PA. American
virus tersebut, maka virus ND galur velogenik dapat Association Avian Pathologists.
mengakibatkan infeksi sistemik yang lebih parah Cavanagh and Gelb. (2008) Infectious Bronchitis In:
pada ayam bila dibandingkan dengan infeksi virus Disease of Poultry. Saif, Y.M. Blackwell
Publishing. Iowa.
ND galur lentogenik (Alexander and Senne, 2008).
Lesi makroskopis yang teramati pada embrio Darminto dan Ronohardjo, P. (1996) Newcastle
Disease pada Unggas di Indonesia: Situasi
ayam setelah diinfeksi virus ND isolat Salatiga Terakhir dan Relevansinya terhadap
menunjukkan adanya hemoragi pada kulit. Lesi Pengendalian Penyakit. Balai Penelitian
Veteriner.
tersebut lebih parah bila dibandingkan dengan virus
ND La Sota yang menyebabkan kongesti ringan Eterradossi and Saif, Y.M. (2008) Infectious Bursal
Disease In: Disease of Poultry. Saif, Y.M.
pada kulit. Lesi mikroskopis yang terjadi pada
Blackwell Publishing. Iowa.
embrio ayam setelah diinfeksi virus ND isolat
Garcia and Guy. (2008) Laringotracheitis In:
Salatiga berupa kongesti dan hemoragi pada paru-
Disease of Poultry. Saif, Y.M. Blackwell
paru, kongesti dan radang pada kulit, serta kongesti Publishing. Iowa, USA.
pada usus, hati, ginjal, dan jantung. Lesi tersebut
Jones, T.C. and Hunt, R.D. (1983) Veterinary
lebih parah bila dibandingkan dengan lesi yang th
Pathology. 5 ed. Lea & Febiger. Philadelphia,
diakibatkan oleh infeksi virus ND La Sota yang USA.

menunjukkan adanya kongesti pada paru-paru, Li, Z., Li, Y., Chang, S., Dhing, Z., Mu, L. and Cong,
kongesti dan radang pada kulit, serta kongesti pada Y. (2010) Antigenic Variation between
Newcasle Disease Virus of Goose and Chicken
ginjal, dan jantung secara keseluruhan. Lesi pada Origin. Arch. Virol. 155: 499-505.
embrio ayam yang diinfeksi virus ND isolat Salatiga
Miller, P. J., Decanini, E. L. and Alfonso, C. L.
secara makroskopis maupun mikroskopis (2010) Newcastle disease: Evolution of
menunjukkan lesi yang lebih parah dibandingkan genotypes and the related diagnostic
challenges. Infect. Gen. Evol. 10: 26-35.
virus ND La Sota.

66
Studi Lesi Makroskopis dan Mikroskopis Embrio Ayam

North, M.O. and Bell, D.D. (1990) Commercial Seal, B.S., King, D.J. and Sellers, H.S. (2000) The
th
Chicken Production Manual. 4 ed. Chapman & Avian Response to Newcastle disease Virus.
Hall. USA. Dev. Comp. Imm. 24: 257-268.

Oberdörfer, A.R., Veits, J., Werner, O. and Wibowo, M.H., Asmara, W. dan Tabbu, C.R. (2006)
Mettenleiter. T.C. (2006) Enhancement of Isolasi dan Identifikasi Serologis Virus Avian
Pathogenicity of Newcastle Disease Virus by Influenza dari Sampel Unggas yang Diperoleh
Alternation of Specific Amino Acid Residues in di D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah. J. Sain Vet.
the Surface Glycoprotein F and HN. J. Avi. 24: 77-83.
Dis.50: 259-263
Wiyono, A., Indriani, R., Dharmayanti, N.L.P.I.,
Office Internationale Des Epizooties. (2009) OIE Damayanti, R., Parede, L., Syafriati, T. dan
Terrestrial Manual 2009, Newcastle Disease. Darminto. (2004) Isolasi dan Karakterisasi
Virus Highly Pathogenic Avian Influenza
Putra, H.H. (2011) Studi Lesi Makroskopis dan Subtipe H5 dari Ayam Asal Wabah di Indonesia.
Mikroskopis Embrio Ayam yang Diinfeksi JITV. 9: 61-71.
Virus Newcastle Disease Isolat Ayam Petelur
Salatiga. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan
UGM. Yogyakarta.

67
Infectious Disease–Brief Communication
Veterinary Pathology
2017, Vol. 54(1) 94-98
Pathogenesis of Renal Lesions in Chickens ª The Author(s) 2016
Reprints and permission:
sagepub.com/journalsPermissions.nav
After Experimental Infection With 9a5b DOI: 10.1177/0300985816655852
journals.sagepub.com/home/vet
Newcastle Disease Virus Mutant Isolate

A. El-Bahrawy1,2,3, A. Zaid1,3, Y. Sunden1, M. Sakurai4, H. Ito5,


T. Ito5, and T. Morita1

Abstract
In this study, we investigated the pathogenesis of Newcastle disease virus (NDV) in the chicken kidney. Twenty-six 32-day-old
specific pathogen-free chickens were intranasally inoculated with the 9a5b NDV mutant isolate. Kidney tissue samples, collected
at 6 and 12 hours postinoculation (hpi) and 1, 2, 3, 5, and 10 days postinoculation (dpi), were analyzed by histopathology,
immunohistochemistry (IHC), reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR), and virus titration. Histopathologically,
tubulointerstitial nephritis was detected in the renal cortex and predominantly in the medulla. Nephrotropism of 9a5b NDV was
confirmed by IHC, RT-PCR, and virus isolation. Massive degenerative changes and infiltration of CD3-immunopositive cells
accompanied replication of the 9a5b NDV isolate in chicken kidneys. In conclusion, pathological changes that were caused by
NDV in chicken kidneys were similar to those caused by avian influenza virus, infectious bronchitis virus, and avian nephritis virus,
and this highlights the importance of including NDV in the differential diagnosis of kidney disease in chickens.

Keywords
Newcastle disease, chicken, kidney, nephrotropism

Newcastle disease virus (NDV) is the causative agent of about renal lesions in NDV infections, and no previous studies
Newcastle disease. NDV is a single-stranded, nonsegmented, have addressed the relationship between histopathological
negative-sense enveloped RNA virus.4,5 The genome of NDV alterations in chicken kidney tissues and NDV replication.
encodes 6 structural proteins: nucleoprotein (NP), fusion pro- Avirulent wild viruses, having the typical avirulent fusion
tein (F), RNA polymerase protein (L), matrix protein (M), protein cleavage site sequence, have the potential to become
hemagglutinin-neuraminidase protein (HN), and phosphopro- velogenic after passage in chickens.15,18 The virulent 9a5b
tein (P).4,5 Virulence of NDV is multigenic and the F, HN, and NDV mutant isolate was generated from the lentogenic
P genes are key players in its virulence.5,16 Based on the sever- Goose/Alaska/415/91 strain by 9 consecutive passages in
ity of clinical signs, NDVs can be categorized into strains of chicken air sacs, followed by 5 passages in chicken brain.15
high virulence (velogenic), moderate virulence (mesogenic),
and low virulence (lentogenic);11 also based on the intracereb-
1
ral pathogenicity index (ICPI) in 1-day-old chicks, NDVs can Department of Veterinary Pathology, Faculty of Agriculture, Tottori Univer-
be categorized into virulent and avirulent strains.11 sity, Minami, Koyama-cho, Tottori, Japan
2
The United Graduate School of Veterinary Science, Yamaguchi University,
The fusion (F) protein cleavage site amino acid sequence of Yamaguchi, Japan
avirulent strains is 112(G/E)(K/R)Q(G/E) RL117 and cleaved by 3
Department of Veterinary Pathology, Faculty of Veterinary Medicine,
trypsin-like enzymes found in certain tissues, while that of viru- University of Sadat City, Menoufiya, Egypt
4
lent strains is 112(R/K)-R-Q-(R/K) RF117 and cleaved by ubiqui- Department of Veterinary Pathology, Joint Faculty of Veterinary Medicine,
tous intracellular host proteases, causing systemic infection.4 Yamaguchi University, Yamaguchi, Japan
5
Department of Veterinary Public Health, Faculty of Agriculture, Tottori
Viral tropism for chicken kidneys has been shown by certain University, Minami, Koyama-cho, Tottori, Japan
viruses such as avian infectious bronchitis virus (IBV),1 avian
nephritis virus (ANV),10 and some strains of avian influenza Supplemental material for this article is available on the Veterinary Pathology website
virus (AIV).17 Renal pathological manifestations of these at http://journals.sagepub.com/home/vet/doi/suppl/10.1177/0300985816655852.
viruses include renal tubular necrosis, degeneration, and
Corresponding Author:
nephritis.1,10,17 Renal lesions due to NDV have been reported T. Morita, Department of Veterinary Pathology, Faculty of Agriculture, Tottori
in several avian species, for example, chickens, turkeys, and University, Tottori-shi Koyama-cho Minami 4-101, 680-8553, Tottori, Japan.
double-crested cormorants.2,3,9,12,16 However, little is known Email: morita@muses.tottori-u.ac.jp
El-Bahrawy et al 95

Table 1. Intensity and Distribution of Renal Gross Lesions, Histopathology, and Immunohistochemistry of NDV-Nucleoprotein and CD3
Staining in Chickens After Experimental Infection With 9a5b NDV Mutant Isolate.a

6 hpi 12 hpi 1 dpi 2 dpi 3 dpi 5 dpi 10 dpi Control

Chicken No. 1, 2, 3 4, 5, 6 7, 8, 9 10, 11, 12 13, 14, 15 16, 17, 18 19, 20, 21 22, 23, 24, 25, 26
Gross lesionsb –, –, – –, –, – –, –, – –, –, – –, –, – þ, þ, – þ, þ, þ –, –, –, –, –
Histopathologyc –, –, – –, –, – +, +, – –, þ, þ þ, +, þ þþ, þþ, þþ þþþ, þþþ, þþþ –, –, –, –, –
IHC (NDV)d –, –, – –, –, – –, þ, – –, þþ, þþ þþ*, þ, þþ þþþ, þþþ*, þþ þþ, –, – –, –, –, –, –
IHC (CD3)e –, +, – –, +, + +, þ, – –, þ, þ þþ, þ, þþ þþ, þþ, þþ þþþ, þþþ, þþþ +, –, +, –, –
dpi, days postinoculation; hpi, hours postinoculation. IHC, immunohistochemistry; NDV, Newcastle disease virus.
a
Chicken Nos. 1 to 21 represent the number of infected chickens; chicken Nos. 22 to 26 represent the number of control chickens.
b
Gross lesions (small whitish area); –, absent; þ, present.
c
Scoring of histopathology: –, normal + congestion, hemorrhage, and mononuclear cell infiltration; þ, mild <20%; þþ, moderate <50%; þþþ, severe >50% of
necrosis, medullary dilatation and degeneration, and cortical interstitial nephritis.
d
IHC scoring of NDV: –, no positive signals; þ, 4 positive signals of all high-power fields (HPFs); þþ, 8 positive signals of HPFs; þþþ, >8 positive signals of
HPFs. Asterisk indicates positive signals in glomeruli.
e
IHC scoring of CD3; –, no positive signals + rare positive; þ, mild <20% of all HPFs; þþ, moderate <50% of HPFs; þþþ, severe >50% of HPF.

The original strain has an ICPI of zero and avirulent F protein 3, 30 -diaminobenzidine tetrahydrochloride (DAB) and a hema-
cleavage site compared with the 9a5b NDV isolate, which has toxylin counterstain. Positive control tissues were spleen and
an ICPI equal to 1.88 and a virulent F protein cleavage site.15 kidney of experimental infected NDV in chickens. For negative
Previously, a comparative study found that renal lesions were control, the primary antibody was replaced by phosphate-
more prominent in chickens than ducks after experimental buffered saline.
infection with 9a5b NDV.2 Therefore, we aimed in this study For CD3 IHC, we performed the previously mentioned pro-
to investigate the renal lesions in chicken kidneys using the tocol except that the primary antibody was rabbit polyclonal
same isolate, from an early to a late phase of infection, as well anti-human CD3 (1:300 dilution; Dako), and the antigen retrie-
as the renal pathogenesis of NDV strains that may sponta- val time was 20 minutes.
neously mutate from avirulent to virulent ones. Virus titers were measured using 10-day-old embryonated
The 9a5b NDV isolate was propagated in specific pathogen- SPF chicken eggs. Briefly, kidney tissue from each chicken
free (SPF) eggs, and 0.1 ml of the viral suspension containing was homogenized in PBS (1:10 [wt:vol]), and a 10-fold serial
108.75 50% embryo infectious dose (EID50) was inoculated dilution of the clear homogenate (100 ml) was inoculated into
intranasally in each chicken.15 the allantoic cavity of the eggs. The eggs were incubated at
Twenty-six 32-day-old male SPF white Leghorn chickens 37 C for 3 days followed by incubation at 4 C for 1 day. The
(Nippon Institute for Biological Science, Tokyo, Japan) were hemagglutination assay was performed on all eggs, and viral
assigned into 2 groups: the control group (n ¼ 5) and the infected titers were expressed as EID50 per gram.13
group (n ¼ 21). Chickens were reared under biosafety level 2 Total RNA was extracted from the kidney tissue using TRIzol
and acclimatized for 1 week prior to virus inoculation with free reagent (Invitrogen, Carlsbad, CA), and then the extracted RNA
access to food and water. Three chickens from the infected group (500 ng) from each sample was reverse transcribed to comple-
were euthanized each at 6 and 12 hours postinoculation (hpi) and mentary DNA (cDNA) using PrimeScript II first strand cDNA
1, 2, 3, 5, and 10 days postinoculation (dpi). Chickens in the synthesis kit (Takara, Otsu, Japan). Primer sets from the F gene
control group were euthanized on the final experimental day. were used to amplify a target sequence of 168 bp. Primer
After euthanasia, necropsy was performed and kidneys were sequences were as follows: 50 -CGCAGATCACAGCGGCTT
examined for gross abnormalities. Kidney tissues were further CTG-30 (forward) and 50 -GGTCGT TTA CAAACTGCTGC- 30
processed by either fixation in 10% neutral buffered formalin for (reverse).18 The polymerase chain reaction (PCR) conditions
hematoxylin and eosin (HE) and immunohistochemical (IHC) comprised 40 amplification cycles of 94 C for 2 minutes, fol-
staining or preserved at –80 C for viral RNA isolation and virus lowed by denaturation at 94 C for 30 seconds, annealing at 56 C
titration. The Tottori University ethics committee approved all for 30 seconds, extension at 72 C for 20 seconds, and a final
experimental procedures. extension at 72 C for 5 minutes. In total, 10 ml of the PCR
Kidney tissues were fixed in formalin for approximately product was detected by 2% agarose gel electrophoresis. The
60 hours and were processed routinely for HE and IHC staining. gel was precast with Gel Red Nucleic Acid Stain (Biotium,
For NDV detection, the primary antibody was prepared in rab- Hayward, CA).
bits against the NDV nucleoprotein (NDV-NP), and the IHC The clinical signs were mild and transient. Chickens showed
protocol was performed as previously described2 using antigen depression, lack of appetite, lethargy, green diarrhea, and closed
retrieval with citrate buffer (pH 5.4) for 10 minutes, overnight eyes at 3–5 dpi. After 5 dpi, the chickens returned to an almost
incubation with primary antibody (1:8000 dilution) at 4 C, normal state and recommenced food and water consumption.
detection with a labeled polymer (ChemMate DAKO EnVi- The findings are summarized in Table 1. Grossly, the kid-
sion/HRP [DAP]; Dako, Carpinteria, CA), and staining with neys were pale with mild lesions. Multifocal small whitish
96 Veterinary Pathology 54(1)

areas were observed in cross sections of kidneys in 2 and 3 shown). Kidneys of control chickens were negative by virus
chickens at 5 and 10 dpi, respectively. titration and RT-PCR.
Histologically, around 1 to 2 small lymphoid foci were This study investigated the pathogenesis of NDV in the
observed in the interstitium of the kidney in 2 of the 5 control kidney of chickens after experimental infection. To our
chickens and in the ureteral mucosa of all examined birds. knowledge, no previous studies have addressed the relation-
Areas of hematopoiesis composed of red blood cells and gran- ship between histopathological alterations in chicken kidney
ulocytes were observed in both control and infected birds. No tissues and NDV replication. The clinical signs were mild
histopathological changes were observed in infected kidneys at and compatible with our previous report.2 Also, similar find-
6 and 12 hpi. At 1 dpi, 2 chickens had congestion, hemorrhage, ings were observed for virulent NDV strains that do not pro-
and marked mononuclear cell infiltration. At 2 and 3 dpi, 2 duce much clinical disease,6,16 although those previously
chickens in each had mild multifocal lymphohistiocytic tubu- studied viruses were classified as virulent strains based on
lointerstitial nephritis within the cortex, and lymphoid nodules their ICPI and F protein cleavage site.16 Dortmans et al5 men-
were observed and gradually increased. The medullary cones tioned that intracerebral inoculation, not being the natural way
were mildly dilated and infiltrated with heterophils and other of infection, may lead to a difference in ICPI value compared
mononuclear cells (Fig. 1). At 5 dpi, 3 chickens had moderate with the natural route of infection. In addition, NDV virulence
multifocal lesions, and occasionally these lesions coalesced to is multigenic, and the F gene is not the only key player in
form diffuse cortical tubulointerstitial nephritis. Marked NDV virulence.5,16
degeneration, necrosis, and apoptosis of the renal tubular Nephrotropism of the 9a5b NDV isolate in the chicken kid-
epithelium in the cortical region were identified (Suppl. Fig. neys was confirmed by IHC, RT-PCR, and virus isolation from
S1). The medullary cone showed moderate dilatation and an early time after infection (1 dpi). Virus detection was con-
degeneration of its components (collecting tubules and ducts, sistent among these 3 methods and started at 1 dpi, peaked at
medullary loops, and ureteral branches) associated with calci- 5 dpi, and diminished at 10 dpi. The histopathological
fication and inflammatory reaction. At 10 dpi, 3 chickens had changes in the kidneys of infected chickens were consistent
severe cortical tubulointerstitial nephritis. The medullary cones with the viral replication. The 9a5b NDV isolate caused
were markedly dilated and more severely damaged than the severe degeneration and necrosis in the renal epithelium with
cortex. Mild to moderate interstitial fibrosis and protein casts positive viral immunostaining in both the tubular epithelium
were observed in the renal tubular lumen. Severe dystrophic and mononuclear cells as previously reported for other
calcification and inflammatory response were observed (Suppl. birds.2,3,9,12,16 The virus distribution was in the cortex and
Fig. S2). Clinical signs and gross and histopathologic lesions medulla of kidney as previously described.9 Moreover, in this
were absent in control chickens. study, positive viral immunostaining was observed occasion-
Immunohistochemically, NDV-NP was detected in infected ally in some glomerular cells.
renal tissues at 1 dpi, followed by an increase in intensity and In this study, NDV tubulointerstitial nephritis can be clas-
distribution at 2 to 5 dpi and then decreased or became absent sified into cortical tubulointerstitial nephritis and intratubular
by the final experimental day. Most immunostaining for NDV- medullary cone nephritis as previously described in the case
NP was distributed in a multifocal pattern in the intact (Fig. 2) of AIV infection in chickens.17 The 9a5b NDV isolate caused
and vacuolated epithelium of proximal and distal tubules more severe tubulointerstitial nephritis in the renal medulla
(Suppl. Fig. S1), in infiltrating macrophages, and occasionally than in the cortex, similar to findings with IBV infection in
in some cells of reptilian-type glomeruli in the cortex (Fig. 3). chickens.1 In humans, the medulla is more susceptible to
In the renal medulla, NDV-NP immunostaining was mainly infection than the cortex due to the low pH, high osmolality,
present in the tubular epithelium and the infiltrating mononuc- and high concentration of ammonia in the medulla.14 In birds,
lear cells. Kidney of control chickens was negative to NDV-NP the susceptibility of the renal cortex and the medulla to infec-
IHC (Suppl. Fig. S3). tion is unknown as the pH is variable.8 Tubular injury in the
CD3-positive cells were observed rarely in the interstitium of medulla more likely results from plugging of the lumina by
the kidneys in 2 chickens of the control group and in the ureteral cell debris, calcified materials, or both, subsequently increas-
mucosa of all control chickens. In the infected renal tissues, ing inflammation as proposed by others in the case of AIV
infiltration of CD3-immunopositive cells commenced at 1 dpi infection in chickens.17 Loss of renal function combined with
and became marked at 10 dpi. CD3-positive cells had focal and water deprivation during the peak of clinical signs may
diffuse infiltration throughout the entire kidney (Fig. 4) and in enhance the effect.
areas with immunostaining signals of 9a5b NDV (Fig. 5). CD3-positive cells were the main inflammatory component
Virus titration results are summarized in Figure 6. At 6 in chicken kidneys as previously reported in chicken brain
and 12 hpi, 9a5b NDV was not detected in kidneys. Virus during NDV infection.7 Infiltration of CD3-positive cells in the
was detected in 1 chicken at 1 dpi, in 2 chickens at 2 dpi, in infected kidneys was associated with a decrease or complete
all examined chickens at 3 and 5 dpi with a replication peak absence of viral replication at 10 dpi.
at 5 dpi, and in only 1 chicken at 10 dpi. Reverse transcrip- In conclusion, the 9a5b NDV mutant isolate showed a
tion (RT)–PCR results in infected chickens kidneys coin- nephrotropism to chicken kidneys early after infection (1 dpi).
cided with IHC and virus titration results (data not Tubulointerstitial nephritis was more severe in the renal
El-Bahrawy et al 97

Figure 1. Kidney; chicken, 3 days postinoculation (dpi) with 9a5b Newcastle Disease Virus mutant isolate. Mild to moderate dilatation and
mineralization of the medullary cones accompanied by heterophilic (arrowhead) and mononuclear cell infiltration. Figure 2. Kidney; chicken,
5 dpi. Immunolabeling of NDV nucleoprotein (NP) is present in the renal tubular epithelium. Inset: higher magnification of NDV-NP positive
immunolabeling in the renal tubular epithelium. Figure 3. Kidney; chicken, 2 dpi. NDV-NP positive immunolabeling was present in the renal
tubular epithelium (arrow) and in glomerular cells (arrowhead). Inset: higher magnification of NDV-NP positive immunolabeling in the
glomerular cells. Figure 4. Kidney; chicken, 3 dpi. CD3 immunohistochemistry shows nodular and diffuse interstitial infiltration of CD3-
immunopositive cells and occasional CD3-immunopositive cells within the tubular epithelium. Figure 5. Kidney; chicken, 5 dpi. CD3 immu-
nolabeling was present in the interstitium around renal tubules (arrow). The inset shows NDV-NP immunolabeling in a renal tubule surrounded
by interstitial, mononuclear inflammatory cells.

medulla than in the cortex, and the local inflammatory response those caused by AIV, IB, and ANV, and this highlights the
may play a role in suppressing viral replication. Lesions that importance of including NDV in the differential diagnosis of
were caused by NDV in the kidneys of chickens were similar to kidney disease in chickens.
98 Veterinary Pathology 54(1)

Figure 6. Individual viral titers in chicken kidneys at indicated times postinoculation. Kidneys from 3 individual chickens evaluated at each time
point are represented as a, b, and c. The dashed line represents the virus detection limit. Undetectable samples were given a half of detection
limit value. Virus titers were determined in 10-day-old embryonated specific pathogen-free chicken eggs and are presented as EID50 per gram.
dpi, days postinoculation; hpi, hours postinoculation.

Acknowledgments different Newcastle disease virus isolates using formalin-fixed paraffin-


embedded samples. Vet Immunol Immunopathol. 2011;141(3–4):221–229.
We thank the Egyptian and Education Culture Office for providing a
7. Ecco R, Susta L, Afonso CL, et al. Neurological lesions in chickens experimen-
doctoral fellowship to the first author.
tally infected with virulent Newcastle disease virus isolates. Avian Pathol. 2011;
40(2):145–152.
Declaration of Conflicting Interests 8. Echols MS. Evaluating and treating the kidneys. In: Harrison GJ, Lightfoot T,
The author(s) declared no potential conflicts of interest with respect to eds. Clinical Avian Medicine. Vol 2. INC, Palm Beach, Florida, USA: Spix
the research, authorship, and/or publication of this article. Publishing; 2005:451–492.
9. Kuiken T, Wobeser G, Leighton FA, et al. Pathology of Newcastle disease in
Funding double-crested cormorants from Saskatchewan, with comparison of diagnostic
methods. J Wildl Dis. 1999;35(1):8–23.
The author(s) disclosed receipt of the following financial support for
10. Maeda M, Imada T, Taniguchi T, et al. Pathological changes in chicks inoculated
the research, authorship, and/or publication of this article: This work
with the picornavirus ‘‘avian nephritis virus.’’ Avian Dis. 1979;23(3):589–596.
was supported by the Egyptian government and the Laboratory of
11. OIE–World Organization for Animal Health. Newcastle disease. In: Manual of
Veterinary Pathology, Tottori University, Japan. Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial Animals. 6th ed. Paris, France:
OIE–World Organization for Animal Health; 2008:576–589.
References 12. Piacenti AM, King DJ, Seal BS, et al. Pathogenesis of Newcastle disease in
1. Albassam MA, Winterfield RW, Thacker HL. Comparison of the nephropatho- commercial and specific pathogen-free turkeys experimentally infected with
genicity of four strains of infectious bronchitis virus. Avian Dis. 1986;30(3): isolates of different virulence. Vet Pathol. 2006;43(2):168–178.
468–476. 13. Reed LJ, Muench HA. A simple method of estimating fifty percent endpoints.
2. Anis Z, Morita T, Azuma K, et al. Comparative study on the pathogenesis of the Am J Epidemiol. 1938;27(3):493–497.
generated 9a5b Newcastle disease virus mutant isolate between chickens and 14. Schaeffer AJ. What do we know about the urinary tract infection–prone indi-
waterfowl. Vet Pathol. 2013;50(4):638–647. vidual? J Infecti Dis. 2001;183(suppl 1):S66–S69.
3. Courtney SC, Susta L, Gomez D, et al. Highly divergent virulent isolates of 15. Shengqing Y, Kishida N, Ito H, et al. Generation of velogenic Newcastle disease
Newcastle disease virus from the Dominican Republic are members of a new viruses from a nonpathogenic waterfowl isolate by passaging in chickens.
genotype that may have evolved unnoticed for over two decades. J Clin Micro- Virology. 2002;301(2):206–211.
biol. 2012;51(2):508–517. 16. Susta L, Miller PJ, Afonso CL, et al. Clinicopathological characterization in
4. de Leeuw OS, Hartog L, Koch G, et al. Effect of fusion protein cleavage site poultry of three strains of Newcastle disease virus isolated from recent out-
mutations on virulence of Newcastle disease virus: non-virulent cleavage site breaks. Vet Pathol. 2011;48(2):349–360.
mutants revert to virulence after one passage in chicken brain. J Gen Virol. 17. Swayne DE, Slemons RD. Renal pathology in specific-pathogen-free chickens
2003;84(pt 2):475–484. inoculated with a waterfowl-origin type A influenza virus. Avian Dis. 1990;
5. Dortmans JC, Koch G, Rottier PJM, et al. Virulence of Newcastle disease virus: 34(2):285–294.
what is known so far? Vet Res. 2011;42(1):122. 18. Tsunekuni R, Ito H, Otsuki K, et al. Genetic comparisons between lentogenic
6. Ecco R, Brown C, Susta L, et al. In vivo transcriptional cytokine responses and Newcastle disease virus isolated from waterfowl and velogenic variants. Virus
association with clinical and pathological outcomes in chickens infected with Genes. 2010;40(2):252–255.
Jurnal Veteriner Juni 2016 Vol. 17 No. 2 : 257-264
pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2016.17.2.257
Terakreditasi Nasional SK. No. 15/XI/Dirjen Dikti/2011 online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvet

Vaksin Kombinasi Newcastle Disease dengan Avian Influenza


Memicu Imunitas Protektif pada Ayam Petelur terhadap
Penyakit Tetelo dan Flu Burung
(COMBINED NEWCASTLE DISEASE (ND)
AND AVIAN INFLUENZA (AI) VACCINES INDUCE PROTECTIVE IMMUNE RESPONSE
IN COMMERCIAL LAYER AGAINST ND AND AI)

Gusti Ayu Yuniati Kencana1, I Nyoman Suartha2,


Ni Made Ayu Sintya Paramita3, Arini Nur Handayani4
1
Laboratorium Virologi, 2Laboratorium Penyakit Dalam,
3
Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jln. Sudirman, Denpasar
Telpon : 0361-223791, Email: yuniatikencana@gmail.com
4
PT. Sanbio Laboratories Research & Development,
Wanaherang, Gunung Putri, Bogor, Indonesia

ABSTRAK

Penyakit tetelo atau Newcastle disease (ND) dan flu burung atau Avian Influenza (AI) merupakan
penyakit virus menular stategis yang bersifat endemis di Indonesia. Pencegahan terhadap penyakit
tersebut dengan cara vaksinasi unggas sebagai sumber penular penyakit. Penggunaan vaksin kombinasi
ND-AI diharapkan mencegah kedua penyakit tersebut sekaligus. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan potensi vaksin kombinasi ND-AI pada kondisi lapang. Uji lapang dilakukan pada peternakan
ayam petelur komersial di Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali, sedangkan uji serologi hemaglutination
inhibition (HI) dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Hasil uji HI adalah:
rataan titer antibodi terhadap ND pravaksinasi sebesar 2,27 HI unit log 2 dan titer AI sebesar 1,27 HI
unit log 2. Rataan titer antibodi terhadap ND periode dua minggu pascavaksinasi adalah sebesar 5,47 HI
unit log 2 dan titer AI sebesar 7,93 HI unit log 2. Titer antibodi terhadap ND periode tiga minggu
pascavaksinasi sebesar 7,00 HI unit log 2 dan titer AI sebesar 8,53HI unit log 2. Pada minggu ke-4
pascavaksinasi, rataan titer antibodi terhadap ND sebesar 8,73 HI unit log 2 dan titer AI sebesar 8,47 HI
unit log 2. Simpulannya adalah secara serologi vaksin ND-AI mampu memicu pembentukan respons
imun protektif ayam petelur terhadap penyakit ND dan AI ditandai dengan meningkatnya titer antibodi
di atas ambang protektif pada pengambilan darah setiap minggu. Waktu pengambilan sampel sangat
berpengaruh terhadap tingginya titer antibodi ND dan AI yang terbentuk (P<0,01). Disarankan untuk
melakukan vaksinasi pada ayam saat titer atibodi di bawah 4 HI unit log 2.

Kata-kata kunci: vaksinasi, vaksin ND-AI, titer antibodi ND, titer antibodi AI, uji HA/HI, uji lapang

ABSTRACT

Newcastle disease (ND) and Avian Influenza (AI) are infectious diseases and still endemic in Indonesia.
Prevention of the disease is conducted by vaccination of birds as the source of the infection. The use of
combined ND-AI vaccine is expected to be able to prevent both diseases simultaneously. This study aim
was to determine the potency of combined ND-AI vaccine in field condition. Field trial vaccination was
conducted in commercial layer chickens in Tabanan Bali, and the HI test was conducted at the Faculty of
Veterinary Medicine Udayana University, Denpasar. Field trial in commercial layer chickens showed that
the average HI titer of ND sera from pre-vaccinated chickens was 22.7HI units and AI titer was 21.27 HI
units. The ND titers increased to 25.47 HI Unit, 27.0 HI units, and to 28.73 HI units, whereas AI titers
increased to 27.93 HI Unit, 28.53 HI units, and 28.47 HI units in two, three and four weeks post-vaccination
with the ND-AI combined vaccine, respectively. Statistically, based on ND and AI antibody pre and post-
vaccination, it is indicated that the combined ND-AI vaccine was able to induce immune response higher
than the protective titer level (>24). Period of collecting the sera samples also affected the titer of NDV
and AI antibodies (P<0.01). Therefore it is recommended that vaccination should be conducted at antibody
titer of < 4 HI Unit.

Keywods: Vaccination, combined ND-AI vaccines, antibody titer ND and AI, HA/HI test, field test

257
GA. Yuniati Kencana, et al Jurnal Veteriner

PENDAHULUAN pada ayam SPF ternyata mampu memicu


terbentuknya titer antibodi dan bersifat protektif
Di Indonesia penyakit tetelo atau Newcastle terhadap penyakit ND dan AI.
Disease (ND) dan penyakit flu burung atau Penyakit AI pernah ditemukan hampir di
Avian Influenza (AI) telah lama dikenal. Kedua seluruh belahan dunia (kecuali di benua
penyakit tersebut dikelom-pokkan dalam Antartika) termasuk pula di Indonesia (Kandun
kelompok penyakit menular strategis. Penyakit et al., 2008). Kejadian luar biasa (KLB) kasus
AI bahkan dikelompokkan dalam kelompok AI juga pernah melanda Indonesia pada tahun
penyakit menular strategis prioritas karena 2003–2006, dan Indonesia merupakan negara
bersifat zoonosis berbahaya (Kementan, 2013). dengan angka kematian manusia akibat AI yang
Penyakit AI dapat membu-nuh penderitanya tertinggi di dunia. Upaya pencegahan terhadap
baik itu hewan maupun manusia yang ND maupun AI terus dilakukan secara teratur
terinfeksi. Sumber utama penu-lar ND maupun dengan meningkatkan biosecurity dan
AI adalah unggas, oleh karena-nya vaksinasi melakukan vaksinasi (Nurcholis et al., 2009).
merupakan langkah utama dalam melakukan Sumber penular utama penyakit AI adalah
tindakan pencegahan tehadap ND maupun AI. unggas, maka cara pencegahan terhadap
Angka kematian dan derajat keparahan penyakit AI adalah dengan melakukan vaksinasi
penyakit ND maupun AI sangat bervariasi, unggas peliharaan secara teratur. Vaksinasi
mulai dari penyakit yang asimp-tomatik (tanpa ayam dapat dilakukan dengan vaksin aktif,
gejala klinis) maupun penyakit yang bersifat vaksin inaktif sediaan tunggal maupun
fatal (Swayne dan Suarez, 2000). kombinasi (FOHI, 2007). Namun, vaksin virus
Meskipun program Pemerintah tentang AI aktif (vaksin dengan virus AI yang
vaksinasi pada ternak unggas telah digalakkan dilemahkan) tidak direkomendasikan karena
namun penyakit ND dan AI masih tetap penyakit AI bersifat zoonosis, di samping itu
dijumpai di Indonesia (Kencana et al., 2012a; virus AI juga dapat mengalami mutasi genetik
Kencana et al., 2012 b , Kementan, 2013). atau terjadi reassorment dengan virus AI lain
Kerugian akibat penyakit ND maupun AI dapat yang bersirkulasi di daerah tersebut sehingga
berpengaruh langsung terhadap terhambatnya dapat berubah menjadi virus ganas (Alexander,
produksi peternakan ayam (Sudarisman, 2009). 2007). Oleh karena itu vaksin ND-AI dibuat
Seringkali penyakit ND dan AI terjadi secara dalam bentuk vaksin inaktif.
bersamaan pada unggas sehingga Gejala klinis penyakit ND dan AI sangat
mengakibatkan kerugian besar peternak mirip, di samping itu kedua penyakit itu juga
unggas. Kedua virus penyakit tersebut bersifat endemik di Indonesia. Hal tersebut
terdeteksi sebagai penyebab kasus lapang, menyebabkan sulit untuk membedakan secara
sehingga solusinya adalah dilakukan vaksinasi klinis kasus ND dan AI pada ternak unggas.
dengan vaksin kombinasi sebagai upaya Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya
meningkatkan keberhasilan program vaksinasi pencegahan terhadap ND dan AI yang melanda
ND dan AI (Wakawa et al., 2009). Produsen suatu wilayah dengan menggunakan vaksin
vaksin telah membuat vaksin kombinasi ND- kombinasi ND-AI. Vaksin kombinasi ND-AI juga
AI sebagai upaya menanggulangi penyakit ND mempunyai beberapa keunggulan di antaranya
dan AI yang ada di Indonesia. Namun, kadang- adalah dapat diberikan sekaligus pada ayam
kala ada kendala dalam menggunakan vaksin sehingga akan menurunkan tingkat stres yang
kombinasi karena kombinasi beberapa agen timbul pasca vaksinasi. Biaya produksi
penyakit ada juga yang dapat memengaruhi beternak ayam juga dapat ditekan dengan
efektivitas vaksin dalam menginduksi menggunakan vaksin kombinasi ND-AI inaktif.
pembentukan respons imun protektif (Cardoso Pada ayam pedaging yang masa pemeliha-
et al., 2005). raannya relatif pendek (sekitar 42 hari),
Penelitian tentang vaksin ND-AI pada ayam vaksinasi dengan vaksin inaktif cukup hanya
specific pathogenic free (SPF) telah dilaporkan sekali saja, namun vaksinasi pada ayam petelur
(Kencana et al., 2015a). Berbeda halnya dengan perlu dilakukan pengulangan menjelang masa
penelitian pada ayam petelur komersial, pada bertelur untuk memicu respons imun sekunder
ayam SPF sangat terjaga kondisinya karena protektif guna melindungi ayam dari kasus ND
penelitian dilakukan di kandang Laboratorium dan AI di lapangan. Riset ini melaporkan ten-
PT Sanbio yang terisolir. Hasil penelitian tang respons imun ayam petelur pascavaksinasi
terdahulu tentang vaksin kombinasi ND-AI ND-AI pada kondisi lapang.

258
Jurnal Veteriner Juni 2016 Vol. 17 No. 2 : 264-271

Akibat dari rangsangan antigen ND-AI Penyiapan Serum


respons imun ayam petelur adalah Darah ayam diambil sebanyak 0,5-1,0 mL
terbentuknya antibodi spesifik di dalam serum. melalui vena brachialis dengan menggunakan
Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen disposable syringe volume 3 mL, kemudian
dapat diuji dengan uji HI yang ditandai darah dibiarkan beberapa jam hingga serumnya
terbentuknya titer antibodi protektif (Davidson terpisah secara sempurna. Selanjutnya darah
et al., 2008). Monitoring terhadap potensi vaksin disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama
ND-AI perlu dilakukan secara berkelanjutan 10 menit. Serum dipisahkan dari bekuan darah
dengan memeriksa titer antibodi ayam dan ditampung dengan tabung mikro steril
pascavaksinasi dengan uji hambatan kemudian dimasukkan ke dalam penangas air
hemaglutinasi. Hasil pemeriksaan titer antibodi bersuhu 560C dan didiamkan selama 30 menit.
pravaksinasi selanjutnya diban-dingkan dengan Tujuan pemanasan serum untuk menginak-
titer antibodi pascavaksinasi. Analisis hasil tifkan faktor pengganggu autohemolisin yang
vaksinasi ND-AI juga dilakukan terhadap waktu ada dalam serum. Sampel serum yang telah siap
pengambilan serum untuk memprediksi periode kemudian diuji serologi HA/HI.
vaksinasi yang tepat.
Pembuatan Suspensi Eritrosit 1%
Suspensi eritrosit 1% dibuat sesuai prosedur
METODE PENELITIAN OIE (2012) yang telah dimodifikasi dengan
teknik sebagai berikut: sebanyak 2,5 mL darah
Sampel Penelitian ayam diambil melalui vena brachialis dengan
Penelitian ini menggunakan vaksin ND– menggunakan disposable syringe volume 3 mL.
AI inaktif, (Sanavac(R), Sanbio, Bogor). Vaksin Darah ayam selanjutnya ditampung pada
kombinasi ND–AI merupakan vaksin kombinasi tabung steril yang telah diisi antikoagulan
dalam bentuk emulsi yang dibuat dari virus alselver sebanyak 2,5 mL. Sel darah merah ayam
inaktif Avian influenza subtipe H5N1 strain dicuci dengan cara ditambahkan 5 mL PBS pH
lokal > 108,5 EID50 sebelum inaktivasi, dan virus 7,2 ke dalam tabung yang berisi larutan darah,
inaktif Newcastle Disease strain La Sota > 109,5 selanjutnya dicampur secara perlahan-lahan
EID50 sebelum inaktivasi. Sampel penelitian agar sel darah merah tidak rusak. Sampel darah
dipilih secara acak terhadap 15 ekor ayam kemudian disentrifuse dengan kecepatan 2500
petelur dari total populasi 2000 ekor pada rpm selama 10 menit. Selanjutnya darah
peternakan ayam petelur komersial di Penebel, dipisahkan dari buffycoat dan supernatan,
Tabanan, Bali. sehingga yang tinggal dalam tabung hanya
endapan sel darah merah. Proses selanjutnya
Uji Lapang dilakukan pencucian kembali sel darah merah
Uji coba potensi vaksin kombinasi ND-AI dengan cara ditambahkan PBS sampai 2/3
pada kondisi lapang dilakukan pada tabung lalu dihomogenkan. Proses pencucian
peternakan ayam petelur komersial di Penebel, darah diulang kembali dengan cara yang sama
Tabanan, Bali yang merupakan sentra industri sebanyak tiga kali. Endapan sel darah merah
peternakan ayam petelur di Penebel, Tabanan, kemudian diukur konsentrasinya dengan cara
Bali. Ayam divaksin secara intramuskuler pada disentrifugasi menggunakan mikrohematokrit.
otot paha dengan satu dosis vaksin. Sel darah merah diukur Paked Cell Volume
Dua hari pravaksinasi dilakukan (PCV) lalu diencerkan dengan PBS sampai
pengambilan darah untuk mengetahui titer menjadi konsentrasi 1% dan siap digunakan
antibodi ayam sebelum vaksinasi, sedangkan untuk uji HA/HI.
pemeriksaan terhadap hasil vaksinasi dilakukan
setiap minggu sebanyak tiga kali mulai minggu Uji Hemaglutinasi
ke-2 sampai minggu ke-4 pascavaksinasi. Uji hemaglutinasi (HA/HI) dilakukan di
Pengambilan darah dilakukan melalui vena Unit Pelayanan Teknis (UPT) Patobiologi,
brachialis. Potensi vaksin ND-AI diukur secara Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
serologi dengan uji hambatan hemaglutinasi Udayana. Uji hemaglutinasi (HA) dengan teknik
(HI). Berdasarkan standar ASEAN titer antibodi mikrotiter diawali dengan cara sebagai berikut:
protektif terhadap virus ND dan AI adalah ≥ 4 sebanyak 0,025 mL PBS ditambahkan kedalam
HI unit log 2 (ACFAF, 2012; Permentan, 2008). setiap sumuran plat mikro dengan menggu-

259
GA. Yuniati Kencana, et al Jurnal Veteriner

nakan pipet mikro. Sebanyak 0,025 mL suspensi pada sumuran nomor 12 tampak endapan
antigen ND ditambahkan pada sumuran eritrosit. Titer HI dibaca dengan memiringkan
pertama. Pengenceran berseri berkelipatan dua plat mikro 45 derajat dan diamati ada atau
dimulai dari sumuran ke-1, dengan menggu- tidaknya sel darah merah yang turun (tear-
nakan mikropipet diambil sebanyak 0,025 mL shaped). Titer antibodi HI ditentukan dengan
campuran tadi lalu diencerken berseri sampai melihat pengenceran serum tertinggi yang
sumuran ke-11, kemudian pada sumuran nomor masih mampu menghambat aglutinasi eritrosit
11 suspensi ini dibuang. Selanjutnya PBS 1%. Titer antibodi yang diperoleh dihitung
ditambahkan sebanyak 0,025 mL kedalam rataannya setiap minggu dan dinyatakan dalam
setiap sumuran plat mikro. Sel darah merah Geometric Mean Titer (GMT) dengan rumus
unggas 1% ditambahkan sebanyak 0,025 mL ke (Erganis and Ucan, 2003) :
dalam setiap sumuran plat mikro kemudian
digoyang-goyangkan menggunakan pengayak (log2 t l)(S1) + (log2 t2)(S2) + ... + (log2tn)(Sn)
mikro selama kurang lebih 15 detik. Plat mikro Log 2 GMT =
dibiarkan pada suhu ruangan selama 30 menit N
sambil diamati terjadinya hema-glutinasi (OIE, Keterangan:
2012). Hasil uji dinyatakan positif apabila ada N = jumlah contoh serum yang diamati
bentukan kristal pada dasar sumuran plat t = tinggi titer antibodi pada pengenceran
mikro sebagai akibat adanya reaksi tertinggi
hemaglutinin dengan sel darah merah unggas S = jumlah contoh serum yang bertiter t
1%. Titer HA selanjutnya dibaca dengan cara n = titer antibodi pada sampel ke-n
memiringkan plat mikro ≥ 45 0 . Titer HA
ditentukan dari pengenceran antigen tertinggi Analisis Hasil
yang masih dapat menghaemaglutinasi sel Penghitungan nilai titer antibodi ND dan
darah merah 1%. Titer HA yang diperoleh AI ayam petelur pascavaksinasi dengan vaksin
selanjutnya diencerkan menjadi 4 unit HA ND-AI pada kondisi lapang diuji dengan sidik
untuk digunakan pada uji HI. ragam dan apabila berbeda nyata dilanjutkan
dengan uji jarak berganda Duncan. Analisis ini
Uji Hambatan Hemaglutinasi dibantu dengan perangkat SPSS versi 2.2.
Uji hambatan hemaglutinasi (Haemaglu-
tination Inhibition/ HI) sesuai dengan prosedur Lokasi Penelitian
OIE (2012) yang telah dimodifikasi, tekniknya Penelitian lapang terhadap hasil vaksinasi
adalah sebagai berikut: sebanyak 0,025 mL PBS ND-AI dilakukan pada peternakan ayam petelur
dimasukan ke setiap sumuran plat mikro. komersial di Desa Senganan, Kecamatan
Sumuran pertama diisi dengan 0,025 mL serum Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Lokasi ini
kemudian diencerkan secara berseri kelipatan sengaja dipilih karena daerah tersebut
dua mulai dari sumuran ke-1 sampai ke-10 merupakan pusat peternakan ayam petelur di
dengan pengencer mikro dan dari sumuran Kabupaten Tabanan
nomor 10 suspensi dibuang sebanyak 0.025 mL.
Masing-masing sumuran plat mikro ditam-
bahkan dengan 0,025 mL suspensi antigen ND HASIL DAN PEMBAHASAN
4 unit HA mulai dari sumuran nomor 1 sampai
nomor 11. Plat mikro diayak selama kurang Penelitian ini merupakan vaksinasi
lebih 15 detik dengan mikroshaker kemudian ulangan pada ayam petelur umur 13 minggu
dibiarkan selama 30 menit pada suhu ruangan. yang bertujuan untuk memberikan kekebalan
Suspensi sel darah merah 1% ditambahkan ke maksimal terhadap penyakit ND dan AI
dalam sumuran ke-1 sampai ke-12 sebanyak menjelang masa produksi. Diharapkan ayam
0,025 ml lalu diayak kembali selama kurang petelur akan memiliki titer antibodi protektif
lebih 15 detik. Plat mikro kemudian terhadap penyakit ND maupun AI untuk
diinkubasikan pada suhu kamar selama 30 mengantisipasi kasus lapangan. Hasil
menit sambil diamati. Pembacaan hasil uji HI penelitian rataan titer antibodi ND dan AI
dilakukan apabila pada sumuran nomor 11 pascavaksinasi vaksin kombinasi ND-AI
sudah tampak adanya aglutinasi eritrosit dan disajikan pada Tabel 1.

260
Jurnal Veteriner Juni 2016 Vol. 17 No. 2 : 264-271

Tabel 1. Rataan titer antibodi ND dan AI ayam ke-3 pascavaksinasi, rataan titer antibodi ND
petelur (HI unit log 2) yang divaksinasi sebesar 7,00 HI unit log 2 dan titer antibodi AI
dengan vaksinkombinasi ND-AI pra sebesar 8,53HI unit log 2. Minggu ke-4
dan pascavaksinasi pascavaksinasi, rataan titer antibodi ND sebesar
8,73 HI unit log 2 dan AI sebesar 8,47HI unit
Waktu Rataan titer antibodi (HI unit log 2) log 2. Hasil pemeriksaan titer antibodi ND dan
pengambilan AI pada ayam petelur pascavaksinasi
sampel (minggu) ND AI mengindikasikan bahwa vaksin ND-AI yang
digunakan dalam penelitian ini mampu memicu
0 2,27 +0,46a 1,27 --+ 1,67a pembentukan respons imun protektif dan waktu
2 5,47 +0,51b 7,93 + 1,79b vaksinasi juga sudah tepat. Hal ini ditandai
3 7,00+ 0,38c 8,53 + 1,12b dengan terjadinya peningkatan titer antibodi
4 8,73+ 0,46d 8,47 + 0,99b ND dan AI setiap minggu. Sebaliknya apabila
vaksinasi dilakukan pada saat titer antibodi
Keterangan : Tanda huruf (superskrip) yang berada di atas titer 22 (titer antibodi > 4 HI unit
berbeda menunjukkan berbeda log 2) maka dikawatirkan akan terjadi
sangat nyata (P<0,01), sebaliknya netralisasi yang akan berpengaruh buruk
tanda huruf (superskrip) yang sama terhadap hasil vaksinasi. Potensi vaksin juga
menunjukkan tidak berbeda nyata
sangat ditentukan oleh kandungan virus vaksin
(P>0,05).
(ACFAF, 2012). Rataan titer antibodi ayam
Hasil pemeriksaan titer antibodi ND dan petelur pra dan pascavaksinasi dengan vaksin
AI pada ayam petelur dua hari pravaksinasi ND-AI disajikan pada Gambar 1.
menunjukkan rataan titer antibodi (GMT)
terhadap ND adalah sebesar 2,27 HI unit log 2
dan GMT terhadap AI sebesar 1,27 HI unit log
2. Titer tersebut menandakan bahwa ayam
petelur tidak memiliki kekebalan yang protektif
terhadap penyakit ND dan AI dan harus segera
diberikan vaksinasi ulang.
Untuk mengetahui potensi vaksin ND dan
AI yang digunakan pada ayam petelur maka
dilakukan pemeriksaan titer antibodi terhadap
ND dan AI, pra dan pascavaksinasi. Pemerik-
saan pravaksinasi dilakukan pada dua hari
sebelum vaksinasi sedangkan pemeriksaan
pascavaksinasi dimulai minggu ke-2 hingga
minggu ke-4 pascavaksinasi. Respons imun Gambar 1. Grafik peningkatan titer antibodi ND
ayam petelur terhadap ND dan AI dengan vaksin dan AI pada ayam petelur pra dan
inaktif lebih lambat jika dibandingkan dengan pascavaksinasi ND-AI.
menggunakan vaksin aktif. Hal ini disebabkan Titer Antibodi ND (HI unit log 2)
karena vaksin inaktif mengandung oil adjuvant Titer Antibodi AI (HI unit log 2)
yang berfungsi sebagai depo antigen sehingga
antigen vaksin akan dilepaskan secara Gambar 1 menunjukkan bahwa titer
perlahan-lahan. Oleh karena itu titer antibodi antibodi ND dan AI mengalami peningkatan
maksimal pada ayam petelur terhadap vaksin yang signifikan dimulai pada minggu ke-1
yang diberikan pada pemberian vaksin inaktif hingga minggu ke-4 pascavaksinasi. Pada
mempunyai durasi yang lebih panjang jika minggu ke-1 pascavaksinasi tidak dilakukan
dibandingkan dengan vaksin aktif (Aiyer et al., pengambilan darah karena pada pemberian
2013). vaksin inaktif umumnya menghasilkan respons
Hasil pemeriksaan titer antibodi ayam imun yang lambat. Namun tidak demikian
petelur dua minggu pascavaksinasi ND-AI halnya dengan vaksinasi ulangan, berdasarkan
menunjukkan bahwa rataan titer antibodi ND hasil penelitian dengan persamaan garis regresi,
sebesar 5,47 HI unit log 2 dan rataan titer titer antibodi ND dan AI pada minggu ke-1
antibodi AI sebesar 7,93 HI unit log 2. Minggu pascavaksinasi mengalami peningkatan yang

261
GA. Yuniati Kencana, et al Jurnal Veteriner

signifikan. Peningkatan titer antibodi yang cepat yang digunakan juga mempengaruhi potensi
tersebut akibat adanya sel memori (hasil inaktif (Aiyer et al., 2013; Indriani and
vaksinasi terdahulu saat ayam di-booster umur Dharmayanti, 2013). Organisasi Dunia untuk
dua hari dan vaksinasi ulangan umur 10 hari). Kesehatan Hewan (World Animal Health
Hal tersebut merupakan reaksi pengenalan Organization/ WAHO) telah merekomendasikan
kembali oleh sel-sel memori yang masih ada bahwa pemberian vaksin sebanyak 50=PD50 per
didalam tubuh ayam petelur terhadap imunogen dosis dan batas keyakinan yang lebih rendah
yang sama (Davidson et al., 2008). Pada minimal digunakan 35 PD50 per dosis. Dosis
vaksinasi ulangan, titer antibodi yang dihasilkan yang ideal dari vaksin harus memberikan
relatif lebih tinggi dan pembentukannya juga perlindungan sebesar 90 sampai 100% pada
lebih cepat dibandingkan dengan vaksinasi ayam (OIE, 2006). Dosis vaksin yang tepat
pertama. Titer antibodi AI pada minggu ke-4 merupakan faktor utama dalam memberikan
pascavaksinasi mulai mengalami penurunan keamanan pada peternakan ayam karena akan
yang disebabkan oleh adanya waktu paruh menghasilkan kekebalan protektif terhadap
antibodi yakni waktu yang dibutuhkan titer virus lapangan (Goetz et al., 2008). Salah satu
antibodi untuk berkurang setengahnya dari titer metode untuk menentukan efikasi potensi dari
antibodi awal. Selain penurunan secara alami, vaksin adalah dengan menentukan dosis
penurunan titer antibodi juga terjadi akibat protektif 50% (Protective Dose-50=PD50) yakni
tantangan agen penyakit di lapangan (ayam indeks dari dosis protektif vaksin terhadap 50%
terinfeksi secara alami). populasi pengujian. Nilai PD-50 dari vaksin ND-
Meskipun pada awalnya ada kekhawatiran AI yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dalam menggunakan vaksin kombinasi yang sebesar 102,33 PD50/dosis (Kencana et al., 2015b).
akan memengaruhi kemampuan vaksin dalam Penelitian terhadap titer antibodi ND dan
memicu pembentukan titer antibodi protektif AI pascavaksinasi dengan vaksin ND-AI sangat
(Cardoso et al., 2005), namun ternyata hasil diperlukan untuk mengetahui potensi vaksin
penelitian tentang vaksin kombinasi ND-AI pada dalam memicu kekebalan protektif pada ayam
ayam SPF (uji laboratorium) terbukti tidak petelur di lapangan. Upaya ini dilakukan guna
menyebabkan kegagalan vaksinasi (Kencana et mencegah terjadinya wabah ND maupun AI di
al., 2015a). Pemeriksaan titer antibodi ayam Indonesia. Penelitian tentang vaksin bivalen
pascavaksinasi dibandingkan dengan titer dengan teknik rekombinan ternyata sukses
antibodi ayam pravaksinasi sangat diperlukan mencegah munculnya kasus ND maupun AI
untuk mengetahui keberhasilan program ganas (HPAI subtipe H5N1) dengan pemberian
vaksinasi dalam upaya pencegahan penyakit ND satu dosis pada ayam (Lee et al., 2013).
dan AI (Kapczynski et al., 2013). Potensi vaksin Pembuatan vaksin ND dengan teknik
ND-AI dapat diketahui berdasarkan kenaikan rekombinan perlu dipertimbangkan untuk
titer antibodi ayam setiap minggu sampai jangka mendapatkan hasil vaksinasi yang maksimal
waktu tertentu sesuai dengan jenis vaksin yang dan mampu pula melindungi terhadap penyakit
digunakan. Monitoring hasil vaksinasi sangat AI yang ganas (Lisette et al., 2012). Namun,
perlu dilakukan untuk mengetahui respons perlu diperhitungkan pula bahwa proses
imun ayam terhadap vaksin yang diberikan. pembuatan vaksin rekombinan membutuhkan
Pemberian vaksin AI subtype H5N1, clade 2.1.3 biaya produksi yang tinggi sehingga harga
ternyata masih dapat melindungi ayam vaksin menjadi relatif lebih mahal dibandingkan
sebanyak 80% terhadap clade 2.3.2 dengan biaya pembuatan vaksin dengan virus
(Dharmayanti et al., 2013). Hal tersebut utuh. Dalam hal pemilihan jenis vaksin maka
merupakan hal yang sangat menguntungkan selalu diperhitungan vaksin dengan kualitas
peternak ayam di Indonesia karena dapat baik dan mampu melindungi ayam dari bahaya
mencegah terjadinya infeksi virus AI lapang penyakit ND dan AI dengan harga yang
clade 2.3.2 (Kusumastuti et al ., 2015). terjangkau oleh peternak.
Terjadinya perbedaan tingkat respons imun
ayam petelur terhadap vaksin kombinasi ND-
AI pascavaksinasi dapat dipengaruhi oleh SIMPULAN
beberapa faktor di antaranya adalah kemung-
kinan karena perbedaan kemampuan antigenik Hasil analisis titer antibodi ayam petelur
dari antigen vaksin yang digunakan, di pascavaksinasi ND-AI pada kondisi lapang,
samping kualitas antigen, komposisi adjuvant dapat disimpulkan bahwa secara serologi vaksin

262
Jurnal Veteriner Juni 2016 Vol. 17 No. 2 : 264-271

yang digunakan telah mampu memicu and Sobral, MHR. 2005. Effect of Associated
pembentukan respons imun protektif (titer Vaccines on the Interference between
antibodi berada di atas ambang protektif) yang Newcastle Disease Virus and Infectious
ditandai dengan terjadinya peningkatan titer Bronchitis Virus in Broilers. Brazilian
antibodi ND maupun AI setiap minggu. Journal of Poultry Sci 7(3): 181-184.
Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa waktu
Darmawi dan Hambal M. 2011. Respons
pengambilan serum sangat berpengaruh
Antibodi Serum Ayam Breakel Silver
terhadap tingginya titer antibodi yang terbentuk.
Terhadap Vaksin Avian Influenza. Jurnal
Kedokteran Hewan 5(2): 63-66.
SARAN Davidson F, Kaspers B, Schat K. 2008. Avian
Imunologi. 1 st ed. Academic Press.
Vaksin ND-AI mampu merangsang Alsevier. Hlm. 373-385.
pembentukan titer antibodi yang bersifat Erganis O, Ucan US. 2003. Evaluation Of Three
protektif terhadap ND dan AI jika vaksinasi Different Vaccination Regimes Against
dilakukan pada saat titer antibodi ayam rendah Newcastle Disease in Central Anatolia. Turk
(di bawah 4 HI Unit log 2). Hal tersebut karena J Vet Anim Sci 27: 1065-1069.
titer antibodi yang tinggi dapat menyebabkan
kegagalan vaksinasi akibat netralisasi. (FOHI) Farmakope Obat Hewan Indonesia.
2007. Jilid I (Sediaan Biologik). Edisi 3.
Direktorat Jenderal Peternakan.
UCAPAN TERIMAKASIH Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Hlm 59-60, 79-80, 124-125.
Penelitian ini merupakan Riset Unggulan Goetz SK, Spackman E, Hayhow C, and Swayne,
Udayana yang bekerjasama dengan PT Sanbio DE 2008. Assessment of Reduced Vaccine
Laboratories, Bogor. Penulis mengucapkan Dose on Efficacy of an Inactivated Avian
terimakasih kepada pemerintah Indonesia dan Influenza Vaccine Against an H5N1 High-
Direktur PT Sanbio Bapak Danni Ong beserta Pathogenicity Avian Influenza Virus. J Appl
stafnya atas segala fasilitas dan kerjasama Poult Res 17: 145-150.
penelitian, serta semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan Indriani R, Dharmayanti INLP 2013. Studi
penelitian ini. Efikasi Vaksin Bivalen AI Isolat Lokal
terhadap Beberapa Karakter Genetik Virus
AI subtipe H5N1. Jurnal Biologi Indonesia
DAFTAR PUSTAKA 9(1): 21-30.
Kandun IN, Tresnaningsih E, Purba WH, Lee
(ACFAF) ASEAN Cooperation in Food, V, Samaan G, Harun S, Soni E,Septiawati
Agriculture and Forestry. 2012. Standards C, Setiawati T, Sariwati E, and Wandra T,
for Animal Vaccines, Second Edition. 2008. Factors associated with case fatality
Livestock Publication Series No.2A.http:// of human H5N1 virus infections in
www.asean.org/communities/asean- Indonesia: a case series. The Lancet 372:
economic community/category/publications- 744-749.
3. Diakses tgl 21 November 2013.
Kapczynski DR, Afonso CL, Miller PJ. 2013.
Aiyer-Harini P, Ashok-Kumar HG, Kumar Immune responses of poultry to Newcastle
GP,Shivakumar N. 2013. An Overview disease virus. Developmental and
ofImmunologic Adjuvants-A Review. J Comparative Immunology. J Elsevier 41:
Vaccines Vaccine 4(1): 1-4. 447-453
Alexander DJ 2007. An overview of the [Kementan] Kementerian Pertanian 2013.
epidemiology of avian influenza. Vaccine 25: Keputusan Menteri Pertanian No.4026/
5637-5644. Kpts/OT.140/4/2013. Tentang Penetapan
Cardoso, WM. Aguiar, FJLC. Romão, JM. Jenis Penyakit Hewan Menular Strategis,
Oliveira, WF. Salles, RPR. Teixeira, RSC, Jakarta.www.keswan.ditjennak.pertanian.go.id.
Diakses tgl 2 Mei 2016.

263
GA. Yuniati Kencana, et al Jurnal Veteriner

Kencana GAY, Kardena IM, Mahardika IGNK. Disease Virus Expressing Soluble Trimeric
2012 a. Peneguhan Diagnosis Penyakit Hemagglutinin against Highly Pathogenic
Newcastle Disease Lapang pada Ayam H5N1 Influenza in Chickens and Mice. Plos
Buras di Bali Menggunakan Teknik RT- One 7(8. e44447):1-11.
PCR. J Kedokteran Hewan 6(1): 28-31.
Mulyadi B dan Prihatini. 2005. Diagnosis
Kencana GAY, Mahardika IGNK, Suardana Laboratorik Flu Burung (H5N1). Telaah
IBK, Mantik Astawa IN, Krisna Dewi NM, Pustaka. Indonesian Journal of Clinical
Narendra Putra GN. 2012b. Pelacakan Pathology and Medical Laboratory 12(2):
Kasus Flu Burung Pada Ayam dengan 71-81.
Reverse Trancriptase Polymerase Chain
Nurcholis, Hastuti Dewi, Sutiono Barep. 2009.
Reaction. J Veteriner 13(3): 303-308.
Tatalaksana Pemeliharaan Ayam Ras
Kencana GAY, Suartha IN , Mesakh PS, Petelur Periode Layer di Populer Farm
Handayan AN, Steffi Ong, Syamsidar, Desa Kuncen Kecamatan Mijen Kota
Kusumastuti A. 2015a. Respons Antibodi Semarang. Mediagro 5(2): 38-49.
terhadap Penyakit Tetelo pada Ayam yang
(OIE) Office International des Epizooties. 2006.
Divaksin Tetelo dan Tetelo-Flu Burung. J
Newcastle disease. Dalam Manual of
Veteriner 16(2): 283-290.
Diagnostic Tests and Vaccines for
Kencana GAY, Suartha IN, Robertus Tamur, Terrestrial Animals. World Org. Anim.
Handayani AN. 2015b. Protective Dose Health, Paris, France.www.oie.int.
50Vaksin ND Inaktif Tunggal dan Hlm. i–iii . Diakses tgl 2 Mei 2016
Kombinasi ND-AI pada Ayam SPF Pasca
(OIE) Office International Des Epizooties. 2012.
Tantangan. Disampaikan pada Seminar
Manual of Diagnostic Test and Vaccines for
Nasional dan Teknologi (Senastek II)
Terresterial Animal Chapter.Capter 2.3.14.
Universitas Udayana 2015. Tanggal 29-
Newcastle Disease. Hlm.1-9 www.oie.int.
30 Oktober 2025, di Kuta, Badung, Bali.
Diakses tgl 2 Mei 2016.
Kusumastuti, Syamsidar, Zaharia Paderi,
(Permentan) Peraturan Menteri Pertanian.
Handayani AN, Kencana GAY. 2015.
2008. Pedoman Penataan Kompartemen dan
Identifikasi Secara Serologi Galur Virus Flu
Penataan Zona Usaha Perunggasan. Nomor
Burung Subtipe H5N1 Clade 2.1.3 dan
28/Permentan/OT.140/5/2008.
Clade 2.3.2 pada Ayam Petelur. J
www.perundangan.pertanian.go.id. Diakses
Veteriner16 (3): 371-382
tgl 2 Mei 2016.
Lee DH, Park JK, Kwon JH, Yuk SS, Erdene-
Sudarisman. 2009. Pengaruh Perkembangan
Ochir TO, Jang YH, Seong BL, Lee JB, Park
Sistem Produksi Ayam terhadap Perubahan
SY, Choi IS, Song CS. 2013. Efficacy of
Genetik dan Biologik Virus Newcastle
Single Dose of a Bivalent Vaccine Containing
Disease. Wartazoa 9(3): 1
Inactivated Newcastle Disease Virus and
Reassortant Highly Pathogenic Avian Swayne DE, and Suarez DL, 2000. Highly
Influenza H5N1 Virus against Lethal HPAI pathogenic avian influenza. Rev Sci Tech
and NDV Infection in Chickens. Plos One. 19: 463-482.
Vol. 8. Issue 3. e58186. Hlm. 1-5. Wakawa AM, Abdu PA, Umoh JU, Lawal S, and
Cornelissen LAHM, de Leeuw OS,Tacken MG, Miko RB. 2009. Serological evidence of
Klos HC, Robert P, de Vries RP, de Boer- mixed infections with avian influenza and
Luijtze EA, van Zoelen-Bos DJ, Rigter A, Newcastle disease in village chickens in
Rottier PJM, Moormann RJM, de Haan Jigawa State, Nigeria. Veterinarski Arhiv
CAM. 2012. Protective Efficacy of Newcastle 79(2): 151-155.

264

Anda mungkin juga menyukai