Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

DIAGNOSA KLINIK VETERINER


PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER, RESPIRASI DAN SALURAN
PENCERNAAN

OLEH :

NI MADE AYU ARYATI DINARINI (1409005089)


ANANTA DRANA BYANTARA (1409005121)
KELAS A

LABORATORIUM DIAGNOSA KLINIK VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN

Diagnosa klinis merupakan rangkaian pemeriksaan medis terhadap kondisi fisik


suatu hewan atau struktur lain yang terdapat pada tubuh suatu hewan hewan untuk
mendapatkan

kesimpulan

berupa

diagnosis

sekaligus

pemeriksaan

dengan

menggunakan alat bantu diagnostika sebagai pelengkap untuk mendapatkan


peneguhan diagnosis (Widodo, 2011).
Tata cara pemeriksaan fisik hewan dapat dilakukan dengan catur indera
pemeriksa, yakni dengan penglihatan, perabaan, pendengaran, serta penciuman
(pembauan) antara lain dengan cara inspeksi, palpasi atau perabaan, perkusi atau
mengetuk, auskultasi atau mendengar, mencium atau membaui, mengukur dan
menghitung, pungsi pembuktian, tes alergi, pemeriksaaan laboratorium klinik serta
pemeriksaan dengan alat dignostik lain (Widodo, 2011).
Salah satu pemeriksaan pada praktikum kali ini yaitu pemeriksaan kepala dan
leher yang terdapat obeservasi dan inspeksi pada kepala dan leher, pemeriksaan
telinga, inspeksi dan observasi pada mata, inspeksi terhadap muzzle dan nostril, dan
pemeriksaan mulut. Selanjutnya ada pemeriksaan respirasi yang dimulai dari
pemeriksaan sekitar hidung dan sekitarnya, lanjut kemudian ke organ respirasi
selanjutnya sampai pemeriksaan terakhir melakukan perkusi terhadap dada atau paruparudan. Konsultasi pemeriksaan berikutnya, yakni saluran pencernaan menggunakan
teknik palpasi, inspeksi dan auskultasi menggunakan stetoskop. Pemeriksaan saluran
pencernaan ini diawali dengan pemeriksaan rongga mulut, esofagus dan kemudian
pemeriksaan abdomen. Yang terakhir adalah simpul jerat.
Keseluruhan pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui diagnosa awal
terhadap pasien yang kami periksa, kali ini khusus untuk anjing. Menemukan kelainan
mendasar sebagai tahapan awal untuk menentukan diagnosa klinik atau apakah hewan
sakit atau sehat.

BAB II
LANDASAN TEORI

Pada praktikum kali ini, kami melakukan 3 bagian pemeriksaan pada


pemeriksaan kepala dan leher, pemeriksaan respirasi dan pemeriksaan saluran
pencernaan. Untuk pemeriksaan kepala dan leher dapat melakukan pengamatan pada
gambaran secara umum pada kepala dan leher, dan melakukan pengamatan khusus
pada bagian mata, telinga, dan mulut. Pemeriksaan kali ini dapat menggunakan
inspeksi dan palpasi.
Pemeriksaan respirasi, perhatikan adanya aksi-aksi atau pengeluaran seperti
batuk dan bersin, perhatikan frekuensi dan amati tipe nafasnya.
Hidung; Perhatikan keadaan hidung dan leleran yang keluar, raba suhu lokal dengan
menempelkan jari tangan pada dinding luar hidung. Letakkan kapas di depan hidung
kemudian liat reaksi kapasnya. Lakukan perkusi pada daerah sinus frontalis dan
perhatikan suaranya.
Pharynx, Larinx, Trakea; Lakukan palpasi dari luar, perhatikan reaksi dan suhunya,
perhatikan pula limfoglandula regional terutama limfoglandula submaxillaris,
suprapharyngealis, dan parapharyngealis, perhatikan suhu, konsistensi, dan besarnya,
bandingkan limfoglandula kanan dan kiri.
Rongga dada; Tentukan daerah perkusi atau auskultasi paru-paru dan gambar di atas
kertas dengan meletakkan garis batas depan sejajar vertikal, daerah kanan di sebelah
kiri dan darah kiri di sebelah kanan ke atas, lakukan auskultasi dan perhatikan
hasilnya, bandingkan dengan hasil auskultasi dengan trakea. Lakukan perkusi digital
dengan membaringkan anjing pada alas yang kompak, perhatikan suara perkusi yang
di hasilkan. Lakukan palpasi pada intercostae. Perhatikan adanya rasa nyeri pada
pleura dan edeme subcutis. Pada anjing dan hewan kecil dapat dilakukan pemeriksaan
radiologis (Boddie, 1956).
Untuk pemeriksaan saluran pencernaan, hewan dapat diberikan pakan/minum
untuk melihat nafsu makan dan minum. Perhatikan juga keadaan abdomen dan
bandingkan sebelah kanan dan kiri. Amati mulut, dubur, kulit sekitar dubur dan kaki
belakang. Selanjutnya perhatikan cara defekasi dan amati tinjanya.
Mulut, Pharynx, dan Oesophagus; Buka mulut anjing dengan menekan bibir kebawah
gigi atau ke dalam mulut, kemudian lakukan inspeksi. Bila perlu, tekan lidah dengan
spatel agar dapat dilakukan inspeksi dengan leluasa. Pada anjing yang galak, rahang
dapat ditali dengan kain lalu rahang atas ditarik ke atas dan rahang bawah ditarik

kebawah. Perhatikan bau, mulut, selaput lendir mulut, pharynx, lidah, gusi, dan gigigeligih. Perhatikan kemungkinan adanaya lesi, benda asing, perubahan warna, dan
anomali lainnya. Perhatikan pula limfoglandula regional dan kelenjar ludah. Palpasi
oesophagus dari luar sebelah kiri dan raba pharynx dari luar. Bila perlu, dilakukan
pemeriksaan radiologi dengan sebelumnya memasukkan ke dalam oesopahgus bahan
tak tembus sinar rontgen, misalnya bubur atau barium sulfat (Boddie, 1956).
Abdomen; Lakukan inspeksi keadaan abdomen bagian kiri dan kanan, palpasi daerah
abdomen secara menyeluruh dengan menekan ujung jari tangan kiri dan kanan dari
dua sisi perut sampai kedua ujung jari bersentuhan atau hanya dibatasi oleh benda
atau organ di dalam perut. Perhatikan isi abdomen yang teraba. Lakukan auskultasi
dari sebelah kanan ke kiri untuk mengetahui peristaltik usus. Lakukan eksplorasi
dengan jari kelingking (pakailah sarung tangan dari karet atau plastik yang diberi
pelicin). Perhatikan kemungkinan adanya rasa nyeri pada anus atau rektum, adanya
benda asing atau tinja yang keras. Ambil feses untuk pemeriksaan laboratorium,
apabila terjadi konstipasi lakukan pemberian enema dengan memasukkan kedalam
rectum -1 ml glyserin atau air sabun hangat 5-30 ml, kemudian ajak anjing ke
halaman supaya leluasa bergerak dan buang air, perhatikan pula warna dan konsistensi
tinjanya. Periksalah anus dan pencetlah anus dari dua sisi dengan jari tangan yang
dilapisi dengan kapas perhatikan kemungkinan adanya cairan yang keluar (Boddie,
1956).

BAB III
HASIL PRAKTIKUM

BAB IV
PEMBAHASAN

1. PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER


Dari hasil observasi dan inspeksi pada bagian kepala dan leher anjing, adapun
hasil yang teramati sebagai berikut
Pada observasi dan inspeksi kepala dan leher anjing, kepala anjing terlihat
simetris dan pergerakannya normal, tidak terdapat leleran dari mata ataupun
hidung, anjing dapat melihat dan mendengar dengan baik, dan tidak ditemukan
pembengkakan jaringan lunak pada kepala maupun leher anjing
Keadaan telingan simetris anatara kanan dan kiri dengan kedudukan telinga
telungkup kebawah. Anjing tidak memiliki ear tag maupun tatto, sehingga tidak
terdapat luka atau cidera yang dapat diakibatkan oleh ear tag maupun tatto.
Pada observasi dan inspeksi mata, bola mata bersih, bening, dan cerah. Kelopak
mata bagian dalam (conjunctiva) berwarna kemerahan (pink) dan tidak ada luka.
Kelainan yang biasa dijumpai pada mata yaitu adanya kotoran berlebih sehingga
mata tertutup, kelopak mata bengkak, warna merah, kekuningan ( icterus) atau
cenderung putih (pucat) dan kelainan tersebit tidak terdapat satupun pada anjing
yang kami periksa
Mulut dan bibir, bagian luar bersih, mulus, dan agak lembab. Bibir dapat
menutup dengan baik. Selaput lendir rongga mulut warnanya merata kemerahan

(pink), tidak ada luka. Air liur cukup membasahi rongga mulut. Lidah warna
kemerahan merata, tidak ada luka dan dapat bergerak bebas. Saat mempalpasi
faring tidak ditemukan reaksi batuk pada anjing, dan vena jugularis tidak
ditemukan berdenyut. Abnormalitas dapat berupa ketegangan dinding yang
menurun atau meningkat. Dinding pembuluh arteri yang menegang kuat dapat
terjadi bila terdapat tekanan darah yang meningkat seperti pada kasus penyakit
ginjal, tetanus, dan laminitis pada kuda. Ketegangan inilah yang nantinya akan
mempengaruhi vena jugularis untuk berdenyut. Dan apabila vena jugularis
ditemukan berdenyut itu tandanya ada masalah terhadap arteri yang sebelumnya
telah dipaparkan dan hewan diyakini terdapat masalahpada bagian tubuhnya.
Sedangkan dari jumlah gigi yang tampak, kami menduga umur anjing kurang dari
6 bulan karena tidak ditemukan gigi yang tanggal, rusak, ataupun berubah warna.
Hidung, Tampak luar agak lembab cenderung basah. Tidak ada luka, kotoran,
leleran atau sumbatan. Pencet bagian hidung, apabila keluar cairan berarti terjadi
peradangan pada hidung. Cairan hidung bisa bening, keputihan, kehijauan,
kemerahan, kehitaman atau kekuningan.
2. PEMERIKSAAN RESPIRASI
Dari pengukuran frekuensi nafas yang dilakukan didapat hasil 16 kali/menit.
Akoso (1996), menjelaskan rata-rata frekuensi pernapasan anjing normal adalah 19
kali per menit, Oksigen adalah salah satu dari kebutuhan-kebutuhan yang paling vital.
Seekor hewan masih dapat bertahan hidup beberapa hari tanpa air, atau beberapa
minggu tanpa makanan, tetapi tanpa oksigen hanya dalam ukuran menit saja. Sistem
respirasi terdiri dari paru dan saluran-saluran yang memungkinkan udara dapat
mencapai atau meninggalkan paru. Saluran tersebut mencakup nostril (lubang
hidung), rongga hidung, farinks, larinks, dan trakea (R.D.Frandson, 1992).
Pemeriksaan nafas dengan menghitung frekuensi dan memperhatikan kualitasnnya
dengan
-

Melihat

kembang

kempisnya

daerah

Menempelkan telapak tangan didepan cuping hidung.

toraco-abdominal.

Selama respirasi yang relatif tenang, kontraksi diafragma cukup mampu


membesarkan toraks. Kontraksi bagian muskular dari diafragma mendorong isi
abdomen ke arah kaudal, jadi meningkatkan panjang (volume) toraks. Gerakan
respirasi dapat direkam dengan menggunakan alat yang responsif terhadap perubahn

tekanan di dalam rongga pleural atau di dalam trakea, contohnya adalah pneumograf,
stetograf, atau pletismograf (R.D.Frandson, 1992).

Anda mungkin juga menyukai