Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

1.1 Tingkah Laku Seksual (Sexual Behavior)


Tingkah laku hewan telah merupakan hal yang penting sejak masa
prasejarah. Tingkah laku ini dipelajari dan dimanfaatkan oleh para pemburu dan
kemudian oleh masyarakat untuk menjinakkan hewan-hewan tersebut. Sampai
pada pertengahan abad ini, para ilmuwan di bidang pertanian terus melakukan
penelitian dan pengamatan mengenal tingkah laku hewan baik secara praktis
sebagai hal yang penting maupun sebagai hal yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Banyak penelitian yang pada mulanya telah dilakukan memuat deskripsi
mengenai aspek-aspek tingkah laku yang telah didefinisikan dengan baik. Para
ilmuwan yang mempelajari hewan dalam lingkungan asalnya disebut ethologist.
Beberapa sumbangan pemikiran dibuat oleh para ilmuwan psikologi yang
mempelajari hewan dalam lingkungan laboratorium yang terkontrol, yang
kemudian mengubah factor-faktor lingkungannya satu demi satu dan mencatat
pengaruh tersebut pada tingkah laku hewan.
Etogram merupakan catalog yang tepat dan terperinci yang memuat
respons yang membentuk tingkah laku hewan. Etogram sangat berguna untuk
mengetahui hewan mengatasi macam-macam lingkungan dan pengalaman.
Perincian dapat dengan mudah dikenal melalui film dan kaset video. Selanjutnya,
etogram terbentuk dari tiap elemen pola reaksi. Perlu diketahui para ilmuwan
etologi terdahulu tidak mempunyai metode yang canggih untuk mengumpulkan
dan menganalisa data tetapi dapat menghasilkan etogram yang sangat baik dengan
pengamatan yang teliti yang dilakukan dengan menggunakan pengamatan dan
pencatatan.
Tingkah laku adalah reaksi organisme terhadap rangsangan tertentu atau
sikap yang ditunjukkan sebagai reaksi terhadap lingkungannya. Hewan bertingkah
laku seagai usahanya untuk beradaptasi terhadap lingkungan dimana faktor
genetik dan lingkungan terlibat di dalamnya. Lingkungan sekitar mendorong
hewan bertingkah laku untuk menyesuaikan diri dan kadang terjadi pula
penyesuaian hereditas (pewarisan sifat). Implikasinya jenis hewan mempengaruhi
reaksi dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Curtis, 1983).

1
Tingkah laku reproduksi ternak adalah suatu bentuk aktivitas ternak yang
melibatkan fungsi fisiologis organ reproduksi sebagai hasil dari perpaduan antara
aktivitas keturunan dengan pengalaman individu dalam menanggapi kondisi
lingkungan guna menyesuaikan diri terhadap perubahan keadaan dan reproduksi
jenisnya.

1.2 Ayam Kampung


Ayam lokal Indonesia merupakan hasil domestikasi ayam hutan merah
(Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius). Ayam hutan merah di
Indonesia ada dua macam yaitu ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus)
dan ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus). Hasil domestikasi ini
secara umum disebut ayam buras. Ayam-ayam buras yang sekarang ini telah
tersebar di berbagai wilayah Indonesia telah menjadi ayam-ayam buras dengan
morfologi yang beraneka ragam (Mansjoer, Waluyo dan Priyono, 1993).
Ayam kampung adalah ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam hutan
merah yang telah berhasil dijinakkan. Akibat dari proses evolusi dan
domestikasi,maka terciptalah ayam kampung yang telah beradaptasi dengan
lingkungansekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca
dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991).
Hutt (1949) berpendapat bahwa ayam-ayam piara berasal dari lebih dari
satu spesies ayam hutan, tetapi ayam hutan merah merupakan moyang sebagian
besar ayam piara yang ada sekarang. Selanjutnya Suharno (1996) menyatakan
bahwa nenek moyang ayam adalah ayam hutan (genus Gallus) yang terdiri dari
Gallus gallus atau Gallus bankiva, Gallus sonnerati, Gallus lafayetti dan Gallus
varius.
Diakui atau tidak selera konsumen terhadap ayam kampung sangat tinggi.
Hal itu terlihat dari pertumbuhan populasi dan permintaan ayam kampung yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun (Bakrie et al.,2003). Hal ini terlihat dari
peningkatan produksi ayam kampung dari tahun ke tahun, dimana pada tahun
2001 – 2005 terjadi peningkatan sebanyak 4,5 % dan pada tahun 2005 – 2009
konsumsi ayam kampung dari 1,49 juta ton meningkat menjadi 1,52 juta ton
(Aman, 2011).

2
1.3 Tingkah Laku Pada Ayam
Tingkah laku adalah perilaku yang terorganisir dengan fungsi tertentu,
dapat berupa aksi tunggal atau aksi berurutan yang terintegrasi atau biasanya
muncul sebagai respon terhadap stimulus dari lingkungannya. Pola tingkah laku
dasar (basic behavior system) pada unggas terdiri dari 7 sampai 9 macam (curtis,
1983 Ensiminger, 1992).
Curtis (1983) menyatakan, meski mengalami domestikasi pola tingkah
laku unggas tidak jauh beda dengan pola tingkah laku nenek moyangnya. Terlihat
jauh pada perilaku mengais pakan (feed seeking), mematuk-matuk bulu (feather
pecking). Ayam mampu belajar dari pengalaman bila dilatih secara tetap dan
berulang kali. Bunyi-bunyian tertentu dapat dipakai sebagai sinyal waktu makan
telah tiba. Pengetahuan dan keterampilan ini tidak secara otomatis diturunkan
pada generasi berikutnya. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dalam upaya
domestikasi adalah siklus tingkah laku rutin, tingkah laku sosial dan tingkah laku
genetik.
Ayam mempunyai tingkah laku yang lebih baik untuk didomestikasi
dibandingkan hewan pertanian lainnya. Domestikasi adalah proses dimana hewan
secara kontinyu beradaptasi dengan lingkungan buatan. Ukuran-ukuran tingkah
laku, fisiologi dan patologi merupakan indikator yang sama pentingnya untuk
kesejahteraan (siegel, 1984).

3
II. PEMBAHASAN

2.1 Tingkah Laku Reproduksi Ayam


Tingkah laku seksual termasuk tingkah laku sosial, sebab menyangkut
lebih dari satu ekor. Ayam adalah hewan poligami sehingga dengan satu pejantan
dapat mengawini 6-10 ayam betina. Tingkah laku reproduksi pada ayam sangat
dipengaruhi cara perkawinan berikut ini akan dibahas cara mengawinkan ayam
antara lain:

1. Kawin alami
Perkawinan secara alami adalah perkawinan ayam jantan dengan induk
betina Di mana keduanya telah matang organ reproduksinya perkawinan
dilakukan dengan cara ayam menaiki tubuh induk betina dan memasuki
spermanya ke dalam vagina induk betina perkawinan ini dilakukan tanpa ada
campur tangan manusia karena biasanya saat induk betina sudah mulai siap kawin
akan menunjukkan tingkah laku yang dapat mengundang ayam pejantan untuk
segera mengawininya.
2. Kawin semi alami
Kawin semi alami yaitu perkawinan ayam yang dilakukan sama seperti
cara konvensional tetapi dibantu tangan manusia. caranya dengan mama Gani
induk betina yang siap kawin dengan posisi didudukkan ke lantai agar tidak
meronta ronta, sehingga ayam pejantan dapat mengawininya secara alami
perkawinan ini hanya dapat dilakukan pada ayam yang sudah jinak dan terbiasa.

3. Kawin suntik
Kawin suntik atau kawin IB yaitu perkawinan dengan pengambilan semen
dan disuntikkan ke beberapa betina untuk memperoleh DOC yang berkualitas
dalam jumlah banyak, seragam dan dalam waktu yang singkat. Keberhasilan cara
ini juga menjadi terobosan baru.
Ternak ayam secara alami pada saat perkawinan melakukan tingkah laku
yang unik berikut tingkah laku dan gerakan ternak ayam jantan dan betina saat
libido dan birahi (melakukan tingkah laku reproduksi):

2.1.1 Jantan

4
a. Tarian Waltz
Pejantan akan melakukan tarian seperti merendahkan sayap, mendekati betina dan
melangkah ke samping betina hingga dekat sekali. Ada tiga macam tarian waltz
diperlihatkan kepada betina yaitu sebagai pinangan, yang sudah siap kawin dan
setelah selesai kawin.

b. Aktivitas Pengganti
Mengalihkan dorongan seksual. Dilakukan bila pinangan tidak ada tanggapan,
jantan mematuk-matuk batu atau mengais sampai memanggil betina. Jika tetap
tidak ada tanggapan betina akan dikejar.
c. Penegakkan Bulu Leher
Pejantan meninggikan bulu, bulu ditegakkan, foto seluruh badan bergetar
dilakukan sebelum dan sesudah kawin.
d. Gerakan Ekor
Ekor si jantan digerakkan dengan cepat dalam arah horizontal.
e. Gerakan Kepala
Kepala dimiringkan kemudian digerakkan membuat satu lingkaran.
f. Penyisiran Bulu
Menggosok-gosokkan kepala pada sayapnya.
g. Hentakan Kaki

5
Jantan berlari dengan kaki dibengkokkan, sayapnya direndahkan, sehingga
menyentuh tanah, leher dipendekkan, biasanya dilakukan sebelum jantan
mengejar betina.
h. Gerakan Abnormal
pejantan mengitari betina sambil mengawasinya dengan saksama lalu pejantan
mendekati betina dari belakang lalu mematuk kepala/leher betina sambil
mengepakkan sayapnya dengan cepat.
2.1.2 Betina
a.Menolak dikawini
Betina yang menolak dikawini akan cenderung menghindar dan lari.
b. Menerima dikawini
Ayam betina akan merapat kan dada dan ekor ke tanah, sayap dikembangkan
untuk menjaga keseimbangan.
c. Bersarang
Ketika akan bertelur ayam merasa gelisah. Proses bertelur mempengaruhi jiwa
ayam, cenderung tenang bila ada telurnya.
e. Mengasuh anak
Induk ayam memiliki mathering ability yang besar umumnya akan lebih agresif.
Induk akan merawat dan melindungi anaknya.
f. Komunikasi
Penglihatan untuk pengenalan dan ingatan seperti: bentuk dan warna kepala
(jengger dan pial) dan warna bulu sayap/tubuh.
g. Pendengaran
Suara (kokok) sebagai alat komunikasi antara induk dengan anak atau betina
Memberi tanda pada pejantan.
h. Melindungi
Induk ayam cenderung melindungi anak di bawah sayapnya untuk menghalangi
pandangan prdator dan melindungi anak dari serangan fisik.
i. Bersarang
Induk ayam bersarang pada tempat yang aman dan comfortable bagi aktivitas
mengeram maupun tidur bagi induk dan anak.
j. Tingkah Laku Mengeram

6
Ayam kampung memiliki sifat mengeram yang merupakan sifat alami yang
diwariskan serta merupakan sifat keindukan yang sangat menguntungkan bagi
masyarakat pedesaan dalam upaya untuk menetaskan telur dan mengasuh anak
ayam yang masih kecil (Mansjoer 1985). lama waktu yang diperlukan untuk
mengerami telur pada berbagai spesies unggas tidak sama. waktu mengeram pada
ayam, itik, angsa, dan burung unta secara berturut-turut adalah 21, 28, 35, dan 42
hari (Nesheim 1979). lama mengeram pada ayam kampung yang dipelihara secara
ekstensif antara 22 dan 23 hari, Hal ini karena pada ayam yang dipelihara secara
ekstensif telur dibiarkan berada dalam sarang sehingga induk sudah
memperlihatkan tanah-tanah mengeram meskipun belum efektif sedangkan lama
waktu mengeram yang sebenarnya (efektif) adalah 21 hari (Mansjoer 1985). 2 hari
menjelang Mataram Hindu mulai meningkatkan tingkah laku bersarang serta
konsumsi ransum dan air menurut. selama masa mengeram konsumsi ransum dan
air menurun sampai ke tingkat yang sangat rendah, obat badan menurun, bulu
rontok serta terjadi bercak pengeraman di daerah dada yang penting untuk transfer
panas dari tubuh induk petelur yang sedang dierami (Etches 1996).
Setelah bertelur antara 15 dan 20 butir ayam kampung biasanya
memperlihatkan tanda-tanda tingkah laku mengeram. Sepanjang hari induk berada
di dalam sarang dengan posisi mengeram. Tanda-tanda lainnya adalah bulu
dadanya rontok, ayam menjadi gelisah, mengeluarkan suara yang khas dan bila
didekati bulu di bagian depan berdiri. Selama mengeram membuat badannya
menurun serta jengger dan capingnya kisut dan pucat. sifat mengeram dan
mengasuh anak adalah sifat yang diwariskan dari tetuanya (Sugionohadi dan
Setiawan 2001).

2.2 Hubungan Tingkah Laku dengan Hormon


Ayam kampung adalah hewan yang memiliki ovarium sebagai kelenjar
yang menghasilkan hormon. Dua hormon yang dihasilkan oleh ovarium adalah
estrogen dan progestin. Secara kimia estrogen dan progestin diklasifikasikan
sebagai steroid dan memiliki kolesterol sebagai suatu bahan pembentuknya
(Bearden,1984).
Estrogen yang memiliki suatu kelompok steroid dengan aktivitas fisiologis
yang serupa, diproduksi oleh sel-sel spesifik dalam folikel graf. Kerja utama

7
estrogen adalah menifestasi tingkah laku waktu kawin, perubahan-perubahan
siklik pada alat reproduksi betina, perkembangan saluran pada kelenjar mammae,
dan perkembangan sifat-sifat kelamin sekunder (Bearden,1984).
Progestrin terutama progesteron, adalah kelompok hormon lain dengan
aktivita fisiologis yang serupa. Hormon-hormon ini diproduksi oleh korpus
luteum. Fungsi utamanya adalah menghambat tingkah laku seksual, merawat
kebuntingan dengan menghambat kontraksi uterus dan meningkatkan
perkembangan kelenjar dalam endometrium, dan meningkatkan perkembangan
alveoli kelenjar mammae (Bearden, 1984).
Kedua estrogen dan progesteron membantu mengatur pelepasan
gonadotrophin, ang bekerja lewat hypotalamus dan hipofisis anterior. Kadar
progesteron yang tinggi atau suatu kombinasi progesteron dan estrogen
menghambat pelepasan FSH dan LH dari hypofisis anterior suatu kontrol umpan
balik negatif ( negative feedback control ) (Bearden, 1984).
a. GnRH dari hypotalamus merangsang pelepasan FSH dan LH dari hypofisis
anterior.
b. FSH merangsang produksi estradiol dan inhibin oleh sel-sel granulosa dalam
folikel ovarium.
c. Inhibin secara selectif menghambat pelepasan FSH.
d. Ketika progesteron rendah, konsentrasi estradiol yang tinggi merangsang suatu
lonjakan GnRH, FSH, LH yang lebih besar, suatu kontrol umpan balik positive.
e. Lh merangsang produksi dan pelepasan progesteron oleh sel-sel granulosa
dalam corpus luteum.
f. Konsentrassi progesteron yang tinggi menghambat pelepasan GnRH, FSH, LH
suatu kontrol umpan balik negative (Bearden, 1984).
Gonadrofin hipofisis, follicle- stimulating hormone ( FSH ) dan luteinizing
hormone ( LH ) dihasilkan di bawah pengawasan “ releasing factor “ yang
dikeluarkan oleh hipotalamus. FSH merangsang pertumbuhan folikel ovarium dan
pembentukan estrogen. LH mempermudah pembentukan korpus luteum melalui
diferensiasi sel sel granulosa yang tetap ada dalam folikel setelah mengeluarkan
oosit. LH juga mempermudah ovulasi dan pematangan oosit.Estrogen

8
menghambat sekresi FSH dan merangsang sekresi LH. Progesteron menghambat
pembentukan LH. ( Junqueira, 1992 ).
Hormon – hormon reproduksi betina :
- FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing Hormone)
Kedua hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh
hipofisis akibat rangsangan dari GNRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari
folikel. Dari folikel yang matang akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini
akan menjadi korpus luteum dan dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH.
-Estrogen
Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi
yang paling penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk
pembentukan ciri-ciri perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan
payudara, lekuk tubuh, rambut kemaluan,dll. Estrogen juga berguna pada siklus
menstruasi dengan membentuk ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan
kuantitas cairan cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.
Estrogen,merangsang endometrium untuk menebal, merangsang
perkembangan cirri seks sekunder wanita, menekan pengeluaran FSH dan
merangsang pengeluaran LH dari pituitary depan.
- LH
Hormone yang bertanggungjawab terhadap pemasakan folikel dapat
berkembang secara sempurna. Di bawah pengaruh LH, sisa folikel dalam ovarium
diubah menjadi badan kuning atau korpus luteum yang setelah beberapa hari akan
menghasilkan progesterone
- Progesteron,
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan
ketebalan endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar
progesterone terus dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai
plasenta dapat membentuk hormon HCG.
- Relaxin
Suatu hormon polipeptid yang diproduksi oleh corpus luteum. Sedikit
diketahui tentang mekanisme yang mengontrol produksinya, tetapi konsentrasi
yang tinggi terlihat selama kebuntingan. Relaxin menyebabkan relaksasi

9
ligamentum pelvis dan memperlunak jaringan ikat otot-otot uterus untuk
menyediakan perluasan yang diperlukan untuk menampung fetus yang sedang
tumbuh. Bekerja sama dengan estrogen, relaxin menyebabkan relaksasi pelvis dan
pelunakan jaringat ikat servic lebih lanjut agar fetus dapat dikeluarkan pada waktu
kelahiran (Bearden, 1984)
- Gonadotropin Releasing Hormone
GNRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak.
GNRH akan merangsang pelepasan FSH (folikl stimulating hormone) di hipofisis.
Bila kadar estrogen tinggi, maka estrogen akan memberikan umpanbalik ke
hipotalamus sehingga kadar GNRH akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya.

10
III. PENUTUP

Kesimpulan
Dari uraian yang telah dibuat, dapat diambil kesimpulan bahwa tingkah
laku reproduksi ternak merupakan suatu bentuk aktivitas ternak yang melibatkan
fungsi fisiologis organ reproduksi sebagai hasil dari perpaduan antara pengaruh
pengalaman dan genetik dalam menanggapi kondisi lingkungan guna
menyesuaikan diri terhadap perubahan keadaan dan reproduksi. Tingkah laku
reproduksi dipengaruhi oleh serangkaian hormon seperti testosteron, estrogen,
progesteron, prolaktin, dan sebagainya dengan saling berhubungan sehingga
membentuk tingkah laku reproduksi bagi ternak ayam kampung.

11
DAFTAR PUSTAKA

Alcock J.1979. Animal Behavior : An Evolutionary Approach. Ed ke-2.


Sounderland

Aman, Y. 2011. Ayam Kampung Unggul. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.

Anonim. 1994. National Research Council/Nutrient Requirements Of Poultry. 9


Th Ed. National Academy Press, Washington, DC.

Bakrie B, Andayani D, Yanis M, Zainuddin D. 2003, Pengaruh Penambahan Jamu


ke dalam Air Minum terhadap Preferensi Konsumen dan Mutu Karkas
Ayam Buras. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

Cherry, J A, W. J. Swartworth, and P. B. Siegel. 1984. Adipose cellularity studies


in commercial broiler chickens. Poultry Sci. 63: 97-108.

Gerald, Curtis. F. 1983. Applied Numerical Analysis Third Edition. California.

Hinde RA. 1966. Animal Behavior, a Synthetics of ethology and comparative


physiology. New york: Mc Graw-Hill Co. Inc. Hlm 633

Hutt, F.B. 1949. Genetic of the Fowl, Mc-Grow-Hill Book Company Inc, New
York, Toronto, London.

Mansjoer SS. 1985. Pengkajian sifat-sifat produksi ayam kampung serta


persilangannya denga ayam Rhode Island Red [disertasi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor. Fakultas Pascasarjana.

Mansjoer, I, S.S., Waluyo. S. P dan Priyono. 1993. Perkembangan berbagai jenis


ayam asli Indonesia. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Mansjoer, S. S. 1985. Pengkajian sifat-sifat produksi yam kampung serta


persilangannya dengan ayam Rhode Island Red (disertasi). Bogor.
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Mishra, A., P. Kaone, W. Schouten, B. Sprujit, P. Van Beek, and J. H. M. Metz,


2005. Temporal and sequential structure of behaviour and facility usage
of laying Hens In An Enriched Environment. Poult. Sci. 84:979-991.

Nesheim. 1979. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Penerbit Kanisius.


Yogyakarta.

12
Sarwono, B., 1991, Beternak Ayam Buras, Penebar Swadaya, Jakarta.

Suharno, B dan Nazarudin. 1996. Ternak Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sujionohadi, K. dan Setiawan, AI. 2001. Ayam Kampung Petelur. Penebar


Swadaya. Jakarta. 48.

Tandiabang, B. 2014. Tingkah Laku Ayam Ras Petelur Fase Layer yang
Dipelihara dengan Sistem Free-Range pada Musim Kemarau.
Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin.

13

Anda mungkin juga menyukai