Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN UJIAN NEKROPSI VETERINER

Oleh: Fiona S. Kalyana, S.KH B94104118 PPDH Angkatan I 2010/2011

Dibawah Bimbingan: Dr. drh. Eva Harlina, M.Si, APVet

BAGIAN PATOLOGI PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

LAPORAN UJIAN NEKROPSI VETERINER


No. Protokol Hari/Tanggal Dosen penguji : : : P/129/11 Jumat/ 24 Juni 2011 Dr. drh. Eva Harlina, M.Si, APVet

Sinyalemen Nama hewan Jenis hewan Ras Jenis kelamin Umur Jumlah Pemilik : : : : : : : B1 Babi Lokal Jantan 6 bulan 1 ekor Bagian Bedah dan Radiologi FKH IPB 24 Juni 2011

Tanggal nekropsi : Anamnese

Post thorakotomi, sple nektomi, autotransfusi darah.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan patologi anatomi Organ KEADAAN UMUM LUAR Kulit dan bulu Mukosa Mata Telinga Lubang kumlah lain SUBKUTIS Perlemakan Otot Kel. ludah Sedikit Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Terdapat titik -titik merah di kaki Pucat Tidak ada kelainan Kotor Terdapat sisa makanan di sekitar mulut Hematoma Anemis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Epikrise Diagnosa PA

KELENJAR PERTAHANAN PERIFER Ln. Mandibularis Bengkak, berwarna merah gelap Limfadenitis

RONGGA ABDOMEN Situs viscerum Posisi organ viscera tidak berubah, terjadi perubahan letak omentum Terdapat perlekatan organ viscera dengan peritoneum, perdarahan di dinding peritoneum, ada cairan di rongga abdomen , omentum tidak menutupi organ viscera Malposisi omentum

Lain-lain

Peritonitis Hemoragi peritonium Ascites

RONGGA THORAKS Tekanan negatif Situs viscerum Lain-lain Tidak ada Tidak ada Terdapat cairan di rongga thoraks, perlekatan antara pleura, perikardium, dan diafragma Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Terdapat cairan berbusa Terdapat cairan berbusa Warna tidak homogen, pleura tegang dan tidak terang tembus, krepitasi berkurang, terdapat bagian paru paru yang tidak rata, ada bagian paru -paru yang tenggelam ketika diuji apung Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Berisi makanan, hiperemi di bagian Perforasi m. intercostalis Tidak ada kelainan Hidrothoraks Pleuritis Perikarditis

TRAKTUS RESPIRATORIUS Sinus hidung Faring Laring Trakhea Bronkhus Paru-paru Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Edema pulmonum Edema pulmonum Pleuritis Emfisema pulmonum Pneumonia inters tisial Pneumonia alveolaris

TRAKTUS DIGESTIVUS Rongga mulut Lidah Esofagus Lambung Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Hiperemi fisiologis

Usus halus Usus besar Ln. Mesenterica Pankreas Hati

fundus Berisi makanan dan mengalami perlekatan Berisi makanan dan mengalami perlekatan Bengkak, berwarna merah gelap Tidak ada kelainan Warna tidak homogen, terdapat bagian yang gelap dan pucat, terdapat perlekatan di tepi hati, hati sedikit membengkak dan ketika disayat keluar darah Tidak ada kelainan

Serositis Serositis Limfadenitis Tidak ada kelainan Autolisis Degenerasi hati Perihepatitis Kongesti

Kantung, cairan , dan saluran empedu TRAKTUS SIRKULATORIUS Jantung Terdapat titik -titik perdarahan di epikardium, penebalan dinding ventrikel kiri disertai dengan adanya gumpalan darah dan chicken fat clot Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Ptekhie epikardium Hipertrofi ventrikel kiri Hiperleukositosis

Pembuluh darah SISTEM LIMFORETIKULAR Timus Limpa

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan Warna hitam, bengkak, ada perlekatan dengan lapis serosa organ lain, terdapat bekas jahitan, corpus alienum (tampon), tidak ada ikutan ketika diusap Tidak ada kelainan Mukosa berwarna merah dan tedapat perlekatan di serosa Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan Perisplenitis Splenitis

TRAKTUS UROGENITALIA Ginjal Vesika urinaria Tidak ada kelainan Hiperemi Serositis Tidak ada kelainan

Urethra Divertikulum prepusial Penis KELENJAR ENDOKRIN Tiroid Adrenal Otak SISTEM LOKOMOSI Otot Tulang Persendian

Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Terdapat hiperemi otak

Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Vasa injectio otak

SISTEM SYARAF PUSAT DAN PERIFER

Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

PEMBAHASAN
Keadaan Umum Luar Pemeriksaan keadaan umum luar babi diawali dengan mengamati kulit dan bulu, mukosa, mata, telinga, dan lubang kumlah lain. Secara umum, kulit babi tidak mengalami kelainan, tetapi di daerah ekstremitas bawah terlihat titik titik merah. Ketika bagian ekstremitas yang mengalami titik -titik kemerahan tersebut dipreparir, terlihat bahwa subkutis babi mengalami hematom. Hematom yang terjadi disebabkan oleh robeknya pembuluh da rah di daerah tersebut. Hematom yang dialami babi dapat disebabkan akibat proses penyuntikan yang dilakukan secara intravena. Proses penyuntikan yang kurang lege artis dapat menyebabkan robeknya pembul uh darah dan menyebabkan hematom . Pemeriksaan keadaan mukosa dilakukan dengan melihat konjungtiva mata dan mukosa mulut. Dari hasil pemeriksaa n, keadaan mukosa babi terlihat pucat (anemis). Pucatnya mukosa babi dapat disebabkan oleh gangguan sirkulasi, adanya perdarahan, kerusakan eritrosit yang bersirkulasi, defisiensi

faktor pematangan eritrosit, defisiensi Fe, dan kerusakan jaringan eritropoietik. Pada kasus ini, mukosa babi pucat karena adanya perdarahan yang terjadi. Keadaan umum luar lainnya seperti mata, telinga, dan lubang kumlah lainnya tidak terdapat kelainan. Hanya saja bagian luar telinga babi kotor dan di daerah sekitar mulut terdapat sisa makanan.

Subkutis

Pemeriksaan subkutis babi dilakukan terhadap perlemakan, otot, dan kelenjar ludah. Secara keseluruhan, tidak teramati adanya kelainan yang terjadi di subkutis babi. Walaupun perlemakan babi sedikit , tetapi babi tidak mengalami kekurusan (kaheksia). Kelenjar Pertahanan Perifer Pemeriksaan kelenjar pertahanan perifer babi hanya dilakukan terhadap limfonodus mandibularis . Limfonodus lain seperti limfonodus retropharingealis, praescapularis, axillaris, femoralis, dan poplitea tidak diperiksa. Secara anatomi, babi memiliki limfonodus mandibularis, retropharingealis, praescapularis, dan praefemoralis. Babi tidak mempunyai limfonodus axillaris dan limfonodus poplitea berukuran kecil sehingga sulit ditemukan (Sisson 1958). Limfonodus mandibularis yang diamati terlihat memiliki kelainan. Ukuran limfonodus membesar dan berwarna merah gelap. Ketika limfonodus disayat, potongan limfonodus tidak kembali ke posisi awal dan menggembung. Diagnosa PA untuk limfonodus mandibularis adalah limfadenitis.

Rongga Abdomen Pemeriksaan rongga abdomen dilakukan dengan mengamati situs

viscerum saat rongga abdomen dibuka. Ketika rongga abdomen terbuka, terlihat bahwa peritoneum memiliki kelainan. Peritoneum berwarna kemerahan, tidak terang tembus, tidak licin, dan terdapat titik-titik perdarahan. Peritoneum adalah lapisan serosa rongga abdomen yang memiliki aspek licin dan terang tembus (The Pig Site 2011) seh ingga apabila peritoneum tidak berada dalam keadaan normal, dapat dikatakan bahwa peritoneum menderita per adangan (peritonitis). Peritonitis yang terjadi pada babi disebabkan infeksi post operasi. Babi yang dinekropsi merupakan babi yang digunakan untuk penelitian dan telah dioperasi thorakotomi serta splenektomi. Oleh sebab itu, di sisi lateral sebelah kanan dan di daerah linea alba babi terdapat bekas luka jahitan. Bekas luka jahitan di daerah linea alba babi merupakan penyebab infeksi, sebab perototan yang dijahit di daerah tersebut mengalami perubahan struktur (membusuk).

Selain itu, faktor lain yang turut mendukung terjadinya peritonitis adalah adanya benda asing berupa tampon yang terdapat di limpa. Keberadaan tampon di dalam rongga abdomen dapat dianggap sebagai benda asing karena tidak lazim. Menurut Chwistek (2010), dalam pelaksanaan splenektomi memang digunakan tampon. Akan tetapi setelah operasi pengangkatan limpa selesai, tamponpun

akan turut dibersihkan, sehingga tidak ada peralatan atau perlengkapan operasi yang tertinggal di dalam rongga abdomen. O perasi yang tidak mengikuti kaidah

lege artis akan menimbulkan infeksi post operasi. Ditambah dengan faktor lokasi
dilakukannya operasi, yaitu r ongga abdomen . Rongga abdomen adalah rongga yang rentan terhadap infeksi, karena di dalamnya terdapat alat -alat pencernaan. Faktor lain yang turut mempengaruhi kejadian peritonitis adalah autotransfusi darah yang dilakukan terhadap babi. Autotransfusi darah adalah proses pengoleksian darah dan menginfuskan kembali darah ke dalam tubuh pasien (Miller-Keane 2003). Darah yang diinfuskan kembali sebelumnya telah disaring dan dibersihkan sehingga darah yang masuk ke dalam tubuh adalah darah yang bersih dan steril. Akan tetapi apabila proses penyaringan dan pembersihan darah tidak optimal, peralatan autotransfusi tida k dijaga kebersihan dan kesterilannya, maka akan terjadi kontaminasi. Darah yang terkontaminasi oleh agen penyakit apabila tersebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dapat menyebabkan septisemia dan mengganggu fungsi organ. Infeksi yang terjadi pada peritoneum akan menginduk si terjadinya proses peradangan sehingga terjadi peritonitis. Di setiap kejadian peradangan akan terjadi vasodilatasi dari pembuluh darah. Setelah vasodilatasi, sel -sel radang datang menginfiltrasi, mencoba untuk mengeliminir agen penyebab infeksi

sehingga terbentuk eksudat. Eksudat yang dihasilkan adalah eksudat fibrin dan menyebabkan perlekatan antara peritoneum dengan organ ataupun antar organ viscera (Tilley & Smith 2000). Selain peritoneum, omentum juga memiliki kelainan. Posis i omentum secara normal adalah te rsebar menutupi organ viscera. T etapi saat pengamatan , omentum tidak tersebar dan menutupi organ viscera, tetapi terletak di pojok sebelah kiri, dekat dengan lambung dan limpa. Perubahan posisi omentum yang tersebar menutupi organ viscera menjadi berkumpul di satu tempat bukanlah akibat dari peradangan yang terjadi di rongga abdomen. Berubahnya posisi omentum disebabkan kesalahan post operasi. Saat akan dilakukan splenektomi, omentum yang menutupi organ -organ menghambat peng lihatan sehingga dikumpulkan ke satu sisi, tetapi setelah selesai melakukan operasi, omentum tidak dikembalikan kembali ke posisi awal. Hal tersebut yang mengakibatkan perubahan posisi omentum. Selain peritoneum dan omentum, kelainan lain yang ditemukan d i rongga abdomen adalah adanya akumulasi cairan . Cairan yang ditemukan di rongga

abdomen memiliki ciri berwarna gelap dan encer. Adanya cairan yang menggenangi rongga abdomen dinamakan ascites. Ascites yang terjadi pada babi disebabkan oleh peritonitis. Menurut Tilley dan Smith (2000), salah satu faktor yang dapat menyebabkan ascites adalah peritonitis. Peradangan yang terjadi pada peritoneum akan menyebabkan berdilatasinya pembuluh darah sehingga plasma darah bahkan sel darah dapat keluar secara berdiapedesis. Plasma dan sel darah yang keluar tersebut kemudian terakumulasi di rongga abdomen.

Rongga Thoraks Pemeriksaan rongga thoraks dimulai dengan melihat tekanan negatif dan dilanjutkan dengan pengamatan terhadap keadaan rongga thoraks. Babi yang dinekropsi sudah tidak memiliki tekanan negatif di rongga thoraksnya. Hilangnya tekanan negatif dari rongga thoraks babi disebabkan oleh perforasi dari m. intercostalis. Adanya perforasi dari m. interco stalis pada babi disebabkan oleh proses penjahitan yang tidak sempurna. Proses penjahitan yang tidak sempurna tersebut mengakibatkan otot -otot pernapasan tidak terjahit atau tertutup seperti semula, sehingga udara dari luar rongga thoraks dapat masuk dan m enyebabkan tidak adanya tekanan negatif rongga thoraks . Selain hilangnya tekanan negatif rongga thoraks, kelainan lain yang dapat teramati adalah perlekatan yang terjadi antara pleura, perikardium, dan

diafragma. Adanya perlekatan yang terjadi pada pleura dan perikardium menandakan bahwa terjadi peradangan di kedua lapis serosa tersebut, sehingga diagnosa PA-nya adalah pleuritis dan perikarditis. Perlekatan yang terjadi antara pleura, perikarditis, dan diafragma adalah akibat lain yang ditimbulkan peritonitis. Agen penyebab infeksi telah beredar di pembuluh darah secara sistemik dan menyebabkan kondisi septisemia, sehingga organ -organ yang terinfeksi tidak hanya organ-organ di ron gga abdomen saja. Peradangan yang terjadi pada pleura dan perikardium sama dengan peradangan yang terjadi pada peritoneum, yaitu terbentuk eksudat fibrin sehingga terjadi perlekatan. Di rongga thoraks juga terdapat akumulasi cairan seperti yang ditemukan di rongga abdomen, sehingga dapat dikatakan bahwa babi menderita hidrothoraks. Hidrothoraks yang terjadi pada babi disebabkan proses peradangan yang terjadi pada pleura (Sayidin et al. 2011). Pleura merupakan lapis serosa yang memiliki pori -pori dan secara fisiologis memiliki cairan dalam

jumlah sedikit. Apabila pleura mengalami peradangan maka cairan yang mengisi ruang pleura mengalami penambahan volume. Penambahan volume cairan di ruang pleura disebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan infiltrasi sel rada ng sehingga timbul eksudasi. Selain itu, akibat lain dari peradangan adalah meningkatnya permeabilitas pembuluh darah sehingga cairan yang berada di ruang pleura dapat merembes keluar dan menggenangi rongga thoraks.

Traktus Respiratorius Pemeriksaan traktus respiratorius babi dimulai dari sinus hidung, faring, laring, trakhea, bronkhus, dan paru -paru. Pemeriksaan sinus hidung, faring, dan laring tidak menunjukan adanya kelainan. Trakhea, bronkhus, dan paru -paru terlihat adanya kelainan. Di trakhea dan bronkhus terlihat adanya cairan berbusa sehingga didiagnosa mengalami edema pulmonum. Ketika percabangan

bronkhus dibuka, terdapat c airan berbusa sampai ke bronkhiolus. Edema pulmonum adalah akumulasi cairan edema di interstisial dan alveol paru-paru. Edema pulmonum sendiri dapat disebabkan karena gangguan pada sistem kardiovaskular ataupun non-kardiogenik. Edema yang terjadi pada paru-paru babi merupakan edema yang disebabkan faktor kardiogenik, karena jantung babi mengalami hipertrofi ventrikel kiri. Jantung yang mengalami hipertrofi akan bekerja ekstra dalam memompa darah ke seluruh tubuh. Kerja ekstra dari ventrikel kiri tidak diikuti dengan peningka tan kerja ventrikel kanan, sehingga jumlah darah yang dikeluark an jantung kiri tidak sama dengan jumlah yang diterima jantung kanan atau berlebih. Adanya penyempitan lumen ventrikel kiri karena hipertrofi menyebabkan jumlah darah yang masuk dari vena pulmonalis tidak sebanding dengan jumlah darah yang dikirim ventrikel kanan sehingga terjadi pembendungan . Darah yang membendung dalam pembuluh dapat mengiritasi endotel pembuluh darah karena mengandung nutrisi dan sisasisa metabolit tubuh sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat dan endotel merenggang. Perenggangan dari endotel pembuluh darah

mengakibatkan merembesnya plasma darah. Terkadang sel darah juga akan ikut merembes keluar dari pembuluh darah dan menggena ngi jaringan interstisial paru-paru. Plasma darah yang menggenangi jaringan interstisial paru -paru kemudian akan ikut mengalami gesekan antara udara dengan saluran pernapasan sehingga timbul busa dan terjadi edema pulmonum.

Pemeriksaan paru-paru secara inspeksi terlihat bahwa warna paru-paru tidak homogen. Lobus kaudal sini stra beraspek lebih gelap dibanding lobus lain. Hal ini disebabkan karena adanya akumulasi darah atau peradangan . Ketika dilakukan uji apung terhadap bagian paru -paru dengan aspek gelap, hasilnya adalah tenggelam sedang untuk bagian paru -paru dengan aspek terang, menunjukan hasil terapung. Artinya paru -paru mengalami pneumonia alveolaris dan interstisialis. Di kaudal sinistra dan dekstra, terdapat b agian paru-paru yang tidak rata, sehingg a dapat didiagnosa mengalami emfisema pulmonum. Pleura paru-paru juga menegang dan beraspek suram . Pneumonia interstisial dan alveolar yang terjadi pada babi disebabkan respon peradangan terhadap agen infeksi yang beredar secara sistemik. Menurut Tilley da n Smith (2000), adanya infeksi dari bakteri virulen dapat menyebabkan eksudasi di jaringan interstisial dan alveol paru -paru. Pneumonia yang disebabkan bakteri, terdiri dari fase eksudasi dan emigrasi leukosit. Fase eksudasi ditandai dengan ada nya hiperemi dan akumulasi eksudat serous di jaringan interstisial dan alveol . Untuk fase emigrasi leukosit, ditandai dengan infiltrasi leukosit ke saluran pernapasan dan alveol sehingga mengakibatkan pengerasan paru -paru, iskemik, nekrosa jaringan, dan atelektasis ka rena oklusi dari bronkhus serta obstruksi dari bronkhiolus. Adanya emfisema atau perluasan ruang alveol disebabkan karena adanya nekrosa jaringan dan atelektasis alveol . Adanya disfungsi dari jaringan paru -paru menyebabkan paru-paru melakukan proses homeostasis dengan memperluas ruang alveol , sehingga proses respirasi tetap berlangsung .

Traktus Digestivus Pemeriksaan traktus digestivus babi dimulai dari rongga mulut, lidah, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, pankreas, hati, dan kantung empedu. Secara umum, traktus digesti babi tidak mengalami kelainan. Hanya saja terjadi perlekatan pada serosa usus halus dan usus besar. Perlekatan yang terjadi pada serosa usus halus dan usus besar adalah salah satu akibat dari peritonitis. Selain itu, terjadi pembengkakan dan perubahan warna pada limfonodus mesenterica. Limfonodus mesenterica yang membengkak dan berwarna merah gelap didiagnosa mengalami limfadenitis. Limfadenitis yang terjadi pada limfonodus mesenterica merupakan respon terhadap peradangan yang terjadi di lapis serosa usus.

Organ hati yang diperiksa menunjukan kelainan. Saat diinspeksi, warna hati tidak homogen, terdapat bagian yang gelap dan pucat, di tepi -tepi hati terdapat perlekatan, dan sedikit membengkak. Ketika hati disayat, dari sayatan keluar darah sehingga hati didiagnosa mengalami proses autolisis, degenerasi hati, perihepatitis, dan ko ngesti. Proses autolisis hati ditunjukan dengan perubahan warna jaringan hati menjadi hitam-hijau. Perubahan warna jaringan disebabkan reaksi yang terjadi antara Fe dari hemoglobin , yang berikatan dengan sulfur hasil metabolisme dari bakteri, sehingga terbentuk FeS yang berwarna hitam. Peradangan pada lapis serosa hati (perihepatitis) merupakan akibat lain dari peritonitis. Agen penyebab infeksi setelah menyebabkan peritonitis, karena adanya vasodilatasi dan proses fagositosis makrofag, beredar secara sist emik sehingga menyebabkan organ organ lain ikut terinfeksi. Kongesti dan degenerasi adalah respon hati yang terlihat pada kondisi sepsis dan keracunan (Ressang 1984) .

Traktus Sirkulatorius Pemeriksaan traktus sirkulatorius babi diawali dengan pengamatan terhadap jantung kemudian pembuluh darah. Jantung babi yang dinekropsi menunjukan adanya titik-titik perdarahan di epikardium, penebalan dinding ventrikel kiri disertai adanya gumpalan darah dan chicken fat clot . Kelainan yang ditemui pada jantung babi dapat disebut dengan ptekhie epikardium dan hipertrofi ventrikel kiri. Ptekhie epikardium yang terjadi adalah respon jaringan dari kejadian sepsis. Mikroorganisme yang beredar secara sistemik meni ngkatkan

permeabilitas pembuluh darah sehingga s el darah dapat keluar dan berada di jaringan. Hipertrofi ventrikel kiri babi disebabkan oleh peradangan yang terjadi pada perikardium. Perikarditis dapat terjadi karena trauma dan non -traumatik. Kejadian perikarditis yang disebabkan trauma adalah perikarditis traumatika, lebih sering ditem ukan pada hewan ruminansia , seperti sapi dan kambing. Perikarditis yang terjadi secara non-traumatik disebabkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme dapat menginfeksi perikardium melalui darah ( hematogen) ataupun karena bersentuhan dengan jaringan yang menderita radang

(miokarditis, pleuritis, dan lain sebagainya ). Akibat dari perikarditis terhadap jantung adalah terganggunya kinerja jantung karena tekanan eksudat.

Terganggunya kerja jantung untuk mencukupi kebutuhan tubuh terhadap nutrisi

dan oksigen menyebabkan jantung bekerja lebih sehingga terjadi pembesaran sel otot jantung. Adanya gumpalan darah saat pemeriksaan menandakan bahwa babi mengalami gagal jantung sebelah kiri sehingga saat babi mati, ventrikel kiri tidak dapat memompa keluar seluruh darah yang berada di dalam ventrikel. Keberadaan chicken fat clot dalam ventrikel kiri juga menandakan bahwa terjadi hiperleukositosis dalam tubuh babi. Hiperleukositosis terjadi apabila tubuh hewan mengalami peradangan sehingga tubuh merespon dengan

memobilisasikan sel darah putih . Peradangan yang terjadi dapat bersifat sistemik ataupun regional . Sistem Limforetikular Pemeriksaan sistem limforetikular babi dilakukan pada organ timus dan limpa. Organ limforetikular timus tidak teramati memiliki kelainan sedangkan limpa memiliki kelainan. Limpa membengkak, berwarna hitam, terdapat perlekatan dengan lapis serosa organ lain, di ujung limpa t erdapat bekas jahitan, dan terdapat benda asing berupa tampon yang menempel di limpa. Ketika

bagian hilus limpa disayat dan diusap, tidak terda pat ikutan dari jaringan limpa sehingga diagnosa PA dari limpa babi adalah perisplenitis dan splenitis. Perlekatan yang terjadi pada kapsula limpa merupakan akibat yang ditimbulkan peritonitis. Selain itu, limpa sendiri juga mengalami peradangan karena post operasi splenektomi. Peradangan yang terjadi pada limpa merupakan respon jaringan karena adanya jaring an yang rusak, sehingga terjadi pembengkakan.

Traktus Urogenitalia Pemeriksaan traktus urogenitalia babi dilakukan pada organ ginjal, vesika urinaria, urethra, divertikulum prepusial , dan penis. Secara umum, pada traktus urogenitalia babi tidak terlihat adanya kelainan. Tetapi warna mukosa vesika urinaria terlihat lebih merah sehingga diagnosa PA dari vesika urinaria adalah hiperemi. Serosa vesika urinaria juga terlihat mengalami perlekatan deng an lapis serosa organ lainnya sehingga dapat dikatakan mengalami serositis.

Kelenjar Endokrin

Pemeriksaan kelenjar endokrin babi dilakukan terhadap kelenjar tiroid dan adrenal. Pemeriksaan terhadap ke dua kelenjar tersebut menunjukan tidak adanya kelainan yang teramati.

Sistem Syaraf Pusat dan Perifer Pemeriksaan sistem syaraf pusat dan perifer babi dilakukan terhadap otak. Kelainan yang ditemukan di otak adalah adanya hiperemi pembuluh darah sehingga didiagnosa mengalami vasa injectio. Hiperemi pada otak dapat disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan

gangguan pada pembuluh darah . Gangguan sirkulasi yang menyebabkan hiperemi adalah hipertrofi ventrikel kiri. Jantung yang mengalami hipertrofi

ventrikel kiri akan memompa darah melebihi kapasitas pembuluh darah sehingga terjadi pembendungan secara aktif. Selain itu, b abi yang mengalami sepsis akan mengalami peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga endotel pembuluh darah akan merenggang dan plasma darah dapat keluar kemudian menggenangi jaringan. Sistem Lokomosi Pemeriksaan terhadap sistem lokomosi babi dilakukan dengan

melakukan pengamatan terhadap otot, tulang , dan persendian. Secara keseluruhan, tidak teramati adanya kelainan yang terjadi pada sistem lokomosi babi. Walaupun di subkutis babi mengalami hemoragi, tetapi perototan babi tidak mengalami kelainan.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap seluruh sistem tubuh babi, maka babi didiagnosa menderita peritonitis dan sept isemia. Septisemia yang terjadi dapat disebabkan karena peritonitis ataupun karena autotransfusi darah. Septisemia pada babi dikategorikan sebagai septisemia komplit sebab terjadi kongesti, hiperemi, hemoragi, degenerasi organ -organ parenkhimatosa, dan limfadenitis. Dari tiga organ, paru -paru, otak, dan jantung, yang menjadi pintu gerbang kematian (atrial mortis) babi adalah paru -paru.

DAFTAR PUSTAKA
Chwistek M. 2010. Splenectomy (Spleen Removal; Removal, Spleen) . [terhubung berkala]. http://healthlibrary.epnet.com/GetContent.aspx ? token=70ff5260 -81bd-4de1-9998-14fc98aa9133&chunkiid=14866 [29 Juni 2011]. Miller-Keane. 2003. Autotransfusion. [terhubung berkala]. http://medical dictionary.thefreedictionary.com/autotransfusion [29 Juni 2011]. Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner . Ed ke-2. Denpasar. Sayidin BA, Huda T, Marsaban, Ayu RS, Indri P. 2011. Seorang Pria 66 Tahun Dengan Gambaran X -Foto Thorax Efusi Pleura Dupleks dan Gambaran Awal Oedema Pulmo. [terhubung berkala]. http://www.scribd.com/doc /55218707/7/PATOFISIOLOGI [29 Juni 2011]. Sisson S. 1958. The Anatomy of The Domestic Animals . Ed ke-4. USA: WB Saunders. The Pig Site. 2011. Peritonitis. [terhubung berkala]. http://www.thepigsite.com/ diseaseinfo /85/peritonitis [25 Juni 2011]. Tilley LP, Smith FWK. 2000. The 5-Minute Veterinary Consult . USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai