Anda di halaman 1dari 2

Distribusi Geografis dan Epidemiologi

Streptococcus terdistribusi luas di seluruh dunia. Hewan bukan bertindak sebagai host
pemelihara untuk S. pyogenes, namun sesekali dapat bertindak sebagai pemulai utama dari wabah
epidemic. Susu sapi mentah merupakan sumber infeksi dari Streptococcus grup C pada manusia.
Wabah Streptococcus sp. pertama pada babi dilaporkan terjadi di Inggris pada 1951 dengan angka
kematian yang tinggi serta gejala meningitis dan artritis. Setelah itu dilaporkan terjadi di Belanda
pada 1954, sampai akhirnya dilaporkan muncul juga di Amerika utara pada 1969. Gejala pada
hewan pada umumnya ditandai dengan septikemia, meningitis, endokarditis, artritis, dan kadang-
kadang infeksi lainnya.

Kasus manusia pertama terinfeksi Streptococcus sp. dilaporkan di Denmark pada 1968, dan
sejak itu Eropa utara dan Asia Tenggara mengalami sejumlah wabah kasus meningitis pada
manusia yang disebabkan oleh Streptococcus sp tipe 2. Gejala pada manusia berupa demam tinggi,
tidak enak badan, mual dan muntah, diikuti dengan gejala syaraf, bercak kemerahan subkutaneus,
syok septik dan koma pada kasus parah. (Ramirez 2011). Sampai saat ini, relatif hanya sekitar 700
kasus Streptococcus sp. dilaporkan di seluruh dunia, kebanyakan terjadi dalam beberapa tahun
terakhir ini. Di negara maju kebanyakan dikaitkan dengan pekerjaan yang berkaitan dengan babi,
seperti pekerja peternakan babi dan pekerja rumah pemotongan hewan. Di negara berkembang
dengan sistem produksi babi yang intensif seperti di Asia Tenggara, risiko untuk terinfeksi
Streptococcus sp tidak diketahui pasti mengingat penyakit ini bukan merupakan penyakit yang
wajib dilaporkan (notifiable disease) dan umumnya kurang berhasil didiagnosa secara tepat
(Wertheim et al; 2009).

Streptococcosis pernah mewabah di Bali pada bulan april tahun 1994 dan telah menimbulkan
kematian sekitar 2.200 babi di peternakan rakyat Bali. Secara bersamaan streptokosis juga
menimbulkan kematian pada ratusan monyet di kawasan Hutan Wisata Alam Bali, antara lain di
Sangeh, Ubud, dan Alas Kedaton. Penyebab wabah tersebut telah diidentifikasi oleh Balai
Penyidikan Penyakit Hewan Wilayah VI Denpasar Bali yaitu bakteri Streptococcus sp
zooepidemicus (Dibia et al, 1995. Gejala klinis Streptococcosis yang muncul pada babi lebih
beragam dan organ atau jaringan yang mengalami lesi lebih banyak dari pada monyet. Hal ini
dapat dikaitkan dengan sistem kekebalan tubuh atau respon tubuh babi dan monyet terhadap
infeksi Streptococcus sp zooepidemicus. Faktor ini dapat menjadi salah satu faktor penyebab
terjadinya perbedaan gambaran histopatologi streptokokosis antara babi dan monyet. Faktor
genetik diketahui berperan terhadap kekebalan atau kerentanan suatu spesies terhadap penyakit
(Suradhat, 2005). Meskipun babi dan monyet sama-sama tergolong sebagai hewan mamalia,
namun aspek genetik yang berbeda antara kedua spesies ini harus tetap dipertimbangkan. Tingkah
laku, fisiologis dan respon metabolik hewan terhadap tantangan dari luar tergantung pada latar
belakang genetic (Terlouw, 2005). Genotip babi memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadap
patogen dan non patogen, yang diperlihatkan melalui produktivitas yang menurun dan mortalitas
yang meningkat, selama tekanan atau stres penyakit atau dalam lingkungan sub-optimal (Leininger
et al., 2000).

Anda mungkin juga menyukai