Etiologi :Pada sapi di sebabkan oleh Brucella abortus, merupakan zoonosis, gram-negatif
coccobacillus, ditularkan melalui konsumsi janin, plasenta, leleran rahim, atau
bahan yang tercemar oleh produk tersebut.
Gejala Klinis :Pada sapi gejala klinik yang mencolok terjadi abortus, terutama pada usia
kebuntingan lanjut (7-8 bulan). Umumnya sapi hanya mengalami keguguran
sekali saja pada kebuntingan yang brurutan. Meskipun demikian induk sapi yang
mengalami keguguran tersebut masih membawa Br. abortus sampai 2 tahun. Sapi
yang terinfeksi secara kronik dapat mengalami higroma (pembesaran kantong
persendian karena berisi cairan bening atau fibrinopurulen).
Diagnosis :
-Untuk screening digunakan uji rose bengal atau rapid agglutination test.
-Jika positif terhadap uji rose bengal perlu dilanjutkan dengan uji reaksi
pengikatan komplemen (Complement Fixation Test) atau ELISA.
-Untuk daerah baru pengukuhan diagnosis harus dilanjutkan dengan isolasi
Br.abortus.
-Uji serum aglutinasi pada manusia sering ditemukan negatif palsu meskipun
sebenarnya mempunyai titer yang tinggi. Untuk mengatasi hal ini digunakan uji
coombs atau anti human globulin test, disamping uji serum agglutinasi dan uji
pengikatan komplemen.
Penanganan :Pada hewan khususnya sapi kasus brucellosis umumnya tidak berespon baik
terhadap pengobatan. Oleh karena itu tindakan yang dilakukan didasarkan pada
tinggi rendahnya prevalensi penyakit di suatu daerah. Pada daerah dengan
prevalensi <> 2% dilakukan vaksinasi menggunakan vaksi Br. abortus strain 19.
LEPTOSPIROSIS
Penularan :Cara penularannya melalui kulit terbuka/ selaput lendir (mulut, pharynx, hidung,
mata) karena kontak dengan makanan dan minuman yang tercemar.
Gejala Klinis :Gejala yang nampak diantaranya : anoreksia (tidak mau makan), produksi susu
turun, abortus pada pertengahan kebuntingan dan biasanya terjadi retensi
plasenta, metritis dan infertilitas.
Penanganan :Pengendalian kejadian leptospirosis meliputi sanitasi yang baik, isolasi hewan yang
sakit serta hindari pakan dan minuman dari pencemaran, vaksinasi dengan
serotipe (jenis) leptospira yang ada di daerah tersebut. Pengobatan dengan
antibiotika dosis tinggi, 3 juta IU penicillin dan 5 gr streptomycin (2x sehari).
VIBRIOSIS
Etiologi :Penyebabnya adalah Vibrio fetus veneralis atau Campylobacter foetus veneralis.
Gejala Klinis :Gejala yang timbul diataranya : endometritis dan kadang – kadang salpingitis
dengan leleran mukopurulen, siklus estrus diperpanjang ± 32 hari, kematian
embrio, abortus pada trisemester 2 kebuntingan dan terjadinya infertilitas karena
kematian embrio dini.
Penanganan :Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, istirahat kelamin
selama 3 bulan pada hewan yang terinfeksi, vaksinasi dengan bakterin 30-90 hari
sebelum dikawinkan atau setiap tahun. Pengobatan dengan infuse (pemasukan)
antibiotika spektrum luas secara intra uterin, injeksi pejantan dengan
dihydrostreptomisin dosis 22 mg/kg BB secara subkutan (di bawah kulit).
TUBERKULOSIS
Penularan :Dapat menular melalui ekskresi, sputum (riak), feses, susu, urin, semen, traktus
genitalis (saluran kelamin), pernafasan, ingesti dan perkawinan dengan hewan
yang sakit.
Gejala Klinis :Gejala yang nampak diataranya : abortus, retensi plasenta, lesi uterus bilateral,
salpingitis dan adhesi (perlekatan) antara uterus. Penanganan dan pencegahan
diantaranya dengan sanitasi kandang dan lingkungan, pengobatan dengan
antibiotika, isolasi hewan yang terinfeksi dan vaksinasi.
IBR- IPV
Etiologi :Penyebabnya adalah virus herpes dengan tingkat kematian prenatal dan neonatal cukup
tinggi.
Penularan :Penularan dapat melalui air, pakan, kontak langsung maupun tidak langsung.
Penanganan :Pemberian antibiotik, karantina hewan dan istirahat kelamin selama 3-4 minggu,
vaksinasi kombinasi (IBR, IPV dan BVD-MD).
BVD-MD
Gejala Klinis :menyerang sapi dengan gejala: demam tinggi, depresi, anorexia, diare, lesi pada
mukosa mulut dan sistem pencernaan, abortus pada 2-9 bulan kebuntingan serta
terjadinya kawin berulang.
Penanganan :Pengobatan dengan pemberian antibiotika, pencegahan dengan vaksinasi umur 9-10
bulan. Sanitasi dan desinfeksi kandang dan lingkungan penting untuk
diperhatikan.
Gejala Klinis :Gejala yang nampak :abortus pada 4-9 bulan kebuntingan, stillbirth (lahir
kemudian mati), jika fetus lahir maka lemah, retensi plasenta.
Etiologi :Penyebabnya Trichomonas fetus, merupakan penyakit kelamin menular pada sapi yang
ditandai dengan penurunan kesuburan (S/C tinggi), abortus dini (4 bulan
kebuntingan/trisemester pertama kebuntingan).
Istirahat kelamin
TOXOPLASMOSIS
Gejala Klinis :Gejala yang nampak diataranya: demam, gangguan nafas dan syaraf, abortus,
prematur maupun lahir lemah.
Penanganan :Pengobatan dengan antibiotika, kombinasi antara preparat sulfa (sulfadiazin) dan
pyrimethamine. Pencegahan dengan menjaga sanitasi dan desinfeksi kandang
serta lingkungannya.
Etiologi :adalah penyakit, akut virus menular pada babi yang disebabkan oleh Swine vesicular
disease virus, yaitu Enterovirus.
Patogenesis :Hal ini ditandai dengan demam dan vesikel dengan bisul berikutnya di mulut dan di
moncong, kaki, dan dot. patogen relatif tahan terhadap panas, dan dapat bertahan
untuk waktu yang lama di asin, kering, dan produk daging asap.
Gejala Klinis :
1. Demam
4. vesikula Ruptur dapat menyebabkan borok pada tungkai dan kaki, dan bantalan
kaki mungkin longgar. hewan muda lebih parah terpengaruh. Pemulihan
sering terjadi dalam seminggu. Tidak ada kematian dengan SVD.
Pencegahan :Tidak ada vaksin untuk SVD. tindakan Pencegahan adalah sama dengan yang untuk
penyakit kaki-dan-mulut: hewan mengendalikan diimpor dari daerah tertular,
sanitasi dan pembuangan sampah dari pesawat udara internasional dan kapal, dan
memasak menyeluruh sampah. hewan yang terinfeksi harus ditempatkan di
karantina ketat. Pemberantasan tindakan untuk penyakit ini termasuk
mengkarantina daerah tertular, depopulasi dan pembuangan babi yang terinfeksi
dan kontak, dan pembersihan dan desinfeksi tempat yang terkontaminasi.
BRUCELLOSIS BABI
Etiologi :Brucella suis ditularkan melalui kontak langsung dengan janin gugur dan sekresi, serta
perkawinan.
Cara Penularan : Brucellosis ditularkan melalui ingesti bakteri yang terdapat dalam susu, fetus
abortus, membran fetus, dan cairan uterus atau kopulasi dan inseminasi buatan.
Pada sapi jantan, bakteri ini dapat ditemukan dalam semen yang dihasilkan. Pada
domba, brucellosis juga diketahui dapat ditularkan antar domba jantan melalui
kontak langsung. Infeksi biasanya tahan lama pada domba jantan dan B. ovis akan
diekskresikan dalam persentasi yang tinggi secara intermiten selama kira-kira ≥4
tahun. Brucellosis dapat ditularkan ke manusia melalui konsumsi susu segar dan
produk susu dari hewan yang terinfeksi atau kontak langsung dengan sekresi,
ekskresi, dan bagian tubuh hewan yang terinfeksi, seperti jaringan, darah, urin,
cairan vagina, fetus abortus, dan plasenta.
Patogenesis :Babi terinfeksi atau induk babi mungkin mengalami dengan infertilitas. Selain itu,
aborsi dapat terjadi di trimester pertama, jika infeksi terjadi pada peternakan, dan
selama akhir kebuntingan jika infeksi terjadi setelah hari ke-35 dari kebuntingan.
Organisme ini memiliki potensi zoonosis.
Gejala Klinis : Gejala klinis brucellosis pada babi mirip dengan gejala pada sapi dan kambing.
Gejala yang umum muncul adalah aborsi, sterilitas sementara atau permanen,
orchitis, kepincangan, paralisis posterior, spondylities, dan terkadang dapat juga
terjadi metritis dan pembentukan abses pada ekstrimitas atau bagian lain dari
tubuh. Kejadian aborsi dapat berkisar antara 0 – 80% dan dapat terjadi pada awal
kebuntingan sehingga tidak terdeteksi. Hewan yang demikian akan segera kembali
ke siklus estrusnya. Timbulnya sterilitas adalah umum dan itu dapat menjadi satu-
satunya gejala klinis yang timbul. Oleh karena itu, bila ada sterilitas dalam
sekelompok hewan maka brucellosis akan menjadi kecurigaan utama.
Diagnosa Banding : Diagnosa banding brucellosis pada babi adalah penyakit lain yang
menyebabkan aborsi, orchitis, arthritis, paralisis posterior, dan kepincangan.
Aborsi di babi dapat juga disebabkan oleh Aujeszky’s disease (pseudorabies),
leptospirosis, erysipelas, salmonellosis, streptococcidiosis, classical swine fever
and porcine parvovirus infection.
Pencegahan :Babi yang dicurigai brucellosis harus dilaporkan kepada petugas kesehatan
hewan.Kehati-hatian sangat diperlukan saat membeli individu babi yang memiliki
titer aglutinin yang rendah, kecuali bila status kelompok asal babi tersebut
diketahui. Babi yang telah dibawa keluar dari peternakan harus selalu diisolasi
terlebih dahulu sebelum digabungkan dengan kawanannya. Babi baru sebaiknya
dibeli dari peternakan yang diketahui bebas brucellosis, atau diuji dan diisolasi
selama 3 bulan, kemudian diuji sekali lagi sebelum digabungkan dengan
kelompok ternak. Pengendalian penyakit didasarkan pada pengujian dan
pemisahan serta pengafkiran ternak yang terinfeksi karena tidak ada vaksin yang
tersedia maupun pengobatan yang dapat dianjurkan.
LEPTOSPIROSIS BABI
Diagnosa :
Leptospira tidak mudah tampak dalam liver-smear secara natural walaupun dengan
dark-ground illumination (penerangan dengan latar belakang gelap)
Namun dengan pewarnaan metode Levaditi akan ditemukan Leptospira pada sisi
hati, ginjal, maupun glandula lymphatic abdominal yang mengalami hemoragi
Leptospira bisa tampak pada darah atau organ babi yang diinjekssi dengan
organisme ini
Diferensial Diagnosa :
brucellosis
parvovirus
Patogenesis :Babi merupakan hospes pemeliharaan untuk serogrup Pamona, Australis dan
Tarassovi, sedangkan infeksi insidental terjadi dengan strain dari Canicola,
Icterohaemorrhagiae, dan serogrup Grippotyphosa. Infeksi akut leptospirosis
umumnya asimtomatik. Namun, Leptospirosis kronis dapat bermanifestasi sebagai
aborsi, lahir mati, infertilitas, dan kelahiran anak babi yang lemah. Leptospirosis
adalah zoonosis penting untuk peternak dan staf rumah potong hewan yang kontak
dengan babi.
Pencegahan :
Vaksinasi
Perawatan
Kebersihan kandang
Etiologi : penyakit reproduksi babi yang disebabkan oleh parvovirus babi (PPV) dan Enterovirus
babi. Istilah ini SMEDI biasanya menunjukkan Enterovirus babi, tetapi juga bisa
menunjukkan parvovirus babi, yang merupakan penyebab lebih penting dari
sindrom.SMEDI menyebabkan aborsi, kematian neonatal, dan penurunan
kesuburan pejantan. Penyakit ini disebarkan paling sering oleh konsumsi makanan
dan air yang terkontaminasi dengan kotoran yang terinfeksi dan kadang-kadang
melalui kontak seksual dan kontak dengan jaringan dibatalkan. Vaksin tersedia
(ATCvet kode: QI09AA02).
Patogenesis :
Hal ini tergantung pada usia hewan yang terkena dan efisiensi sistem kekebalan
tubuh. perlindungan Colostral berlangsung sampai usia 5 bulan, setelah itu
menurun untuk semua waktu rendah untuk meningkatkan lagi di sekitar 12 bulan.
Prenatal infeksi: virus perjalanan dari induk yang terinfeksi kepada janin
melalui plasenta. Dalam hal ini, waktu kehamilan menentukan hasil infeksi.
- Jika janin akan terinfeksi dalam 30 hari pertama kehidupan janin, Anda
memiliki kematian dan penyerapan semua, atau sebagian janin. Dalam hal ini,
Anda mungkin memiliki kelahiran anak babi yang sehat, immunotollerant.
- Jika infeksi terjadi pada 40 hari, Anda memiliki kematian dan mumifikasi.
Juga dalam kasus ini, beberapa atau semua janin yang terlibat, yaitu beberapa
janin bisa lahir carrier sehat dan immunotollerant, atau penyakit.
- Jika virus melintasi plasenta pada trimester terakhir, Anda mungkin telah
kematian neonatal, atau kelahiran anak babi yang sehat dengan pra-colostral
kekebalan protektif.
Postnatal infeksi (babi sampai usia 1 tahun). Infeksi terjadi oro-sengau, diikuti
dengan periode viremic terkait dengan leukopenia sementara.
Infeksi pada orang dewasa (lebih dari 1 tahun). subjek ini akan memiliki sistem,
aktif kekebalan pelindung yang melindungi mereka, meskipun mereka harus
kawin dengan laki-laki yang terinfeksi (yang rahasia virus dengan sperma).
Oleh karena itu, penting untuk dicatat bahwa virus sangat berbahaya bagi
menabur dalam kehamilan pertama, yang akan pada usia 7-8 bulan, karena ia akan
memiliki jumlah antibodi yang sangat rendah pada usia ini dan dengan mudah
dapat kontrak virus melalui kopulasi.
Diagnosa :Histologi, lesi dalam miometrium karena infiltrasi monosit. Perkembangan janin
terhambat, kongesti superficial yang berhubungan dengan hemoragi dan dehidrasi
yang menyebabkan mumifikasi janin.
PARVOVIRUS BABI
Etiologi :Parvovirus Babi adalah endemik di sebagian besar peternakan, dengan banyak babi
yang menunjukkan kekebalan aktif terhadap virus.
Patogenesis :Babi yang tidak memiliki kekebalan terhadap parvovirus babi sebelum konsepsi
berada pada resiko tinggi infeksi dan penyakit reproduksi.
Gejala klinis :Virus ini ditransmisikan oronasal dan transplacenta. Klinis bermanifestasi sebagai
tanda kegagalan reproduksi. Infeksi embrio pada hari 10-30 dari hasil kebuntingan
di resorpsi dan kembali estrus tidak teratur. Infeksi pada janin pada hari 30-70 dari
hasil kebuntingan di mumifikasi, sedangkan infeksi setelah hari 70 hasil dalam
imunokompeten anak babi sehat. Tanda-tanda klinis lain mungkin meliputi
infertilitas, lahir mati, kematian neonatal, dan pengurangan vitalitas neonatal.
Selama infeksi transplasenta, sebagian dari anak mungkin terinfeksi, dengan
sebagian intrauterina menyebarkan virus ke anak yang lain. Dengan demikian,
kombinasi dari resorpsi, mumifikasi, dan stillbirths bisa terjadi bersamaan dalam
janin tunggal.
Etiologi :disebabkan oleh Pestivirus. Babi juga rentan terhadap dua pestivirus lain, bovine virus
diare dan penyakit. Babi adalah satu-satunya hospes alami virus demam babi
klasik. Transmisi terjadi melalui kontak oronasal dengan babi yang terinfeksi,
konsumsi pakan terkontaminasi, yang tersebar di udara jarak pendek, secara tidak
langsung lewat muntahan, dan berpotensi melalui air mani.
Gejala Klinis :tanda-tanda klinis termasuk demam, anoreksia, konjungtivitis, diare, dan tanda-
tanda pernafasan.
Patogenesis :transplasenta infeksi dapat terjadi pada setiap tahap kebuntingan dan
mengakibatkan aborsi, mumifikasi dan stillbirths. Infeksi pada 50-70 hari dari
kebuntingan dapat mengakibatkan kelahiran babi viremia. Anak babi ini tampak
normal pada awalnya, tetapi kemudian mengembangkan tremor bawaan dan
menurunkan berat badan. Mereka melayani sebagai terus-menerus reservoir virus
demam babi klasik.
Etiologi :Enterovirus Babi dan teschovirus adalah picornavirus [50]. Transmisi adalah melalui
rute fecal-oral, tapi transmisi oleh bersin juga mungkin terjadi.
Patogenesis :Induk babi mungkin mengalami infertilitas, kematian embrio, lahir mati, dan
mumifikasi, tanpa tanda-tanda klinis lain.
TOKSOPLASMOSIS BABI
Etiologi :Toxoplasma gondii, Toksoplasmosis terjadi melalui konsumsi makanan, air atau tanah
yang terkontaminasi dengan oosista bersporulasi atau melalui konsumsi daging
yang mengandung kista jaringan [60].
Patogenesis :Sedangkan kebanyakan infeksi tanpa gejala, aborsi mungkin terjadi [60,61]. Selain
itu, babi mungkin akan lahir prematur, mati, lemah, atau mati segera setelah lahir
[60].
Pencegahan :Pencegahan toksoplasmosis pada babi adalah penting untuk mencegah infeksi
manusia melalui mengkonsumsi daging babi mentah.
PENYAKIT ANTHRAX
Epidemi :Anthrax adalah suatu penyakit pada hewan menyusui dan manusia, yang disebabkan
oleh spora bakteri yang disebut Bacillusanthracis, Anthrax telah dan hampir
menyebar di seluruh dunia dan bersifat penyakit zoonosis, yang berarti bisa
ditularkan dari hewan kepada manusia. Anthrax merupakan penyakit yang
indemik di Indonesia, kejadian sporadis diseluruh negara mengikuti kondisi
lingkungan, Jawa Barat, Jawa Tengah,Yogyakarta, Sulawesi Selatan dan Nusa
Tenggara Timur telah dilaporkan terjadi wabah anthrax pada hewan ternak pada
tahun 2005.
Etiologi :Baccillusanthracis adalah bakteri gram positip, didalam tubuh hewan atau manusia dia
adalah bakteri yang bersifat aerob.
Inang/ Hospes :Hewan memamah biak seperti sapi, domba dan kambing.
CaraPenularan :Melalui kontak langsung maupun tidak langsung, Anthrax masuk ke dalam tubuh
melalui saluran pencernaan (Ingesti), Paru paru (inhalasi) atau kulit
(cutaneouse).Walaupun kejadiannya jarang, tetapi mungkin anthrax masuk ke
dalam tubuh dengan cara penularan mekanik / tidak langsung. Gigitan lalat dan
serangga lain yangmungkin membawa anthrax stadium vegetatip.
Gejala Klinis :Pada Babi,anjing dan kucing, tidak ada nafsu makan, biasanya memperlihatkan
kebengkakan yang menciri pada lymponodes di leher. Yang menyebabkan susah
menelan dan bernafas karena termakannya bakteri.
Berdasarkan Jalan masuknya penyakit menjadi ciri khas gejala klinis (pada manusia dan hewan):
Anthrax tipe kulit adalah bentuk yang kurangfatal jika diobati. Tetapi tanpa
pengobatan mendekai 20 % kasus infeksi bentuk kulit menimbulkan toksemia
dan mati.Infeksi antrax pada kulit terlihat seperti lukabakar yang pada
akhirnya membentuk ulcer dengan warna hitam di tengahnya.
Diagnosa Banding :Per acute black leg; Malignant edema; Bacillary hemoglobinuria;
Hypomagnesemic tetany; Enterotoxaemia
Pencegahan :
1. Isolasi dari hewan yang sakit dan hewan yang pernah kontak dengan yang sakit.
2. Musnahkan bangkai.
3. Disinfeksi.
4. Lindungidaerah bebas.
1. Vaksin.
Etiologi :Disebabkan oleh bakteri Taylorella equigenitalis. Kasus pertama di diagnosis di Inggris
pada tahun 1977. Karena sifat berbahaya dari penyakit ini, sulit untuk menentukan
asal atau seberapa luas itu penyebarannya di seluruh dunia.
Transmisi :CEM biasanya ditularkan secara langsung selama koitus dengan kuda yang positif
CEM. Transmisi juga dapat terjadi secara tidak langsung melalui inseminasi
buatan, seperti tangan yang terkontaminasi atau instrumen. Kuda jantan adalah
sumber infeksi untuk wabah penyakit akut. Selama musim kawin, kuda carier
dapat menginfeksi beberapa kuda sebelum penyakit tersebut terdiagnosis.
Tanda-tanda klinis :
Adanya tanda infertilitas, gagal untuk bunting setelah kuda dikawinkan. Kasus
aborsi pada CEM jarang terjadi.
• Akut: adanya peradangan aktif pada uterus terciri dengan penebalan, adanya
mucoid vulvar discharge berlangsung 10 sampai 14 hari setelah dikawinkan.
• kronis: radang uterus yang lebih ringan adanya obvious vulvar discharge, dan
infeksi lebih sulit untuk diterapi.
Diagnosa :Dua dari infeksi kelamin paling umum pada kuda disebabkan oleh Klebsiella dan
Pseudomonas spp. Diferensial diagnose dari CEM dapat digunakan isolasi T.
equigenitalis, sampel untuk penanaman bakteri dapat diambil dari cervik atau
endometrium selama estrus. Usapan dari kuda jantan harus diambil dari glans
penis, glandis fossa, dan sinus uretra. Sampel bakteri harus ditaruh dalam media
transportasi Aimes (Dengan arang) dalam pendinginan (4 sampai 6 ˚ C) dalam
waktu 48 jam. Pada kuda, berbagai tes darah dapat digunakan untuk mendeteksi
antibodi terhadap bakteri CEM. Pada kuda jantan, tes antibodi tidak dapat
terdeteksi.
Pengobatan :Prinsip terapinya dengan menghilangkan dulu bakteri di dalam uterus, proses ini
memakan waktu samapai beberapa bulan. Terapi untuk alat kelamin eksternal
kuda betina dan kuda jantan dapat diobati dengan desinfektan dan antibiotik.
Pemberian Chlorexidine 2% dengan di gosok-gosok dengan lembut pada genital
eksternal kuda selama 5 hari berturut-turut, dapat juga diberikan deterjen ataupun
garam. Untuk pemberian antibiotic secara topikal dapat menggunakan
nitrofurazone.
Etiologi :
Gejala klinis :
Patogenesis :Terdapat beberapa cara penularan virus ini, yang paling banyak adalah lewat sistem
respiratori, melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi. Virus juga
dapat tertular melalui perkawinan atau inseminasi buatan. Kuda jantan dapat
menjadi carrier virus ini. Abortus terjadi 30 hari setelah hewan terinfeksi virus.
Dapat terjadi pada fase akut atau pada fase penyembuhan.
Diagnosa :
- Melalui gejala klinis
- Tes laboratorium : uji sampel darah, nasal swab dan semen untuk isolasi virus.
- PCR untuk mengetahui jenis virus RNa, ELISA untuk mendeteksi antibody dan
uji netralisasi virus.
Terapi :
Etiologi :
Gejala klinis :
Patogenesis :Terdapat beberapa cara penularan virus ini, yang paling banyak adalah lewat sistem
respiratori, melalui mucosal epithelium yang berada pada lapiasan atas saluran
pernafasan, dan melalui kontak langsung dengan sekresi hewan yang terinfeksi
virus (dari nasofaring, saluran reproduksi, atau fetus yang abortus). Virus juga
dapat tertular melalui perkawinan atau inseminasi buatan. Kuda terinfeksi setelah
14 hari virus masuk ke dalam tubuh.
Diagnosa :
Terapi :
OVINE VIBRIOSIS
Gejala Klinis :Abortus pada akhir kebuntingan, Stillbirth, Cempe lahir dengan kondisi lemah,
Metritis berkembang setelah abortus kemudian sakit dan mati, Subspecies
jejunum dapat menyebabkan diare.
Diagnosa :Dengan melihat plasenta yang mengalami keradangan, Oedema, Kotiledon fetus
nekrosa dan fetus yang diaborsikan dalam keadaan segar, Pada bebrapa kasus,
subkutan fetus oedema.
Terapi :Domba yang abortus diisolasikan, Domba yang bunting diinjeksi 300.000 IU Penicillin
dan 1 g dihidrostreptomisin.
BRUCELLOSIS
Etiologi :Aborsi pada domba dapat disebabkan oleh Brucella melitensis atau jarang B. Ovis.
Gejala Klinis :Domba umumnya tidak menunjukkan gejala, tetapi dapat aborsi pada trimester
ketiga, kelahiran mati atau melahirkan seekor anak domba lemah. Domba terbebas
dari bakteri dalam beberapa minggu setelah aborsi.
Penularan :Melalui Ingesti dan inhalasi, Feses yang terkontaminasi, Silase dengan pH meningkat
Diagnosa :Dengan Isolasi mo dari feses, susu, jaringan fetus (hati), Jika isolasi mo dari traktus
genetal sebaiknya 10 hari setelah abortus sedang jaringan tubuh 25-36 hari,
Imunofluorescent, Dengan Tes aglutinasi dan titer aglutinin perlu untuk
dipertimbangkan.
Terapi :Mengisolasi domba yang abortus dan perbaikan pakan, Pemberian antibiotik dosis tinggi
selama 5 hari.
SALMONELLOSIS
Etiologi :Aborsi pada domba dapat mengikuti infeksi dengan Salmonella abortus-ovis,
Salmonella Montevideo, atau Salmonella arizonae.
Gejala Klinis :Asympomatik, Abortus terjadi 6-25 hari setelah infeksi dan fetus akan dikeluarkan
secara kontinyu sampai hari ke 18 setelah abortus. Metritis dan retensi plasenta
sering mengikuti setelah abortus. Infeksi dapat menyebabkan bakterimia,
plasentitis diikuti dengan kematian fetus. Demam, depresi dan diare.
Penularan :Melalui domba-domba yang tercemar, Ingesti lewat makanan dan minuman yang
tercemar.
Diagnosa :Dengan Tes serologi. Identifikasi organisme dari isi perut fetus, jaringan plasenta atau
leleran vagina.
Terapi :Isolasi hewan yang sakit. Pemberian chloramfenicol, furazolidone dan trimethropine,
Vaksinasi.
BLUETONGUE VIRUS
Etiologi : Bluetongue virus, sebuah orbivirus, ditularkan oleh nyamuk (Culicoides variipennis).
Patogenesis : Domba yang terinfeksi dapat aborsi, mengalami mumifikasi fetus atau membuat
anak domba mengalami cacat bawaan (hiydranencephaly, porencephaly,
disgenesis cerebellar, kelainan bentuk tulang).
Gejala Klinis :
Abortus
Mumifikasi fetus
Domba menunjukkan tanda klinis demam, lameness, ulcer pada mulut dan hidung,
swollen tongue, ear dan face.
TOXOPLASMOSIS
Etiologi :Domba terinfeksi oleh Toxoplasma gondii melalui konsumsi pakan terkontaminasi
dengan oosista bersporulasi.
Gejala Klinis :
Jika infeksi pada 40-120 hari kebuntingan terjadi maserasi fetus, mumifikasi
fetus, abortus.
Jika infeksi 120 hari kebuntingan menunjukkan stillbirth atau lahir lemah pada
cempe
Yang khas adalah kotiledon berwarna terang sampai gelap dengan nodule putih
kecil yang banyak dengan diameter 1-3 mm.
Diagnosa :Dilihat dari sejarah dan gejala klinis. Pemeriksaan mikroskopik dengan pengecatan
Giemza atau Leisman dan histologik terhadap nodul. Atau dengan Tes serologic
serum induk.
Terapi :Sulfonamide.
LISTERIOSIS
Patogenesis :Infeksi pada awal kebuntingan oleh L. Monocytogenes dapat mengakibatkan aborsi,
sedangkan infeksi pada akhir kebuntingan menyebabkan kelahiran mati atau
kelahiran anak yang lemah.
Gejala Klinis :Sebelum aborsi, bisa mengalami demam, penurunan nafsu makan, dan produksi
susu berkurang.
Diagnosa : Organisme bisa ditumpahkan dalam susu setelah mengalami aborsi. Umumnya,
bentuk ensefalitis tidak terjadi bersamaan dengan aborsi. L. Monocytogenes bisa
bertahan di dalam tanah dan kotoran, dan tumbuh di jerami yang terfermentasi
sedikit. Aborsi dilaporkan setelah merumput pada rawa, tanah ber-pH tinggi.
Listeria adalah zoonotik dan dapat menyebabkan penyakit neurologik pada
manusia.
BRUCELLOSIS
Etiologi :B. melitensis ditransmisikan ke kambing melalui konsumsi pakan atau air yang
terkontaminasi.
Patogenesis :Pada saat bunting, bakteri dapat menginfeksi plasenta dengan resultan aborsi akhir
kebuntingan. Organisme ini menyebabkan demam undulan (sinonim dengan
demam Malta, demam Gibraltar, dan demam Mediterania) pada manusia yang
mengkonsumsi susu terkontaminasi yang belum dipasteurisasi atau keju.
Gejala Klinis :Menunjukkan tanda-tanda klinis demam, depresi, penurunan berat badan, diare,
mastitis, kepincangan, dan melahirkan anak-anak yang lemah. Bakteri yang
menumpahkan dalam susu, urine, kotoran, dan selama 2-3 bulan di leleran vagina.
CAPRINE HERPESVIRUS
Etiologi :Caprine herpesvirus adalah herpesvirus alpha yang dapat menyebabkan aborsi pada
akhir kebuntingan tanpa ada tanda-tanda klinis sebelumnya.
Patogenesis :dapat menyebabkan aborsi pada akhir kebuntingan tanpa ada tanda-tanda klinis
sebelumnya. Virus ini juga dapat menyebabkan vulvovaginitis dan penyakit
pernapasan. kebuntingan berikutnya tidak terkena virus.
Diagnosis :Seperti herpesvirus lainnya, herpesvirus kambing memiliki keadaan laten yang bisa
diaktifkan kembali oleh keadaan stres, imunosupresi atau mungkin dalam keadaan
estrus. Setelah reaktivasi, virus bisa dikeluarkan melalui rute pernapasan atau
kelamin.
TOKSOPLASMOSIS
Patogenesis :Toksoplasmosis bisa menyebabkan aborsi, kelahiran mati, kematian janin, resorpsi
janin, kelahiran anak yang lemah, atau kelahiran anak sehat.
Diagnosis :Infeksi pada kebuntingan (30 - 90 hari) umumnya menghasilkan resorpsi janin atau
mumifikasi, sedangkan infeksi pada paruh terakhir kebuntingan tidak
menampakkan gejala namun aborsi terjadi 2-3 minggu sebelum melahirkan.
Aborsi terjadi karena nekrosis dari kotiledon.
Penularan :protozoa ini menular ke kucing melalui mengkonsumsi hewan pengerat atau burung
yang terinfeksi. Melalui makanan atau air yang terkontaminasi dengan feses
kucing yang mengandung oosit yang resisten; organisme kemudian memasuki
aliran darah dan menyebar ke plasenta dan janin. Toksoplasmosis merupakan
zoonotik potensial.
BRUCELLOSIS
Etiologi :Pada anjing disebabkan oleh Brucella canis, Brucella canis adalah bakteri gram negatif
intraseluler coccobacillus.
Patogenesis :Infeksi dapat menyebabkan infertilitas, kematian embrio dini, resorpsi janin, dan
aborsi akhir kebuntingan.
Gejala Klinis :Anjing betina mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda klinis sebelum aborsi.
Setelah aborsi, leleran vagina serosanguinus dapat muncul untuk 1-6 minggu.
Sejumlah besar bakteri dapat berada dalam material aborsi dan leleran dari vulva
setelah aborsi. Sedangkan potensi zoonosis B. canis lebih kecil dari Brucella sp.,
imunosupresi atau individu yang hamil harus menghindari kontak dengan cairan
atau jaringan yang diaborsikan.
CANINE HERPESVIRUS
Patogenesis :Dapat menyebabkan aborsi, kelahiran mati dan resorpsi embrio. Infeksi neonatal
biasanya terjadi saat lahir, namun, infeksi transplasenta dapat terjadi dan
menyebabkan mumifikasi fetus atau fetus mati, kelahiran mati, atau kelahiran
anak anjing yang lemah.
Penularan :Seekor anjing betina hamil dapat menjadi terinfeksi melalui kontak langsung dengan
sekretsi dari mukosa (pernapasan atau alat kelamin). Selain itu, infeksi laten
mungkin akan aktif kembali selama kebuntingan dengan virus yang dihasilkan
berubah.
CANINE DISTEMPER
Patogenesis :Virus ini telah terbukti menyebabkan aborsi, kelahiran mati dan infeksi bawaan
pada anak anjing. Abortus dapat diikuti infeksi sistemik dari induk anjing atau
infeksi transplasenta. Anak anjing yang terinfeksi transplacenta dapat
mengembangkan tanda-tanda neurologis dalam waktu 6 minggu setelah kelahiran.
Patogenesis :Dapat menyebabkan resorpsi embrio, kelahiran mati, atau kelahiran anak anjing
yang lemah.
TOXOPLASMOSIS
Patogenesis :Secara percobaan infeksi pada anjing betina menyebabkan infeksi kongenital dan
aborsi.
NEOSPORA CANINUM
FELINE HERPESVIRUS
Patogenesis :Infeksi secara eksperimen menyebabkan aborsi dan kematian janin intrauterina;
Namun, virus belum dapat diisolasi dari jaringan janin yang diaborsikan. Hickman
melaporkan bahwa dalam wabah herpesvirus di suatu koloni bebas patogen
spesifik, hanya 1 dari 51 kucing bunting pada saat awal wabah yang mengalami
aborsi. Namun, angka kematiannya 62% pada anak-anak kucing berumur 1
minggu yang lahir dari induk kucing yang terinfeksi secara akut selama periode
perinatal.
Patogenesis :Virus ini dikaitkan dengan aborsi kebuntingan akhir, bayi lahir mati, resorpsi janin,
endometritis, dan kematian tinggi pada anak kucing pada minggu pertama
kehidupan. Beberapa kucing ras memiliki kecenderungan genetik untuk FIP
(Heritabilitas 50%), dan dengan demikian tidak boleh digunakan sebagai
pemuliaan hewan.
Patogenesis :Dapat mengakibatkan aborsi, infertilitas dan resorpsi janin. Umumnya, induk
kucing tidak menunjukkan gejala sebelum aborsi.
FELINE PANLEUKOPENIA VIRUS
Patogenesis :Dapat menyebabkan aborsi, kelahiran mati, dan hipoplasia cerebellar pada anak
kucing. Tanda-tanda ini tidak selalu terkait dengan penyakit gastrointestinal klasik
di induk kucing.
REFERENSI
http://www.vet-klinik.com/Peternakan/Leptospirosis-pada-babi.html
http://www.aphis.usda.gov/animal_health
Daniel Givens, M., Marley, M.S.D. Infectious Causes Of Embrionic And Fetal Mortality.
Department of Clinical Sciences, College of Veterinary Medicine, Auburn
University, Auburn, AL 36849, United States.
Ratnawati D, Pratiwi C.W, dan Affandhy L., 2007, Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan
Reproduksi Pada Sapi Potong, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan
Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian