Anda di halaman 1dari 108

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No.

82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

GAMBARAN SITUASI DAN HASIL SURVEILAN PENYAKIT HOG


CHOLERA DI WILAYAH KERJA BALAI BESAR VETERINER
DENPASAR (2009-2012)

(Situation overview and Surveillance resultsof Hog Cholera In Area


Responsibility of Balai Besar Veteriner Denpasar in 2009-2012)

I Wayan Masa Tenaya dan I Ketut Diarmita

Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Peternakan No. 59 tahun 2007 telah ditetapkan
5 penyakit hewan menular strategis (PHMS) yaitu Rabies, Anthrax, Brucellosis, Avian
Influenza dan Hog Cholera (RABAH). Penyakit PHMS tersebut sangat merugikan karena
dapat menimbulkan kerugian ekonomis secara luas, bersifat menular/menyebar secara
cepat, dapat menyebabkan morbiditas/mortalitas tinggi serta berpotensi mengancam
kesehatan manusia (Zoonosis). Tujuan dari tulisan ini hanya memaparkan gambaran
situasi dan hasil surveilans Hog Cholera di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar
selama 4 tahun terakhir (2009-2012). Dari tiga propinsi yang ada di wilayah BB-Vet
Denpasar yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), Hog
Cholera dilaporkan terjadi di Bali dan NTT. Selama surveilans, dari Bali telah
dikumpulkan 1492 sampel serum dan 274 sampel klot darah, sedangkan dari NTT
terkumpul 1244 sampel serum (termasuk 98 sampel serum dari Pulau lembata dimana
terjadi kasus baru Hog Cholera) dan 85 sampel klot darah. Pengambilan sampel tersebut
dilakukan secara aktif dan pasif dan dikirim ke Balai Besar Veteriner (BB-Vet) Denpasar
untuk pengujian laboratorium. Semua sampel serum diuji untuk mendeteksi antibodi
dengan uji sandwich ELISA dan sampel klot darah untuk mendeteksi virus Hog Cholera
dengan uji Capture ELISA. Hasil uji sandwich ELISA menunjukkan bahwa 485 dari 1492
(32.5%) sampel serum asal Bali dan 374 dari 1244 (30%) sampel serum asal NTT positif
antibodi Hog Cholera. Akan tetapi 5 dari 274 (1.8%) sampel klot darah asal Bali dan 2
dari 85 (2.3%) sampel klot darah asal NTT positif antigen Hog Cholera. Hasil ini
mengindikasikan bahwa prevalensi antibodi terhadap Hog Cholera dari kedua wilayah
provinsi tersebut cukup rendah, namun belum diketahui secara pasti apakah hasil
tersebut akibat vaksinasi atau karena infeksi alam. Kalau hasil tersebut akibat dari
vaksinasi, hal ini membuktikan bahwa cakupan vaksinasi masih rendah. Sebaliknya
deteksi antigen dari kedua wilayah tersebut masih menunjukkan adanya antigen virus
Hog Cholera yang berarti bahwa di wilayah yang di sampling masih terdapat hewan
karier yang sangat berpotensi menimbulkan infeksi/wabah baru. Oleh karena itu agar
vaksinasi yang baik dan benar serta pengawasan lalulintas hewan dapat diterapkan
sehingga Hog Cholera dapat dikendalikan.

Kata Kunci: Hog Cholera, Sandwich ELISA, Capture ELISA, Antibodi, Penyakit Hewan
Menular Strategis.

1
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

ABSTRACT

Based on the regulation of Director Jenderal of Livestock Services No. 59/2007, there are
five strategic-contiguous animal diseases including Rabies, Anthrax, Brucellosis, Avian
Influenza and Hog Cholera. The diseases seriously harm associated with economic
losses, their spread quickly, high morbidities and mortalities and threaten human health
(zoonosis). The purpose of this paper was to describe situation and surveillance data of
Hog Cholera in the regional work of Balai Besar Veteriner (BB-Vet) Denpasar during the
last four years (2009-2012). From the three provinces that cover by BB-Vet Denpasar
such as Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) and Nusa Tenggara Timur (NTT), Hog
Cholera has been reported in Bali and NTT. During the surveillance, serum and blood
clots samples were collected from the two infected area actively and passively and sent
to BB-Vet Denpasar for laboratory examinations. All serum samples were tested for the
presence of antibodi using a sandwich ELISA and blood clots for the presence of Hog
Cholera virus using a Capture ELISA. During the 4 years surveillances, a total of 1492
serum samples and 274 blood clots from Bali and a total of 1244 serum samples
(including 98 serum sample from Lembata Island where a new outbreak of Hog Cholera
was observed) and 85 blood clots from NTT were collected. The sandwich ELISA showed
that 485 of the 1492 (32.5%) serum samples from Bali, and 374 of the 1244 (30%) of
serum samples from NTT were positive antibody against Hog Cholera antigen. In
contrast, 5 out of the 274 (1.8%) blood clots from Bali and 2 out of the 85(2.3%) blood
clots from NTT were positive containing Hog Cholera antigens. This result indicated that
the prevalence of antibodies to Hog Cholera antigens in the two provinces were quite low,
although it was not known whether the result was due to vaccination of natural infections.
If it was due to vaccination, this result suggested that covering rate of vaccination was
very low. In contrast, Hog Cholera virus was also detected in the region which indicated
the presence of carrier animals that could potentially spread new infections/cases.
Therefore proper vaccinations and control movementare strongly recommended to be
applied to control and eradicate Hog Cholera in the regions.

Key words: Hog Cholera, Sandwich ELISA, Capture ELISA, Antibody, Strategic-
Contiguous Animal Diseases.

2
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

PENDAHULUAN kesehatan manusia (Zoonosis).


Selain itu sekurang kurangnya
Latar Belakang ada tiga ciri yang digunakan
untuk menggolongkan suatu
Penyakit Hog Cholera (HC) atau penyakit hewan menular (PHM)
Classical swine fever adalah menjadi PHM strategis (PMHS).
penyakit viral pada babi yang Ketiga ciri tersebut karena
sangat ganas dan sangat dampak ekternalitas dari penyakit
menular. Penyakit ini dikenal tersebut yaitu berkaitan dengan
sebagai penyakit yang paling unsur ekonomi, politik dan
merugikan pada babi sehingga strategis (Putra, A.A G, 2007).
sangat ditakuti terutama oleh Dari aspek ekonomi terkait
peternak babi. Berdasarkan gangguan produktivitas dan
klasifikasi OIE (Office reproduktivitas serta gangguan
Internationale Epizooticae), perdagangan. Aspek politisnya,
Classical Swine Fever (CSF) / karena berpotensi menimbulkan
hog cholera termasuk daftar list A keresahan masyarakat.
penyakit-penyakit hewan di dunia Sedangkan aspek strategis,
(Artois, et al 2002). Di Indonesia terkait tingginya angka mortalitas
penyakit hog cholera telah dan penyebaran yang cepat antar
ditetapkan sebagai salah satu daerah sehingga memerlukan
dari 12 jenis penyakit hewan adanya pengaturan/pengawasan
menular strategis nasional yang lalulintas.
mendapat prioritas dalam
pengendalian dan Dari tiga provinsi yang ada di
pemberantasan. Hal ini wilayah kerja Balai Besar
dituangkan dalam peraturan Veteriner Denpasar: Bali, Nusa
Dirjen Peternakan Nomor : Tenggara Barat (NTB) dan Nusa
59/Kpts/PD610/05/2007 ada 12 Tenggara Timur (NTT), ternak
jenis Penyakit Hewan Menular babi umumnya lebih banyak
(PHM) yang mendapat prioritas dipelihara di Bali dan NTT, dan
pengendalian dan atau hanya sedikit di NTB. Di daerah
pemberantasannya. Akan tetapi ini babi digunakan sebagai salah
dari 12 PHM tersebut ada lima (5) satu sumber protein hewani yang
penyakit PHM yang digolongkan memiliki nilai permintaan yang
strategis sehingga disebut PHMS cukup tinggi karena memiliki nilai
yang meliputi Rabies, Anthrax, ekonomi sebagai ternak potong
Brucellosis, Avian Influenza dan sangat tinggi (Sosroamidjojo,
Hog Cholera (RABAH). 1991). Namun demikian bahwa
aspek strategis dari unsur PHMS
Penyakit PHMS tersebut sangat yang menonjol di wilayah ini
merugikan karena dapat adalah tingginya angka kematian
menimbulkan kerugian ekonomis dan cepatnya penyebaran
secara luas, bersifat penyakit. Berbeda dengan situasi
menular/menyebar secara cepat, Hog Cholera di Prov. Bali yang
dapat menyebabkan cenderung sudah terkendali,
morbiditas/mortalitas tinggi serta kejadian Hog Cholera di Prov.
berpotensi mengancam NTT cenderung semakin meluas

3
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

dari tahun ke tahun (Gambar 1). yang sulit, sosial budaya serta
Bahkan belakangan ini tahun metoda beternak babi yang
2011, wabah Hog Cholera terjadi belum intensif serta kurangnya
di Kabupaten Lembata yang pengawasan lalulintas ternak dari
membunuh sekitar 696 ekor dari daerah endemik ke daerah
total populasi sekitar 2718 ekor bebas. Sehingga perlu upaya
(57%) (Tabel 1). Sehingga nyata dari pemerintah khususnya
sampai saat ini hampir sebagian untuk mengendalikan penyakit
besar wilayah Prov. NTT sudah Hog Cholera yang ada di wilayah
terinfeksi Hog Cholera (Gambar tersebut.
2). Keadaan ini mungkin terkait
dengan sifat topografi daerah

Gambar 1.
Peta penyebaran kasus Hog Cholera di Prov. NTT, yang awalnya terjadi
tahun 1996-97 di Pulau Timor dan akhirnya menyebar ke wilayah lainnya
pada tahun tahun selanjutnya (Sumber: Jenny-Ann 2011)

4
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 1.
Jumlah populasi dan kematian babi akibat kasus Hog Cholera di 2
kecamatan di Kabupaten Lembata yang membunuh sekitar 696 ekor dari
total populasi sekitar 2718 ekor (57%) (Sumber: Diarmita IK, 2011)

Kecamatan Desa Populasi Sakit Mati (%CFR)


Pada 402 182 152 (84%)
Lewoleba Barat 450 292 130 (45%)
Lewoleba Utara 458 183 161 (88%)
Nubetukan Lewoleba 321 128 90 (70%)
Tengah
Lewoleba 297 119 60 (70%)
Selatan
Lewoleba 321 128 90 (70%)
Atadei Katakeja 385 154 70 (45%)
Jumlah 7 Desa 2.718 1.220 696 (57%)

Gambar 2.
Status Hog Cholera di Prov. NTT: sebagian besar pulau pulau di wilayah
Prov. NTT sudah terinfeksi (infected) yang mengindikasikan penyebaran
penyakit ini sangat tinggi, mungkin terkait dengan pengawasan lalulintas
ternak yang kurang optimal (Sumber: Jenny-Ann 2011)

5
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

MATERI DAN METODE


Sampai saat ini penyakit Hog
Cholera belum dapat diberantas Surveilan di propinsi Bali dan
secara tuntas, baik di Indonesia NTT di lakukan berturut-turut
secara umum, maupun di Bali setiap tahun selama 4 tahun
dan NTT secara khusus. Untuk (2009-2012). Selama kurun
melakukan pemberantasan waktu tersebut, dari Provinsi Bali
terhadap penyakit ini dapat telah dikumpulkan sejumlah 1492
dilakukan dengan banyak cara, sampel serum dan 274 sampel
salah satunya adalah melakukan klot darah sedangkan dari NTT
studi-studi terkait epidemik untuk sejumlah 1244 sampel serum dan
mengetahui prevalensi antibodi 85 sampel klot darah (Tabel 2).
(Sero-prevalence) atau Metode pengambilan dilakukan
prevalensi antigen (Viro- secara acak di peternakan babi
prevalence) Hog Cholera yang yang ada di Prov. Bali dan prov
ada di wilayah kerja BB-Vet NTT, baik dengan surveilans aktif
Denpasar khususnya di Provinsi maupun pasif. Pengambilan
Bali dan NTT. Prevalensi sampel melalui surveilans aktif
penyakit ini menjadi sangat dilakukan dengan cara datang
penting karena dengan langsung ke lokasi sampling
mengetahui angka prevalensi untuk mengambil sampel dan
baik sero-prevalensi dan viro- melakukan wawancaca dengan
prevalensinya, maka akan dapat peternak. Disamping metoda aktif
dilakukan penilaian terutama tersebut diatas, sampel juga
terhadap tindakan pencegahan dikumpulkan dan dikirim
apakah vaksinasi dan langsung oleh
pengawasan lalulintas sudah peternak/perusahan ke BB-Vet
dilakukan secara baik dan benar. Denpasar (surveilans pasif).
Oleh karena itu tujuan dari tulisan Semua sampel serum tersebut
ini adalah untuk melakukan diuji untuk menentukan adanya
evaluasi terhadap tindakan- respon antibodi terhadap Hog
tindakan tersebut di lapangan Cholera dengan uji Sandwich
dengan melihat hasil surveilan ELISA sesuai dengan prosedur
yang sudah dilakukan. Sehingga standard baku, menggunakan kit
diharapkan dapat memperbaiki PrioCHECK CSFV Ab ELISA.
sistim pengendalian Hog Cholera Sedangkan sampel klot darah
yang lebih efektif, terstruktur dan diuji untuk menentukan adanya
terkontrol, terutama bagaimana antigen Hog Cholera dengan uji
menekan agar kasus Hog Capture ELISA menggunakan
Cholera agar tidak semakin prosedur standard dari kit
meluas. Serelisa PCV2 Ag Capture
Synbiotic. Kedua kit tersebut
dianggap memiliki nilai sensitifitas
dan spesifisitas yang tinggi.

6
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 2.
Jumlah sampel serum dan klot darah untuk pemeriksaan antibodi dan
antigen Hog Cholera yang diambil dari Prov. Bali dan Prov. NTT selama 4
tahun surveilan 2009-2012).
Tahun Prov. Bali Prov. NTT
∑ Serum ∑ Klot darah ∑ Serum ∑ Klot darah
2009 756 - 341 -
2010 114 114 260 -
2011 360 160 319 85
2012 262 - 324 -
Jumlah 1492 274 1244 85

Hasil pengujian dengan dua diambil di Prov. Bali dan 2 dari 85


metoda diatas dihitung secara (2.3%) positif mengandung virus
statistik untuk mengetahui Hog Cholera (Tabel 4). Seperti
seberapa besar angka prevalensi yang tertuang pada Tabel 3
yang di dapat dengan cara bahwa selama 4 tahun surveilan
membagi sampel yang positif sampel yang positif antibodi
dengan semua jumlah sampel dengan uji ELISA menunjukkan
yang diuji, kemudian dikalikan perbedaan yang tindak menjolok
dengan 100. Penilaian dari hasil yaitu 485 dari 1492 (32.5%) untuk
prevalensi kemudian dipakai sampel asal Prov. Bali dan 374
sebagai salah satu tolok ukur dari 1244 (30%) sampel yang
untuk mengevaluasi penanganan, berasal dari NTT. Akan tetapi
pengendalian dan tidak diketahui secara pasti
pemberantasan penyakit Hog apakah hasil positif antibodi ini
Cholera di Prov. Bali dan NTT. disebabkan karena pemberian
vaksinasi anti Hog Cholera atau
HASIL DAN PEMBAHASAN karena infeksi alam oleh virus
Hog Cholera. Sehingga hasil ini
Hasil uji ELISA terhadap semua tidak bisa digunakan sepenuhnya
sampel serum yang diuji untuk menilai pelaksanaan
menunjukan bahwa 485 dari vaksinasi terkait upaya
1492 (32.5%) sampel serum pengendalian dan atau
yang berasal dari Bali dan 374 pemberantasan. Kalau ternyata
dari 1244 (30%) sampel yang hasil tersebut memang
berasal dari NTT positif antobodi diakibatkan oleh vaksinasi, maka
terhadap antigen Hog Cholera. nilai sero-konversi dinilai masih
Sedangkan hasil pemeriksaan rendah yang juga dapat
antigen dengan uji Capture
ELISA membuktikan bahwa 5
dari 274 (1.8%) sampel yang
7
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 3.
Jumlah sampel serum dan klot darah yang positif antibodi dengan uji
ELISA dan positif antigen Hog Cholera dengan uji Capture ELISA dari
sampel yang diambil dari Prov. Bali dan Prov. NTT selama 4 tahun
surveilan 2009-2012).

Tahun Prov. Bali Prov. NTT

∑ Positif ∑ Klot Positif ∑ Positif (%) ∑ Klot Positif


Serum (%) darah (%) Serum darah (%)
2009 756 142 (19%) - - 341 85 (25%) - -
2010 114 31 (27%) 114 4 (3.5%) 260 85(33%) - -
2011 360 180(50%) 160 1 (0.6%) 319 164(51%) 85 2(2.3%)
2012 262 132 (50%) - - 324 40(12%) -
Jumlah 1492 485(32.5%) 274 5 (1.8%) 1244 374(30%) 85 2(2.3%)

mengindikasikan rendahnya dibandingkan dan apabila hasil


cakupan vaksinasi. Tetapi kalau sero-prevalensi dari hewan yang
hasil tersebut akibat infeksi alam, pernah divaksin lebih tinggi dari
hal ini mengindikasikan terdapat yang tidak divaksin ini berarti
cukup banyak hewan karier di rezim vaksinasi sudah benar
wilayah itu sehingga dapat sehingga dapat dilanjutkan dan
mengancam terjadinya kasus sebaliknya.
baru. Hewan hewan karier
tersebut akan sangat Dari hasil deteksi antigen dengan
membahayakan apabila dibawa uji Capture ELISA bahwa 5 dari
ke daerah peka/masih bebas 274 (1.8%) sampel yang diambil
karena berpotensi menimbulkan di Prov. Bali dan 2 dari 85 (2.3%)
wabah baru. Terjadinya wabah dari NTT positif virus Hog
baru di Kabupaten Lembata Cholera. Hal ini menandakan
tahun 2011 yang menyebabkan bahwa di lokasi sampling masih
kesakitan sekitar 1.220 ekor dan ditemukan hewan karier yang
kematian sekitar 696 ekor (57%) dapat menimbulkan antibodi
dari total populasi 2718 ekor sekaligus mengancam hewan
diduga kuat terjadi karena peka lainnya. Disamping itu
adanya introduksi hewan karier adanya hewan karier tersebut
dari daerah endemik di NTT, menandakan bahwa cakupan
akibat masih lemahnya vaksinasi masih rendah,
pengawasan lalulintas ternak sehingga masih memberikan
(Diarmita, I.K, 2011). Oleh karena nkesempatan pada hewann
itu dianjurkan untuk melakukan karier untuk hidup bertahan. Hasil
surveilan secara terstruktur ini sangat konsisten dengan
dengan mengambil sampel rendahnya hasil positif antibodi
secara terpisah dari hewan dengan uji sesuai dengan hasil
hewan yang pernah divaksin dan (Tabel 3).
tidak divaksin. Hasilnya kemudian
8
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Jumlah seropositif tidak meluasnya kasus Hog Cholera di


selamanya berbanding lurus wilayah tersebut. Belum optimalnya
dengan jumlah serum sampel pengendalian lalulintas ternak
yang diuji. Suatu contoh serum terutama dari daerah tertular ke
asal prov. Bali tahun 2009 hanya daerah bebas juga diasumsikan
142 dari 756 (19%) sampel serum memegang peranan sangat penting
yang diuji menunjukkan positif dalam penyebaran kasus kasus
ELISA, sedangkan tahun pada baru, mengingat tingkat kepekaan
tahun 2012, 132 dari 262 (50%) hewan hewan di daerah bebas
sampel serum yang diuji lebih tinggi yang berpotensi
menunjukkan positif ELISA. menimbulkan kasus/wabah baru
Variasi ini juga terjadi di prov. NTT dengan tingkat morbiditas dan
, yang menandakan bahwa moratlitas yang lebih tinggi. Tetapi
cakupan vaksinasi tidak merata di dari semua faktor resiko yang ada,
seluruh ke dua daerah provinsi bahwa peran vaksinasi yang baik
tersebut. Kejadian ini dan benar merupakan salah satu
menandakan bahwa sistim faktor yang dapat dikerjakan secara
surveilan yang telah dilakukan feacible mengingat topografi dan
belum mampu menjawab apakah taraf sosio-ekonomi dan budaya
hasil hasil tersebut karena masyarakat setempat,
vaksinasi atau tidak. Hal ini dibandingkan dengan pengawasan
disebabkan oleh karena prosedur lalu lintas yang sulit diawasi. Oleh
pengambilan sampel belum karena itu vaksinasi diwajibkan
disusun secara tersetruktur, untuk sebagai priorotas utama dalam
membedakan mana hewan yang pengendalian Hog Cholera.
sudah divaksinasi dengan yang
belum. Meluasnya kasus Hog
Cholera di wilayah kerja BB-Vet DAFTAR PUSTAKA
Denpasar, khususnya yang ada di
prov. NTT sangat mungkin Artois, M. P., Depner, V., Guberti, J., Hars,
disebabkan karena cakupan S., Rossi dan D Rutelli (2002). Classical
Swine Fever (Hog cholera) in Wild boar in
vaksinasi yang masih rendah Europe. Rev. Sci. Tech. Off. Int. Epi 2., 21
ditambah karena pengawasan (2), 287-303.
laulintas ternak yang belum
dikontrol secara optimal. Diarmita, I ketut (2011). Menyoroti langkah
antisipasif kebijakan lokal dengan
munculnya Hog Cholera di Kabupaten
KESIMPULAN DAN SARAN Lembata Nusa Tenggara Timur (NTT).
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar Vol.
Dari hasil pembahasan tampak XXII No.78 (2011).
jelas bahwa situasi kejadian Hog
Putra, A.A.Gd (2007). Situasi Penyakit
Cholera di wilayah kerja BB-Vet Hewan Menular Strategis pada
Denpasar khususnya di wilayah Ruminansia Besar: Surveilans Dan
Prov. NTT cendrung semakin Monitoring. Lokakarya Nasional
meluas dari tahun ke tahun. Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian
Rendahnya cakupan vaksinasi dan Penyakit Strategis pada Ternak
Ruminansia Besar.
tidak meratanya pelaksanaan
vaksinasi di duga sebagai Jenny-Ann (2011). Seminar on Hog
penyebab utama terhadap Cholere in Nusa Tenggara Timur (NTT).

9
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

KAJIAN EPIDEMIOLOGI POLA KEJADIAN RABIES PADA


HEWAN DI BALI

(Epidemiology study of the rabies pattern on animals in


Bali)

I Nyoman Dibia, I Ketut Diarmita dan Ni Luh Dartini


Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK
Upaya pengendalian dan pemberantasan rabies telah dilakukan selama tiga tahun
melalui vaksinasi massal di seluruh kabupaten / kota di Bali. Namun hingga saat ini kasus
rabies pada hewan tetap ditemukan setiap bulan. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah
untuk mengetahui kecenderungan pola kejadian Rabies di Bali. Hasil kajian diharapkan
dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menyempurnakan program
pengendalian dan pemberantasan rabies pada tahun-tahun berikutnya dan sebagai salah
satu landasan untuk menetapkan waktu yang realistis dalam pencanangan target Bali
bebas rabies. Pola kejadian rabies di Bali dianalisis menggunakan metode deret waktu
(time series). Model persamaan regresi untuk mengetahui kecendrungan pola kejadian
rabies di Bali dianalisis menggunakan program SPSS 13.0 for Windows. Hasil analisis
kasus rabies di Bali selama 36 bulan (Januari 2010 sampai Desember 2012) diperoleh
persamaan regresi Y = 38,219 – 1,169X. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
kecendrungan penurunan kasus. Dengan asumsi bahwa kinerja pemberantasan rabies
tetap dilakukan seperti tahun-tahun sebelumnya, maka untuk memenuhi target Bali
bebas rabies dalam tiga tahun ke depan (2015) belum dapat tercapai.

Kata kunci: Rabies, epidemiologi, Bali.

ABSTRACT

The efforts to control and eradicate of rabies in Bali have been done for three years
through island-wide mass vaccination program. However at this moment, rabies in animal
keeps on finding every month. The aim of writing this article is to know the tendency of
pattern of rabies in Bali. The study is expected to be applied as next consideration
material and also as one basis for determining realistic time in campaigning target that
Bali is free from rabies. The pattern of rabies was analyzed using time series method for
three months moving everage of cases. Model of regression to predict the tendency of
rabies was analyzed using SPSS 13.0 for Windows. The result of analysis of rabies cases
in Bali for 36 months (January 2010 – December 2012) has an equation of regression Y =
38,219 – 1,169X. It shows that there is a tendency of decreasing case. Assuming that
eradication performance of rabies keeps on prior years, so in achieving target for Bali free
from rabies within three years onward (2015) has not reached yet.

Key words: Rabies, epidemiology, Bali.

10
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

PENDAHULUAN adalah vaksinasi, eliminasi


selektif, surveilans, pengawasan
Rabies adalah penyakit hewan lalu lintas hewan penular rabies
menular yang bersifat zoonosis (HPR), pengendalian populasi
dan masih menimbulkan melalui pengendalian kelahiran
masalah utama dari aspek dan edukasi pada masyarakat.
kesehatan masyarakat terutama Teknis pencegahan,
di negara-negara kawasan Asia pengendalian, dan
dan Afrika. Kematian manusia pemberantasan rabies secara
akibat rabies di Afrika dan Asia operasional dari hari ke hari di
diperkirakan mencapai 55.000 lapangan menggunakan
orang per tahun (Knobel et al., pendekatan sistem pengendalian
2005). Arti penting penyakit ini wabah (Incident Control System)
tidak saja dampak kematian (Putra et al., 2008). Namun
manusia yang ditimbulkannya demikian, upaya-upaya tersebut
tetapi juga dampak psikologis belum memberikan hasil yang
pada orang-orang yang terpapar optimal. Hal ini diindikasikan dari
serta kerugian ekonomi kasus rabies pada hewan di Bali
masyarakat. yang sampai saat ini tetap ada
Rabies pada anjing pertama kali setiap bulan. Fakta ini dengan
dilaporkan di Indonesia oleh jelas menunjukkan bahwa virus
Penning pada tahun 1890, rabies di Bali masih bersirkulasi.
kemudian menyebar ke beberapa Tujuan dari penulisan artikel ini
daerah /wilayah lain di Indonesia adalah untuk mengetahui
yang secara historis dikenal kecenderungan pola kejadian
sebagai kawasan yang bebas rabies pada hewan di Bali,
rabies. Kasus rabies di Bali hasil sehingga diharapkan dapat
konfirmasi laboratorium pertama dipergunakan sebagai bahan
kali dilaporkan terjadi di pertimbangan untuk
Semenanjung Bukit, Kabupaten menyempurnakan program
Badung pada November 2008. pemberantasan rabies pada
Sejak Bali dinyatakan tertular, tahun-tahun berikutnya dan
upaya-upaya pemberantasan sebagai salah satu landasan
rabies pada hewan telah untuk menetapkan waktu yang
dilakukan oleh pemerintah, realistis dalam pencanangan
lembaga swadaya masyarakat target Bali bebas rabies.
(LSM), dan masyarakat dengan
mengimplementasikan prosedur MATERI DAN METODE
Kesiagaan Darurat Veteriner
Indonesia (Kiatvetindo). Prinsip Data kasus rabies yang dianalisis
utama dalam strategi dalam makalah ini adalah data
pemberantasan rabies untuk yang dikumpulkan sejak tahun
mencapai target Bali bebas 2010 sampai 2012, yakni tahun
rabies adalah memutuskan mata pertama sampai tahun ketiga
rantai penularan rabies dengan pelaksanaan vaksinasi massal di
melaksanakan program secara seluruh Bali. Sumber data kasus
massal serentak dan terintegrasi. positif rabies pada hewan adalah
Program yang dilaksanakan data kasus yang telah

11
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

dikonfirmasi secara laboratorium HASIL


dengan metode pewarnaan
Sellers dan atau metode Kejadian kasus rabies pada
Fluorescent Antibody Test (FAT) hewan di Bali periode Januari
sebagai metode standar (Dean 2010 sampai Desember 2012
et al., 1996) oleh Balai Besar sangat berfluktuasi. Pada tahun
Veteriner Denpasar (Anonimus, 2010, kasus rabies menunjukkan
2011; Anonimus, 2012; puncak epidemi dengan jumlah
Anonimus, 2013). rata-rata kasus per bulan adalah
Pola kejadian rabies di Bali 35,1 kasus. Selanjutnya pada
dianalisis menggunakan metode tahun 2011 terjadi penurunan
deret waktu (time series) kasus yang sangat tajam dengan
(Thrusfield, 2005). Untuk jumlah rata-rata kasus per bulan
mengurangi efek variasi rambang adalah 7,5 kasus. Namun
yang dapat menyembunyikan demikian, selama tahun 2012
pola kecendrungan frekuensi kasus rabies meningkat dari
kejadian penyakit digunakan tahun 2011 dengan jumlah rata-
rerata gerak (moving average) rata kasus per bulan adalah 10,1
(Budiharta dan Suardana, 2007) kasus. Data kejadian rabies pada
dengan rataan kasus secara hewan di Bali berdasarkan bulan
bergulir tiga bulanan. kejadian kasus dapat dilihat pada
Kecendrungan kasus rabies dan Tabel 1, sedangkan jumlah kasus
prediksi kemungkinan Bali bebas rabies dengan rataan tiga
rabies dalam periode waktu bulanan ditampilkan pada Tabel
tertentu dianalisis dengan regresi 2.
linier menggunakan program
SPSS 13.0 for Windows
(Riwidikdo, 2009). Analisis
regresi adalah termasuk dalam uji
statistik parametrik, yakni uji
prediksi atau memperkirakan
suatu kejadian (variabel
dependen) atas dasar data dari
kejadian (variabel independen)
yang telah ditentukan. Model
persamaan regresi linier yang
diperoleh ditetapkan dengan
notasi Y = b0 + b1 X, dimana Y
adalah variabel dependen yaitu
jumlah kasus rabies, X adalah
variabel independen (bulan ke
berapa), b0 adalah intercept dan
b1 adalah koefisien regresi
variabel X.

12
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 1.
Kejadian kasus rabies di Bali setiap bulan berdasarkan konfirmasi
laboratorium.

Jumlah Kasus Rabies


Bulan
Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
Januari 21 7 8
Februari 28 9 24
Maret 68 9 12
April 78 14 11
Mei 38 5 4
Juni 28 9 5
Juli 62 3 5
Agustus 38 7 13
September 24 7 9
Oktober 14 4 8
Nopember 10 3 15
Desember 12 13 7

Tabel 2
Rataan tiga bulanan (three months moving average) kasus rabies di Bali.

Rataan Tiga Bulanan Kasus Rabies


Bulan
Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
Januari - 9 18
Februari 39 8 15
Maret 58 11 16
April 61 9 9
Mei 48 9 7
Juni 43 6 5
Juli 43 6 8
Agustus 41 6 9
September 25 6 10
Oktober 16 5 11
Nopember 12 7 10
Desember 10 8 -

13
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Hasil analisis data yang kasus diperoleh garis persamaan


menggunakan metode deret regresi Y = 38,219 - 1,169X
waktu dengan rataan tiga bulan (Gambar 1).

Gambar 1.
Pola kasus rabies di Bali berdasarkan bulan kejadian tahun 2010 sampai
2012.

14
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

PEMBAHASAN Briggs (2010); Lembo et al.


(2010) dan Peterson et al. (2012),
Landasan epidemiologi vaksinasi adalah metode utama
pemberantasan wabah rabies di yang paling efektif dalam
suatu daerah adalah mengendalikan dan
mengendalikan penyakit dengan memberantas rabies. Putra
menurunkan daya tular (basic (2012) melaporkan bahwa
reproductive number, Ro) hingga program vaksinasi secara massal
nol kasus, dilanjutkan dengan yang dilakukan di Bali telah
program pembebasan terhadap terbukti mampu menurunkan
agen. Fakta menunjukkan bahwa kasus rabies. Pendapat senada
siklus penularan rabies pada sebelumnya diungkapkan pula
anjing di Bali masih terus terjadi oleh Hampson et al. (2007) yang
hingga saat ini dan menyebar ke menyatakan bahwa program
desa-desa yang masih bebas. vaksinasi yang berkelanjutan
Namun demikian ada desa-desa dengan konsep Ro telah berhasil
tertular yang tidak ditemukan lagi mengeradikasi rabies pada anjing
kasus rabies selama enam bulan di beberapa negara. Sementara
dan bahkan sampai satu tahun. WHO merekomendasikan bahwa
Kejadian rabies di Bali seperti 70% dari populasi anjing di suatu
pada Tabel 1 menunjukkan wilayah harus dikebalkan melalui
bahwa dalam tiga tahun terakhir vaksinasi untuk mencegah
(Januari 2010 sampai Desember penyebaran dan memberantas
2012) tampak adanya fluktuasi rabies (WHO, 2005), sehingga
jumlah kasus dalam setiap mempertahankan cakupan
bulannya. Kasus rabies di Bali vaksinasi secara konsisten pada
mengalami puncak epidemi pada level di atas yang
tahun 2010 dengan 35,1 kasus direkomendasikan harus menjadi
per bulan. Selanjutnya pada awal perhatian. Vaksinasi rabies pada
hingga Desember 2011, tampak hakekatnya sangat efektif dalam
adanya penurunan kasus yang mencegah infeksi karena vaksin
sangat tajam dengan 7,5 kasus mampu menstimulasi antibodi
per bulan. Diyakini bahwa netralisasi yang tinggi (Moore and
penurunan kasus yang sangat Hanlon 2010). Menurut Faizah
tajam tersebut karena adanya (2012), vaksin yang
intervensi pemerintah dengan dipergunakan dalam
melaksanakan vaksinasi massal. pengendalian dan
Kegiatan vaksinasi massal pemberantasan di Bali mampu
diseluruh kabupaten / kota di Bali menimbulkan respon kekebalan
dilakukan pertama kali pada humoral yang baik dengan durasi
bulan Oktober 2010 sampai April yang bervariasi. Secara umum,
2011. Secara epidemiologi, kekebalan kelompok (herd
pemberantasan rabies pada immunity) yang tinggi adalah
anjing adalah layak melalui indikator utama untuk menuju
vaksinasi massal, sehingga keberhasilan pemberantasan
secara perlahan akan rabies dan kekebalan kelompok
menurunkan resiko penularan ke akan menurun seiring dengan
manusia. Menurut Wunner and waktu.

15
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Menurut Hampson et al. (2009); tersebut luput dari penghitungan


Hampson et al. (2010), basic populasi yang wajib divaksin
reproductive number (Ro) untuk dalam tahun program. Kondisi ini
rabies dibeberapa negara di mengisyaratkan perlunya
dunia tidak melebihi nilai 2. pengendalian populasi melalui
Berdasarkan kisaran nilai Ro pembatasan kelahiran anak
tersebut maka populasi minimal anjing dan penyisiran vaksinasi
yang harus dikebalkan untuk yang lebih intensif.
mengendalikan rabies di suatu Pelaksanaan program vaksinasi
daerah adalah 20-40%. rabies secara massal periode
Sementara Ro wabah rabies di keempat di seluruh kabupaten /
Bali adalah 1,2 (Townsend et al., kota di Bali dijadwalkan dari April
2010). Mempertimbangkan 2013 sampai Juli 2013.
bahwa cakupan vaksinasi rabies Pertanyaan yang muncul, apakah
pada tahun 2010, 2011 dan 2012 rabies dapat dituntaskan setelah
masing-masing telah mencapai berakhirnya program vaksinasi
70% dari populasi yang massal keempat tersebut?. Hasil
diestimasi seperti yang analisis data dengan regresi linier
dilaporkan oleh Putra (2012), diperoleh model persamaan garis
maka sebenarnya telah regresi Y = 38,219 - 1,169X. Dari
mencukupi untuk menurunkan persamaan tersebut diketahui
nilai Ro secara efektif dengan koefiesien regresi variabel X
harapan bahwa rabies dapat bernilai negatif. Hal ini
dikendalikan hingga nol kasus. menunjukkan bahwa ada
Namun demikian kasus rabies kecenderungan penurunan kasus
yang terjadi pada tahun 2012 rabies. Dengan pertimbangan
(10,1 kasus per bulan) ternyata kajian ilmiah tersebut dan
mengalami peningkatan dari memperhatikan ketentuan status
tahun 2011 (7,5 kasus per bulan). bebas dari OIE maka target Bali
Hal ini kemungkinan karena bebas rabies dalam tiga tahun ke
terjadinya underestimation dari depan (2015) masih sulit dicapai,
populasi anjing yang wajib jika kinerja pemberantasan rabies
menjadi target dalam tahun diasumsikan sama dengan tahun-
pelaksanaan vaksinasi atau tahun sebelumnya. Hasil kajian
overestimation terhadap cakupan ini merupakan tantangan yang
vaksinasi yang diperoleh. Putra cukup berat bagi pemerintah dan
(2012) melaporkan peningkatan masyarakat untuk membebaskan
kasus rabies yang terjadi pada kembali Bali dari rabies.
tahun 2012 dibandingkan tahun Pengalaman empirik
2011 disebabkan karena adanya pengendalian dan
peningkatan jumlah kasus pemberantasan rabies di Flores
sebesar 38,6% pada anak anjing menunjukkan bahwa rabies
umur 6 bulan atau lebih muda. cenderung menyebar dan sulit
Mempertimbangkan bahwa anjing diberantas. Kondisi tersebut
memiliki dinamika populasi yang mengindikasikan adanya faktor
cepat (rapid turn over population) non teknis yang terkait dengan
akibat kelahiran, sehingga ada kondisi sosial budaya masyarakat
indikasi anak-anak anjing dalam pemberantasan rabies

16
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

(Dibia, 2007). Suksesnya yang kuat dan operasional


pemberantasan rabies sangat pemberantasan rabies perlu
tergantung dari komitmen yang ditingkatkan.
kuat dari pemerintah bersama
antar pemangku kepentingan DAFTAR PUSTAKA
dengan dukungan masyarakat Anonimus, 2011. Peta Distribusi
yang optimal. Arah kebijakan Penyakit Hewan di Wilayah Provinsi
pemberantasan rabies di Bali ke Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
depan sebaiknya difokuskan Tenggara Timur Tahun 2010. Balai
pada program vaksinasi, kontrol Besar Veteriner Denpasar. Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan
populasi dan surveilans Hewan. Kementerian Pertanian.
epidemiologi yang efektif.
Dengan melanjutkan program Anonimus, 2012. Peta Distribusi
vaksinasi massal berbasis desa Penyakit Hewan di Wilayah Provinsi
hingga mencapai cakupan Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur Tahun 2011. Balai
vaksinasi di atas 70% dari Besar Veteriner Denpasar. Direktorat
populasi target yang akurat serta Jenderal Peternakan dan Kesehatan
pengendalian populasi anjing Hewan. Kementerian Pertanian.
melalui penurunan tingkat
kelahiran maka tidak tertutup Anonimus, 2013. Peta Distribusi
Penyakit Hewan di Wilayah Provinsi
kemungkinan target Bali bebas Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
rabies dapat dicapai lebih cepat. Tenggara Timur Tahun 2012. Balai
Sebaliknya, apabila penanganan Besar Veteriner Denpasar. Direktorat
rabies bersifat hit and run karena Jenderal Peternakan dan Kesehatan
berbagai keterbatasan yang ada, Hewan. Kementerian Pertanian.
maka target Bali bebas rabies Budiharta, S., dan Suardana, I W., 2007.
hanya tinggal harapan, dan Epidemiologi dan ekonomi veteriner.
berpotensi akan lestari. Edisi 1. Cetakan 1. Udayana Press.

KESIMPULAN Dean, D. J., Abelseth, M. K., Anatasiu,


P., 1996. The fluorescent antibody test.
In: Meslin, F. X., Kaplan, M. M.,
Berdasarkan kajian pola kejadian Koprowski, H., (ed). Laboratory
kasus rabies pada hewan di Bali, th
techniques in rabies, 4 ed. WHO: 88-
terjadi kecendrungan penurunan 95.
kasus selama periode 2010
Dibia, N., 2007. Evaluasi
sampai 2012. Apabila kinerja
Pemberantasan Rabies di Pulau Flores
pemberantasan rabies Provinsi Nusa Tenggara Timur: Kajian
diasumsikan tetap seperti tahun- Surveilans Tahun 2006. Bul. Vet. XIX
tahun sebelumnya maka untuk (70): 6-13.
memenuhi target Bali bebas
Faizah, 2012. Respon Kekebalan
rabies dalam tiga tahun Humoral dan Seluler Anjing yang
mendatang (2015) sulit dicapai. Divaksinasi dengan Vaksin Oral SAG 2,
Vaksin Parenteral Rabisin, dan Vaksin
SARAN Rabivet Supra 92. Disertasi Doktor
Program Pascasarjana, Universitas
Udayana.
Dalam upaya mempercepat
target Bali bebas rabies, Hampson, K., Dushoff, J., Bingham, J.,
dibutuhkan komitmen pemerintah Bruckner, G., Ali, Y. H., and Dobson, A.,

17
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

2007. Synchronous cycles of domestic Putra, A.A.G., Dharma, D.M.N.,


dog rabies in sub-Saharan Africa and Mahardika, I G. N. K., Rompis, A.L.T.,
the impact of control efforts. PNAS Muditha, I D. M., Asrama, I G.,
104(18): 7717-7722. Soedarmono, dan Windarto, W., 2008.
Ringkasan Strategi Pemberantasan
Hampson, K., Dushoff, J., Cleaveland, Rabies di Kecamatan Kuta Selatan dan
S., Haydon, D. T., Kaare, M., Packer, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung,
C., Dobson, A., 2009. Transmission Provinsi Bali. Makalah Pertemuan
dynamics and prospects for the Koordinasi Teknis Kesehatan Hewan
elimination of canine rabies. PLoS Biol. dan Workshop Rabies di Bali,
7(3): e1000053. doi: diselenggarakan oleh Direktorat
10.1371/j.pbio.000053. Jenderal Peternakan, tanggal 12-13
Desember 2008.
Hampson, K., Townsend, S., Haydon,
D., 2010. Dynamics of Canine Rabies Riwidikdo, H., 2009. Statistik untuk
and Implications for Control. Makalah Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
disampaikan pada Workshop Penerbit Pustaka Rihama
Pengendalian Rabies Bali, yang
diselenggarakan oleh Bali Animal Thrusfield, M., 2005. Veterinary
Welfare Association (BAWA) di Epidemiology. Third edition. UK:
Denpasar, Bali, pada tanggal 4 April Blackwell Publishing Company.
2010.
Townsend, S., Hampson, K., Haydon,
Knobel, D.L., Cleaveland, S., Coleman, D., 2010. Modelling interventions for
P.G., Fevre, E.M., Meltzer, M.I., rabies control. Makalah disampaikan
Miranda, M.E.G., Shaw, A., Zinsstag, J., pada Workshop Pengendalian Rabies
Meslin, F., 2005. Re-evaluating the Bali, yang diselenggarakan oleh Bali
burden of rabies in Africa and Asia. Bull. Animal Welfare Association (BAWA) di
WHO. 83(5): 360-368. Denpasar, Bali, pada tanggal 4 April
2010.
Lembo, T., Hampson, K., Kaare, M. T., WHO, 2005. Expert consultation on
Ernest, E., Knobel, D., Kazwala, R. R., rabies: First report. Geneva: WHO.
Haydon, D. T., Cleaveland, S., 2010.
The Feasibility of Canine Rabies Wunner, W. H., Briggs, D. J., 2010.
st
Elimination in Africa: Dispelling Doubts Rabies in the 21 century. Plos Negl.
with Data. PloS Negl. Trop. Dis. 4(2): Trop. Dis. 4(3): e591. Doi:
e626. doi:10.1371/journal.pntd.0000626. 10.1371/journal.pntd.000591.

Moore, S. M., Hanlon, C. A., 2010.


Rabies-Specific Antibodies: Measuring
Surrogates of Protection against a Fatal
Disease. PLoS Negl. Trop. Dis. 4(3):
e595. doi:10.1371/journal.pntd.0000595.

Peterson, B. W., Tack, D. M.,


Longenberger, A., Simeone, A., Moll, M.
E., Deasy, M. P., Blanton, J. D., and
Rupprecht, C. E., 2012. Rabies in
Captive Deer, Pennsylvania, USA,
2007-2010. Emerg. Infect. Dis. 18(1):
138-141.

Putra, A. A.G., 2012. Analisis


perkembangan pemberantasan rabies di
Provinsi Bali: capaian pasca vaksinasi
massal ketiga. Bul.Vet XXIV(81): 10-23.

18
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF PENYAKIT RABIES


DI WILAYAH KERJA BALAI BESAR VETERINER DENPASAR
TAHUN 2012

(Descriptive Epidemiology of Rabies in The Working Area of


Veterinary Center of Denpasar in 2012)

Wirata IK1, Agus Joni U G1, Sudira IW 1, Widia IK1, Fiki Indra K1.
1
Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Surveilans deteksi penyakit rabies di wilayah Provinsi Bali, NTB dan NTT tahun 2012
dilakukan untuk memberikan gambaran situasi penyakit rabies di wilayah kerja Balai
Besar Veteriner Denpasar. Harapan untuk mewujudkan “Bali Bebas Kasus Rabies tahun
2012” oleh Pemerintah Provinsi Bali tampaknya kandas sudah. Angka kejadian Rabies
yang masih tinggi sampai akhir tahun 2012 yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan
laboratorium (FAT), menjadi alasan kuat untuk meningkatkan usaha-usaha pengendalian
di tahun mendatang. Kelahiran yang sulit dikendalikan menyebabkan banyak anjing yang
belum divaksinasi dan akan meningkatkan populasi hewan peka. Terbukti dari 121 kasus
positif Rabies, 38.9% merupakan hewan yang tidak divaksinasi dan 61.1% merupakan
anjing muda yang belum mencapai usia vaksinasi atau bahkan belum lahir saat
dilaksanakan vaksinasi masal sebelumnya. Populasi anjing yang sangat banyak tanpa
diikuti dengan kesadaran pemeliharaan yang benar, akan meningkatkan contact
oppotunities yang berpengaruh terhadap kejadian kasus di lapangan. Walaupun tidak
semua gigitan dilakukan oleh anjing Rabies tetapi anjing Rabies cenderung menggigit
dan data menyebutkan bahwa 81% dari kasus positif Rabies merupakan kasus gigitan,
dan 13.2% merupakan kasus klinis.

Hasil surveilans deteksi penyakit rabies di wilayah Provinsi NTB menunjukkan


bahwa dari 494 sampel yang diperiksa, semuanya (100%) dinyatakan negatif rabies.

Surveilans untuk wilayah Provinsi NTT memperoleh sebanyak 30 sampel dimana


11 (36.6%) sampel didiagnosa positif rabies. Seluruh sampel yang berasal dari wilayah
NTT merupakan kasus gigitan di lapangan.

Harapan untuk membebaskan Bali dan NTT dari penyakit Rabies dan menjaga
NTB tetap bebas tentu masih ada namun dibutuhkan kerja keras bersama untuk
mewujudkan itu semua. Vaksinasi Rabies untuk semua anjing dan pengendalian jumlah
populasi adalah program yang saat ini dilakukan oleh Pemerintah bersama pihak terkait.
Balai Besar Veteriner Denpasar mendukung upaya pengendalian Rabies dengan
mempersiapkan SDM, infrastruktur peralatan dan pengembangan metoda pengujian.

Kata kunci: rabies, FAT, Bali, NTB, NTT

19
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

ABSTRACT

Surveillance detection of rabies in Bali, NTB and NTT Provinces in 2012 had been
conducted to provide an overview of the situation of rabies in the region of Denpasar
Veterinary Center. Hope to realize the "Bali Free Rabies Case of 2012" by the provincial
government of Bali appears to have run aground. Rabies incidence rate remains high
until the end of 2012 which was confirmed by laboratory tests (FAT), a strong reason to
increase control efforts in the coming year. Difficult birth control cause a lot of dogs that
have not been vaccinated and will increase the population of susceptible animals. Proved
from 121 positive rabies cases, 38.9% were non-vaccinated animals, and 61.1% are
young dogs that have not reached the age of vaccination or were not even born when
implemented mass vaccination previously. Population dog very much without a
corresponding awareness of correct maintenance will increase the contact opportunities
that influence the incidence of cases in the field. Although not all bites by dogs but rabid
dogs tend to bite and the data states that 81% of positive cases of rabies is the bite
cases, and 13.2% are clinical cases.

Result of surveillance detection of rabies in NTB province shows that out of 494 samples
tested, all (100%) expressed negative rabies.

Surveillance for NTT region obtained 30 samples of which 11 (36.6%) samples diagnosed
positive for rabies. The entire NTT sample is derived from bite cases in the field.

Hope to liberate Bali and NTT of Rabies and keep NTB remains free of course still there
but it takes hard work together to bring it all. Mass vaccination and population control
programs are the best choice to be carried out by the Government together with relevant
parties. DIC Denpasar supports efforts to control rabies in preparing human resources,
infrastructure equipment and test method development.

Keywords: rabies, FAT, Bali, NTB, NTT

20
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

PENDAHULUAN kategori bisa memberikan resiko


penularan penyakit kepada
Wilayah kerja Balai Besar manusia dan hewan lainnya.
Veteriner Denpasar meliputi tiga Untuk surveilans rabies
provinsi yaitu : Provinsi Bali, pengambilan sampel lebih
Nusa Tenggara Barat dan Nusa difokuskan pada kasus gigitan,
Tenggara Timur. Seperti HPR yang menunjukkan gejala
diketahui bahwa dua dari tiga klinis rabies, dan hewan yang
provinsi yang merupakan wilayah diketahui pernah kontak dengan
kerja BBV Denpasar merupakan HPR yang didiagnosa rabies atau
daerah endemis rabies. Provinsi diduga terjangkit rabies.
Nusa Tenggara Timur,
khususnya Pulau Flores dan Survelans untuk mendeteksi
Lembata dinyatakan terjangkit penyakit rabies ini juga
rabies sejak tahun 1997. dimaksudkan untuk dapat
Sedangkan Provinsi Bali mengetahui sedini mungkin
dinyatakan terjangkit rabies sejak keberadaan virus rabies
akhir tahun 2008 (Putra, dkk, dilapangan, terutama di wilayah
2009). Secara geografis, Provinsi yang masih dinyatakan bebas
Nusa Tenggara Barat (yang rabies seperti di Provinsi Nusa
masih berstatus bebas rabies) Tenggara Barat. Surveilans
diapit oleh dua provinsi lainnya deteksi penyakit rabies juga
yaitu Propinsi Bali dan Nusa bertujuan untuk mengetahui
Tenggara Timur yang sudah penyebaran penyakit rabies di
terjangkit rabies. daerah endemis sehingga
penyakit bisa terpetakan dan
Dalam upaya tersebut BBV upaya pengendalian bisa
Denpasar telah dan akan terus dirumuskan.
melakukan kegiatan surveilans,
baik serosurveilans untuk
mengetahui tingkat keberhasilan
vaksinasi rabies yang telah MATERI DAN METODA
dilaksanakan pemerintah daerah/
1. Sampel otak anjing yang
dinas, maupun surveilans untuk
merupakan hasil surveilans
mendeteksi keberadaan penyakit/
aktif maupun pasif yang
kasus rabies di lapangan
berasal dari wilayah kerja
Surveilans deteksi penyakit Balai Besar Veteriner
rabies merupakan surveilans Denpasar. Sampel aktif
berbasis resiko atau yang lazim adalah sampel otak anjing
disebut risk based surveillance. yang dikirim ke Laboratorium
Surveilans deteksi penyakit oleh masyarakat, Dinas,
rabies dikatakan berbasis resiko Dokter Hewan Praktisi
karena berbeda dengan maupun LSM, yang
surveilans deteksi penyakit merupakan kasus gigitan,
lainnya dimana pengambilan kasus klinis maupun hasil
sampel pada rabies lebih eliminasi dilapangan. Sampel
difokuskan pada hewan penular otak selanjutnya diperiksa
rabies (HPR) yang masuk dalam dengan metoda Flourescent

21
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Antibody Test (FAT) (OIE, Kuta dan Desa Ungasan,


2008). Kecamatan Kuta Selatan, ada
2. Klasifikasi kasus positif harapan yang besar akan mampu
dilakukan berdasarkan menuntaskan penyakit karena
kelompok umur anjing (< 6 bl ; lokasinya yang berada di ujung
6–12 bl ; > 12 bl), sejarah selatan Pulau Bali. Namun
kasus (gigitan ; klinis ; setelah berbagai upaya
eliminasi) dan riwayat dilakukan untuk membendung
vaksinasi rabies (vaksinasi ; meluasnya penyakit ke daerah
tidak vaksinasi ; tidak lain, kejadian Rabies tetap
diketahui). menyebar di seluruh
3. Analisa data dilakukan semenanjung bukit dan pada
dengan menggunakan akhirnya meluas ke Kota
populasi sampel yang Denpasar, Tabanan,
diperiksa sebagai Karangasem, Buleleng, Bangli,
denominator. Analisis meliputi Gianyar, Klungkung dan terakhir
hubungan antara kasus positif Kabupaten Jembrana (Disnak
rabies dengan umur anjing, Prov. Bali, 2011).
sejarah kasus dan riwayat
vaksinasi rabies. Program vaksinasi Rabies yang
telah dilakukan oleh Pemerintah
selama kurun waktu 2010 – 2011
HASIL terbukti secara signifikan
menurunkan jumlah kasus
Rabies di Bali dilapangan. Hal ini terlihat dari
penurunan sebesar 24,16%
Upaya pengendalian Rabies di
jumlah rata-rata kasus dari yang
Bali sungguh tidak mengenal
sebelum vaksinasi sebanyak 44,7
lelah. Genap sudah 4 (empat)
kasus per bulan menjadi 10,8
tahun kita bergelut dengan
kasus per bulan setelah dan
penyakit yang mematikan ini.
selama program vaksinasi
Setelah begitu banyak waktu,
dilaksanakan (Putra, 2011)
biaya, tenaga dan pikiran yang
telah dicurahkan, tidaklah Cakupan wilayah yang pernah
berlebihan seandainya kita dilaporkan terjangkit Rabies dari
semua berkeinginan untuk 716 desa yang ada di Bali
mewujudkan satu langkah maju (bali.bps.go.id) mencapai 281
dalam pengendalian Rabies yaitu desa, namun angka ini terus
mewujudkan “Bali Bebas Kasus mengalami penurunan. Di tahun
Rabies”. Setelah selama 4 2012 sampai bulan September
(empat) tahun perjuangan jumlah desa yang dilaporkan
mengendalikan Rabies di pernah terjadi kasus mencapai 69
Provinsi Bali, beberapa capaian desa (24,5%) dari jumlah desa
mampu diraih dan tentunya juga tertular sebelumnya. Sebanyak
beberapa kegagalan perlu 212 desa di Provinsi Bali yang
dievaluasi kembali. pernah dinyatakan endemis
rabies kini sudah tidak pernah
Sejak pertama kali rabies muncul
dilaporkan terjadi kasus lagi.
di Desa Kedonganan, Kecamatan
(www.disnak.baliprov.go.id)
22
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Vaksinasi yang dilakukan juga 82 kasus kematian menjadi 23


memberikan gambaran terhadap kasus kematian).
kasus gigitan oleh HPR. Jika (www.depkes.go.id).
dibandingkan dengan periode
Januari - Desember 2010, maka Data penyakit rabies di
periode tahun 2011 terjadi Bali selam tahun 2012
penurunan kasus gigitan HPR ditampilkan pada tabel 1,2 dan 3
sebesar 21,74% (dari 60.434 berikut. Informasi terkait sejarah
kasus menjadi 47.295 kasus) dan kasus, umur hewan dan status
terjadi penurunan jumlah vaksinasi sampel positif FAT juga
kematian sebesar 71,95% (dari akan memberikan gambaran
nyata tentang Rabies di Bali.
Tabel 1.
Kejadian positif Rabies selama tahun 2012 terkait sejarah kasus

Positif Rabies-Terkait Sejarah


No Bulan Jumlah Positif Negatif Kasus
Gigitan Klinis Eliminasi
1 Januari 84 8 76 8 0 0
2 Februari 81 24 57 17 2 5
3 Maret 63 12 51 10 2 0
4 April 43 11 32 9 2 0
5 Mei 81 4 77 4 0 0
6 Juni 78 5 73 4 1 0
7 Juli 77 5 72 3 1 1
8 Agustus 71 13 58 11 1 1
9 September 49 9 40 8 1 0
10 Oktober 41 8 33 6 2 0
11 November 57 15 42 13 2 0
12 Desember 46 7 39 5 2 0
Total 771 121 650 98 16 7

Tabel 2.
Kejadian positif Rabies selama tahun 2012 terkait umur HPR

Positif Rabies-Terkait Umur Anjing


No Bulan Jumlah Positif Negatif Anakan Muda Dewasa
(< 6bl) (6-12bl) (>12bl)
1 Januari 84 8 76 0 4 4
2 Februari 81 24 57 1 12 11
3 Maret 63 12 51 2 5 4
4 April 43 11 32 0 6 6
5 Mei 81 4 77 2 0 2
6 Juni 78 5 73 5 0 0
7 Juli 77 5 72 1 1 3
8 Agustus 71 13 58 6 2 5
9 September 49 9 40 5 3 1
10 Oktober 41 8 33 6 0 2
11 November 57 15 42 4 5 6
12 Desember 46 7 39 3 1 3
Total 771 121 650 35 39 47
23
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 3.
Kejadian Rabies positif selama tahun 2012 terkait status vaksinasi HPR
Positif Rabies-Terkait Status
Vaksinasi
No Bulan Jumlah Positif Negatif
Tdk
Vaksinasi T.D
Vaksinasi
1 Januari 84 8 76 0 8 0
2 Februari 81 24 57 9 12 3
3 Maret 63 12 51 0 7 4
4 April 43 11 32 2 5 5
5 Mei 81 4 77 1 2 1
6 Juni 78 5 73 0 0 5
7 Juli 77 5 72 1 1 3
8 Agustus 71 13 58 1 2 10
9 September 49 9 40 0 2 7
10 Oktober 41 8 33 0 1 7
11 November 57 15 42 1 4 10
12 Desember 46 7 39 2 3 2
Total 771 121 650 17 47 57
Ket.
T.D. : Tidak ada data

Rabies di Provinsi Nusa Lembata. Sedangkan beberapa


Tenggara Timur wilayah pulau lainnya seperti
Pulau Timor dan Pulau Sumba
Provinsi Nusa Tenggara Timur masih dinyatakan bebas Rabies.
(NTT) terdiri dari beberapa pulau Situasi penyakit rabies selama
dan kepulauan. Penyakit rabies tahun 2012 dan kaitannya
dinyatakan terjangkit di wilayah dengan status vaksinasi hewan
NTT sejak tahun 1997. Kasus yang didiagnosa positif Rabies
gigitan hewan penular rabies dengan uji FAT terlihat seperti
(anjing) pertama kali dilaporkan di tabel-tabel di bawah ini.
Kabupaten Flores Timur
(Larantuka) pada bulan
November 1997 dan setelah
dilaporkan ada korban meninggal
akibat gigitan anjing yang positif
rabies, sejak itu pula berbagai
spekulasi muncul. Ada dugaan
kuat masuknya anjing yang
mengidap rabies berasal dari
Pulau Buton Sulawesi Selatan
yang dibawa oleh nelayan yang
memang memiliki kebiasaan
membawa oleh-oleh anjing
(Santhia A. P., 2009).
Sampai saat ini penyakit
Rabies sudah sangat endemis di
seluruh dataran Flores dan Pulau
24
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 4.
Kejadian positif Rabies di NTT tahun 2012 terkait status vaksinasi HPR
Positif Rabies-Terkait Status
Vaksinasi
No Bulan Jumlah Positif Negatif
Tdk
Vaksinasi T.D
Vaksinasi
1 Januari 8 0 8 0 0 0
2 Februari 6 4 2 0 0 4
3 Maret 1 1 0 0 0 1
4 April 0 0 0 0 0 0
5 Mei 5 2 3 2 0 0
6 Juni 2 0 2 0 0 0
7 Juli 2 1 1 0 0 1
8 Agustus 1 0 1 0 0 0
9 September 1 0 1 0 0 0
10 Oktober 0 0 0 0 0 0
11 November 4 3 1 0 0 3
12 Desember 0 0 0 0 0 0
Total 30 11 19 2 0 9

Tabel 5.
Kejadian Rabies positif tahun 2012 di NTT terkait dengan umur HPR
Positif Rabies-Terkait Umur Anjing
No Bulan Jumlah Positif Negatif Anakan Muda Dewasa
T.D
(< 6bl) (6-12bl) (>12bl)
1 Januari 8 0 8 0 0 0 0
2 Februari 6 4 2 0 2 0 2
3 Maret 1 1 0 0 0 0 1
4 April 0 0 0 0 0 0 0
5 Mei 5 2 3 1 0 0 1
6 Juni 2 0 2 0 0 0 0
7 Juli 2 1 1 0 0 0 1
8 Agustus 1 0 1 0 0 0 0
9 September 1 0 1 0 0 0 0
10 Oktober 0 0 0 0 0 0 0
11 November 4 3 1 0 0 3 0
12 Desember 0 0 0 0 0 0 0
Total 30 11 19 1 2 3 5

25
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Situasi Rabies di Wilayah Surveilans deteksi penyakit


Provinsi Nusa Tenggara Barat dilakukan untuk memberikan
informasi awal terkait situasi
Provinsi Nusa Tenggara Barat kesehatan hewan (HPR) untuk
(NTT) merupakan satu-satunya bisa mengaplikasikan prinsip
provinsi yang merupakan wilayah “early detection, early report and
kerja Balai Besar Veteriner early respons” demi menjaga
Denpasar yang masih dinyatakan NTB tetap bebas Rabies.
bebas Rabies. Ini merupakan
tantangan yang sangat berat Berdasarkan analisa resiko
mengingat posisi dari Provinsi penyakit rabies di wilayah
NTB diapit oleh Bali dan NTT Provinsi NTB, maka dilakukan
(Pulau Flores) yang nota bena pengambilan sampel otak anjing
sudah endemis Rabies. Letak yang merupakan hasil eliminasi
geografis wilayah dan lemahnya terhadap anjing liar di daerah-
pengawasan transportasi HPR daerah yang berbatasan
terutama di pelabuhan-pelabuhan langsung dengan wilayah Bali
nelayan tradisional yang dan NTT (Pulau Flores) seperti
keberadaannya tidak terhitung, pelabuhan dan pasar-pasar
semakin memperberat tantangan tradisional dekat pelabuhan.
untuk tetap mempertahankan
NTB bebas Rabies.

Tabel 6.
Sampel Otak anjing dari Provinsi NTB tahun 2012 dan sejarah sampel.
Riwayat Kasus Sampel
No Bulan Jumlah Positif Negatif
Gigitan Klinis Eliminasi
1 Januari 0 0 0 0 0 0
2 Februari 0 0 0 0 0 0
3 Maret 75 0 75 0 0 75
4 April 0 0 0 0 0 0
5 Mei 42 0 42 0 0 42
6 Juni 0 0 0 0 0 0
7 Juli 52 0 52 0 0 52
8 Agustus 0 0 0 0 0 0
9 September 174 0 174 0 0 174
10 Oktober 0 0 0 0 0 0
11 November 151 0 151 0 0 151
12 Desember 0 0 0 0 0 0
Total 494 0 494 0 0 494

26
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

PEMBAHASAN terhadap sampel otak yang


diterima di Balai Besar Veteriner
Kejadian Rabies tahun 2012 di Denpasar, kasus rabies kembali
wilayah Provinsi Bali meningkat mencapai 10,08 kasus
per bulan.
Perkembangan kasus rabies di
Bali cenderung menunjukkan Pada periode 2012, rabies pada
penurunan angka kasus. anjing kembali menunjukkan
Kejadian Rabies pada anjing kenaikan kasus yaitu tercatat
tercatat rata-rata 18,6 kasus per rata-rata 10,08 kasus per bulan,
bulan selama periode November dengan kisaran jumlah antara 4 –
2008 - Desember 2010 dan turun 24 kasus. Kasus tetinggi terjadi
menjadi hanya 7,6 kasus per pada bulan Februari yaitu
bulan dalam kurun waktu Januari mencapai 24 kasus, kemudian
- Desember 2011 diikuti pada bulan November,
(www.disnak.baliprov.go.id). Agustus, Maret dan April yaitu
Sedangkan pada tahun 2012, masing-masing 15, 13, 12 dan 11
berdasarkan hasil pengujian kasus.

Gambar 1.
Grafik jumlah sampel otak dari Bali tahun 2012 dan hasil uji FAT positif .

27
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Sejak Provinsi Bali dinyatakan Rabies Terkait Gigitan HPR


terjangkit Rabies pada bulan
November 2008, tercatat korban Kasus positif rabies terkait dengan
meninggal pada manusia yang riwayat gigitan menunjukkan
terkait dengan gigitan anjing angka prosentase sebesar 81%
sebanyak 144 orang. Pada 2011 (98 dari 121 kasus positif), angka
tercatat 23 orang di Bali ini jauh lebih tinggi dari kasus
meninggal dunia akibat terduga rabies yang terkait dengan tanda
penyakit rabies, 7 orang di klinis (tanpa gigitan) yang
antaranya dinyatakan positif ditunjukkan oleh anjing rabies
Rabies secara laboratorium. Di yang hanya sebesar 13.2% (16
tahun 2012, kematian terkait dari 121). Hal ini mengindikasikan
rabies mampu di tekan sampai adanya keterkaitan antara
pada angka 8 kasus atau turun kejadian rabies dengan densitas
(65,2%) (www.depkes.go.id). Hal populasi dan cara pemeliharaan
tersebut menunjukkan bahwa anjing. Hal ini berkaitan dengan
program penanggulangan Rabies contact rate antar HPR, dan di Bali
yang dilakukan pemerintah dan densitas populasi anjing berkisar
seluruh lapisan masyarakat telah 75 ekor per km2 atau 75 ekor
mulai menunjukkan hasilnya anjing : 650 orang manusia. Dan
(www.pppl.depkes .go.id) anjing rabies akan berpeluang
menggigit 3,6 ekor anjing anjing
lainnya (Putra, dkk. 2009).
Sehingga pada populasi peka
dengan densitas yang tinggi,
penyakit rabies akan sangat
cepat menyebar.

140
120
100
80
Rab
60
Rltd
40
20
0
bite Cl. Sign Elim t

Gambar 2.
Grafik kejadian positif rabies terkait dengan sejarah kasus di lapangan

28
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Rabies Terkait Umur HPR waktu kasus dengan pasca


vaksinasinya.
Terkait dengan umur, 61.1% dari
jumlah anjing positif merupakan Sejak tahun 2011 di Bali sudah
anjing muda yang berumur dipergunakan vaksin yang
kurang dari 12 bulan. Bahkan mampu membentuk antibodi
hampir setengah (47,3%) dari protektif yang berjangka panjang
anjing muda tersebut adalah (long lasting immunity). Apa bila
anak anjing dibawah umur 6 efikasi vaksin bisa diabaikan,
bulan. Dari fakta tersebut dapat maka kejadian positif rabies pada
ditarik kesimpulan bahwa pada anjing yang sudah divaksinasi
periode vaksinasi masal dengan rentang waktu kasus <
sebelumnya (tahun 2011), anjing- 21 hari pasca vaksinasi mungkin
anjing tersebut masih sangat disebabkan oleh belum
muda atau bahkan belum lahir. terbentuknya respon imun atau
Sehingga anjing tersebut bahkan anjing sudah dalam masa
merupakan kelompok peka inkubasi. Terhadap kasus yang
didalam densitas populasi yang terjadi selang waktu 6 – 12 bulan
tinggi. pasca vaksinasi mungkin lebih
disebabkan karena kegagalan
pembentukan respon imun yang
mungkin disebabkan oleh rantai
Rabies Terkait Status
dingin vaksin yang terputus,
Vaksinasi HPR
aplikasi dosis vaksin yang tidak
Di berbagai negara, vaksinasi tepat maupun status individu
merupakan program inti dalam hewan.
pengendalian kasus rabies. Di
tahun 2012, kasus positif rabies
terjadi pada anjing yang tidak
divaksinasi sebesar 38.9%. Pada
anjing yang sudah divaksinasi,
kasus positif rabies berjumlah
14%, sedangkan sisanya 47,1%
tidak diketahui status
vaksinasinya.
Terkait dengan rentang waktu
kasus dengan hari pasca
vaksinasi (day post-vaccination),
17 sampel dari 121 sampel positif
rabies, sebanyak 5 (29.4%)
kasus terjadi dalam rentang
waktu kurang dari 21 hari pasca
vaksinasi, 6 (35,3%) kasus dalam
rentang waktu 6 – 12 bulan post
vaksinasi, 2 (11,7%) kasus dalam
rentang diatas 12 bulan (>12 bl)
pasca vaksinasi, dan 4 (23,5%)
kasus tidak diketahui rentang
29
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

140
120
100
80
Rab
60
Rltd
40
20
0
Puppies Young Mature

Gambar 3.
Grafik kejadian positif Rabies terkait dengan umur HPR

140
120
100
80
Rab
60
Rltd
40
20
0
Vacc No Vacc No Rec.

Gambar 4.
Kejadian positif Rabies di Bali yahun 2012 terkait status vaksinasi hewan

30
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

2. Situasi Rabies di Wilayah merupakan kasus gigitan


Provinsi Nusa Tenggara Barat dilapangan. Sebenarnya di salah
satu kabupaten di daratan Flores
Surveilans deteksi penyakit sudah di tetapkan sebagai sentra
rabies di wilayah Provinsi NTB pengujian Rabies untuk wilayah
meliputi Pulau Lombok dan Pulau Provinsi NTT, namun optimalisasi
Sumbawa. Surveilans untuk anggaran dan pemberdayaan
wilayah NTB lebih kepada pasif sumber daya manusia (SDM)
surveilans dimana Laboratorium perlu lebih ditingkatkan untuk
lebih banyak menerima kiriman menjaga fungsi sebagai sentra
sampel dari Dinas Provinsi NTB. pengujian Rabies bisa tetap
Hal ini lebih memudahkan karena dilanjutkan.
di daerah bebas seperti NTB
pengambilan sampel dilakukan Selama tahun 2012 Balai
lebih banyak dengan cara Besar Veteriner Denpasar telah
melakukan eliminasi pada anjing menguji sampel dari NTT
liar. Kendala waktu dan lokasi sebanyak 30 sampel otak yang
kegiatan eliminasi yang sulit mana keseluruhan dari sampel
ditentukan sehingga surveilans tersebut merupakan kasus gigitan
pasif akan bisa memberikan dilapangan. Berdasarkan
jumlah sampel yang lebih pengujian FAT, dari 30 sampel
banyak. otak, 11 (36,6%) sampel
dinyatakan positif rabies. Apa bila
Selama tahun 2012 Balai Besar dikaitkan dengan status vaksinasi
Veteriner Denpasar memeriksa hewan, 2 dari 11 sampel tersebut
sampel otak dari NTB sebanyak (18,2%) adalah anjing yang
494 sampel. Keseluruhan sampel sudah pernah divaksinasi dan 9
tersebut merupakan hasil (81,8%) sampel tidak ada catatan
eliminasi terhadap anjing liar di vaksinasinya.
pelabuhan-pelabuhan, pasar-
pasar tradisional dan di tempat-
tempat pembuangan sampah.
Hasil pemeriksaan terhadap 494
sampel otak seluruhnya (100%)
menunjukkan negatif rabies.
Sehingga sampai tahun 2012 ini
belum pernah ditemukan maupun
dilaporkan kejadian rabies di
wilayah Provinsi NTB.
3. Situasi Rabies di Wilayah
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Surveilans deteksi penyakit
rabies di wilayah Provinsi NTT
khususnya dataran Flores, lebih
kepada surveilans pasif dan
benar-benar berbasis resiko
karena semua sampel

31
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

12
10
8
6 Rab
4 Rltd

2
0
Vacc No Vacc No Rec

Gambar 7.
Kejadian positif Rabies di NTT tahun 2012 terkait status vaksinasi HPR

Data umur dari 11 hewan yang muda, 3 sampel (27,3%) berasal


terdiagnosa positif rabies dari hewan dewasa, dan 5
menunjukkan bahwa 1 sampel sampel (45,4%) tidak
(9%) merupakan anakan, 2 mencantumkan umur hewannya.
sampel (18,2%) adalah hewan

12
10
8
6 Rab
4 Rltd

2
0
Puppies Young Mature No Rec

Gambar 8.
Grafik kejadian positif Rabies di NTT tahun 2012 terkait umur HPR

32
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

KESIMPULAN DAN SARAN memberikan atensi dan


sumbangsihnya dalam upaya
KESIMPULAN pembebasan Bali dari rabies.
Kasus rabies di wilayah Provinsi
Bali dan NTT selama tahun 2012
masih cukup tinggi. Meskipun Ucapan Terimakasih
terjadi penurunan kasus kematian
terkait rabies pada manusia Penulis sampaikan ucapan terima
namun pada hewan kasus positif kasih kepada Kepala Balai Besar
justru meningkat dari tahun 2011 Veteriner Denpasar dan seluruh
(untuk di Bali). Hal ini mungkin staf yang terlibat dalam
disebabkan karena sensitifitas penanganan dan pengujian
dan spesifisitas sistem surveilans spesimen rabies, semua
yang semakin baik atau Pimpinan Instansi dan staf yang
kesadaran masyarakat akan berkontribusi dalam pengiriman
bahaya rabies sudah cukup baik spesimen otak hewan yang
sehingga penanganan pasca diduga rabies, diantaranya: Dinas
gigitan sudah lebih meningkat. Peternakan Provinsi Bali ; Dinas
Dari perspektif kesehatan hewan, Peternakan Kabupaten/ Kota di
seluruh komponen seperti: BBV, seluruh Bali ; Dinas Peternakan
Dinas Peternakan, Praktisi, LSM Provinsi Nusa Tenggara Barat ;
dan seluruh komponen Dinas Peternakan di seluruh
masyarakat dituntut lebih serius Kabupaten/Kota Provinsi NTB ;
dalam upaya penanggulangan Dinas Peternakan Provinsi Nusa
rabies di wilayah Provinsi Bali Tenggara Timur ; Dinas
dan NTT, serta terus berupaya Peternakan Kabupaten di seluruh
mempertahankan wilayah Prov Provinsi NTT ; klinik hewan dan
NTB tetap bebas rabies. praktisi di seluruh wilayah kerja
Balai Besar Veteriner Denpasar.

SARAN
Dalam rangka penanggulangan
dan pembebasan Pulau Bali dari
rabies, maka penekanan angka
kasus harus terus diupayakan
dengan berbagai cara oleh
masyarakat bersama para
pemangku kepentingan. Balai
Besar Veteriner Denpasar akan
terus memberikan kontribusinya
terutama dalam hal pengujian
dan pemeriksaan spesimen otak
HPR yang diduga rabies. Untuk
itu, diharapkan kepada
masyarakat, Instansi Pemerintah,
Lembaga Swadaya Masyarakat
dan para praktisi untuk tetap
33
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

DAFTAR PUSTAKA www.depkes.go.id, diakses tanggal 29


Mei 2012.
A. A. G. Putra, 2009. Tinjauan Ilmiah
Upaya Pemutusan Rantai Penularan www.disnak.baliprov.go.id, diakses
Rabies Dalam Rangka Menuju Indonesia tanggal 29 Mei 2012
Bebas Rabies 2015. Buletin Veteriner
BBVet Denpasar, Vol. XXI, No. 75,
Desember 2009.

Anak Agung Gede Putra (2011).


Epidemiologi Rabies di Bali: Hasil
Vaksinasi Massal Rabies Pertama di
Seluruh Bali dan Dampaknya Terhadap
Status Desa Tertular dan Kejadian
Rabies Pada Hewan dan Manusia.
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar,
Vol. XXIII, No.78, Juni 2011

M. Donal McGavin, James F. Zachary,


(2007). Pathologic Basis of Veterinary
Disease. MOSBY ELSEVIER, 11830
Westline Industrial Drive, St. Louis,
Missouri 63146. pp. 887-890

Naipospos, T. S, 2010. Stop


pembunuhan anjing di Bali: Vaksin oral
untuk anjing jalanan? dalam
http://tatavetblog.blogspot.com/2010/04.
Diakses 3 September 2010

Santhia A.P. I.K., (2009). Penyebaran


Rabies di Pulau Flores dan Lembata
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Buletin
Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXI,
No.75, Juni 2009.

Schultz RD. 2000. Considerations in


designing effective and safe vaccination
programs for dogs. International
Veterinary Information Service.

www.ivis.org/advances/Infect_Dis_Carm
ichael/schultz/IVIS.pdf

Smith, DW (2004). Rabies: the biting


reality. (pdf) Texas Cooperative
Extension The Texas A&M University
System.

Steele, JH; Fernandez, J (1991),


"History of Rabies and Global Aspects",
di dalam Baer, GM, The Natural History
of Rabies (edisi ke-2), Boca Raton,
Florida: CRC Press, Inc., hlm. 1

Wunner, W.H., (2002). Rabies Virus. In:


Jackson, A.C., Wunner, W.H. (Eds.),
RABIES. Elsevier Science (USA),
London, UK, pp. 23-61.

34
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

EPIDEMIOLOGI KASUS AVIAN INFLUENZA DI BALI TAHUN 2013 :


FREKUENSI PENYAKIT DAN DISTRIBUSI UNGGAS

(Epidemiology of Avian Influenza in Bali in 2013 : Frequency of the disease


and Poultry Distribution)

Hartawan, D. H. W 1., Laksmi, L. K. N1., Wirata, K. I1., Puspitasari, E., Kusumah,


F. I., Suryadinata, L. M. F1, Sutami, N1., Purnata, N1., Diarmita, k.I1.,Torribio, J.A2.
1
Balai Besar Veteriner Denpasar
2
Sydney University lecturer of epidemiology

ABSTRAK
Kasus kematian unggas di Bali kembali dilaporkan di dusun Kuwum, desa Banyuatis,
kecamatan Banjar, kabupaten Buleleng pada akhir tahun 2012. Kasus kematian unggas
yang pertama menyerang unggas jenis itik yang selanjutnya berdasarkan hasil pengujian
laboratorium terdeteksi positif Avian Influenza (H5) dan teridentifikasi masuk dalam clade
2.3.2.1 melalui pengujian Sequensing yang dilakukan di Balai Pengujian dan Penyidikan
Veteriner Bukit Tinggi. Hal ini mengindikasikan kejadian wabah AI pada itik sudah mulai
merebak di pulau Bali. Berdasarkan pengamatan dan penggalian informasi ditemukan
adanya fakta bahwa pusat lalu lintas itik yang terdeteksi AI (H5) tersebut berawal dari
pasar Kediri di kabupaten Tabanan. Dari hasil pengujian selama bulan Desember 2012
sampai April 2013 diperoleh hasil bahwa Proporsi positif penyakit AI di Bali adalah 78,4
% dengan tingkat insidensi sebesar 23,4 ekor per 1000 populasi unggas. Tingkat
serangan (Attack Rate) pada kasus kematian itik yang disebabkan virus AI di Bali periode
Desember 2012 hingga April 2013 sebesar 31,5 %. Jumlah sampel pengujian terdeteksi
positif penyakit AI (H5) paling tinggi berasal dari kabupaten Bangli dengan proporsi
sekitar 35 %, kemudian disusul dari kabupaten Klungkung dengan proporsi sebesar 25 %
sampai yang terendah adalah kabupaten Badung hanya dengan 2 %. Sampai saat ini
delapan dari Sembilan kabupaten di propinsi Bali dilaporkan telah terjangkit penyakit AI,
hanya kabupaten Jembrana yang sampai saat ini belum ditemukan hasil positif AI (H5)
berdasarkan uji laboratorium di Balai Besar Veteriner Denpasar. Distribusi unggas itik
dan ayam (Kampung, Broiler dan Layer) tertinggi diketahui berasal dari kabupaten
Tabanan. Berdasarkan data pengamatan di pasar unggas berisiko tinggi pada tahun
2011, lalu lintas unggas paling tinggi diketahui terjadi di tiga pasar berisiko tinggi yakni
pasar Kediri kabupaten Tabanan, Pasar Beringkit kabupaten Badung dan pasar Galiran
kabupaten Klungkung.

Kata Kunci : Kasus Kematian Unggas, Avian Influenza, Frekuensi Penyakit, Distribusi
unggas

ABSTRACT

Poultry deaths case reported back in Bali in Banyuatis village, Banjar subdistrict, Buleleng
in late 2012. The first cases of poultry deaths in poultry ducks were subsequently
detected by a positive laboratory test results Avian Influenza (H5) and identified in clade
2.3.2.1 entry through Sequencing test which is conducted at the BPPV Bukit Tinggi. This
indicates an outbreak of AI in ducks have started to spread in the Bali island. Based on
observations and extracting information discovered the fact that the ducks traffic stems
from the market in Kediri, Tabanan. From the test results during the month of December

35
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

2012 until April 2013 shown the proportion of positive AI results obtained in Bali was
78.4% with an incidence of 23.4 per 1000 population. Attack Rate on duck deaths caused
by AI virus in Bali from December 2012 to April 2013 amounted to 31.5%. Number of
samples testing positive disease detected AI (H5) derived the highest proportion of Bangli
district with about 35%, followed by the proportion of the Klungkung of 25% to a low of
Badung is just 2%. Until now eight of the nine districts in the province of Bali reported
infected by AI (H5), only Jembrana district, which until now has not been found positive
results AI (H5) based on laboratory testing at the BBVet Denpasar. Distribution of poultry
ducks and chickens (Kampung, Broiler and Layer) the highest known from Tabanan.
Based on observational data on high-risk poultry market in 2011, the highest traffic birds
known to occur in three high-risk market which is the Kediri market in Tabanan, Beringkit
Markets in Badung and Galiran market in Klungkung.

Keywords: Poultry Death Cases, Avian Influenza, Disease Frequency, Distribution of


poultry

PENDAHULUAN rentan terhadap infeksi avian


influenza, walaupun beberapa
Avian influenza (AI) merupakan spesies lebih tahan terhadap
penyakit unggas menular yang virus ini dibandingkan yang lain.
disebabkan oleh virus Avian
influenza tipe A dari famili Penyebaran penyakit ini ke
Orthomyxoviridae. Kebanyakan propinsi Bali diperkirakan melalui
kasus disebabkan oleh highly perniagaan unggas (Putra et al.,
pathogenic avian influenza virus 2006). Salah satu faktor yang
subtipe H5 dan H7 yang berperan dalam kegiatan
menyebabkan gangguan sistemik perniagaan unggas adalah pasar
diikuti tingkat kematian tinggi hewan tradisional atau pasar
pada unggas dan lesi organ yang unggas hidup (live bird markets).
bervariasi (Alexander, 1982). Hasil evaluasi isolat Virus AI di
Dampak sosio-ekonominya cukup Hongkong dan Cina
luas mempengaruhi status menunjukkan bahwa pasar
kesehatan masyarakat dan unggas hidup merupakan
perdagangan internasional lingkungan yang berperan
terutama pada perdagangan terhadap terjadinya reassortment
produk unggas dan hasil dari Virus AI tersebut. Sistem
olahannya (Alexander, 2000). perdagangan atau penjualan
Penyakit ini menyebabkan unggas hidup di pasar,
penurunan produksi serta meningkatkan potensi terjadinya
memiliki tingkat morbiditas dan penyebaran penyakit ini dengan
mortalitas tinggi. Virus AI galur adanya pencampuran unggas
tertentu dapat menular dari berbagai macam ras dan jenis
unggas kepada mamalia dalam satu kandang.
(kuda,babi, anjing laut), bahkan Penempatan unggas dari
dapat menular kepada manusia berbagai macam sumber dalam
(Soeharsono,2002). Avian satu kandang di pasar juga
Influenza (AI) pada unggas menjadi salah satu faktor risiko
termasuk dalam daftar A Office terjadinya penularan penyakit AI
International des Epizooties (Yee et al., 2009).
(OIE). Seluruh unggas diketahui
36
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Kasus kematian unggas masing kabupaten di pulau


khususnya itik mulai merebak Bali
pada triwulan terakhir tahun 2012 3. Menganalisis penyebab
di wilayah Jawa Tengah dan kemunculan kasus kematian
Jawa Barat. Melalui hasil unggas yang disebabkan oleh
konfirmasi laboratorium virus Avian Influenza di pulau
penyebab kematian itik tersebut Bali berdasarkan keragaman
adalah virus Avian Influenza genetik dari hasil uji PCR dan
H5N1 yang termasuk dalam sequencing.
clade 2.3.2.1 (Bbvet Wates,
2012). Varian virus AI ini
menimbulkan kematian pada
unggas itik yang selama ini lebih MATERI DAN METODE
dikenal sebagai reservoir dari Materi
penyakit AI. Di pulau Bali Sampel yang diuji secara parallel
dilaporkan pertama kali pada dengan menggunakan uji isolasi
akhir tahun 2012, diketahui terjadi pada telur ayam berembrio dan
kematian yang cukup banyak di uji RT-PCR di Balai Besar
wilayah kabupaten Buleleng. Veteriner Denpasar adalah
Investigasi maupun surveilans sampel organ dan swab unggas
aktif dan pasif mulai dilakukan yang berasal dari kasus kematian
oleh Balai Besar Veteriner unggas di lapangan selama bulan
Denpasar dan Dinas peternakan Desember tahun 2012 sampai
dan Kesehatan Hewan seluruh bulan April 2013. Sampel
kabupaten di Bali. Berdasarkan tersebut berasal dari hasil
hasil sampel yang masuk di surveilans aktif yang dilakukan
laboratorium Virologi Balai Besar oleh staf Balai Besar Veteriner
Veteriner Denpasar periode bulan Denpasar maupun sampel yang
Desember 2012 hingga bulan berasal dari surveilans pasif atau
April 2013, maka perlu dilakukan berasal dari kiriman Dinas
sebuah kajian data sekunder Peternakan masing – masing
secara epidemiologik sehingga kabupaten setempat atau
dapat diinformasikan data dan stakeholder yang lainnya.
rekomendasi yang dapat Metode
digunakan dalam langkah –
langkah pengendalian penyakit AI Data sampel yang dicatat di
tersebut di Bali. bagian penerimaan sampel Balai
Besar Veteriner Denpasar
Tujuan digunakan sebagai data skunder
1. Memberikan informasi dalam kajian ini. Analisis data
frekuensi dan distribusi kasus sekunder dilakukan dengan
penyakit Avian Influenza di menggunakan hasil uji konfirmasi
Bali pada periode bulan di laboratorium Virologi yang
Desember 2013 sampai melakukan uji secara parallel uji
bulan April 2013. isolasi pada telur ayam berembrio
2. Menggambarkan distribusi dan uji RT-PCR.
lalu lintas unggas di masing –
Analisis data
37
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Data hasil pengujian dan data HASIL DAN PEMBAHASAN


sampel tersebut dianalisis secara
deskriptif untuk mengetahui Frekuensi Penyakit
frekuensi kasus kematian unggas
Hasil pencatatan data sampel
yang disebabkan oleh virus Avian
yang masuk dalam bagian
Influenza dan data lalu lintas
penerimaan sampel Balai Besar
unggas di pasar unggas di Bali
Veteriner Denpasar, dapat
digambarkan untuk mengetahui
diperoleh data jumlah populasi
distribusi unggas di seluruh Bali
unggas dari peternak yang
dalam bentuk pemetaan
terserang kematian, data
sederhana. kematian unggas dan data
unggas sakit sebagai berikut
(Tabel 1.) ;

Tabel 1.
Data populasi unggas, kematian dan unggas sakit berdasarkan informasi
sampel.
Jumlah Jumlah Attack Proporsi
Jumlah unggas unggas populasi Rate kematian
Kabupaten mati sakit * unggas (%) (%)
Badung TD TD TD - -
Bangli 309 5 1789 22.6 17.3
Buleleng 690 55 1450 51.3 47.6
Denpasar 539 28 1088 52.11 49.5
Gianyar 145 8 882 17.34 16.4
Karangasem TD TD TD - -
Klungkung 126 20 1402 10.5 9
Tabanan 583 76 1580 41.7 36.9
Grand Total 2392 192 8191 31.54 29.2
 Ket : data populasi unggas sakit diperoleh dari hasil pengamatan kunjungan
dilapangan setelah kasus kematian dilaporkan.
 TD : Ada catatan hasil positif AI tapi Tidak ada data pengantar.

Dari data tersebut diketahui 2013 sebesar 31.54 %. Tingkat


tingkat serangan atau Attack Rate insidensi dari kasus AI tersebut
penyakit AI di Bali pada periode diketahui sebesar 23,4 ekor per
Desember 2012 hingga April 1000 ekor unggas.

38
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 2.
Data hasil pengujian berdasarkan jumlah sampel yang masuk dari masing
– masing kabupaten di Bali periode Des 2012 sampai April 2013.
Kabupaten POSITIF AI NEGATIF AI Grand Total Proporsi positif (%)
Badung 1 1 2 50
Bangli 14 4 18 77.7
Buleleng 3 1 4 75
Denpasar 4 1 5 80
Gianyar 4 2 6 66.7
Karangasem 1 1 100
Klungkung 10 1 11 90.9
Tabanan 3 1 4 75
Grand Total 40 11 51 78.4

Periode bulan Desember 2012 walaupun turunnya hujan susah


sampai bulan April 2013 untuk diprediksi. Hal ini
diperoleh sebanyak 51 sampel bertentangan dengan pernyataan
swab maupun organ untuk di uji Hartawan et al, 2012., yang
konfirmasi penyakit AI di menyatakan bahwa musim tidak
laboratorium Virologi Balai Besar mempengaruhi kemunculan
Veteriner Denpasar. Dari total penyakit AI khususnya di pasar
seluruh sampel tersebut dideteksi unggas berisiko tinggi di Bali.
bahwa 40 sampel positif virus AI Dalam penelitian tersebut
(H5). Dengan demikian, diperoleh hasil bahwa ditemukan
berdasarkan hasil pengujian dua unggas yang terdeteksi AI
laboratorium dapat disimpulkan dari unggas di pasar pada saat
bahwa proporsi hasil positif musim kemarau. Hubungan
penyakit AI di Bali adalah 78,4 %. antara musim secara langsung
Jumlah sampel tertinggi diperoleh tidak dapat dikaitkan dengan
dari kabupaten Bangli dengan 18 munculnya kasus kematian
sampel swab maupun organ unggas yang disebabkan oleh
unggas, dengan hasil konfirmasi virus AI. Tingkat stress unggas
positif 14 sampel (77,7 %). pada saat perubahan musim
Sedangkan jumlah sampel paling diduga menjadi faktor yang lebih
sedikit berasal dari Karangasem mempengaruhi penurunan daya
dengan hanya 1 sampel, dengan imun unggas terhadap beberapa
1 hasil positif AI (100 %). Sejauh penyakit unggas menular.
ini hanya kabupaten Jembrana Meskipun demikian, beberapa
yang tidak diperoleh data dan peneliti menyatakan bahwa
sampel swab serta organ unggas tingkat kelembaban yang tinggi,
untuk dikonfirmasi terhadap kondisi pH, salinitasi dan suhu
penyakit AI. lingkungan mempengaruhi data
tahan virus AI di lingkungan.
Pada periode bulan Desember Menurut Brown et al. (2008) daya
2012 sampai April 2013 tahan virus AI di lingkungan
merupakan musim penghujan, berhubungan dengan temperatur
dalam periode tersebut diketahui lingkungan, kondisi pH dan kadar
curah hujan cukup tinggi salinitas. Suspensi virus AI tetap
39
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

infektif pada temperatur 17 oC relatif lebih rendah pada saat


selama lebih dari 100 hari dan hujan. Selanjutnya adalah
dapat bertahan dalam waktu tak proporsi sampel yang terdeteksi
terbatas pada suhu di bawah -50 positif virus AI dari seluruh
o
C (Harder dan Warner, 2006), kabupaten di Bali dapat dilihat
sementara temperatur lingkungan sebagai berikut (Gambar 1) ;

Gambar 1.
Proporsi hasil positif hasil uji laboratorium dari seluruh kabupaten di Bali
periode desember 2012 sampai April 2013.

Dari seluruh total sampel yang dari kabupaten Badung dengan


diperiksa di laboratorium Virologi hanya 2 % sampel terdeteksi
Balai Besar Veteriner Denpasar positif virus AI.
periode Desember 2012 hingga
April 2013 diperoleh proporsi Distribusi Unggas
hasil positif virus AI yang tertinggi
Pada tahun 2011 Balai Besar
terdeteksi berasal dari kabupaten
Veteriner Denpasar telah
Bangli dengan 35 % (18/51).
melakukan sebuah surveilans
Diikuti dengan sampel yang
terstruktur di pasar unggas
berasal dari kabupaten klungkung
berisiko tinggi di Bali, hasil yang
denga 25 % (11/51), serta
diperoleh berdasarkan perbedaan
kabupaten Gianyar dan Denpasar
jenis unggas diketahui asal
dengan 10 %. Sedangkan
unggas itik yang diperjual belikan
proporsi paling rendah berasal
sebagai berikut (Tabel 3.) ;

40
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 3.
Data asal pedagang dan asal itik serta jumlah itik di pasar unggas berisiko
tinggi di Bali hasil Surveilans BBVet Denpasar pada tahun 2011.
Asal Pedagang Jumlah Itik pada Pasar unggas
Galiran Kediri Negara Seririt Grand
- Asal Itik Bringkit (Klung Karang (Taba (Jembr (Bulelen Total
(Badung) kung) asem nan) ana) g)
Tidak Diketahui 150
Klungkung 150 150
Badung 1081
Badung 496 496
Jembrana 360 360
Tabanan 145 145
(Tidak diketahui) 80 80
Buleleng 1043
Buleleng 868 868
Tabanan 135 135
(Tidak diketahui) 40 40
Denpasar 107
Denpasar 2 2
Jembrana 5 5
(Tidak diketahui) 100 100
Gianyar 49
Badung 22 22
Tabanan 27 27
Jembrana 383
Jembrana 350 28 378
(Tidak diketahui) 5 5
Karangasem 1548
Gianyar 75 75
Karangasem 990 990
Klungkung 483 483
Klungkung 867
Badung 80 80
Gianyar 76 76
Karangasem 1 1
Klungkung 510 510
(Tidak diketahui) 200 200
Tabanan 3193
Badung 550 550
Gianyar 75 75
Jembrana 150 150
Tabanan 800 1618 2418
Grand Total 2037 942 1623 2743 33 1043 8421

41
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Pada Tabel 3. diketahui bahwa wilayah kabupaten di Bali. Hal ini


pedagang yang berjualan di menunjukkan bahwa rantai lalu
pasar unggas maksimal berasal lintas unggas di dalam propinsi
dari dua wilayah kabupaten yang Bali sangat luas hingga unggas
berbeda atau kabupaten yang dijual bisa berasal dari
tetangga. Namun demikian kabupaten yang berjarak relatif
berdasarkan hasil wawancara jauh. Gambaran pemetaan lalu
dengan pedagang tersebut lintas unggas itik dapat dilihat
diketahui bahwa unggas itik yang pada Gambar 2. Berikut ;
dijual di berbagai pasar unggas
tersebut berasal dari berbagai

Gambar 2.
Gambaran pemetaan lalu lintas unggas itik di pulau Bali tahun 2011

Berdasarkan gambaran kabupaten. Unggas itik yang


pemetaan lalu lintas unggas diperjual belikan paling banyak
(Gambar 2), pasar unggas di berasal dari kabupaten Badung
kabupaten Tabanan yakni pasar dan Tabanan yang merupakan
Kediri, pasar Beringkit di wilayah dengan jumlah
kabupaten Badung dan pasar peternakan unggas paling banyak
Galiran kabupaten Klungkung di Bali. Data asal unggas selain
merupakan lokasi tujuan Itik di pasar unggas berisiko
penjualan unggas itik paling tinggi di Bali dapat dilihat pada
banyak berasal dari luar wilayah Tabel 4. Berikut ;

42
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 4.
Data asal serta jumlah Ayam (Kampung, Layer, Broiler) di pasar unggas
berisiko tinggi di Bali hasil Surveilans BBVet Denpasar pada tahun 2011.
Karanga Grand
Asal Kabupaten Bringkit Galiran sem Kediri Negara Seririt Total
Badung 332 10 429 771
Bangli 393 393
Buleleng 85 30 1747 1862
Denpasar 8 8
Gianyar 5 430 435
Jembrana 135 40 728 903
Karangasem 267 1755 115 2137
Klungkung 553 553
Tabanan 1087 1458 189 466 3200
(Tidak diketahui) 895 1064 70 189 167 18 2403
TOTAL 2547 2717 1825 2146 1084 2346 12665

jumlah ayam (kampung, Broiler unggas komersil paling banyak di


dan Layer) yang dijual pedagang pulau Bali, sedangkan asal ayam
di pasar unggas paling tinggi yang dijual paling sedikit berasal
berasal dari kabupaten Tabanan. dari kota Denpasar. Gambaran
Seperti telah di sampaikan pemetaan lalu lintas ayam di Bali
sebelumnya, bahwa kabupaten dapat dilihat pada Gambar 3
Tabanan merupakan wilayah berikut;
dengan jumlah peternakan

Gambar 3.
pemetaan lalu lintas ayam kampong,broiler dan layer di pulau Bali tahun
2011
43
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Ayam khususnya pejantan layer lalu lintas penjualannya sangat


merupakan salah satu faktor tinggi terutama di pasar unggas,
risiko penyakit AI di pasar unggas sementara dengan kondisi ayam
berisiko tinggi di Bali (Hartawan dan itik sebagai reservoir dijual
et al, 2012). Ayam pejantan layer dalam kandang yang sama,
atau ayam layer afkir dan broiler dapat menyebabkan ayam
adalah komoditi komersial yang
sebagai media penularan ke untuk mengetahui keragaman
lokasi yang lainnya. Seperti dapat genetik virus AI yang
dilihat dalam Tabel 4. Diatas, menyebabkan kematian unggas
bahwa lalu lintas unggas ayam khususnya pada unggas itik
terlihat lebih tinggi dibandingkan karena sebelumnya diketahui
itik. Pergerakan ayam di Bali juga bahwa itik berperan sebagai
terlihat lebih merata reservoir dan penyakit ini tidak
penyebarannya. Seperti pada sampai menimbulkan kematian.
pergerakan itik di pasar unggas, Hasil yang diperoleh
pasar Kediri di Tabanan, pasar menunjukkan bahwa virus AI
Beringkit di kabupaten Badung tersebut masuk dalam clade
dan pasar Galiran di kabupaten 2.3.2.1, berbeda dengan virus AI
Klungkung merupakan pasar di Indonesia yang biasanya
unggas dengan intensitas menyerang pada ayam yakni
perdagangan ayam paling tinggi. clade 2.1.3.1. Dengan demikian
Unggas yang dijual di pasar – maka dapat diketahui bahwa
pasar tersebut bisa berasal lebih kasus kematian itik di Bali
dari dua kabupaten. Bahkan disebabkan oleh virus yang
secara tidak langsung dapat memiliki kesamaan dengan virus
diasumsikan bahwa unggas dari AI yang menyerang pada itik di
seluruh wilayah Bali dapat pulau Jawa yang terjadi
berkumpul di pasar – pasar sebelumnya. Berdasarkan hasil
unggas tersebut melalui peranan investigasi awal kejadian
pengepul ayam dan pedagang kematian itik yang disebabkan
bergerak yang menjual ayam oleh virus AI, diperoleh informasi
pada saat hari pasaran yang bahwa bibit itik yang diperjual
berbeda di pasar unggas berisiko belikan di pasar Kediri Tabanan
tinggi di Bali. Hal ini makin tersebut berasal dari peternakan
menguatkan pernyataan Putra et perbibitan itik di Jawa Timur.
al, 2006., yang menyatakan
penyebaran penyakit AI di Bali
melalui perniagaan unggas.
KESIMPULAN
Dari hasil positif deteksi virus AI 1. Hasil pengujian laboratorium
uji paralel isolasi pada telur ayam terdeteksi positif Avian
berembrio dan RT-PCR, isolat Influenza (H5) dan
virus AI kemudian dikirimkan teridentifikasi masuk dalam
untuk dilakukan pengujian clade 2.3.2.1 melalui pengujian
sequencing di Balai Penyidikan Sequensing yang dilakukan di
dan Pengujian Veteriner Bukit Balai Pengujian dan
Tinggi. Pengujian ini dilakukan Penyidikan Veteriner Bukit
Tinggi
44
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

2. Berdasarkan pengamatan asal unggas itik yang


dan penggalian informasi terinfeksi AI pada awal
ditemukan adanya indikasi kejadian berasal dari Jawa
bahwa pusat lalu lintas itik Timur.
yang terdeteksi AI (H5) 3. Melakukan Public Awareness
tersebut berawal dari pasar atau sosialisasi kepada
Kediri di kabupaten Tabanan. masyarakat luas tentang
penyakit AI.
3. Proporsi hasil deteksi positif 4. Restrukturisasi Peternakan
penyakit AI di Bali adalah unggas dan sosialisasi
78,4 % dengan tingkat penerapan sistem
insidensi sebesar 23,4 ekor pembebasan berbasis
per 1000 populasi unggas. wilayah
tingkat serangan (Attack (kompartementalisasi),
Rate) pada kasus kematian khususnya pada peternakan
itik yang disebabkan oleh pembibitan (Breeding Farm)
virus AI di Bali periode bulan harus terus dilakukan.
Desember 2012 hingg April 5. Kegiatan Surveilan,
2013 adalah sebesar 31,5 %. Investigasi dan pelacakan
terhadap penyakit Avian
4. Distribusi lalu lintas unggas
Influenza harus terus
paling tinggi diketahui terjadi
dilakukan sebagai dasar
di tiga pasar berisiko tinggi
pemetaan penyakit ini dan
yakni pasar Kediri kabupaten
untuk menganalisis kejadian
Tabanan, Pasar Beringkit
kasus serta faktor resiko
kabupaten Badung dan pasar
penyebab kejadian penyakit
Galiran kabupaten
AI tersebut.
Klungkung.

Ucapan Terimakasih
REKOMENDASI Penulis mengucapkan
1. Pengawasan lalu lintas terimakasih kepada kepala Balai
unggas terutama itik dan Besar Veteriner Denpasar yang
ayam antar wilayah di telah mengijinkan penulis untuk
propinsi Bali perlu lebih dapat menggunakan data ini dan
diperketat untuk seluruh staf Balai Besar Veteriner
mengantisipasi penyebaran Denpasar yang membantu
penyakit melalui perniagaan secara langsung maupun tidak
unggas. langsung sehingga tulisan in
2. Perlunya diperkuat kebijakan dapat diselesaikan dengan
untuk memperketat lancar. Tidak lupa juga penulis
pengawasan lalu lintas mengucapkan terimakasih
unggas tersebut khususnya kepada pihak ACIAR AH-156
itik dari wilayah luar pulau, activity 1.6 yang juga mengijinkan
karena berdasarkan hasil penulis menggunakan data
investigasi ditemukan indikasi surveilans tahun 2011 di pasar
unggas berisiko tinggi di Bali.

45
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

PUSTAKA
Alexander, D. J. 1982. Avian Influenza
Recent Development. Veterinary Bulletin
12. 341-359.

Alexander, D. J. 2000. Highly


Pathogenic Avian Influenza (Fowl
Plague) Manual of Standards for
Diagnostic Test Vaccines. OIE. 155 –
160.

Brown, J. D., Goekijan, G., Poulsan, R.,


Valeika, S., dan Stallknecht, D. E., 2008.
Avian Influenza Virus in Water Infectivity
is depend on pH, Salinity and
Temperature. Vet Microbiol. Doi :
10.1016/j.vetmic.10.027.

Harder, T. C., dan Warner, O., 2006


Avian Influenza. Influenza Report,
www.Influenzareport.com. Accessed 2
march 2009.

Hartawan, D. H. W., Sumiarto, B.,


Budiharta, S ., Putra, A. A. G., Santhia,
K., Suryadinata, L. M. F, Sutami, N.,
Purnatha, N., Toribio, J. A. 2012.
Deteksi Avian influenza di Pasar
Unggas Berisiko Tinggi di pulau Bali dan
Lombok pada Musim dan Jumlah
Permintaan Unggas yang Berbeda.
Proceeding. Ratekpil Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Kementerian Pertanian. Jakarta.

Putra, A. A. G., Santhia, A. P., Dibia, I.


N., Arsani, N. M. and Semara Putra, A.
A. G. 2006. Surveillance of Avian
Influenza in Mixed Farming System and
in Live Bird Markets in Bali. Buletin
Veteriner, XVIII (68): 16-26.

Soharsono,2002. Zoonosis,Penyakit
Menular dari Hewan ke
Manusia.Penerbit Kanisius.

Yee, K. S,. Carpenter, T. E., Cardona,


C. J. 2009a. Epidemiology of H5N1
Avian influenza. Comparative
Immunology, microbiology and
infectious disease; 32 (2009).325 – 340
. www.sciencedirect.com

46
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

STUDI PENDAHULUAN REFRESHING ISOLAT VIRUS JEMBRANA


DISEASE STRAIN TABANAN ‘87 YANG DISIMPAN PADA SUHU -800C

(Preleminary Studies Refreshing isolate Jembrana Disease Virus


Tabanan ‘87 Strain stored at -800C)

Ni Luh Putu Agustini1, I Ketut Eli Supartika2, Diana Mustikawati1. I Ketut


Wirata2, I Gede Joni Uliantara2, I Ketut Mayun1, I Nengah Mundera1, I
Wayan Ekaana1, I Ketut Widia1 dan I Gede Made Sutawijaya3
1
Laboratorium Bioteknologi, 2Laboratorium Patologi ,3Laboratorium
Parasitologi
Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK
Telah dilakukan studi pendahuluan refreshing isolat virus Jembrana disease (JD) strain
0
Tabanan 87 yang disimpan pada suhu (-80 C) pada bulan November sampai dengan
Desember 2012 di Balai Besar Veteriner Denpasar. Studi ini bertujuan untuk
0
memperbanyak isolat virus JD strain Tabanan 87 yang disimpan pada suhu ((-80 C) dan
mengetahui kemampuan isolat virus tersebut dalam menginfeksi hospes. Sebanyak dua
ekor sapi Bali asal Pulau Nusa Penida dipergunakan pada studi ini. Sebelum diinokulasi
kedua ekor sapi tersebut diberikan perlakuan pretreatment dan satu minggu kemudian
satu ekor diantaranya diinokulasi dengan 1 ml 10% suspensi limpa strain Tabanan87
sedangkan yang lainnya tidak diberikan perlakuan (sebagai kontrol). Setelah inokulasi maka
dilakukan pengamatan dan pencatatan perubahan temperatur, hematologi (total leukosit),
gejala klinis yang muncul serta dilakukan pengambilan sampel darah pada saat demam.
Sapi yang diinokulasi virus JD dibunuh pada demam hari ketiga, dilakukan pengamatan
perubahan patologi anatomi serta pengambilan sampel organ untuk pembuatan preparat
histopatologi. Setelah sapi perlakuan dibunuh sapi kontrol diinokulasi virus dengan
perlakuan yang sama dengan sapi sebelumnya. Hasil uji ELISA sebelum dan setelah
inokulasi virus menunjukkan semua sampel negatif antibodi JD. Sementara itu hasil uji PCR
sebelum inokulasi menunjukkan negatif virus JD sedangkan setelah inokulasi virus dan
pada saat demam menunjukkan positif virus JD. Dari hasil pengamatan klinis, hematologi,
dan pengujian laboratorium menunjukkan kedua ekor sapi tersebut positif virus JD, namun
perubahan klinis, patologi anatomi dan histopatologi yang ditimbulkan lebih ringan bila
dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Dari studi ini walaupun dapat
0
disimpulkan bahwa isolat virus JD strain Tabanan 87 yang disimpan pada suhu -80 C masih
mampu memperbanyak diri dan menginfeksi hospes. Namun untuk menjaga stabilitas dan
patogenitas virus JD maka sebaiknya dilakukan penyimpanan isolat virus JD pada suhu
yang lebih rendah (Nitrogen cair ) dan dilakukan refreshing virus secara periodik. Selain itu
untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan jumlah hewan percobaan yang lebih refresentatif dan waktu pengamatan yang lebih
lama.

Kata kunci: isolat, refreshing, strain, virus penyakit Jembrana

47
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

ABSTRACT
Preliminary studies to multiply and determine the infection ability of the Jembrana disease
virus to host have been carried out in November to December 2012 at Disease
Investigation Centre Denpasar. Two Bali cattles from island Nusa Penida used in this
studies. One week after pretreatment one of Bali cattle inoculated with 1 ml 10%
suspension spleen Tabanan87 and done observation and were collected the blood
samples from this cattle. In the third days of fever, cattle which was inoculated killed
and examination the gross pathology and histopathology was done. In this moment the
animal control inoculated with the same treatment with the previous cattle. The ELISA test
result showed there are no antibodies against Jembrana disease detected before and after
inoculation. Meanwhile the PCR result showed Jembrana disease virus only detected on
inoculated cattle. Based on the clinical signs , hematological changes , examination
gross pathology and histopathology indicated positive Jembrana disease infection in both
of Bali cattle. However clinical signs , hematological changes , examination gross
pathology and histopathology milder than previous research. Based on the result it can be
0
concluded that Jembrana disease virus Tabanan87 stored at -80 C still able reproduce
itself and infect host . To maintain stability and pathogenicity virus , it is necessary done
storage the virus in liquid nitrogen and performed periodically refreshing. Moreover to obtain
more complete information it is necessary to conduct further research with a number
representative of animal and more longer observation time.

Key words : isolate, refreshing, strain, Jembrana Disease virus

I. PENDAHULUAN Vaksinasi merupakan salah satu


upaya dalam pencegahan JD .
1.1. Latar Belakang Vaksinasi JD di Provinsi Bali
dilakukan secara berturut-turut
hanya tahun 2001-2004. Ada
Penyakit Jembrana (Jembrana
indikasi bahwa vaksinasi JD
disease /JD) merupakan salah
berturut-turut selama tiga tahun
satu penyakit virus yang termasuk
mampu
dalam daftar Penyakit Hewan
menurunkan/mengeliminasi agen.
Menular Strategis (PHMS) yang
Hasil investigasi BBVet Denpasar
ada di Indonesia. Saat ini JD telah
tahun 2005 menunjukkan bahwa
menyebar ke beberapa provinsi di
kasus JD di Bali masih terjadi di
Indonesia., terutama daerah-
desa Pecatu, Kecamatan Kuta
daerah yang banyak populasi sapi
Selatan, Kabupaten Badung dan
Bali. Surat Keputusan Menteri
merupakan kejadian , kasus JD
Pertanian No : 89/Kpts/PD
terakhir yang dilaporkan terjadi di
620/1/2012 menunjuk Balai Besar
Bali , sehingga sangat sulit
Veteriner (BBVet) Denpasar
mendapatkan isolat virus JD baru.
sebagai laboratorium rujukan
untuk diagnosa Penyakit Virus JD merupakan virus yang
Jembrana. Sebagai laboratorium sangat unik, dan sangat sulit
rujukan sudah seharusnya BBVet ditumbuhkan pada biakan sel,
Denpasar memiliki metode uji dan Virus hanya dapat tumbuh dan
isolat virus JD yang berkualitas diperbanyak pada hospes
untuk menunjang kegiatan alaminya yaitu sapi Bali. Saat ini
penelitian dan pengembangan ada tiga isolate virus JD di Balai
metode diagnosa JD. Besar Veteriner (BBVet) Denpasar
yang disimpan dalam Freezer (-
48
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

800C) dan sudah lama tidak mendapatkan koleksi


dilakukan penyegaran/refreshing. isolate virus JD baru
Ketiga strain virus tersebut adalah
: strain Tabanan 87. Strain 1.3. Maksud dan Tujuan
Pulukan dan Kalimantan Selatan.
Kegiatan ini dilakukan untuk :
Strain Tabanan merupakan isolat
virus JD yang biasa dipakai dalam 1. Memperbanyak isolate virus
inokulasi hewan percobaan dan JD strain Tabanan87 yang
merupakan strain virus yang disimpan dalam kurun
sudah standar. Umumnya waktu lama pada suhu
penyimpanan bahan-bahan (-800C)
biologis dalam jangka waktu yang
lama pada suhu -800C akan 2. Untuk mendapatkan isolat
terganggu stabilitasnya terutama virus hasil refreshing yang
bila terjadi gangguan listrik. Untuk mempunyai kemampuan
mengetahui dengan pasti stabilitas menginfeksi sapi Bali
dan patogenitas virus tersebut
dalam menginfeksi hospes maka 3. Mengetahui stabilitas dan
perlu dilakukan kemampuan infeksi isolat
penyegaran/refreshing kembali. virus JD strain Tabanan 87
Berdasarkan alasan tersebut yang sudah disimpan pada
maka dilakukan studi pendahuluan suhu (-800C)
refreshing isolat virus JD strain 1.4. Manfaat
Tabanan 87 pada sapi Bali.
Manfaat yang diharapkan dari
1.2. Rumusan Masalah kegiatan ini :
Dari uraian di atas dapat 1. Tersedianya isolat virus JD
dirumuskan masalah sebagai hasil refreshing yang
berikut : mempunyai kemampuan
1. Virus Jembrana merupakan menginfeksi sapi Bali
lentivirus yang sangat unik sehingga bisa
dan hanya dapat tumbuh dipergunakan sebagai
dan diperbanyak pada isolate dalam inokulasi
hospes alaminya yaitu sapi hewan percobaan, yang
Bali selanjutnya disimpan
sebagai konservasi pada
2. Refreshing Virus JD strain suhu -1960C (Liquid
Tabanan87 yang ada di BB Nitrogen) untuk jangka
Vet Denpasar sudah lama waktu panjang
tidak dilakukan sehingga
belum diketahui stabilitas 2. Tersedianya informasi
dan kemampuan infeksinya tentang stabilitas dan
patogenitas isolate virus JD
3. Sejak tahun 2006 kasus JD strain Tabanan 87 yang
di Bali tidak pernah disimpan pada suhu (-800C)
dilaporkan terjadi, sehingga
tidak memungkinkan untuk

49
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

III. MATERI DAN METODE anatomi yang muncul , dilakukan


pencatatan.serta pengambilan
3.1. Materi sampel darah untuk uji ELISA dan
PCR serta pengambilan sampel
Hewan Percobaan
organ untuk pembuatan preparat
Hewan percobaan yang digunakan histopatologi. Setelah sapi
adalah dua ekor sapi Bali betina perlakuan di bunuh, maka sapi
asal Nusa Penida, umur 1,5 kontrol diinokulasi dengan cara
sampai 2 tahun. Sapi tersebut dan perlakuan yang sama dengan
dibagi dua kelompok yaitu sapi sebelumnya, untuk
kelompok kontrol /CB02/2012 (1 membandingkan perubahan klinis,
ekor) dan kelompok perlakuan hematologi, patologi anatomi dan
/CB01/2012 (1 ekor). Satu minggu histopatologi yang muncul karena
sebelum inokulasi sapi tersebut terbatasnya jumlah sapi yang
diberikan perlakuan seperti : tersedia.
divaksinasi SE, diberikan vitamin
Metode Uji
B complex, antibiotik, obat cacing
dan penyemprotan insektisida Semua sampel serum diuji ELISA,
serta dilakukan pengambilan sampel darah diuji hematologi dan
sampel serum untuk uji ELISA dan uji PCR sedangkan sampel organ
darah untuk uji PCR, untuk dilakukan pemeriksaan patologi
memastikan sapi tersebut benar- anatomi dan histopatologi sesuai
benar bebas antibodi dan virus JD. metode standar BB Vet Denpasar
Semua sapi diberikan makan dan
minum secara ad libitum HASIL
Isolat Hasil Uji Elisa terhadap sampel
serum dari kedua ekor sapi
Isolat yang dipergunakan dalam sebelum dan setelah inokulasi
studi pendahuluan ini adalah menunjukkan negatif antibodi
isolat Tabanan CB18/87 Jembrana. Hasil uji PCR terhadap
sampel darah sapi sebelum
Inokulasi
inokulasi menunjukkan negatif
Satu minggu setelah dilakukan virus JD sedangkan hasil uji PCR
pretreatment sapi diinokulasi pada saat sapi demam
dengan menyuntikkan 1 ml menujukkan positif virus JD
suspensi limpa 10% ke satu ekor (gambar 1). Hasil penghitungan
sapi sedangkan sapi lainnya tidak jumlah leukosit kedua sapi
diberikan perlakuan. Setelah tersebut sebelum inokulasi
inokulasi virus selanjutnya menunjukkan tidak terjadinya
dilakukan pengamatan dan leukopenia. Sedangkan pada saat
pencatatan perubahan temperatur, demam terjadi penurunan
gejala klinis yang muncul, leukosit.(leukopenia). Hasil
dilakukan pengambilan sampel pengamatan temperatur terhadap
serum dan darah. Setelah sapi sapi CB 01/2012 yang diinokulasi
perlakuan menunjukkan demam dengan virus Jembrana Strain
pada hari ketiga sapi dibunuh dan Tabanan 87 menunjukkan
diamati perubahan patologi terjadinya demam yang mulai

50
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

muncul pada hari ke 7 setelah perubahan pada beberapa organ


inokulasi dan periode demam seperti lidah, paru-paru, jantung,
berlangsung selama 3 hari (Tabel hati, ginjal, limpa dan pada
1). Sedangkan CB 02/2012 beberapa bagian organ
menunjukkan munculnya demam pencernaan (Tabel 3, gambar
lebih awal yaitu pada hari ke 5 2,3,4,5,). Perubahan histopatologi
setelah inokulasi dengan lama yang menonjol terjadi pada paru-
demam 3 hari. (Tabel 2). Dari hasil paru, limpa, hati, dan dibeberapa
pengamatan perubahan patologi bagian organ saluran pencernaan
anatomi menunjukkan terjadinya (Gambar 6, 7, 8, dan 9).
1 2 3 4 5

Gambar 1.
Hasil Uji PCR sapi percobaan
Keterangan gambar :
1. Marker DNA 100 bp
2. Kontol negative
3. Sampel sebelum inokulasi,
4. Kontol DNA positif,
5. Sampel setelah inokulasi

Tabel 1.
Data Pengamatan Klinis JD, sapi CB 01/2012
NO TANGGAL TANGGAL KODE KODE TEMP JUMLAH KET
INOKULASI HARI PI ISOLAT HEWAN WBC
1 2911/2012 0 TBN CB18/97 CB 01/2012 38,7 6.050
2 30/11/2012 1 39,0 7.050
3 01/12/2012 2 39,0 7.050
4 02/12/2012 3 38,8 6.050
5 03/12/2012 4 38,4 6.050
6 04/12/2012 5 38,5 6.050
7 05/12/2012 6 39,0 7.050
8 06/12/2012 7 39,5* 3.500**
9 07/12/2012 8 40,1* 2.900**
10 09/12/2012 9 39,5* 3.250** dinekropsi
Keterangan : temperature ≥ 39.5 =demam, jumlah leukosit ≤ 4000 = lekopenia
* : Demam
** : Lekopenia

51
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 2.
Data Pengamatan Klinis JD, sapi CB 02/2012

NO TANGGAL TANGGAL KODE KODE TEMP (Derajat TOTAL KET


INOKULASI HARI PI ISOLAT HEWAN (Celcius) WBC
1 12/12/2012 0 TBN CB18 /97 CB 02/2012 38,5 7.050
2 13/12/2012 1 39,0 6.450
3 14/12/2012 2 39,0 6.050
4 15/12/2012 3 38,7 6.050
5 16/12/2012 4 39,0 4.150
6 17/12/2012 5 39,7* 3500**
7 18/12/2012 6 39,7* 2700**
8 19/12/2012 7 40,0* 1700** dinekropsi

Keterangan : temperature ≥ 39.5 =demam, jumlah leukosit ≤ 4000 = lekopenia


* : Demam
** : Lekopenia

Tabel 3.
Data pengamatan PA sapi percobaan CB 01/2012 dan CB 02/2012
NO ORGAN CB 01/2012 CB 02/2012
1 Lidah Multifocal ulcerasi pada pangkal Multifocal ulcerasi pada pangkal
lidah lidah

2 Paru-paru Tidak ada perubahan Konsolidasi pada lobus


diafragmatikus
3 Jantung Perdarahan ptekie pada Perdarahan ptekie pada
endocardium pada parenkim endocardium pada parenkim
4 Hati Multifocal white spott Multifocal white spott
5 Ginjal Kongesti Kongesti
6 Vesica Urinaria Kongesti Kongesti
7 Usus Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan
8 Rumen Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan
9 Retikulum Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan
10 Omasum Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan
11 Abomasum Multifocal ulcerasi pada mucosa Tidak ada perubahan

12 Usus Besar Kongesti Tidak ada perubahan


13 Rektum Kongesti , perdarahan ringan pada Tidak ada perubahan
mukosa
14 Otak Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan
15 Kantong Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan
empedu
16 Limpa Sedikit membesar Sedikit membesar
17 Limfoglandula Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan

52
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Gambar 2. Lidah terjadi ulcerai Gambar3. Jantung : perdarahan ptekie

Gambar 4. Ginjal : kongesti Gambar 5. Paru-paru : konsolidasi

Tabel 4.
Data Perubahan Histopatologi Sapi Percobaan CB 01 dan CB 02.
NO ORGAN CB 01 CB 02

1 Lidah Erosi epithel lidah Erosi epithel lidah

2 Paru-paru Pneumonia, leukostasis, Pneumonia, leukostasis,


akumulasi sel-sel radang akumulasi sel-sel radang

3 Jantung Terjadi infiltrasi sel Terjadi infiltrasi sel


limforetikuler limforetikulert

4 Hati Infiltrasi sel radang pada Infiltrasi sel radang pada


segitiga Kiernan segitiga Kiernan

5 Ginjal Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan

6 Vesica Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan


Urinaria

7 Usus Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan

8 Rumen Infiltrasi sel radang Infiltrasi sel radang

9 Retikulum Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan

10 Omasum Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan

53
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

11 Abomasum Multifocal ulcerasi pada Tidak ada perubahan


mucosa

12 Usus Besar Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan

13 Rektum Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan

14 Otak Edema vasculer Edema vasculer

15 Kantong Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan


empedu

16 Limpa Deflesi folikel Deflesi folikel

17 Limfoglandula Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan

Gambar 6. Paru-paru : pneumoni dan leukostasis Gambar 7. Limpa: deplesi folikel

Gambar 8.Jantung infestasi sel limforetikuler Gambar 9. Hati : infiltrasi sel limfosit

54
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

PEMBAHASAN lebih awal yaitu pada hari kelima


setelah inokulasi dan tidak ada
Hasil uji ELISA terhadap sampel perbedaan lama demam antara
darah sapi percobaan yang CB01/2012 dan CB02/2012.
diambil sebelum inokulasi virus, Perbedaan waktu mulai
menujukkan negatif antibodi JD. munculnya demam ini
Hal ini mengindikasikan bahwa kemungkinan erat hubungannya
sapi Bali tersebut memang masih dengan faktor individu, dimana
bebas JD dan memenuhi sapi yang kondisinya lebih lemah
persyaratan untuk dipergunakan akan lebih dulu demam bila
sebagai hewan percobaan. Tidak dibandingkan sapi yang daya
ditemukannya antibodi setelah tahan tubuhnya lebih kuat.
inokulasi virus erat kaitannya
dengan sifat virus JD yang Terdeteksinya virus JD dengan
bersifat immunosupresif, uji PCR pada saat demam erat
sehingga pembentukan antibodi hubungannya dengan
terlambat dan baru bisa keberadaan jumlah virus dalam
terdeteksi 2 bulan setelah infeksi darah . Hasil penelitian
Hasil ini bersesuaian dengan Kertayadnya, et.al., 1993
penelitian Hartaningsih (1993) menemukan bahwa virus JD
yang menemukan bahwa antibodi sudah ada dalam darah satu hari
JD baru bisa dideteksi 6-8 menjelang demam dengan titer
minggu setelah terjadinya infeksi. rendah (104/ml darah) kemudian
mencapai puncaknya saat
Terjadi penurunan jumlah leukosit demam (108/ml darah dan
(leukopenia) pada sapi yang kembali menghilang hingga
diinokulasi virus JD. Jumlah 100/ml darah) seiring
leukosit pada sapi Bali normal menghilangnya demam. Selain
berkisar antara 4000-12000/ml itu hasil penelitian Masa., dkk
darah. Adanya leukopeni ini . 2003 menemukan bahwa virus
merupakan salah satu indikasi penyakit Jembrana sudah
adanya infeksi virus JD. Salah terdeteksi 3 hari setelah infeksi
satu perubahan spesifik pada dan masih ditemukan sampai 2
sapi yang terinfeksi virus tahun setelah infeksi..
Jembrana adalah terjadinya
penurunan jumlah sel-sel darah Gejala klinis yang muncul lebih
dan perubahan yang konsisten ringan dibandingkan dengan hasil
dan menonjol adalah terjadinya penelitian sebelumnya dengan
leukopenia dan limfopenia menggunakan strain virus JD
(Harding dan Suharsono, 1977: yang sama. Hasil pengamatan
Soesanto dkk., 1990). patologi anatomi dan
histopatologi menunjukkan
Pada percobaan ini terjadi variasi adanya perubahan hanya pada
mulai munculnya demam. Hasil beberapa organ terutama pada
percobaan menunjukkan bahwa lidah, paru-paru, jantung , ginjal
sapi CB 01/2012 mulai demam dan limpa dengan tingkat infeksi
pada hari ke7 setelah inokulasi, yang ditimbulkan lebih ringan.
sedangkan sapi CB02/2012 Hal ini mengindikasikan bahwa
menunjukkan demam muncul virus JD yang sudah disimpan
55
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

pada suhu -800C mampu cair dan dilakukan refreshing


bereplikasi dan tumbuh serta virus secara periodik dalam
menginfeksi hospes, sehingga waktu yang tidak terlalu lama
terjadi perubahan pada beberapa  Untuk mendapatkan
organ. Hal ini kemungkinan informasi yang lebih lengkap
disebabkan oleh berkurangnya maka perlu dilakukan
jumlah virus yang ada pada refreshing virus JD dengan
limpa, sehingga patogenitasnya jumlah hewan percobaan
menurun, Kondisi ini yang lebih banyak dan waktu
kemungkinan erat kaitannya pengamatan yang lebih lama
dengan terjadinya penurunan
stabilitas virus terkait suhu
penyimpanan. Limpa yang
digunakan pada penelitian ini
sudah lama disimpan pada UCAPAN TERIMAKASIH
freezer suhu -800 Celcius
sehingga jumlah virusnya Penulis menyampaikan ucapan
menurun dan gejala klinis yang terimakasih yang sebesar-
ditimbulkan lebih ringan besarnya kepada: bapak Kepala
Balai Besar Veteriner Denpasar
atas kepercayaan dan dana
KESIMPULAN DAN SARAN yang diberikan untuk
menyelesaikan kegiatan ini.
KESIMPULAN Ucapan terimakasih juga
disampaikan kepada semua
Dari hasil studi pendahuluan medik dan paramedik Veteriner
yang dilakukan dapat disimpulkan Balai Besar Veteriner Denpasar
hal-hal sebagai berikut: yang telah membantu dalam
pengamatan klinis pengambilan
 Virus JD yang sudah dan pengujian sampel serta
disimpan lama pada suhu - semua pihak yang ikut membantu
800 Celsius ternyata masih sehingga kegiatan ini bisa
mampu memperbanyak diri berjalan dengan lancar
dan menginfeksi hospes
walaupun kemampuan
infeksinya sudah menurun DAFTAR PUSTAKA
terbukti dari lebih ringannya
gejala klinis dan perubahan Harding, H.P., and Suharsono
patologi anatomi dan (1977). The haematological
histopatologi yang muncul. aspect of experimental Jembrana
Disease. Hemera Zoa, 69: 75-76

SARAN Hartaningsih N., Wilcox G. E.,


Kertayadnya G.and Astawa M.
 Untuk menjaga stabilitas dan (1993). Antibody response to
patogenitas virus JD, maka Jembrana disease virus in Bali
perlu dilakukan penyimpanan cattle. Veterinary Microbiology
isolat virus JD pada Nitrogen 39:15-23
56
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Bali dengan uji polymerase chain


Kertayadnya G., Wilcox G. E., reactions (PCR) Buletin
Soeharsono S.,Hartaningsih N., Veteriner, BPPV Denpasar,Vol
Coelen R. J., Cook R.D., Collinss XV No 63
M. E. and Brownlie J.(1993).
Characteristics of a retrovirus Supartika , IKE., Hartanigsih, N.,
associated with Jembrana Budiantono, Tenaya, WM dan
disease in Bali cattle. J. of Agustini, NLP. 2000.
General Virology 74: 1765- Patogenisitas Virus Jembrana
1773. Strain Lapangan. Laporan Teknis
Balai Penyidikan dan Pengujian
Masa Tenaya IW., Kresna Penyakit Hewan Wilayah VI
Ananda, C. dan Hartaningsih, N. Denpasar : 105-112
(2003). Deteksi proviral DNA
virus Jembrana padalimposit sapi

57
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

SURVEILANS BRUCELLOSIS DI PULAU SUMBAWA, NUSA


TENGGARA BARAT TAHUN 2008 - 2012

(Surveillance of Brucelosis in Sumbawa Island, West Nusa Tenggara,


during 2008 – 2012)

I Ketut Narcana, I G.N.A. Wisnu A.S., Cok Kresna R.A., Mamak R.,
Surya.A.
Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Pulau Sumbawa telah dinyatakan sebagai daerah bebas Brucellosis pada tahun 2006.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mempertahankan pulau tersebut sebagai daerah
bebas Brucellosis adalah dengan memperketat pengawasan lalu lintas ternak serta
melaksanakan kegiatan surveilans secara berkala untuk memantau sekaligus sebagai
deteksi dini kemungkinan masuk dan munculnya reaktor baru di wilayah tersebut.

Sampel serum hasil kegiatan surveilans diuji skrining dengan metode uji RBPT dan
konfirmasi uji CFT. Pengujian sampel serum pada tahun 2008, 2010 dan 2011
menunjukan hasil negatif antibodi Brucella abortus. Namun pada tahun 2009 sampel
kiriman Dinas Peternakan Kabupaten Sumbawa 7 (tujuh) sampel positif RBPT
diantaranya 2 (dua) sampel positif CFT dan pada tahun 2012 juga terdapat 6 (enam)
sampel positif CFT di Kabupaten Sumbawa serta masing-masing 1 sampel positif CFT di
Kabupaten Sumbawa Barat dan Kota Bima.

Dari hasil surveilans terindikasi adanya reaktor secara uji CFT di tiga daerah tersebut.
Hasil ini telah disampaikan kepada dinas peternakan di daerah tersebut dan
ditindaklanjuti dengan melakukan pemotongan bersyarat/slaughter untuk memutus
penyebaran reaktor Brucella abortus sehingga dapat mempertahankan status pulau
Sumbawa sebagai daerah bebas Brucellosis.

Kata Kunci : Brucellosis, Brucella abortus, RBPT, CFT, Pulau Sumbawa

ABSTRACT

Sumbawa island has been declared brucellosis-free area in 2006. The steps taken to
preserve the island as brucellosis-free area is to tighten supervision of livestock traffic
and conducting surveillance periodically to monitor as well as the possibility of early
detection of entry and emergence of new reactors in the region.
Serum samples from surveillance were tested by RBPT screening method and CFT for
confirmation test. Testing serum samples in 2008, 2010 and 2011 showed negative
results for Brucella abortus antibodies. But in 2009 there were sevent (7) positive test
RBPT by send animal husbandry department Sumbawa regency but two (2) positive
samples by CFT method and in 2012 there were also six (6) samples were positive CFT
in Sumbawa and each 1-positive samples CFT in West Sumbawa and BimaCity. From
the results of the surveillance indicated the existence of reactor by CFT method in the
three area. These results have been presented to the animal husbandry department in
58
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

the area and followed up by conditional slaughter to cut the spread of Brucella abortus
reactor so as to maintain the status of the island of Sumbawa as brucellosis-freearea.

Keywords: Brucellosis, Brucella abortus, RBPT, CFT, Sumbawa Island

PENDAHULUAN
Penyakit Brucellosis merupakan
salah satu dari penyakit hewan
Brucellosis merupakan penyakit menular strategis di Indonesia. Di
reproduksi pada hewan yang Indonesia (secara serologis)
disebabkan oleh bakteri genus dikenal pertama kali pada tahun
Brucella sp. Berbagai varietas 1935 yang ditemukan pada sapi
hewan dapat terinfeksi species perah di Grati, Kabupaten
Brucella, seperti sapi (Brucella Pasuruan, Jawa Timur. Bakteri
abortus), kambing (Brucella Brucella abortus penyebab
melitensis), domba (Brucella penyakit Brucellosis berhasil
ovis), babi (Brucella suis), anjing diisolasi pada tahun 1938. Pada
(Brucella canis) dan rodensia tahun 1940 penyakit Brucellosis
(Brucella neotomae). Brucellosis juga dilaporkan muncul di
pada sapi menyebabkan Sumatra Utara dan Aceh. Di
terjadinya abortus (keguguran) Nusa Tenggara Timur,
yang bersifat temporer atau Brucellosis secara serologis
permanen, kematian pedet baru pertama kali
lahir (stillbirth), gangguan dilaporkan/didiagnosa pada tahun
reproduksi (infertilitas dan 1986 (Putra, dkk., 1995).
sterilitas ), penurunan produksi
susu, plasentitis, orchitis,
epididimitis (Corbel, 2006) serta
mampu mengekskresikan kuman Program pengendalian dan
ke dalam uterus dan susu. Gejala pemberantasan penyakit hewan
klinis yang utama pada sapi yang menular Brucellosis dilakukan
terinfeksi Brucella adalah secara bertahap. Pulau Bali
terjadinya abortus yang terjadi dinyatakan bebas Brucellosis
pada umur kebuntingan 6 - 9 secara historis pada tahun 2002
bulan. Sebanyak 97% kejadian melalui Kepmentan
abortus terjadi pada umur No.443/Kpts/TN.540/7/2002,
kebuntingan lebih tua dari tiga sementara Pulau Lombok
bulan (Putra, dkk., 2005). dinyatakan bebas Brucellosis
Brucellosis merupakan zoonosis ditetapkan dengan Kepmentan
pada manusia, dapat No. 444/Kpts/TN.540/7/2002.
menyebabkan demam Kemudian diikuti Pulau
undulant/demam mediterania Sumbawa, Nusa Tenggara Barat,
atau demam malta (Corbel, yang terdiri dari 4 (empat)
2006). Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten
Sumbawa Barat, Sumbawa,
59
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Dompu, Bima dan Kota Bima terhadap Brucellosis dengan uji


dinyatakan bebas Brucellosis Rose Bengal Plate Test (RBPT)
berdasarkan SK Mentan No. dengan menggunakan antigen
97/Kpts/PO.660/2/2006. Untuk Brucella Pusat Veterinaria Farma
tetap menjaga Pulau Sumbawa sebagai uji skrining, bila hasil uji
bebas Brucellosis maka perlu RBPT positif
dilakukan pengamatan dini dilanjutkan/dikonfirmasikan
melalui surveilans untuk dengan uji Complement Fixation
mendeteksi adanya/masuknya Test (CFT) dengan
reaktor baru ke Pulau Sumbawa menggunakan antigen dari
sehingga diharapkan dapat suspensi B.abortus strain 99
bermanfaat sebagai salah satu produksi Symbioticcs corporation
masukan kepada Dinas dan uji dilakukan di Laboratorium
Peternakan Provinsi Nusa Bakteriologi Balai Besar Veteriner
Tenggara Barat untuk Denpasar (IKP-Bak No 1; Anon.,
pengambilan kebijakan 2009; OIE 2009).
selanjutnya. Surveilans ini
merupakan program
berkelanjutan dalam rangka tetap
HASIL
mempertahankan Pulau
Sumbawa bebas Brucellosis.

Populasi Ternak Sapi dan Kerbau


di Kabupaten Sumbawa Barat,
MATERI DAN METODE
Sumbawa, Dompu, Bima dan
Kota Bima serta hasil uji RBPT
dan CFT tahun 2008 – 2012
Surveilans serologis Brucellosis diuraikan pada Tabel 1.
dilakukan dengan pengambilan Sedangkan khusus hasil uji
sampel serum sapi dan kerbau RBPT dan CFT positif dari
dari beberapa lokasi di Pulau sampel serum hasil surveilans
Sumbawa. Sampel diambil dari tahun 2012 diuraikan pada Tabel
tahun 2008 sampai dengan tahun 2.
2012. Sampel serum diuji

60
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 1.
Populasi Ternak Sapi dan Kerbau serta Hasil Uji RBPT dan CFT di
Kabupaten Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, Bima dan Kota Bima
Tahun 2008 – 2012
Hasil Uji
Kabupaten Tahun ∑ Populasi ∑ Sampel RBPT RBPT CFT CFT
(+) (-) (+) (-)
2008 42.352 117 0 117 - -
2009 44.539 - - - - -
2010 54.621 - - - - -
Sumbawa Barat 2011 59.866 - - - - -
2012 67.657 50 1 49 1 -
2008 178.508 130 0 130 - -
2009 188.933 7 (*) 7 - 2 -
2010 210.804 - - - - -
Sumbawa 2011 218.706 312 0 312 - -
2012 252.163 225 6 119 6 -
2008 76.642 143 0 143 - -
2009 79.718 - - - - -
2010 92.165 79 0 79 - -
Dompu 2011 105.043 - - - - -
2012 - 150 0 150 - -
2008 40.935 - - - - -
2009 107.594 279 0 279 - -
2010 127.941 200 0 200 - -
Bima 2011 59.866 203 0 203 - -
2012 67.657 - - - - -
2008 17.330 235 0 235 - -
2009 19.138 332 0 332 - -
2010 21.762 - - - - -
Kota Bima 2011 10.543 - - - - -
2012 12.385 151 2 149 1 1
Keterangan :
Sumber data populasi : Dinas Peternakan Provinsi NTB
Sumber data hasil uji : Laporan Tahunan Balai Besar Veteriner Denpasar Tahun 2008 –
2012
7(*) = sampel kiriman dari Dinas Peternakan Kabupaten Sumbawa

61
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 2.
Asal sampel dengan Hasil Uji RBPT dan CFT Positif di Kabupaten
Sumbawa Barat, Sumbawa dan Kota Bima Tahun 2012
Positif
Jumlah Brucellosis
Kabupaten Kec. Desa Ternak Klamin Pemilik
Sampel
RBPT CFT
Sumbawa 50 Taliwang Dalam Sapi Jantan Klp Mata 1 1
Barat Al

Sumbawa 225 Labuan Karang Sapi Betina Ramli 1 1


Badas Dima Ahmad
Sumbawa Brang Biji Sapi Betina Rudi 1 1
Sapi Betina Amin 1 1
Sapi Betina Mahmud 1 1
Sapi Betina M.Ali 1 1
Plampang Selante Sapi Betina Suhardin 1 1
Kota Bima 151 Rasanae Nungga Sapi Betina Zakariah 1 1
Timur
Sapi Betina A.Hamid 1 neg
atif
Sumber Data : Laporan Tahunan Balai Besar Veteriner Denpasar Tahun 2012

PEMBAHASAN Hasil pengujian CFT positif di


Kabupaten Sumbawa Barat.
Jumlah sampel yang berasal dari Sumbawa dan Kota Bima
kegiatan surveilans yang mengindikasikan adanya reaktor
dilakukan oleh Balai Besar Brucella abortus secara uji CFT
Veteriner Denpasar dengan pada ternak di daerah tersebut.
didampingi Dinas Peternakan Menurut Putra, dkk (2002) bahwa
Kabupaten dan Kota di Pulau semua ternak yang bereaksi
Sumbawa masih belum mencapai positif pada uji CFT dan/atau
jumlah yang optimal jika ELISA disebut sebagai reactor
dibandingkan dengan jumlah Brucellosis. Adanya reaktor
populasi ternak sapi dan kerbau Brucella abortus ini kemungkinan
di Pulau Sumbawa. Secara disebabkan adanya ternak
epidemiologis, hasil uji tersebut reaktor Brucella abortus dari
tentu belum dapat daerah tertular yang lolos dari
menggambarkan kondisi pemantauan petugas dan
lapangan yang sesungguhnya, berhasil masuk ke daerah
akan tetapi hasil surveilans ini tersebut. Kebijakan yang tepat
dapat dijadikan sebagai telah diambil oleh instansi terkait
peringatan secara dini (early di ketiga daerah tersebut
detection warning) terhadap terhadap ternak yang sampel
ancaman munculnya reaktor serumnya positif CFT dengan
Brucella di daerah tersebut. melaksanakan pemotongan
62
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

bersyarat/slaughter untuk Sehingga untuk tetap dapat


memutus penyebaran reaktor mempertahankan Pulau
Brucella abortus. Namun sangat Sumbawa bebas Brucellosis
disayangkan sampel organnya maka diperlukan pengawasan
tidak ditindalanjuti dengan uji lalu lintas ternak yang lebih ketat,
isolasi dan identifikasi kuman ketersediaan dana untuk biaya
Brucella abortus untuk kompensasi jika
mengetahui ada tidaknya kuman
Brucella abortus di daerah
tersebut. Menurut Putra, dkk
dilakukan pemotongan
(2002) bahwa disamping uji bersyarat/slaughter dan
serologis, identifikasi ternak
surveilans serologis yang
tertular dapat juga dilakukan
berkelanjutan dengan jumlah
dengan mengisolasi kuman
sampel yang representatif
Brucella abortus di Laboratorium.
sebagai langkah deteksi dini
Dari hasil surveilans ini, di daerah
dalam rangka memonitor
yang positif secara CFT akan
kemungkinan
ditindaklanjuti sabagai target
masuknya/munculnya reaktor
surveilans Balai Besar Veteriner
baru di wilayah tersebut untuk
tahun 2013. dapat dijadikan acuan oleh
instansi terkait dalam mengambil
kebijakan.
Menurut OIE, 2009, untuk dapat
mempertahankan status sebagai
daerah bebas Brucellosis, semua
KESIMPULAN
ternak yang terbukti sebagai
reaktor Brucella abortus harus Berdasarkan data yang diperoleh
dipotong (slaughter), pemasukan dan hasil surveilans dapat
ternak kedaerah bebas harus disimpulkan bahwa :
berasal dari daerah bebas dan uji
serologik (sero-surveilans) 1. Hasil uji 8 sampel positif CFT
dilakukan pada setiap kelompok di Pulau Sumbawa, masing-
ternak secara berkala. masing di Kabupaten
Sumbawa Barat, Sumbawa
dan Kota Bima diindikasikan
positif sebagai reaktor secara
Mengingat Pulau Sumbawa
CFT.
sampai saat ini merupakan
daerah bebas Brucellosis,
dengan hasil surveilans positif 2. Untuk dapat
CFT di tiga kabupaten/kota maka mempertahankan status
instansi terkait diharapkan tetap sebagai daerah bebas
waspada terhadap kemungkinan Brucellosis, semua ternak
masuknya penyakit Brucellosis yang terbukti sebagai reaktor
yang dapat mengancam status Brucella abortus harus
daerah bebas Brucellosis di dipotong (slaughter), untuk
Pulau Sumbawa yang telah memutus reaktor Brucella
disandang sejak tahun 2006. abortus.
63
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

3. Isolasi dan identifikasi organ dana untuk biaya kompensasi jika


dari ternak positif CFT perlu dilakukan pemotongan
dilakukan di laboratorium bersyarat/slaughter dan
untuk memperkuat diagnosa. surveilans yang berkelanjutan
dengan jumlah sampel yang
representatif sebagai langkah
deteksi dini dalam rangka
memonitor kemungkinan
SARAN
masuknya/munculnya reaktor
Prinsip dan tujuan serta sasaran baru di wilayah tersebut.
program pemberantasan
Brucellosis pada sapi dan kerbau
adalah memperbaiki lingkungan Ucapan terimakasih di
budidaya peternakan yang bebas sampaikan kepada :
Brucellosis, untuk meningkatkan
produktivitas dan reproduktivitas 1.
ternak sapi dan kerbau, serta inas Peternakan dan
pada akhirnya untuk Kesehatan Hewan atau dinas
meningkatkan pendapatan petani yang menangani fungsi
peternak sehingga secara peternakan dan kesehatan
langsung dapat mencegah hewan di Kabupaten
penularan Brucellosis pada Sumbawa Barat, Sumbawa,
manusia (zoonosis) serta tetap Dompu, Bima dan Kota
dapat mempertahankan status Madya Bima, Provinsi Nusa
daerah bebas Brucellosis. Tenggara Barat yang telah
Mengingat pentingnya arti bebas membantu pelaksanaan
Brucellosis. Sehingga untuk tetap kegiatan surveilans ini.
dapat mempertahankan Pulau 2. Kepala Balai Besar Veteriner
Sumbawa terbebas dari Denpasar atas arahan serta
Brucellosis maka diperlukan dukungannya secara materiil
adanya peningkatan kerjasama dan spirituil sehingga
dan koordinasi antar instansi, pelaksanaan kegiatan
pengawasan lalu lintas ternak surveilans ini dapat berjalan
yang lebih ketat, ketersediaan dengan baik.

64
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

DAFTAR PUSTAKA
Anonim (1999), Manual Standar Metode Putra.A.A.G., Ekaputra.I.G.M., Semara
Diagnosa Laboratorium Kesehatan Putra.A.A.G., dan Dartini.N.L. (1995),
Prevalensi dan Distribusi Reaktor
Hewan. Direktorat Bina Kesehatan Brucellosis di Kawasan Nusa Tenggara
Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan, pada Tahun1994 – 1995. Laporan
Departemen Pertanian BPPH Wilayah VI Denpasar.

Instruksi Kerja Metode Pengujian Putra.A.A.G., Arsani.N.M dan


(2011), Jaminan Mutu Laboratorium Sudianta.I.W (2002), BRUCELLOSIS;
Balai Besar Veteriner Denpasar. Program dan Evaluasi Pembrantasan di
Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat,
M.J.Corbel (2006), Brucellosis in Balai Penyidikan dan Pengujian
Humans and Animals. Veteriner Regional VI Denpasar.
OIE (2009) Terrestrial Animal .

65
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

DISTRIBUSI PARASIT GASTROINTESTINAL PADA SAPI BALI


DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA
TENGGARA TIMUR
( Distribution of Gastrointestinal Parasites in Bali Catlle in Bali,
West Nusa Tenggara and East Nusa Tenggara Province)
I Ketut Mastra
Balai Besar Veteriner Denpasar
ABSTRAK
Telah dilakukan surveilans dan monitoring untuk mengetahui jenis dan prevalensi infeksi
parasit gastrointestinal pada sapi Bali ( Bos sondaicus ) di Provinsi Bali, Nusa Tenggara
Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam rangka pengobatan dan
pengendalian parasit gastrointestinal secara efektif dan efisien.

Sejumlah feses dari 683 ekor sapi Bali berasal dari Provinsi Bali,NTB dan NTT,
diambil secara acak sejak bulan Mei – Oktober 2012. Seluruh sampel diperiksa
terhadap parasit gastrointestinal dengan teknik Uji Flotasi dan Uji Sedimentasi di
Laboratorium Parasitologi, Balai Besar Veteriner Denpasar

Hasil pemeriksaan sampel menunjukkan bahwa 26.8% (183 dari 683) sapi Bali di
Propinsi Bali, NTB dan NTT terinfeksi oleh parasit gastrointestinal jenis trematoda
(Fasciola spp dan Paramphistomum spp), Nematoda (Cooperia spp,Trichostrongylus
spp,Ostertagia spp, Mecistocirrus spp. Oesophagustomum spp, Strongyloides spp,
Toxoascara spp, dan Monieza spp ) serta jenis coccidia (Eimeria spp.) dengan
intensitas infeksi trematoda, nematoda dan coccidia berturut turut berkisar antara 10-200
eggs per gram feses (epg), 40-1560 epg dan 400-10.200 oocyte per gram (opg).

Kata Kunci: Parasit gastrointestinal, Sapi bali, Propinsi Bali,NTB dan NTT

ABSTRACT
Surveilance and monitoring has been carried out to determine the type and prevalence of
gastrointestinal parasites infection in Bali cattle ( Bos sondaicus ) in Bali, West Nusa
Tenggara ( NTB) and ,East Nusa Tenggara Province find out more effective and eficien
ways of treating and controlling the parasites

Fecal samples from 683 Bali cattle were obtained periodically from Mei - October 2012.
Samples were tested for gastrointestinal parasites using floating and sedimentation
techniques at Parasitology Laboratory, Regional Veterinay Laboratory , Denpasar.

The result showed that Bali cattle were infected by gastrointestinal parasites namely
trematode (Paramphitomum spp and Fasciola spp ), nematode (.Cooperia
spp,Trichostrongylus spp, Ostertagia spp, Mecistocirrus spp, Oesophagustomum spp,
Strongyloides spp, Toxoascara spp dan Monieza spp ) and Coccidia (Eimeria spp.)
with trematoda, nematoda and coccidia 10 – 200 epg, 40-1560 epg, and 400 – 10.200
opg infection intencity conscecutively.

Key words: Gastrointestinal Parasites , Bali catlle, Bali, NTB, NTT Province

66
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

PENDAHULUAN tetapi dalam beberapa tahun


terakhir tingkat pertumbuhan
Sapi Bali merupakan salah populasi ternak sapi Bali
satu bangsa sapi hasil cendrung mengalami
domestikasi dari Banteng stagnasi. Selain dipicu oleh
(Bos sondaicus) yang faktor eksternal akibat
berpotensi sebagai plasma meningkatnya permintaan
nutfah yang dapat diandalkan sapi local, seiring
menjadi primadona ternak meningkatnya kebutuhan
sapi potong untuk menunjang daging dalam negeri dan
pembangunan peternakan di mahalnya harga daging sapi
Indonesia di masa akan impor. Juga karena faktor
datang sehingga kebijakan internal yaitu menurunnya
Pemerintah tentang pemulia produktivitas ternak dan
biakan sapi Bali sangat kematian pedet karena
diperlukan (Sastradipraja, adanya penyakit. Salah satu
1990). Sejak lama sapi asli penyakit yang dapat
pulau Bali ini sudah tersebar mengganggu produktivitas
di seluruh Indonesia, yang ternak serta kematian pedet
perkembangannya relatif adalah penyakit parasit
lebih cepat dibanding dengan gastrointestinal helminthiasis.
sapi potong lainnya. Sapi Bali Menurut Gunawan dan Putra
lebih diminati oleh peternak (1981) bahwa infeksi oleh
karena beberapa Toxocara vitulorum /
keunggulannya antara lain: ascariasis pada pedet di Bali
tingkat kesuburannya tinggi, mencapai 75%. Demikian juga
sebagai sapi pekerja yang menurut Soulsby (1982)
baik, cepat beradaptasi, lebih bahwa pada sapi-sapi umur
tahan dengan kondisi muda juga sangat rentan
lingkungan yang kurang baik terhadap infeksi Eimeria spp
dan efesien serta dapat (koksidiosis), dengan gejala
memanfaatkan hijauan yang klinis diare berdarah,
kurang bergizi,(Pane, 1990) dihidrasi, kurus,, lemah dan
terjadi kematian apabila tidak
Provinsi Bali, Nusa Tenggara mengdapat penanganan yang
Barat (NTB) dan Nusa baik. Estuningsih.(2004)
Tenggara Timur (NTT) melaporkan bahwa
merupakan daerah-daerah seroprevalensi cacing
penghasil ternak sapi Bali trematoda Fasciola gigantica
yang potensial di Indonesia. pada sapi di Indonesia cukup
Populasi sapi Bali di provinsi tinggi mencapai 10 - 80%.
Bali, NTB dan NTT tercatat Kemudian Mastra (2006)
sebanyak 2.5 juta ekor, melaporkan seroprevalensi
sekitar 1.92% dari populasi F.gigantica (Fasciolosis )
sapi Bali di Indonesia pada sapi di Bali berkisar
sebanyak 4,8 juta di Indonesia 22.3% - 72.5% dan lebih
dengan tingkat pertumbuhan banyak ditemukan pada sapi
2,13.% (Anon 2009). Akan muda dan dewasa. Namun

67
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

demikian, informasi tentang Bahan


parasit gastrointestinal pada
sapi Bali masih terbatas. Di samping sampel tinja
Makalah ini akan dalam penelitian ini juga
menginformasikan tentang diperlukan bahan dan alat
prevalensi parasit antara lain : garam jenuh dan
gastrointestinal pada sapi Bali methyline blue 1%.
dan sebarannya di Provinsi
Alat
Bali,NTB dan NTT.Oleh
karena itu dilakukan Peralatan yang digunakan
surveilans dan monitoring dalam penelitian ini adalah
parasit gastrointestinal pada satu set alat universal
sapi Bali dengan tujuan Whitlock yaitu; syringe 10 ml,
memperoleh data dan silinder pencampur 100 ml, alt
informasi tentang parasit pengaduk tinja, tabung
gastrointestinal pada sapi penyaring, dengan ukuran
Bali yang representativf. saringan besar (untuk Uji
Dengan tersedianya data dan Apung), tabung pompa
informasi yang cukup penyaring khusus dengan
diharapkan dapat dipakai saringan kecil (untuk Uji
sebagai landasan dalam Sedeimentasi), pipet Pasteur,
upaya pencegahan dan slide kamar penghitung telur
pengendalian penyakit. cacing, ookista koksidia,
sehingga perbaikan cawan (conical flask)
produktivitas ternak dan sedimentasi dan alat penahan
populasi sapi Bali khususnya larutan tinja (plug), serta
meningkat dan pada mikroskop ( electric binukuler
gilirannya dapat mendukung microscope )
penyediaan daging bagi
tercapainya swasembada Metoda
daging sapi (PSDS) pada
tahun 2014. (Anon 2008b) Uji Flotasi (Whitlock, 1981)
Pemeriksaan telur cacing
nematoda,cestoda dan oosit
koksidia dilakukan dengan
teknik uji Flotasi
MATERI DAN METODA (Whitlock,1981)
Materi Ke dalam syringe pengukur
yang berukur 10 ml yang
Sampel
telah diisi air 7 ml,
Sampel feses/tinja sapi ditambahkan 3 gram tinja.
diambil dari 683 ekor sapi Seluruh isi syringe kemudian
umur 6 bulan sampai dengan dimasukkan ke dalam silinder
12 tahun yang berasal dari pencampur yang berisi 50 ml
berbagai desa, kecamatan larutan garam jenuh. Tinja
dan kabupaten di Provinsi yang berada dalam silinder
Bali, NTB dan NTT. pencampur diaduk sampai
68
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

tercampur merata dengan Seluruh isi syringe kemudian


menggerakkan alat dimasukkan ke dalam silinder
pengaduk secara pelan pelan pencampur yang berisi 50 ml.
naik turun. Setelah tinja larutan garam jenuh. Tinja
tercampur merata lalu yang berada dalam silinder
tabung penyaring dimasukan pencampur diaduk sampai
ke dalan silinder pencampur. tercampur merata dengan
Larutan tinja yang telah menggerakkan alat
tersaring lalu diambil dengan pengaduk secara pelan pelan
menggunakan pipet Pasteur. naik turun. Setelah tinja
Larutan tinja yang berada tercampur merata lalu
dalam pipet dimasukkan ke tabung penyaring khusus
dalam kamar penghitung dimasukan ke dalam silinder
telur cacing. Tabung pencampur sampai batas
penyaring diaduk pada setiap leher silinder. Cawan (flask)
pengisian kamar penghitung sedimentasi ditaruh dalam
telur cacing. Alat penghitung posisi terbalik diatas tabung
telur Universal (Universal penyaring khusus.
slidecounting chamber) berisi Selanjutnya cawan (flask)
4 kamar dan setiap kamar sedimentasi
menampung 0.5 ml larutan. dipegang/ditekan dengan
Setiap kamar berisi 5 kedua tangan dan dibalik
garis/strip vertical dan setiap menghadap ke atas. Tabung
kolom memiliki volume 0.1 penyaring khusus dipegang
ml. Dalam penghitungan telur di dalam cawan (flask)
cacing dapat dipergunakan sedimentasi. Kemudian
kamar atau strip tergantung ditambahkan dengan 50 ml
pada derajat infeksi air ke dalam cawan (flask)
parasitnya (berat, sedang, sedimentasi yang telah
atau ringan). Penghitungan berisi larutan tinja dan
jumlah telur cacing per gram endapkan selama 6 menit.
tinja menggunakan angka Selanjutnya, dimasukkan
pengenceran 1: 20 dan secara pelan pelan plug ke
menggunakan 0.5 ml larutan dalam cawan (flask)
tinja, sehingga jumlah telur sedimentasi. Pegang plug
yang ditemukan dikalikan kuat kuat dan balikkan
dengan factor 40 ( Whitlock (flask) sedimentasi sehingga
et al.1980) cairan supernatant terbuang.
Tambahkan 50 ml air bersih
Uji Sedimentasi ke endapan dalam cawan
(flask) sedimentasi, aduk
Pemeriksaan Telur cacing
dengan baik dan kemudian
trematoda dilakukan dengan
endapkan kembali selama 6
teknik uji Sedimentasi
menit. Selanjutnya alat
Ke dalam syringe pengukur penahan (plug) larutan tinja
yang berukuran 10 ml yang dimasukkan secara pelan
telah diisi air 9 ml, pelan ke dalam cawan (flask)
ditambahkan 1 gram tinja. sedimentasi. Pegang plug

69
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

kuat kuat dan balikkan atau strip tergantung pada


(flask) sedimentasi sehingga derajat infeksi parasitnya.
cairan supernatant terbuang (berat, sedang, atau ringan).
dan sisa endapan larutan Penghitungan jumlah telur
tinja sebanyak 5 ml. Air cacing per gram tinja
bersih sebanyak 50 ml menggunakan angka
ditambahkan ke dalam pengenceran 1: 5 dan
endapan, diaduk dengan baik menggunakan 0.5 ml larutan
dan kemudian diendapkan tinja, sehingga jumlah telur
kembali selama 6 menit. yang ditemukan dikalikan
Selanjutnya alat penahan dengan factor 10 ( Whitlock
(plug) larutan tinja et al.1980)
dimasukkan secara pelan
pelan ke dalam cawan (flask)
sedimentasi. Pegang plug HASIL
kuat kuat dan balikkan
(flask) sedimentasi sehingga Hasil pemeriksaan
cairan supernatant terbuang laboratoris secara
dan sisa endapan sebanyak mikroskopis dengan metode
5 ml. Kemudian endapan Flotasi/apung dan
tersebut ditambahkan 2 tetes Sedimentasi / endapan
larutan methylene blue 1% (Whitloc,1981) terhadap
dan diaduk hingga merata sampel feses 683 ekor sapi
dengan pipet lalu larutan bali yang berasal dari
tersebut segera diisap beberapa lokasi
dengan pipet Pasteur dan (desa,kecamatan) di Propinsi
masukan ke dalam slide alat Bali, Nusa Tenggara Barat
penghitung telur. Telur (NTB) dan Nusa Tenggara
diidentifikasi dan jumlah telur Timur (NTT) sejak bulan Mei
cacing dihitung di bawah sampai bulan Oktober 2012
mikroskop dengan menunjukkan bahwa
pembesaran lemah (40x). distribusi parasit
Telur cacing Fasciola spp. gastrointestinal tersebar luas
akan terlihat coklat di tiga provinsi tersebut yang
keemasan dan telur tingkat prevalensinya sangat
Parampistomum spp. terlihat bervariasi 22.7%- 48.1% atau
bening /terang.Tabung dengan rata rata sekitar
penyaring diaduk pada setiap 26.8%.
pengisian kamar penghitung Gambaran umum tentang
telur cacing Universal distribusi prevalensi parasit
(Universal slide counting gastrointestinal pada sapi
chamber) Dalam Bali di Provinsi Bali,NTB dan
penghitungan telur cacing NTT lebih rinci disajikan pada
dapat dipergunakan kamar Tabel 1 dan Tabel 2

70
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel. 1.
Distribusi Prevalensi Parasit Gastrointestinal ( PGI ) Pada Sapi Bali di
Provinsi Bali, NTB dan NTT

Jumlah Negatif Positif


LOKASI Sampel PGI PGI Prevalensi
(feses)

BALI 233 121 112 48.1 %

NTB 264 204 60 22.7 %

NTT 186 137 49 26.3 %

TOTAL 683 462 221 26.8 %

Tabel.2.
Distribusi Prevalensi Parasit Gastrointestinal Pada Sapi Bali di Provinsi
Bali

LOKASI Jumlah Positif Positif Positif Prevalensi


Sampel Trematoda Nematoda Coccidia PGI ( % )
Jembrana 25 24 (96.0%) 4 (25.0%) 0 (0.0%) 24 (96.0%)

Denpasar 30 26 (86.6%) 10 (23.6%) 1 (3.3%) 26 (86.6%)

Klungkung 25 21 (64.0%) 2 (8.0%) 1.(0%) 21 (84.0%)

Tabanan 25 17 (56.6%) 4.0(0%) 4.(44.0%) 17 (56.6%)

Buleleng 25 8 (32.0%) 11 (6.9%) 4.(44.0%) 11 (44.0%)

Bangli 25 10 (40.0%) 4(5.5%) 10(40.%) 10 (40.0%)

Badung 23 4 (17.4%) 3 (5.5%) 0 (0.0%) 4 (17.4%)

Gianyar 28 2 (7.1%) 3 (10.7%) 4.(14.3%) 4 (14.3%)

Karangasem 25 0.0%) 2 (8.0%) 0 (0.0%) 2 (8.0%)

Total 233 112 (31.6%) 43 (%) 15(%) 112(48.1%)

71
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Gambaran distribusi dan NTT berdasarkan genus


prevalensi infeksi parasit parasit gastrointestinal
gastrointestinal di masing disajikan pada Tabel 3 di
masing Provinsi Bali,NTB bawah ini
Tabel.3.
Distribusi Prevalensi Parasit Gastrointestinal Pada Sapi Bali di Provinsi
Bali NTB dan NTT ( Berdasarkan Jenis Parasit Gastrointestinal )
GENUS BALI NTB NTT
. Paramphistomum 42.06% 20.07% 4.30%
Fasciola 15.8% 3.78% 1.075
Cooperia 6.86% 4.92% 16.05%
Trichostrongylus 3.43% 1.89% 8.06%
Meccistocirus 3.06% 0.75% 1.6%
Chabertia 2.14% 2.27% 8.60%
Ostertagia 2.14% 2.27% 4.30%
Oesophagustomum 0.85% 2.65% 0.53%
Srongyloides 0.42% 1.89% 0.535
Toxocara/Ascaris 1.28% - -
Eimeria 6.43% 9.09% 24.7%

PEMBAHASAN Oesophagustomum spp


0.55-0.8%, Strongyloides
Berdasarkan identifikasi spp 0.4%-2.1%, Toxoascaris
morfologi telur menurut spp.1.3% dan Monieza spp.
menunjukkan bahwa sapi bali 0.5-1.9%) serta coccidia
di Provinsi Bali,NTB dan NTT (Eimeria spp.6.4-24.7%)
terinfeksi secara alami oleh dengan intensitas infeksi
parasit gastrointestinal dari berturut turut berkisar antara
jenis Trematoda 10 -60 epg dan 10-200 epg;
(Paramphistomum spp ) 40 - 1560 epg dan 400-
dengan prevalensi masing- 10.200 epg
masing berkisar antara 4.3%- Intensitas infeksi masing-
42.1% dan Fasciola spp masing dari Trematoda
1.07% - 15.8 %, Nematoda terdiri dari genus
(Cooperia spp 1.4% - 5.5%, Paramphistomum spp dan
Trichostrongylus spp 3.4%- Fasciola spp berkisar 10-100
8.1%, Ostertagia spp 2.14%- per gram tinja ( egg per gram
4.3% Mecistocirrus spp. feses,epg) dan 10-20,epg
1.65-3.1%, serta dari Nematoda

72
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

berkisar 40 - 1.560 epg. sampel feses tidak mampu


Sedangkan dari Coccidia menembus dinding telur
(Eimeria sp.) berkisar 40 – dengan sempurna. Telur
480 opg (oocyte per gram ) Toxocara vitulorum berbentuk
tinja. Akan tetapi selama oval dengan dinding yang
surveilans tidak ditemukan tebal, berukuran 80×75 μ.
infeksi cacing dari Cestoda. Telur Strongyloides sp.
mempunyai ujung yang
Hasil pemeriksaan feses sapi tumpul dan berdinding tipis.
Bali berdasarkan jenis parasit Telur sudah mengandung
gastrointestinal yang larva yang telah berkembang
menginfestasi ternak sapi sewaktu dikeluarkan bersama
menunjukkan bahwa telur feses induk semang. Ternak
cacing yang ditemukan sapi dapat terinfeksi Toxocara
umumnya berasal dari 3 sp. karena termakannya telur
kelas yaitu: Nematoda, infektif yang mengandung
Trematoda dan Cococidia. larva stadium II. Larva
Dari golongan nematoda kemudian berpindah melalui
diantaranya dari genus sistem portal hati, hati dan
Toxocara spp., dan paru-paru menuju trakhea dan
Strongyloides spp. Dari kembali ke lambung.
golongan trematoda adalah Sebagian besar larva stadium
genus Paramphistomum spp. III terjadi pada dinding
dan Fasciola spp. Di lambung dan selanjutnya di
Indonesia Fasciolas gigantica dinding dan lumen usus larva
merupakan penyebab utama stadium IV berkembang dan
Fasciolosis pada ternak sapi menjadi cacing dewasa
khususnya sapi Bali. (Levine, 1990).
Demikian juga dari golongan Infeksi Toxascaris vitulorum
coccidia adalah genus dapat terjadi bila telur infektif
Eimeria sp Identifikasi jenis termakan bersama pakan
telur cacing dan oosit coccidia dan atau minuman. Setelah
didasarkan pada ukuran dan sampai di usus larva stadium
morfologi dari telur cacing dan II berkembang dan menjadi
atau oosit coccidia tersebut cacing dewasa dan
(Thienpont, D., F. menghasilkan telur setelah 74
Rochette,O.F.J. Vanparijs hari infeksi. Sapi bali dapat
(1979) .Telur Toxocara sp. tertular larva stadium infektif
memiliki bentuk sub globuler, Strongyloides sp. yang
berwarna kecoklatan dan dipenetrasikan melalui kulit.
dikelilingi lapisan albumin Larva stadium I yang
yang tebal. Hal ini pula yang dikeluarkan feses dapat
menyebabkan pada saat berkembang langsung
penelitian banyak ditemukan menjadi larva stadium III yang
telur Toxocara spp. 66,67 % infektif atau berkembang
(tabel 2) yang telah menjadi bentuk free living
mengandung larva karena jantan dan betina yang
formalin yang diberikan pada menghasilkan telur infektif.

73
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Larva tersebut masuk melalui campuran oleh Emeria spp


aliran darah menuju paru- diantaranya E. bovis dan E.
paru, menuju trakhea, zuernii. Coccidia
kemudian ke usus halus tersebut adalah spesies-
(Viney dan Lok, 2007). spesies yang cukup pathogen
Penularan dapat terjadi pada sapi,dengan gejala klinis
karena ternak sapi tersebut menciri berupa berak darah
hidup dalam satu kawanan teruma pada pedet umur 3
yang terdapat pada satu minggu sampai 6 bulan. Anak-
lokasi sehingga feses yang anak sapi terkena infeksi
mengandung telur cacing juga karena menelan ookista-
lebih mudah berkembang dan ookista bersama-sama
menkontaminasi lingkungan. dengan pakan atau dengan
Brotowidjoyo (1987) melalui air minum. Mortalitas
menyatakan sebagian besar yang cukup tinggi, berkisar
stadium infektif parasit cacing antara 26-42%. Keparahan
berada di tanah, dengan penyakit tergantung pada
kelembaban tertentu stadium jumlah ookista yang
infektif dapat bertahan menginfeksi. Infeksi yang
berminggu-minggu apabila berulang-ulang dapat
kondisi tanah sesuai dengan menghasilkan imunitas
siklus hidupnya.Menurut terhadap penyakit tersebut
Williamson and Payne (1993) dan sebaliknya. Sapi umur
iklim merupakan faktor yang muda dan dewasa dapat
penting dalam timbulnya terinfeksi ringan sampai
kasus penyakit. Penyebaran sedang, tetapi biasanya tidak
parasit gastrointestinal terjadi memperlihatkan gejala
cukup tinggi pada daerah penyakit yang menciri dan
tropis termasuk Indonesia, dapat bertindak sebagai
karena tingkat carrier, apabila tidak
kelembabannya cukup tinggi. mendapat pengobatan. Gejala
Kejadian infeksi parasit klinis yang umum ditemukan
gastrointestinal lebih banyak adalah diare berdarah,
terjadi pada musim penghujan anemia, kelemahan dan
dibandingkan pada musim kekurusan. Secara patologi
kemarau (Beriajaya dan anatomi ditemukan enteritis
Suhardono, 1997). Musim pada usus halus maupun
kemarau, dimana padang usus besar. Pada usus halus
pengembalaan mendapat bagian bawah,sekum dan
sinar matahari yang terus usus besar penuh berisi darah
menerus menjadi salah satu atau bekuan darah,mukosa
faktor lebih rendahnya tingkat terlihat berwarna merah dan
prevalensi parasit menebal (Levine,
gastrointestinal pada sapi Bali 1978).Usaha pengendalian
di NTB dan NTTdibandingkan infestasi parasit
di Bali. Selain infestasi cacing cacing/helmintiasis dan
tersebut diatas juga tidak koksidiosis dilakukan dengan
kalah penting adanya infeksi menjaga kebersihan dan

74
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

sanitasi kandang, tempat ditemukan pada sapi bali di


pakan dan minum selalu baik. Bali,NTB dan NTT
Untuk pengendalian terhadap diantaranya Fasciola spp
helmintiasis dianjurkan sebagai penyebab
menggunakan anthelmintik Fasciolosis), Toxocara spp
secara periodic. Sedangkan (Ascariasis) dan Eimeri spp
pengobatan koksidiosis dapat (Koksidiosis)
dilakukan denga
menggunakan preparat sulfa. SARAN-SARAN
Penggunaan monensin dan
amprolium selain untuk tujuan 1. Perlu dilakukan surveilans
pengobatan dapat pula dan monitoring lebih lanjut
sebagai pemacu pertumbuhan dengan pengambilan
Secara ekonomis penyakit ini sampel yang lebih
mempunyai arti yang penting representatif dengan
karena dapat menimbulkan sebaran yang lebih luas
kerugian berupa penurunan terutama di NTB dan
berat badan, pertumbuhan 2. Dalam upaya pengendalian
terhambat, penurunan parasit gastrointestinal pada
produksi, dan kematian sapi Bali di Bali, NTB dan
terutama pada pedet apabila NTT disarankan pemberian
tidak dilakukan upaya obat cacing/anthelmintik dan
pengendalian (Crichton, atau antikoksidia secara
N..2002). periodik 3 bulan sekali
3. Kepada Instansi terkait
KESIMPULAN DAN SARAN dianjurkan agar
meningkatkan persediaan
KESIMPULAN obat cacing dan preparat
Berdasarkan hasil surveilans sulfa di masing kabupaten
dan monitoring parasit /kota..
gastrointestinal pada Sapi Bali
di Provinsi Bali.NTB dan NTT
dapat disimpulkan beberapa UCAPAN TERIMA KASIH
hal sebagai berikut :
Penulis sampaikan ucapan
1) Prevalensi parasit terima kasih kepada Kepala
gastrointestinal pada sapi Bali Balai Besar Vetriner Denpasar,
di Provinsi Bali,NTB dan NTT Kepala Dinas Peternakan
adalah rata’rata sebesar Kabupaten /Kota di Provinsi
26.8% dengan distribusi Bali,NTB dan NTT serta kepada
prevalensi berturut turut di Sdr. I Ketut Ardioga, I
Bali.NTB dan NTT masing Made Gede Sutawijaya dan
masing sebesar 48.1%, Yunanto yang telah
22.7% dan 26.3% memfasilitasi dan
membantu dalam kegiatan
2) Berdasarkan jenis parasit surveilans dan tindak pengujian
gastrointestinal yang di laboratorium.

75
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

DAFTAR PUSTAKA Buletin Veteriner.Denpasar.


Ed.Desember , Vol. XVIII, No. 69.
Anonimus,2010. Laporan Cacah
Jiwa Ternak di Provinsi Bali, Pane, I. (1990) Upaya
Dinas Peternakan Provinsi Bali, Peningkatan Mutu Genetik Sapi
Denpasar. Bali di P3Bali. Proc. Seminar sapi
Bali,Univ.Udayana, Denpasar
Anonimus, 2009. Statistik Data
Populasi Ternak, Direktorat Purwanta, Ismaya NRP, &
Kesehatan Hewan, Inspektorat Burhan. 2006. Penyakit cacing
Jenderal Peternakan, hati (Fascioliasis) pada Sapi Bali
Departemen Pertanian, Jakarta di perusahaan daerah rumah
potong hewan (RPH) kota
Anonimus .2008b.The Makassar. J. Agrisistem 2 (2):
epidemiology of helminth 63-69..
parasites.http ://www.ilri. org/Info
Serv/ Webpub/ Fulldocs Sastradipraja,D. (1990) Potensi
/X5492e/x5492e04.htm[07 Juni Int ernal Sapi Bali sebagai salah
2008]. satu sumber Plasma Nutfah
unutk menunjang Pembangunan
Crichton, N. 2002. Prevalence Peternakan Sapi Potong dan
and incidence. Journal of Clinical ternak Kerja secara Nasional.
Nursering, 9. 178-188.Kaufmann, Proc. Seminar sapi
J. 1996. Parasitic Infections of Bali,Univ.Udayana, Denpasar..
Domestic Animals : A Diagnostic
Manual.Birkhauser Verlag. Soulsby,E.J.C.1982 Helminth,
Germany. Arthropods,and Protozoa of
th
Domesticated Animals. 7 .ed
Estuningsih,SE.2004. P.51, 52
Perbandingan antara uji ELISA-
Thienpont, D., F. Rochette,O.F.J.
Antibodi dan Pemeriksaan Telur
Vanparijs(1979) Diagnosing
Cacing untuk Mendeteksi
Helminthiasis Trough
Infeksi Fasciola gigantica
Coprological Examination ,
pada sapi. Jurnal Ilmu
Janssen Research Foundation
Ternak dan Veteriner,
Volume 9 nomor1hal.55-60
Gunawan M. (1984) Pengaruh
Pengobatan Neoascari Vitulorum
dengan Piperazin Citrat pada
pedet Sapi Bali di Provinsi Bali.
Bulletin Veteriner. . Balai
Penyidikan Penyakit Hewan
Wilayah VI Denpasar, Ed. Mei, V
ol. 1 No. 5
Mastra.K. (2006) Prevalensi
Antibodi Terhadap Fasciolosis
pada sapi bali di Provinsi Bali.

76
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

SITUASI PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALI TAHUN 2008 –


2012 DAN KEMUNGKINAN PROGRAM PEMBEBASANNYA

(The situation of Jembrana disease in Bali Province from 2008 – 2012


and it’s possibility of eradication program)

Diarmita. K. I1., Agustini,N. L. P1 dan Hartawan, D. H. W 1.


1
Balai Besar Veteriner Denpasar

Abstrak
Sapi Bali merupakan plasma nutfah ras sapi asli Indonesia yang menjadi salah satu
primadona dalam penyediaan kebutuhan daging di Indonesia. Ternak ini memiliki
keunggulan kemampuan adaptasi yang sangat tinggi terhadap lingkungan, calving
interval yang pendek dan kualitas daging yang cukup bagus, namun di balik keunggulan
yang dimiliki itu sapi Bali memiliki kelemahan yaitu sangat peka terhadap penyakit
Jembrana. Penyakit Jembrana atau Jembrana Disease (JD) merupakan penyakit viral
menular bersifat infeksius yang disebabkan oleh virus Lentivirinae. Hal ini menyebabkan
kerugian yang cukup signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan daging sapi, khusus
bagi pulau Bali kerugian ekonomi yang diderita peternak sangat besar akibat pelarangan
penjualan bibit sapi Bali keluar pulau karena status endemis penyakit ini di Bali. Untuk
meningkatkan produktifitas peternakan sapi Bali, penyediaan daging sapi dan
pertimbangan keuntungan ekonomis bagi peternak dan pemerintah daerah di Bali, maka
sebuah tindakan pembebasan sapi Bali dari penyakit Jembrana di Bali perlu segera
dilakukan. Situasi penyakit Jembrana di Bali dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan
proporsi hasil uji antibodi dan antigen yang di uji di Balai Besar Veteriner Denpasar pada
periode tahun 2008 – 2012. Pada tahun 2012, seropositif uji ELISA Jembrana di Bali
hanya menunjukkan proporsi 0,2 % dan virus Jembrana tidak terdeteksi berdasarkan
hasil pengujian Konvensional PCR. Hal ini memunculkan ide untuk melakukan sebuah
program surveilans yang terstruktur serta mengarah pada tindakan pembebasan pulau
Bali dari penyakit Jembrana. Program ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu 1). preliminary
studi dengan melakukan refreshing antigen serta persiapan uji vaksin dan surveilans
terstruktur untuk mengukur aras penyakit Jembrana di Bali; 2). langkah kedua adalah
survey deteksi penyakit di tingkat desa dengan sampling frame desa yang berstatus
bebas sementara dan sensus tingkat individu ternak di desa yang dinyatakan tertular
berdasarkan hasil survey tahap pertama dan tahap ketiga adalah penghilangan atau
removing ternak carrier serta evaluasi program pembebasan. Berdasarkan prediksi
sementara, program pembebasan ini dapat dituntaskan dalam waktu tiga tahun dengan
melibatkan seluruh peranan stakeholder dan dukungan dari pemerintah pusat.
Kata kunci : Penyakit Jembrana, Situasi penyakit di Bali, surveilans terstruktur dan
program pembebasan

Abstract
Bali cattle are native cattle in Indonesia which became one of the source in the supply of
meat in Indonesia. This animal has the advantage of very high adaptability to the
environment, shorter calving intervals and the quality of the meat, but behind the
advantages it has the disadvantage of Bali cattle are very sensitive to Jembrana disease.
Jembrana disease (JD) is an infectious viral disease that is caused by a virus infectious
Lentivirinae. This causes significant losses to the beef needs, especially for Bali’s island
farmers suffered economic losses are very large due to the prohibition of sales of Bali
cows out of the island because of the is endemic status in Bali. To increase the

77
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

productivity of Bali cattle, beef supply and consideration economic benefits for farmers
and local government in Bali, then an eradication program of Jembrana disease in Bali is
urgently needed. The situation of Jembrana disease in Bali to date shows a decrease
proportion of antibodi and antigen based on the test results in Disease Investigation
Center Denpasar in the period from 2008 to 2012. In 2012, ELISA test seropositive
Jembrana in Bali showed only 0.2 % and the proportion of Jembrana virus was not
detected by Conventional PCR test results. This led to the idea to conduct a structured
surveillance program and led to the eradication program of Jembrana disease in the Bali
island. The program is conducted in three stages: 1). Preliminary studies by refreshing
antigen and vaccine preparation and structured surveillance activity to measure levels of
Jembrana disease in Bali; 2). The second step is the detection of disease survey at the
village level with village sampling frame as a free agent and the individual level census of
livestock in villages declared infected by the first phase of the survey results, and the third
stage is the removing livestock carrier as well as the evaluation of the eradication disease
program. Based on while prediction, this exemption program can be completed in three
years by involving all stakeholders and support the role of the central government.
Keywords: Jembrana disease, the disease situation in Bali, and a structured surveillance
and eradication program

Latar Belakang Kecamatan Negara Kabupaten


Sapi Bali adalah salah satu dari Jembrana, Provinsi Bali pada
tiga bangsa sapi di dunia dan tahun 1964. (Adiwinata, 1967).
merupakan plasma Dalam kurun waktu yang tidak
nutfah/primadona dalam terlalu lama penyakit ini telah
penyediaan kebutuhan daging membunuh sekitar 27.000 ekor
sapi di Indonesia. Sapi Bali bisa sapi di Provinsi Bali, Selain di Bali
menggantikan posisi sapi import penyakit Jembrana juga telah
dalam pemenuhan kebutuhan menyebar ke beberapa daerah di
daging sapi di Indonesia, hal ini Indonesia seperti di
disebabkan karena sapi Bali Lampung(1976), Banyuwangi (
memiliki beberapa keunggulan 1978), , Sumatra Barat (1992), ),
antara lain sapi Bali mempunyai Kalimantan Selatan (1993),
kemampuan adaptasi yang Bengkulu (1994, Kalimantan
sangat tinggi terhadap Timur (2005), (Hartaningsih,
lingkungan, (Wiryosuhanto, 2005), Selain itu kasus JD juga
1996), calving interval yang dilaporkan terjadi di Nangro Aceh
sangat pendek, kualitas daging Darussalam dan provinsi Riau.
yang cukup bagus (Darmadja, Saat ini JD telah endemik di Bali
1981), namun di balik keunggulan dan merupakan salah satu
yang dimiliki itu sapi Bali memiliki kendala dalam pengembangan
kelemahan yaitu sangat peka peternakan sapi Bali di Provinsi
terhadap penyakit Jembrana. Bali. Adanya JD di Bali juga
menjadi kendala dalam
Penyakit Jembrana /Jembrana pengeluaran sapi bibit untuk
Disease (JD) merupakan memenuhi kebutuhan bibit sapi
penyakit viral menular bersifat nasional
infeksius yang disebabkan oleh
virus Lentivirinae, Penyakit ini
pertama kali dilaporkan terjadi di Permasalahan
Desa Sangkar Agung, Pulau Bali merupakan pulau
dimana sapi Bali diternakkan dan
78
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

secara genetik memiliki tingkat pendapatan petani peternak,


kemurniaan yang tinggi. Selain itu berkurangnya Pendapatan Asli
adanya larangan pemeliharaan Daerah (PAD) dan bahkan
sapi jenis lain juga turut secara nasional akan berdampak
mendukung dan menjaga terhadap devisa Negara karena
kemurnian genetik dan keharusan untuk memenuhi
kelestarian sapi Bali. Adanya JD kebutuhan daging dalam negeri
di Bali menjadi kendala dalam melalui import sapi dan daging
pengembangan peternakan sapi sapi.
Bali di Pulau Bali. Namun dengan dikeluarkannya
Bila ditinjau dari telaah ekonomi , SK Gubernur Bali No : 46 Tahun
kerugian akibat JD sangat besar 2011: tentang tata cara
sekali, hal ini tidak hanya pengeluaran bibit sapi Bali di
disebabkan karena biaya Provinsi Bali, maka sudah
pengobatan yang besar, namun seharusnya sapi Bali yang akan
juga menimbulkan kerugian diantarpulaukan memiliki kualitas
ekonomi akibat adanya larangan yang baik dan bebas penyakit
pengeluaran sapi bibit untuk Jembrana, sehingga, tidak terjadi
diantarpulaukan. Akibat adanya penyebaran JD ke luar Bali. Saat
penyakit Jembrana di Bali, ini bibit sapi Bali telah
peternak tidak dapat menjual sapi diantarpulaukan ke beberapa
bibitnya untuk dieksport keluar provinsi di Kalimantan dan
Bali. Dengan asumsi jumlah Sumatra . Selain itu dalam
populasi sebesar 683.800 ekor rangka percepatan tercapainya
sapi Bali, Provinsi Bali program swasembada daging
sebenarnya dapat mengeluarkan sapi dan kerbau tahun 2014,
sekitar 25.000-30.000 ekor bibit pemerintah menggalakkan
sapi betina pertahunnya. Apabila pengembangan peternakan sapi
harga seekor sapi bibit betina dan kerbau di Indonesia, perlu
(diatas 1 tahun, dengan tinggi dilakukan pengamanan sapi bibit
badan 100-105 cm) rata-rata Rp untuk pemenuhan kebutuhan
5.000.000 maka Provinsi Bali bibit Nasional.
akan kehilangan peluang menjual
sebesar 125-150 Milyar rupiah
setiap tahunnya, akibat larangan Situasi Penyakit Jembrana di
penjualan bibit sapi Ini tentunya Provinsi Bali
akan sangat merugikan peternak. Penyakit Jembrana /Jembrana
Adanya JD juga menimbulkan Disease (JD) di provinsi Bali
kerugian Negara karena dapat bersifat endemik. Salah satu
menyebabkan tertundanya upaya pencegahan JD adalah
program penyebaran bibit sapi dengan cara vaksinasi. Sejak
Bali ke beberapa wilayah di ditemukannya agen penyebab JD
Indonesia dan tertunda pula adalah virus, maka Balai Besar
program swasembada daging Veteriner (BB Vet) Denpasar
sapi nasional. Dapat disimpulkan telah mencoba memproduksi
bahwa adanya penyakit vaksin JD untuk mencegah
Jembrana sangat mengganggu penyebaran dan pengendalian
JD. Pada tahun 1990 (BB Vet )
79
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Denpasar telah berhasil virus JD sudah tidak ditemukan


memproduksi vaksin JD dari lagi serta tidak pernah lagi
limpa sapi terinfeksi dan terus dilaporkan terjadi kasus penyakit
dilakukan penyempurnaan untuk Jembrana di Bali Data
mendapatkan kualitas vaksin persentase antibodi dan virus JD
yang lebih bagus. Vaksin limpa selengkapnya seperti pada Tabel
tersebut terbukti mampu 1 dan 2 berikut. Selain itu tidak
melindungi sapi dari serangan adanya pemasukan ternak sapi
JD. Sejak tahun 2001-2004 ke Bali juga sangat mendukung
vaksin JD produksi (BBVet) upaya untuk membebaskan pulau
Denpasar telah diuji coba di Bali dari penyakit Jembrana.
Provinsi Bali, Lampung dan
Kalimantan Selatan. Hasil uji
coba membuktikan bahwa vaksin
tersebut mampu memproteksi
sapi dengan tingkat kekebalan
sekitar 70%.
Sejak tahun 2005
vaksinasi JD sudah tidak pernah
dilakukan di provinsi Bali. Untuk
mengetahui situasi dan
perkembangan penyakit
Jembrana di provinsi Bali maka
BB Vet Denpasar melakukan
surveilans setiap tahunnya, dan
hasil surveilans menunjukkan
bahwa prevalensi antibodi JD di
Provinsi Bali sangat rendah.
Secara teori jika prevalensi
antibodi rendah maka akan
berpotensi besar untuk
terjadinya wabah, Anehnya kasus
JD di Bali hanya bersifat
sporadik dan dilaporkan terjadi
pada tahun 2005. Di desa Pecatu
Kecamatan Kuta Selatan. Sejak
tahun 2006 kasus JD tidak
pernah dilaporkan terjadi di
Provinsi Bali. Hasil surveilans dan
monitoring BB Vet Denpasar
selama lima tahun terakhir
menunjukkan terjadi
kecenderungan penurunan
jumlah seropositif dan positif virus
JD di Bali bahkan dari hasil
surveilans tahun 2012
menunjukkan prevalensi antibodi
JD di Bali hanya 0.002%, dan
80
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 1.
Persentase positif antibodi (Uji ELISA) penyakit Jembrana di Provinsi Bali
Tahun 2008-2012.
2008 2009 2010 2011 2012
Σ
Σ Σ Σ Σ Pro sa Σ Pro Σ Σ Pro Σ Σ Pro
sam Posi Propo sam Posi pors mp Posi pors sam Posi pors sam Posi pors
Kabupaten pel tif rsi pel tif i el tif i pel tif i pel tif i
Badung 47 12 25.5 20 5 25 20 0 0 50 0 0 54 0 0
Bangli 50 0 0 20 12 60 20 2 10 25 0 0 54 0 0
Buleleng 50 1 2 20 8 40 21 0 0 25 0 0 54 0 0
Denpasar 45 0 0 20 1 5 22 0 0 27 4 14.8 79 1 1.27
Gianyar 48 3 6.25 20 4 20 20 0 0 26 0 0 54 0 0
Jembrana 52 3 5.77 21 15 71.4 22 0 0 50 14 28 54 0 0
Karangase
m 50 3 6 29 8 27.6 20 0 0 26 0 0 54 0 0
Klungkung 50 1 2 20 7 35 20 0 0 25 0 0 54 0 0
Tabanan 47 3 6.38 30 5 16.7 21 2 9.52 51 3 5.88 54 0 0
Grand
Total 439 26 5.92 200 65 32.5 186 4 2.15 305 21 6.89 511 1 0.20

Tabel 1.
Persentase positif Deteksi Antigen (Konvensional PCR) penyakit
Jembrana di Provinsi Bali Tahun 2008-2012.
2008 2009 2010 2011 2012
Σ
sa Σ Pro Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ
mp Pos por sam Posi Prop sam Pos Prop sam Posi Prop sam Pos Prop
Kabupaten el itif si pel tif orsi pel itif orsi pel tif orsi pel itif orsi
Badung 47 12 0 20 5 20 20 0 0 50 0 0 54 0 0
Bangli 50 0 0 20 12 35 20 2 5 25 0 0 54 0 0
Buleleng 50 1 0 20 8 20 21 0 0 25 0 0 54 0 0
Denpasar 45 0 0 20 1 5 22 0 0 27 4 0 79 1 0
Gianyar 48 3 0 20 4 10 20 0 0 26 0 0 54 0 0
Jembrana 52 3 0 21 15 33.3 22 0 0 50 14 0 54 0 0
Karangasem 50 3 0 29 8 3.45 20 0 0 26 0 0 54 0 0
Klungkung 50 1 0 20 7 15 20 0 0 25 0 0 54 0 0
Tabanan 47 3 0 30 5 13.3 21 2 4.76 51 3 9.8 54 0 0
Grand
Total 439 26 0 200 65 16.5 186 4 1.08 305 21 1.64 511 1 0

Gambaran proporsi positif periode tahun 2008 – 2012 di Bali


antibodi dan antigen virus dapat dilihat pada Gambar 1 dan
Jembrana yang terdeteksi pada 2, berikut;

81
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Gambar 1.
Grafik proporsi hasil positif deteksi antibodi penyakit Jembrana
menggunakan uji ELISA pada tahun 2008 – 2012 di Bali.

Gambar 2.
Grafik proporsi hasil positif deteksi Antigen virus Jembrana menggunakan
uji Konvensional PCR pada tahun 2008 – 2012 di Bali.

82
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Dampak Positif Bebasnya desa dan sampling frame


Penyakit Jembrana di Bali kegiatan pengambilan sampel
Dampak positif dari bebasnya tahap kedua adalah desa yang
Provinsi Bali dari penyakit terdeteksi negatif pada sampling
Jembrana adalah dapat tahap pertama serta desa yang
meningkatkan produktivitas, belum di sampling. Unit sampling
meningkatkan gairah peternak desa dipilih secara sensus atau
sapi Bali, karena dengan semua desa dengan status desa
bebasnya Bali dari JD maka bebas sementara dan desa
peternak tidak hanya bisa belum disampling dilakukan
menjual sapi jantan potong tetapi pengambilan sampel dengan
juga dapat menjual sapi bibit, estimasi besaran sampel
meningkatkan pendapatan menggunakan metode detect
peternak dan pendapatan asli presence of the disease dari
daerah (PAD) Bali, mendukung Martin et al (1987). Pada tahap
program penyebaran bibit sapi ketiga, desa tertular hasil dari
Bali murni di Indonesia, sampling tahap pertama dan
mendukung program percepatan kedua dilakukan sensus dan
swasembada daging Nasional, dilakukan pengujian untuk
serta dapat menghemat devisa masing – masing ternak yang di
dalam memenuhi kebutuhan sensus. Hasil yang diperoleh
daging di dalam negeri. adalah hasil uji individual ternak
sapi Bali di desa dengan status
tertular. Berikut ini adalah
Kerangka Konsep Pembebasan Diagram program
Penyakit Jembrana di Bali Pemberantasan penyakit
Jembrana di propinsi Bali
Program pembebasan penyakit
(Gambar. 3).
Jembrana di propinsi Bali
dilakukan dalam tiga tahapan
langkah pembebasan. Langkah
pertama adalah preliminary studi,
langkah kedua merupakan survey
deteksi penyakit di tingkat desa
dan sensus tingkat individu
ternak dan tahap ketiga adalah
penghilangan ternak carrier serta
evaluasi program pembebasan.
Tahap pertama, Pengambilan
sampel ini menggunakan metode
random proporsional, dengan
Desa sebagai unit analisis Utama
dan Ternak sebagai unit analisis
sekunder. Estimasi jumlah
sampel yang di ambil di masing –
masing kabupaten dihitung
menggunakan tahapan ganda
(multistage). Unit observasi
sampling tahap kedua adalah
83
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

SurveilanceTingkat Desa 

Pos  Neg 

Desa Tertular  Desa Bebas sementara 

Survei Detect 
Disease  ngkat 
Sensus  ternak  ngkat Desa 
ternak di desa bebas 
sementara 

Pos  Neg 

desa Tertular   Pengawasan 
Sapi Posi f  Desa Bebas  Lalulintas 
Baru 

Vaksinasi / Treatment (Tes and 
Slaughter/Kompensasi dll) 

Gambar 3.
Diagram tahapan program Pemberantasan penyakit Jembrana di propinsi
Bali.

84
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Ternak sapi Bali carrier atau yang bebas sementara, sehingga tidak
terdeteksi positif antibodi terjadi penularan ulang dari desa
dan/atau virus Jembrana dengan tertular tersebut.
menggunakan uji ELISA dan
PCR penyakit Jembrana ditandai Kendala - kendala Upaya
secara individual dan selanjutnya Pemberantasan JD di Bali
dilakukan tindakan Removal / Ada beberapa kendala yang perlu
penarikan hewan carrier. mendapat perhatian secara
Pelaksanaannya dapat dilakukan serius dalam upaya program
dengan pemotongan bersyarat pemberantasan JD di Bali antara
dengan ganti rugi kepada lain :
peternak atau dengan opsi
pembelian ternak carrier oleh
pihak Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan pemerintah
setempat, yang selanjutnya di 1 Lalu - lintas Ternak.
manfaatkan sepenuhnya oleh
pihak Pemerintah Daerah Mutasi ternak antar desa,
setempat. Berdasarkan hasil kecamatan, kabupaten harus
surveilans BBVet Denpasar tahun diawasi secara ketat. Apabila
2011 dan 2012, jumlah proporsi suatu daerah sudah dinyatakan
hewan yang terdeteksi Jembrana bebas JD, tetapi kemudian
sangat kecil, sehingga asumsi kemasukan ternak carrier dari
jumlah ternak yang akan di daerah yang belum dinyatakan
remove / dieliminasi tidak terlalu bebas maka keberhasilan yang
besar. telah dicapai di suatu daerah
akan menjadi kurang berharga.
Opsi selanjutnya adalah dengan Oleh karenanya pengawasan
menggunakan program vaksinasi lalulintas ternak harus dilakukan
terhadap seluruh ternak sapi Bali secara ekstra ketat selama
di wilayah desa yang terdeteksi program pemberantasan
positif penyakit Jembrana. Hal ini berlangsung
memerlukan ketersediaan vaksin
yang JD yang berkualitas dengan 2. Rendahnya partisipasi
jumlah yang representatif. masyarakat
Pengujian terhadap efikasi vaksin
dan kemampuan vaksin untuk Hal ini terutama menyangkut
mengeliminasi potensi infeksi kesadaran /partisipasi peternak
virus JD pada ternak sapi Bali terhadap program
juga mempengaruhi keberhasilan pemberantasan misalnya dalam
program pembebasan penyakit hal pengumpulan ternak dalam
Jembrana dengan program rangka pengambilan darah dan
vaksinasi ini. Hal lain yang pemeriksaan, pengaturan
harusjuga diperhatikan adalah lalulintas ternak, kerelaannya
pembatasan atau control lalu untuk mendukung program
lintas ternak dari desa yang eliminasi/stamping out dan lain-
terdeteksi positif penyakit lain
Jembrana ke desa yang diduga

85
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

3. ketersediaan vaksin Jembrana di Provinsi Bali sangat


Jembrana Disease mungkin untuk dilaksanakan
ketersediaan vaksin Jembrana Saran
Disease yang beredar saat ini Upaya program pemberantasan
masih sangat kurang untuk JD di Provinsi Bali akan dapat
mencukupi kebutuhan nasional. terlaksana dengan baik dan
Dalam program pembebasan lancar apabila didukung dengan
Jembrana disease di Bali ini tersedianya vaksin JD yang
diperlukan lagi tambahan kuota berkualitas dengan jumlah yang
vaksin untuk jumlah yang tidak representatif. Mengingat vaksin
sedikit dan memerlukan jaminan JD yang akan dipergunakan
kualitas vaksin yang bagus dalam upaya pemberantasan JD
sehingga dapat mengeliminir di provinsi Bali adalah vaksin
keberadaan agen virus Jembrana produksi Pusat Veterinaria Farma
dalam tubuh sapi Bali. Hal ini maka disarankan untuk dilakukan
perlu kerjasama dan usaha lebih Animal Testing terhadap mutu
dari PUSVETMA sebagai institusi vaksin JD produksi Pusvetma
yang berperan sebagai produsen sehingga bisa diketahui efikasi
tunggal untuk vaksin Jembrana vaksin JD (immunogenisitas
dan BPMSOH untuk mengkaji Vaksin / kemampuan vaksin
kualitas dan efikasi vaksin untuk menimbulkan respon
tersebut sebelum dipergunakan antibodi protektif).
dalam program pembebasan
penyakit Jembrana di sapi Bali Ucapan Terimakasih
ini.
Penulis mengucapkan
4. Keterbatasan dana terimakasih kepada Seluruh
Pemberantasan JD memerlukan jajaran staf Balai Besar Veteriner
dana yang cukup besar. Semua Denpasar yang telah mengijinkan
kegiatan yang diprogramkan penulis untuk dapat
membutuhkan dana yang menggunakan data ini dan yang
berkelanjutan. tanpa tersedianya membantu secara langsung
dana yang cukup dan maupun tidak langsung sehingga
berkesinambungan maka tulisan ini dapat diselesaikan
program pemberantasan tidak dengan lancar.
akan terlaksana dengan baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas maka


dapat disimpulkan bahwa
pemberantasan penyakit

86
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

DAFTAR PUSTAKA Timur. Laporan Tahunan, Balai


Besar Veteriner Denpasar
Adiwinata, R.T., 1967. Some
informative notes on Rinderpest- Kertayadnya, G., Wilcox, G.E,
like disease on the island of Bali, Soeharsono, S., Hartaningsih, N,
Folia Veterinaria Elveka 2 : 1-6 Coolen, R.J., Cook., R.D., Collins,
M.E dan Brownli R.J. 1993.
Anonimous, 1995. .Bali cattle Characteristic of a Retrovirus
Disease Investigation Unit –Final associated with Jembrana Disease
Report. in Bali cattle. J Gen.viral 74: 1765-
1773
Agustini, NLP., Tenaya, IWM.,
Mustikawati. D,. Mayun,. K., Martin, W., Meek, A. H., dan
Mundera, N dan Ekaana., W. Willeberg, P., 1987. Principles and
Survei serologi dan epidemiologi Methods :Veterinary Epidemiology.
molekuler penyakit Jembrana di IOWA State University Press/ames.
Provinsi Bali, Laporan Tahunan, USA.
Balai Besar Veteriner Denpasar
tahun 2011 Soesanto, M., Soeharsono, S.,
Budiantono A., Sulistyana, K.,
Chadwick., B.J., Coolen, R.J., Tenaya, W.M dan Wilcox, G.E.
Wilcox, G.E., Sammuels L.M and 1990. Studies on experiment
Kertayadnya, G. 1995. Nucleotide Jembrana Disease in Bali cattle II.
sequence analysis of Jembrana Clinical signs and haematological
Disease Virus : a bovine Lentivirus changes. J. Comp. Pathol 103 : 61-
asspciated with an acute disease 71
syndrome. Journal of General
Virology 76:1637-1650 Soeharsono, S., Hartaningsih, N.,
Soetrisno, M., Kertayadnya, G and
Copland, J. 1996. Bali cattle: Wilcox, G.E. 1990. Studies on
origins in Indonesia in Jembrana experimental Jembrana Disease in
Disease and the Bovine lentivirus. Bali cattle, transmition and
ACIAR Proceeding No. 75 . pp:29- persistence of recovered cattle to
23 reinfection J, Comp Pathol 102: 49-
59
Darmadja, D. 1981. Masalah
peningkatan potensi produksi Soeharsono, S,. Putra, A.A.,
ternak sapi di Indonesia. Presentasi Hartaningsih, N., Sulistyana, K.,
Pengukuhan Guru Besar dalam Tenaya, M. and Wilcox., G.E. 1996.
Ilmu produksi Ternak Universitas The transmission and Persistance
Udayana of bJembrana Disease Virus in Bali
cattle. In Wilcox., G.E.,
Dharma, DMN., Budiantono, A., Soeharsono, S., Dharma, DMN.,
Campell, R.S.F and Ladds, P.W. Copland., J.W. 1997. 75: 76-78
1991. Studies on Experimental
Jembrana Disease in Bali cattle. J. Wiryosuhanto, S. 1996. Bali cattle
Comparative Pathol 105 : 397- 414 Their Economic importance in
Indonesia. ACIAR Proceeding 75:
Hartaningsih, N. 2005. Investigasi 34
penyakit Jembrana di Kalimantan

87
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

STUDI IN VITRO DAN IN VIVO VIRUS PENYAKIT JEMBRANA

(In vitro and In vivo studies of Jembrana Disease Virus)

I Wayan Masa Tenaya

Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Dari studi pathogenesis virus penyakit Jembrana (VPJ) diketahui bahwa VPJ
hanya menyerang sel sel B sapi Bali dimana virus berkembang biak,
sebagai sel target. Diperlukan upaya untuk menumbuhkan sel sel B tersebut
sebagai upaya pembuatan vaksin. Dengan cara in vitro virus tersebut
ditumbuhkan pada sel sel B yang telah di immortalized dengan Epstein Bars
Virus (EBV) sehingga dapat bertahan hidup lama. Immortalized cells
tersebut kemudian diinfeksi dengan VPJ agar dapat beradaptasi menjadi
tidak ganas namun masih mampu menimbulkan antibodi, sebagai bahan
vaksin. Percobaan inokulasi sapi dilakukan dengan menginfeksi 4 ekor sapi,
dimana 2 ekor disuntik dengan VPJ yang sudah diadaptasikan, 1 ekor
disuntik dengan suspensi limpa 10% yang disiapkan dari sapi terinfeksi VPJ
sebelumnya yang telah lama disimpan pada suhu -80o C (kontrol positif), dan
1 ekor disuntik dengan media tissue culture tanpa VPJ (kontrol negatif).
Pengamatan gejala klinis, patologi dan histopatologi dilakukan setiap hari
samapi hewan dibunuh. Hasil studi ini menunjukkan bahwa 7 bulan setelah
Immortalized cells diinfeksi dengan VPJ, sel sel tersebut mengalami sedikit
penurunan populasi dan tidak ditemukan adanya Cytopatic effect (CPE).
Semua sapi yang diinfeksi dengan media tissue culture yang berisi VPJ
menunjukan gejala klinis penyakit Jembrana yang ringan. Gejala klinis yang
ringan juga ditunjukan oleh sapi kontrol positif namun kontrol hewan negatif
tetap normal sampai di bunuh. Hasil pemeriksaan histologis menunjukan
bahwa jaringan limpa dan paru paru yang diambil dari sapi yang diinfeksi
dengan VPJ yang diadaptasikan dan dari suspensi limpa tersebut diatas
juga hanya menunjukan gambaran khas penyakit Jembrana yang ringan.
Hasil studi ini menunjukan bahwa sel sel B sapi Bali dapat dipertahankan
hidupnya secara in vitro dan VPJ dapat diadaptasikan di dalam sel sel
tersebut sampai umur 7 bulan. Gejala klinis ringan pada sapi setelah
disuntik dengan VPJ yang diadaptasikan membuktikan bahwa VPJ dapat di
tumbuhkan secara tissue culture walaupun tingkat keganasannya masih
ada. Penelitian lanjutan sangat diperlukan untuk meneruskan adaptasi VPJ
ini di tissue culture sampai mendapat VPJ yang betul betul tidak ganas tetapi
mampu menimbulkan kekebalan, sebagai bahan vaksin untuk mengatasi
penyakit Jembrana di Indonesia.

Kata Kunci: Epstein Bars Virus, Tissue culture, penyakit Jembrana, in vitro,
Immortalized cells

88
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

ABSTRACT

Previously it was reported that pathogenesis study of Jembrana disease


virus (JDV) in Bali cattle has indicated, the virus only targets mature B-cells
for their replication. It was required to immortalize the cells in vitro by
infecting them with Epstein Bars Virus (EBV). The immortalized B-cells were
then infected with JDV for virus adaptation, to provide attenuated JDV for a
vaccine. After 7 months adaptation of JDV in the immortalized B-cells, the
cells showed a reduction in their population although no contamination was
detected. In vivo confirmation of this study was using 4 susceptible Bali
Cattle: 2 of them were inoculated using tissue culture supernatant contained
the adapted JDV, 1 was infected with a ten percent suspension of JDV-
infected spleen tissue that had been stored in -80o C (positive control) and 1
was inoculated with tissue culture supernatant contained no JDV (negative
control). Clinical signs, gross-pathological and histopathological changes
were observed until the experimental animals were killed. This study has
indicated that 7 after adaptation, the Immortalized cells infected with JDV
showed a slight reduction in their population although no contamination was
detected and showing no Cytopatic effect (CPE). All animals infected with
the adapted JDV produced mild clinical signs of JDV infection. These
symptoms were also produced by positive control animals but the negative
control animal remained normal until it was killed. Histological examination
of spleen and lungs prepared from the animals infected with both infected
tissue culture supernatant and the JDV-infected spleen tissue also showed
mild picture of JDV infection. In conclusion, this study has indicated that
mature B-cells of Bali cattle could be immortalized by using EBV, and JDV
could be adapted in them up to 7 months when the experiment was
terminated. The mild clinical symptoms of JDV infection that were produced
by animals infected with the adapted JDV have indicated that the virus could
be maintained in vitro, although the virus to a certain degree was still
infectious. Further works are required to continuously culture the adapted
JDV until fully attenuated JDV is gained for a safety vaccine to control JDV
infection in Indonesia.

Key words: Epstein Bars Virus, Tissue culture, penyakit Jembrana, in vitro,
Immortalized cells

INTRODUCTION only infect mature B-cells of Bali


cattle as target cells (Moira et al,
2010). The infection of the mature
Jembrana disease virus (JDV) is a
B-cells that responsible for
lentivirus that causes an acutely
producing antibodies in majority of
pathogenic disease with about
the non-JDV infection were further
20% case fatality rate in Bali cattle.
confirmed by the reduction of
So far no ideal vaccine has been
these cells during the acute stage
available to control the disease.
of JDV infection using flow
Recently JDV has been known to
89
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

cytometric analysis, although the potency of the virus in causing


cellular immunity was considered no typical disease but are able
responsible in the recovery to promote the production of
process of JD (Tenata, I.W.M et al
neutralizing antibodies.
2012). It was proposed to culture
these cells, infected them with JDV
for providing an attenuated JDV METERIAL AND METHODS
for praparing a tissue culture
vaccine to control JDV infection in Sample collections
Bali cattle in Indonesia. There
were three objectives of research Two Bali cattle (Fig.1) originated
to be gained: from Nusa Penida Island, a free
JD island adjacent to Bali were
a. Isolation and immortalization of used at this stage of research. For
mature bovine-B cells originated providing normal lymphocytes from
from peripheral blood and naive peripheral blood and the bone
B-cells originated from born marrow, one cattle was firstly
bleed for collecting blood samples
marrow in vitro using Epstein
using EDTA tube (Fig.2) then killed
Bars Virus (EBV), a human to confirm if the animal was
melanoma virus which known to pathologically normal by observing
immortalize human B-cells in the spleen (Fig 3) and to collect
vitro. the bone marrow to prepare
b. Adaptation of Jembrana normal-naive lymphocytes (Fig.4).
Another one was infected with JDV
disease virus in the adapted B-
to propagate the virus in vivo
cells, with the main target to before being used to infect the
prepare an attenuated virus. adapted cells.
c. Inoculation of the attenuated
virus into susceptible Bali cattle,
to check the safety and the

Figures: 1 & 2
1.Two normal Bali cattle used in the study; .2. An animal was used as source
of blood sample for lymphocytes.

90
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Figures: 3.
Pathological observation showed that the animal was normal indicated by a
normal spleen (pointed) and without any hemorrhagic; 4. Bone marrow
(pointed) as a source of normal naive lymphocytes was collected freshly.
streptomycin sulfate and 25 µg
Amphoterine B ml-1 .
a. Isolation and
immortalization of mature Isolation of lymphocytes from the
bovine-B cells bone marrow was similar to that
Lymphocytes from both the blood from blood samples with a little
and bone marrow were isolated modification. The tissues should
using ficoll gradient centrifugation firstly be cut into small pieces to
with a standard method. The blood separate it from connective
samples were firstly centrifuged at tissues, crushed until homogenous
3000 rpm (1000xg) for 30 minutes blood like suspension was
at 40C. The plasma from the obtained before being centrifuged
supernatant was aspirated, and a to harvest the buffy coat.
white layer containing buffy coat
was carefully collected and diluted Both lymphocytes prepared from
with RMPI base medium (the buffy peripheral blood and the bone
coat from 10 ml whole blood was marrow were grown in vitro using a
diluted with 3 ml of RPMI base method adapted from The Perth
medium). The buffy coat Royal Hospital manual for growing
suspension was then overlay very human lymphocytes, with a slight
carefully on top of 6 ml of ficolll in modification. To culture the cells,
a 10 ml sterile tube, before being 0.5 ml of lymphocytes suspension
centrifuged at 3000 rpm (1000xg) was mixed with 0.5 ml of Epstein
for 30 minutes. The purified buffy Bars Virus (EBV), a human
coat was then collected and carcinoma virus that was kindly
washed twice using the medium by provided by the Perth Royal
centrifuging the cells, and the cell Hospital Australia and put in a 12
pellets was diluted to get 5 x 107 wells tissue culture plates (NUNC).
cells per ml with a complete RPMI A 2.5 ml of complete RPMI
medium supplemented with a 10% medium was then added into the
foetal calf serum (FCS), 200 IU suspension followed by 0.5 ml of
penicillin-G ml-1 and 200 µg ml-1 Bacto Phytohemagglutinin P
(PHA) P and incubated at 370C
91
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

with 7% CO2 for three days. On well of 12 wells plate and


the third day of incubation, 1 ml of incubated for 30 minutes for viral
complete RPMI medium was absorption. The infected
added and returned to incubator lymphocytes were then transferred
for another 5 days. Finally the into a new 25 cm flash with the
culture was transferred into a addition of 7 ml of complete RPMI
bigger container, a 25 cm tissue medium before being incubated.
culture flash incubated with the The infected lymphocytes were
same manner, cells were observed observed daily to check any
daily for the presence of cytophatic effect (CPE), and
multiplication of the cells. When continuously grown up to 7
the cells population was very solid, months.
they were sub-cultured by splitting
them into new flash and keep until c. Inoculation of the
several weeks. Negative control attenuated virus into
culture for both lymphocytes susceptible Bali cattle.
originated from blood and the
The aim of this work was to check
bone marrow were made with the
the safety or the infectivity of the
similar procedure without the
adapted virus in causing no typical
addition of EBV.
disease but are able to promote
the production of neutralizing
b. Adaptation of Jembrana antibodies. This was done by
disease virus in the adapted inoculating the adapted virus into
B-cells. susceptible animals. Four
One cattle was inoculated with susceptible animals were used in
10% of JDV-infected spleen this study, two of them were
suspenssion that had been stored inoculated intravenously with 1 ml
at -80oC. One week after the initial of undiluted tissue culture
infection, the infected cattle supernatant from the longest
showed typical signs of Jembrana period of JDV cultures (showed in
disease and 1 tube of blood was Figure 9), one was inoculated
collected using EDTA tube. The intravenously with 1 ml of 10%
blood sample was centrifuged at suspension of a JDV-infected
3000 rpm (1000xg) for 30 minutes spleen tissue that had been stored
at 40C. The plasma was collected in -80o C (positive control), and
and a dilution of 10-3 per ml was one was infected intravenously
made with complete RPMI filtered with 1 ml of sterile control tissue
with 0.220 nm filter and used as culture media (negative control).
viral inoculums to infect the
culture. Lymphocytes culture with RESULTS
a long time passages were then
inoculated with the inoculums The Immortalization of
containing JDV, using a standard lymphocytes with EBV seemed to
method. Firstly, the lymphocytes have a certain degree of
were collected from the flash by immortalization compared to the
centrifuging them as above, the negative control culture those
cell pellets then diluted with 1 ml of without EBV. However
the provided inoculums, put in a lymphocytes prepared from the
92
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

bone marrow showed a higher contrast, majority of the negative


degree of survival than those from control lymphocytes prepared from
peripheral blood. The immortalized the same tissue died in less than 2
lymphocytes could be maintained months of cultivation, although big
and grew well up to 4 months after number of unexpected
infection, indicated by a huge monocytes/macraphages like cells
population of homogenous- dominated the cells population
lymphocyte like cells (Fig 5). In (Fig 6).

Lymphocytes cultures photographed from the 25 cm flash. Figure, 5. Lymphocytes


prepared from bone marrow up to 4 months post infection with EBV, showing a very
dense cell population with similar form (40x magnification); 6. Lymphocytes culture
without EBV, showing a very small number of lymphocytes that grew but many of
monocyte/macrophages like cells indicated by big cells with non-circular
morphological images (40x magnification).

In order to confirm the staining showed that majority of


morphological identity of the the cells were similar to B-cells,
densely lymphocytes population, a having abundant cytoplasm and
cell suspension was made using small nuclei that are not found in
the culture and stained with other cells types (Fig. 7).
Giemsa in a glass slide. The

Figure 7.
A suspension of immortalized lymphocytes stained with Giemsa, showing a
typical morphology of B cells, abundant cytoplasm with relatively small nuclei
(arrowed) (100x magnification).
93
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

EBV-infected lymphocytes culture A preliminary infection of the EBV-


prepared from peripheral blood infected lymphocytes culture
showing a low survival, until few (immortalized cells) of the bone
weeks post infection although to a marrow origin with an infectious
certain degree it was higher than JDV killed about 50% of the
the control culture, those without infected cells (Fig. 8), but the
EBV. In both the culture, negative un-JDV infected cells
monocyte/macrophages like cells remained normal until the
occupied majority of the cells experiment was terminated.
population that was similar to that However some of the immortalized
found in the negative control cells were keep for further
lymphocytes of the bone marrow passages.
origin (data not shown).

Figure 8.
Infection of immortalized cells with JDV killed about 50% of the cells
indicated by many of clumping-died cells beside some of life cells with
similar morphology to B cells (pointed) (100x magnification).

It was not known yet if the adapted similar to those animals infected
virus was still infectious or they with the 10% suspension of a JDV-
had already attenuated after a infected spleen tissue. However
long period of adaptation, before the control animals remained
JDV was infected into susceptible normal or showed no typical
cattle. No other test such as PCR clinical signs of JD until the
was conducted to conform the experiment were terminated.
presence of JDV in the culture, Pathological observation of the
due to time limitation. three animals that were infected
with the infectious agents were
The two animals that had been
also showed mild histological
inoculated with the undiluted
lesions (Fig. 9 and Fig. 10).
tissue culture supernatant from the
Further the control animal showed
longest period of JDV cultures
normal pathological findings (Data
showed only mild clinical
symptoms of JD which were not shown).

94
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Figure 9.
A representative of spleen tissue originated from the two animals infected
with tissue culture supernatant killed one week after infection (left) and a
representative of spleen tissue originated from the two animals infected with
10% suspension of a JDV-infected spleen tissue (right). Note that follicular
system of the spleen (a lymphoid organ) of the two samples showed mild
atrophy, these feature are characteristic for JDV infections (Arrowed).
Stained with HE (40x)

Figure 10.
A representative of lungs originated from the two animals infected with tissue
culture supernatant killed one week after infection (left) and a representative
of lungs originated from the two animals infected with 10% suspension of a
JDV-infected spleen tissue (right). Note that mild infiltration of macrophages
in the alveoli septa (leucostasis), indicating a characteristic feature of JDV
infection (Arrowed). Stained with HE (40x).

DISCUSSION adaptation of JDV in Bali cattle.


The isolation and immortalization
This was the first small research of the bovine B-lymphocytes
reported associated with in vitro prepared from Bali cattle are very
and in vivo studies regarding the crucial for providing a tissue

95
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

culture system as these cells origin. In this study, the


were reported to be the target lymphocytes could be maintained
cells of JDV (Moira Desport et al up to 4 months after the initial
2010). However there is no a infection with EBV but it is not
suitable protocol in how to known until when?. The
immortalize the cells in vitro as preliminary infection of the
generally lymphocytes have a immortalized cells with JDV killed
very short life span in tissue about a half of the infected cells.
culture system. In human This may due to the viral dose
medical, it was suggested that used was considered quite high
human Epstein Bar Virus (EBV) and adaptation process between
could be used to immortalize B- JDV and the immortalized cells
lymphocytes, but T-cells or other need to be more investigated. In
cells types, by infecting them with conclusion, this stage of study
the virus. However, such could provide an early important
information has not yet available information that the bovine B-
in veterinary medicines. It was lymphocytes from the bone
assumed that bovine B- marrow could be immortalized to
lymphocytes but not T- a certain degree with EBV.
lymphocytes could also be Further work is under way to
immortalized with the virus. continuously culture the
immortalized B-lymphocytes and
Immortalization of lymphocytes to adapt JDV in the cells to get an
from the bone marrow seemed to attenuated JDV that will be used
be more feasible than those of for a vaccine trial.
the peripheral blood origin for
providing a source of cells line for Inoculation of the adapted JDV in
the study of Jembrana disease. two susceptible animals showed
The reason for this was unclear. mild clinical signs and
The only possible explanation pathological/histological features
was that the naive lymphocytes in of Jembrana disease. The
the bone marrow may more selection of spleen and the lungs
productive and more sensitive used in this study was based on
against many foreign antigens, the previous studies that these
because they do not pass the two organs are characteristic
thymus yet associated with their target organs of JDV infection. In
maturation and selection process. the spleen, a characteristic
In contrast, the mature finding was the
lymphocytes from peripheral depletion/attenuation of follicular
blood are considered to have a system associated with the
shorter life span and less infection of B-cells with JDV and
sensitive. Further, the the reduction of B-cells in the
immortalization method used in circulating blood during acute
this study could provide a pure B- infection of Jembrana disease
lymphocytes population which is (Masa Tenaya, 2012., Moira
the main target of this study Desport, 2009). This result
although EBV in bovine may less confirmed that the JDV that had
suitable than those of human been cultured for about 7 months

96
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

was not fully attenuated in the until an attenuated JDV is gained


adapted B-cells, and they still for a vaccine. Confirmation of
infectious in a certain degree. JDV-infected cells are also
However, this study has provided important to be done using PCR
a good indication that JDV could test to confirm the presence of
be maintained in the cells system, JDV in the culture.
and therefore a longer time may
be required to get a fully ACKNOLEDGEMENTS
attenuated JDV for a vaccine.
However, the positive control We would like to thank the
animals that was infected with the Australian Government via
10% of spleen tissue suspension ACIAR Project (AS1/2000/029,
originated from a JDV-infected Contract Number C2011/099) for
animal also showed a similar mild providing the fund for this work.
symptom of JD to that of the
animals infected with tissue
culture supernatant. This
condition may be associated with
the quality of the spleen and the REFERENCES
survival of JDV that had been
stored in -80o C for a long time Desport, M. a, I.W. Masa Tenaya
without any re-freshmen, and a,b, Alexander McLachlan a,1,
therefore in future a new JDV- Tegan J. McNab a, Judhi
infected spleen from field cases is Rachmat a,2, Nining Hartaningsih
required and stored in liquid b, Graham E. Wilcox (2010). In
nitrogen. vivo infection of IgG-containing
cells by Jembrana disease virus
CONCLUSION AND during acute infection. Virology
RECOMMENDATIONS 393: 221–227

The adaptation of JDV in tissue Tenaya, I.W.M, Kathy Heel,


culture system could provide Philip A. Stumbles and G.E
information that JDV could be Wilcox (2012). Flow Cytometric
maintained in tissue culture analysis of lymphocyte subset
system using adapted B-cells kinetics in Bali cattle
with EBV up to 7 months, experimentally infected with
although the adapted virus was Jembrana disease virus.
still infectious. Further works are Veterinary Immunology and
required to further culture JDV Immunity 149: 167-176

97
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

RABIES PADA HEWAN DI PROVINSI BALI


TAHUN 2008-2012
(Rabies in Animals in Bali Province from 2008-2012)

I. K. E. Supartika, I. K. Wirata,. I. G. J. Uliantara dan I. K. Diarmita

Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Provinsi Bali dinyatakan secara resmi tertular rabies pada tanggal 1


Desember 2008 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor:
1637.1/2008. Kasus-kasus rabies terus berlanjut dan tidak hanya
menginfeksi anjing tetapi juga menginfeksi hewan lain seperti: sapi, babi,
kambing, dan kucing. Pada periode tahun 2008-2012 jumlah sampel yang
diperiksa Balai Besar Veteriner Denpasar sebanyak 5.304 sampel.
Sampel diuji dengan fluorescence antibody technique (FAT) dan
pemeriksaan histopatologi. Jumlah sampel positif rabies sebanyak 672
sampel, terdiri dari kasus positif pada anjing sebanyak 12,52%(664/5.304)
kasus, sapi 0,06%(3/5.304) kasus, babi 0,04% (2/5.304) kasus, kucing
0,04% (2/5.304) kasus dan kambing 0,02% (1/5.304) kasus. Ada
sebanyak 0,04%(2/5.304) sampel otak kelelawar dan 0,02%(1/5.304)
sampel otak monyet ekor panjang diuji dengan FAT namun hasilnya
negative rabies. Pada pemeriksaan histopatologi, benda-benda inklusi
ditemukan pada sel-sel saraf serebrum, serebelum, batang otak serta
hipokampus. Data epidemiologi rabies Bali menunjukkan bahwa anjing
masih merupakan hewan penular rabies utama pada hewan di Provinsi
Bali. Data sampai dengan tahun 2012 belum ada hewan liar positif rabies
dan berperan dalam penularan rabies di wilayah Provinsi Bali.

Kata kunci: rabies, hewan, FAT, kasus, histopatologi, Bali.

ABSTRACT

Bali has been declared as rabies contaminated region based on The


Ministry of Agricultural Act No. 1637.1/2008, December 1, 2008. Rabies
cases were not only founded in dog but also it spread to other animals
such as: cattle, pigs, goat and cats. During the period of 2008-2012 total
samples tested by Balai Besar Veteriner Denpasar were 5.304 samples.
All of the samples were tested using fluorescence antibody technique
(FAT) and examined histopathologically. Total of positive samples tested
with FAT were 672 including 12,52%(664/5.304) dogs, 0,06%(3/5.304)
cattle, 0,04%(2/5.304) pigs, 0,04%(2/5.304) cats and 0,02%(1/5.304) goat
respectively. There were 0,04% (2/5.304) brain samples of bat and 0,02%
(1/5304) brain sample of long tail of macaque examined with FAT,
however all of its negative rabies..Histopathologicaly, inclusion bodies

98
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

were found in cerebrum, cerebellum, brain steam and hypocampus. Based


on the data Bali rabies, up to now dog has a main role to transmit rabies to
other animals. In Bali, until 2012 there were not wild animals’ which were
positively rabies which transmitted rabies to other animals.

Keywords: rabies, animals, FAT, cases, histopathology, Bali.

PENDAHULUAN leptomeningen dan pada bagian


perenkim serebrum, serebellum,
Rabies merupakan penyakit viral hipokampus, batang otak dengan
zoonosis akut disebabkan oleh lesi berupa perivascular cuffing
Lyssavirus dari keluarga dengan infiltrat sel-sel
Rabdoviridae (Murphy et al., mononuklear serta akumulasi sel-
2009; Fischer et al., 2013). Virus sel mikroglia (Babes’ nodules)
rabies menyebar terutama lewat (Jackson, 2000). Benda-benda
gigitan selanjutnya menginfeksi inklusi intrasitoplasmik sering
sel-sel saraf pusat dan pada ditemukan pada sel-sel saraf
akhirnya menginfeksi kelenjar pada beberapa bagian otak
ludah (Carrieri et al., 2006; (Hamir et al., 1992) .
Sullivan, 1985). Di negara-negara
berkembang seperti Asia dan Rabies pertama kali dilaporkan di
Afrika termasuk di Indonesia, Provinsi Bali pada akhir tahun
anjing merupakan hewan penular 2008 (Supartika et al., 2009;
utama rabies pada hewan dan Susilawathi et al., 2012; Putra et
manusia (Akoso, 2007; Banyard al., 2013) dan sudah tersebar di
et al., 2013). Gejala klinis hewan seluruh kabupaten/kota di
tertular rabies bervariasi. Pada Provinsi Bali. Usaha pencegahan
anjing perilakunya sangat agresif, dan pengendalian rabies di
menggigit, hipersalivasi, Provinsi Bali telah banyak
melolong, laringeal paralisis dilakukan melalui vaksinasi masal
sedangkan pada kucing ditandai secara serentak dan eliminasi
dengan perubahan perilaku, suka selektif terhadap hewan penular
bersembunyi di tempat gelap, rabies terutama anjing tidak
agresif, gemetar, inkoordinasi, berpemilik, namun demikian
paralisa (Bowen and Lowing, kasus rabies masing sering
2000) Pada sapi gejala klinis terjadi pada daerah yang
utama adalah hipersalivasi, cakupan vaksinasinya masih di
agresif, paringeal paralisis bawah 70%.gan.
(Hudson et al., 1996; Supartika et
al., 2009; Setiaji dan Wirata, Pada tulisan ini disajikan kasus
2010). Pada pemeriksaan rabies pada hewan di Provinsi
histopatologi, virus rabies Bali dengan maksud untuk
menimbulkan peradangan yang memberikan gambaran klinis dan
bersifat progresif. Sel-sel radang patologi kasus lapangan rabies
sering ditemukan pada

99
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

pada hewan yang terjadi dari mikroskup fluorescence. Sel-sel


tahun 2008-2012 neuron terinfeksi virus rabies
ditandai dengan pendaran warna
hijau magenta.
MATERI DAN METODE
Untuk pemeriksaan histopatologi,
Data Kejadian Rabies Pada setelah sampel otak difiksasi
Hewan di Provinsi Bali Tahun dengan 10% buffer fosfat netral
2008-2012. selama 24 jam, jaringan otak
Data tentang kejadian rabies didehidrasi dengan alkohol
pada hewan yang terjadi di konsentrasi meningkat dalam
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tissue processor. Embeding
didasarkan pada sampel yang dilakukan menggunakan
masuk ke Balai Besar Veteriner paraplast. Jaringan dipotong
Denpasar yang berupa hasil dengan menggunakan mikrotum
investigasi balai, sampel berasal dengan ketebalan 5 mikron
dari instansi pemerintah, dokter selanjutnya diwarani dengan
hewan praktek, pemilik hewan, pewarnaan rutin hematoksilin &
atau orang/keluarga yang eosin (H&E)
mengalami gigitan. Spesimen
diterima di bagian Epidemiologi, HASIL
disimpan dalam refrigerator suhu
+4oC didistribusikan ke Jumlah sampel otak yang
Laboratorium Patologi untuk diperiksa dan diuji di
selanjutnya diperiksa dalam Laboratorium Patologi, Balai
jangka waktu 48 jam. Sampel Besar Veteriner Denpasar dari
otak diuji menggunalan prosedur tahun 2008-2012 sebanyak 5.304
standar FAT dan pemeriksaan sampel. Jumlah sampel yang
histopatologi. positif rabies ada sebanyak 672
sampel. (Grafik 1; Tabel 1).
Pengujian Laboratorium Jumlah sampel positif rabies
Preparat apus otak setelah meningkat dari tahun 2008, dan
dikeringkan dalam suhu ruangan mencapai puncaknya pada tahun
difiksasi dengan aseton pada 2010, selanjutnya menurun pada
suhu -20oC selama 30 menit. tahun 2011 dan meningkat
Setelah dikeringkan pada suhu kembali pada tahun 2012. Jenis
ruangan preparat digenangi hewan positif rabies antara lain:
dengan konjugat anti-rabies (Bio- anjing (12,52%), sapi (0,06%),
Rad), ditaruh pada cawan petri kucing (0,04%), babi (0,04%) dan
yang beralaskan kertas tissue kambing (0,02%) (Tabel 1; Grafik
basah, kemudian dimasukkan ke 2). Kasus rabies pada hewan
dalam incubator suhu 37oC kebanyakan terjadi pada tahun
selama 30 menit. Preparat dicuci 2010. Data hasil investigasi di
dengan PBS pH 7,2 sebanyak 3 lapangan menunjukkan bahwa
kali dalam interval waktu 5 menit. hewan yang tertular rabies
Preparat ditetesi larutan mounting kebanyak akibat adanya riwayat
serta ditutup dengan cover slip. gigitan anjing seperti yang terjadi
Preparat diperiksa dibawah pada kasus rabies pada sapi di

100
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

desa Biaung, Penebel, Tabanan, (Gambar 2). Pada pemeriksaan


Provinsi Bali (Gambar 1). histopatologi benda-benda inklusi
ditemukan pada sel-sel neuron
Hasil uji FAT menunjukkan sel- serebelum, serebrum, batang
sel saraf yang terinfeksi virus otak dan hipokampus (Gambar 3
rabies ditandai dengan adanya dan 4).
pendaran warna hijau magenta

Grafik 1.
Jumlah sampel yang diuji serta sampel positif rabies pada hewan di
Provinsi Bali dari tahun 2008-2012

101
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 1.
Jenis hewan dan jumlah sampel yang diuji serta sampel positif rabies
pada hewan di Provinsi Bali periode tahun 2008-2012.

Jenis Positif Negatif


No Jumlah Prosentase
Hewan Rabies Rabies
1 Anjing 664 4.614 5.278 12,52
2 Kucing 2 12 14 0,04
3 Sapi 3 3 6 0,06
4 Monyet 0 1 1 0,00
5 Babi 2 0 2 0,04
6 Kambing 1 0 1 0,02
7 Kelelawar 0 2 2 0,00
672 4.632 5.304 12,67

Grafik 2.
Jumlah sampel dan jenis hewan tertular rabies di Provinsi Bali dari tahun
2008-2012

102
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

1 2

3 4

Gambar (1). Bekas gigitan pada leher kasus rabies menyerang sapi Bali
(tanda panah), (2) Sampel positif rabies ditandai dengan adanya pendaran
fluorescence berwarna hijau magenta pada sel-sel neuron terinfeksi virus
rabies, (3) dan (4) benda inklusi virus rabies intrasitoplasmik ditemukan
pada sel-sel saraf serebelum dan hipokampus (tanda panah).

PEMBAHASAN secara historis bebas rabies,


pada akhir tahun 2008 menjadi
Penyakit Rabies bersifat endemis daerah tertular rabies dengan
di Indonesia dan ada ditemukan adanya kasus rabies
kecendrungan jumlah daerah pada manusia dan anjing.
tertular semakin meningkat (Putra Jumlah sampel otak yang
et al., 2009). Provinsi Bali yang diperiksa di Balai Besar Veteriner

103
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Denpasar dari tahun 2008 Provinsi Bali diubah yakni dengan


sampai dengan 2012 berjumlah melakukan vaksinasi masal
5.304 sampel. Jumlah sampel serentak di seluruh
yang diperiksa dan positif rabies kabupaten/kota dan melakukan
terus meningkat dari tahun ke eliminasi anjing secara selektif
tahun dan mencapai puncaknya dan terbatas. Hasilnya, kasus
pada tahun 2010 selanjutnya rabies menurun pada tahun 2011,
menurun pada tahun 2012 dan dan terjadi sedikit peningkatan
meningkat kembali tahun 2012 kasus pada tahun 2012,
(Grafik 1). Pada awal terjadinya terutama pada daerah terpencil
kasus rabies di Bali, pemerintah dengan cakupan vaksinasi di
daerah Bali melakukan program bawah 70%.
pengendalian rabies dengan
melakukan vaksinasi masal Pada tahun 2010 jumlah kasus
menggunakan vaksin produk rabies pada anjing mencapai
lokal yang memerlukan vaksinasi puncaknya yaitu sebanyak 369
ulangan (booster) tiga bulan kasus (Grafik 2), dan pada tahun
berikutnya dan terbatas pada yang sama terjadi kasus rabies
daerah yang tertular rabies yaitu pada: sapi (0,06%), kucing
Kabupaten Badung dan Kota (0,04%), babi (0,04%) dan
Denpasar serta melakukan kambing (0,02%) (Tabel 1 dan
eliminasi masal pada anjing tidak Grafik 2). Rabies pada sapi
berpemilik. Program tersebut dilaporkan di Kabupaten
belum mampu mengendalikan Tabanan, Jembrana dan Bangli,
penyebaran rabies ke daerah- pada kucing dilaporkan di
daerah lainnya. Banyak kendala Kabupaten Tabanan dan Kota
dihadapi di lapangan dalam Denpasar, pada babi dilaporkan
melakukan vaksinasi ulang di Kabupaten Tabanan dan
setelah 3 bulan paska vaksinasi, Buleleng, dan pada kambing
bahwa anjing sangat sulit terjadi di Kabupaten Buleleng.
ditangkap dan dipegang, sebagai Hewan-hewan yang tertular
dampaknya hasil cakupan rabies tersebut semuanya
vaksinasi masal bulan Desember mempunyai riwayat digigit anjing
sampai dengan Pebruari 2009 dengan menunjukkan gejala klinis
hanya mencapai sekitar 45%, bervariasi. Pada pengamatan
masih jauh dari target cakupan kasus rabies di lapangan, anjing
vaksinasi 70% dari estimasi tertular rabies nampak agresif,
populasi anjing (Putra et al., sempoyongan, menggigit segala
2009; Setiaji dan Agustini, 2011). benda yang ada disekitarnya,
Untuk menghidari eliminasi, bersembunyi pada tempat gelap.
pemilik anjing memindahkan Pada sapi ditandai dengan
anjingnya yang kemungkinan hipersalivasi, mengembek terus-
dalam masa inkubasi ke daerah menerus, tidak tenang serta suka
lain. Hal ini tentunya juga berontak. Pada babi ditandai
berdampak pada penyebaran dengan gemetar, sempoyongan,
rabies ke daerah lain di Bali. agak galak, keluar busa dari
Mulai bulan Oktober 2010, mulut, Pada kucing nampak lebih
strategi pengendalian rabies di agresif. Pada kambing:

104
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

mengembek terus menerus, tidak benda-benda inklusi yang bersifat


tenang, makan tanah serta intrasitoplasmik pada sel-sel
hipersalivasi, saraf terinfeksi virus rabies
(Lahaye et al., 2009).
Kejadian rabies pada berbagai Keberadaan Negri bodi sangat
hewan tidak merupakan hal baru tergantung pada spesies hewan
pada daerah tertular rabies. Di yang terinfeksi virus rabies
Indonesia, kasus rabies pada (Hamir et al., 1996)
sapi dan kambing pernah
dilaporkan di Sumatra Barat,
Jambi dan Riau (Ginting, 1979;
Soenardi, 1985; Syibli dan KESIMPULAN DAN SARAN
Daniel, 1995), Sumatra Selatan
(Ginting, 1979), Sumatra Utara Kesimpulan:
(Suhirjan dkk, 1984). Rabies 1. Kejadian kasus rabies di
pada babi pernah dilaporkan di Provinsi Bali dari tahun 2008
Sumatra Barat dan Kalimantan sampai dengan 2012
(Akoso, 2011). Anjing rabies berfluktuasi. Pada awal
perilakunya sangat agresif, terjadinya rabies akhir tahun
gentayangan berjalan tanpa arah, 2008 ada 9 kasus, tahun
dan menggigit setiap objek yang 2009 ada 79 kasus, dan
bergerak (Akoso, 2011). Anjing mencapai puncaknya pada
rabies masih mampu menjangkau tahun 2010 terdapat 375
dan menggigit babi yang kasus, selanjutnya kasus
dikandangkan seperti pada kasus menurunan tahun 2011 yaitu
rabies pada babi yang terjadi di 90 kasus dan kasus
Desa Bongan, Kecamatan meningkat kembali pada
Tabanan, Kabupaten Tabanan, tahun 2012 yaitu 119 kasus.
Bali. Sampai saat ini belum ada 2. Anjing masih merupakan
hewan liar tertular rabies. Dari hewan penular rabies utama
dua ekor kelelawar dan satu ekor di Provinsi Bali. Dari 672
monyet ekor panjang yang di kasus rabies pada hewan di
periksa di Laboratorium Patologi, Bali semuanya ditularkan
Balai Besar Veteriner Denpasar , oleh anjing rabies.
semuanya negatif rabies. 3. Rabies telah menular ke
hewan lain seperti: sapi, babi,
Gambaran histopatologi hewan kucing dan kambing.
yang tertular rabies di Provinsi 4. Belum ditemukan adanya
Bali dari tahun 2008-2012 hampir hewan liar tertular rabies dan
mirip. Pada pemeriksaan berperan dalam penularan
histopatologi, peri vaskulitis rabies ke hewan lain maupun
dengan infiltrasi sel-sel limfosit manusia.
serta benda-benda inklusi
intrasitoplasmik ditemukan pada
sel-sel saraf serebrum,
serebelum, batang otak, serta
hipokampus. Virus rabies mampu
menginduksi terbentuknya

105
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Saran-saran:
1. Lakukan vaksinasi massal
serentak dan terpadu dengan UCAPAN TERIMA KASIH
cakupan vaksinasi lebih dari
70% di seluruh Ucapan terima kasih disampaikan
kabupaten/kota yang ada di kepada Bapak Kepala Balai
Bali. Besar Veteriner Denpasar atas
2. Lakukan elimansi selektif dan dorongan moril dalam penulisan
mengacu pada prinsip-prinsip makalah ini. Penulis juga
kesejahteraan hewan mengucapkan terimakasih
khususnya pada anjing yang kepada semua staf medik dan
tidak berpemilik. paramedik veteriner Laboratorium
3. Lakukan penyuluhan tentang Patologi dan Epidemiologi yang
bahaya rabies dan langkah- terlibat dalam penanganan dan
langkah pencegahannya konpilasi data spesimen rabies
dengan melibatkan instansi pada hewan di Balai Besar
terkait, organisasi Veteriner Denpasar.
kemasyarakatan baik melalui
media cetak maupun
elektronik.

106
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Hudson, L.C., Weinstock, D, Jordan, T.,


DAFTAR PUSTAKA and Bold-Fletcher, N.O (1996). Clinical
Feature of Experimental Induce Rabies in
Cattle and Sheep. Zentralbl Veterinarmed
Akoso, B.T. (2011). Pencegahan dan B. 43. 85-95
Pengendalian Rabies. Penyakit Menular
pada Hewan dan Manusia. Penerbit Jackson, A.C. (2000). Rabies. Review
kanisius, Yogyakarta. 26. Article. Canadaian Journal of
Neurological Science. 27. 278-283.
Banyard, A.C., Horton, D.L., Freuling, C.,
Muller, T and Fook, A.R (2013). Control
Lahaye, X., Vidy, A., Pomier, C., Obiang,
and Prevention of Canine Rabies: The
L., Harper, F., Gaudian, Y., and Blondel,
Need for Building Laboratory, Based
D (2009). Functional Characterization of
Surveilance Capacity. Antiviral. Res.
Negri Bodies (NBs) in Rabies Virus-
98(3). 357-364.
Infected Cells: Evidence that NBs Are
Bowen-Davies, J and Lowing, P (2000). Sites of Viral Transcription and
Current Perspective on Rabies 2. Review Replication. Journal of Virology: 83; 16.
of Classical Rabies and its Control. In 7948-7958.
Practice. 22. 170-175

Carrieri, M.L., Piexoto, Z.M., Paciencia, Murphy, F.A., Gibbs, E.P.J., Horzinek,
M.L., Kotait, I., and Germano, P.M M.C and Studdert, M.J (2009).
rd
(2006). Laboratory Diagnosis of Equine Rhabdoviridae. In: Veterinary Virology, 3
Rabies and Its Implications for Human Ed. 429-439.
Postexposure Prophylaxis. J. Virol.
Methods, 138: 1-9 Putra, A.A.G., Gunata, I.K., Faizah,
Dartini, N.L., Hartawan, D.H.W., Setiaji,
Fischer, M., Wernike, K., Freuling, C.M., G., Putra, A.A.G.S., Soegiarto dan Scott-
Muller, T., Aylan, O., Brochier, B., Cliquet, Orr, H. (2009). Situasi Rabies di Bali:
F., Vazquez-Moron, S., Hostnik, P., Enam Bulan Pasca Program
Huovilainen, A., Isakson, M., Kooi, E.A., Pemberantasan. Buletin Veteriner, Balai
Mooney, J., Turcitu, M., Rasmussen, Besar Veteriner Denpasar, vol. XXI,
T.B., Revilla-Fernandez, S., Sunreczak, 74.13-26
M., Fooks, A.R., Maston, D.A., Beer, M.,
Hoffman, B (2013). A Step Forward in Putra, A.A.G., Gunata, I.K., Supartika,
Molecular Diagnostic of Lyssaviruses- I.K.E., Putra, A.A.G.S., Soegiarto dan
Results of a Ring Trial among European Scott-Orr, H. (2009). Setahun Rabies di
Laboratories. PLOS ONE. Vol. 8. Issue 3. Provinsi Bali. Buletin Veteriner, Balai
E5 Besar Veteriner Denpasar. Vol. XXI.
75.14-27.
Ginting, N (1979). Rabies pada sapi dan
kambing. Bulletin L.P.P. H. Lembaga Putra, A.A.G. (2011). Epidemiologi
Penelitian Penyakit Hewan. Bogor. Vol. Rabies di Bali: Vaksinasi Massal Rabies
XI (18). pp. 45-49 Pertama di Seluruh Bali dan Dampaknya
Terhadap Status Desa Tertular dan
Hamir, A.N., Moser, G and Rupprecht, Kejadian Rabies pada Hewan dan
C.E (1992). Morphologic and Manusia. Buletin Veteriner, BBVet
Immunoperoxidase Study of Neurologic Denpasar. Vol.XXIII, 78. 56-68.
Lesions in Naturally Acquired Rabies of
Raccoons. J. Vet Diagn. Invest. 4(4).369- Setiaji, G dan Wirata, I.K (2010).
373. Investigasi Rabies di Kecamatan
mendoyo, Kabupaten Jembrana, Bali.
Hamir, A.N., Moser, G and Rupprecht, C. Buletin Veteriner, Balai Besar Veteriner
E (1996). Clinicopathologic Variation in Denpasar. Vol XXII, 77. 24-28.
Raccoon Infected with Different Street
Rabies Virus Isolates. J. Vet. Diagn. Setiaji, G dan Agustini, N.L.P (2011).
Invest: 8; 31-37. Kajian Respon Antibodi Rabies Pada
Anjing Post Vaksinasi di Pulau Bali.
107
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Buletin Veteriner, Balai Besar Veteriner


Denpasar. Vol. XXIII. 78. 36-44. Supartika, I.K.E., Setiaji, G., Wirata, K.,
Hartawan, D.H., Putra, A.A.G., Dharma,
Soenardi (1985). Gambaran epidemiologi D.M.N., Soegiarto dan Djusa, E.R.
penyakit rabies di tiga provinsi di Sumatra (2009a). Kasus Rabies Pertama Kali di
(Sumatra barat, Jambi dan Riau) Provinsi Bali. Buletin Veteriner, Vol. XXI;
retrospektif observasi pada spesies yang 74. 7-12.
bertanggungjawab, status pemilik, status
anjing, single atau multiple penderita Supartika, I.K.E., I.K. Wirata., I.
setiap penggigitan anjing, kumulatif Nurlatifah., N.K.H. Saraswati., D.M.N.
kematian dan kemampuan survival rate Dharma and E.R. Jusa (2009b). Rabies
untuk anjing yang menggigit. Laporan Pada Sapi Bali. Buletin Veteriner, Balai
Tahunan Hasil Penyidikan Penyakit Besar Veteriner Denpasar. Vol. XXI;
Hewan di Indonesia Periode tahun 1983- 75.34-42
1984. Direktur Jenderal Peternakan.
Jakarta. pp. 117-125. Syibli, M dan Daniel, F (1995). Kasus
penyakit rabies di Provinsi Sumbar, Riau
Suhirjan, Susanto, E dan Peranginangin, dan Jambi bulan Januari s/d Desember
Th.A. (1984). Kejadian rabies pada sapi 1995. Bulletin Informasi Keswan. BPPH II
di Sumatra Utara. Bulletin Veteriner. Vol. 16(51) 1995/1996 pp. 1-16.
BPPH I. No. 1. pp.1-2.

Sullivan, N.D (1985). The Nervous


System. In.Pathology of Domestic
rd
Animals. 3 Ed. Vol.1. 293-296.

108

Anda mungkin juga menyukai