Anda di halaman 1dari 7

ACTA VETERINARIA INDONESIANA

ISSN 2337-3202, E-ISSN 2337-4373 Vol. 3, No. 1: 16-22, Januari 2015

Penelitian
Deteksi Salmonella spp. pada Telur Ayam Konsumsi yang
Dilalulintaskan melalui Pelabuhan Tenau Kupang
(Detection of Salmonella spp. in Commercial Hen Eggs Entering through Tenau Port Kupang)

Susanto Nugroho1,2*, Trioso Purnawarman3, Agustin Indrawati3

Badan Karantina Pertanian, Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang.


1

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana IPB


2

3
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
*Penulis untuk korespondesi: drh.susantonugroho@yahoo.co.id
Diterima 30 September 2014, Disetujui 12 Desember 2014

ABSTRAK
Salmonelosis adalah salah satu penyakit food-borne bakterial zoonotik yang paling penting di
seluruh dunia. Salmonella spp. adalah penyebab salmonelosis akibat konsumsi makanan berbahan dasar
unggas dan produk unggas yang terkontaminasi. Unggas dan telur ayam dianggap merupakan salah
satu reservoir Salmonella spp. yang paling penting. Salmonella spp. ditularkan melalui rantai makanan
dan akhirnya menular ke manusia. Meningkatkan keamanan produk unggas dengan cara deteksi dini
terhadap food-borne patogen merupakan komponen penting untuk membatasi kontaminasi Salmonella
spp.. Metode deteksi dan identifikasi Salmonella spp. merupakan strategi yang dirancang untuk
mencegah kontaminasi unggas dan produk unggas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi
Salmonella spp. dari telur ayam yang berasal dari 4 pengirim telur menggunakan metode konvensional.
Jumlah sampel dihitung dengan menggunakan rumus menduga prevalensi dan diambil menggunakan
metode acak berlapis. Analisis data hasil positif Salmonella spp. dilakukan secara deskriptif. Berdasarkan
hasil pengujian dari 270 sampel, 5 pengujian dengan metode konvensional positif Salmonella spp..
Berdasarkan hasil pengujian positif kontaminasi Salmonella spp. pada telur ayam maka diperlukan
evaluasi terhadap pengiriman telur ayam konsumsi antar pulau.
Kata kunci: kontaminasi, Salmonella spp., metode konvensional, telur ayam.

ABSTRACT
Salmonellosis is one of the most important food-borne bacterial zoonotic diseases worldwide.
Salmonella spp. are causative agent of salmonellosis associated with contaminated commercial poultry
and poultry product. Poultry and eggs are considered one of the most important Salmonella spp.
reservoirs. Salmonella spp. were able to pass through the food chain and ultimately transmitted to
humans. Improving safety of poultry products by early detection of food-borne pathogens would be
considered an important component for limiting exposure to Salmonella contamination. Detection and
identification method for Salmonella spp. are considered to be an important component of strategies
designed to prevent poultry and poultry product. The aims of the study were to detect Salmonella spp.
from hen eggs collected from 4 exporters using conventional method. Samples size were calculated
using estimates prevalence formula and selected by stratified random sampling. Data regarding the
proportion of Salmonella spp. positive samples were analyzed descriptively. 270 samples, 5 test by
conventional method were positive Salmonella spp.. According of positive test results Salmonella spp.
contamination in hen eggs was necessary to evaluate the delivery of commercial hen eggs between
islands.
Keywords: conventional methods, hen eggs, Salmonella spp. contamination.

2015 Fakultas Kedokteran Hewan IPB http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones


Deteksi Salmonella spp. pada Telur Ayam| 17

PENDAHULUAN
terbaik (grade A) yang terkontaminasi secara ver-
Keamanan pangan merupakan persyaratan uta- tikal (Ariyanti & Supar, 2005). Cemaran Salmonella
ma yang semakin penting di era perdagangan be- spp. pada telur dapat terjadi pada proses produksi
bas. Pangan yang aman, bermutu, bergizi, berada dan pascaproduksi apabila higiene dan sanitasi
dan tersedia cukup merupakan prasyarat utama di peternakan dan pada saat pengumpulan dan
yang harus dipenuhi. Hal ini agar tercipta suatu penyimpanan kurang diperhatikan. Oleh karena itu
sistem jaminan mutu pangan yang memberikan kebersihan telur dalam distribusi dan penyimpan-
perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta annya perlu diperhatikan dengan baik agar tidak
berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan terinfeksi oleh bakteri maupun oleh berbagai jenis
kesejahteraan rakyat (Khoiriyah et al., 2013). Penga- kapang atau khamir. Cemaran berbagai serotype
wasan bahan pangan asal hewan merupakan tang- Salmonella spp. pada produk-produk asal ternak
gung jawab bersama antara pemerintah, produsen di Indonesia cukup memprihatinkan karena jumlah
maupun konsumen. Pemerintah dan produsen atau Salmonella spp. yang dapat diisolasi cukup banyak
swasta harus bekerja sama untuk merancang aturan, sehingga berpotensi untuk mengganggu kesehatan
standar dan implementasinya yang berhubungan masyarakat (Bahri, 2002).
dengan upaya pengendalian penyakit dalam rantai Salmonella spp. merupakan penyebab salmo-
proses di industri peternakan. Penanganan yang nelosis dengan kasus klinis yang berbeda seperti:
higienis terhadap ternak dan produk olahannya typhoid like disease, dengan agen infeksinya Salmo-
dari berbagai pihak sangat berguna untuk mening- nella Typhi dan Salmonella Paratyphi, dan dapat
katkan keamanan pangan asal ternak terhadap menyebabkan kematian manusia. Non-typhoid
kontaminasi (Ariyanti & Supar, 2005). disease terbatas pada infeksi pada lapisan usus kecil
Salah satu hal penting dalam persyaratan kualitas yang menyebabkan gastroenteritis terutama oleh
produk asal hewan adalah bebas patogen mikroba Salmonella Enteritidis dan Salmonella Typhimurium
termasuk Salmonella spp..Salmonelosis adalah (Raffatellu et al., 2008). Salmonelosis non-typhoid
penyakit yang disebabkan bakteri Salmonella spp. adalah penyebab utama infeksi asal makanan yang
Penyakit ini dapat menyerang unggas, hewan mematikan di Amerika Serikat. Media yang paling
mamalia dan manusia sehingga memiliki arti umum dalam menginfeksi manusia adalah produk
penting bagi manusia karena penyakit ini dapat asal hewan termasuk daging, produk daging, telur
terjadi akibat mengonsumsi makanan dan minuman dan produk telur. Makanan dan penyedia makanan
yang tercemar Salmonella spp..(Doyle & Cliver, berperan penting sebagai faktor yang berpengaruh
1990). Salmonelosis merupakan penyakit yang ber- terjadinya kontaminasi silang dari sumber hewan
sifat zoonotik. Sumber penularan berupa keluaran seperti unggas (Nutt et al., 2003).
(ekskresi) hewan dan manusia baik dari hewan Infeksi Salmonella spp. dari pangan asal hewan
ke manusia maupun sebaliknya. Meskipun sebagai memiliki peranan penting dalam kesehatan masya-
bakteri yang terdapat di saluran pencernaan, rakat dan khususnya pada keamanan pangan
Salmonella spp. menyebar luas di lingkungan, sehingga produk pangan asal hewan menjadi
umumnya ditemukan pada sampah dan bahan- sumber utama infeksi Salmonella spp. pada manusia
bahan yang berhubungan dengan kontaminasi (Poeloengan et al., 2006). Provinsi Nusa Tenggara
feses. Mikroorganisme ini juga ditemukan di per- Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi dengan
alatan pakan, menyebabkan penyakit infeksi pada kebutuhan pasokan telur ayam konsumsi cukup
hewan khususnya babi dan unggas (Poeloengan tinggi. Hal ini disebabkan belum berkembangnya
et al., 2006). peternakan ayam petelur, sehingga perlu men-
Telur ayam merupakan salah satu sumber nutrisi datangkan dari daerah lain untuk memenuhi kebu-
yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat tuhannya. Pemasukan melalui Pelabuhan Tenau di
makanan yang dibutuhkan oleh manusia. Namun tahun 2013 mencapai 3859,15 ton dengan frekuensi
akhir-akhir ini telur telah banyak dilaporkan sebagai pemasukan 440 kali (BKPK I, 2013). Melihat besar-
sumber infeksi Salmonella spp. pada manusia. Bak- nya pemasukan telur tersebut, tidak menutup ke-
teri Salmonella spp. dalam jumlah besar yang ter- mungkinan besarnya potensi cemaran Salmonella
dapat di dalam telur lebih sering sebagai penyebab spp. ikut terbawa. Tujuan penelitian ini untuk men-
foodborne disease. Di beberapa negara di Eropa deteksi cemaran Salmonella spp. pada telur ayam
dan Amerika, wabah salmonelosis berasal dari konsumsi yang dilalulintaskan di Balai Karantina
makanan yang mengandung telur dengan kualitas Pertanian Kelas I Kupang melalui Pelabuhan Tenau.

http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones
18 | Nugroho et al.

BAHAN DAN METODE pengujian secara pool. Pengujian dilakukan pada


tiga parameter yaitu kerabang telur, putih telur,
Bahan Pengujian dan kuning telur. Prapengayaan pada kerabang
telur dilakukan dengan swab pada sampel 9 butir
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini telur menggunakan cotton swab sucihama yang
antara lain: buffered peptone water (BPW) 0,1%, sebelumnya telah dibasahi dengan 5 mL BPW
rappaport vassiliadis (RV), xylose lysine deoxycho- 0,1%. Swab-swab tersebut dipindahkan ke dalam
late agar (XLDA), Hectoen enteric agar (HEA), triple erlenmeyer atau wadah steril berisi 45 mL BPW
sugar iron agar (TSIA), lysine iron agar (LIA), dan 0,1% kemudian diinkubasi pada suhu 35 C selama
nutrient agar (NA). 16-20 jam. Prapengayaan pada putih dan kuning
telur dilakukan pada sampel 9 butir telur dengan
Pengambilan Sampel memisahkan antara putih dan kuningnya secara
Penentuan jumlah sampel pada kontainer meng- aseptis, masing-masing ditempatkan dalam kantong
gunakan rumus menduga prevalensi n=4PQ/L2 plastik steril dan dihomogenkan dengan stomacher
dengan prevalensi (P) 50% dan tingkat kepercaya- selama 1-2 menit. Masing-masing parameter diambil
an 95% sehingga n=4x0,5(0,5)/0,062 diperoleh se- 25 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer steril dan
banyak 278 sampel. Berdasarkan data tahun 2013, ditambahkan 225 mL larutan BPW 0.1% kemudian
rata-rata kontainer masuk sebanyak 30 setiap bulan diinkubasi pada suhu 35 C selama 16-20 jam. Biakan
maka sampel dalam 1 kontainer sejumlah 9.3 butir prapengayaan dari tiga parameter setelah inku-
telur (dibulatkan 9 butir telur). Dalam 1 kontainer basi diaduk perlahan kemudian dilanjutkan tahap
terdapat kemasan telur dalam eggs tray karton pengayaan dengan memindahkan 0.1 ml ke dalam
yang berjumlah 800 ikat. Dalam 1 ikatan terdapat 10 mL media RV dalam tabung reaksi. Selanjutnya
6 eggs tray karton dengan isi telur setiap eggs tray diinkubasi pada suhu 42 C selama 24 jam. Isolasi dan
karton 30 butir. Pengambilan sampel dalam 1 kon- identifikasi dilakukan dengan mengambil sebanyak
tainer menggunakan metode penarikan contoh 1 ose biakan bakteri dari media pengayaan yang
acak berlapis (stratified random sampling) dengan telah diinkubasi dan diinokulasikan pada media
membagi 3 strata. Strata ke-1 diambil ikatan eggs HEA. Selanjutnya media tersebut diinkubasi pada
tray karton sebanyak 9 ikat, strata ke-2 diambil suhu 35 C selama 24 2 jam. Pada media HEA
1 eggs tray karton dari ikatan dan strata ke-3 diam- pengamatan diarahkan pada koloni yang terlihat
bil 1 butir sampel telur dari eggs tray karton. Ma- biru kehijauan dengan atau tanpa titik hitam. Tahap
sing-masing strata diambil menggunakan teknik selanjutnya mengambil koloni yang diduga Salmo-
penarikan contoh acak sederhana (simple random nella spp. dan diinokulasikan ke media TSIA dan
sampling) dengan bantuan angka acak yang diper- LIA. Inokulasi dilakukan dengan menusukkan jarum
oleh dari tabel acak, kalkulator ataupun komputer. inokulasi ke dasar media agar dan selanjutnya di-
gores pada bagian miring agar. Kedua media di-
Pengujian Sampel inkubasi pada suhu 35 C selama 24 2 jam. Setelah
inkubasi dilakukan pengamatan koloni yang meng-
Telur dalam satu kontainer dianggap berasal arah Salmonella spp. dengan terjadinya perubahan
dari satu sumber yang sama sehingga dilakukan media yang khas seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Interpretasi hasil positif Salmonella spp. pada media TSIA dan LIA

Agar Miring Agar Dasar


Media H2S Gas
(slant) (button)

Alkalin/K Asam/A Positif


TSIA Negatif/positif
(Merah) (Kuning) (Hitam)

Alkalin/K Alkalin/K Positif


LIA Negatif/positif
(Ungu) (Ungu) (Hitam)

2015 Fakultas Kedokteran Hewan IPB


Deteksi Salmonella spp. pada Telur Ayam| 19

HASIL berpengaruh dalam rantai distribusi bahan pangan


telur ayam konsumsi terhadap keberadaan Salmo-
Telah dilakukan pengujian sampel telur ayam nella spp.. Diantaranya adalah: waktu penyimpanan,
konsumsi secara aseptis. Tidak ada perlakuan ter- temperatur, kualitas kerabang telur; putih telur
hadap sampel sebelum pengujian. Pengujian di- dan kuning telur serta kemampuan Salmonella spp.
lakukan maksimal 3 hari setelah sampel dikoleksi. menginfeksi telur dalam saluran reproduksi dan
Pengujian metode konvensional dimulai dari tahap kemampuan bertahan dalam telur. Faktor-faktor
prapengayaan, dilanjutkan tahap pengayaan dan tersebut berhubungan dengan penempatan kon-
selektif. Hasil positif diduga Salmonella spp. meng- tainer telur dalam kapal, lama perjalanan kapal,
gunakan metode konvensional ditemukan pada keberadaan fasilitas pendingin, keberadaan feses
sampel 186C dan 221C swab kerabang, 222B dan dalam permukaan kerabang, adanya keretakan telur
228B putih telur serta 228B kuning telur (Tabel 2). maupun pecah dalam kontainer serta kemampuan
transmisi vertikal. Hubungan tersebut yang menye-
babkan keberadaan Salmonella spp. dalam peneli-
PEMBAHASAN
tian ini terdeteksi baik pada kerabang, putih telur
Hasil positif Salmonella spp. pada kerabang telur maupun kuning telur. Secara deskripsi hubungan
berkaitan dengan kemampuan transmisi vertikal ini dapat menjelaskan keberadaan Salmonella spp..
maupun horizontal. Permukaan kerabang telur da- Menurut Bahri et al. (2002) faktor-faktor dalam
pat terinfeksi Salmonella spp.. pada saat oviposisi setiap proses dapat dikelola dan dikontrol dengan
dimana saluran reproduksi bagian bawah ayam telah baik sehingga akan memberikan dampak positif.
terinfeksi Salmonella spp. Infeksi pada kerabang Kontainer telur ditempatkan pada susunan
juga dapat berasal dari luar baik kontaminasi dari kontainer paling atas dalam kapal. Penempatan ini
feses maupun dari lingkungan (Howard et al., 2005). bertujuan mempercepat proses penarikan kontai-
Kontaminasi pada putih telur berkaitan dengan ner pada saat sampai ditempat tujuan untuk dapat
kemampuan Salmonella spp.. penetrasi dari kera- dilakukan proses distribusi selanjutnya. Pada posisi
bang ke dalam isi telur dan kemampuan bertahan ini kontainer sangat mudah terpapar panas ma-
Salmonella spp.. dalam putih telur. Kontaminasi tahari selama perjalanan dan kondisi cuaca yang
dalam kuning telur dapat diperoleh dari transmisi ekstrim sehingga berpengaruh terhadap suhu dan
vertikal Salmonella spp. yang melakukan kolonisasi kelembaban ruangan kontainer. Kondisi permuka-
pada ovarium dan menginfeksi folikel preovulasi an telur kering dan atau terdapat kondensasi air
(Buck et al., 2004). Beberapa studi melaporkan yang teramati pada saat pembongkaran. Martelli &
bahwa Salmonella spp.. mudah melakukan penetrasi Davies (2012) berpendapat bahwa pertumbuhan
melalui kerabang dan bereplikasi di dalam telur. Salmonella spp. sangat cepat di dalam telur pada
Faktor yang mempengaruhi diantaranya waktu yang suhu ruang jika Salmonella spp. dapat menembus
dibutuhkan untuk penetrasi, kualitas kerabang; kuning telur pada suhu ruang 25 C. Lake et al.
putih dan kuning telur, umur ayam, bentuk fisik, (2004) menyatakan kelangsungan hidup Salmonella
waktu penyimpanan, genetik dan periode penyinar- spp. pada kerabang dan membran tergantung pada
an (Raghiante et al., 2010). suhu dan kelembaban relatif. Jumlah bakteri pada
Distribusi pemasukan telur konsumsi antar area awalnya sangat kecil dan tidak mungkin tumbuh
dalam kontainer merupakan rangkaian proses pasca- sampai pada saatnya dapat menembus membran
produksi yang perlu mendapat perhatian. Terdapat viteline dan mencemari kuning telur. Raghiante et
faktor-faktor dalam proses pascaproduksi yang al. (2010) menyatakan bahwa penetrasi Salmonella

Tabel 2 Hasil positif Salmonella spp

Kontaminasi Salmonella spp.


No Kode
Kerabang Putih Kuning
1 186C (+) (-) (-)
2 221C (+) (-) (-)
3 222B (-) (+) (-)
4 228B (-) (+) (+)

http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones
20 | Nugroho et al.

spp. dipengaruhi kualitas kerabang, waktu penyim- bang yang kotor oleh feses. Menurut Gantois et al.
panan dan suhu. Semakin lama waktu dan suhu (2009), kontaminasi Salmonella spp. pada kerabang
yang tinggi semakin cepat penetrasi Salmonella telur disebabkan feses ayam dan bahan organik
spp. ke dalam telur. pada permukaan kerabang lembab yang memberi-
Lama perjalanan yang terdeteksi pada sertifi- kan nutrisi untuk pertumbuhan Salmonella spp.
kat sanitasi produk hewan dari daerah asal sampai Ketika kerabang telur terkontaminasi oleh kotoran
dengan kedatangan di daerah tujuan dari 30 kon- yang mengandung Salmonella spp. dan kemudian
tainer adalah rata-rata 6,03 hari dengan waktu ter- disimpan pada suhu 25 C, terjadi kenaikan jumlah
cepat 4 hari dan waktu terlama 9 hari. Menurut Gross bakteri 1-2 log hari pertama dan 4-5 log hari ketiga.
et al. (2015), rata-rata umur telur normal sampai Hal ini menunjukkan bahwa feses dapat menjadi
dengan dikonsumsi pada suhu kamar adalah 7,5 media untuk pertumbuhan Salmonella spp.. Menurut
1,7 hari. Umur telur merupakan faktor risiko Raghiante et al. (2010) Salmonella spp. dapat ber-
terhadap lepasnya iron dan nutrien dari kuning tahan hidup dan tumbuh di kerabang tanpa adanya
telur. Martelli dan Davies (2012) menjelaskan bahwa kontaminasi feses, terutama pada suhu dan kelem-
kerusakan pada membran viteline menyebabkan baban relatif rendah. Salmonella spp. mampu ber-
nutrien masuk ke dalam putih telur dan menarik tahan dalam kondisi permukaan kerabang kering
bakteri masuk ke dalam kuning telur sehingga bak- dengan menurunkan metabolisme pada suhu ren-
teri berkembang dengan baik. Permeabilitas mem- dah. Howard et al. (2011) menjelaskan pada saat
bran viteline ini dipengaruhi suhu di atas 10 C. pertahanan fisik dan kimia telur mengalami pe-
Kontainer yang digunakan untuk pengiriman nurunan, Salmonella spp. akan masuk ke dalam
telur tidak dilengkapi fasilitas pendingin. Menurut telur. Pada menit pertama setelah telur dikeluarkan
Hardianto et al. (2012) jika penyimpanan telur di- dari tubuh ayam, kerabang telur sangat mudah ter-
lakukan pada suhu dingin, telur ayam bisa bertahan papar bakteri. Ketika terjadi penurunan suhu dari
sampai 3 minggu. Suhu dingin dapat memperlam- 42 C sesuai tubuh ayam, terjadi perubahan tekanan
bat reaksi metabolisme dan memperlambat per- negatif pada telur segera setelah oviposisi yang
tumbuhan bakteri. Selain itu juga mencegah reaksi memudahkan bakteri masuk melalui kerabang dan
kimia dan hilangnya kadar air dari telur dibanding membran. Umur ayam juga berpengaruh terhadap
pada suhu kamar. Gross et al. (2015) menyatakan kualitas kerabang meliputi kontaminasi kerabang
persyaratan pendinginan telur ditujukan untuk men- dan pori-pori udara. Faktor stres juga berpengaruh
jaga agar membran viteline tidak rusak. Membran terhadap kualitas kerabang telur yang berhubung-
kuning telur akan mengalami penurunan pada hari an dengan masuknya bakteri ke dalam telur.
ke 17,2 dan 20,9 pada temperatur 20 C dan 18 C. Kontaminasi Salmonella spp. pada isi telur di-
Temperatur dingin dapat membatasi pertumbuhan pasaran berhubungan dengan kontaminasi per-
Salmonella spp. dalam telur. Rantai pendinginan mukaan telur selama penanganan, penyimpanan
telur harus dipertahankan untuk mencegah kon- dan transportasi (Singh et al., 2010). Terdapat telur
densasi air pada permukaan kerabang yang me- pecah dan retak di dalam kontainer akibat proses
ningkatkan kelangsungan hidup bakteri dan pene- pemuatan dan pembongkaran. Proses bongkar di-
trasi melalui permukaan kerabang. Pendinginan lakukan dengan pengangkatan ikatan karton me-
hendaknya terus menerus dari peternakan dan nyusuri tumpukan karton sedangkan ukuran telur
selama transportasi. Menurut Okamura et al. (2008) dalam karton tidak seragam yang menyebabkan
temperatur penyimpanan telur merupakan faktor terjadinya retak. Menurut Lake et al. (2004), pene-
penting bagi perkembangan bakteri. Salmonella trasi bakteri dapat melalui keretakan dan melam-
spp. dalam putih telur dapat berkembang dari paui hambatan fisik, kontaminasi feses dari per-
<102 CFU meningkat menjadi >108 CFU sesudah 20 mukaan kerabang menyebabkan penetrasi bakteri
hari penyimpanan pada suhu 21 C. Penyimpanan yang lebih besar ke dalam telur. Kekuatan kerabang
telur pada suhu 10-20 C dapat menghambat per- dipengaruhi oleh dua faktor antara lain diet ayam
kembangan Salmonella spp. selama 6 minggu. terutama kalsium, fosfor, mangan dan vitamin D
Pada suhu 4-10 C memperlambat penuaan umur serta ukuran telur yang meningkat sebanding usia
telur dan menjaga integritas membran viteline ayam sementara masa bahan kerabang yang me-
dan menghambat pertumbuhan bakteri. Penyim- nutupnya tetap sehingga telur dari ayam yang lebih
panan pada suhu 30 C jumlah bakteri meningkat tua lebih rentan terhadap invasi Salmonella spp.
mencapai >106 CFU setelah 3 minggu. Hasil penelitian Raghiante et al. (2010), Salmonella
Kondisi permukaan kerabang telur bersih meski- spp. dapat ditemukan dalam isi telur setelah kon-
pun ditemukan juga telur dengan permukaan kera- tak dengan permukaan kerabang telur. Pada telur

2015 Fakultas Kedokteran Hewan IPB


Deteksi Salmonella spp. pada Telur Ayam| 21

dengan kerabang berwarna putih dalam waktu 2 (2006), upaya pengendalian dan penanganan in-
jam 16 menit dan pada telur dengan kerabang ber- feksi Salmonella spp. dalam telur ayam konsumsi,
warna coklat dalam waktu 2 jam 44 menit. selain program manajemen di peternakan diperlu-
Faktor internal infeksi Salmonella spp. dalam kan juga pendinginan cepat dan berkelanjutan telur
telur adalah kemampuan transovarian (vertikal dari peternakan ke konsumen.
transmisi) yang dimiliki oleh serovar Salmonella Upaya pencegahan kontaminasi Salmonella spp.
spp. tertentu untuk menginfeksi ke dalam kuning pada telur sebelum sampai pada konsumen diperlu-
atau putih telur melalui ovarium atau oviduk (Lake kan pengujian yang tepat dan akurat. Pemeriksaan
et al., 2004). Transmisi melalui rute ini dimiliki oleh fisik telur dan pengujian laboratorium terhadap ke-
serovar tertentu dengan kemampuannya dalam beradaan Salmonella spp. pada telur ayam dalam
kolonisasi pada saluran reproduksi. Kemampuan ini distribusi antar pulau dilakukan di tempat pemasuk-
tergantung dari sifat genotip maupun fenotip yang an dan pengeluaran. Konsekuensi terhadap satuan
mempengaruhi sifat virulensi, kemampuan dalam populasi yang dinyatakan positif Salmonella spp.
menghindar dari respon imun telur dan kemampuan- harus disikapi bersama antara pemerintah dan
nya menetap dalam saluran reproduksi (Martelli & pihak terkait agar tidak mengakibatkan kejadian
Davies, 2012). Penelitian yang dilakukan Pinto et penyakit di masyarakat. Dari 270 sampel telur
al. (2009) menunjukkan bahwa antimikrobial putih ayam yang dilakukan pengujian, 5 pengujian positif
telur efektif pada suhu 30 C dibanding suhu dingin Salmonella spp.. Berdasarkan hasil uji tersebut dari
terhadap gram positif meskipun juga beberapa 30 sampel kontainer menunjukkan 4 sampel (13%)
gram negatif. Pertumbuhan Salmonella spp. tidak dari 2 pengirim positif kontaminasi Salmonella spp..
dipengaruhi kondisi buruk pada putih telur dengan Perlu dilakukan evaluasi pengiriman telur ayam
suhu 30 C. Salmonella spp. akan mengeluarkan antar pulau.
siderophore untuk mengatasai kekurangan iron
dalam putih telur untuk metabolisme. Messen et al. UCAPAN TERIMA KASIH
(2004) menjelaskan, putih telur akan terkontami-
nasi saat kutikula dan membran kerabang gagal Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ke-
untuk mencegah invasi mikroba. Di dalam putih pala Badan Karantina Pertanian, Kementerian Per-
telur, mikroorganisme menghadapi rintangan lain. tanian Republik Indonesia dan UPT Balai Karantina
Lisozim, ovotransferin, dan pH basa merupakan Pertanian Kelas I Kupang yang telah mendanai dan
unsur utama untuk pertahanan. Ovotransferin memberikan ijin penelitian hingga terselesaikannya
menghalangi mikroorganisme mendapatkan iron, penelitian ini.
dan mencegah multiplikasi. Nilai pH putih telur
segera setelah bertelur adalah 7,4, tetapi mening- Penulis menyatakan tidak ada konflik kepenting-
kat setelah penyimpanan hingga 9 yang berada di an dengan pihak-pihak yang terkait dalam penelitian
luar toleransi maksimal oleh banyak mikroorganis- ini.
me. Pertumbuhan Salmonella spp. pada telur hanya
bisa terjadi saat umur telur melebihi 21 hari pada DAFTAR PUSTAKA
suhu 20 C. Kebocoran nutrisi atau beberapa faktor
Ariyanti T, Supar. 2005. Peranan Salmonella Ente-
dari kuning telur karena perubahan dalam struktur
ritidis pada ayam dan produknya. Wartazoa 15:
membran kuning telur akan meniadakan sifat peng- 57-65.
hambatan putih telur.
[BKPK I] Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang.
Pengendalian dan penanganan dalam distribu- 2013. Laporan Tahunan BKP Kelas I Kupang
si telur antar area masih memerlukan perhatian Tahun 2013. Kupang (ID). BKPK I Kupang.
dan pelaksanaan yang baik. Dalam hal ini distribusi
Bahri S. 2002. Beberapa aspek keamanan pangan
telur antar area perlu menerapkan standar kualitas asal ternak di Indonesia. Pengembangan Inovasi
dan standar cemaran mikroba dan upaya antisipasi Pertanian 1: 225-242.
terhadap penurunan kualitas dan risiko cemaran
Bahri S, Indraningsih, Widiastuti R, Murdiati TB,
mikroba Salmonella spp.. Pengamatan yang di- Maryam R. 2002. Keamanan pangan asal ternak:
lakukan terhadap umur telur dan ketiadaan sarana suatu tuntutan di era perdagangan bebas. War-
pendingin dalam distribusi antar area berpengaruh tazoa 12: 47-64.
terhadap kualitas telur dan perkembangan bakteri. Braden CR. 2006. Salmonella Enteritidis and eggs: a
Kualitas telur merupakan jaminan kelayakan kon- national epidemic in the United States. Journal
sumsi telur selain keterkaitannya terhadap perkem- Food Safety 43: 512-517.
bangan patogen Salmonella spp.. Menurut Braden

http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones
22 | Nugroho et al.

Buck JD, Immerseel V, Haesebrouck F, Ducatelle Messen W, Duboccage L, Grijspeerdt K, Heyndrickx


R. 2004. Colonization of the chicken reproduc- M, Herman L. 2004. Growth of Salmonella sero-
tive tract and egg contamination by Salmonella. vars in hens egg albumen as affected by stora-
Journal of Applied Microbiology 97: 233-245. ge prior to inoculation. Food Microbiology 21:
Doyle MP, Cliver DO. 1990. Salmonella. Di dalam: 25-32.
Cliver DO, editor. Foodborne Diseases. Acade- Nutt JD, Li X, Woodward CL, Diaz IBZ, Ricke SC.
mic Press. San Diego. p185-204. 2003. Growth kinetics response of a Salmonella
Gantois I, Ducatelle R, Pasmans F, Haesebrouck F, Typhimurium poultry marker strain to fresh
Gast R, Humphrey TJ, Van Immerseel F. 2009. produce extracts. Bioresource Technology 89:
Mechanisms of egg contamination by Salmonella 313-316.
Enteritidis. Federation of European Microbiolo- Okamura M, Kikuchi S, Suzuki A, Tachizaki H,
gical Societies, Microbiology Review 33: 718-738. Takehara A, Nakamura M. 2008. Effect of fixed
Gross S, Johne A, Adolphs J, Schlichting D, Stingl K, or changing temperatures during prolonged
Graf CM, Braunig J, Greiner M, Appel B, Kasbohrer storage on the growth of Salmonella enterica
A. 2015. Samonella in table eggs from farm to serovar Enteritidis inoculated artificially into
retail-when is cooling required. Journal Food shell eggs. Epidemiology Infection 136: 1210-1216.
Control 47: 254-263. Pinto AT, Mendonca AD, Silva EN. 2009. Isolated for
Hardianto, Suarjana IGK, Rudyanto MD. 2012. Pe- associated experimental contamination of albu-
ngaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap men and egg yolk for Salmonella Enteritidis and
kualitas telur ayam kampung ditinjau dari angka Escherichia colli-influence of temperature and
lempeng total bakteri. Indonesia Medicus Vete- storage time. Brazilian Journal of Veterinary and
rinus 1: 71-84. Animal Science 61: 128-134.
Howard ZR, Moore RW, Diaz IBZ, Landers KL, Byrd Poeloengan M, Komala I, Noor SM. 2006. Bahaya
JA, Kubena LF, Nisbet DJ, Birkhold SG, Ricke SC. Salmonella Terhadap Kesehatan. Lokakarya Na-
2005. Ovarian laying hen follicular maturation sional Penyakit Zoonosis. Bogor (ID):Balitvet.
and in vitro Salmonella internalization. Veterinary http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/
Microbiology 108: 95100. lokakarya/lkzo05-34.pdf. Download: Februari 21,
2014.
Howard ZR, OBryan CA, Crandal PG, Ricke SC.
2011. Salmonella Enteritidis In shell eggs: current Raffatellu M, Wilson RP, Winter SE, Baumler AJ.
issues and prospects for control. Food Research 2008. Clinical pathogenesis of typhoid fever.
International 45: 755-764. Journal Infection in Developing Countries 2:
260266.
Khoiriyah A, Triyana, Ngatini. 2013. Bahaya Salmo-
nella bagi kesehatan. Buletin Laboratorium Raghiante F, Rocha TS, Rossi DA, Silva PL. 2010.
Veteriner 30: 9-17. Penetration time of Salmonella Heidelberg
through shells of white and brown commercial
Lake R, Hudson A, Cressey P, Gilbert S. 2004. Risk
eggs. Brazilian Journal of Poultry Science 12: 273-
profile: Salmonella (Non Typhoidal) in and on
277.
eggs. Institute of Environtment Science and Re-
search. Christchurch. p1-84. Singh S, Yadav AS, Singh SM, Bharti P. 2010. Pre-
valensi of Salmonella in chicken eggs collected
Martelli F, Davies RH. 2012. Salmonella serovars
from poultry farms and marketing channel and
isolated from table eggs: an overview. Food Re-
their antimicrobial resistensi. Food Research
search International 45: 745-754.
International 43: 2027-2030.

2015 Fakultas Kedokteran Hewan IPB

Anda mungkin juga menyukai