Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN

KOASISTENSI DIAGNOSA LABORATORIK VETERINER


STUDI KASUS ROTAVIRUS PADA ANAK SAPI

OLEH:
Lilik Dwi Mariyana
NIM. 2009611070
Gelombang 17 Kelompok K

LABORATORIUMKOASISTENSI DIAGNOSA LABORATORIK


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
A. Signalment
Terdapat 7 anak sapi yang mati dengan riwayat klinis diare berair yang diikuti dengan
dehidrasi hebat, dilaporkan di daerah Bangladesh dalam periode Juli 2015- Juni 2016
(Rakib et al., 2018)
Jenis Hewan : Anak Sapi
Ras/Breed : Sapi Perah
Umur : Bervariasi antara 1-8 minggu
Lokasi Kandang : Bangladesh
B. Tanda Klinis
Terdapat 7 anak sapi mengalami diare berair yang diikuti dengan hasil fatal akibat
dehidrasi parah (Rakib et al., 2018). Terkadang infeksi rotavirus juga disertai dengan
gejala anoreksia serta depresi sedang. Infeksi bersamaan dengan patogen lain seperti
Escherichia coli dan Bovine Viral Diarhe (BVD) dapat meningkatkan efek infeksi Bovine
Rotavirus (BRV) yang menyebabkan penyakit saluran pencernaan yang lebih parah pada
anak sapi (Chauhan et al., 2008).
C. Data Epidemiologi
Pada awal 1940-an dan 50-an, peran virus sebagai agen etiologi dalam menyebabkan
diare pada anak sapi dicurigai, tetapi konfirmasi berdasarkan isolasi agen membutuhkan
waktu dua dekade lagi. Pada tahun 1974, nama 'Rotavirus' disarankan untuk virus mirip reo
ini, karena karakteristik morfologi berbentuk 'roda' yang diamati oleh mikroskop elektron
transmisi (Flewett et al., 1974). Saat ini infeksi rotavirus tersebar luas, diisolasi dari setiap
spesies hewan peliharaan dan telah menjadi faktor utama penyebab diare pada hewan yang
baru lahir (Chauhan et al., 2008). Selain anak sapi, rotavirus telah ditemukan dari kotoran
diare dari domba, anak babi, anak kuda, hewan peliharaan, dan unggas; termasuk bayi
manusia (Dodet et al., 1997).
Insiden diare rotavirus lebih banyak pada hewan yang terbatas pada kandang, karena
paparan virus yang tahan terhadap lingkungan yang terakumulasi di tempat tersebut (Steele
et al., 2004). Rotavirus bertahan dalam kotoran selama beberapa bulan di kendang (Ghosh et
al., 2007). Infeksi rotavirus ditemukan memiliki epidemiologi yang kompleks karena dari co-
sirkulasi serotipe virus yang berbeda di wilayah geografis, teruma karena pergesaran genetic
atau penyusunan genom (Steele et al., 2004). Penyebaran infeksi Rotavirus dapat melalui air
susu induk, feses, air, dan bahan pakan yang terkontaminasi (Malik et al., 2005)
Laporan kejadian infeksi rotavirus pada pedet mungkin setinggi 90% tetapi umumnya
berkisar antara 40-50%. Sejak laporan pertama virus diare pedet oleh Mebus pada tahun
1969, Rotavirus pada pedet telah dilaporkan dari beberapa negara termasuk Bangladesh yaitu
prevalensi sebanyak 7% (Selim et al., 1991).
Mortalitas dan Morbiditas :
Rotavirus memiliki tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi pada anak sapi yang
baru lahir terutama pada minggu pertama setelah kelahiran. Pada penelitian Aich et al.,
(2007) melaporkan bahwa angka kematian akibat rotavirus dapat naik hingga 90% pada
populasi rentan jika terdapat infeksi kombinasi dengan infeksi sekunder lainnya seperti E.coli
dan virus corona.
D. Data Patologi Anatomi
Berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi yang dilakukan oleh

E. Diagnose Sementara
Berdasarkan gejala klinis yang teramati, diagnose sementara yang dapat disimpulkan
yaitu Rotavirus dengan diagnose banding Escherchia coli, Salmonella spp., Coronavirus,
Clostridium perferingens, Cryptosporidium, Coccidia.

F. Diagnose Definitif
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan patologi anatomi, data epidemiologi,
pemeriksaan laboratorium patologi, dan laboratorium virologi maka pemeriksaan yang
dilakukan berupa Uji Virologi: ELISA dan RT-PCR. Hasil diagnose menunjukkan dari 7
sampel anak sapi 4 sampel terkonfirmasi terinfeksi Rotavirus (Tipe A) yang disebabkan
oleh virus RNA.
G. Diskusi Kasus
a. Alasan Pengambilan Sampel
Sampel yang diambil untuk pemeriksaan laboratorium adalah feses dan jaringan
usus. Sampel tersebut diambil krena saluran usus adalah tempat perkembangbiakan
rotavirus dan virus diekskresikan melalui feses.
b. Kajian Epidemiologi Singkat
Penyakit Rotavirus dikatagorikan sebagai salah satu penyakit zoonosis yang
tersebar secara meluas di dunia (Martella et al., 2010). Rotavirus merupakan patogen
enterik yang menyebabkan akut diare berair pada anak-anak dan berbagai jenis
hewan. Sekitar dua juta rawat inap dan 453.000 kematian pada anak-anak di bawah 5
tahun usia setiap tahun (Tete et al., 2012).
Terdapat delapan spesies rotavirus yaitu: rotavirus A (mayoritas isolat yang
menginfeksi pada mamalia dan unggas, termasuk manusia), rotavirus B
(teridentifikasi pada manusia dan tikus), rotavirus C (manusia dan babi), rotavirus D,
F, dan G (teridentifikasi pada ayam), rotavirus E (babi), rotavirus H (manusia),
rotavirus H sementara ditetapkan ke spesies rotavirus baru (Kindler et al., 2013).
Grup A rotavirus diakui sebagai yang paling penting kelompok penyebab prevalensi
tertinggi dan patogenesis pada manusia dan hewan termasuk sapi, babi, kuda, anjing,
kucing, ayam dan kalkun. Infeksi rotavirus tanpa gejala juga diketahui terjadi pada
babi di segala usia (Thongpracuhum et al., 2009).
c. Etiologi
Pada tahun 1974, nama 'rotavirus' ditetapkan setelah menganalisis morfologi
virus tersebut menggunakan mikroskop elektron transmisi. Komite Internasional
Taksonomi Virus (ICTV) menetapkan bahwa virus ini memiliki diameter 65-70 nm,
genus Rotavirus dalam keluarga Reoviridae. Rotavirus berbentuk ikosahedral dan
tidak terselubung, dengan 32 kapsomer dan 11 segmen ds RNA (16-21 kbp),
terlindungi dengan baik oleh lapisan kapsid dalam dan luar (Desselberger et al.,
2005).
Bovine rotavirus biasanya hanya terlihat pada hewan muda, usia 1-8 minggu
dan kerentanan terhadap virus enteritis menurun dengan bertambahnya usia. Kejadian
Rotavirus pada anak sapi dilaporkan sudah menyebar luas di seluruh dunia
(Shailendra et al., 2019). Infeksi rotavirus pada anak sapi sebagian besar terjadi
melalui konsumsi bahan yang terkontaminasi tinja (Steele et al., 2004). Masa
inkubasi rotavirus sangat singkat yaitu 12-24 jam, virus tumbuh dengan cepat untuk
menyelesaikan siklus penularan sebelum intervensi sistem kekebalan tubuh. Virus
menyerang anak sapi dalam beberapa hari setelah kelahiran, anak sapi yang terkena
menunjukkan diare berair, dan hasil yang fatal sering diamati karena adanya dehidrasi
yang parah (Steele et al., 2004).
d. Patogenesis
Infeksi rotavirus pada anak sapi sebagian besar terjadi melalui konsumsi bahan
yang terkontaminasi tinja (Steele et al., 2004). Setelah masuk melalui jalur oral,
rotavirus berkembang biak dalam enterosit matang pada vili usus kecil. Replikasi
akhirnya menyebabkan lisisnya sel. Enterosit yang matang kemudian digantikan oleh
enterosit yang belum matang dari kriptus vili. Hilangnya enterosit yang matang juga
berkontribusi pada ketidak cukupan sistemik bikarbonat, natrium, kalium, klorida dan
air yang menyebabkan asidosis. Selain itu hilangnya enterosit juga dapat mengurangi
kemampuan untuk mencerna susu, sehingga susu yang tidak tercerna selanjutnya
difermentasi mikroorganisme yang juga berkontribusi menyebabkan asidosis.
Perubahan inflamasi pada usus kecil yang disebabkan oleh infeksi rotavirus
menyebabkan usus menjadi hipermobilitas yang mengakibatkan penyerapan cairan
lebih sedikit. Akibat dari semua faktor tersebut adalah diare berair yang diikuti
dengan dehidrasi pada anak sapi (Dhama et al., 2009).
e. Pencegahan dan Pengobatan
Peningkatan sanitasi dan kebersihan harus diikuti di unit pemeliharaan pedet
yang intensif sehingga kejadian infeksi rotavirus dapat dikurangi. Tapi ini saja tidak
akan menjadi solusi lengkap untuk masalah dan ketersediaan antibodi induk berbasis
kolostrum sangat penting (Steele et al., 2004). Selain itu, imunitas mukosa dan
imunitas yang dimediasi sel memiliki peran utama dalam memberikan resistensi
terhadap infeksi. Oleh karena itu, antibodi rotavirus yang terdapat dalam kolostrum
sangat penting untuk melindungi anak sapi neonatal dan antibodi dalam serum anak
sapi tidak banyak berguna dalam mencegah infeksi. Sehingga pemberian kolostrum
pada pedet neonatal sangat penting dilakukan sampai dengan umur satu minggu untuk
mencegah diare akibat rotavirus (Seki et al., 2005).
Pada pedet yang terinfeksi, diberikan antibiotik untuk mengendalikan infeksi
bakteri sekunder yang dilanjutkan dengan elektrolit dan terapi cairan. Saat ini, untuk
mendukung berbagai langkah perlindungan, para peneliti mencoba mengembangkan
imunoprofilaktik generasi baru seperti vaksin DNA, vaksin subunit, partikel mirip
virus, dan vaksin yang dapat dimakan, yang semuanya memanfaatkan antigen
pelindung VP4 atau VP7 dari rotavirus sapi (Kim et al., 2002). Diharapkan dalam
waktu dekat, berdasarkan program penelitian prospektif tersebut, strategi baru dalam
pencegahan dan pengendalian dapat berkembang dan pada akhirnya dapat membuka
jalan bagi pemberantasan virus ini secara menyeluruh dari lingkungan pemeliharaan
ternak.
LABORATORIUM PATOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
JL. PB Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791

PEMERIKSAAN LABORATORIUM PATOLOGI

Eutanasia

Nekropsi anak sapi

Pengambilan sampel (feses dan jaringan usus)

Pemeriksaan Patologi Pemeriksaan


Anatomi Histopatologi

Pembuatan Prepara
Histologi

Dehydration & Clearing Trimming Fixation


Menggunakan alcohol Jaringan diiris menjadi Fiksasi organ dengan NBF
bertingkat
vv & menggunakan lebih kecil. 10% selama 2-3 hari.
xyline

Cutting
Embedding & Blocking Paraffin blok dipotong dengan Staining
Pembenaman dengan microtom, dipindahkan ke dalam Pewarnaan dengan
paraffin selama 2 jam waterbath, kemudian Haematoxylin-Eosin
dipindahkan ke slide kaca

Pengamatan preparat di bawah Mouting Dicuci dengan air mengalir,


mikroskop dengan perbesaran Dikeringkan pada suhu kamar kemudian dicelupkan kedalam
10x.40x, dan 100x dan ditutup dengan cover glass aquades dan alkohol
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PATOLOGI VETERINER
A. Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi
Menunjukkan difteri tebal seperti dedak
nekrotik endapan di atas mukosa (a. panah)
(Shailendra, 2019).

B. Hasil Pemeriksaan Histopatologi


Jejenum menunjukkan vili yang tumpul
(H&E 40x) (Rakib 2018).

Jejunum menunjukkan edema dan infiltrasi


limfosit (H&E × 100) (Rakib 2018).
Pengelupasan vili, pembengkakan pleksus
kapiler, infiltrasi sedang pada lamina propria
(Shailendra, 2019).

Penipisan Peyer’s patches pada ileum


(Shailendra, 2019).

bagian kelenjar getah bening mesenterika


terlihat edema / kongesti, medullary cord dan
sinus diinfiltrasi dengan MNCs (Shailendra,
2019).

Denpasar, 11 Mei 2021


Mengetahui

Dosen Pembimbing Mahasiswa

Prof. Dr. drh. I Ketut Berata, M.Si Lilik Dwi Mariyana, S.KH
NIP. 96109141987021001 NIM. 2009611070
DAFTAR PUSTAKA

Aich P., Wilson H.L., Kaushik R.S., Potter A.A., Babiuk L.A., Griebel P. (2007). Comparative
analysis of innate immune responses following infection of newborn calves with bovine
rotavirus and bovine coronavirus. J. Gen. Virol., 88: 2749-2761.
Chauhan R.S., Dhama K., Mahendran M. 2008. Pathobiology of Rotavirus Diarhe in Calves and
its Diagnosis and Control. Journal Immunol.Immunopathol 10 ( 1): 1-13
Desselberger, U., Gray, J. and Estes, M.K., 2005. Rotaviruses. In: B.W.J. Mahy and V.T. Meulen
(eds), Topley and Wilson’s Microbiology and Microbial infections, ASM press, USA, 946–
958
Dodet B., Heseltine E., Mary C., Saliou P., 1997. Rotaviruses in human and veterinary medicine.
Sante, 7, 195–199.
Flewett T.H., Bryden A.S., Davies H., Woode G.N., Bridger J.C., Derrick J.M. (1974).
Hubungan antar virus dari gastroenteritis akut pada anak-anak dan anak sapi yang baru
lahir. Lanset, 2: 61-63.
Ghosh S., Varghese V., Sinha M., Kobayashi N., Naik T.N., 2007b. Evidence for interstate
transmission and increase in prevalence of bovine group B rotavirus strains with a novel
VP7 genotype among diarrhoeic calves in Eastern and Northern states of India.
Epidemiology of Infections, 135, 1324–1330
Kim Y., Nielsen P.R., Hodgins D., Chang K.O., Saif L.J. 2002. Lactogenic antibody responses in
cows vaccinated with recombinant bovine rotavirus-like particles (VLPs) of two serotypes
or inactivated bovine rotavirus vaccines. Vaccine, 20: 1248-1258.
Kindler, E., E. Trojnar, G. Heckel, P.H. Otto, R. Johne. 2013. Analysis of rotavirus species
diversity and evolution including the newly determined full-length genome sequences of
rotavirus F and G. Infect. Genet. Evol. 14. 58–67.
Martella, V., K. Bányai, J. Matthijnssens, C. Buonavoglia, M. Ciarlet. 2010. Zoonotic aspects of
rotaviruses. Vet. Microbiol. 140. 246–255
Selim S.A., Aziz K.M., Sarker A.J., Rahman H.1991. Rotavirus infection in calves in
Bangladesh. Veterinary Research Communications, 15, 327–333
Seki Y., Oike Y., Seimiya Y.M., Yaegashi G. 2005. Vaccine prophylaxis of group A bovine
rotavirus diarrhea in neonatal calves. J. Jap. Vet. Med. Assoc., 58: 602-606.
Shailendra S., Rajendra S., K.P. Singha , V. Singha , Malikb Y.P.S., Kamdia B., Rahul S.,
Kashyapa G. 2019. Immunohistochemical and molecular detection of natural cases of
bovine rotavirus and coronavirus infection causing enteritis in dairy calves. Microbial
Pathogenesis. 138 (2020) 103814.
Steele A.D, Geyer A., Gerdes G.H. 2004. Rotavirus infections. In: Coetzer J A W and Tustin R
C. (eds). Infectious diseases of Livestock, 2nd edn. Oxford, Southern Africa. Vol 2. pp:
1256-1264.
Tate, J.E., Burton A.H., Boschi-Pinto C., Steele A.D., Duque J., Parashar A.H. 2012. 2008
estimate of worldwide rotavirus-associated mortality in children younger than 5 years
before the introduction of universal rotavirus vaccination programmes: a systematic review
and meta-analysis. Lancet Infect. Dis. 12. 136–141.
Thongprachum, A., P. Khamrin, P. Saekhow, C. Pantip, S. Peerakome, H. Ushijima, N.
Maneekarn. 2009. Analysis of the VP6 gene of human and porcine group A rotavirus
strains with unusual subgroup specificities: Analysis of the VP6 Gene. J. Med. Virol. 81.
183–191.

Anda mungkin juga menyukai