BAB I
PENDAHULUAN
Unggas memiliki organ eksterior dan organ interior. Organ eksterior meliputi
ciri fisik dari unggas tersebut sedangkan organ interior dari sistem pencernaan,
pernapasan, reproduksi dan kekebalan. Sistem pencernaan pada unggas meliputi paruh,
rektum dan kloaka. Sistem respirasi unggas meliputi laring trakea, paru-paru dan
magnum, isthmus, uterus, vagina, dan kloaka sedangkan sistem reproduksi unggas
jantan meliputi testis, vas deferens dan kloaka. Sistem urinari pada ungags meliputi
ginjal dan uretra. Sistem kekebalan tubuh unggas meliputi limfa, timus dan bursa of
fabricus. Mempelajari organ eksterior dan organ interior sangat penting karena organ
eksterior dapat digunakan sebagai melihat perbedaan unggas air dan unggas darat
Tujuan dari praktikum ini adalah dapat mengetahui jenis unggas berdasarkan
tipe dan karakteristiknya, mengetahui perbedaan antara unggas air dan darat,
mengetahui anatomi ternak unggas. Manfaat dari praktikum ini dapat membedakan
unggas air darat, dapat mengenali unggas air dan darat, juga dapat mengenali jenis
penyakit.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(burung modern) yang terbagi 26 ordo, kelas Archaeomithes (burung primitif) sudah
punah, kelas burung modern atau neomithes mempunyi 3 ordo penting bagi manusia
dara) dan Anseriformes (bebek, itik, angsa) (Ali, 2015). Jenis ternak unggas yaitu ayam,
kelas seperti kelas Asia, kelas Amerika, kelas Inggris, kelas Mediterania (Irhamni,
2015). Ayam ras yaitu ayam yang sudah mengalami perbaikan mutu genetic sesuai
dengan tujuan pemeliharaan bersifat unggul dan berasal dari luar negeri (Susilorini dkk,
2008).
Pada buku tersebut pengelompokkan berdasarkan bangsa, ras, varietas dan strainnya
(Sudrajat, 2011). Klasifikasi unggas dapat dibedakan menurut asal-usul ternak unggas
tersebut dan bentuk fisiknya yaitu menurut kelas, bangsa, varietas dan strain, Menurut
3
kelasnya terdapat empat kelas ayam yaitu kelas Amerika, kelas Inggris, kelas
Tipe ayam petelur memiliki badan yang langsing dan tegap, dapat menghasikan
telur sekitar 200-300 butir pertahun, mempunyai masa rontok bulu untuk peremajaan
sel dalam tubuhnya dan bila dikawinkan dengan pejantan dapat meghasilkan telur tetas
(Rahayu dkk., 2011). Tipe dwiguna dikembangkan untuk memproduksi telur sekaligus
daging yang memiliki ukuran badan yang lebih besar dari tipe petelur, berperilaku
tenang, memiliki otot kaki dan dada lebih tebal, produksi telur cukup tinggi dengan
karakteristik bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih
dan produksi telur rendah (Susilorini dkk., 2008). Tipe fancy atau kesenangan karena
keindahan bentuk, warna bulu, suara maupun kekuatannya yang menjadikan tipe ini
memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan dengan tipe lainnya karena
Unggas adalah hewan yang memiliki sayap, berkaki dua, bertelur serta
manusia (Rohajawati dan Supriyati, 2010). Unggas darat memiliki ciri-ciri yang
berbeda dari unggas air yaitu cakar berbentuk jari-jari yang terpisah satu sama lain
(Siwi dkk,. 2014). Ayam merupakan unggas darat yang berdarah panas, lincah, seluruh
4
tubuhnya ditutupi oleh bulu mulai dari kepala, sayap sampai ekor, mempunyai jengger
yang penuh berwarna merah dan mempunyai badan yang kompak (Adipratama, 2009).
Burung puyuh memiliki ukuran tubuh sedang, berbulu gelap dengan bagian cerah di
sekitar dada dan berparuh tebal berwarna hitam (Yuwanta, 2008). Merpati memiliki
tubuh kompak dan kuat tetapi beragam sehingga dapat beradaptasi dengan kehidupan
di darat maupun di udara, merpati jantan memiliki tekstur bulu lebih besar dan bulu
2.1.3.1. Ayam
Chordata, kelas Aves, ordo Galliformes, famil Phasianidae, Genus Gallus, dan
spesiesnya adalah Gallus Gallus (Herren 2012). Ayam (Gallus gallus) merupakan
unggas domestikasi dari keturunan ayam hutan merah dari Asia Tenggara dan ayam
Indian liar dan juga berhubungan dengan ayam hutan abu-abu (Gallus sinnerati) yang
Jenis ayam yang banyak dibudidayakan oleh peternak adalah jenis ayam buras/petelur
Ayam kampung atau buras memiliki bentuk badan yang kompak dan susunan
ototnya baik, pejantan memiliki ciri kejantanan yang jelas, baik dari bentuk tubuhnya
yang berukuran besar, cara berjalan yang gagah dan tingkah laku lainnya, sedangkan
ayam betina mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dan selama setahun mampu bertelur
sebanyak 3 periode, dalam satu masa bertelur ayam ini mampu menghasilkan 12-18
Ciri pada ayam jantan badan lebih besar, gagah, tinggi dan padat, pada jengger
tumbuh lebih tegas, besar dan bergerigi nyata, mata besar dan bercahaya, kaki besar,
kuat dan kokoh, bulu ekor lebih cepat tumbuh dibanding bulu lainnya dan geraknya
lincah serta bersuara lebih keras. Ayam betina badan pendek dan lembek, jenggernya
tumbuh tipis dan pendek, mata kecil dan lemah, kaki kecil dan pendek, bulu badan
tumbuh rata dan geraknya kurang glincah serta suara lemah (Sujionohadi dan Setiawan,
2007)
2.1.3.2. Puyuh
Taksonomi puyuh yaitu kingdom animilia, filum chordata, class aves, familia
17 hari (Wuryadi, 2011). Puyuh adalah jenis burung yang tidak bisa terbang jauh,
Puyuh domestikasi mempunyai warna kaki dan paruh kuning, warna bulu leher
puyuh betina cokelat muda dan warna bulu leher cokelat tua, bagian dada bulu betina
mempunyai totol-totol cokelat dan hitam, sedangkan pada jantan hanya berwarna coklat
(Hutagalung dkk, 2012). Cara mengetahui jenis kelamin puyuh yang akan dipelihara
harus harus dilakukan sexing yaitu dengan cara perut puyuh di urut ke arah anus
menggunakan tangan, jika terdapat ekskreta harus dibuang, pada puyuh jantan akan
2.1.3.3. Merpati
Merpati dalam kelas internasional termasuk kelas asia dan termasuk tipe
dwiguna karena diambil dagingnya dan termasuk juga unggas fancy dan tergolong
dalam unggas buras (Suparman, 2009). merpati jantan memiliki warna bulu dada lebih
gelap daripada betina sedangkan untuk bentuk kepala dan tubuh merpati betina lebih
Unggas air merupakan salah satu spesies unggas yang dapat hidup di air maupun
darat. Unggas air juga memiliki potensi untuk mengasilkan produksi telur cukup besar
(Arifah dkk., 2013). Di Indonesia sendiri, unggas air memiliki beberapa jenis unggas
air diantaranya itik. Itik di Indonesia memiliki beberapa jenis antara lain itik tegal, itik
alabio, itik mojosari, itik bali, itik magelang dan itik petelur lainnya (Setioko, 2012).
Itik Indonesia yang banyak dibudidaya adalah itik tegal. Itik tegal termasuk
dalam tipe runner karena kemampuannya yang mampu menempuh jarak jau pada saat
digembala (Rahayu dkk., 2016). Itik tegal berasal dari Tegal, Jawa Tengah yang
memiliki ciri-ciri warna bulu kecoklatan, pada bagian dada, punggung serta sayap
bagian luar terdapat totol berwarna coklat yang tampak jelas, paruh dan kaki berwarna
proventikulus, ventrikulus, usus halus, usus besar dan kloaka. (Rahayu dkk., 2011).
Unggas air dan darat memiliki bentuk paruh yang berbeda, paruh ayam berbentuk
lancip dan keras berfungsi mematuk makanan yang akan di dorong oleh lidah dengan
bantuan saliva melewati esophagus menuju tembolok (Efendi, 2011). Tembolok adalah
modifikasi dari esophagus berfungsi untuk menyimpan pakan sementara yang akan
dan HCL (Yuwanta, 2008). Proventikulus merupakan perut kelenjar pelebaran dan
penebalan dari ujung esophagus yang memiliki peran kecil dibandingkan ventrikulus
(Nugroho dkk., 2014). Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan dan
penyerapan pakan sedangkan usus besar berfungsi untuk penyerapan air dan
Alat pernafasan unggas terdiri dari tiga komponen penting yaitu saluran
pernafasan (hidung, sinus hidung, trakea dan bronkus), paru-paru dan kantong udara
(air sac) bagi unggas yang bisa terbang (Adnin, 2015). Ayam bernafas melalui lubang
hidung, laring, trakea, bronkus dan masuk ke kantong udara di paru-paru lalu di dalam
paru paru oksigen yang terkandung dalam udara diikat oleh darah sedangkan
Sistem reproduksi ayam jantan dibagi dalam 3 bagian utama, yaitu sepasang
testis, sepasang salurn vas deferens dan kloaka (Yuwanta, 2004). Hal ini diperkuat
dengan pernyataan bahwa sistem reproduksi ayam jantan terdiri dari dua testis yang
memiliki epididimis dan vas deferens yang menuju kea lat copulatory (copulatory
organ). Alat copulatory pada yam memiliki dua papillae dan satu alat copulatory
mengecil yang berada didaerah sekitar kloaka (vent) (Fadilah dan Polana, 2004)
Testis ayam jantan berbentuk biji buah buncis dengan warna putih krem yang
terletak dirongga badan dekat dengan tulang belakang, melekat pada bagian dorsal dari
rongga abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium, berdekatan dengan aorta
dan vena cava. Saluran differens dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian atas yang
merupakan muara sperma dari testis, serta bagian bawah yang merupakan perpanjangan
penghasil folikel, perkembangan serta pemasakan pada kuning telur (folikel), tempat
sintesis hormone steroid seksual serta gametosis (Salanga dkk., 2015). Perkembangan
folikel pada ovarium dipengaruhi oleh FSH (Folicel Stimulating Hormone), sehingga
oosit dalam folikel akan berkembang dan mengalami pematangan oosit (Sari, 2012).
Proses pembentukan sel telur yang telah diovulasikan akan memasuki pada
vagina dan kloaka (Andriyanto dkk., 2014). Fungsi dari masing-masing organ
9
pembentukan putih telur, isthmus untuk pembentukan membran luar kulit telur dan
Sistem urinari unggas terdiri dari dua ginjal (renes) dan dua saluran urin (ureter),
ginjal dibagi menjadi bagian cranial, tengah dan kaudal serta urin yang mengalir dari
ginjal melalui ureter langsung ke kloaka (Susanti, 2009). Ginjal pada ternak unggas
umumnya memiliki bentuk seperti kacang yang merupakan organ penyaring plasma
dari darah dan kemudian secara selektif menyerap kembali air serta unsur-unsur
berguna yang kembali dari filtrate yang akhirnya mengeluarkan kelebihan dan produk
Sistem kekebalan tubuh unggas sebagian dibentuk di dalam sumsum tulang dan
sebagan lagi di dalam organ limfoid seperti timus, bursa of fabriscius dan limpa dengan
menghasilkan leukosit (Adipratama, 2009). Limpa bersama hati dan sumsum tulang
berperan dalam pembinasaan eritosit-eritosit tua serta membentuk sel limfosit yang
tubuh dapat dibagi menjadi dua, yaitu kekebalan humoral dan seluler (Ahmad, 2008).
bahan makanan terpilih dengan kebutuhan nutrisi (Rasyaf, 2011). Penyusunan ransum
perlu memperhatikan keseimbangan antara energi dan protein. Protein diambil sebagai
patokan, karena kualitas suatu bahan dan harga pakan ditentukan oleh kadar protein
Pemberian pakan pada ayam 2 kali sehari dengan pembatasan pakan 75% lebih
baik dan lebih efisien dibandingkan dengan pemberian 2, 3 dan 4 kali sehari karena
dapat memaksimal konversi pada ayam broiler (Nianuraisyah, 2016). Penyajian ransum
hari dan penyajian kedua dapat dilakukan di siang atau menjelang (Rasyaf, 2008).
tinggal. Pada ayam petelur kandang dikelompokkan menjadi tiga periode pemeliharaan,
yaitu kandang starter, grower dan layer. Kandang untuk starter menggunakan sistem
litter karena unggas masih kecil, kandang untuk grower menggunakan kandang sitem
liter atau kandang sistem sangkar dan kandang untuk layer pada umumnya
khususnya pada kandang berhalaman. kelemahan dari sistem kandang ini adalah
membutuhkan areal yang luas, terlebih lagi pada sistem berhalaman (Rasyaf, 2011)
Kandang sebaiknya dibangun dengan bagian panjang membujur dari arah timur
ke barat sehingga dapat menekan terjadinya pengumpulan panas atau cekaman panas
bahwa jarak antar kandang sebaiknya berjarak 7 8 meter karena sangat berpengaruh
terhadap produktivitas ayam petelur karena berkaitan dengan sirkulasi udara di daerah
kandang, selain itu juga jarak antar kandang yang ideal untuk menghindari penularan
untuk membersihkan kandang dan sesuai dengan perkembangan serta kebutuhan ayam
(Waluyo dan Efendi, 2016). Kontruksi kandang yang ideal dan bernilai sehat meliputi
alat, ventilasi harus cukup, bagian dinding harus terbuka, menghadap ke timur, ukuran
luar kandang memadai dan mencukupi kebutuhan gerak ayam serta alas kandang
terbuat dari tanah atau semen yang tertutup dengan campuran pasir kering, sekam dan
makan lebih tinggi dari kepadatan kandang 12 ekor/m2 dan 14 ekor/m2, karena kandang
yang semakin padat akan menimbulkan sifat agonistic ayam sehingga tingkat
agresivitas ternak meningkat dan ayam memiliki persaingan antara satu dengan yang
lainnya (Puspani dkk., 2008). Kandang yang terlalu padat akan mempengaruhi
pertumbuhan serta pertambahan bobot badan pada ayam, sehingga kepadatan pada
antar ayam perlu diperhatikan sesuai dengan umur ayam (Wahyudi dkk., 2010).
Tempat pakan dan minum diletakkan secara menggantung dengan jarak sekitar
sebesar 5 kg serta kapasitas tempat minum untuk 20 25 ekor sebesar 1 volume galon
dan kapasitas tempat minum 100 ekor sebesar 2 volume galon (Jayanata dan Harianto,
2011). Tinggi tempat minum sejajar dengan punggung ayam, agar tidak dicakar dan
terkontaminasi kotoran, jarak tempat minum tidak boleh melebihi 4 m (Fadilah, 2013).
13
BAB III
Klasifikasi Ternak Unggas dan Anatomi Fisiologi Ternak Unggas dilaksanakan pada
hari Sabtu, 11 Maret 2017 pukul 13.00 16.00 WIB, sedangkan materi Formulasi
Ransum Ternak Unggas dan Perkandangan dilaksanakan pada hari Sabtu, 25 Maret
2017 pukul 13.00 16.00 WIB di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas Fakultas
3.1. Materi
Materi yang digunakan pada praktikum pengenalan jenis dan klasifikasi ternak
unggas yakni unggas darat yang berupa ayam jantan dan betina, puyuh jantan dan betina
dan merpati jantan dan betina serta unggas air yang berupa itik jantan dan betina.
Materi yang digunakan pada praktikum anatomi dan fisiologi ternak unggas
yakni ayam, merpati, itik dan puyuh. Alat yang digunakan yakni pisau bedah dan
gunting yang digunakan untuk pembedahan pada tenak unggas, masker untuk penutup
hidung, sarung tangan untuk pelindung tangan dari darah maupun kotoran, alas plastik
untuk pembuangan bangkai dari ternak, box plastic untuk tempat pembedahan, pita
14
ukur untuk mengukur panjang dari organ, timbangan analitik untuk menimbang berat
Materi yang digunakan pada praktikum formulasi ransum ternak unggas yakni
bahan pakan berupa jagung, bekatul, bungkil kedelai, crude palm oil (CPO), tepung
ikan, meat bone meal (MBM) dan premix. Alat yang digunakan dalam praktikum yakni
wadah untuk bahan pakan yang akan dicampurkan, timbangan analitik untuk
menimbang ransum dan laptop untuk perhitungan ransum secara trial dan error.
3.1.4. Perkandangan
ayam petelur. Alat yang digunakan dalam praktikum yakni meteran digunakan untuk
pengukuran pada kandang dan alat tulis untuk pencatatan hasil pengukuran.
2.2. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum pengenalan jenis dan klasifikasi ternak
unggas yakni ayam, itik, puyuh dan merpati diamati perbedaan antara unggas darat
dengan unggas air. Setelah itu, catat hasil pengamatan pada tabel yang telah disediakan.
Metode yang digunakan pada praktikum anatomi dan fisiologi ternak unggas
yakni bagian mata ternak unggas digunting untuk dilihat penyakit yang ada ditubuhnya.
Kemudian, bagian leher sampai ke bagian bawah antara ke dua kaki dibedah
menggunakan pisau bedah. Bagian kulit luar dipisahkan dengan menggunakan gunting
masing organ disusun untuk diamati bagian-bagian dan masing-masing organ tersebut
difoto. Setelah disusun, panjang pada setiap organ diukur dengan pita ukur dan berat
pada setiap organ ditimbang dengan menggunakan timbangan. Hasil penimbangan lalu
Metode yang digunakan pada praktikum formulasi ransum ternak unggas yakni
masing-masing bahan pakan diamati dengan uji organoleptik yang meliputi bau, tekstur
dan warna. Setelah itu, masing-masing bahan pakan ditimbang sesuai dengan ketentuan
ransum yang dibuat. Semua bahan pakan kemudian dicampur hingga homogen.
petelur diukur dengan pita ukur dari panjang, lebar, tinggi atap dan tinggi dinding.
Setelah itu jenis kandang, bahan dinding, bahan atap dan bahan lantai diamati dan
dievaluasi perkandangannya.
16
BAB IV
Ternak unggas atau yang disebut poultry adalah unggas yang dipelihara atau
dibudidayakan untuk di ambil manfaatnya yaitu protein dari daging atau telur untuk
vertebrata, kelas aves. Ternak unggas yang biasa dibudidayakan yaitu ayam (Gallus
livia) dan kalkun (Meliagris galopavo) yang sudah didomestikasi dan mempunyai
pemeliharaan dan pakan yang dikonsumsi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Susilorini dkk (2008) yang menyatakan bahwa yang termasuk jenis ternak unggas yaitu
ayam, kalkun, puyuh, itik dan merpati. Ali (2015) menyatakan bahwa unggas termasuk
kelas aves, terbagi menjadi 2 subkelas, kelas neomithes (burung modern) yang terbagi
26 ordo, kelas Archaeomithes (burung primitif) sudah punah, kelas burung modern atau
neomithes mempunyi 3 ordo penting bagi manusia yaitu Galliformes (ayam, burung
puyuh, kalkun), Columbiformes (merpati, burung dara) dan Anseriformes (bebek, itik,
angsa).
kelas, tetapi hanya 4 kelas yang terpenting. Menurut Irhamni (2015) yang menyatakan
17
disebut kelas seperti kelas Asia, kelas Amerika, kelas Inggris, kelas Mediterania.
untuk di ambil manfaatnya seperti tipe petelur, tipe pedaging, tipe dwiguna (dual
purpose) dan tipe kesenangan (fancy), klasifikasi berdasarkan habitat yaitu unggas
darat dan unggas air, klasifikasi Indonesia yaitu ayam buras (ayam lokal) dan ayam ras
(ayam import unggul). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Susilorini dkk (2008) yang
menyatakan bahwa yang disebut ayam ras yaitu ayam yang sudah mengalami perbaikan
mutu genetik sesuai dengan tujuan pemeliharaan bersifat unggul dan berasal dari luar
negeri.
4.1.1. Ayam
Jantan Betina
Ilustrasi 1. Ayam Jantan dan Betina
yang digunakan dalam praktikum adalah ayam buras atau ayam kampung. Ayam buras
atau ayam kampung merupakan tipe ayam petelur dan pedaging. Ayam merupakan jenis
18
unggas yang memiliki habitat hidup didarat. Adipratama (2009) berpendapat bahwa
ayam buras atau kampung (Gallus domesticus) merupakan unggas darat hasil
domestikasi dari keturunan ayam hutan merah dari Asia Tenggara dan ayam Indian Liar
dan juga berhubungan dengan ayam abu-abu (Gallus sinnerati) yang dipelihara
taksonomi biologi ayam termasuk dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas
Aves, ordo Galliformes, famil Phasianidae, Genus Gallus, dan spesiesnya adalah Gallus
Gallus domesticus. Herren (2012) berpendapat bahwa klasifikasi biologi ayam buras
termasuk dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Aves, ordo Galliformes,
famil Phasianidae, Genus Gallus, dan spesiesnya adalah Gallus domesticus. Ayam
buras termasuk klasifikasi ayam asli Indonesia yang banyak dibudidayakan dengan
tujuan pemeliharaan dwiguna yaitu menghasilkan telur dan daging. Rahmanto (2012)
berpendapat bahwa jenis ayam yang banyak dibudidayakan oleh peternak adalah jenis
Perbedaan pada ayam jantan dan betina adalah ayam jantan mempunyai tubuh
yang besar, gagah, tinggi dan kompak, jengger lebih tegas, besar dan bergerigi, mata
lebar dan bercahaya, kaki besar, kuat dan kokoh, bulu ekor lebih cepat tumbuh
dibanding bulu lainnya, warna bulu tubuh bervariasi dan geraknya lincah serta
berkokok, sedangkan pada ayam betina memiliki ciri tubuh bulat dan lembek, jengger
tipis dan pendek, mata kecil dan lemah, kaki kecil dan lemah, bulu badan tumbuh rata
serta warna bulu tidak begitu bervariasi serta gerak pada ayam betina kurang lincah.
Sujionohadi dan Setiawan (2007) berpendapat bahwa ciri pada ayam jantan badan lebih
besar, gagah, tinggi dan padat, pada jengger tumbuh lebih tegas, besar dan bergerigi
nyata, mata besar dan bercahaya, kaki besar, kuat dan kokoh, bulu ekor lebih cepat
19
tumbuh dibanding bulu lainnya dan geraknya lincah serta bersuara lebih keras,
sedangkan ayam betina badan pendek dan lembek, jenggernya tumbuh tipis dan pendek,
mata kecil dan lemah, kaki kecil dan pendek, bulu badan tumbuh rata dan geraknya
kurang glincah serta suara lemah. Hastuti (2008) menambahkan bahwa perbedaan ayam
kampung atau buras pada pejantan memiliki ciri kejantanan yang jelas, baik dari bentuk
tubuhnya yang berukuran besar, cara berjalan yang gagah dan tingkah laku lainnya,
sedangkan pada betina betina mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dan selama setahun
mampu bertelur sebanyak 3 periode, dalam satu masa bertelur ayam ini mampu
4.1.2. Itik
berikut:
Jantan Betina
Ilustrasi 2. Itik Tegal Jantan dan Betina.
Jenis unggas air yang diamati adalah itik tegal. Itik tegal termasuk dalam
kingdom Animalia, filum Vertebrata, kelas Aves, ordo Anseriforme, familia Anatidae,
genus Anas dan spesies Anas platyhyncos. Itik tegal merupakan domestikasi itik liar
20
keturunan dari Indian Runner. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu dkk. (2016)
menyatakan bahwa itik tegal termasuk dalam tipe runner karena kemampuannya yang
mampu menempuh jarak jauh pada saat digembala. Itik tegal memiliki ciri-ciri warna
bulu coklat seluruhnya, ada juga bulu yang berwarna coklat totol-totol, berkepala kecil,
leher langsing, badan tegap, paruh dan kaki berwarna hitam, paruh panjang dan lebar
diujungnya, tipe petelur. Hal ini sesuai dengan pendapat Zulfahmi dkk. (2014)
menyatakan bahwa ciri-ciri itik tegal antara lain warna bulu kecoklatan, pada bagian
dada, punggung serta sayap bagian luar terdapat totol berwarna coklat yang tampak
jelas, paruh dan kaki berwarna hitam, tipe petelur dengan produksi telur 250 butir pada
itik totol coklat sedangkan pada warna coklat seluruhnya 200 butir/tahun.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan bahwa itik jantan dan itik betina
memiliki perbedaan. Ciri-ciri dari itik jantan adalah memiliki kepala yang besar, bagian
ekor naik ke atas, paruhnya lebih besar, warna tubuh lebih gelap dan tubuhnya lebih
ramping. Sedangkan pada itik betina memiliki ciri-ciri kepala lebih kecil, bagian ekor
datar, paruhnya lebih kecil, warna tubuh lebih terang dan tubuhnya lebih besar. Menurut
pendapat Wulandari dkk. (2015) menyatakan bahwa itik tegal jantan memiliki ciri-ciri
adalah kepala lebih besar dari betina, memiliki leher yang langsing, lehernya bulat serta
panjang, dan bagian ekor mengarah ke atas. Menurut pendapat Wakhid (2013)
menyatakan bahwa memiliki tubuh yang lebih langsing dari jantan, kepala lebih kecil
dari jantan, ekornya datar atau lurus dan memiliki paruh yang lebih kecil dari jantan.
21
4.1.3. Puyuh
berikut:
Jantan Betina
ordo galliformes, genus coturnix, spesies coturnix coturnix japonica. Ukuran tubuh
puyuh kecil, pendek dan bulat, berkaki pendek dan kuat. Puyuh adalah ternak unggas
yang habitatnya didarat atau cara memperoleh pakan didarat. Jenis puyuh tersebut
adalah puyuh jepang, puyuh petelur yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Wuryadi (2014) bahwa jenis puyuh yang banyak di
ternakan di Indonesia adalah puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica) yang berasa
dari jepang yang sudah dijinakkan, produksi telur 250-300 butir/ekor/tahun. Mawaddah
(2011) juga berpendapat bahwa puyuh adalah jenis burung yang tidak bisa terbang jauh,
Ciri-ciri puyuh jantan dan betina dapat di lihat dari organ eksteriornya yaitu
pada puyuh jantan warna muka dan paruh bagian bawah gelap atau hitam, sedangkan
pada puyuh betina berwarna lebih terang atau putih kecoklatan. Puyuh jantan
mempunyai bulu dada coklat muda atau terang, pada puyuh betina bulu dada berwarna
hitam atau gelap bintik-bintik. Dubur puyuh jantan ketika di tekan mengeluarkan busa
putih dan terdapat tonjolan merah kecil, pada puyuh betina tidak ada. Puyuh jantan
dewasa dapat berkokok dengan keras, ketika masih DOQ (Day Old Quail) puyuh jantan
mempunyai warna garis pada bulu punggung hitam. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Hutagalung dkk (2012) bahwa pada puyuh domestikasi mempunyai warna
kaki dan paruh kuning, warna bulu leher betina cokelat muda dan jantan cokelat tua,
bagian dada bulu betina mempunyai totol-totol cokelat dan hitam, sedangkan pada
jantan hanya berwarna coklat. Abidin (2009) juga berpendapat bahwa untuk
mengetahui jenis kelamin puyuh yang akan dipelihara harus dilakukan sexing yaitu
perut puyuh di urut ke arah anus, pada puyuh jantan akan terlihat tonjolan kecil di
4.1.4. Merpati
berikut:
23
Jantan Betina
Ilustrasi 4. Merpati Jantan dan Betina
termasuk dalam kelas asia karena banyak ditemukan diwilayah asia, buras karena
memiliki ciri-ciri tersendiri dari merpati luar Indonesia dan tipe dwiguna karena dapat
digunkan untuk konsumsi (pedaging) atau untuk hiburan (fancy). Hal ini sesuai dengan
pendapat Suparman, 2009 yang menyatakan bahwa merpati dalam kelas internasional
termasuk kelas asia dan termasuk tipe dwiguna karena diambil dagingnya dan termasuk
juga unggas fancy dan tergolong dalam unggas buras. Merpati termasuk dalam kingdom
Animalia berfillum Chordata termasuk dalam kelas aves memiliki ordo Columbiformes
dan famili Columbidae. Hal ini sesuai dengan pendapat Dimas dkk., 2015 yang
menyatakan bahwa merpati termasuk dalam genus columba, famili columbidae, ordo
columbiformes dan hewan yang termasuk kedalam kelas aves dikarenakan memiliki
Merpati jantan dan betina memiliki perbedaan terutama bulu bagian dada untuk
yang jantan lebih gelap daripada betina. Hal ini diperkuat oleh pendapat Darwati, 2012
yang menyatakan bahwa merpati jantan memiliki warna bulu dada lebih gelap daripada
betina sedangkan untuk bentuk kepala dan tubuh merpati betina lebih ramping daripada
24
jantannya. Habitat merpati di Indonesia adalah didarat karena makanan yang mereka
butuhkan banyak didarat. Hal ini sesuai dengan pendapat Dimas dkk., 2015 yang
menyatakan bahwa merpati memiliki habitat didarat karena sumber pakannya ada
beberapa perbedaan antara unggas darat dengan unggas air. Perbedaan tersebut antara
lain unggas darat yang memiliki jengger, pial dan jalu sedangkan unggas air tidak
memiliki jengger, pial dan jalu. Jengger dan pial berfungsi sebagai organ seks sekunder
yang dapat menarik perhatian pada betina dan jalu berfungsi sebagai pertahanan diri
atau melindungi diri dari serangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008)
yang menyatakan bahwa perbedaan mendasar dari unggas darat dengan air dapat dilihat
dari terdapatnya jengger, pial serta jalu pada unggas darat yang tidak dimiliki oleh
25
unggas air. Perbedaan antara unggas darat dan unggas air juga dapat diliat dar bentuk
kakinya. Unggas air memiliki kaki yang berselaput diantara jari-jarinya, sedangkan
pada unggas darat jari-jarinya memisah satu sama lain. Kaki yang berselaput pada
unggas air berfungsi sebagai alat bantu berenang di air saat unggas tersebut berada di
dasaran air. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharno dan Setiawan (2012) yang
menyatakan bahwa kaki yang berselaput pada unggas air dapat memudahkan ternak
Bentuk paruh yang dimiliki oleh unggas darat juga berbeda dengan unggas air.
Unggas darat cenderung memiliki paruh yang runcing sehingga pakan yang dikonsumsi
cenderung bersifat kering sedangkan unggas air memiliki bentuk paruh yang pipih dan
mengkonsumsi pakan yang bersifat cair. Dewanti (2007) menyatakan bahwa unggas
darat banyak mengkonsumsi biji-bijian yang bersifat kering, namun unggas air
mengkonsumsi bahan pakan yang basah atau cair. Perbedaan antara bahan pakan yang
dicerna juga menyebabkan tembolok pada unggas darat berkembang dengan baik, 1wc
tersebut disebabkan karena pada unggas darat terdapat proses perendaman pakan pakan
sementara di tembolok sedangkan pada unggas air tidak ada proses perendaman pakan
ditembolok. Hal ini sesuai dengan pendapat Arianti dan Ali (2009) yang menyatakan
bahwa unggas air memiliki tembolok namun tidak berkembang disebabkan karena
unggas air mengkonsumsi bahan pakan yang berbentuk cair dan tidak memerlukan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
a. Ayam b. Itik
7.
8.
9.
c. Puyuh d. Merpati
Ilustrasi 1. Sistem pencernaan a. Ayam b. Itik c. Puyuh d. Merpati
Keterangan : 1. Mulut
2. Esofagus
3. Tembolok
4. Proventrikulus
5. Ventrikulus / Gizzard
6. Usus Halus
7. Seka
27
8. Usus Besar
9. Kloaka
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan sistem pencernaan terdiri dari
empedu, kloaka dan seka. Sistem pencernaan pada unggas terdiri dari organ pencernaan
utama dan organ pencernaan tambahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008)
yang menyatakan bahwa sistem pencernaan unggas terdiri dari pencernaan utama yaitu
esofagus, tembolok, proventrikulus, ventrikulus, usus halus, usus besar, sekum dan
kloaka sedangkan organ pencernaan tambahan yaitu hati, empedu dan pancreas. Unggas
memiliki tembolok sebagai tempat penyimpanan sementara yang nantinya pakan akan
Rahayu dkk. (2011) yang menyatakan bahwa unggas memiliki tembolok untuk tempat
pakan.
Tembolok pada puyuh, merpati, itik, dan ayam memiliki ukuran yang berbeda.
Itik memiliki tembolok yaitu 6,5 cm, ayam yaitu 5 cm, dan merpati yaitu 3,5 cm, dan
yang terakhir yang paling pendek adalah puyuh yaitu 2 cm. Besar kecilnya organ
pencernaan pada unggas dipengaruhi oleh ukuran tubuh, jenis pakan yang dikonsumsi
dan jumlah konsumsi pakan. Hal ini sesuai dengan Frandson (2009) yang menyatakan
bahwa besar kecilnya suatu organ pencernaan unggas dipengaruhi oleh ukuran tubuh
dan jumlah konsumsi pakan. Proventrikulus memiliki bentuk yang kecil dan merupakan
organ penghubung dengan ventrikulus. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008)
28
yang menyatakan bahwa proventrikulus adalah lintasan pakan yang sangat cepat
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa kondisi itik sehat tidak
terserang penyakit karena organ pencernaannya sempurna tidak terluka. Hal ini sesuai
dengan pendapat Tabbu (2010) yang menyatakan bahwa unggas yang sehat organ
pencernaannya masih utuh, sempurna dan tidak terluka. Saluran pencernaan itik sehat
karena tidak terjadi pendarahan. Hal ini sesuai dengan pendapat itik Andoko dan
Sartono (2013) yang menyatakan bahwa itik yang sakit mengalami pendarahan di organ
a. Ayam b. Itik
c. Puyuh d. Merpati
Ilustrasi 2. Sistem pernafasan a. Ayam b. Itik c. Puyuh d. Merpati
Keterangan : 1. Trakhea
2. Bronchus
3. Paru-paru
unggas adalah trakea, bronkus dan paru-paru. Trakea merupakan saluran panjang yang
tersusun menyerupai cincin melingkar membentuk huruf o yang rapat dan berfungsi
lanjutan dari trakea yang bercabang menjadi dua bagian menuju paru-paru kanan dan
kiri yang disebut bronkiolus. Paru-paru terletak di dalam rongga dada dan merekat pada
tulang rusuk, berfungsi sebagai tempat pertukaran udara bersih dan udara kotor sisa
metabolisme. Rahayu dkk. (2011) menyatakan bahwa alur pernapasan pada unggas
Organ-organ penyusun sistem pernafasan pada ayam, itik, puyuh dan merpati
mempunyai struktur yang sama namun mempunyai bentuk dan ukuran maupun volume
yang berbeda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor jenis unggas, umur, jenis kelamin,
kondisi lingkungan fisik dan pemberian pakan dengan kadar nutrisi yang berbeda.
Unggas jantan dan betina mempunyai ukuran paru-paru dan panjang trakhea yang
berbeda. Unggas jantan mempunyai ukuran organ saluran pernapasan yang cenderung
lebih besar karena konsumsi pakan yang lebih tinggi mempengaruhi perkembangan
ukuran organ pernapasan unggas. Itik mempunyai paru-paru dengan ukuran yang paling
besar diantara jenis unggas lain karena sesuai fungsinya untuk mampu menampung
oksigen lebih banyak saat berenang. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Putra dkk.
31
(2016) yang menyatakan bahwa perbedaan ukuran organ pencernaan pada unggas
ukuran organ pernapasan lebih besar karena kebutuhan menyimpan udara saat
berenang. Sofyan dkk. (2010) menyatakan bahwa perbedaan volume dan ukuran organ
pernafasan unggas disebabkan karena penggunaan sumber energi yang berbeda antar
spesies.
kondisi sehat dan tidak terserang penyakit. Pengamatan organ dalam saluran
yang halus tidak berbintik dan tidak berlendir. Pada pengamatan paru-paru diperoleh
paru-paru berwarna cerah. Kencana dkk. (2014) menyatakan bahwa ciri-ciri unggas
yang sehat tidak terdapat lenir pada saluran pernapasan yang menunjukkan unggas
terserang flu. Menurut Damayanti dkk. (2012) ciri-ciri ayam yang sehat adalah tidak
1.
2.
3. b. Itik
a. Ayam 4.
d. Merpati
c. Puyuh
Ilustrasi 3. Sistem reproduksi jantan a. Ayam b. Itik c. Puyuh d. Merpati
Keterangan : 1. Testis
2. Epididimis
3. Vas Deferens
4. Kloaka
unggas terdiri dari sepasang testis yang berfungsi sebagai penghasil hormon androgen
33
dan spermatozoa. Hal ini sesuai pendapat Rahayu dkk. (2011) yang menyatakan bahwa
testis memiliki jumlah sepasang dan terletak di dalam rongga perut dan berfungsi
sebagai tempat penyalur dan penyimpanan sperma sebelum diejakulasikan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Yuwanta (2004) yang menyatakan bawah penyimpanan sperma
sebelum diejakulasikan berada dalam saluran vas deferens. Kloaka sebagai alat
kopulasi dan sebagai tempat pengeluaran ekskreta yaitu urin yang telah bercampur
dengan feses.
jantan mulai dari testis hingga kloaka sebesar 1,7 cm dengan ukuran organ reproduksi
paling besar ialah itik 12,7 cm dan paling kecil ialah merpati 2,8 cm. Sedangkan rata-
rata berat organ reproduksi jantan sebesar 0,8 gram dengan ukuran organ reproduksi
paling berat ialah merpati 4,01 gram dan paling kecil ialah ayam dan itik yaitu 3 gram.
Perbedaan ukuran pada organ reproduksi jantan karena adanya faktor fase fisiologis.
Hal ini sesuai pendapat Fadilah (2011) yang menyatakan bahwa fisiologis merupakan
faktor yang membedakan organ reproduksi jantan. Ukuran testis dapat di pengaruhi
oleh umur dan pakan yang diberikan. Hal ini sesuai pendapat Yuwanta (2004) yang
menyatakan bahwa pemberian pakan dan umur pada unggas dapat mempengaruhi
ukuran testis.
pada puyuh, merpati, ayam dan itik tidak terdapat penyakit pada masing-masing organ
reproduksi sehingga dapat dikatakan bahwa ternak unggas yang diamati organ
34
reproduksinya dalam kondisi sehat. Ciri- ciri organ reproduksi jantan yang sehat ialah
berwarna merah. Hal ini sesuai dengan pendapat Fadilah dan Polana (2004) yang
menyatakan bahwa warna merah pada saluran organ reproduksi jantan dan tidak
yang sehat dapat disebabkan karena manajemen yang tepat seperti pemilihan bibit yang
berkualitas dan pemeliharaan yang baik sehingga ternak tidak mudah terserang
penyakit. Hal ini sesuai pendapat Tamalluddin (2014) yang menyatakan bahwa
penyakit pada unggas dapat dicegah jika dilakukan manajemen yang tepat.
35
1.
2.
3.
4.
a. Ayam 5. b. Itik
6.
7.
.
d. Merpati
c. Puyuh
Ilustrasi 4. Sistem reproduksi betina a. Ayam b. Itik c. Puyuh d. Merpati
Keterangan : 1. Ovarium
2. Infundibulum
3. Magnum
4. Isthmus
5. Uterus
7. Vagina
8. Kloaka
Sistem reproduksi unggas betina memiliki satu ovarium dan satu oviduk.
Ovarium mengandung sekitar 1000-3000 folikel dan di dalam folikel terdapat kuning
telur (yolk). Ukuran folikel berkisar dari yang mikroskopik hingga besarnya seperti
36
yolk, tergantung tingkat kemasakan yolk. Urutan organ reproduksi unggas yaitu
infundibulum, magnum, isthmus, uterus dan vagina. Menurut Yuwanta (2008) bahwa
organ reproduksi unggas betina teridiri dari ovarium, infundibulum, magnum, isthmus,
uterus, vagina dan kloaka. Ovarium berfungsi sebagai tempat pembentukan kuning
kuning telur (yolk) setelah terjadi ovulasi. Magnum berfungsi memberi albumen.
Isthmus berfungsi membuat membrane sel dalam dan keluar. Uterus berfungsi sebagai
kalsifikasi kerabang telur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salanga dkk. (2015) bahwa
saat telur di isthmus dan uterus terjadi proses kalsifikasi atau pengapuran pada kerabang
pori-pori. Lama proses pembentukan telur sekitar 23-26 jam dari pembentukan kuning
Organ reproduksi betina pada masing-masing unggas yang diamati berbeda. Hal
ini dapat dilihat berdasarkan hasil pengukuran bobot dan panjang masing-masing organ
reproduksinya. Bobot maupun ukuran setiap organ pada merpati lebih besar dibanding
puyuh. Sedangkan pada ayam menunjukan lebih besar itik. Perbedaan yang mencolok
dari keempat komoditas ternak ini yaitu ukuran oviduknya. Salah satu penyebabnya
yaitu tingkat daur reproduksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuriwati dkk. (2016)
bahwa ukuran oviduk bervariasi tergantung pada tingkat daur reproduksi setiap spesies
gonadotropin. Hal ini sesuai dengan pendapat Mardiati dan Sitasiwi (2008) bahwa
Hormon gonadotropin yang disekresikan oleh pituitary anterior serta produksi hormon
bahan makanan berupa zat gizi (feed suplement) atau zat non gizi (feed additive).
jenis unggas yang digunakan dalam kondisi sehat. Hal ini terlihat dari perkembangan
setiap organ sesuai dengan umur unggas, saluran reproduksinya tidak ada malfungsi.
Menurut pendapat Supridjatna dkk. (2008) bahwa ciri-ciri organ reproduksi unggas
sehat perkembangan organ reproduksi dan produksi telur normal. Organ reproduksi
unggas dalam kondisi sehat terlihat dari tidak ada pembengkakan atau benjolan dan
memar serta bercak merah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iswanto (2005) bahwa alat
reproduksi dalam kondisi tidak sehat salah satunya ditandai dengan tumbuhnya
a. Ayam 2 b. Itik
d. Merpati
c. Puyuh
Ilustrasi 5. Sistem urinari a. Ayam b. Itik c. Puyuh d. Merpati
Keterangan : 1. Ginjal
2. Ureter
3.Usus Besar
4. Kloaka
Sistem urinari unggas terdiri dari organ ginjal, ureter yang menyalurkan urin
menuju urodeum pada bagian kloaka. Ginjal berfungsi menyaring darah (filtrasi),
penyerapan kembali zat-zat yang diperlukan (reabsorbsi) dan penambahan zat untuk
menghasilkan urin sesungguhnya (augmentasi). Hal ini sesuai dengan pendapat Sultana
39
dkk. (2012) yang menyatakan bahwa sistem urinari unggas terdiri dari ginjal yang
bermuara di urodeum. Urin yang dihasilkan akan lansung disalurkan menuju kloaka
dan bercampur dengan feses menjadi eskreta karena unggas tidak mempunyai kantung
kemih. Menurut Aini (2008) urin langsung disalurkan menuju kloaka akibat unggas
Organ urinari bagian ginjal yang terpanjang adalah pada itik betina dan yang
terpendek adalah pada puyuh jantan. Berat organ ginjal yang tertinggi dalah pada itik
betina dan yang terendah adalah pada puyuh betina. Panjang maupun berat organ urinari
keempat unggas diatas berbeda dipengaruhi oleh status fisiologis unggas tersebut.
Semakin dewasa umur unggas yang diamati, maka semakin panjang dan berat organ
yang dimiliki. Menurut Aini (2008) berat ginjal pada unggas dipengaruhi oleh umur
ternak tersebut. Pakan dari unggas juga mempengaruhi pertumbuhan jaringan organ
yang akan mempengaruhi panjang dan berat organ. Hal ini diperkuat oleh Yaman
(2012) manajemen pakan yang baik akan membuat laju pertumbuhan unggas baik pula.
Organ urinari pada ayam, itik, puyuh dan merpati dalam keadaan normal karena
yang disertai pendarahan disekitar ginjal. Menurut Cahyono (2011) peradangan pada
organ urinari unggas (nefrosis), disebabkan oleh air minum yang kurang baik sehingga
terjadi pendarahan pada ginjal. Air minum yang diberikan pada unggas harus diberikan
seara ad libitum dengan kualitas air yang baik. Menurut Sultana dkk. (2012) air minum
harus diberikan dengan kualitas yang baik contohnya dari sumur, mata air dan
perusahaan air minum (PAM) untuk mencegah timbulnya penyakit pada unggas akibat
bakteri patogen. Ciri-ciri ginjal yang sehat adalah tidak terdapat bercak darah
40
(pendarahan) dengan warna merah gelap namun bersih. Menurut Aini (2008) bercak-
bercak merah dari ginjal dapat dijadikan indikator bahwa unggas tersebut mengalami
nefrosis.
1.
a. Ayam
2. b. Itik
3.
c. Puyuh
d. Merpati
Ilustrasi 6. Sistem kekebalan tubuh a. Ayam b. Itik c. Puyuh d. Merpati
Keterangan : 1. Thymus
2. Limpa
3. Bursa Fabricius
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan timus unggas terletak di sisi
kanan dan kiri saluran pernafasan. Dengan ciri ciri berwarna pucat kuning kemerah
merahan serta berbentuk tidak teratur dan berjumlah 3 - 8 lobi pada masing - masing
41
leher. Salah satu fungsi dari timus ialah mengatur sistem kekebalan pada tubuh dengan
cara pengembangan sel kekebalan yang berperan untuk imunitas sel. Menurut Febriana
(2008) Timus memiliki ciri ciri warna pucat kuning kemerah merahan serta
berbentuk tidak teratur dan berjumlah 3 8 lobi pada masing masing leher. Menurut
Siagian (2012) timus memiliki fungsi untuk memproduksi limfosit T yang berperan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan limpa pada unggas terletak
di dekat ampela dalam rongga perut. Ciri ciri limpa ialah berwarna merah. Fungsi
limpa diantaranya pendewasaan sel T, sel B, dan mengatur interaksi makrofag selama
respon kekebalan berlangsung. Menurut Palupi (2012) limpa memiliki fungsi sebagai
tempat pendewasaan sel T, sel B, dan mengatur interaksi makrofag selama respon
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa bursa
fabricius terletak di dekat kloaka. Ciri ciri bursa fabricius adalah bentuknya bulat serta
ada lapisan lapisan di dalamnya. Bursa fabricius memiliki fungsi sebagai organ
limfoid sekunder yaitu dapat menangkap antigen serta membentuk antibody. Menurut
Febriana (2008) Fungsi bursa fabricius adalah sebagai organ limfoid sekunder yang
Berdasarkan formulasi ransum ayam fase starter diperoleh data yang disajikan
pada tabel 1.
dan komposisi terbanyak terlebih dahulu yaitu jagung. Setelah jagung dicampurkan
kemudian ditambahkan bungkil kedelai, bekatul, tepung ikan, premix dan MBM.
Pencampuran dengan prinsip terbsebut agar ransum mudah untuk homogen atau merata
saat di campurkan. Bahan pakan yang dipilih memiliki kandungann nutrisi seperti
sumber energi, sumber protein, sumber mineral, sumber vitamin dan additive yang
dibutuhkan oleh ayam petelur fase starter. Ransum yang telah disusun termasuk dalam
kategori standar dan sudah memenuhi kebutuhan ayam petelur fase starter yaitu PK
18,8 % dan energi (ME) sebesar 2899 kkal/kg dengan harga Rp 5.113/kg . Hal ini sesuai
dengan pendapat Setyono dkk (2013) yang menyatakan bahwa kebutuhan protein kasar
ayam petelur 0-6 minggu strain putih yaitu 18 % dan energy (ME) sebesar 2850 kkal/kg
sedangkan strain cokelat 17% dan energy (ME) sebesar 2800 kkal/kg. Menurut
43
Udjianto (2016) pakan alternatif atau ransum yang siap pakai dari pabrik biasanya dijual
oleh produsen dengan harga berkisar Rp 5.000-Rp 6.000/kg. Menurut Sinurat dkk
kandungan gizi, faktor pembatas atau zat anti nutrisi dan proses peningkatan kualitas
setiap fase pertumbuhan ternak. Penyajian ransum pada ternak tidak sembarangan pada
ransum berbentuk pellet atau crumble disajikan sesuai bentuknya akan tetapi ransum
all-mash dapat disajikan dalam dua bentuk yaitu kering dan basah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Rasyaf (2007) yang menyatakan bahwa ransum all-mash disajikan
dalam sajian kering yaitu ransum langsung diberikan pada ternak sehingga cara ini
mudah dan cepat ada bisa juga disajikan dengan cara basah seperti bubur yang kental.
Penyajian ransum tidak hanya tentang wujud fisik ransum akan tetapi perlu
diperhatikan faktor tempat pakan dan waktu penyajian. Hal ini sesuai dengan pendapat
Aprilianti (2016) yang menyatakan bahwa warna tempat makan mempengaruhi seperti
tempat makan berwarna merah akan merangsang nafsu makan ayam dan waktu mulai
pagi hingga menjelang sore merupakan waktu yang baik untuk memberi pakan.
Kandang ayam petelur yang diamati memiliki sistem kadang dengan tipe atap
gable yang tidak membutuhkan bahan yang yang banyak serta sirkulasi udara dalam
kandang rata, bahan atap yang digunakan berupa seng karena harga murah dan awet,
44
tipe dinding yang digunakan berupa tipe terbuka agar sirkulasi udara dalam kandang
lancar sehingga udara yang kotor dalam kandang dapat keluar dan digantikan oleh udara
segar dari luar serta cukup sinar matahari, tipe lantai kandang berupa cages karena jenis
ayam yang dipelihara berupa tipe ayam petelur yang sedang masa produksi.
Zumrotun dan Tiswo (2006) menyatakan bahwa kandang yang sehat adalah mempunyai
sirkulasi udara dalam kandang yang lancar, yaitu dengan dinding kandang terbuka atau
berlubang sehingga udara dalam kandang yang kotor dapat keluar dan digantikan
dengan udara bersih dari luar serta mendapatkan sinar matahari yang cukup agar ayam
sehat dan tidak mudah terserang penyakit ssehingga tidak mengganggu produktivitas
telur. Sistem kandang yang diamati kurang baik dikarenakan bahan atap yang
digunakan berupa seng yang dapat menyerap panas matahari dan tipe dinding terbuka
yang mengakibatkan ayam terjadi kontak langsung dengan udara luar yang banyak
membawa penyakit. Retnani dkk. (2009) berpendapat bahwa peternakan dengan sistem
dengan sistem kandang tertutup karena mudah berinteraksi dengan lingkungan luar
Kandang ayam petelur yang ada di peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian
praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa arah kandang seperti ini baik untuk
ayam karena kandang tidak mendapatkan cahaya matahari secara langsung pada pagi
hari dan sore hari. Hal ini membuat cahaya matahari langsung dan panas yang
dipantulkan oleh permukaan tanah terdekat pada kandang terbuka dapat dihindari
produktivitas ayam petelur karena berkaitan dengan cekaman panas di daerah kandang.
Menurut Sudarmono (2003), kandang dibangun dengan bagian panjang membujur dari
arah utara ke selatan sehingga dapat menekan terjadinya pengumpulan panas atau
Unggas tidak memiliki kelenjar keringat sehingga perlu adanya manajemen kandang
46
yang baik supaya ternak tidak stres. Menurut Latipudin dan Mushawwir (2011) bahwa
jalur utama untuk menjaga keseimbangan tubuh ayam yaitu dengan cara panting atau
bernafas dengan tenggorokan tujuannya untuk menghindari cekaman panas dan stress
pada ternak.
tata letak kandang ayam petelur yang diamati sangat baik karena jarak antar kandang
tidak sempit, sekitar 6-7 meter. Menurut Murni (2009) bahwa jarak antar kandang
produktivitas ayam petelur karena berkaitan dengan sirkulasi udara di daerah kandang,
selain itu juga jarak antar kandang yang ideal berhubungan dengan menghindari
penularan penyakit antar kandang. Menurut Sudarmono (2003) bahwa kandang yang
jaraknya ideal akan membuat sirkulasi udara didalam kandang baik dan dapat
mencegah timbulnya sakit pada ternak. Jarak antar kandang dibuat minimal sama
dengan lebar kandang. Keadaan ini akan mempengaruhi kualitas lintasan udara
kedalam kandang dan dapat menekan suhu udara pada batas bangunan kandang.
47
sebagai berikut:
Tipe atap yang digunakan pada kandang yang diamati adalah tipe (gable). Atap
yang digunakan pada kandang yang diamati merupakan seng. Tipe dinding yang
digunakan pada kandang yang diamati adalah tipe dinding terbuka. Dinding
menggunakan anyaman kawat. Tipe lantai yang digunakan pada kandang yang diamati
adalah tipe litter. Pada kandang tipe lantai litter terdapat bahan penutup tanah yaitu
sekam dan serbuk gergaji. Kelebihan pada kandang yang diamati adalah sirkulasi udara
terjadi dengan baik, serta atap dinding yang menggunakan seng mempunyai nilai
kekurangan pada kandang yang diamati adalah penyebaran penyakit lebih cepat akibat
dinding kandang yang terbuka disertai atap kandang yang tertutup. Menurut Ali dan
Febrianti (2009) sirkulasi udara pada kandang yang terbuka terjadi sangat cepat
untuk membersihakan area kandang karena eksreta yang keluar langsung menuju
tempat yang telah disediakan. Menurut Rahayu dan Santosa (2009) efisiensi kendang
berikut:
Ukuran kandang ayam broiler memiliki panjang 11,24 m, lebar 4,78 m dan
tinggi 5,27 m, sedangkan luas kandang adalah 53,73 m2. Ayam broiler pada fase grower
memiliki kapasitas 7 ekor /m2. Jadi, kandang ayam broiler dapat menampung sekitar
316 ekor. Menurut pendapat Rasyaf (2010) menyatakan bahwa kapasitas kandang
untuk ayam broiler yang berada di dataran rendah adalah 8 9 ekor/m2, sedangkan pada
49
dataran tinggi adalah 11 12 ekor/m2. Kandang ayam yang terlalu panas dan padat,
akan mempengaruhi fisiologi dari ayam tersebut serta menghambat pertumbuhan pada
ayam. Menurut pendapat Wahyudi dkk. (2010) menyatakan bahwa kandang yang
terlalu padat akan mempengaruhi pertumbuhan serta pertambahan bobot badan pada
ayam, sehingga kepadatan pada antar ayam perlu diperhatikan sesuai dengan umur
ayam.
Daya dukung merupakan semua fasilitas yang diberikan peternak dengan tujuan
untuk memberikan kenyamanan bagi ternak maupun untuk mendukung produksi dari
ternak. Daya dukung kandang ayam yang ada didalamnya antara lain tempat minum,
tempat makan, alat pembersih seperti sapu lidi, ember, sikat, skop, sprayer dan garu
kecil. Kapasitas tempat pakan untuk 316 ekor ayam dapat menampung 5 kg pakan pada
setiap tempat pakan. Sedangkan untuk tempat minum dapat menampung sekitar 2
volume galon pada setiap tempat minum. Menurut Jayanata dan Harianto (2011)
menyatakan bahwa tempat pakan dan minum diletakkan secara menggantung dengan
volume galon dan kapasitas tempat minum 100 ekor sebesar 2 volume galon.
Ketinggian dalam pemasangan tempat makan maupun minum, juga perlu diatur supaya
itik nyaman ketika mengambil pakan maupun minumnya. Menurut Fadilah (2013)
menyatakan bahwa tinggi tempat minum sejajar dengan punggung ayam, agar tidak
dicakar dan terkontaminasi kotoran, jarak tempat minum tidak boleh melebihi 4 m.
50
BAB V
5.1. Kesimpulan
perbedaan panjang maupun berat dari sistem pencernaan, respirasi, reproduksi jantan,
reproduksi betina, urinari dan kekebalan tubuh dipengaruhi oleh status fisiologis ternak
tersebut. Formulasi dan penyajian ransum dilakukan dengan meninjau fase ternak
unggas yang akan diberikan. Sistem perkandangan pada kandang yang diamati perlu
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A., dan N. Febrianti. 2009. Performans itik pedaging (lokal x peking) fase starter
pada tingkat kepadatan kendang yang berbeda di Desa Laboi Jaya Kabupaten
Kampar. J. Peternakan 6 (1): 29-35.
Ali, M. S. H. 2015. Morfologi kelenjar mandibularis dan lingualis ayam ketawa dan
ayam kampung (Gallus gallus domesticus) dengan tinjauan khusus pada distribusi dan
kandungan karbohidrat. Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar. (Skripsi).
Amanu, S dan B. Riyanto. 2004. Kejadian infeksi bakteri Mycoplasma gallisepticum
pada kalkun, itik, entok dan angsa di kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogjakarta. J. Sains Veteriner. 22 (1): 1 4.
Andoko, S dan Sartono. 2013. Beternak Itik Pedaging. AgroMedia Pustaka, Jakarta
Aprilianti, D.R. 2016. Pengaruh frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap
produksi karkas ayam kampong super. Fakultas Peternakan dan Pertanian,
Universitas Diponegoro, Semarang. (Skripsi)
Arianti dan A. Ali. 2009. Performans itik pedaging (local x peking) pada fase starter
yang diberi pakan dengan persentase penambahan jumlah air yang berbeda. J.
Peternakan. 6 (2): 71 77.
Arifah, N., Ismoyowati dan N. Iriyanti. 2013. Tingkat pertumbuhan dan konversi pakan
pada berbagai itik lokal jantan (Anas plathyrhinchos) dan itik manila jantan
(Cairrina moschata). J. Ilmiah Peternakan. 1 (2) : 718 725.
Budiman, R. 2007. Pengaruh penambahan bubuk bawang putih pada ransum terhadap
gambaran darah ayam kampung yang diinfeksi cacing nematode (Ascaridia
Galii). Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi)
Damayanti, A. P. 2005. Pengukuran aktivitas metabolisme basal pada itik, entog dan
mandalung. J. Agrisains. 6 (2): 114 120.
Damayanti, E., A. Sofyan, H. Julendra dan T. Untari. 2009. Pemanfaatan tepung cacing
tanah Lumbricus rubellus sebagai agensia anti-pullorum dalam imbuhan pakan
ayam broiler. J. Ilmu Ternak dan Veteriner.
14 (2): 82 89.
Damayanti, Y., I. B. O. Winaya dan M.D. Rudyanto. 2012. Evaluasi penyakit virus
pada cadaver Broiler berdasarkan pengamatan patologi anatomi di rumah
pemotongan unggas. J. Medicus Veterinus. 1 (3): 417 427.
Darwati, S. 2012. Produktivitas dan pendugaan parameter genetik burung merpati lokal
(Columbia livia) sebgai merpati balap dan penghasil daging. IPB Press, Bogor.
Effendi, B. 2011. Pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai
dalam ransum terhadap nilai kecernaan ayam pedaging broiler periode grower.
Fakultas Sains Dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim, Malang. (Skripsi)
Fadilah, R. dan A. Polana. 2004. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara Mengatasinya.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Fadilah, R. 2006. Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka, Jakarta.
53
Fadilah, R dan A. Polana. 2011. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara Mengatasinya.
Agromedia Pustaka, Jakarta
Fadilah, R dan A. Polana. 2011. Mengatasi 71 Penyakit Pada Ayam. Agromedia
Pustaka, Jakarta
Fadilah, R. 2013. Super Lengkap Beternak Ayam Broiler. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Febriana, E. 2008. Gambaran histopatologi bursa fabricius dan timus pada ayam broiler
yang terinfeksi marek dan pengaruh pemberian bawang putih, kunyit
dan zink. Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi)
Fitriyah, A., Wihandoyo, Supadmo, Ismaya. 2008. Kadar hormone testosteron plasma
darah dan kualitas spermatozoa burung puyuh (Coturnix coturnix japonica)
setelah diberi minyak ikan lemuru dan minyak sawit. Animal Production 10 (3) :
157 163.
Hastuti, R.P. 2008. Pengaruh Penggunaan Bubuk Bawang Putih (Allium sativum) dalam
Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung yang Diinfeksi Cacing Ascaridia
galli. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi)
Herren, R, V. 2012. The Science of Animal Agricultur: 4th Edition. Nelson Education,
Canada.
Hutagalung, R. P., Hamdan dan Z. Siregar. 2012. Analisis morfometrik dan sifat
kualitatif warna bulu pada puyuh liar (Turnix suscitator atrogularis) dan
puyuh domestikasi (Coturnix-coturnix japonica). J. Peternakan Integraif.
1 (2): 200-214.
Irhamni, M. Z. 2015. Analisis kelayakan usaha peternakan ayam ras petelur
(layer) pola kemitraan dan pola mandiri di Kabupaten Blitar. Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya. (Skripsi).
Istichomah, N. 2007. Pengaruh pemberian bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L)
terfermentasi dalam ransum terhadap berat karkas, organ dalam serta
histopatologi hati dan ginjal ayam broiler. Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi)
Iswanto, H. 2005. Mengenal Lebih Dekat Ayam Kampung Pedaging. AgroMedia
Pustaka, Depok.
Jayanata, C. E dan B. Harianto. 2011. 28 Hari Panen Ayam Broiler. Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Kencana, G. A. Y., I. M. Kardena dan I. G. N. K. Mahardika. 2012. Peneguhan diagnose
penyakit Newcastle disease lapang pada ayam buras di Bali menggunakan
teknik RT-PCR. J. Kedokteran Hewan. 6 (1): 28 31.
54
Kholis, S. dan B. Sarwono. 2013. Ayam Elba Kampung Petelur Super. Penebar
Swadaya, Jakarta
Latipudin, D., dan A. Mushawwir. 2011. Regulasi panas tubuh ayam ras petelur fase
grower dan layer. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 6 (2) : 77 82.
Mardiati, S. M., dan A. J. Sitasiwi. 2008. Korelasi jumlah folikel ovarium dengan
konsentrasi hormon estrogen mencit (Mus musculus) setelah konsumsi harian
tepung kedelai selama 40 hari. Buletin Anatomi dan Fisiologi.
16 (2) : 54 59.
Mawaddah, S. 2011. Kandungan kolesterol, lemak, vitamin a dan e dalam daging, hati,
dan telur, serta performa puyuh dengan pemberian ekstrak dan tepung
daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) dalam ransum. Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi).
Nugroho. E., I M. Nuriyasa, dan N. W. Siti, Offal. 2014. Internal itik bali yang diberi
ransum komersial dengan suplementasi daun pepaya (Carica papaya). J.
Peternakan Tropika. 3 (2): 476-486.
Rahayu, I., T. Sundaryani dan H. Santosa. 2011. Panduan Lengkap Ayam. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Rahayu, I., T. Sudaryani., dan H. Santosa. 2013. Panduan Lengkap Ayam. Penebar
Swadaya, Jakarta.
55
Rahayu, A. R., H. Pancasakti dan A. Budiharjo. 2016. Pelacakan gen sitokrom oksidase
subunit 1 (co1) dna mitokondria pada itik tegal (anas sp.). J. Bioma. 18 (2) : 114
122.
Rahmanto. 2012. Struktur histologik usus halus dan efisiensi pakan ayam broiler.
Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri
Yogyakarta, Yogyakarta. (Skripsi)
Rasyaf, M. 2007. Seputar Makanan Ayam Kampung. Kanisius, Yogyakarta
Resnawati, H. 2014. Bobot organ-organ tubuh pada ayam pedaging yang diberi pakan
mengandung minyak biji saga. J. Ilmu Ternak dan Veteriner.
19 (2): 670-673
Salanga, F., L. Wahyudi, E. D. Queljoe dan D. Y. Katili. 2015. Kapasitas ovarium ayam
petelur aktif. J. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 4 (1) : 99 102.
Sari, M. L. 2012. Pengaruh pemberian grit kerang dan cahaya terhadap kualitas
kerabang telur ayam arab (Silver Braker kriel). J. Peternakan Sriwijaya.
1 (1) : 28 33.
Setyono, D. J., M. ulfah dan S. Suharti. 2013. Sukses beternak ayam petelur. Penebar
swadaya, Jakarta.
Siwi, N., T.H. Wahyuni dan Hamdan. 2014. Identifikasi morfologi dan morfometri
organ pencernaan serta sifat kualitatif warna bulu belibis kembang
(Dendrocygna arcuata) dan belibis batu (Dendrocygna javanica). J. Peternakan
Integrative. 2 (2): 193-208.
Sofyan, A., H. Julendra, E. Damayanti, B. Sutrisno dan M. H. Wibowo. 2010. Performa
dan histopatologi ayam Broiler yang diinfeksi dengan Salmonella pullorum
setelah pemberian imbuhan pakan mengandung tepung cacing tanah
(Lumbricus rubellus). J. Media Peternakan.
33 (1): 31 35.
Suharno, B dan T. Setiawan. 2012. Beternak Itik Petelur di Kandang Baterai. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Sujionohadi, K dan A.I. Setiawan. 2007. Ayam Kampung Petelur. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Sulistiyangto, B., C. I. Sutrisno, S. Sumarsih dan C. S. Utama. 2014. Ipteks bagi
masyarakat (IBM) kelompok tani ternak itik. J. INFO. 16 (1): 1 8.
Sultana, S., M. Z. Ali and M.T. Rahman. Effect of different dietary calcium and
phosphorus ratio on urinary system and incidence of gout in broiler chiks.
J.Innov. 6 (2): 19-23.
Udjianto, A. 2016. Beternak Ayam Kampung Hemat Pakan dan Tanpa Bau. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Ustomo, E. 2016. 99% Gagal Berternak Ayama Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Wahyudi, W. A., H. Afriani dan N. Idris. 2010. Evaluasi adopsi teknologi peternakan
ayam broiler di Kecamatan sungai gelam kabupaten muaro jambi. J. Penelitian
Universitas Jambi Seri Humaniora. 12 (2) : 23 28.
Wahyuwardani, S., Priyono, D. R. A., dan Manalu, W. 2015. Gambaran patologi bursa
fabricius embrio ayam pascavaksinasi gumboro secara in ovo
menggunakan vaksin lokal dan komersial. J. Veteriner. 16 (3): 399-408.
Wakhid, A. 2013. Super Lengkap Beternak Itik. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Waluyo, S dan M. Efendi. 2016. Beternak Ayam Broiler Tanpa Bau Tanpa Vaksin.
AgroMedia Pustaka, Jakarta
Wulandari, D., Sunarno dan T. R. Saraswati. 2015. Perbedaan somatometri itik tegal,
itik magelang dan itik pengging. J. Bioma. 17 (2) : 94 101.
Wuryadi, S. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Puyuh. Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Wuryadi, S. 2014. Beternak dan Bisnis Puyuh. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Yuriwati, F. N., S. M. Mardiati., S. Tana. 2016. Perbandingan struktur histologi
magnum pada Itik Magelang, Itik Tegal dan Itik Pengging. Buletin Anatomi dan
Fisiologi Universitas Diponegoro. 24 (1) : 76-85.
Zulfahmi, M., Y. B. Pramono dan A. Hintono. 2014. Pengaruh marinasi ekstrak kulit
nenas pada daging itik tegal betina afkir terhadap aktivitas antioksidan dan
kualitas kimia. J. Aplikasi Teknologi Pangan. 3 (2) : 46 48.
Zumrotun dan Tiswa. 2006. Beternak Ayam Petelur. Musi Perkas Utama, Jakarta.