Anda di halaman 1dari 12

AVES

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Manajemen Pet Animal


yang Dibina Oleh drh. Analis Wisnu Wardhana, M.Biomed

Oleh:

Zhafira Fauziyyah Larasati 185130100111040

Remila Duari Annisaa 185130100111049

Jauri Bima Arli N 185130101111016

Estienia Yuniar T 185130101111041

Maria Natalia Tris M 185130107111030

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

APRIL 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aves (burung) ialah sekelompok hewan yang bertulang belakang (vertebrata)


yang unik, karena pada sebagian besar aves adalah binatang yang beradaptasi dengan
kehidupan yang secara sempurna. Aves ialah hewan berdarah panas sama saja seperti
mamalia, aves ini berkembnag biak dengan oviper (bertelur). sebagian besar hidup
menetap, dan ada juga yang hidup berpindah-pindah tempat (Bitar, 2016). Seiring
dengan perkembangan waktu, jumlah spesies burung yang terdapat di dalam
habitatnya semakin berkurang. Hal ini disebabkan berbagai macam faktor seperti,
pembukaan lahan yang menyababkan habitat burung menjadi terancam, selain itu
kegiatan perburuan yang dilakukan juga mengancam populasi burung di habitatnya,
serta faktor-faktor lain yang berpotensi mengganggu keberadaannya di alam.
(Hidayat, dkk., 2017)

Aves ( Burung) mempunyai daya tarik khusus bagi manusia karena berbagai
alasan diantaranya adalah burung lebih mudah dilihat daripada hewan lain. Beberapa
burung memiliki ukuran besar, sebagian diurnal dan sebagai anggota kelas;maka
burung banyak hidup berdampingan dalam lingkungan manusia. Burung memiliki
keindahan bentuk dan warna serta cara perkawinan yang menarik. Beberapa aspek
pada burung seperti pola terbang,makanan dan kegiatan kawin tidak terlalu sulit
untuk diamati.Aspek lain yang menarik adalah tingkahlaku burung,suara,siulan dan
nyanyian yang indah yang sangat
spesifik bagi tiap-tiap burung. Burung berkembang dari reptilia. Nenek moyang
burung adalah Archeopteriyx yang merupakan kombinasi sifat reptilia dan burung dan
merupakan mata rantai perkembangan evolusi reptil dan burung yang tergambar
melalui temuan fosil zaman Jurasic di daerah bavaria. Beberapa akhli menilai
archeopteryx adalah burung purba dan ada pula yang berpendapat sebagai Dinosaurus
yang berbuli,di mana bulu tersebut merupakan thermoinsulator yang diperlkan pada
wkatu terbang. Ada beberapa alasan untuk menempatkan burung sebagai vertebrata
tinggi. Burung memiliki struktur tubuh dan fisiologi yang berkembang lebih baik dari
pada vertebrata lainnya termasuk mammalia. Keanekaragaman Arsitektur Burung
Meskipun ada sejumlah kecil burung yang tidak dapat terbang, namun semua struktur
aves merupakan bentuk adaptasi untuk terbang. Hal ini jelas tampak pada burung
yang tak dapat terbang seperti burung unta dan penguin yang menunjukan bahwa
mereka berasal dari nenek moyang yang dapat terbang,adaptasi ini tampak dalam
bentuk tubuh yang 2 aerodinamik yang memungkinkan mereka untuk terbang. Berarti
lepas dari ukuran tubuh,warna,bentuk paruh dan kaki,terdapat derajat keaneka
ragaman struktur yang sangat tinggi untuk kelas aves jika dibandingkan dengan kelas
lainnya sperti mammalia. Keaneka ragaman struktur ini menyebabkan sistem
klassifikasi yang meliputi perbedaan morfologi sulit untuk dibuat. (Saraswati, dkk.,
2018)

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana perkandangan aves ?
b. Bagaimana behavior aves ?
c. Bagaimana enrichment aves ?
d. Bagaimana penyakit yang sering menyerang aves ?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui perkandangan aves.
b. Mengetahui behavior aves.
c. Mengetahui enrichment aves.
d. Mengetahui penyakit yang sering menyerang aves.
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Perkandangan aves

Kandang kolektif yang digunakan pada saat aklimasi, memiliki ukuran


80x80x40 cm dan kandang baterai dengan ukuran30x40x45 cm. Kandang baterai
dibuat dengan kombinasi kawat ram/kasa dan kayu. Telur yang dikeluarkan oleh
puyuh akan menggelinding keluar dan terkumpul disatu tempat. Setiap satu unit
kandang baterai terdiri atas 4 buah kotak kandang, dan masing-masing kotak diberi
partisi ehingga terdiri atas 4 buah kotak kandang, dan masing-masing kotak diberi
sekat partisi yang dilapisi alumunium foil sehingga setiap satu kotak hanya disinari
oleh cahaya warna tertentu. (Winata, dkk., 2017)

Faktor genetik memiliki peran untuk menjaga mutu dan kualitas yang
dihasilkan, sedangkan faktor lingkungan yaitu pakan, perkandangan, intensitas
cahaya, suhu dan kelembaban. Salah satu faktor lingkungan yang lain yaitu sistem
perkandangan. Choeronisa et al. (2016) menyatakan bahwa kepadatan kandang dan
kesempatan untuk memperoleh ransum di dalam kandang berpengaruh terhadap
tingkah laku, karena puyuh merupakan hewan yang memiliki sistem thermoregulasi
di dalam tubuhnya. Semakin tinggi kepadatan, akan mempengaruhi suhu di dalam
kandang, cekaman panas yang tinggi, tingkat amonia yang berasal dari feses
meningkat, terjadi kompetisi dalam konsumsi ransum sehingga timbul sifat
kanibalisme pada puyuh. Hal ini mempengaruhi sistem termoregulasi dan
mempengaruhi faktor perubahan tingkah laku. Sebaliknya, kepadatan kandang puyuh
yang rendah akan menyebabkan kurang efisien dalam penggunaan tempat. Selain itu,
kepadatan kandang yang rendah akan menyebabkan pertumbuhan puyuh berkurang
karena terjadinya penggunaan energi yang berlebih akibat aktivitas puyuh di dalam
kandang . (Destia, 2017)

1.2 Behaviour aves

1.2.1 Perilaku Individu

Sebagian besar perilaku ditujukan untuk kesejahteraan burung itu sendiri, meliputi
perilaku pemeliharaan, berhubungan dengan perawatan dan kenyamanan tubuh, serta
perilaku yang berhubungan dengan pemeliharaan habitat, tempat istirahatdan makan.
Perilaku pemeliharaan berhubungan dengan perawatan bulu, kulit dan bagian-bagian
lain terutama yang digunakan untuk terbang atau untuk insulator. Perilaku
perawatanini meliputi preening(menelisik bulu), head-scratching(menggaruk),
sunning(berjemur) (Suwardi, 2017).
1.2.2 Perilaku Sosial

Perilaku sosial(Social behaviour), yang didefinisikan secara luas adalah setiap jenis
interaksi antara dua hewan atau lebih, umumnya dari spesies yang sama. Meskipun
sebagian besar spesies yang bereproduksi secara seksual harus bersosialisasi pada
siklus hidup mereka dengan tujuan untuk bereproduksi,beberapa spesies
menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam hubungan yangdekat dengan spesies
sejenisnya. Interaksi sosial telah lama menjadi suatu fokus penelitian bagi scientis
yang mempelajari perilaku. Kerumitan perilaku meningkat secara dramatis ketika
interaksi antar individu dipertimbangkan. Penyerangan, percumbuan, kerjasama, dan
bahkan kebohongan merupakan bagiandari keseluruhan perilaku sosial.Perilaku sosial
memiliki keuntungan dan biayabagi anggota spesies yang berinteraksi secara
ekstensif (Suwardi, 2017).

1.2.3 Perilaku Makan

Perilaku makan adalah penampakan tingkah laku dalam kaitanya dengan aktivitas
makan. Aktivitas makan itu sendiri merupakan bagian dari aktivitas harian. Pada
burung umumnya aktivitas tersebut dilakukan pada pagi hari hingga sore hari, kecuali
pada beberapa jenis burung malam atau nocturnal. Perilaku makan pada makhluk
hidup mencakup semua proses konsumsi bahan makanan yang bermanfaat dalam
bentuk padat atau cair. Perilaku makan binatang bervariasi baik lamanya makan
maupun frekuensi tingkah laku pada saat makan (Suwardi, 2017).

1.3 Enrichment aves

Pemeliharaan dan perawatan terhadap burung berupa pemberian pakan,


pembersihan kandang, pemeriksaan kesehatan, serta pemberian obat. Pemberian
pakan dengan menyediakan pakan yang layak dan bergizi, serta akses untuk air
bersih. Pemberian pakan diberikan sesuai dengan pakan Pakan diberikan tiga kali
sehari dengan menu pakan yang berbeda diberikan pada pukul 09.00, 13.00, dan
16.00 WIB. Pakan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan burung dan habitat
di alam.di habitat alami. Lokasi kandang bebas dari penyakit, tersedianya air bersih,
di sekitar lokasi ditanami dengan pohon-pohon agar burung merasa seperti pada
habitat alaminya, dan mudah mendapatkan pakan. Pemeriksaan rutin dilakukan
dengan mengamati tingkah laku, nafsu makan, penampilan luar fisik, dan feses
burung. Bulu ini tidak lain adalah bulu kapas yaitu bulu yang telah mengalami
penghancuran menjadi butir-butir seperti bedak atau tepung yang berfungsi sebagai
sanitasi dan kebersihan bulu.(Setyawati, 2015)
1.4 Penyakit yang sering menyerang aves

a) STRES BURUNG
 Gejala: Bulu berdiri, kepala ditaruh di pundak, mata sayup, kotoran tidak
normal, badan lemas, tampak resah, terlihat tegang, tidak mau berkicau, badan
kurus karena tidak mau makan, mencabuti sendiri bulu-bulunya serta
menyendiri atau panik dengan berperilaku menabrak-nabarak sangkar.
 Penyebab: Perubahan lingkungan di tempat tinggal, perubahan cuaca secara
mendadak, sangkar jatuh serta mendengar suara gaduh atau terkejut.
 Pencegahan: Mengkerodong sangkar ketika dalam perjalanan atau bila terjadi
perubahan cuaca. Bila berpindah lingkungan tempatkan sang kar di tempat
yang sepi dan jangan sampai terusik. Bila terlanjur stres, beri vitamin anti
stres pada minumnya dan penambahan extra fooding pada menu pakannya.
b) BERAK PUTIH
 Gejala: Nafsu makan berkurang, badan lesu, mencret/berak dengan kotoran
berwarna putih cair.
 Penyebab: Kebersihan pakan dan minum kurang terjaga, sanitasi tempat
tinggal kurang baik, menu pakan yang salah serta perubahan cuaca mendadak.
 Pencegahan: Menjaga kebersihan dan sanitasi tempat tinggal dan pemberian
vitamin secara rutin. Meneliti kondisi pakan dan minum secara teratur.
Mewaspadai perubahan cuaca secara tiba-tiba dengan memindah atau
menutupi sangkar dengan kerodong. Jika terlanjur menyerang bisa diobati
dengan obat anti mencret untuk burung yang banyak terjual di pasaran.
c) KAKI BENGKAK ( BUBUL)
 Gejala: Penyakit ini mudah dikenali. Kaki burung yang terserang akan terlihat
benjol kecil yang semakin lama akan membesar dan mengeras.
 Penyebab: Luka akibat patukan atau terkena benda tajam yang tidak segera
diobati. Kebersihan serta kondisi sangkar dan pangkringan yang kurang
terjaga.
 Pencegahan: Menjaga kebersihan sangkar secara rutin serta memperhatikan
kondisi sangkar dengan menghaluskan bagian-bagian yang terlihat kasar atau
tajam. Apabila terdapat sedikit luka di kaki segera dikompres dengan air
hangat secara rutin hingga sembuh. Jika terlihat membengkak, sudet/potong
bagian yang bengkak dengan pisau atau silet lalu keluarkan cairan yang
terdapatdalam benjolan. Selanjutnya luka bisa diobati dengan obat pembersih
luka (Betadine, dll)
d) KUKU/PARUH PANJANG
 Gejala: Gerakan burung tidak lincah karena kuku memanjang. Kesulitan
mengambil makanan atau minum karena paruh memanjang.
 Penyebab: Pada sebagian jenis burung seperti punglor akan mengalami proses
alamiah dengan memanjangnya paruh serta kuku secara berkala.
 Pencegahan: Bisa dipotong dengan gunting yang tajam. Perhatikan waktu
memotong, jangan sampai terkena paruh atau kuku yang ada pembuluh darah.
e) PILEK
 Gejala: Sering menggeleng-gelengkan kepala untuk membuang cairan (ingus)
pada saluran pernafasannya. Mulut sering terbuka sebagai usaha untuk
bernafas, mata berair serta tampak lesu dan lemah.
 Penyebab: Kondisi burung tidak fit karena perubahan suhu secara mendadak.
Terlalu lama dimandikan. Kondisi pakan atau minum yang terjangkit virus
influenza. Penyakit ini dapat menular melalui udara, makanan atau minuman.
 Pencegahan: Menambah menu gizi dan extra fooding pada pakan. Jangan
memandikan burung terlalu lama atau secukupnya saja. Mengisolir burung
yang terjangkit dari burung lainnya. Apabila terkena pilek, obati dengan obat
yang mengandung antibiotic dan rangsang nafsu makan dengan vitamin
tambahan.
f) RADANG MATA
 Gejala: Mata bengkak dan selalu berair sampai mengering yang berakibat
mata tertutup.
 Penyebab: Debu, pasir, asap dan lingkungan yang kurang sehat.
 Pencegahan: Hindari sangkar dari terpaan angin dan asap. Bila terkena bisa
diobati dengan salep mata (Auromycin) atau diberi kapsul sakit mata untuk
burung (Terafit).
g) RONTOK BULU ( NGURAK )
 Gejala: Rontok bulu merupakan proses alamiah pada hampir semua jenis
burung. Jika rontok bulu bukan secara alami burung akan terlihat malas
bergerak, tidak mau berkicau, tidak lincah dan nafsu makan menurun hingga
lesu.
 Penyebab: Stres berat, gangguan kutu, tungau atau gurem yang terasa gatal
hingga burung mematuk-matuk sendiri bulunya. Ku-rang vitamin dan protein.
Bentuk sangkar yang kurang tepat (terlalu kecil/besar) atau gangguan binatang
lain hingga burung menjadi ketakutan dan menabrak-nabrak sangkar.
 Pencegahan: Menciptakan suasana lingkungan yang tenang bagi burung.
Menjaga kebersihan sangkar serta menata konstruksi sangkar. Jika burung
mulai ngurak karena kutu, hilangkan dengan bedak deodoran yang ditaburkan
diseluruh tubuh burung atau menyemprot sangkar dengan pembasmi kuman.
Agar bulu cepat tumbuh kembali beri vitamin dan gizi lebih pada menu
pakan.
h) ASPERGILOSIS
 Gejala: Sesak nafas, suara serak dan badan lemas atau lesu. Bila menyerang
mata, mata akan bengkak. Bila menyerang kulit akan terlihat bopeng-bopeng
mirip koreng.
 Penyebab: Jamur Aspergillus yang berkembang biak pada sangkar sehingga
sangkar lembab. Pakan lembab, air minum jarang diganti serta tumpukan
kotoran karena sangkar jarang dibersihkan.
 Pencegahan: Menjaga kebersihan sangkar secara rutin. Mengganti pakan dan
air minum setiap hari. Memberikan cukup sinar matahari pada burung dan
sangkar. Menyemprot sangkar dengan anti kuman secara berkala.
i) BRONCHITIS
 Gejala: Paruh sering terbuka sebagai usaha untuk bernafas. Kepala
menggeleng ke kanan dan kiri untuk menghilangkan cairan (ingus) pada
hidung. Nafas tersenggal-sengal disertai batuk burung dan bersin-bersin.
Suara kicau parau dan badan lemas. Waktu bernafas terdengar suara seperti
mengorok.
 Penyebab: Virus yang mudah menular karena cuaca lembab dan sirkulasi
udara yang buruk dalam sangkar.
 Pencegahan: Tempatkan sangkar di ruangan bersirkulasi udara normal.
Punglor memang menyukai udara dingin tetapi bukan berarti lembab.
Bersihkan sangkar, tempat makan dan minum serta peralatan sangkar lainnya
secara teratur, bila perlu semprot dengan cairan antiseptik sebelum digunakan.
Bila terserang bisa diobati dengan obat antibiotik dan pembeian vitamin
tambahan untuk menambah nafsu makan.
j) CACINGAN
 Gejala: Muka pucat, kekurangan darah, badan lemas dan lesu, nafsu makan
berkurang, bulu mudah rontok dan kusam, kotoran encer atau sulit buang
kotoran serta terdapat cacing pada kotoran. Jika terlihat parah akan meng-
akibatkan lumpuh pada burung.
 Penyebab: Cacing Ascaris yang hidup parasit dalam usus burung. Kebersihan
sangkar dan perlengkapannya yang kurang terjaga.
 Pencegahan: Isolir burung yang terkena cacingan dalam sangkar karantina dan
beri lampu agar hangat. Kotoran jangan dibiarkan menumpuk dan sering
menjemur sangkar di sinar matahari langsung. Memberi obat anti cacing atau
suplemen penguat tubuh untuk burung yang terjangkit.
k) COCCIDIOSIS
 Gejala: Mata sulit terbuka dan terlihat mengantuk. Senng berdiam diri di
pojok sangakar atau pangkringan. Berat badan merosot karena hilang nafsu
makan. Bulu kusam dan sayap mengantung. Kotoran encer dan berwarna
merah karena tercampur darah.
 Penyebab: Bakteri Protozoa Coccidaeyang hidup di dinding usus halus
hingga mengakibatkan alat pencernaan luka dan mengeluarkan darah yang
bercampur dengan kotoran saat keluar. Penularan bisa melalui udara, pakan,
minum atau kontak langsung.
 Pencegahan: Segera mengisolir burung beserta sangkar. Jangan memberikan
pakan atau minum terlalu lama hingga basi. Menyemprot sangkar baru dengan
antiseptik sebelum digunakan. Jika terkena bakteri ini beri obat antiseptik
secara rutin hingga sembuh. Pengobatan bisa melalui penyuntikan atau air
minum pada burung.
l) CACAR BURUNG ( DIFTERI)
 Gejala: Ada 4 macam gejala klinis pada punglor yang terjangkit cacar burung,
yaitu septikimia, sesak nafas, cacar kulit dan membran mukosa. Gejala
septikimia burung akan mengalami keracunan darah yang berakibat kematian
setelah 2-3 jam terinfeksi. Gejala sesak nafas burung akan menggeleng-
gelengkan kepalanya untuk mengeluarkan lender dari saluran pernafasannya.
Nafas akan tersengal-sengal, suara serak serta bersin-bersin. Gejala cacar
kulit merupakan Difteri kronis dengan ciri terdapat bintik-bintik bernanah di
sudut paruh dan sekitar mata yang bila pecah akan mengeluarkan cairan
bercampur darah. Setelah mengering akan membekas mirip bopeng/ koreng.
Mata akan berlendir dan bernanah hingga bengkak dan akhirnya buta. Gejala
membran mukosa berupa luka atau cacar yang terjadi pada mata atau paruh.
 Penyebab: Kebersihan sangkar, pakan dan minum yang buruk. Penularannya
melalu kontak dengan burung lain seperti tempat mandi atau sangkar yang
sama dengan burung yang terkena penyakit.
 Pencegahan: Jangan mencampur burung dengan burung yang terjangkit.
Menjaga pakan dan minum agar tidak tercemar. Kebersihan lingkungan
sekitar sangkar perlu dijaga. Jika terjangkit, bersihkan luka cacar dengan air
matang, kemudian obati dengan Iodium + Glisein (1:2). Untuk mata yang
lengket bersihkan dengan asam borak (2%), usap dengan kain lembut
perlahan-lahan. Beri vitamin tambahan pada pakan untuk memulihkan
stamina.
m) KOLERA
 Gejala: Nafsu makan tidak ada dan lesu. Sering mencret dengan warna
kotoran dari putih menjadi kuning lalu hijau. Tampak cairan menetes dari
hidung atau paruh. Kejang-kejang, mengorok, lumpuh atau mendadak mati
tanpa ada gejala sebelumnya.
 Penyebab: Disebabkan oleh bakteri. Penularan bisa melalui burung lain,
sangkar kotor atau perubahan cuaca secara tiba-tiba.
 Pencegahan: Kebersihan sangkar, tempat makan dan minum perlu
diperhatikan. Pemberian vitamin tambahan, gizi berlebih dan protein tinggi
dianjurkan untuk menambah daya tahan tubuh dari serangan penyakit. Beri
obat antibiotic yang banyak dijumpai di pasaran pada burung yang terjangkit
n) TETELO
 Gejala: Leher miring atau berputar, kepala sering berputar-putar,
keseimbangan tubuh hilang hingga sempoyongan, batuk, bernafas dengan
suara mengorok, sesak nafas, dari lubang mulut keluar cairan kental
(ngiler), lesu, badan gemetar, nafsu makan tidak ada, bulu berdiri, pucat,
kotoran cair berwarna putih kehijauan serta sayap dan kaki lumpuh. Keadaan
parah akan berakibat burung mati.
 Penyebab: Virus New Castle Disease yang menyerang alat pernafasan,
jaringan syaraf dan pencernaan.
 Pencegahan: Menjaga kebersihan sangkar secara rutin. Melakukan vaksinasi
NCD melalui tetes mata. Menghindari burung yang terjangkit serta memberi
pakan bergizi dan vitamin tambahan untuk menambah daya tahan burung.
(Eka P, 2015)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa aves yamg di golongkan kedalam
satwa liar ialah sekelompok hewan yang bertulang belakang (vertebrata) yang unik,
karena pada sebagian besar aves adalah binatang yang beradaptasi dengan kehidupan
yang secara sempurna. Perkandangan aves biasanya merupakan kandang kolektif
yang digunakan pada saat aklimasi, memiliki ukuran 80x80x40 cm dan kandang
baterai dengan ukuran30x40x45 cm. Perikaku aves diantaranya adalah perilaku
individu, perilaku sosial, dan perilaku makan. Sedangkan penyakit yang sering timbul
adalah stress pada burung, berak putih, kaki bengkak, kuku panjang, pilek, radang
mata, rontok bulu, tetelo, kolera, radang burung, dan cacingan.

3.2 Saran
a. Dilakukan perbakan dalam penyusnan makalah.
b. Diadakan koreksi untuk makalah.
c. Dilakukan pencarian literasi yang lebih baik.
Daftar Pustaka

Destia, M., Sudrajat, D., dan Dihansih, E. 2017. Pengaruh Rasio Panjang Dan Lebar
Kandang Terhadap Produktivitas Burung Puyuh (Coturnix Coturnix
Japonica) Periode Produksi. Jurnal Peternakan Nusantara, Vol. 3 No. 2.

Eka P. Y. 2015. Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Pada Burung Menggunakan


Metode Dempster-Shafer Berbasis Android. Skripsi, Fakultas Teknik
Universitas Muria Kudus.

Hidayat, R., Rifanjani, S., dan Ahdina. 2017. Studi Keanekaragaman Jenis Burung
Diurnal Di Hutan Sebadal Taman Nasional Gunung Palung Kabupaten
Kayong Utara. Jurnal Hutan Lestari , Vol. No. 3.

Saraswati, T. R., Tana, S., dan Yuniwarti, E.Y.W. 2018. Diskripsi Morfologi
Skeleton Celepuk Jawa (Otus angelina) Betina Sceleton Morphologycal
Description of Javanese Celepuk Male (Otus angelina). Jurnal Undip,
Vol. 3 No. 1.

Setyawati, Nuning Hamidah. 2015. Pengelolaan Kesejahteraan Burung Paruh


Bengkok (Psittacidae) Sebagai Obyek Daya Tarik Wisata Di Kebun
Binatang Gembira Loka Yogyakarta. Bogor .Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor

Suwardi, Nurfita Chrisna. 2017. Pengamatan Perilaku Burung Aves di Kebun


Binatang Gembira Loka Sebagai Bahan Pengembanagan Ebteracnic
Media of Biologi Berbasis Website. Skripsi, Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Winata, N., Praseno, K., Tana, S. 2017. Pertumbuhan Puyuh (Coturnix coturnix
japonica L.) Setelah Pemeliharaan dengan Cahaya Monokromatik.
Jurnal Undip, vol. 2 No. 2.

Anda mungkin juga menyukai