Anda di halaman 1dari 9

1.1.

1 BOVINE EPHEMERAL FEVER (BEF)


Penyakit ini dikenal juga dengan nama bovine epizootic fever, three-day stiffsickness,
dragon boat disease dan demam tiga hari. Merupakan penyakit yang sering menyerang ternak
sapi dan kerbau

Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Arbovirus (arthropod-borne virus) dari famili Rhabdovirus.

Cara Penularan
Penyakit BEF merupakan penyakit non-kontagius, akan tetapi penyebarannya bergantung
pada peranan vektor mekanik dan angin. Keadaan angin yang lembab dan basah dapat membawa
serangga sejauh 100 km atau lebih. Vektor yang pasti dari penularan penyakit ini belum dapat
dipastikan. Nyamuk dan lalat pasir dicurigai sebagai vektor dari peyakit BEF, sementara
culicoides dianggap sebagai vektor yang paling mungkin. Di New South Wales nyamuk culex
annulirostris diketahui sebagai vektor dari penyakit ini. Secara percobaan telah dapat dibuktikan
bahwa virus dapat memperbanyak diri di dalam Culex, Aedes, dan Culicoides.

Gejala Klinis
Gejala awal dari BEF adalah hewan tidak mau makan dan minum, demam yang tiba-tiba
mencapai 410C. Temperatur kembali normal dalam waktu 36 jam. Banyak kasus menunjukkan
penurunan suhu hingga mendekati suhu normal (suhu bi-fasis), sedangkan hewan menunjukkan
tanda-tanda klinis penyakit. Pada sapi sedang berproduksi terjadi penurunan produksi susu yang
mendadak, sapi yang bunting akan dapat menyebabkan abortus, yang mungkin disebabkan oleh
demam. Leleran hidung dan mata, kadang-kadang hipersalivasi juga dapat ditemukan. Gerakan
rumen jadi terhenti, pada banyak kasus terjadi kehilangan kekuatan dan kepincangan terlihat sehari
sesudah demam. Kepincangan dapat berpindah-pindah dari satu kaki ke kaki yang lain.
Pada sapi jantan yang berat atau sapi perah, kepincangan akan mengakibatkan hewan harus
berbaring terus menerus dalam waktu yang lama. Kesembuhan sempurna sulit terjadi meskipun
hewan sudah mau makan dan minum. Kebanyakan hewan yang terserang BEF yang tidak diikuti
sampai terbaring akan mengalami kesembuhan setelah 2-3 hari dengan tanda-tanda penyakit yang
relatif ringan.

Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan cara vaksinasi, baik live vaccine (vaksin aktif) maupun
killed vaccine (vaksin inaktif). Vaksin aktif akan memberikan kekebalan selama 12 bulan setelah
diberikan dua dosis, sedangkan vaksin inaktif hanya memberikan kekebalan selama 6 bulan.
Pemberian dua dosis diperlukan waktu empat minggu untuk pemberian dosis kedua agar mencapai
tingkat proteksi yang baik. Hewan dapat divaksin mulai umur 6 bulan, kemudian revaksinasi
setiap tahun. Untuk keadaan yang mendesak dosis ke-2 dapat diberikan selang dua minggu
pemberian dari dosis ke-1, akan tetapi cara demikian hanya dapat memberikan tingkat proteksi
selama 10 minggu dan tidak semua hewan akan di proteksi secara cepat. Jika kasus BEF
berlangsung lama, maka dosis ke-3 dapat diberikan setelah 10 minggu dari dosis ke-2 untuk
memberikan proteksi yang lebih lama.
Untuk mencegah penyebaran luas BEF, perlunya pengendalian spesies serangga vector,
oleh karena itu pengawasan khusus pada skala yang tidak terlalu besar dapat direkomendasikan.
Pengandangan dapat melindungi sejumlah kecih sapi-sapi yang rentan. Di Australia, kasus-kasus
klinis jarang terjadi pada hewan-hewan yang dikandangkan.

Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang efektif untuk penyakit ini, usaha pencegahan terhadap
terjadinya komplikasi sekunder perlu dilakukan untuk menghindari kondisi yang lebih buruk.
Pada fase akut ditandai dengan gejala hewan tidak mau minum, oleh karena itu pemberian air
minum dengan alat (drench) tidak boleh dilakukan, karena penderita biasanya akan mengalami
kesukaran dalam menelan, sehingga pemberian secara paksa memungkinkan akan dapat
memperparah keadaan hewan.

1.1.2 BOVINE VIRAL DIARRHEA (BVD)


Penyakit ini dikenal juga dengan nama Bovine viral diarrhea-Mucosal disease (BVD-
MD). Penyakit ini sering menyerang sapi yang berumur antara 6-24 bulan, dengan kejadian
secara akut atau subakut. Selain sapi penyakit ini juga dapat menyerang hewan-hewan berkuku
genap lainnya seperti kambing, domba, kerbau dan menjangan.

Etiologi
Virus BVD termasuk dalam genus Pestivirus, famili Togaviridae dan merupakan RNA
virus.
Cara Penulran
Virus ditularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung melalui makanan yang
terkontaminasi tinja, dan secara aerosol. Virus juga terdapat dalam urin dan mungkin bersifat
infeksius. Sapi dapat tertular virus dari domba, demikian juga sebaliknya. Sapi dapat menjadi
sumber penularan bagi hewan-hewan liar disekitar peternakan.

Gejala Klinis
Gejala utama BVD ialah diare hebat yang disertai jejas-jejas pada usus. Jejas-jejas ini
sebagian besar terlihat sebagai tukak-tukak yang menonjol ke luar atau sebagai kerusakan mukosa
berbentuk erosi. Gejala klinis dapat bersifat akut, menahun, atau subklinis (inapperent).
Pada bentuk akut, penyakit terjadi secara tiba-tiba, diikuti tanda-tanda klinis yang
berlangsung selama 1-2 minggu, kemudian berakhir dengan kematian hewan. Tanda-tanda awal
ialah demam yang berakhir dalam 1-2 hari. Terlihat leleran nasal dan okuler yang bersifat cair
disertai diare yang hebat. Erosi tampak pada cermin hidung, bibir, gusi, bantalan gigi dan palatum
durum. Nekrosa pada permukaan atas lidah mungkin terlihat. Leukopeni yang hebat umumnya
terjadi.
Pada penyakit menahun semua tanda-tanda klinis yang muncul kurang hebat, penyakit
berjalan lebih lama, tetapi sebagian besar sapi mati dalam waktu 2-6 bulan setelah penyakit terjadi.
Gambaran yang paling mencolok adalah erosi pada cermin hidung yang bergabung sehingga
meliputi seluruh cermin hidung. Erosi jarang tampak di dalam mulut dan diare mungkin terjadi,
mungkin juga tidak. Koronitis, erosi dan nekrosa kulit interdigital merupakan gambaran penyakit
menahun yang sering mengakibatkan kepincangan. Bila hewan bunting terkena infeksi, abortus
atau gangguan kongenital dapat terjadi. Hipoplasia serebral adalah merupakan gangguan
kongenital yang paling biasa terjadi.

Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi menggunakan vaksin MLV (Modified Live Virus),
3-4 minggu sebelum dikawinkan akan menjamin pemberian antibodi kepada pedet melalui
kolustrum. Pada daerah tertular induk sapi akan menghasilkan antibodi yang dapat disekresikan
ke dalam kolostrum dan dapat memberikan kekebalan pada pedet selama kurang lebih 8 bulan.
Vaksinasi BVD pada induk yang bunting kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya
abortus, terutama pada kebuntingan sebelum trimester kedua. Vaksinasi yang dilakukan pada
daerah wabah dahulu tidak diperbolehkan, akan tetapi hal tersebut tidak selalu berlaku, karena
terbukti bahwa vaksinasi yang dilakukan didaerah wabah dapat menurunkan kerugian yang
ditimbulkan oleh BVD. Selain itu kebersihan terhadap lingkungan dan peralatan kandang sapi
juga perlu diperhatikan. Kelompok sapi yang sakit di isolasi, dilarang dipindah-pindahkan ke
kelompok sapi yang sehat.
Untuk daerah-daerah yang belum pernah tertular dilakukan stamping out, terutama
terhadap penderita klinis. Pada daerah bebas penyakit BVD, penderita tidak boleh dipotong dan
bangkai harus dimusnahkan.

Pengobatan
Pengobatan terhadap penderita BVD dapat dilakukan secara simtomatik (berdasarkan
gejala klinis) adalah dengan memberikan suportif terapi, terutama cairan elektrolit. Pemberian
antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder dan pemberian obat-obat analgesik dan
antipiretik dapat dianjurkan. Makanan diganti dengan makanan yang lunak tapi bergizi
(konsentrat).
1.1.3 INFECTIOUS BOVINE RHINOTRACHEITIS (IBR)
Dikenal juga dengan nama Rhinotracheitis infectiosa bovis, merupakan penyakit
pernafasan bagian atas yang berjalan akut dengan disertai panas yang tinggi. Selain itu penyakit
ini dikenal juga dengan nama Infectious pustular vulvovaginitis (IPV) atau exenthema coitale atau
balonopostitis menular pada sapi dan pemacek.

Etiologi
Virus IBR/IPV termasuk dalam virus herpes golongan A, famili Herpetoviridae dengan
double-stranded DNA.

Cara Penularan
Penularan dapat terjadi melalui saluran pernafasan dan semen. Melalui saluran pernafasan,
virus dapat menyebar dari sekresi hidung atau percikan yang mengandung virus. Pada pejantan
yang menderita balanopostitis, semen akan menjadi penularan virus yang potensial. Virus IBR
dapat disebarkan melalui kawin alam dan inseminasi buatan (IB).

Gejala Klinis
Terdapat beberapa bentuk gejala klinis berdasarkan bentuk yang diderita :
 Bentuk respirasi. Pada bentuk ini akan terlihat adanya infeksi pada alat pernapasan bagian
atas, yakni pembentukan eksudat hidung yang berlendir, napas cepat, batuk-batuk. Infeksi
yang lebih berat akan memperlihatkan kesulitan bernapas oleh karena adanya oedema mukosa
dan stenosis pada larynx. Ditemukan juga peradangan pada mukosa hidung yang bersifat
hemoragik-nekrotik, sering diistilahkan dengan red nose. Pemeriksaan auskultasi trakhea
menghasilkan suara kasar dan basah. Bentuk respirasi ini juga dapat mengakibatkan keluron
pada penderita yang mengandung, terutama pada trimester terakhir.
 Bentuk konjungtivitis. Terlihat bengkak dan kemerahan mukosa mata, termasuk membrana
nictitans. Kelopak mata bengkak karena adanya oedema sub-kutan. Mukosa membentuk
banyak eksudat purulen. Pada daerah dengan musim dingin bentukkan ini sering di kenal juga
dengan nama winter pink-eye.
 Bentuk genital dan keluron. Hewan akan terlihat demam, terjadi penurunan sampai
kehilangan nafsu makan. Terjadi vaginitis dan pembengkakan pada vulva, dikenal dengan
nama infectious pustular vulvovaginits (IPV). Apabila terjadi infeksi genital pada jantan
dikenal dengan nama balanopostitis. Kejadian ini disertai juga dengan penghentian produksi
susu. Terjadi vaginitis yang bersifat radang berfibrin atau nekrotik, vulva yang membengkak
karena oedema sering memperlihatkan tukak-tukak dangkal dibagian ventral. Dari vulva
keluar eksudat mula-mula bening kemudian bersifat purulen, demikian juga pada mukosa
genitalia pejantan akan terlihat bintil-bintil halus di mukosa penis, preputium, lalu terjadi
perubahan warna menjadi merah tua dan pembentukkan jaringan mati (fibrin).
 Bentuk ensefalik. Bentuk ini sering terlihat pada penderita berumur 2-3 bulan sebagai akibat
pertumbuhan virus di dalam otak, sehingga terjadi meningoensefalitis dengan tanda-tanda
hiperestesi, eksitasi, dan inkoordinasi.
 Bentuk neonatal. Bentuk ini memperlihatkan gejala berupa demam, anoreksia, depresi,
dispnoe, eksudat serous dari mata serta diare yang persisten. Apabila menyerang pedet mulai
dari kandungan, sering berakhir dengan kematian pedet tersebut.

Pencegahan
Program vaksinasi dapat dilakukan dengan menggunakan vaksin aktif (attenuated) dan
vaksin inaktif (killed). Masing-masing jenis vaksin mempunyai keunggulan. Hewan yang akan
divaksin, untuk pedet sedikitnya harus berumur 1 minggu. Pedet yang berumur kurang dari 1
minggu biasanya tidak tahan terhadap vaksin IBR. Vaksin IBR hanya memberikan perlindungan
beberapa bulan, bila kemudian terjadi lagi penularan maka penambahan virus tidak akan
terhindarkan, walaupun hewan yang terinfeksi secara klinis tidak begitu sakit.
Pengobatan
Penderita sedapat mungkin diisolasi, kemudian diberikan antibiotik dengan spektrum luas
untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Supportif terapi dilakukan, misal dengan pemberian
cairan elektrolit dan vitamin. Pemberian preparat kortikosteroid merupakan kontra indikasi karena
dapat peningkatan aktivitas virus.

1.1.4 ORF
Dikenal juga dengan nama Contagious pustular dermatitis, Contagious echtyma, Sore
mouth, Scabby mouth, Infectious labial dermatitis, Infectious peristomatitis, Bengoran dan
Dakangan. Penyakit ini merupakan penyakit yang sangat menular pada kambing dan domba serta
mengakibatkan penurunan berat badan kematian pada anak domba. Orf merupakan penyakit yang
bersifat zoonosis.

Etiologi

Orf disebabkan oleh virus Parapox, famili Poxviridae, genus Parapoxvirus. Dibanding
dengan virus pada umumnya, virus orf amat tahan terhadap pengaruh suhu lingkungan sehingga
tetap infektif dalam waktu relatif lama di luar tubuh hewan.

Gejala Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Orf adalah :
 Papula, vesikula, pustula, radanf nasah dengan bentukan keropeng di kulit sekitar mulut.
 Lesi kulit bula ditekan terasa sakit, sehingga hewan tidak nafsu makan.
 Lesi daerah pipi berupa odem dan luka iris.
 Hewan sembuh dalam 3 minggu dengan hilangnya keropeng di sekitar mulut.

Gambar 1. Kambing Orf (Sumber; http://www.ilmuternak.com/2015/01/penyakit-orf-pada-


ternak-kambing-domba.html , https://okdogi.com/2016/07/penyakit-kambing/)
Pencegahan
Lalu lintas hewan yang ketat, dengan cara tidak memasukkan hewan dengan gejala
penyakit orf ke kelompok hewan yang sehat. Penanggulangan penyakit orf biasanya dengan
pencegahan melalui vaksinasi terutama pada daerah endemis dan dilaksanakan secara regular.

Pengobatan
Penderita dilakukan isolasi, kemudian diberikan antibiotik dengan spektrum luas untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder. Penanganan penderita yang terkena orf dapat dilakukan
dengan pengelupasan keropeng dan diberikan antiseptic seperti Iodium tintur 5% serta pemberian
multivitamin.

1.1.5 RANGKUMAN
Malignant cattarhal fever merupakan penyakit akut pada sapi dan kerbau dengan tingkat
mortalitas tinggi, dan kematian hewan biasanya berlangsung 5-12 hari sesudah terjadi demam
tinggi. Kejadian penyakit ini akan lebih tinggi dimana peternakan sapi dicampur dengan domba.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dari golongan herpes virus golongan B. Di Indonesia diduga
domba sebagai carrier (pembawa) virus, yang disebut Ovine herpes virus-2 (OHV-2) yang dapat
ditularkan pada sapi, kerbau dan rusa. Cara penularan di Indonesia, dimana secara alami penyakit
timbul pada sapi yang merumput dengan domba atau telah berkontak dengan domba. Penyakit ini
mempunyai berbagai bentuk, yaitu bentuk perakut, respiratoris/kepala dan mata,
alimenter/intestinal, serta bentuk kombinasi. Di Indonesia ciri umum yang ditemui adalah adanya
limfadenopati pada penyakit ingusan yang menyerang sapi bali. Sampai sekarang belum
ditemukan vaksin yang efektif terhadap penyakit ini. Pencegahan terbaik adalah menghindari
untuk menggembalakan/memelihara sapi bersama dengan domba pada satu lokasi serta hindarkan
memasukkan domba dari negara/daerah lain yang tidak bebas terhadap penyakit ini. Tidak ada
pengobatan yang efektif untuk penyakit ini.
Penyakit Bovine viral diarrhea-Mucosal disease (BVD-MD), sering menyerang sapi yang
berumur antara 6-24 bulan, dengan kejadian secara akut atau subakut. Selain sapi penyakit ini
juga dapat menyerang hewan-hewan berkuku genap lainnya seperti kambing, domba, kerbau dan
menjangan. Virus BVD termasuk dalam genus Pestivirus, famili Togaviridae dan merupakan RNA
virus. Virus ditularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung melalui makanan yang
terkontaminasi tinja, dan secara aerosol. Gejala utama BVD ialah diare hebat yang disertai jejas-
jejas pada usus. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi menggunakan vaksin MLV (Modified
Live Virus), 3-4 minggu sebelum dikawinkan akan menjamin pemberian antibodi kepada pedet
melalui kolustrum. Pengobatan terhadap penderita BVD dapat dilakukan secara simtomatik
(berdasarkan gejala klinis) adalah dengan memberikan suportif terapi, terutama cairan elektrolit.
Pemberian antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder dan pemberian obat-obat
analgesik dan antipiretik dapat dianjurkan.
Rhinotracheitis infectiosa bovis, merupakan penyakit pernafasan bagian atas yang berjalan
akut dengan disertai panas yang tinggi. Penyakit ini dikenal juga dengan nama Infectious pustular
vulvovaginitis (IPV) atau exenthema coitale atau balonopostitis menular pada sapi dan pemacek.
Penyakit disebabkan oleh virus IBR/IPV termasuk dalam virus herpes golongan A, famili
Herpetoviridae dengan double-stranded DNA. Penularan dapat terjadi melalui saluran pernafasan
dan semen. Gejala klinis penyakit berdasarkan bentuk penyakit yang mengikutinya. Pencegahan
dilkakukan melalui program vaksinasi. Vaksin IBR hanya memberikan perlindungan beberapa
bulan, bila kemudian terjadi lagi penularan maka penambahan virus tidak akan terhindarkan,
walaupun hewan yang terinfeksi secara klinis tidak begitu sakit. Penderita sedapat mungkin
diisolasi, kemudian diberikan antibiotik dengan spektrum luas untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder. Supportif terapi dilakukan, misal dengan pemberian cairan elektrolit dan vitamin.
Pemberian preparat kortikosteroid merupakan kontra indikasi karena dapat peningkatan aktivitas
virus.

1.1.6 LATIHAN
I. Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang benar
1. Penyakit Jembrana sangat tinggi menyerang pada sapi …
a. Brahman d. Bali
b. Peranakan Ongole e. Limousin
c. Simmental

2. Gejala khas yang bisa ditemukan pada penyakit jembrana adalah …


a. Kepincangan pada kaki d. Leukopenia
b. Keluarnya darah dari lubang kumlah e. Anemia
c. Trombocytopenia

3 Tipe virus penyebab PMK di Indonesia adalah tipe …


a. A d. Asia
b. C e. SAT
c. O

II. Isilah titik-titik dari pertanyaan di bawah ini dengan jawaban yang benar
1. Penyakit yang berpotensi untuk menular dari hewan ke manusia adalah ...........................
2. Penularan penyakit yang terjadi melalui lalat, nyamuk, dan serangga lainnya disebut juga
penularan diperantarai oleh ………………..
3. Gejala berupa perdarahan titik pada suatu penyakit disebut juga dengan istilah …………
4. Penurunan suhu tubuh hingga mendekati suhu normal disebut juga suhu …………………

III. Jawablah Pertanyaan dengan jawaban singkat dan tepat


1. Jelaskan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit MCF !
2. Jelaskan tindakan pengobatan yang dilakukan untuk penderita BVD-MD !

Anda mungkin juga menyukai