Anda di halaman 1dari 6

LOGBOOK

PRAKTIKUM BIOLOGI HEWAN TERNAK


BA3102

SOFIA MAHARANI
11419038
KELOMPOK 1
Nama Asisten : Karina Eka Sasmitha Tanggal Praktikum : 6 September 2021
NIM Asisten : 114197008 Praktikum ke : I (Satu)

MODUL 1
KLASIFIKASI HEWAN TERNAK
(STUDI LITERATUR : UNGGAS)

Hewan ternak merupakan hewan peliharaan yang dipilih secara selektif untuk
tujuan budidaya hingga dapat dimanfaatkan oleh manusia (Daud, 2021). Berdasarkan
pemanfaatannya, hewan ternak diklasifikasikan menjadi 5 kelompok, yaitu hewan ternak
sumber pangan, sumber bahan sandang, sumber bahan kesuburan (fertilizer), sumber
tenaga kerja dan transportasi, serta hewan ternak penghasil jasa. Hewan ternak sumber
pangan menghasilkan produk bernutrisi tinggi yang baik untuk dikonsumsi manusia,
seperti susu, daging, dan telor. Contoh hewan ternak yang digunakan sebagai sumber
pangan adalah sapi, kambing, domba, ayam, bebek, udang, dan ikan. Hewan ternak bahan
sandang pada bagian tubuhnya mampu menghasilkan bahan bertekstur kuat dan tidak
mudah busuk yang dapat digunakan sebagai penyusun pakaian. Contohnya pemanfaatan
wool domba sebagai pembuat baju dan kulit sapi ataupun kambing sebagai tas. Hewan
ternak sebagai sumber bahan kesuburan memiliki kotoran yang mengandung banyak
unsur hara yang dibutuhkan tumbuhan, contohnya kotoran sapi, kambing, dan ayam.
Hewan ternak sumber tenaga memiliki kekuatan yang dibutuhkan manusia untuk
mempermudah pekerjaannya, contohnya sapi sebagai pembajak sawah dan kuda sebagai
penarik delman. Hewan ternak penghasil jasa berperan dalam bidang pengetahuan
(hewan di laboratorium, kebun binatang, dan taman safari), pengelolaan lingkungan (BSF
sebagai penghancur sampah), keindahan (ikan di akuarium), dan kesenangan (Astuti,
2013).
Burung merupakan sekelompok vertebrata berdarah panas yang dicirikan oleh
bulu, rahang berparuh, telur bercangkang keras, dan jantung yang terdiri dari empat bilik
(Widianingtyas & Purwanto, 2018). Taksonomi burung ke dalam kategori didasarkan
pada kesamaan fisiologis dan susunan genetik yang diciptakan oleh Carl Linnaeus.
Burung diklasifikasikan ke dalam Kingdom Animalia. Kerajaan ini dibagi lagi menjadi
Filuk. Burung termasuk dalam Filum Chordata. Selanjutnya burung diklasifikasikan
dalam kelas Aves. Kelas aves burung dibagi menjadi 23 ordo, diantaranya ordo
Passeriformes , Struthioniformes, Galliformes, dan Piciformes. Burung memiliki 142
keluarga yang ditandai dengan akhiran -dae. Selanjutnya, dalam keluarga (family) burung
terbagi dalam 2.057 genus. Unit klasifikasi burung terkecil adalah spesies yang mencapai
hingga 9.702 (Directorat General Environment, 2015).
Anatomi burung dimodikasi khusus untuk meningkatkan kemampuan terbangnya.
Struktur internal tulang burung menyerupai sarang lebah sehingga menyebabkan
kerangka penyusunnya kuat namun ringan. Sayap burung didukung oleh versi tunggal
depan tetrapoda. Sayap burung tersusun dari otot-otot yang beranekaragam yang akan
memberikan kontrol lokal yang spesifik dari pergerakan tulang. Tulang penyusun sayap
burung terdiri dari humerus, radius-ulna, karpal, metakarpal, dan digit. Korset dada
burung terdiri dari tiga pasang tulang (klavikula, coracoid, dan skapula) yang menopang
sayap. Bulu burung terdiri dari sebuah batang tengah yang berlubang sebagai tempat
tumbuh helaian bulu halus yang terdiri dari susunan barbula. Bulu burung memiliki
kontur yang kaku sehingga memberikan bentuk aerodinamik pada sayap dan tubuh
(Campbell dkk., 2014).

Gambar 1. Anatomi Sayap


(Sumber: Campbell dkk., 2014)

Burung memiliki rasio otak yang besar dibandingkan ukuran tubuhnya. Saraf
optik pada burung mampu melakukan pendeteksian cahaya yang terpolarisasi. Pada
bagian kulit, saraf sensorik berperan sebagai pendeteksi dingin, rasa sakit, panas, dan
tekanan udara. Saraf pada bagian tulang belakang burung berperan sebagai sistem
koordinasi dan penyampai pesan ke otak (Nurhakim & Abdurohman, 2014)

Gambar 2. Anatomi Saraf


(Sumber: Nurhakim & Abdurohman, 2014)
Bagian tubuh burung yang berperan penting pada sistem pencernaan adalah
tembolok. Tembolok dimodifikasi sebagai kantung otot yang terletak di kerongkingan.
Fungsi utama tembolok adalah sebagai tempat penyimpanan makanan sementara. Selain
itu, tembolok juga berperan untuk menghaluskan makanan sebelum menuju lambung.
Pada sistem pernafasan, burung melakukan pertukaran udara di paru-paru melalui
kantong udara. Paru-paru berguna sebagai alat ekskresi. Adapaun alat ekskresi lain pada
burung meliputi ginjal dan kulit. Semua saluran ekskresi pada burung bermuara di kloaka
(Nurhakim & Abdurohman, 2014).

Gambar 3. Anatomi Burung


(Sumber: Nurhakim & Abdurohman, 2014)

Lingkungan hidup yang optimal untuk burung berbeda-beda sesuai dengan


jenisnya. Pada burung puyuh, suhu lingkungan yang sesuai untuk habitatnya berkisar
antara 24 – 30 oC dengan kelembaban kurang lebih 85%. Tipe lingkungan yang disukai
burung puyuh seperti padang rumput, lereng gunung, dan stepa. Pemeliharaan burung
puyuh dapat dilakukan dengan membuat kandang menyerupai sangkar dengan
penerangan lampu 25-40 watt dan temperatur normal berkisar 20 - 25 oC. Kandang
burung puyuh harus dijaga kebersihannya supaya terhindar dari penyakit. Selain itu, perlu
dilakukan juga kontrol penyakit secara rutin. Burung puyuh harus diberi pangan dengan
kualitas baik yang berbentuk tepung, pelet, hingga remah-remah. Terdapat beberapa
penyakit yang sering menginfeksi burung puyuh, yaitu snot, pullorum, dan aspergilosis.
Cara menangani penyakit snot adalah dengan pemberian suntikan vaksin. Pada penyakit
pullorum, dapat ditangani dengan mengubur puyuh yang terinfeksi. Pada puyuh yang
cacingan, dapat diatasi dengan pemberian pakan yang berkualitas (Subekti, 2013).
Adapun burung merpati menyukai habitat lingkungan yang tinggi. Burung jenis
ini mudah beradaptasi pada lingkungan hidup manusia yang berubah-ubah. Pemeliharaan
merpati dilakukan secara ekstensif dengan melepas merpati untuk berkeliaran mencari
makan. Jenis pakan yang disukai merpati adalah beras merah, jagung, beras ketan, dan
gabah. Selain itu, burung merpati juga perlu diberikan vitamin untuk meningkatkan
kesehatan dan stamina. Pada pemeliharaan, juga perlu dijaga kebersihan kandang merpati
serta dilakukan rutin pula pemandian merpati. Burung merpati rentan terinfeksi penyakit
seperti cacingan, enteritis nekrotik, dan histoplasmosis. Cara mengatasi merpati yang
terkenan cacingan dengan pemberian obat cacing. Lalu pada penyakit enteritis nekrotik
dapat diatasi dengan pemberian obat Travi-Allicin-Plus. Lalu histoplasmosis dapat diatasi
dengan pemberian obat (Aji, 2015).
Produk yang dihasilkan burung pada umunya berupa daging dan telur. Daging
burung yang memiliki kualitas yang baik akan memiliki aroma yang segar, bewarna cerah
(tidak pucat), dan bersih dari bulu-bulu halus. Adapun ciri-ciri dari telur burung seperti
puyuh yang berkualitas baik adalah telur berkulit rata, bersih, bagian dalam tidak
berbunyi saat digoncangkan, dan tidak retak (Novantary, 2018). Selain daging dan telur,
burung walet juga bisa menghasilkan sarang yang dapat dimanfaatkan manusia sebagai
penambah gizi. Sarang walet yang berkualitas akat tembus cahaya, bertekstur kering, dan
beraroma khas (Jannati, 2017).
Salah satu inovasi yang dapat meningkatkan hasil produksi daging dan telur dari
burung adalah dengan membuat perangkat yang dapat mendeteksi penyakit pada burung.
Perangkat tersebut terdiri dari sensor kamera yang sudah terpogram untuk bisa mengenali
jenis penyakit berdasarkan ciri-ciri fisik yang ditimbulkan. Dengan adanya perangkat
pendeteksi penyakit maka dapat dilakukan pencegahan penularan penyakit ke burung
lainnya lebih awal. Dengan begitu, kerugian dapat dihindari dan hasil produksi daging
dan telur semakin berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

Aji, D. S. (2015). Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatif Merpati Balap Tinggian dan


Merpati Balap Dasar Jantan. Jurnal Peternakan, 3(1), 12-18.
Astuti, L. S. (2013). Klasifikasi Hewan. Jakarta Selatan: PT Kawan Pustaka.
Campbell, N. A., Reece, J. B., & Mitchell, L. G. (2014). Biology (Vol. 5). Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Daud, M. (2021). Ternak Domestikasi. Aceh: Syiah Kuala University Press.
Directorat General Environment. (2015). Bird Taxonomy. Belgium: UNEP World
Conservation Monitoring Centre.
Jannati, M. (2017). Kontribusi Pajak Sarang Burung Walet dalam Meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Ditinjau dari
Ekonomi Islam. Riau: UIN Suska Riau.
Novantary, S. (2018). Aplikasi Pakar Menentukan Telor Puyuh Terbaik
Menggunakan Simple Additive Weighting. Jurnal Perikanan dan
Peternakan, 8(2), 30-34.
Nurhakim, S., & Abdurohman, D. (2014). Dunia Burung dan Serangga. Jakarta
Timur: Bestari Buana Murni.
Subekti. (2013). Budidaya Puyuh (Coturnix Japonica) di Pekarangan Sebagai
Sumber Protein Hewani dan Penambah Income Keluarga. Jurnal Ilmu-Ilmu
Pertanian, 9(1), 20-27.
Widianingtyas, K., & Purwanto. (2018). Burung Identitas Provinsi di Indonesia
Sebagai Subjek dalam Seni Kaca Hias. Jurnal Pendidikan Seni, 7(1), 19-24.

Anda mungkin juga menyukai