Anda di halaman 1dari 8

Praktikum Perkembangan Hewan (2024)

BENTUK DAN KELAINAN PADA SPERMA

Resti Pitafalah1, Sakila Fatimah Nugraha2, Wafi Adib Bakhriansyah3, Zahra


Aqila4

restipita08@gmail.com, sakilafatimahnugraha@gmail.com,
adibbakhri74@gmai.com, adibbakhri74@gmai.com

Jurusan Pendikan Biologi

Fakultas Tarbiyah & Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati

Abstrak

Sperma adalah sel reproduksi jantan yang penting dalam pembuahan sel telur
untuk memulai proses perkembangan embrio. Bentuk dan kelainan pada sperma
dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk melakukan pembuahan dengan
efektif. Kelainan pada sperma dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk
morfologi yang tidak normal, motilitas yang rendah, dan jumlah yang tidak
mencukupi. Faktor-faktor seperti gaya hidup, paparan zat beracun, dan masalah
kesehatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas sperma. Pemahaman yang lebih
baik tentang bentuk dan kelainan sperma dapat membantu dalam diagnosis dan
penanganan infertilitas pada pria serta memberikan wawasan tentang faktor-
faktor yang dapat memengaruhi kesehatan reproduksi pria secara umum.

PENDAHULUAN

Landasan Teori

Reproduksi merupakan kemampuan makhluk hidup untuk


menghasilkan keturunan. Bagi makhluk hidup tujuan reproduksinya adalah agar
suatu jenis makhluk hidup tidak mengalami kepunahan. Sama seperti
makhluk hidup lainnya, manusia bereproduksi secara seksual. Reproduksi
secara sexsual melibatkan kelenjar dan saluran kelamin. Interaksi antara organ
reproduksi, kelenjar, dan saluran kelamin merupakan proses yang terjadi di
dalam sistem reproduksi.
Sperma dihasilkan oleh sel-sel khusus di dalam testis yang disebut
dengan spermatogonia. Spermatogonia bersifat diploid dapat membelah diri
secara mitosis membentuk spermatogonia atau membentuk spermatosit. Meiosis
dari setiap spermatosit menghasilkan 4 sel haploid atau yang dikenal dengan
spermatid. Spermatid ini dalam proses tersebut, kemudian kehilangan banyak
sitoplasma dan berkembang menjadi sperma (Kimball 2001).
Struktur sel sperma sesuai dengan fungsinya. Pada sebagian besar
spesies, kepala yang mengandung nucleus haploid ditudungi oleh badan khusus
yaitu akrosom, yang mengandung enzim yang dapat membentuk sperma
menembus sel telur. Di belakang sel sperma mengandung sejumlah mitokondria
yang menyediakan ATP untuk pergerakan ekor, yang berupa sebuah flagella.
Bentuk sperma mamalia bervariasi dari tiap spesies dengan kepala berbentuk
koma tipis, berbentuk oval (seperti pada sperma manusia), atau berbentuk
hampir bulat (Campbell 2008).
Sperma terdiri dari beberapa bagian. Satu spermatozoa terdiri dari
kepala, leher, badan dan ekor. Sebagian besar kepala sperma berisi inti. Dua
pertiga bagian ini diselimuti tutup akrosom. Jika terjadi pembuahan maka tutup
akrosom pecah, dari akrosomnya keluar enzim-enzim. Enzim yang terpenting
adalah hialurodinase dan protease yang mirip dengan tripsin (Yatim 1994).
Ukuran dan bentuk spermatozoa berbeda pada berbagai jenis hewan ,
namun struktur morfologinya tetap sama. Panjang dan lebar kepala kira-kira
8,0 – 10,0 mikron x 4,0- 4,5 mikron pada sperma sapi, domba dan babi. Ukuran
kepala 7,0 mikron x 2,7- 4,0 mikron pada sperma kuda. Tebal kepala kurang
lebih 0,5- 1,5 mikron atau kurang panjang setengah 2 kali panjang kepala,
10,0- 15,0 mikron diameter sekitar 1,0 mikron pada semua spesies. Ekor
spermatozoa memiliki ukuran panjang 35,0- 45,0 mikron dengan diameter
4,0-0,8 mikron (Mozes 1991).
Analisa sperma adalah salah satu pemeriksaan yang dilakukan pada laki-
laki untuk mengetahui adanya gangguan pada sperma. Beberapa karakteristik
fisik sperma (bau, volume, pencairan, penampilan, viskositas dan pH) dan
parameter mikroskopis (leukosit, konsentrasi, aglutinasi, motilitas dan
morfologi) yang biasanya diperiksa pada analisa sperma. Beberapa contoh
seperti keadaan Azoospermia (tidak ada sperma pada semen), teratozoospermia
(persentase bentuk sperma normal di bawah krteria normal), oligozoospermia
(rendahnya jumlah sperma), asthenozoospermia (persentase sperma motil di
bawah krteria normal) adalah contoh klasifikasi yang didapat untuk menyatakan
jenis gangguan sperma pada pria (Putra 2017).
Kelainan pada spermatozoa dapat diklasifikasikan berdasarkan
morfologi yang terlihat di bawah mikroskop yaitu: bentuk normal (oval) dan
bentuk abnormal yang terdiri dari kepala besar, kepala kecil, kepala tapering,
kepala pyriform, kepala amorphous , kepala dua dan kelainan ekor (Salwati
2015). Sperma dapat berbentuk lain dari biasanya, yang pada orang dapat
menyebabkan kemandulan (steril). Ada orang yang proses spermatogenesisnya
tidak lancar, sehingga dihasilkan sperma yang memiliki bentuk dan susunan
yang tidak sempurna (Yatim 1994).
Berdasarkan hasil analisa terdapat bentuk-bentuk abnormalitas dari
spermatozoa, dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Abnormalitas primer, abnormalitas yang disebabkan karena faktor
keturunan dan pengaruh lingkungan yang buruk. Bentuk-bentuk
abnormalitas primer diantaranya bentuk kepala besar, bentuk kepala
kecil, kepala pendek, kepala lebar dan ekor ganda.
2. Abnormalitas sekunder, terjadi selama proses penyimpanan
spermatozoa dan kemungkinan besar disebabkan ketika pewarnaan
dalam pembuatan preparat ulas. Bentuk abnormalitas sekunder
diantaranya bagian ekor melipat, adanya butiran-butiran 2x dari
sitoplasmik proksimal atau distal, selubung akrosom yang terlepas
dan kepala tanpa ekor serta bentuk ekor yang terputus (Afiati 2015).
Tujuan
 Mengamati, mempelajari dan menggambarkan sperma manusia beserta
bagian-bagiannya
 Menggambarkan kelainan pada sperma
 Membedakan kelainan pada beberapa jenis hewan
 Membuat apusan sperma

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Praktikum Perkembangan Hewan tentang Sistem Reproduksi Jantan Tikus Putih


dilaksanakan pada hari Rabu, 13 Maret 2024, pukul 14.30-16.00 WIB bertempat
di Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

Alat dan bahan

No Alat Jumlah Bahan Jumlah


.
1 Alat bedah 1 set Tikus jantan 1 buah
2 Kaca arloji 1 buah Larutan garam Secukupnya
atau cawan fisiologis (NaCl
petri 0,9%)
3 Jarum 1 kotak kapas Secukupnya
pentul
4 Pipet tetes 1 buah Klorofom Secukupnya
5 Bally 1 buah
counter
6 Mikroskop 1 buah

Langkah kerja

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Pengamatan Bentuk dan Kelainan Pada Sperma Tikus
Dokumentasi Literatur Jenis Keterangan
sperma
Normal Tampak bagian kepala
dan ekor jelas terlihat,
kepala
spermatozoa berbentuk
lonjong dan ekor yang
panjang
Referensi:
(Arianthy
2018)

Pembahasan
Dalam praktikum kali ini, dilakukan pengamatan spermatozoa
terhadap empat sampel hewan yakni mencit, tikus, hamster dan marmut.
Struktur spermatozoa dapat dibagai dalam tiga bagian yaitu kepala, tubuh
dan ekor. Terlihat pada pengamatan tiap sperma yang ada pada tiap sampel
memiliki karakteristik yang berbeda, terkhusus pada bagian kepala dan
ekornya. Spermatozoa yang diamati yakni sperma normal dan sperma
abnormal.
Sperma abnormal menunjukkan adanya suatu kelainan. Menurut
(Guyton 1997) menyatakan bahwa kelainan spermatozoa juga dapat
disebabkan oleh kelainan hormonal. Pada perubahan spermatosit primer
menjadi spermatosit sekunder (dalam spermatogenesis dalam tubulus
seminiferus dirangsang oleh FSH (Follicle Stimulating Hormone) dari
kelenjar hipofisis anterior. Tidak adanya FSH maka spermatogenesis tidak
akan terjadi. Akan tetapi, FSH tidak dapat bekerja sendiri menyelesaikan
spermatogenesis. Agar spermatogenesis berlangsung sempurna, memerlukan
testosteron yang dihasilkan oleh sel interstisial Leydig. Selanjutnya pendapat
ini diperkuat oleh Munandar yang menyatakan bahwa abnormalitas pada
spermatozoa dibagi menjadi 2 yakni abnormalitas primer dan abnormalitas
sekunder. Abnormalitas primer ditandai dengan kelainan pada
spermatogenesis meliputi kepala yang terlampau besar, kepala yang
terlampau kecil, kepala pendek, kepala pipih memanjang, kepala rangkap
dan ekor ganda. Selanjutnya untuk abnormalitas sekunder yaitu spermatozoa
yang mengalami kelainan setelah meninggalkan tubulus seminiferus ditandai
dengan ekor putus,kepala pecah dan kepala tanpa ekor.
Pada pengamatan sperma tikus, sperma normal bagian kepala sperma
mengandung nucleus haploid yang ditudungi oleh badan khusus yaitu
akrosom. Menurut (Campbell 2008) menyatakan bahwa akrosom
mengandung enzim yang membentu sperma menembus sel telur yang
letaknya dibelakang kepala. Sel sperma sebagain besar mengandung
mitokondria yag menyediakan ATP untuk pergerakan ekor, berapa kepala
berbentuk koma tipis, berbentuk oval dan hampir bulat. Selain itu kelainan
pada sperma (abnormalitas sperma) yang ditemukan pada sampel tikus
tersebut dapat diidentifikaisi akibat dari sterilisasi musim panas, sedang
menderita demam atau sering dikawinkan dengan usia yang masih muda.
Akan tetapi terdapat suatu pendapat dari (Mozes 1991) yang menyatakan
bahwa terkadang tidak ada yang menyebabkan suatu sperma menjadi
abnormal dalam suatu ejakulasi, dan kelainan tersebut dapat kembali ke
keadaan semula yakni menjadi sperma yang normal. Cacat-cacat sel sperma
tertentu diketahui ada yang bersifat genetic atau pengaruh dari makanan
yang dikonsumsi oleh hewan itu sendiri.
Sperma dibutuhkan dalam proses fertilisasi atau pembuahan.
Sperma yang normal dibutuhkan dalam proses fertilisasi untuk memperoleh
gerakan yang normal pada sperma untuk mencapai sel telur. Sperma yang
normal berbentuk seperti kecebong yang memilii kepala, tubuh dan ekor.
Kelainan-kelainan yang terjadi pada berbagai sampel diatas seperti sperma
yang memiliki kepala dua, sperma yang memiliki dua ekor, hal tersebut
termasuk pada sperma yang memiliki kelainan. Dengan kelainan yang ada
akan mempengaruhi pergerakan suatu sperma yang tentunya akan
mempersulit pergerakannya. Sel sperma untuk mencapai sel telur harus
menempuh perjalanan panjang dan hal ini dapat menjadi penentu terjadinya
suatu pembuahan atau fertilisasi. Menurut Yatim (Yatim 1994) menyatakan
bahwa sifat sperma menentukan juga kemandulan seekor jantahn. Apabila
gerakan itu lambat, lamban atau tidak tau arah maka pembuahan akan sulit
berlangsung. Terdapat batas waktu menunggu bagi ovum untuk dapat
dibuahi. Apabila sperma telat datang untuk membuahi sel telur, maka sudah
tidak berada dalam masa subur lagi. Hal ini diperkuat dengan pendapat dari
(Janqueira LC dan J 1998) menyatakan bahwa jumlah sperma yang cukup
jika tidak dibarengi pergerakan yang normal membuat suatu sel sperma
tidak ada mencapai sel telur. Sebaliknya apabila sperma dalam jumlah yang
sedikit akan tetapi memiliki pergerakan yang normal bisa dengan cepat
mencapai sel telur.

KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan bentuk dan kelainan pada sperma dapat
disimpulkan bahwa struktur sperma terdiri dari 3 bagian diantaranya kepala,
tubuh dan ekor. Setiap jenis hewan memiliki ciri morfologi sperma yang
berbeda baik dari segi bentuk kepala, tubuh maupun ekor. Kelainan pada sperma
atau abnormalitas sperma yang ditemukan dari sampel pengamatan tikus
termasuk pada sperma abnormalitas primer dengan ciri sperma memiliki ekor
dua dan berkepala dua. Sperma abnormal tidak dapat memfertilisasi
ovum. Apabila sperma abnormal memfertilisasi ovum maka besar
kemungkinan yang terjadi akan melahirkan individu cacat. Faktor yang
mempengaruhi kelainan pada sperma diantaranya faktor keturunan (genetic),
faktor gizi makanan yang dikonsumsi hewan, usia perkawinan dan pengaruh
lingkungan.

UCAPAN TERIMAKASIH

DAFTAR PUSTAKA
Afiati. 2015. “Abnormalitas Domba Dengan Frekuensi Penampungan Berbeda.”
Arianthy, Shenny. 2018. “BENTUK DAN KELAINAN PADA SPERMA.”
Campbell, et.al. 2008. Biologi.
Guyton, A.C. 1997. “Fisiologi Kedokteran.”
Janqueira LC dan J, Carniero. 1998. “Histologi Dasar.”
Kimball, John W. 2001. “Biologi.”
Mozes, R. 1991. “Fisiologi Reproduksi Ternak.”
Putra, C.B. 2017. “Gambaran Analisa Sperma Di Klinik Bayi Tabung Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Tahun 2013.”
Salwati, Ervi. 2015. “Bentuk- Bentuk Spermatozoa Abnormal Pada Semen Pria
Pasangan Infertile.”
Yatim, Wildan. 1994. “Embryologi.”

Anda mungkin juga menyukai