OLEH:
Anak Agung Gde Fandhiananta Widyanjaya, S.KH
NIM. 2009611047
Gelombang 17 Kelompok K
Gambar 1. Siklus Hidup Brucella abortus pada Sapi dan Manusia (Moreno & Barquero-
Calvo, 2020)
d. Patogenesis
Penularan B. abortus terjadi terutama melalui kontak mukosa secara langsung
atau secara aerosol dengan cairan atau jaringan yang berhubungan dengan kelahiran atau
fetus yang terinfeksi (Enright, 1990). Kejadian abortus dapat menularkan brucellosis ke
banyak sapi yang bersentuhan dengan material kelahiran karena konsentrasi bakteri
dalam cairan fetus atau plasenta setelah abortus dapat mencapai 109 hingga 1010 CFU/g
dan dosis infeksius minimum diperkirakan berkisar antara 103 hingga 104 CFU (Cheville
et al., 1998).
Brucella yang masuk ke dalam set epitel akan dimakan oleh neutrofil dan sel
makrofag masuk ke limfoglandula. Brucella yang menyerang biasanya terlokalisasi di
kelenjar limfonodus, mengakibatkan hiperplasia jaringan limfoid dan retikulo-endotel
dan infiltrasi sel inflamasi. Mekanisme first-line of defense menghasilkan infeksi lokal
dan keluarnya Brucella dari limfonodus ke dalam darah. Apabila sistem kekebalan tubuh
tidak mampu mengatasi infeksi, bakterimia muncul dalam waktu 1 – 3 minggu setelah
infeksi. Selama fase bakteremia, tulang, persendian, mata dan otak dapat terinfeksi,
tetapi bakteri tersebut paling sering diisolasi dari limfonodus supra-mammae, susu,
limfonodus iliaca, limpa dan uterus. Pada sapi jantan, tempat predileksi untuk infeksi
juga merupakan organ reproduksi dan limfonodus. Selama fase infeksi akut, semen
mengandung Brucella dalam jumlah besar tetapi ketika infeksi menjadi kronis, jumlah
Brucella yang diekskresikan menurun (Acha dan Szyfres, 2001).
Organisme Brucella menyebar melalui jalur hematogen pada hewan bunting,
kemudian mencapai plasenta dan akhirnya ke fetus. Lokalisasi preferensial ke saluran
reproduksi hewan bunting adalah karena adanya cairan alantois yang akan merangsang
pertumbuhan Brucella. Erythritol dianggap sebagai salah satu faktor yang menyebabkan
peningkatan Brucella pada plasenta dan cairan fetus sejak sekitar bulan kelima
kebuntingan. Lokalisasi awal dalam trophoblast eritrofagostik dari plasentoma yang
berdekatan dengan membran chorio-allantoic menyebabkan pecahnya sel dan ulserasi
membran. Kerusakan jaringan plasenta bersama dengan infeksi fetus dan stres fetus yang
menyebabkan perubahan hormonal induk dapat menyebabkan abortus (Radostits et al.,
2000).
e. Pencegahan dan Pengobatan
Karena Brucella terlokalisasi intraseluler dan kemampuannya untuk beradaptasi
dengan kondisi lingkungan yang dihadapi, pengobatan dengan antibiotik biasanya tidak
berhasil (Seleem et al., 2008). Meskipun kombinasi doxycycline-streptomycin dianggap
sebagai gold standard pengobatan, penggunaan obat tersebut kurang praktis karena
streptomycin harus diberikan secara parenteral selama 3 minggu. Kombinasi pengobatan
doxycycline (durasi 6 minggu) dengan gentamycin yang diberikan secara parenteral (5
mg/kg) selama 7 hari juga dianggap sebagai kombinasi pengobatan alternatif yang dapat
digunakan (Glynn dan Lynn, 2008).
Kuman Brucella sangat sensitif terhadap natrium hipoklorida 1%, etanol 70%,
yodium, glutaraldehida, dan formaldehida serta kuman mudah mati pada pemanasan
basah, suhu 121°C selama 15 menit dan pemanasan kering, suhu 160-170°C selama satu
jam (Brucellosis Fact Sheet, 2003). Pengendalian brucellosis yang efektif memerlukan
elemen-elemen berikut: 1) surveilans untuk mengidentifikasi populasi hewan yang
tertular, 2) pencegahan penularan ke populasi hewan yang tidak terinfeksi, dan 3)
pemberantasan reservoir untuk menghilangkan sumber-sumber infeksi untuk melindungi
hewan atau popupasi yang rentan untuk mencegah masuknya kembali penyakit (Gwida
et al., 2010). Kontrol brucellosis pada ternak melibatkan kombinasi dari manajemen
peternakan, program vaksinasi, dan test and slaughter (Caddis, 2003). Di daerah yang
telah ditetapkan atau diasumsikan bebas brucellosis berdasarkan data epidemiologi,
resiko masuknya penyakit melalui pergerakan hewan harus dilindungi. Pergerakan
hewan yang terinfeksi harus dilarang dan izin impor harus diberikan hanya untuk
peternakan atau daerah yang bersertifikat bebas brucellosis. Di daerah dengan prevalensi
penyakit yang tinggi, satu-satunya cara untuk mengendalikan dan memberantas penyakit
ini adalah dengan vaksinasi semua inang yang rentan dan eliminasi hewan yang
terinfeksi (Briones et al., 2001). Vaksin yang paling umum digunakan untuk melawan
brucellosis sapi adalah B. abortus strain 19 dan strain RB51 (Moriyon et al., 2004).
LABORATORIUM PATOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791
Euthanasia
Pembuatan preparat
histopatologi
Mounting
Dicuci dengan air mengalir,
Dikeringkan
PEMERIKSAAN diatas kertas filter,
LABORATORIUM preparat VETERINER
PATOLOGI
Pengamatan preparat kemudian dicelupkan ke dalam
diteteskan dengan Entelan® dan ditutup
aquades dan alkohol
dengan cover glass
LABORATORIUM PATOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791
Prof. Dr. drh. I Ketut Berata, M.Si Anak Agung Gde Fandhiananta Widyanjaya, S.KH
NIP. 96109141987021001 NIM. 2009611047
LABORATORIUM PATOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791
LABORATORIUM BAKTERIOLOGI DAN MIKOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791
Pengambilan sampel
(vaginal discharge, material abortus)
Isolasi bakteri
Identifikasi bakteri
Untuk diagnosis brucellosis dengan pemeriksaan kultur, sampel yang paling baik
digunakan yaitu sekresi vagina (swab), janin yang abortus (isi perut, limpa dan paru-paru),
selaput janin, susu, semen dan arthritis atau cairan hygroma. Sampel jaringan dikeluarkan secara
aseptik dengan instrumen steril. Sampel jaringan disiapkan dengan membuang bahan asing
(misalnya lemak), dipotong kecil-kecil, dan dimaserasi menggunakan 'Stomacher' atau
penggiling jaringan dengan sedikit PBS steril, sebelum diinokulasi ke media padat. Swab vagina
yang diambil setelah abortus atau nifas merupakan sampel yang sangat baik dan memiliki resiko
yang jauh lebih kecil bagi personel dibandingkan material abortus. Swab tersebut kemudian
dioleskan langsung ke media padat (OIE, 2018).
Isolasi dan kultur Brucella biasanya dilakukan pada media padat. Umumnya metode ini
merupakan metode yang paling memuaskan karena memungkinkan koloni yang berkembang
diisolasi dan dikenali dengan jelas, serta membatasi perkembangan kontaminan yang berlebihan.
Berbagai macam media basal dehidrasi komersial tersedia, misalnya Brucella medium base dan
tryptose soy agar (TSA). Penambahan 2–5% serum sapi atau kuda diperlukan untuk
pertumbuhan strain seperti B. abortus bv. 2 (OIE, 2018). Menurut Sulaiman (2006), B. abortus
strain virulen pada Brucella medium base, memiliki karakteristik berwarna putih madu,
translucent, bertepi halus, bersifat lembap dan berdiameter 1-2 mm.
a b
Gambar 1. Koloni B. abortus yang tumbuh pada Farrel’s medium (a) dan Brucella Medium
Base (b) (Geresu et al, 2016; Meze et al., 2020).
Media selektif yang paling banyak digunakan adalah Farrel’s medium yang dimodifikasi
(FM) (Stack et al., 2002), ditambahkan ke 1 liter agar: polimiksin B sulfat (5000 unit = 5 mg);
bacitracin (25.000 unit = 25 mg); natamycin (50 mg); asam nalidixic (5 mg); nistatin (100.000
unit); vankomisin (20 mg). Pertumbuhan biasanya muncul setelah 3–4 hari, tetapi biakan tidak
boleh dianggap negatif apabila tidak tumbuh koloni sampai 7–10 hari telah berlalu. Setelah
inkubasi 4 hari, koloni Brucella berbentuk bulat, diameter 1–2 mm, dengan tepi halus, tembus
cahaya dan berwarna madu pucat saat plate dilihat di cahaya matahari melalui media transparan.
Jika dilihat dari atas, koloni tampak cembung dan putih seperti mutiara (OIE, 2018).
LABORATORIUM BAKTERIOLOGI DAN MIKOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791
Gambar 2. Hasil pewarnaan Gram (kiri) dan pewarnaan Zeihl Neelsen (kanan) koloni B.
abortus yang diisolasi dari sapi perah (Geresu et al., 2016).
Pewarnaan dengan Ziehl-Neelsen yang dimodifikasi dilakukan dengan mengeringkan dan
memfiksasi apusan diatas nyala api. Kemudian diwarnai selama 10 menit dengan pengenceran
1:10 larutan Ziehl-Neelsen carbol fuchsin (1 g basic fuchsin dilarutkan dalam 10 ml etanol
absolut dan ditambahkan ke 90 ml larutan fenol 5%) lalu dicuci dengan air mengalir. Diferensiasi
dengan 0,5% asam asetat tidak lebih dari 30 detik lalu cuci bersih. Kemudian cat ulang sedikit
dengan 1% metilen biru (Alton et al., 1975). Pada pewarnaan Zeihl-Neelsen terlihat bakteri
coco-bacilli berwarna merah dengan latar belakang biru (Gerezu et al., 2016) yang berarti
bakteri mempertahankan zat warna dari karbol fuchsin dan menandakan bahwa koloni
merupakan bakteri tahan asam.
LABORATORIUM BAKTERIOLOGI DAN MIKOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791
Gambar 3. Hasil uji biokimia katalase (panah hitam), UA (panah kuning), SCA (panah hijau),
TSIA (panah merah), SIM (panah biru) isolat Brucella abortus (Meze et al., 2020).
Uji urease menggunakan media UA menunjukkan hasil positif ditandai dengan perubahan
warna media dari kuning menjadi kemerahan yang menunjukkan adanya aktivitas enzim urease
dari B. abortus. Enzim urease menghidrolisis urea maka terjadi perombakan urea menjadi
amoniak yang dibebaskan dalam media dan bereaksi dengan air di media membentuk amonium
hidroksida dan menyebabkan medium berubah menjadi alkalis, sehingga warna media menjadi
lebih merah yang disebabkan adanya indikator phenol red dalam media. Uji sitrat menggunakan
media SCA menunjukkan hasil negatif ditandai dengan tidak ada perubahan warna pada media
yang berarti B. abortus tidak menggunakan sitrat sebagai sumber karbon (Handijatno et al.,
2016). Uji indol menggunakan media SIM menunjukkan hasil yang negatif ditandai dengan tidak
terbentuknya cincin berwarna merah muda pada ujung tabung. Pada media TSIA menunjukkan
hasil butt dan slant bersifat alkali ditandai dengan warna merah pada bagian atas dan bawah
media yang berarti B. abortus tidak memfermentasi glukosa, sukrosa dan laktosa serta tidak
membentuk gas. Uji katalase menunjukkan hasil positif, ditandai dengan gelembung udara
sebagai reaksi pemecahan H2O2 oleh enzim katalase menjadi H2O dan O (Meze et al., 2020).
LABORATORIUM BAKTERIOLOGI DAN MIKOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791
Sampel serum
Interpretasi hasil
Tidak terdapat
Terdapat aglutinasi
aglutinasi
Negatif
Positif 1 Positif 2 Positif 3
(+) (++) (+++)
Uji RBT merupakan rapid test yang berfungsi untuk mendeteksi adanya antibodi
Brucella dalam serum (Alamian et al., 2019). Apabila sapi terinfeksi Brucella, maka tubuh akan
menghasilkan antibodi yang berfungsi untuk melawan adanya infeksi. Hasil positif pada uji RBT
ditandai dengan aglutinasi yang tampak seperti butiran pasir berwarna merah muda (Onsa et al.,
2018). Aglutinasi terjadi ketika terjadi ikatan antara antigen RBT dengan antibodi yang terdapat
dalam serum (Al Tahir, 2016).
LABORATORIUM BAKTERIOLOGI DAN MIKOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791
Gambar 4. Hasil uji RBT menunjukkan reaksi positif 3 (+++) yang ditunjukkan dengan adanya
aglutinasi yang sempurna, kasar, dan batas sangat jelas (Wilujeng et al., 2020)
Standar penentuan nilai pada uji RBT terdiri dari dua kategori penilaian, yaitu hasil
negatif (-), apabila tidak tejadi aglutinasi dan warna serum tetap homogen yakni ungu
kemerahan, dan hasil positif (+) ditunjukkan dengan terbentuknya aglutinasi berupa bentukan
seperti pasir. Hasil uji positif pada metode RBT dibagi menjadi tiga kategori yakni, apabila
terbentuk aglutinasi halus dan tepi dikelilingi dengan partikel halus yang membentuk garis putus-
putus, maka dianggap positif satu (+). Apabila aglutinasi terlihat seperti butiran pasir dan
membentuk partikel aglutinasi dengan tepi pinggiran lebar, maka nilainya adalah positif dua (+
+). Nilai positif tiga (+++) didapat ketika terjadi aglutinasi yang sempurna, kasar, dan batas
sangat jelas (OIE, 2018).
Dr. drh. Hapsari Mahatmi, M.P Anak Agung Gde Fandhiananta Widyanjaya, S.KH
NIP. 196006051987022001 NIM. 2009611047
LABORATORIUM BAKTERIOLOGI DAN MIKOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791
LABORATORIUM VIROLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791
Pengambilan sampel
(vaginal swab, material abortus)
Isolasi Virus
Identifikasi Virus
Polymerase
Chain Reaction
(PCR)
LABORATORIUM VIROLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791
Prof. drh. I Nyoman Mantik Astawa, Ph.D Anak Agung Gde Fandhiananta Widyanjaya, S.KH
NIP. 196012311988031003 NIM. 2009611047
LABORATORIUM VIROLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791
LABORATORIUM PARASITOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791
Pengambilan sampel
(cairan uterus)
Identifikasi parasit
Pemeriksaan dengan
mikroskop
LABORATORIUM PARASITOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791
Dr. drh. Ida Ayu Pasti Apsari, MP Anak Agung Gde Fandhiananta Widyanjaya, S.KH