Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

ILMU PENYAKIT DALAM HEWAN KECIL

oleh :

MARYO E. W. NENO

1209011013

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

TAHUN 2016
Distemper pada Anjing

Gejala Klinis
Tahap pertama demam dapat mencapai 39,4 sampai 40,5 C Dalam beberapa
hari, mata dan nasal cairan menjadi tebal, kuning, dan lengket. Anjing mulai mengalami
batuk kering. Lepuh Nanah bisa muncul di perut. Muntah dan diare sering terjadi dan
dapat menyebabkan dehidrasi parah. Selama 1- 2 minggu ke depan, anjing tampaknya
akan membaik tapi kemudian kambuh lagi. Hal ini sering bertepatan dengan akhir kursus
antibiotik dan pengembangan komplikasi gastrointestinal dan pernapasan akibat invasi
bakteri sekunder. Penyakit ini sering ditandai dengan demam, leukopenia, gangguan
pencernaan serta sering disertai dengan komplikasi pneumonia dan gangguan saraf.

Tahap kedua terjadi dua sampai tiga minggu setelah onset penyakit. Banyak
anjing mengembangkan tanda-tanda keterlibatan otak (ensefalitis). Gejala klinis yang
timbul bila telah berlanjut pada susunan syaraf pusat seperti kejang-kejang dan
myoclonus yang disertai dengan depresi, ataksia, paresis, paralisis dan tremor, serangan
singkat slobbering, kepala gemetar, dan gerakan mengunyah rahang (seolah-olah anjing
itu permen karet). Serangan epilepsi dapat juga terjadi, di mana anjing berjalan dalam
lingkaran dan tendangan keempat kakinya liar. Setelah episode kejang anjing tampaknya
bingung, menghindarkan diri dari pemiliknya, mengembara tanpa tujuan, dan tampaknya
menjadi buta. Hewan yang terlihat kejang-kejang menandakan bahwa infeksi telah
menyebar sampai otak dan menyebabkan kerusakan saraf . Kerusakan yang terjadi pada
neuron dan astrosit oleh virus distemper menyebar secara perlahan namun infeksi ini
menyebabkan kematian sel secara besar-besaran termasuk pada sel neuron yang tidak
terinfeksi.
Hard-pad adalah bentuk distemper virus yang menyerang kulit kaki dan hidung,
menyebabkan ketebalan pada kulit hidung dan bantalan calluslike pada kaki. Ini muncul
15 hari setelah onset infeksi. Pada suatu waktu, hard-pad dan ensefalitis yang dianggap
penyakit terpisah, tetapi mereka sekarang diakui disebabkan oleh strain berbeda dari
virus distemper.
Distemper menyebar dengan cepat terutama pada anjing yang tidak divaksinasi.
Pada sebagian besar distemper menyebabkan kematian. Anjing dari setiap usia yang
rentan distemper, tingkat kematian 75% pada anak anjing dan anjing tua. Bagi anjing
yang dapat bertahan dari distemper mungkin beberapa memiliki kekebalan, akan tetapi
banyak yang tidak dapat bertahan. Pasien yang sembuh dari distemper mungkin
menderita kerusakan permanen pada sistem saraf dan pada anak anjing yang sembuh
dapat memiliki gigi sangat berbintik-bintik

Pemeriksaan Laboratorium

Diangosa dilakukan berdasarkan gejala klinis yang terlihat serta dibantu dengan
annamese dari pemilik anjing. Apabila ada anak anjing yang demam perlu dicurigai
apakah anjing tersebut dilahirkan dari induk yang tidak divaksinasi distemper ataukah
anjing tersebut belum pernah divaksin distemper. Gejala distemper mungkin ditandai
dengan gejala trakheobronchitis (kennel cough) ringan, kejadian ini juga sering terlihat
pada penderita yang terinfeksi oleh adeno virus tipe 2 (CAV-2), bakteri Bordetella
bronchiseptica ataupun Mycoplasma caninum. Selain itu gejala distemper juga mirip
dengan infeksi virus lain seperti hepatitis virus dan parvo virus, maupun karena infeksi
cacing. Untuk membedakannya dapat dilakukan pemeriksaan patologi dan histology.
Maka dari itu perlu dilakukan beberapa Uji Laboratorium, seperti :

- Uji laboratorium IFAT dari cairan mata, trachea, vagina ataupun buffy coat.

- Pemeriksaan cytopathogenik (CPE) pada pemeriksaan biakan sel. Pemeriksaan


antibodi terhadap distemper perlu dilakukan dua kali, dengan selang waktu tiga
minggu. Kenaikan lebih dari tiga kali pada pemeriksaan kedua memiliki arti
diagnostik.

- Juga dapat dilakukan Isolasi Virus yang tinggal diberbagai jaringan, misalnya kulit,
telapak kaki dan saraf pusat selama 60 hari. Pada pemeriksaan histology, inclusi
bodinya terdapat intranuklear dan intrasitoplasmik.
- Tes hematology dalam keadaan akut limfopenia dan thrombositopenia dapat
ditemukan dan monosit bertambah.

- Tes imunofluoresensi ,jika keadaan akut antigen virus dan atau badan inklusi dapat
terlihat di dalam sel darah putih dan preparat sentuh dari konjunktiva dapat terlihat di
sel darah putih .preparat sentuh dari konjungtiva atau vagina, aspirasi bronchial,
sediment urin dan cairan cerebrospinal.

- Partikel-partikel virus dalam feses dapat terlihat melalui mikroskop electron.

- Uji akurat dan cepat dilakukan dengan metode PCR terhadap serum, darah atau
cairan cerebrospinal.

- Tes ELISA untuk antibodi spesifik distemper.

Diagnosa Banding
Distemper juga memiliki beberapa gejala klinis yang sangat mirip
dengan beberapa penyakit seperti parvovirus, parainfluenza, dan penyakit helmeintiasis,
infeksi Adenovirus 2, infeksi Bordetella broncoseptica, mikoplasma, toxoplasmosis,
koksidiosis, dan hepatitis virus.

Pengobatan

Tidak ada obat antivirus yang efektif untuk mengobati Canine Distemper.
Pengobatan terhadap infeksiCanine Distemper Virus (CDV) hanya bersifat simptomatis
dan suportif. Pengobatan yang dapat diberikan antara lain:

Pemberian antibiotik spektrum luas yang bertujuan untuk mencegah dan membatasi
invasi bakteri sekunder.
Pemberian cairan elektrolit (balanced electrolyte solutions) untuk menjaga
keseimbangan cairan di dalam tubuh.
Pemberian nutrisi secara parenteral.
Pemberian antipiretik untuk anjing yang mengalami demam.
Pemberian analgesik untuk mengurangi rasa sakit.
Pemerian antikonvulsan seperti diazepam, pentobarbital, potassium bromide untuk
mengendalikan gejala saraf (kejang-kejang).
Anjing yang mengalami gangguan dalam penglihatannya dapat diberikan
glukokortikoid untuk mencegah kebutaan.
Discharge pada mata dan hidung harus dibersihkan secara rutin.

Pencegahan
Kunci utama dari pencegahan terhadap infeksi Canine Distemper Virus yaitu
dengan vaksinasi dan menghindari kontak dengan hewan yang terinfeksi Canine
Distemper Virus terutama pada anak anjing. Anak anjing sangat rentan terinfeksi virus
distemper, terutama jika kekebalan alami yang diperolehnya dari induk sudah
menghilang sebelum anak anjing tersebut mampu membentuk kekebalan tubuhnya
sendiri. Untuk melindungi anjing dewasa, pemilik hewan harus memberikan vaksin
secara berkala sehingga anjing tersebut mempunyai titer antibodi yang cukup untuk
melawan virus tersebut.

Terdapat dua jenis vaksin untuk Canine Distemper Virus yang tersedia yaitu
MLV dan rCDV. Pemberian vaksin Canine Distemper Virus biasanya telah dalam
kombinasi dengan parvovirus dan adenovirus-2. Pemberian vaksin Canine Distemper
Virus dimulai sejak anjing berumur 6 minggu dengan interval pemberian vaksin 3 4
minggu sampai pada umur 16 minggu. Anjing harus divaksinasi kembali 1 tahun setelah
pemberian vaksin Canine Distemper Virus terakhir kali pada tahap awal. Vaksin
komersial dapat memberikan kekebalan berkelanjutan yang dapat bertahan sampai
beberapa tahun. Pada anjing dewasa, vaksinasi Canine Distemper Virus dianjurkan setiap
3 tahun.
Clamydia Felis

Gejala Klinis
Gejala terjadi setelah 5 hari kucing terekspos bakteri Chlamydophilla felis. Gejala
yang mungkin terjadi adalah conjunctivitis (lihat artikel conjunctivitis). 30% kasus
conjunctivitis kronis terjadi karena penyakit ini. Conjunctivitis mungkin terjadi pada satu
mata (bisanya mata kiri lebih dahulu), kemudian dalam beberapa hari, kedua mata
terinfeksi. Pada awalnya mata berair, tahap selanjutnya kotoran mata menjadi lebih kental
& berwarna kekuningan, demam ringan, lesu, pilek, bersin2, batuk, nafsu makan
berkurang. Walaupun demikian, secara umum kucing yg terinfeksi terlihat sehat dan
nafsu makan baik seperti biasa. Seringkali kucing yang terinfeksi juga mengalami
kejadian sulit bernafas dan anorexia. Sedangkan berdasarkan physical examination gejala
yang terlihat yaitu konjungtivitis, umumnya granular, awalnya terjadi secara unilateral
tetapi dapat berkembang menjadi bilateral. Selain itu gejala lain yaitu lakrimasi,
fotofobia, blepharospasmus, rhinitis disertai discharge ringan pada hidung, dan
pneumonitis.

Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis yang dilakukan untuk mendeteksi penyakit ini yaitu dengan melakukan
diagnosis laboratorium. Diagnosis laboratorium meliputi :

1. Cytology
Dengan mendeteksi adanya inklusi bodi, tetapi metode ini kurang sensitif
dibandingkan dengan metode yang lain.
2. Culture
Culture adalah metode paling spesifik untuk melakukan diagnosis terhadap infeksi
C.trachomatis.
3. Antigen detection
Menggunakan Direct immunofluorescence dan ELISA kit yang digunakan untuk
mendeteksi adanya LPS atau protein membran lapisan luar.
4. Serology
Metode ini dilakukan untuk mengetahui dan menghitrung titer antibodi IgM dalam
tubuh, titer yang tinggi menunjukkan terinfeksi. Deteksi antibodi IgM baik dilakukan
pada neonatal.

Diagnose banding
Differensial diagnosa dari kasus Chlamydiosis pada kucing adalah feline viral
rhinotracheitis, infeksi oleh feline calicivirus, feline reoviral, dan bronchial pneumonia.
Pada kasus feline viral rhinotracheitis masa inkubasi lebih pendek, yaitu sekitar 4-5 hari,
kejadian konjungtivitis terjadi secara bilateral, adanya bersin dan keratitis ulseratif. Pada
kasus infeksi oleh feline calicivirus masa inkubasi pendek yaitu 3-5 hari, gejala yang
tampak yaitu adanya stomatitis ulseratif dan pneumonia. Gejala klinis yang terlihat pada
infeksi feline reovirus yaitu adanya infeksi saluran pernafasan atas ringan. Sedangkan
kejadian bronchial pneumonia gejala klinis yang disebabkan oleh Bordetella
bronchoseptica spesifik terjadi pada paru-paru.

Pengobatan
Pada kasus infeksi chlamydiosis sistemik diberikan tetracycline dengan dosis 22
mg/kg bb 3x sehari selama 3-4 minggu. Apabila infeksi lokal di daerah mata maka cukup
diberikan tetes mata yang mengandung tetracycline 3x sehari.

Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan melaksanakan vaksinasi dengan vaksin FVR-FCV
parenteral:

pada anak divaksin saat umur 3-4 minggu dan diulang 3-4 minggu kemudian
sampai di atas 2 minggu.
Sedangkan kucing di atas 9 minggu dilakukan imunisasi langsung dan diulang 3
minggu kemudian. Ulangan selanjutnya dilakukan setiap tahun.
Vaksin tetes FVR-FCV, diteteskan langsung ke dalam kantung konjuntiva dan
lubang hidung.
Imunisasi di bawah umur 12 minggu biasanya menimbulkan bersin-bersin
setelah 4-7 hari imunisasi.
Imunisasi diulang saat kucing berusia 12 minggu dan imunisasi
selanjutnya dilakukan setiap tahun.
Vaksin lain yang sering digunakan yaitu kombinasi FVR-FCV dengan feline
Panleukopenia, yang tersedia berbentuk aktif dan inaktif dan diberikan secara
parenteral. Vaksin lain juga tersedia yaitu kombinasi vaksin Chlamydia-FVR-
FCV-dan feline Panleukopenia.
Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Canine_distemper

http://www.anjing-anjing.com/Penyakit_Anjing-Distemper.php

http://verryirfan.com/index.php/2015/06/21/cara-pencegahan-dan-pengobatan-distemper-pada-
anjing/

http://annavet.blogspot.co.id/2009/04/distemper-pada-anjing-oleh-laurensius.html

http://herudvm.blogspot.co.id/2011/02/distemper-pada-anjing-canine-distemper.html

https://www.academia.edu/12540146/Penyakit_distemper_pada_anjing

https://www.academia.edu/8963701/Laporan_1_Penyakit_Neonatal

http://hewan-kesayangan.blogspot.co.id/2008/02/canine-distemper.html

http://ilmuveteriner.com/pengobatan-dan-pencegahan-infeksi-canine-distemper-virus/

http://solocats.blogspot.co.id/2009/01/clamydophilla-felis-feline-chlamydia.html

http://saidanst.blogspot.co.id/2014/03/chlamydia.html

http://omah-kucing.blogspot.co.id/2013/05/chlamydia.html

http://yudhiestar.blogspot.co.id/2009/09/chlamydiosis.html

Anda mungkin juga menyukai