Anda di halaman 1dari 18

1

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit zoonotik dewasa ini menjadi sorotan publik dan objek dari
sebagai studi untuk mengkaji segala aspek yang berkaitan dengan wabah
tersebut yang diharapkan nantinya akan diperoleh suatu sistem terpadu
untuk pemberantasan dan penanggulangannya. Kemunculan dari suatu
penyakit zoonotik tidak dapat diprediksi dan dapat membawa dampak
yang buruk bagi dunia terutama komonitas yang bergerak di bidang
kesehatan masyarakat veteriner. Banyak kejadian penyakit zoonosa baru
(emerging zoonosis) yang mulai muncul. Kasus penyakit tertentu yang di
suatu negara kemudian menyebar kenegara lain sehingga menjadi
penyakit eksotik yang sangat berbahaya. Penyebaran ini semakin cepat
terjadi dengan tingginya volume perdangangan antar negara, perpindahan
manusia dari satu negara ke negara lain yang dapat dilakukan dengan
mudah. Di era globalisasi, sektor parawisata telah menjadi salah satu
faktor tidak langsung semakin cepatnya penyebaran penyakit di dunia.
West Nile merupakan salah satu penyakit yang diakibatkan oleh virus,
pertama kali ditemukan pada manusia di daerah West Nile, Uganda.
Penyakit ini kemudian menyebar ke negara-negara Eropa, Amerika dan
Asia. Pada pertegahan tahun 1990-an. Penyakit West Nile adalah penyakit
serius yang ditularkan oleh nyamuk yang membawa virus West Nile. Virus
West Nile termasuk dalam golongan flavivirus. Demam West Nile dapat
menyebabkan penyakit pada manusia, kuda, dan beberapa spesies
burung. Pada manusia sebagian besar tidak menimbulkan gejala dan 20%
memiliki gejala ringan seperti flu, demam, sakit kepala dan ruam. Pada
kasus berat dapat menyebabkan ensefalitis. Tahun 2007 di Amerika
Serikat terdapat 121 orang meninggal karena demam West Nile (OIE
2011). Lebih dari 30.000 orang di Amerika Serikat telah dilaporkan
terinfeksi penyakit West Nile sejak tahun 1999, dan sekitar 13.000 sakit
serius dan lebih dari 1200 meninggal (CDC 2011).
2

Virus West Nile pada burung terjadi cukup cepat dan bisa berakibat
fatal. Tapi pada beberapa burung yang dapat bertahan maka dapat
menjadi reservoir. Spesies burung yang rentan seperti angsa,
menunjukkan berbagai gejala neurologis mulai dari terkulai dan
kelumpuhan sayap, tidak mampu bergerak dan mungkin inkoordinasi.
Tingkat mortalitas pada angsa mencapai 20-60% (OIE 2011). Selain
burung, kuda juga merupakan hewan yang rentan terhadap serangan virus
West Nile. Virus West Nile berasal dari daerah terpencil contohnya seperti
di Afrika, Eropa Timur, Asia Barat, dan Timur Tengah (CDC 2011). Isolat
virus West Nile yang baru menunjukkan sifat yang sangat virulen.
Sebelum tahun 1994 penyakit tersebut hanya terjadi secara sporadis pada
manusia dan kuda atau epidemi yang relatif kecil di daerah pedesaan.
Hingga sebelum tahun 1999 tidak pernah didokumentasikan terjadi di
Belahan bumi bagian Barat. Pada tahun 1999 virus West Nile terdapat
pada belahan bumi Timur dengan adanya laporan wabah yang terjadi di
Aljazair, Rumania, Maroko, Tunisia, Italia, Rusia dan Israel antara tahun
1994 dan 1999, dan virus West Nile menyebar ke Amerika Utara pada
tahun 1999 (CSFPH 2009).
West Nile merupakan penyakit zoonosis, yang dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 82 tahun 2014 tentang
penanggulangan penyakit menular bahwa West Nile merupakan jenis
penyakit tular vektor dan binatang pembawa penyakit (Kemenkes 2014).
Sedangkan menurut Keputasan Menteri Pertanian nomor 110/ Kpts
/TN.530/2/2008 bahwa West Nile merupakan penyakit zoonosis yang
masuk dalam penggolongan dan klasifikasi media pembawa, digolongkan
sebagai Hama Penyakit Hewan Karantina Golongan I. Penyakit yang
masuk dalam golongan I merupakan penyakit yang belum ada di
Indonesia, atau biasanya disebut sebagai penyakit eksotik (Kementan
2008).
Sehubungan dengan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan,
perubahan gaya hidup dan moda transportasi modern, memungkinkan
penyakit yang belum terdeteksi di Indonesia akan menjadi ancaman untuk
3

masyarakat di masa depan. Ancaman tersebut salah satunya meliputi


penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus seperti west nile virus.
Penyakit ini perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, bila tidak
akan terjadi outbreak yang menggegerkan dunia (Bahri dan Syafriati 2011).

Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi


mengenai West Nile Virus, karakteristik agen penyebab, cara transmisi,
epidemiologi, gejala klinis hewan dan manusia, termasuk cara
pencegahan dan pengendaliannya.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Agen

Virus West Nile merupakan arbovirus dalam genus Flavivirus dari


famili Flaviviridae (CSFPH 2009). Virus West Nile diklasifikasikan dalam
serocomplex virus Japanese encephalitis. Virus ini adalah virus RNA
rantai tunggal dengan kira-kira 12000 nukleotida. Virus West Nile memiliki
30-35 mm inti icosahedral yang dilapisi amplop sel inang yang
mengandung 2 membran glikoprotein virus (E dan M). Total lebar amplop
virus adalah 45-50 nm. Virus West Nile bukan virus tunggal tetapi sebuah
rangkaian virus yang kekerabatannya dekat, yang patogenisitas ke burung
dan vertebrata lain berbeda-beda secara signifikan dan berubah secara
konstan. West Nile disebabkan oleh virus West Nile yang termasuk
keluarga Flaviridae dan genus Flavivirus. Menurut ICVT (2014) taksonomi
West Nile Virus yaitu Ordo Unassigned, Famili: Flaviridae, genus
Flavivirus dan Spesies West Nile Virus.

Gambar 1 Struktur Virus West Nile yang diamati di bawah Cryo-Electron


Microscope permukaan virion dengan salah satu unit
icosahedron asimetris yang ditandai dengan gambar segitiga.
Sumbu simetris icosahedron ditunjukkan dengan label 5 dan 3
(A). Garis melintang menunjukkan lapisan concentric yang
padat. Virion core, lipid bilayer dan protein E serta protein M
dapat dibedakan dengan jelas (B) (Valiakos et al. 2013)

Virus ini tersusun dari protein atau kapsul yang terdiri dari asam
nukleid sebagai intinya. Kapsul ini diselubungi dengan amplop dengan
diameter 50 nanometer (Rossi et al. 2010). Yang terdiri dari protein, lemak,
logam berat dan karbohidrat. Kapsul virus ini sendiri mempunyai diameter
dengan ukuran setengah dari diameter amplopnya. Amplop dari virus ini
5

tidak tahan dengan panas, sinar ultra violet dan detergen. Sekuen
nukleotida dari virus ini telah diketahui mengkode tiga protein struktural
yaitu kapsid (C), premembran (prM), enpelove (E). Selain itu genom virus
ini juga mengkode tujuh protein non-struktursl terdiri dari NS1
(glikoprotein), NS2A (inhibits IFN promotor), NS2B (kofaktor protease
virus), NS3 (protease virus helicase), NS4A (membrane alterasi), NS4B
(membrane alterasi, IFN inhibition), NS5 (methyltransferase, RdRP) (Rossi
et al. 2010).

Gambar 2 Genom Virus West Nile (Olivia et al. 2015)

Strain Virus West Nile dapat dibagi dalam 2 garis keturunan (lineage).
Lineage pertama dapat dibagi lebih lanjut dalam 3 clades (1a, 1b dan 1 c).
Varian dengan kekerabatan yang dekat dalam clade 1 bertanggungjawab
dalam wabah penyakit pada manusia, kuda dan atau burung-burung di
Afrika Utara, Israel, Eropa dan Amerika Utara. Clade 1b termasuk virus
Kunjing yang tersebar luas di Australia, Papua New Guinae dan Irian Jaya
dan clade 1c hanya diisolasi di India. Virus dari clade 1b dan 1c
menyebabkan sedikit penyakit pada manusia dan hewan. Virus West Nile
lineage 2 ada di Afrika Tenggara dan secara sporadis menyebabkan
penyakit pada manusia dan hewan, virus ini relatif nonpathogenic.

Cara Transmisi

Virus West Nile terutama ditularkan oleh nyamuk. Dari genus Culex
adalah vektor utama di seluruh dunia, meskipun genus nyamuk lain juga
menjadi terinfeksi. Di Amerika Utara saja, ada bukti infeksi di lebih dari 60
spesies nyamuk. Transmisi transovarial telah dibuktikan dalam beberapa
spesies nyamuk, dan mungkin penting dalam overwintering. Nyamuk juga
6

dapat bertahan pada musim dingin sehingga memungkinkan penyebaran


WNV. Arthropoda lainnya juga memiliki peranan kecil dalam transmisi.
Infeksi yang telah ditemukan melalui kutu di Asia, Eropa dan Timur
Tengah, dan kutu lembut (argasid) telah ditemukan untuk menularkan
WNV di laboratorium. Lalat Hippoboscid mungkin bisa menularkan virus ini
di Amerika Utara, dan melalui infeksi kutu (Philopterus spp.) yang
ditemukan pada burung gagak yang terinfeksi WNV (CFSPH 2013).

Gambar 3. Siklus hidup virus West Nile (CDC 2005)

Virus West Nile memiliki inang yang beragam, serta dapat bereplikasi
pada burung, reptil, amfibi, mamalia, nyamuk dan kutu. Reservoir virus ini
ditemukan pada burung. Selain itu, nyamuk bertindak sebagai
vektor/pembawa virus yang menularkan dari burung yang terinfeksi
keburung maupun hewan lainnya. Telah diketahui bahwa beberapa
spesies burung lebih rentan terhadap virus West Nile terutama famili
corvidae (gagak). Infeksi di hewan lain, contohnya kuda dan manusia
merupakan kejadian insidentil sebab mamalia tidak mengembangkan virus
yang cukup dalam aliran darah untuk menyebarkan penyakit West Nile
(OIE 2011).
Hubungan antara manusia, hewan dan lingkungan di negara
berkembang, sangatlah dekat, karena hewan oleh manusia digunakan
sebagai alat angkut, diambil tenaganya, dibuat pakaian dan sebagai
7

sumber protein. Akibat keterdekatan antara manusia, hewan dan


lingkungannya menyebabkan timbulnya beberapa penyakit hewan
menular yang dapat menular pada manusia (zoonosis). Beberapa penyakit
hewan yang baru muncul dan yang muncul kembali berpotensi menjadi
pandemik dan terjadi secara berulang dalam jangka waktu tertentu.
Kurang lebih 75% penyakit baru atau muncul kembali yang menginfeksi
manusia sepuluh tahun terakhir disebabkan oleh patogen yang berasal
dari hewan atau produk hewan. Merebaknya penyakit pada hewan
domestik dan hewan liar belakang ini, seperti blue tongue, Rift valley, west
nile dan Avian Influenza, diyakini disebabkan karena perubahan
lingkungan dan perdangangan hewan (INDOHUN 2015).

Patogenesis

Penularan harus melalui vektor nyamuk. Burung yang terinfeksi


berinteraksi dengan vektor nyamuk agar dapat menularkan ke hewan lain
dan manusia. Vektor nyamuk akan terinfeksi bila menghisap darah burung
yang terinfeksi virus WN. dan virus tersebut akan berkembangbiak dalam
beberapa hari pada tubuh nyamuk tersebut, dan membawanya ke kelenjar
air liur nyamuk yang siap ditularkan ke burung atau manusia melalui
gigitan nyamuk tersebut. Pada burung yang telah terinfeksi, viremia dapat
bertahan selama 4 hari, dan bila burung tersebut dapat sembuh maka
antibody akan terbentuk dan bertahan sangat lama. (Sendow dan Noor
2005). Nyamuk yang terinfeksi menularkan virus West Nile ke berbagai
jenis burung terutama jenis Passiformes. Virus akan berkembang biak
setelah burung terinfeksi. Dalam burung gagak dan burung robin, terinfeksi
berakibat fatal pada waktu 4-5 hari. Vektor nyamuk akan terinfeksi bila
menghisap darah burung yang terinfeksi oleh West Nile dan virus tersebut
akan berkembang biak dalam beberapa hari pada tubuh nyamuk dan
membawanya ke kelenjar air liur nyamuk yang siap ditularkan ke burung
atau manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Pada burung yang sudah
terinfeksi, viremia dapat bertahan selama 4 hari, dan bila burung tersebut
8

dapat sembuh maka antibodi akan terbentuk dan bertahan sangat lama
(Ikawati et al. 2014).
Virus west nile virus mampu bereplikasi di berbagai kultur sel dari
berbagai spesies (manusia, aves, amfibi dan serangga). Tahap pertama
dalam proses masuknya virus ke dalam sel inang adalah perlekatan
protein E virus pada molekul reseptor selular. Setelah melekat melalui
reseptor seluler, virus memasuki sel melalui clathrin mediated
endocytosisdan membentuk endosome. Endosoe tersebut berada dalam
kondisi pH rendah dan kemudian memicu konformasi molekul glikoprotein
dari protein E sehingga protein E berubah bentuk homodimer menjadi
monomer. Protein E memasukkan lekukan fusi ke dalam membran
endosome hingga membentuk lubang fusi. Lubang tersebut semakin
membesar sehingga nukleokapsid virus keluar dari enpelop virion dan
masuk ke sitoplasma sel inang. Lepasnya nukleokapsid dari envelop virion
dikenal dengan proses uncoating. RNA virus akan dikeluarkan kemudian
ditranslasi menhasilkan poliprotein dan dilanjutkan dengan proses
perakitan virion-virion baru yang siap dikeluarkan dari dalam sel inang.
(Ikawati et al. 2014).

Epidemiologi

Virus West Nile pertama kali diisolasi di Uganda pada tahun 1937,
penyakit ini juga merupakan penyebab epidemi pada manusia di Israel
pada tahun 1951. Kejadian di Mesir pada tahun 1950 telah menemukan
bahwa nyamuk merupakan salah satu penular virus dan burung liar
diidentifikasi sebagai reservoir virus dalam waktu yang sama. Kejadian
penyakit pada spesies burung peliharaan ditemukan pada tahun 1997
(Wahyuni 2015).
Pada tahun 1994 Virus West Nile hanya terjadi secara sporadis pada
manusia dan kuda atau epidemi yang relatif kecil di daerah pedesaan.
Sebelum tahun 1999 tidak pernah didokumentasikan terjadi di belahan
bumi bagian barat. Antara tahun 1994 dan 1999, virus West Nile terdapat
pada belahan bumi timur dengan adanya laporan wabah yang terjadi di
9

Aljazair, Rumania, Maroko, Tunisia, Italia, Rusia dan Israel, kemudian


virus West Nile menyebar ke Amerika Utara pada tahun 1999 (CFSPH
2009).

Gambar 4. Peta distribusi West Nile Virus (Olivia et al. 2015)

Studi yang dilakukan di Itali menunjukan bahwa virus West Nile telah
menjadi endemis di Itali melalui burung liar lokal dan nyamuk yang
memungkinkan virus bertahan dalam musim dingin. Kebanyakan terjadi
pada spesies Magpie, Eurasian jay, Carrion Crow dan C. pipiens dan
mungkin O. caspius (Monaco et al. 2010).
Kejadian wabah West Nile pada kuda telah dilaporkan di Italia,
Prancis sejak tahun 1998. Survei di beberapa bagian Eropa dan Timur
Tengah telah menunjukkan bahwa sampai sepertiga dari kuda yang
dilakukan pemeriksaan telah terinfeksi virus tanpa menunjukkan penyakit
klinis (OIE 2011).

Gejala Klinis Pada Hewan

Kuda
Virus West Nile pada kuda sangat berbahaya jika virus menginfeksi
otak. Hal ini dapat menyebabkan peradangan otak dan selanjutnya
mengganggu fungsi normal dari sistem saraf pusat kuda. Setelah sistem
saraf pusat adalah kuda terkena dampak serius, kematian mungkin dapat
terjadi. Gejala pada kuda menunjukkan adanya kelemahan kaki belakang,
ketidakmampuan berdiri, lesu dan gemetar (CDC 2011). Beberapa gejala
10

klinis yang ditemukan pada kuda yang menderita penyakit West Nile
antara lain hilangnya nafsu makan, depresi, kelumpuhan parsial,
gangguan penglihatan, kejang, berputar-putar, dan ketidakmampuan untuk
menelan (OIE 2011). Selain itu seringkali disertai kelemahan pada kaki
belakang serta diikuti kelumpuhan. Selanjutnya koma dan kematian dapat
terjadi. Kuda terinfeksi virus West Nile dengan gigitan nyamuk yang
terinfeksi. Melalui gigitan nyamuk tersebut virus masuk ke dalam sistem
darah kuda, terjadi replikasi atau perbanyakan virus dan menyebabkan
penyakit (CDC 2011).

Burung
Burung biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi sampai
tahap terakhir penyakit yaitu ensefalitis atau radang otak dan myocarditis.
Tanda lain yang kemungkinan dijumpai pada burung yang terinfeksi
adalah burung tidak dapat terbang, terkulai atau berjalan dengan baik.
Virus West Nile telah dilaporkan menyerang lebih dari 150 spesies burung
di Amerika Utara (CDC 2011). Spesies burung yang rentan seperti angsa,
menunjukkan berbagai gejala neurologis mulai dari terkulai dan
kelumpuhan sayap, tidak mampu bergerak dan mungkin inkoordinasi.
Tingkat mortalitas pada angsa mencapai 20-60% (OIE 2011).

Gejala Klinis pada manusia

Berdasarkan laporan CDC (2010), tercatat sebanyak 1021 kasus


WNV pada manusia dengan 629 (62%) diantaranya dilaporkan sebagai
penyakit neuroinvasif. Gejala penyakit West Nile pada manusia sering
asimptomtis dan pada umumnya terbagi menjadi gejala demam West Nile
yang ringan dan gejala neuroinvasive yang parah. Demam West Nile
umumnya akan berlangsung selama beberapa hari, sedangkan gejala
yang parah (ensefalitis atau meningitis) dapat berlangsung beberapa
minggu. Masa inkubasi pada manusia selama 2-14 hari. Diperkirakan
bahwa sekitar 20% pasien yang terinfeksi menunjukkan gejala ringan yang
disebut demam West Nile, antara lain oleh demam, malaise, sakit
kepala,nyeri tubuh, anoreksia, limfadenopati, mual, diare, muntah, sakit
11

tenggorokan dan konjungtivitis. Terkadang disertai dengan eritematosa,


makula nonpruritic, papular atau ruam kulit. Kebanyakan infeksi tidak
parah dan sembuh dalam 2-6 hari (CSFPH, 2009).
Sekitar 1 dari 150 orang yang terinfeksi virus West Nile akan
berkembang menjadi bentuk yang parah dan berkembang menjadi
neuroinvasive West Nile. Neuroinvasive West Nile merupakan bentuk
yang parah dan menyebabkan kematian karena mempengaruhi sistem
syaraf. Gejala neuroinvasive ini menunjukkan tanda sakit kepala, demam
tinggi, kekakuan leher, disorientasi, koma, tremor, kejang, kelemahan otot,
dan kelumpuhan. Efek neurologis yang ditimbulkan kemungkinan bersifat
permanen (CDC 2011).
Tiga sindrom yang terlihat yaitu ensefalitis, meningitis, dan acute
flaccid paralysis. Meningitis ditandai dengan demam, sakit kepala/leher,
kaku dan fotofobia. Sedangkan pasien dengan West Nile encephalitis
memiliki perubahan dalam kesadaran, disorientasi maupun ataksia,
inkoordinasi, tremor dan tanda-tanda yang menyerupai penyakit Parkinson.
Pasien penderita tidak mentransmisikan penularan ke orang lain melalui
kontak, namun West Nile virus dapat ditransmisikan melalui transfusi
darah dan transplantasi organ dari orang yang tidak menunjukkan tanda
(CFSPH 2009).
Pada orang tua dengan sistem kekebalan yang rendah infeksi WN
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang lebih berat seperti
meningitis dan encephalitis. Beberapa kasus yang berat berakibat fatal.
Virus WN dapat menyebabkan komplikasi berat pada semua golongan
usia dan kondisi kesehatan apapun sehingga sangat penting untuk
mengurangi resiko terjadinya infeksi (Sendow dan Noor 2005).

Morbiditas dan mortalitas

Penyakit West Nile ini biasanya terjadi pada musim hangat, saat
nyamuk aktif di lingkungan. Infeksi di manusia jarang menunjukkan tanda
klinis, hanya sekitar 20% menunjukkan gejala demam West Nile dan 1%
neuroinvasive, dimana neuroinvasive ini kemungkinan lebih sering terjadi
12

pada penderita lanjut usia diatas 50 tahun dan penderita imunocompresi.


Case Fatality Rate (CFR) yang dilaporkan selama wabah di Amerika
Serikat bervariasi antara 4-15% (CSFPH 2011).
Diagnosa
Diagnosa dapat dilihat dari gejala klinis dan diteguhkan dengan
deteksi antibodi dalam darah hewan/manusia yang terinfeksi melalui
pemeriksaan laboratorium. Diagnosa pada manusia dengan uji serologi,
termasuk adanya kenaikan titer atau adanya IgM dalam serum atau cairan
serebrospinal. IgM pada cairan serebrospinal menunjukkan infeksi yang
baru terjadi. Metode yang sering digunakan antara lain ELISA, plaque
reduction neutralization test (PRN), immunofluorescence (IFA) dan
hemagglutination inhibisi (HI). Antigen virus atau asam nukleat terkadang
dapat dideteksi dalam jaringan, cairan serebrospinal, darah dan cairan
tubuh lain. Cairan serebrospinal dapat diuji dengan RT-PCR, meskipun hal
ini jarang dilakukan dalam praktek klinis. Imunohistokimia untuk
mendeteksi antigen virus terutama digunakan postmortem pada kasus
penyakit neurologis fatal (CSFPH 2011).

Kejadian di Indonesia

Kejadian di Indonesia pernah dilaporkan oleh Myint at al. 2014


Sampel positif WNV berasal dari seorang anak laki-laki berusia 15 tahun
yang mengaku menderita penyakit demam sistemik dengan epistaksis,
gejala gastrointestinal, transaminase serum, leukopenia, dan
trombositopenia yang meningkat. Tidak ada gejala neurologis yang
dilaporkan dan pasien dipulangkan setelah sembuh total. Sampel serum
yang dikultur. Namun, sampel tersebut tidak menghasilkan sitopatologi
pada sel vero yang disebarkan selama 10 hari. Urutan basepair 242 dari
gen NS5 dihasilkan dari amplion PCR 265 bp asli. Perbandingan genetika
menunjukkan kecocokan paling dekat (identitas nukleotida 99%) dengan
strain virus West Nile (diisolasi dari Uganda dalam legenda Barat pertama
13

NB (B956), 2.5 Analisis filogenetik mengkonfirmasi hubungan strain


Indonesia dengan rangkaian garis keturunan 2 WNV lainnya (Gambar 5).

Gambar 5.Fragmen urutan nukleotida 184 basepair ns5 dari Bandung,


Indonesia (sampel HTV236-01) sejajar dengan urutan virus West
Nile (WNV) lainnya dari GenBank menggunakan BioEdit. (Myint
at al. 2014).

Pencegahan, Pengendalian dan Pengobatan

Pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan dalam


Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui kegiatan: a. promosi
kesehatan; b. surveilans kesehatan; c. pengendalian faktor risiko; d.
penemuan kasus; e. penanganan kasus; f. pemberian kekebalan
(imunisasi) g. pemberian obat pencegahan secara massal; dan h. kegiatan
lainnya yang ditetapkan oleh Menteri (Kemenkes 2014).
Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 82 tahun 2014 tentang penanggulangan penyakit menular
prevalensi/kejadian kesakitan dan karakteristik Penyakit Menular, target
program Penanggulangan Penyakit Menular meliputi:
a. Reduksi merupakan upaya pengurangan angka kesakitan dan/atau
kematian terhadap Penyakit Menular tertentu agar secara bertahap
14

penyakit tersebut menurun sesuai dengan sasaran atau target


operasionalnya.
b. Eliminasi merupakan upaya pengurangan terhadap penyakit secara
berkesinambungan di wilayah tertentu sehingga angka kesakitan
penyakit tersebut dapat ditekan serendah mungkin agar tidak menjadi
masalah kesehatan di wilayah yang bersangkutan.
c. Eradikasi merupakan upaya pembasmian yang dilakukan secara
berkelanjutan melalui pemberantasan dan eliminasi untuk
menghilangkan jenis penyakit tertentu secara permanen sehingga tidak
menjadi masalah kesehatan masyarakat secara nasional.
Pencegahan penularan virus West Nile dapat dilakukan melalui
peningkatan kegiatan surveilans. Surveilans vektor dapat dilakukan
melalui pengendalian populasi nyamuk serta mencegah gigitan nyamuk.
Pengamatan terhadap lingkungan utamanya pada unggas yang dipelihara
dalam jumlah banyak (ekstensif) dan burung liar perlu pula diwaspadai
adanya virus WN (Ikawati et al. 2014). Hasil penelitian menunjukkan
burung yang dipelihara secara intensif lebih sedikit kemungkinan untuk
positif virus WN. Unggas yang terkena virus WN dapat tidak menimbulkan
gejala sakit dan apabila bergejala mempunyai ciri gejala syaraf seperti,
perdarahan pada miokardium, dan perdarahan dan nekrosis pada saluran
pencernaan. Unggas yang terkena virus WN tidak dapat menularkan virus
tersebut secara langsung (Sendow dan Noor 2005).
Kunci untuk mencegah penyebaran virus West Nile adalah dengan
mengontrol populasi nyamuk, melindungi hewan atau manusia dari
paparan nyamuk terutama saat senja dan pagi hari saat nyamuk aktif.
Selain itu, program pengawasan burung liar memungkinkan pemerintah
untuk mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi hewan dan
manusia (OIE 2011). Virus West Nile adalah virus bawaan arthropoda
yang ditularkan terutama oleh vektor nyamuk. Fokus utama pencegahan
dan pengendalian virus adalah dengan pembentukan strategi
pengendalian vektor yang tepat (Trevejo dan Eidson 2008).
15

Beberapa cara untuk mengurangi kemungkinan berkembangnya


virus dapat dilakukan dengan membersihkan air pada tempat minuman
hewan setiap 2 hari sekali untuk mencegah telur nyamuk menetas dan
berpotensi menyebarkan penyakit. Membuang peralatan (ember/kaleng
dan sebagainya) yang dapat menjadi tempat persembunyian nyamuk
(CDCb 2011).
Penelitian terbaru di Amerika Serikat menunjukkan bahwa vaksinasi
pada kuda dianggap sebagai tindakan pengendalian yang efektif, namun
vaksin bagi manusia belum tersedia dan ribuan orang menjadi sakit di
Amerika Serikat dan Kanada setiap tahun (CSFPH 2009).
Pencegahan lain dapat dilakukan dengan pemberian desinfeksi,
karena virus West Nile dapat dihancurkan oleh desinfektan natrium
hipoklorit, contohnya klorin, hidrogen peroksida, glutaraldehid,
formaldehid, etanol, yodium dan iodophores fenol. Juga dapat dilemahkan
dengan sinar UV dan iradiasi gamma, serta panas selama 30 menit pada
56 ºC (CSPH 2009).
Tindakan karantina dapat membantu bagi spesies yang dicurigai atau
diketahui menularkan virus horizontal, disertai pula dengan pelarangan
karnivora untuk makan daging yang mungkin terkontaminasi virus West
Nile, yang telah diteguhkan dengan adanya penemuan terjadinya wabah
pada buaya yang disebabkan memakan daging kuda yang terinfeksi.
Pencegahan anjing dan kucing dari berburu atau makan burung dan tikus
juga dapat mengurangi risiko eksposur (CSFPH 2009).
Virus West Nile adalah flavivirus nyamuk yang telah menjadi endemik
di Amerika Serikat. Dari tahun 1999-2012, telah terjadi 37088 kasus WNV
dan 1549 kematian, mengakibatkan angka kematian sebesar 4.2%.
Meskipun pengembangan vaksin WNV yang efektif untuk kuda, tidak ada
vaksin untuk mencegah infeksi WNV manusia (Ammana dan Slifka 2014).
Tindakan pengobatan yang dilakukan tidak cukup efektif mengingat
penyebab penyakit ini adalah virus dan biasanya pengobatan yang dapat
dilakukan berupa terapi suportif bagi penderita (OIE 2011).
16

Sejumlah vaksin eksperimental telah berhasil dikembangkan dan diuji,


dan beberapa vaksin telah dilisensikan untuk penggunaan veteriner.
Sejumlah besar pendekatan vaksin telah diuji pada tikus, hamster, burung,
kuda dan primata non-manusia. Beberapa kandidat vaksin manusia telah
dievaluasi dalam uji coba klinis fase I dan II (Iyer dan Kousoulas 2013).
17

III. KESIMPULAN

West Nile virus merupakan zoonosis yang melibatkan nyamuk


sebagai vektor penting. Distribusi penyakit ini cukup luas meliputi Amerika
Utara, Eropa, Asia, dan Afrika. Burung liar memiliki peran penting dalam
penyebaran virus West Nile antar negara bahkan antar benua. Migrasi
burung menjadi salah satu mekanisme dalam penyebaran virus West Nile
antar wilayah/negara. Saat ini belum ada laporan resmi mengenai adanya
kasus West Nile di Indonesia baik pada manusia maupun hewan.
18

DAFTAR PUSTAKA

Amanna IJ, Slifka MK. 2014. Current trends in west nile virus vaccine
development. Expert Review of Vaccines. 13(5):589–608.
http://doi.org/10.1586/14760584.2014.906309
Bahri S, Syafriati T. 2011. Mewaspadai munculnya beberapa penyakit
hewan menular strategis di Indonesia terkait dengan pemanasan
global dan perubahan iklim. Wartazoa. 21:25-39.
[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2011. West Nile
Infection [internet]. [diunduh 2017 Mei 10]. Tersedia pada:
http://www.cdc.gov/ ncidod/dvbid/ westnile/qa/symptoms.html
[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2011. West Nile Virus
[internet]. [diunduh 2017 Mei 10]. Tersedia pada:
http://www.cdc.gov/Features/WestNileVirus/
[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2010. West Nile Virus
[internet]. [diunduh 2017 Mei 10] Tersedia dari: http://www.cdc.gov/
westnile/index.html
[CDC] Center for Disease Control and Prevention. 2005. Virology,
Pathology, and Clinical Manifestations of West Nile Virus Disease
[internet]. [diunduh 2017 Mei 10] Tersedia dari: http://wwWest
nilec.cdc.gov/eid/ article/11/8/05-0289b_article.html
[CFSPH] The Center For Food Security and Public Health, 2013. West
Nile Virus
Infection. Iowa State University [internet]. [diunduh 2017 Mei 10].
Tersedia pada:
http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/west_nile_fever.pdf. 0
[ICVT] International Comitte on Toxonomy of Virus. 2014. Virus Toxonomy
2014. Release [internet]. [diunduh 2017 Mei 10]. Tersedia pada:
http://www.ictvonline.org
Ikawati B, Widiastuti D, Astuti P. 2014. Virus west nile: epidemiologi,
klasifikasi dan dasar molekuler. Balaba. 10:97-102.
[INDOHUN] IndonesiaOne Health University Network. 2015. Naskah
Akademik: Kalaborasi Multi-Sektoral Riset dan Surveilans Zoonosis
untuk Menigkat Derajat Kesehatan, Ketahanan dan Keamanan
Pangan serta Kemandirian Ekonomi Indonesia. Yogyakarta (ID):
INDOHUN.
Iyer AV, Kousoulas KG. 2013. A review of vaccine approaches for west
nile virus. Int J Environ Res Public Health. 10:4200-4223.
doi:10.3390/ijerph10094200
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan. 2014. Peraturan menteri kesehatan
tentang penyakit menular nomor nomor 82 tahun 2014 [internet].
[diunduh 2017 Mei 10]. Tersedia pada:.

Anda mungkin juga menyukai