Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR REPRODUKSI TERNAK


PENAMPUNGAN DAN EVALUASI SPERMA AYAM

Nur Aulia
Semester 3
05041181823004

Dosen Pembimbing:
Dr. drh. Langgeng Priyanto, M.Si
Dr. Eli Sahara, S.Pt, M.Si

29 Oktober 2019
Windu Darma Setiawan
Krisma Dwi Saputra
Isna

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


JURUSAN TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penampungan semen bertujuan untuk memperoleh semen yang jumlah atau
volume banyak dan kualitasnya baik untuk diproses lebih lanjut untuk keperluan
inseminasi buatan ataupun kepentingan lainnya. Secara umum penampungan
semen adalah ejakulasi yang dipengaruhi oleh factor internal dan ekternal. Faktor
internal yaitu hormone, metabolisme, keturunan, makanan, umur, dan kesehatan
secara umum dari pejantan tersebut. Sedangkan faktor eksternal adalah suasana
lingkungan, tempat penampungan, manajemen, para penampung, cuaca, saranan
penampungan termasuk teaster dan lain-lain. Maka untuk mendapatkan semen
yang memenuhi syarat adalah mengamati dan memperhatikan perilaku setiap
pejantan yang akan ditampung semennya (Hulfah. 2017).
Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam melakukan penampungan semen
diantaranya dengan Metode Pengurutan atau Masase, Metode penampungan
semen melalui pengurutan dapat diterapkan pada ternak besar seperti sapi, kerbau,
kuda, dan pada ternak unggas juga seperti kalkun dan ayam. Pada ternak besar
metode pengurutan ampulla vas deferens diterapkan apabila hewan jantan tersebut
memiliki potensi genetik tinggi akan tetapi tidak mampu melakukan perkawinan
secara alam, baik karena nafsu seksualnya rendah atau mempunyai masalah
dengan kakinya seperti lumpuh atau pincang dan cedera. Sedangkan pada ternak
ayam atau kalkun metode pengurutan punggung merupakan satu-satunya metode
penampungan yang paling baik hasilnya. Selanjutnya Metode Vagina Tiruan,
Vagina buatan adalah alat yang digunakan untuk menampung spermatozoa
dimana alat tersebut akan dikondisikan sebagaimana vagina asli dari ternak
tersebut. Penampungan semen menggunakan vagina tiruan merupakan metode
yang paling efektif diterapkan pada ternak besar seperti sapi, kuda, kerbau
ataupun ternak kecil seperti domba, kambing, dan babi yang normal atau tidak
cacat dan libidonya bagus. Kelebihan metode penampungan menggunakan vagina
tiruan ini adalah selain pelaksanaannya tidak serumit dua metode sebelumnya,
semen yang dihasilkannya pun maksimal. Hal ini terjadi karena metode

1 Universitas Sriwijaya
2

penampungan ini merupakan modifikasi dari perkawinan alam. maka sebaiknya


kita mengutamakan metode penampungan semen menggunakan vagina tiruan
pada ternak mamalia seperti sapi, kerbau, kuda, domba, dan kambing. Sedangkan
pada ternak unggas ayam dan kalkun pelaksanaannya akan lebih mudah
menggunakan metode pengurutan (Hijriyanto M, Dasrul, Thasmi CN. 2017).
Selanjutnya juga terdapat Metode Elektrojakulator, apabila penampungan
semen tidak bisa dilakukan dengan metode vagina buatan dikarenakan ternak
tidak cukup terlatih untuk ditampung, maka perlu dilakukan penampungan dengan
menggunakan alat ini. Perbedaan yang utama dari penampungan vagina buatan
adalah volume yang didapatkan dengan elektro ejakulator adalah dua kali lapit
lebih besar dari vagina buatan (Hijriyanto M, Dasrul, Thasmi CN. 2017).
Dan untuk keberadaan ayam dalam kehidupan manusia mulai sekitar 10.000
tahun yang lalu. Pertama kali diduga terjadi di Thailand. Pada periode ini
ditemukan adanya fosil ayam. Dan juga terdapat banyak pendapat dari berbagai
penelitian. Ayam atau Gallus gallus domesticus adalah salah satu
jenis unggas yang biasa dipelihara orang yang dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Ayam atau lebih sering disebut ayam yang merupakan
keturunan langsung dari salah satu subspesies ayam hutan yang dikenal
sebagai ayam hutan merah (Hardjosubroto, W. & J. M. Astuti. 2011).

1.2. Tujuan
Pratikum kali ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara penampungan
sperma dengan menggunakan metode masese atau dengan metode pengurutan,
juga untuk mengetahui ayam jantan apa yang dapat di masase serta untuk
mengetahui sperma yang didapatkan baik berupa bentuk, warna, dan lain-lain.

1.3. Manfaat
Pratikum kali ini kita dapat memperoleh manfaat yaitu mengetahui
bagaimana cara penampungan sperma dengan menggunakan metode masese atau
dengan metode pengurutan, juga mengetahui ayam jantan apa yang dapat di
masase serta mengetahui sperma yang didapatkan baik berupa bentuk, warna, dan
lain-lain.

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ayam Jantan


Ayam jantan adalah salah satu jenis ayam perdaging atau padat. Ayam
pejantan adalah sejenis ayam petelur namun jenis ayam ini adalah ayam afkir atau
limbah sortiran dari hasil produksi ayam petelur. Saat ini jenis ayam pejantan,
dibudidayakan dan dibesarkan untuk diperjual belikan. Ayam pejantan dijual
untuk diambil dagingnya. Karakteristik ayam pejantan adalah memiliki postur
tubuh yang cukup kurus namun memiliki tekstur daging yang berisi, padat, rendah
lemak dan lebih legit. Tahun 1980 sampai tahun 1990 ayam afkir dari jenis ayam
petelur ini sudah sangat populer di masyarakat (Bebas W, Laksmi DNDI. 2013).
Ayam merupakan salah satu jenis unggas yang biasa dipelihara orang yang
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ayam merupakan keturunan
langsung dari salah satu subspesies ayam hutan yang dikenal sebagai ayam hutan
merah atau Gallus gallus atau juga ayam bangkiwa. Kawin silang antar ras ayam
menghasilkan ratusan jenis ayam dengan bermacam-macam fungsi, yang paling
umum adalah ayam potong atau untuk dipotong dan ayam petelur. Ayam biasa
bisa juga dikawin silang dengan kerabat dekatnya, ayam hutan hijau, yang
menghasilkan hibrida mandul yang jantannya dikenal sebagai ayam bekisar.
Ayam berasal dari spesies ayam hutan merah atau ayam bangkiwa, Gallus gallus
yang hidup di India (Hardjosubroto, W. & J. M. Astuti. 2011).
Ayam menunjukkan perbedaan morfologi di antara kedua tipe kelamin. Ayam
jantan jauh lebih atraktif dari pada ayam betina, berukuran lebih besar,
memiliki jalu panjang, serta berjengger lebih besar, dan bulu ekornya panjang
menjuntai. Sedangkan Ayam betina relatif berukuran kecil, jalu pendek atau
nyaris tidak kelihatan, berjengger kecil, dan bulu ekor pendek. Jenis kelamin ini
diatur oleh berbagai sistem hormon. Apabila terjadi gangguan pada
fungsi fisiologi tubuhnya, ayam betina dapat berganti kelamin menjadi jantan
karena ayam dewasa masih memiliki ovotestis yang dorman dan sewaktu-waktu
dapat aktif. Hewan ini sangat mudah beradaptasi dan dapat dikatakan bisa hidup
di sembarang tempat, asalkan tersedia makanan untuknya. Karena kebanyakan

3 Universitas Sriwijaya
4

ayam peliharaan sudah kehilangan kemampuan terbangnya, mereka lebih banyak


menghabiskan waktu di tanah (Blakely, J. dan D. H. Bade. 2009).

2.2. Masase
Masase atau metode Pengurutan merupakan metode penampungan semen
melalui pengurutan dapat diterapkan pada ternak besar seperti sapi, kerbau, kuda,
dan pada ternak unggas seperti kalkun dan ayam. Pada ternak besar metode
pengurutan ampulla vas deferens diterapkan apabila hewan jantan tersebut
memiliki potensi genetik tinggi akan tetapi tidak mampu melakukan perkawinan
secara alam, baik karena nafsu seksualnya rendah atau mempu-nyai masalah
dengan kakinya seperti lumpuh atau pincang dan cedera. Sedangkan pada ternak
ayam atau kalkun metode pengurutan punggung merupakan satu-satunya metode
penampungan yang paling baik hasilnya (Hulfah. 2017).
Penampungan semen dengan metode masese atau metode pengurutan
dilakukan oleh dua orang. Satu orang memegang ayam jantan, dan yang seorang
lagi melakukan pengambilan semen. Penampungan semen dilakukan sebelum
ayam diberi makan, agar semen tidak tercampur dengan kotoran pada saat
pemerahan. Penampungan semen dapat dilakukan dengan cara pengurutan atau
massage pada bagian punggung ayam jantan, dimulai dari pangkal leher terus
kepunggung hingga pangkal ekor. Pengurutan ini dilakukan berulang kali pada
ayam pejantan yang menunjukkan ereksi maksimal atau rangsangan. Hal ini
ditandai dengan merenggangnya bulu ekor keatas dan penis mencuat keluar dari
permukaan kloaka dan mengeluarkan cairan bening. Cairan bening ini harus di
bersihkan jangan sampai bercampur dengan semen karena akan mengakibatkan
koagulasi (penggumpalan) sperma (Hijriyanto M, Dasrul, Thasmi CN. 2017).

2.3. Spermatozoa
Spermatozoa atau spermatozoid atau sel sperma berasal dari BahasaYunani
Kuno yang berarti benih dan makhluk hidup yang merupakan sel dari sistem
reproduksi jantan. Sel sperma akan membentuk zigot. Zigot adalah sebuah
seldengan kromosom lengkap yang akan berkembang menjadi embrio. Peran aktif

Universitas Sriwijaya
5

spermatozoon sebagai gamet jantan sehingga penting pada keberhasilan


munculnya individu baru (Garner, D. L. & E.S.E. Hafez. 2011).
Proses pembentukan sperma ini dinamakan spermatogenesis. Pada tubulus
seminiferus terdapat dinding yang terlapisi oleh sel germinal primitif yang
mengalami kekhususan. Sel germinal ini disebut spermatogonium atau jamak dari
spermatogonia. Setelah mengalami pematangan, spermatogonium memperbanyak
diri sehingga membelah secara terus-menerus atau mitosis. Sedangkan sebagian
spermatogonium yang lain melakukan spermatogenesis (Malecki, I. A., G. B.
Martin, & D. R. Lindsay, 2010).
Proses pembentukan sperma dipengaruhi oleh beberapa hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar hipofisis yaitu LH dan FSH. Fungsi LH atau Luteinizing
Hormone adalah untuk merangsang sel leydig untuk menghasilkan hormon
testosteron. Fungsi FSH juga meliputi perannya pada proses spermiogenesis, yaitu
perubahan dari spermatid menjadi sperma. Selanjutnya juga ada peran dari GH
atau Growth Hormone yang mengatur pembelahan awal spermatogonia (Malecki,
I. A., G. B. Martin, & D. R. Lindsay, 2010).
Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses
pembelahan dan diferensiasi sel, yang bertujuan untuk membentuk sperma
fungsional. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian
disimpan di epididimis. Spermatogenesis berawal dari sel spermatogonia yang
terdapat didinding tubulus seminiferus. Setiap spermatogonia yang mengandung
23 pasang kromosom, mengalami pembelahan mitosis menghasilkan spermatosit
primer yang mengandung 23 pasang kromosom (Iskandar, S., R. 2016).
Spermatosit primer ini kemudian mengalami pembelahan meiosis pertama
menghasilkan 2 spermatosit sekunder yang haploid. Pada tubulus seminiferus
terdapat dinding yang terlapisi oleh sel germinal primitif yang mengalami
kekhususan. Sel germinal ini disebut spermatogonium. Satu testis umumnya
mengandung sekitar 250 lobulus testis. Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah
besar sel epitel germinal yang disebut spermatogonia (Iskandar, S., R. 2016).
Sperma yang dikeluarkan dari testis merupakan sperma yang matang, yang
mempunyai motilitas dan mempunyai kemampuan untuk membuahi sel telur.
Pada hewan yang memiliki epididimis, sperma yang berada di dalam tubulus

Universitas Sriwijaya
6

seminiferus atau yang dikeluarkan dari testis belum motil, motilitasnya baru
diperoleh setelah mengalami aktivasin atau pematanganfisiologia di dalam
epididimis. Spermatozoa dapat disimpan dalam epididimisdan vas deferens
selama beberapa hari (Garner, D. L. & E.S.E. Hafez. 2011).
Kriteria Sperma Normal untuk jumlah sperma normalnya sekitar 10-20 juta
per mililiter ejakulat air mani dengan jumlah sekitar 2-6 mili meter. Minimal 60%
nya harus merupakan sperma yang sehat serta mampu bergerak dan 15% bergerak
lurus dan cepat. Bentuk kepala sperma normal adalah bulat lonjong atau oval bila
dilihat dari depan, dan bila dilihat dari samping berbentuk pipih. Sperma yang
bergerak ini mempunyai ekor yang panjang dan berujung lancip, ia akan terus
bergerak seperti cambuk. Tenaga yang menggerakkan ekor sperma ini diperoleh
dari bagian lehernya, karena mempunyai sumber energi yang diolah di bagian
mitokondrianya. Bahan-bahan baku diperoleh dari air mani yang susunan
kimiawinya agak kompleks terdapat berbagai zat yang penting untuk kehidupan
sperma dan daya tahan sperma (Bebas W, Laksmi DNDI. 2013).
Bentuk sel ini memiliki 3 bagian yaitu bagian kepala, tengah, dan ekor. Pada
bagian kepala terdapat inti sel, bagian tengah mengandung banyak mitokondria
yang berfungsi sebagai sumber energi untuk pergerakan dan bagian ekor bertugas
untuk mendorong sehingga sel sperma ini dapat bergerak. Struktur Sperma yaitu
sperma berbentuk seperti kecebong dan terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala,
leher dan ekor. Kepala berbentuk lonjong agak gepeng berisi inti atau nucleus.
Bagian leher menghubungkan kepala dengan bagian tengah. Sedangkan ekor
berfungsi untuk bergerak maju, panjang ekor sekitar 10 kali bagian kepala (Johari
S, Ondho YS, Wuwuh S, Henry YB, Ratnaningrum. 2011).
Selanjutnya kepala pada sel sperma berbentuk lonjong dan terdapat inti sel
dengan kadungan informasi genetic berupa DNA di dalamnya. Informasi genetic
ini akan bertemu dengan informasi genetic dari sel telur dan akan menentukan
apakah janin nya seorang laki-laki ataupun perempuan. Kepala sperma berbentuk
lonjong, mengandung nukleus, inti tersebut mengandung DNA atau informasi
genetik yang akan diwariskan nantinya. Kepala sperma juga terdapat enzim-
enzim, seperti enzim hialuronidase, yang berfungsi untuk menembus lapisan
koronaradiata pada ovum dan enzim akrosin yang menembus zona pelusida. Pada

Universitas Sriwijaya
7

kepala sperma ini juga diselubungi oleh dua enzim yang membantu sel sperma
untuk menembus pertahanan reproduksi betina (Iskandar, S., R. 2016).
Bagian tengah sperma ini dibungkus oleh mitokondria yang merupakan
sumber energi bagi sperma yang berguna sebagai sumber energy bagi sel sperma
dalam menjalankan aktivitasnya. Di dalam mitokondria ini, terdapat 11 buah
mikrotubulus, serta mempunyai ATP untuk menghidrolisis atau mengolah ATP
sebagai bahan utama sumber energi. Badan atau corpus, banyak mengandung
mitokondria yang berfungsi sebagai penghasil energi untuk pergerakan sperma.
Ekor sperma berupa flagella atau alat gerak berbentuk sitoskeleton yang
berukuran panjang yang berfungsi mendorong sperma kedepan, dengan
kecepaatan 30 inci/jam. Ekor berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke
dalam vas deferens dan ductus ejakulotoris (Iskandar, S., R. 2016).
Dari jutaan sperma hanya satu saja yang nantinya berhasil mebuahi telur,
sedangkan yang lainnya mati di tengah perjalanan menuju telur. Sperma yang
berhasil membuahi telur adalah sperma yang unggul mengingat perjalanan
mencapai lokasi telur sangat jauh dan melewati banyak rintangan. Mungkin
maksud dari Penciptanya adalah agarcacat bawaan tidak banyak terjadi.
Bayangkan saja bila semua spermatermasuk sperma yang lemah pun bisa
membuahi telur. Walaupun jumlahnya tidak mencapai 10 juta per milimeter,
tetapi denganmutu sperma yang baik dan jumlah gerak sperma yang cepat dan
cukup, maka kemungkinan besar akan berhasil membuahi telur (Garner, D. L. &
E.S.E. Hafez. 2011).
sel sperma harus memiliki gerakan yang cepat dan gesit untuk mencapai sel
telur. Ternak janta dianggap memiliki motilitas normal jika 40% dari keseluruhan
sperma bergerak dan setidaknya 32% harus berenang dalam gerakan maju atau di
dalam lingkaran besar. Gerakan sel sperma sendiri sebenarnya bermacam-macam
tergantung pada strukturnya. Beberapa mungkin ada yang mengalami kelainan
seperti bentuk ekor yang lebih pendek sehingga menyebabkan gerakannya tidak
lincah ketika menuju ovarium (Bebas W, Laksmi DNDI. 2013).

Universitas Sriwijaya
7

BAB 3
METODELOGI

3.1. Waktu dan Tempat


Pratikum ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 29 Oktober 2019
pukul 10.30 s/d selesai. Pratikum ini dilaksanakan di Laboraturium
Kandang Percobaan Ruminansia dan di Laboraturium Nutrisi dan
Makanan Ternak Program Studi Peternakan Jurusan Teknologi dan
Industri Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Alat yang kita gunakan dalam pratikum kali ini yaitu, tabung
vaculab atau tabung penampung sperma dan optilab.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pratikum kali ini, ayam jantan.

3.3. Cara Kerja


3.3.1. Penampungan Sperma
Adapun cara kerja untuk penampungan sperma yaitu pertama siapkan alat
dan bahan seperti tabung vaculab, optilab dan ayam jantan, setelah semua alat dan
bahan siap, ayam terlebih dahulu dibersihkan, lalu mulai melakukan pengurutuan
pada ayam dengan menggunakan metode masese atau metode pengurutan,
selanjutnya masese atau urut ayam secara terus menerus hingga adanya
rangsangan atau sperma keluar, lalu ambil tabung vaculab guna menampung
sperma, setelah sperma keluar lalu masuk kedalam tabung. Terakhir semen siap
diuji di Laboraturium untuk diperiksa dan catat hasil yang didapatkan.

3. 2. Proses Evaluasi Semen


Adapun cara kerjanya yaitu siapkan alat dan bahan, lalu lakukan
pengujian sperma pada makroskopi yaitu warnah, betuk, volume, arah,
lalu catat hasil dikertas.

8 Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Setelah melakukan pengamatan praktikum Penampungan Dan Evaluasi
Sperma Ayam didapatkan hasil sebagai berikut.

4.1.1. Penampungan Dan Evaluasi Sperma Ayam Jantan

a. Gambar Bentuk Sperma Ayam

b. Gambar Arah Gerak Sperma Ayam

9 Universitas Sriwijaya
10

c. Tabel Kecepatan Gerak Spermatozoa Ayam

Jenis Sperma Kecepatan Gerak

Ayam Jantan -

4.2. Pembahasan
Adapun utuk hasil dan pembahasan, untuk hasil dapat dilihat pada tabel dan
gambar diatas, Masase atau metode Pengurutan merupakan metode penampungan
semen melalui pengurutan dapat diterapkan pada ternak besar seperti sapi, kerbau,
kuda, dan pada ternak unggas seperti kalkun dan ayam. Penampungan semen
dengan metode masese atau metode pengurutan dapat dilakukan oleh dua orang.
Satu orang memegang ayam jantan, dan satu orang lagi melakukan pengambilan
semen. Penampungan semen dilakukan sebelum ayam diberi makan, agar semen
tidak tercampur dengan kotoran pada saat pemerahan.
Penampungan semen dapat dilakukan dengan cara pengurutan atau massage
pada bagian punggung ayam jantan, dimulai dari pangkal leher terus kepunggung
hingga pangkal ekor. Pengurutan ini dilakukan berulang kali pada ayam pejantan
yang menunjukkan ereksi maksimal atau rangsangan. Hal ini ditandai dengan
merenggangnya bulu ekor keatas dan penis mencuat keluar dari permukaan kloaka
dan mengeluarkan cairan bening. Cairan bening ini harus di bersihkan jangan
sampai bercampur dengan semen karena akan mengakibatkan koagulasi atau
penggumpalan sperma.
Ayam akan menunjukkan ereksi maksimal, maka ditekan bagian pangkal
kloaka dengan ibu jari dan telunjuk, serta dekatkan tabung penampung semen
pada kloaka, dan tampunglah semen yang keluar tadi kedalam tabung penampung
semen. Usahakan pada saat penampungan semen, semen yang tertampung benar-
benar tidak tercampur dengan material lain karena akan mengurangi kualitas
semen. Semen yang tertampung kemudian diukur volumenya dengan syringe
spuite untuk menentukan berapa banyak pengencer yang diperlukan nantinya.
Selanjutnya semen dapat langsung digunakan atau disimpan sementara waktu

Universitas Sriwijaya
11

pada termos yang telah disiapkan. Pengambilan semen dapat diulang stelah 15-20
menit kemudian.
Melalukan metode masese ini tentu mempunyai ketentuan atau syarat seperti
ayam harus sehat, dewesa kelamin, dan juga sebelum dilakukan masese ayam
harus dipuasakan maksud dari dipuasakan ayam selalu dikurung atau
dikandangkan agar energi pada ayam tidak terbuang. Tujuan dilakukannya
masese ini tentu memiliki tujuan seperti untuk mendapatkan keturunan yang
berkualitas baik, juga agar dapat menampung sperma sebanyak mungkin. Dan
untuk pakan dan air minum juga sangat penting, kesediaan pakan dan air minum
harus normal, sehingga ayam jantan tetap sehat dan memiliki energi yang kuat.
Secara umum penampungan semen adalah ejakulasi yang dipengaruhi oleh
faktor internal dan ekternal. Faktor internal yaitu seperti hormone, metabolisme,
keturunan, makanan, umur, dan kesehatan secara umum dari pejantan tersebut.
Sedangkan faktor eksternal adalah suasana lingkungan, tempat penampungan,
manajemen, para penampung, cuaca, saranan penampungan termasuk teaster dan
lain-lain. Faktor lain juga bisa seperti stres, stres juga dapat dipengaruhi oleh
keadaan lingkugan yang bising akan menyebabkan sperma tidak keluar. Maka
untuk mendapatkan semen yang memenuhi syarat adalah mengamati dan
memperhatikan perilaku setiap pejantan yang akan ditampung semennya minimal
seminggu sebelum melakukan masese pada ayam.
Dan untuk kapasitas sperma pada ayam sendiri tentu berbeda- beda bisa
disebabkan dari ayam jantan itu sendiri, bisa disebabkan dari tingkat kestresan,
umur, kebiasaan, pakan, minum, tingkat genetik, lingkungan, dan lain-lain. Dan
pada metode ini alat dan bahan yang gunakan seperti tabung vaculap, vaculap
merupakan tabung untuk menampung sperma, didalam vaculap terdapat cairan
yang bersifat untuk mengencerkan sperma dan cairan itu tidak berpengaruh pada
sperma atau semen ayam, dan kapasitas dari tabung vaculap yaitu 3 ml.
Spermatozoa merupakan sel gamet pejantan yang dibentuk di dalam tubuli
seminiferi pada testis. Spermatozoa yang sudah terbentuk seluruhnya merupakan
perpanjangan sel yang terdiri dari kepala yang hampir seluruhnya terdiri dari
kromatin, dan ekor yang memberikan daya gerak sel. Spermatozoa dibentuk
melalui proses spermatogenesis, yaitu suatu proses kompleks yang meliputi

Universitas Sriwijaya
12

pembelahan dan diferensiasi sel dan dimulai pada saat hewan mencapai dewasa
kelamin. Selama proses tersebut, jumlah kromosom direduksi dari diploid (2n)
menjadi haploid (n) pada setiap sel, dan terjadi reorganisasi komponenkomponen
inti sel dan sitoplasma secara meluas.
Spermatozoa merupakan perpanjangan dari sel haploid yang dihasilkan dari
proses spermatogenik dan pematangan pada pejantan dan merupakan sel khusus
dengan fungsi terbatas, yaitu untuk membawa informasi genetik ke sel telur
betina. Walaupun berbeda spesies, spermatozoa pada hewan ternak dan vertebrata
lainnya memiliki struktur yang sama, yaitu memiliki akrosom, nukleus, dan
terpasang flagella dengan mitokondria, annulus, dense fibers, dan selubung yang
berserat
Sperma merupakan suatu sel kecil, kompak dan sangat khas yang tidak
bertumbuh atau membagi diri. Secara esensial, sperma terdiri dari kepala yang
membawa materi herediter paternal, dan ekor sebagai sarana penggerak. Ukuran
dan bentuk spermatozoa berbeda pada berbagai jenis hewan, namun memiliki
struktur morfologi yang sama. Bentuk dan ukuran spermatozoa antara bangsa
unggas cukup sama dan konsisten, tetapi sperma unggas berbeda dengan sperma
mamalia karena lebih kecil, lebih panjang, kepala berfilamen dan tidak memiliki
butiran kinoplasmik
Sperma unggas memiliki bentuk kepala yang silindris memanjang dengan
akrosom yang meruncing. Kepala sperma pada unggas sedikit melengkung
dengan ukuran panjang 12 – 13 μm dan diselimuti akrosom (2 μm). Ekor
spermatozoa terdiri dari leher, bagian tengah, bagian utama dan ujung. Bagian
tengah ekor memiliki panjang 4 μm, dan selebihnya dari panjang sperma 100 μm
terdiri dari bagian ekor dan pada bagian terlebar sperma berukuran 0,5 μm.
Bagian tengah dan ekor spermatozoa tersusun dari mitokondria dan sitoskeleton
sel yang menyebabkan spermatozoa bergerak motil. Akrosom mengandung suatu
enzim yang dibutuhkan spermatozoa pada saat fertilisasi yaitu proakrosin,
hialuronidase, zona lisin esterase, dan asma hidrolase
Fisiologi Semen Unggas, semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara
normal diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Semen
terdiri dari dua bagian, yaitu spermatozoa atau sel kelamin jantan dan plasma

Universitas Sriwijaya
13

semen yang merupakan suatu cairan semi gelatin. Spermatozoa dihasilkan di


dalam testis, sedangkan plasma semen merupakan campuran sekresi yang dibuat
oleh epididimis dan kelenjar kelamin pelengkap. Perbedaan anatomi kelenjar-
kelenjar pelengkap pada berbagai jenis hewan akan menyebabkan perbedaan
volume dan komposisi semen hewan tersebut
Semen ayam mengandung kadar glukosa dan fruktosa yang rendah dan
memiliki lebih banyak asam glutamat dan glisin dan sedikit asam aspartik.
Penampungan Semen pada Ayam, metode penampungan semen yang paling
sering digunakan pada ayam yaitu dengan metode pengurutan atau massage, yaitu
melakukan pengurutan pada bagian punggung ayam ke arah belakang hingga
ujung kaudal tepat di bawah tulang pubis. Pemijatan ujung kaudal tersebut harus
dilakukan secara cepat dan kontinyu dengan tekanan tertentu sampai terjadi ereksi
yang ditandai dengan keluarnya papila dari kloaka dan kaki yang spermatozoa.
Evaluasi dari bentuk sperma terdapat dua bagian yaitu normal dan abnormal,
sperma normal maksudnya sperma yang dalam bentuk ukuran itu sesuai, baik
kepala, badan, ekor, tidak ada cacat pada sperma, sedangkan abnormal sperma
dibagi menjadi dua bagian, yaitu abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas
primer terjadi karena kelainan-kelainan pada tubuli seminiferi dan gangguan
testikuler. Abnormalitas primer dapat disebabkan oleh gangguan patologis, panas,
perlakuan suhu dingin pada testis, defisiensi pakan, perubahan musim, temperatur
yang berubah-ubah, faktor keturunan, penyakit, pengaruh lingkungan yang buruk,
kejutan dingin (cold shock), dan tekanan osmosis (osmotic shock) pada saat
pembentukan spermatozoa. Abnormalitas sekunder terjadi setelah sel sperma
meninggalkan tubuli seminiferi, yaitu dalam perjalanan melalui epididimis dan
vas deferens serta pada saat ejakulasi seperti agitasi, pemanasan yang berlebihan,
pendinginan yang terlalu cepat, kontaminasi dengan air, urin, dan antiseptik.
Kecepatan gerakan pada sperma ada beberapa gerakan, pertama gerakan
cepat (+++), selanjutnya adanya gerakan sedang (++), terakhir gerakan lambat
atau mati (+). Dari gambaran kecepatan sperma yang baik bahwa sperma dengan
gerakan cepatlah nanti yang duluan masuk dalam ovarium. Terakhir arah gerakan
sperma terdapat gerakan berputar atau hanya disatu titik saja dan gerakan lurus

Universitas Sriwijaya
14

atau bergerak. Pada pratikum yang didapatkan bahwa untuk kecepatan sperma
tidak ada atau tidak ditemuan hasilnya.
Evaluasi kualitas semen pada warna, semen seharusnya berwarna putih dan
terlihatnya warna lain mengindikasikan adanya kontaminasi. Warna kekuningan
dan ada endapan putih mengindikasikan adanya kontaminasi feses, sedangkan
berwarna merah kecoklatan menandakan adanya sel eritrosit. Setiap kontaminan
akan menurunkan kapasitas pembuahan dari semen, dan laju penurunannya
tergantung pada konsentrasi kontaminan, ada tidaknya kontaminan lain, tingkat
pengenceran, waktu dari koleksi semen menuju inseminasi, dan jumlah
spermatozoa yang digunakan dalam inseminasi. Peluang untuk memperoleh
fertilitas yang baik adalah jika semen yang dikoleksi berwarna putih. Warna
semen dapat tercemar oleh feses, transundat kloaka, dan butir darah merah. Warna
semen, konsistensi semen, dan konsentrasi spermatozoa saling berhubungan.
Warna semen akan semakin intensif dan konsistensi semen akan semakin kental
dengan semakin tingginya konsentrasi spermatozoa. Konsistensi semen bervariasi,
yaitu dari suspensi keruh dan tebal sampai suatu cairan encer. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas dan kuantitas semen adalah makanan, nutrisi makanan,
suhu dan musim, frekuensi ejakulasi, serta libido dan faktor psikis.

Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Pada pratikum kali dapat disimpulkan bahwa Penampungan semen bertujuan
untuk memperoleh semen yang jumlah atau volume banyak dan kualitasnya baik
untuk diproses lebih lanjut untuk keperluan inseminasi buatan ataupun
kepentingan lainnya. Penampungan semen dapat dilalukan dengan berbagai
metode, pada pratikum kali ini menggunakan metode mases atau metode
pengurutan, syarat atau ketentuan dari metode masese yaitu ayam jantan yang
sehat dan berkualitas, dewesa kelamin dan dipuasakan agar mendapatkan sperma
yang semaksimal mungkin. Sperma merupakan sel gamet pejantan yang dibentuk
di dalam tubuli seminiferi pada testis. Spermatozoa yang sudah terbentuk
seluruhnya merupakan perpanjangan sel yang terdiri dari kepala yang hampir
seluruhnya terdiri dari kromatin, dan ekor yang memberikan daya gerak sel.

5.2 Saran
Semoga para mahasiswa yang mengikuti praktikum ini agar dapat
melaksanakannya sebaik mungkin dan penuh ketenangan, supaya praktikum ini
dapat berjalan degan lancar dan tepat waktu

15 Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUTAKA

Afiati F, Yulnawati, Riyadi M, Arifiantini RI. 2015. Abnormalitas Spermatozoa


ayam Dengan Frekuensi Penampungan Berbeda. Proc. Seminar Nasional
Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1(4): 930-934.

Bebas W, Laksmi DNDI. 2013. Konsentrasi Spermatozoa Dan Motilitas


Spermatozoa Ayam Hutan Hijau (Gallus varius). Buletin Veteriner
Udayana 5(1):57-62

Blakely, J. dan D. H. Bade. 2009. Ilmu Peternakan Edisi ke-4. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Garner, D. L. & E.S.E. Hafez. 2011. Spermatozoa. In : E.S.E. Hafez (Editor).


2010. Reproduction In Farm Animals. 4th Ed. Lea and Febiger,
Philadelphia. hlm. 167-188.

Hardjosubroto, W. & J. M. Astuti. 2011. Buku Pintar Peternakan. PT. Gramedia


Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Hijriyanto M, Dasrul, Thasmi CN. 2017. Pengaruh Frekuensi Penampungan


Semen Terhadap Kualitas Spermatozoa Pada Ayam Bangkok. JIMVET
1(1):046-053.

Hulfah. 2017. Pengaruh frekuensi penampungan sperma terhadap kuantitas,


kualitas sperma dan dosis terhadap fertilitas telur ayam Kampung. Thesis.
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Iskandar, S., R. Mardalestari, R. Hermawati, E. Mardiah & E. Wahyu. 2016.


Pengaruh jenis, konsentrasi krioprotektan dan metode thawing terhadap
kualitas semen beku ayam Arab. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 11(1) :
34-38.

Johari S, Ondho YS, Wuwuh S, Henry YB, Ratnaningrum. 2011. Karakteristik


Dan Kualitas Semen Berbagai Galur Ayam Kedu. Seminar Nasional
Kebangkitan Peternakan – Semarang.617-632.

Malecki, I. A., G. B. Martin, & D. R. Lindsay, 2010. Semen production by the


emu (Dromaius novaehollandiae). 2. Effect of collection frequency on the
production of semen and spermatozoa. Poultry Sci. 76:622–626.

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN

Gambar 1.Pengamatan Pada Sperma Gambar 2. Pengamatan Pada Sperma

Gambar 1.Pengamatan Pada Sperma Gambar 2. Pengamatan Pada Sperma

Gambar 5. Berlangsungnya Masese Gambar 6. Berlangsungnya Masese


Pada Ayam Jantan Pada Ayam Jantan

Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai